EVALUASI LEUKOSITURIA PADA TERSANGKA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG PERIODE JULI DESEMBER 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI LEUKOSITURIA PADA TERSANGKA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG PERIODE JULI DESEMBER 2014"

Transkripsi

1 EVALUASI LEUKOSITURIA PADA TERSANGKA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG PERIODE JULI DESEMBER 2014 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Disusun oleh : Nurul Hasanah PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M

2 ii

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang tiada henti dicurahkan kepada penulis. Ridho, Berkah, Rohman dan Rohim senantiasa dicurahkan oleh-nya hingga penulisan laporan penelitian ini selesai. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan pada Nabi Muhammad SAW atas tauladannya. Penulis menyadari, tanpa bimbingan dan segenap bantuan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan selesai. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. dr. Sardjana, SpOG (K), SH, Maftuhah, Ph.D dan Fase Badriah, Ph.D selaku Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program studi Pendidikan Dokter dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter 3. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku pembimbing 1 yang dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan saya dalam proses penyelesaian penelitian ini. Atas waktu, tenaga, pikiran serta saran dan masukan yang membangun kepada penulis. 4. Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku pembimbing 2 atas saran dan kritik, serta waktu yang diluangkan untuk penulis dalam proses penyelesaian laporan penelitian ini. Atas kesediaan beliau membimbing kami hingga penulisan laporan ini selesai. 5. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS dan Nurlaely Mida R, S.Si, M.Biomed, DMS selaku penguji saya yang telah menyempatkan waktu dan bersedia untuk hadir. 6. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS yang mengajarkan dan memfasilitasi penulis untuk menyelesaikan penelitian. Selaku penanggung jawab modul riset Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) v

6 7. Ayah dan bunda tersayang untuk semua semangat, doa, serta ridho yang diberikan pada penulis. Untuk setiap tawa penuh cintanya yang selalu membangkitkan semangat penulis yang mulai redup. Tetesan air mata dan keringat pengorbanan yang selalu mengiringi langkah penelitian untuk menyelesaikan penelitian ini. 8. Zakiyah dan Ilham kedua adikku tersayang. Terimakasih banyak untuk doa dan dukungannya selama ini hingga penulisan hasil laporan penelitian ini selesai. Terimakasih telah banyak menghibur disaat penulis mulai lelah. 9. RSUD Cengkareng yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengambil data. Khususnya Mbak Cici, Bu Adis dan Mbak Rima. 10. Teman-teman sekelompok penelitian Ifah, Rizky, Fikry, dan Hipni. Mohon maaf kepada Ifah, Fikry dan Hipni karena saya tidak banyak membantu dalam penelitian mereka. Semangat, kalian pasti bisa. 11. Kepada teman-teman seperjuangan di kos-an beautiful house Paurora, Imi, Ubat, Nabila dan Dewi atas dukungan dan hiburannya ditengah kesibukan kuliah. atas bantuan dan ilmu dan moral yang sangat bermanfaat dalam proses penyelesaian penelitian ini. 12. Paurora atas bantuan tenaga dan pikiran serta motivasi dan dukungan moral yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Sukses selalu. 13. Teman teman seperjuangan PSPD 2012, untuk kebersamaan selama tiga tahun ini. Atas dukungan dan motivasi yang terus mengalir tiada henti. Semoga perjuangan yang telah kita lakukan bersama selama tiga tahun ini akan berbuah hasil yang memuaskan dan dilancarkan co-ass dan internship-nya. Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari bentuk yang sempurna. Segala kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Demikian laporan ini penulis susun, semoga bermanfaat untuk ilmu pengetahuan, agama, dunia dan setelahnya nanti. Amin. Ciputat, 22 September 2015 Nurul Hasanah vi

7 ABSTRAK Nurul Hasanah. Program Studi Pendidikan Dokter. Evaluasi Leukosituria pada Tersangka ISK di RSUD Cengkareng Periode Juli Desember Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit paling sering ditemukan pada praktik umum. Diagnosa yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk pemberian antibiotik yang efisien dan efektif. Penggunaan tes dipstik dan sedimen urin merupakan salah satu upaya penyaringan tersangka ISK. Temuan leukosit urin merupakan salah satu tanda terjadinya inflamasi dalam traktus urinari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi leukosituria pada tersangka ISK di RSUD Cengkareng periode Juli Desember Penelitian menggunakan metode retrospektif potong lintang. Hasil yang didapatkan prevalensi leukosituria pada tersangka ISK berjumlah 87 pasien. Karakteristik leukosituria tersangka ISK yang diteliti adalah berusia tahun (44,8%), perempuan (67,8%), pendidikan SMA (44,8%), IMT normal (18.4%), BJ urin tinggi (46,7%), ph urin normal (95,4%), leukosit urin 6-20 per lapang pandang (62,1%). Ditemukan hasil yang bermakna antara leukosituria dan hematuria ( p <0,05 ) pada tersangka ISK. Kata kunci : Infeksi saluran kemih, Leukosituria ABSTRACT Nurul Hasanah. Medical Education Program. Evaluation Leukocyituria to suspect UTI in Cengkareng Hospital period from July to December, Urinary tract infection (UTI) is a common disease often found in general practice. Rapid and appropriate diagnosis is needed for the efficient and effective antibiotic treatment. Use of dipstick test and urine sediment is one way of filtering suspect UTI. Leukocyte findings of urine is one sign of inflammation of the urinary tract. This study aims to determine the prevalence leukocyturia at Cengkareng Hospital suspected UTI in the period from July to December The study used a crosssectional retrospective method. The results obtained on the suspect UTI prevalence leukocyturia totaling 87 patients. Characteristics leukocyturia suspect UTI studied were aged years (44.8%), female (67.8%), high school education (44.8%), normal BMI (18.4%), BJ high urine (46.7 %), normal urine ph (95.4%), urinary 6-20 leukocytes per field of view (62.1%). Significant results were found between leukocyturia and hematuria (p <0.05) in suspected UTI. Keywords: Urinary tract infections, Leukocyturia vii

8 DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... E rror! Bookmark not defined. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PENGESAHAN... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR SINGKATAN... xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Akademik Manfaat Klinis... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Infeksi Saluran Kemih Definisi Klasifikasi Epidemiologi Etiologi Patogenesis viii

9 2.1.6 Manifestasi Klinis Diagnosis Penatalaksanaan Kerangka Teori Kerangka Konsep Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Kriteria Inklusi dan Eksklusi Cara pengambilan sampel Variabel Penelitian Cara Kerja Penelitian Manajemen Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...49 LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Klasifikasi ISK berdasarkan klinis... 6 Tabel 2.2. Epidemiologi ISK berdasarkan usia dan jenis kelamin... 7 Tabel 2.3. Mikroorganisme penyebab ISK... 9 Tabel 2.4. Morfologi Escherecia coli Tabel 2.5. Pertahanan lokal dari saluran kemih Tabel 2.6. Metode pengumpulan urin Tabel 2.7. Sensitivitas dan spesivisitas tes dipstik Tabel 2.8. Penggunaan antibiotik pada ISK Tabel 2.9. Penggunaan antibiotik pada kasus ISK ringan dan sedang Tabel Pilihan antibiotik parenteral Tabel 4.1 Karakteristik responden tersangka ISK Tabel 4.2 Jumlah pasien dengan faktor resiko berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.3 Kelompok usia dengan jumlah sedimen leukosit dalam urin Tabel 4.4 Penyakit penyerta dan rerata leukositoria Tabel 4.5 Jumlah pasien berdasarkan sedimen leukosit dan eritrosit dalam urin DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Jumlah pasien berdasarkan kelompok usia Gambar 4.2 Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin Gambar 4.3 Jumlah pasien berdasarkan tingkat pendidikan Gambar 4.4 Jumlah pasien berdasarkan kelompok IMT Gambar 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok berat jenis urin Gambar 4.6 Jumlah pasien berdasarkan kelompok derajat keasaman (ph) urin Gambar 4.7 Jumlah pasien berdasarkan kelompok leukosit urin x

11 Gambar 4.8 Jumlah pasien berdasarkan jenis terapi Gambar 4.9 Jumlah pasien tersangka ISK berdasarkan faktor resiko Gambar 10. Leukosituria dengan Hematuria DAFTAR SINGKATAN BB BID BJ BPH CFU DM IMT IOTF ISK LUTS PIV Q6H RSUD SD SUA SMP SMA TB WHO Berat Badan Dua Kali Sehari Berat Jenis Benign Prostatic Hyperplasia Colony Forming Unit Diabetes Mellitus Indeks Massa Tubuh International Obesity Task Force Infeksi Saluran Kemih Lower Urinary Tract Symptoms Pyelography Intravena Setiap 6 Jam Rumah Sakit Umum Daerah Sekolah Dasar Sindrom Uretra Akut Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Tinggi Badan World Health Organization xi

12 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih ( ISK) merupakan penyakit tersering yang ditemukan pada praktik umum. 1 Infeksi saluran kemih adalah reaksi inflamasi sel uroepitelium akibat proliferasi suatu mikroorganisme. 1,2,3 Banyak diderita oleh perempuan. Setiap perempuan mengalami ISK minimal satu kali dalam hidupnya. 1 Sekitar 7 juta kasus sistitis akut didiagnosis pada perempuan dewasa muda setiap tahunnya. 4 Etiologi dari ISK dapat berasal dari mikrobiologi, virus ataupun jamur. 1 Mikroorganisme penyebab terbanyak adalah Escherecia coli yang berasal dari saluran pencernaan disebabkan letak anatominya yang berdekatan. Infeksi saluran kemih dapat ditemukan pada pasien yang memiliki gejala atau pada pasien tanpa gejala. 1,2,3 Baku emas untuk menegakkan diagnosis ISK adalah pemeriksaan kultur urin namun kultur urin ini membutuhkan biaya lebih mahal dan waktu lebih lama. Sehingga sebagian besar klinisi melakukan pemeriksaan urinalisis untuk mengetahui apakah terjadi leukosituria. 2,5 Hasil dari urinalisis yang lain dapat berupa bakteriuria, nitrit, hematuria dan proteinuria. 6,7 Leukosituria adalah tanda terjadinya inflamasi dalam saluran kemih. 6 Leukosituria tidak selalu disertai dengan bakteriuria pada beberapa pasien. Dikatakan leukosituria jika ditemukan leukosit lebih dari 5 per lapang pandang dalam urin. 7 Hematuria adalah ditemukannya sel darah merah dalam urin. Hasil urinalisis pada pasien ISK tidak selalu ditemukan sel darah merah. Oleh karena itu belum bisa dijadikan salah satu indikator diagnostik. Kejadian hematuria sebagian besar terdapat pada kasus sistitis dan itu terjadi pada pasien perempuan. 8 Begitu juga pada kasus pielonefritis hanya 30-40% yang mengalami hematuria dan didapat pada pasien perempuan. 9

13 2 Tingginya prevalensi ISK di Indonesia menuntut dokter untuk menegakkan diagnosis yang cepat dan tepat. Penelitian yang menjelaskan leukosituria pada tersangka ISK masih jarang ditemukan khususnya di Indonesia sehingga penulis ingin melakukan penelitian tentang evaluasi leukosituria pada tersangka ISK di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng. Hal ini didukung pula dengan belum pernah dilakukannya penelitian mengenai evaluasi leukosituria pada tersangka ISK RSUD Cengkareng. 1.2 Rumusan Masalah Berapa 1.3 Tujuan Cengkareng prevalensi pasien tersangka infeksi saluran kemih di RSUD Tujuan Umum Mengetahui prevalensi tersangka ISK di RSUD Cengkareng Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik tersangka ISK di RSUD Cengkareng. 1.4 Manfaat Penelitian b. Mengetahui hubungan antara derajat leukosituria dan derajat Manfaat Akademik hematuria pada tersangka ISK. a. Mengetahui hubungan derajat leukosituria dan derajat hematuria pada tersangka ISK sehingga dapat memperkirakan berat atau ringannya infeksi. b. Menambah ilmu pengetahuan bagi penulis. c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

14 Manfaat Klinis a. Hasil penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui perjalanan penyakit ISK. b. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu data mengenai prevalensi hematuria pada tersangka ISK di RSUD Tangerang.

15 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi saluran kemih Definisi Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi dari sel uroepitelium karena adanya invasi bakteri yang ditandai dengan bakteriuria dan leukosituria. 1,2,6 Bakteriuria adalah ditemukannya koloni bakteri dalam urin yang dalam keadaan normal urin tidak terdapat bakteri. Bakteriuria ini diasumsikan sebagai indikator yang valid untuk menunjukan keberadaan koloni bakteri atau infeksi saluran kemih. 1,6 Bakteriuria diklasifikasikan menjadi bakteriuria simtomatik dan bakteriuria asimtomatik. Bakteriuria simtomatik adalah ditemukannya bakteri dalam urin disertai dengan gejala pada pasien. Bakteriuria asimtomatik adalah ditemukannya bakteri dalam urin tanpa disertai gejala pada pasien. Bakteriuria bermakna jika ditemukan lebih dari 10 5 bakteri dalam biakan urin. 1,6 Leukosituria adalah ditemukannya sel darah putih dalam urin, Leukosituria merupakan tanda adanya inflamasi dari uroepitelium yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Leukosituria tanpa bakteriuria menunjukan adanya kolonisasi kuman tanpa infeksi saluran kemih Klasifikasi Klasifikasi infeksi saluran kemih dapat dibedakan berdasarkan letak dan manifestasi klinis yang timbul. 2 a. Klasifikasi ISK berdasarkan letak: Infeksi saluran kemih bawah Salah satu infeksi saluran kemih bawah adalah sistitis, yaitu infeksi yang terjadi di vesika urinari. Infeksi ini sering terjadi pada pasien yang imunitas tubuhnya rendah seperti pasien diabetes melitus (DM) atau mikrotrauma lokal seperti pasca sanggama. 1,2 karena adanya

16 5 Manifestasi klinis sistitis adalah disuria, frekuensi, urgensi dan nyeri suprapubik tetapi tidak jarang ditemukan asimtomatik. 2,6 Frekuensi disebabkan adanya inflamasi pada vesika urinari sehingga vesika urinari menjadi eritema, edema dan hipersensitif. Saat vesika urinari mulai terisi urin maka akan langsung disekresi. Proses sekresi ini menyebabkan vesika urinari yang sedang edem berkontraksi sehingga terjadi nyeri suprapubik. 2 Sindrom uretra akut (SUA) memiliki gejala seperti sistitis namun dalam urinnya tidak ditemukan bakteri (steril). 1 Infeksi saluran kemih atas Pielonefritis akut adalah respon inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal karena naiknya mikroorganisme dari saluran kemih bawah. Manifestasi klinisnya berupa demam, menggigil, nyeri di perut dan pinggang serta mual dan muntah. Disertai dengan lekosituria dan bakteriuria. 2 Pielonefritis kronik adalah respon inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal dalam jangka waktu lama. Faktor predisposisi berupa obstruksi saluran kemih dan refluks vesikouretra yang pada akhirnya akan membentuk jaringan parut pada korteks ginjal. 1 b. Klasifikasi ISK berdasarkan manifestasi klinis ISK tanpa komplikasi Infeksi saluran kemih tanpa disertai kelainan anatomi maupun struktural. 2 ISK komplikasi Infeksi saluran kemih disertai dengan kelainan anatomi maupun struktural atau infeksi pada pasien yang memiliki penyakit sistemik. 2 ISK berulang Terjadinya infeksi kembali pada pasien yang sebelumnya sudah dinyatakan sembuh dengan pengobatan antibiotik. Terdapat dua klasifikasi yaitu re-infeksi dan bakteriuria persisten. Re-infeksi adalah bakteri penyebab infeksi berasal dari luar saluran kemih.

17 6 Bakteriuria persistent adalah bakteri penyebab infeksi berasal dari saluran kemih. 2 Perbedaan dari keduanya dapat dilihat pada tabel 2.1. ISK asimtomatik Ditemukannya bakteri dengan jumlah 10 5 per ml pada pasien yang tidak memiliki gejala ISK. 2 Tabel 2.1. Klasifikasi ISK berulang 2 Klasifikasi ISK Patogenesis Mikroorganisme Gender Sekali kali ISK Re-infeksi Berlainan Pria atau wanita Sering ISK Sering episode Berlainan Wanita ISK ISK persisten Sama Wanita atau pria ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau pria Relapsing Terapi inefektif Sama Wanita atau pria setelah reinfeksi Infeksi persisten Sama Wanita atau pria Re-infeksi cepat Sama/berlaianan Wanita atau pria Fistula enterovesikel Berlainan Wanita atau pria Epidemiologi Infeksi saluran kemih dapat mengenai semua umur kehidupan. Faktor pendukung terjadinya infeksi saluran kemih diantaranya : umur, jenis kelamin, dan obstruksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih banyak diderita oleh perempuan karena secara anatomi uretranya yang lebih pendek dari pria namun pada umur neonatus angka kejadian infeksi saluran kemih tinggi pada laki laki. 1,4 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.2

18 7 Tabel 2.2. Epidemiologi ISK berdasarkan umur dan jenis kelamin 4 Umur (tahun) Insidens (%) Faktor risiko Perempuan Laki laki < ,7 4,5 4,5 20 2,7 0,5 0,5 0,5 Kelainan anatomi Kelainan anatomi gastrourinari Kelainan fungsional gastrourinari Hubungan seksual, penggunaan > kondom Pembedahaan, obstruksi prostat, pemasangan kateter Inkontinensia, pemasangan kateter, obstruksi prostat Prevalensi ISK pada neonatus kurang dari satu tahun tinggi pada laki-laki dibanding perempuan, disebabkan faktor belum disirkumsisi. Angka kejadian ISK pada anak laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi dibanding yang telah disirkumsisi (1,12% : 0,11%). Semakin bertambahnya usia anak antara 1-5 tahun kejadian bakteriuria meningkat pada perempuan sedangkan pada laki laki menurun. Bakteriuria pada anak dibawah umur 5 tahun berhubungan dengan kelainan anatomi gastrourinari seperti refluks vesika urinari atau obstruksi. Kejadian ISK pada umur 6-15 tahun relatif konstan. ISK pada umur ini berasosiasi dengan kelainan fungsional genitourinari seperti dysfunctional voiding. Saat umur remaja kejadian ISK meningkat secara signifikan pada perempuan sedangkan pada laki laki masih tetap konstan. 4 Sekitar 7 juta kasus sistitis akut didiagnosis pada perempuan dewasa muda setiap tahun. Faktor risiko terbanyak pada perempuan umur tahun adalah aktifitas seksual dan penggunaan kondom. Dekade akhir kehidupan insidensi ISK meningkat secara signifikan pada laki-laki dan perempuan. Perempuan umur tahun faktor risiko ISK adalah pembedahan ginekologi dan prolaps vesika urinari. Laki-laki dengan umur yang sama faktor risiko ISK adalah BPH, obstruksi saluran kemih, dan penggunaan kateter. Mortalitas dan morbiditas tertinggi pada kasus ISK terdapat pada umur <1 tahun dan >65 tahun. 4

19 Etiologi Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri tunggal. Kurang dari 80% sistitis dan pielonefritis disebabkan oleh E. coli dengan sebagian besar strain patogenik yang dimiliki oleh serogrup tipe O. Mikrobakteri penyebab ISK yang lainnya adalah Klebsiella, Proteus, Enterobacter spp, dan Enterococci. Infeksi saluran kemih yang ditemukan di rumah sakit penyebabnya bermacam-macam, paling banyak disebabkan oleh Pseudomonas dan Staphylococcus sp. 4 Staphylococcus aureus salah satu penyebab ISK yang penyebaran terjadi secara hematogen. Streptococcus β hemoliticus grup B merupakan penyebab ISK pada wanita hamil. Staphylococcus saprophyticus sering ditemukan dalam urin yang telah terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan ISK tidak berkomplikasi pada wanita muda. 4 Spektrum bakteri penyebab ISK pada anak sedikit berbeda dari dewasa. Klebsiella dan Enterobacter spp merupakan penyebab umum ISK pada anak. Bakteri anaerob seperti Lactobacillus, Corynebacteria, Streptococcus (tidak termasuk Enterococci) dan Staphylocccus epidermidis merupakan flora normal yang ditemukan di periuretral. Umumnya mereka tidak menyebabkan ISK pada individu yang sehat tetapi mereka ditemukan pada kontaminasi urin. 4 Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi banyak disebabkan oleh Escherecia coli yang diisoloasi 75% sampai 95% dari kasus yang ditemukan. Kasus lainnya 5% sampai 15% pada isolasi ditemukan bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus saprophyticus (yang hampir secara eksklusif ditemukan pada kasus sistitis tidak berkomplikasi tapi tidak pada pielonephritis) sedangkan kasus lainnya disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella sp, Proteus sp, dan yang lainnya. 4

20 9 Infeksi saluran kemih dengan komplikasi memiliki etiologi yang lebih bervariasi daripada kasus ISK tanpa komplikasi. Infeksi saluran kemih juga dapat disebabkan oleh bakteri campuran antara dua bakteri atau lebih. Bakteri terbanyak yang diisolasi pada pasien ISK dengan komplikasi adalah Escherecia coli namun hanya ditemukan pada 50% kasus. Secara umum terdapat bakteri yang lebih resisten seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Enterococci, Pseudomonas aeruginase, dan dapat ditemukan ragi juga saat diisolasi. 4 Penjelasan mengenai klasifikasi bakteri dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Mikroorganisme penyebab ISK Gram negative Family Genus Spesies Enterobactericeae Escherichia coli Klebsiella Proteus Enterobacter Providencia Morganella Citrobacter Serrotia pneumonia oxytosa mirabilis vulgaris cloacae aerogenes rettgeri stuartii morganii freundii diversus morcescens Pseudomonaceae Pseudomonas aeroginase Gram positif Family Genus Spesies Microcococcaceae Staphylococcus aureus Streptococceae Streptococcus fecalis enterococus

21 Patogenesis Saluran kemih pada keadaan normal tidak mengandung bakteri namun ada beberapa faktor menyebabkan mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih. Infeksi saluran kemih ini terjadi karena ketidakseimbangan antara host dan patogen. Ketidakseimbangan yang terjadi berupa penurunan pertahanan tubuh host dan peningkatan virulensi bakteri. 1,2 a. Faktor dari mikroorganisme Bakteri memiliki bentuk tubuh yang khas dan setiap bagian tubuhnya berperan dalam menentukan infeksi. Bakteri memiliki alat gerak berupa fimbriae atau pili. Fimbriae dan pili ini yang digunakan untuk melekat pada uroepitelium saluran kemih. 1 Pili diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu : Pili I = menyebabkan infeksi pada vesika urinari (sistitis) Pili P = menyebabkan infeksi pada pielum dan ginjal (pielonefritis) Escherecia coli merupakan etiologi tertinggi ISK karena memiliki kekhasan patogenitasnya sendiri berkat morfologi tubuhnya. Berdasarkan penelitian faktor virulensi E. coli dikenal sebagai virulensi determinan. 1 Morfologi E.coli akan dijelaskan pada tabel 2.4: Tabel 2.4. Morfologi Escherecia coli 1 Faktor virulensi Escherecia coli Penentu virulensi Fimbriae Kapsul antigen K Lipopolisakarida side chains (o antigen) Lipid A (endotoksin) Membran protein lainnya Hemolisin Alur Adesi Pembentuk jaringan ikat (scarring) Resistensi terhadap pertahanan tubuh Perlengketan (attachment) Resistensi terhadap fagositosis Inhibisi peristaltis ureter Pro-inflamator Kelasi besi Antibiotik resisten Kemungkinan perlengketan Inhibisi fungsi fagositosit Sekuestrasi besi

22 11 Faktor pendukung yang dimiliki bakteri sehingga dapat berproliferasi dalam urin adalah kemampuan membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), serta enzim urease yang mengubah ph urin normal menjadi basa. Bakteri juga menghasilkan endotoksin (lipid A) yang berfungsi sebagai penghambat peristaltik pada ureter. 2 b. Faktor dari host 2 Tubuh memiliki kemampuan untuk melawan setiap bakteri yang masuk begitu juga dengan saluran kemih. Sistem pertahanan yang ada di saluran kemih yang akan dijelaskan pada tabel 2.5. antara lain : a. Pertahanan lokal dari saluran kemih b. Sistem imunitas tubuh baik selular maupun humoral Tabel 2.5. Pertahanan lokal dari saluran kemih 2 Beberapa pertahan lokal saluran kemih terhadap suatu infeksi : - Mekanisme pengosongan buli buli dan peristaltik ureter (wash out mechanism) - Derajat keasaman (ph) urin yang rendah - Ureum dalam urin - Osmolalitas urin yang tinggi - Estrogen pada perempuan di umur produktif - Panjang uretra pada laki-laki - Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial factor) - Uromokoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan bakteri pada urotelium Pertahanan saluran kemih yang lain adalah sifat bakterisidal urin terhadap semua jenis bakteri. Sifat bakterisidal adalah kemampuan untuk mendestruksi bakteri. Dilihat dari sifat keasaman, osmolalitas, kandungan ureum, asam organik, dan protein yang ada dalam urin. 2

23 12 Protein dalam urin yang bersifat bakterisidal dikenal sebagai uromukoid atau protein Tamm-Horsfall. Protein ini disintesis oleh epitel yang terdapat pada tubuli pars ascenden loop of henle dan epitel tubulus distal. Mekanisme kerja uromukoid dengan cara mengikat fimbriae atau pili bakteri. Hanya beberapa fimbriae yang dapat diikiat oleh uromukoid yaitu fimbriae tipe I dan T tidak dengan fimbriae tipe P. Kemampuan bakterisidal dari uromukoid akan meningkat ketika berikatan dengan neutrofil dan kemampuan bakterisidal uromukoid ini akan menurun dengan bertambahnya umur. 1 Pertahanan sistem saluran kemih yang tak kalah penting adalah mekanisme wash out urin. Wash out urin adalah kemampuan urin untuk mengalir dengan baik tanpa hambatan sehingga dapat membersihkan mikrobakteri yang ada di urin. 1 Mekanisme wash out urin dapat dijaga dengan cara : a. Menjaga aliran urin tetap adekuat dengan cara asupan cairan yang cukup b. Tidak terdapat hambatan pada saluran kemih baik berupa stagnansi maupun obstruksi. Stagnansi biasanya terjadi pada kondisi miksi yang tidak teratur atau menahan miksi, terdapat divertikel, adanya dilatasi saluran kemih dan refluks. Jika sistem wash out urin ini terganggu maka bakteri akan mudah untuk berproliferasi dan menempel pada urotepitelium di sepanjang saluran kemih. c. Rute infeksi Hematogen Infeksi ginjal melalui hematogen sangat jarang terjadi. Infeksi pada ginjal dapat disebabkan oleh infeksi sekunder yang berasal dari oral ketika terjadi bakterimia Staphylococcus aureus atau Candida. Suatu data eksperimen mengatakan bahwa angka infeksi ginjal meningkat disertai adanya obstruksi pada ginjal. 4

24 13 Limfogen Infeksi pada saluran kemih yang terjadi secara langsung, Berasal dari infeksi organ sekitar seperti infeksi usus atau abses retroperitoneal yang penyeberannya melalui sistem limfogen. Infeksi melalui sistem limfogen berperan besar atas terjadi ISK. 4 Ascending Mikrobakteri yang berasal dari saluran pencernaan memasuki traktus urinari melalui uretra dan menuju vesika urinari dengan jalur ascending. Virulensi bakteri patogen dalam melewati mukosa introitus dan uroepitel merupakan peranan penting dalam patogenesis ascending. Faktor predisposisi seperti perempuan pengguna spremasidal dan pada pasien yang menggunakan kateter secara intermiten mempermudah mikrobakteri dalam melalui rute ascending. 4 Sistitis berbatas pada vesika urinari tapi lebih dari 50% infeksi ini dapat mencapai traktus urinari bagian atas. Pielonefritis terjadi ketika beberapa mikroorganisme melanjutkan perjalanan ke parenkim ginjal. Refluks urin tidak selalu menjadi penyebab infeksi ascending, sistitis yang disertai edema juga dapat menyebabkan perubahan pada vesikoureter junction yang dapat menyebabkan kejadian refluks. Setibanya bakteri di ureter, bakteri tersebut akan naik ke renal tanpa bantuan. Proses kenaikan bakteri ini dapat dipermudah dengan adanya kelainan pada fungsi peristaltik ureter yang disebabkan bakteri gram negatif, wanita yang sedang hamil dan obstruksi ureter. 4 Kolonisasi bakteri pada pelvis ginjal dapat masuk parenkim ginjal melalui duktus dengan proses ascending. Proses ini terjadi dengan cepat dan dapat mengalami eksaserbasi jika terjadi peningkat tekanan intrapelvik karena obstruksi ureter atau vesikoureter refluks, terutama jika disetai kelainan intrarenal refluks. 4

25 Manifestasi Klinis Sistitis biasanya diikuti oleh disuria, frekuensi, dan urgensi. Gejala yang kurang umum adalah nyeri suprapubik dan hematuria. Gejala infeksi saluran kemih bawah selalu muncul dan biasanya mendahului gejala infeksi saluran kemih atas beberapa hari. Pielonefritis biasanya disertai dengan demam, panas dingin dan nyeri pinggang terkadang disertai mual dan muntah. Abses ginjal dapat menyebabkan demam, massa pada pinggang dan rasa tegang. Gejala ISK pada orang tua biasanya lebih umum seperti epigastritis atau rasa tidak nyaman pada perut bahkan pada beberapa pasien dapat asimtomatik. Pasien ISK yang memakai kateter biasanya mengalami bakteriuria asimtomatik tetapi pasien yang disertai gejala demam dan bakteriuria dapat berkembang dengan cepat dan dapat mengancam kehidupan. 6 ISK bawah (sistitis) Gejala klasik ISK pada orang dewasa yang utama adalah disuria disertai urgensi dan frekuensi. Terdapat sensasi penuh pada vesika urinari atau rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah. 6 Manifestasi klinis ISK tanpa komplikasi adalah nyeri pinggang dan rasa tegang pada costovertebra junction. Gejala ini merupakan kasus emergensi dimana kita harus mulai memikirkan ISK atas. Darah pada urin ditemukan pada 10% kasus ISK pada wanita yang kurang sehat, kondisi ini disebut sistitis hemorargik. 6 ISK atas (pielonefritis) : gejala klasik pada pielonefritis akut adalah triad (demam, nyeri sudut costovertebra dan muntah atau mual). Semua gejala mungkin tidak muncul atau muncul tidak bersamaan. Gejala dapat minimal sampai berat dan biasanya berkembang dalam hitungan jam sampai satu hari. Gejala dari sistitis dapat muncul atau tidak dan jika muncul dalam berbagai derajat. Gejala sistitis yang muncul biasanya yaitu frekuensi, nyeri perut bagian bawah, urgensi, dan hesitansi. 6

26 15 Nyeri dapat ringan, sedang dan berat. Nyeri pinggang dapat unilateral atau bilateral. Rasa tidak nyaman dapat muncul pada punggung atau pada area suprapubik. Nyeri perut bagian atas jarang terjadi dan apabila nyeri sudah menjalar pada paha mulai dipikirkan kemungkinan batu saluran kemih. 6 Gejala demam tidak selalu muncul. Bila muncul suhunya tidak lebih dari 39,4 0 C. Beberapa pasien mengeluh kaku dan menggigil dapat muncul tanpa diikuti gejala demam. Malaise dan lemah juga sering muncul. 6 Gejala gastrointestinal bermacam macam. Mual dan muntah dalam derajat yang berbeda beda. Diare jarang terjadi Diagnosis Penegakan diagnosis ISK selain dengan manifestasi klinis juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa sentrifus, kultur urin juga jumlah kuman CFU/ml. 1 Cara pengambilan urin juga perlu diperhatikan agar terhindar dari kontaminasi bakteri yang berada di kulit vagina atau preputium. Sampel urin ini dapat diambil dengan cara : (1) Aspirasi suprapubik sering dilakukan pada anak. (2) Kateterisasi per-uretra sering dilakukan pada wanita. (3) Miksi dengan mengambil urin porsi tengah. 2 Klasifikasi pengumpulan spesimen urin akan dijelaskan pada tabel 2.6 :

27 16 Tabel 2.6. Metode pengumpulan urin Cara pengumpulan CFU Kemungkinan infeksi % Suprapubik Gram negatif >99 Gram positif >1000 Kateter > Mungkin Rekuren <10 3 Mungkin tidak Clean catch Perempuan >10 4 Mungkin Laki-laki 3 spesimen: > spesimen: > spesimen: > X Rekuren 1-5X10 4 simptomatik Rekuren 1-5X10 4 ansimptomatik Mungkin tidak <10 4 Mungkin tidak a. Urinalisis Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan ISK yang penting. Pemeriksaan urinalisis bertujuan untuk melihat leukosituria, protein dan hematuria. Leukosituria merupakan salah satu tanda terjadinya ISK namun bukan menjadi baku emas diagnosis ISK. 2,5 Pemeriksaan leukosit dapat menggunakan dipstick maupun secara mikroskopis. Urin dikatakan leukosituria jika secara mikroskopis didapatkan >10 leukosit per mm 3 atau terdapat >5 leukosit per lapang pandang. 2,5 Selain leukosituria pada ISK juga dapat ditemukan hematuria namun tidak dapat dijadikan indikasi terjadinya ISK. Pemeriksaan hematuria dan protein dalam urin memiliki spesifitas dan sensitifitas yang rendah dalam diagnosis ISK. 2,5

28 17 b. Kultur Urin Kultur urin merupakan baku emas penegakan diagnosis ISK secara kuantitatif dan dapat mengidentifikasi bakteri patogen yang spesifik. Cara melakukan pemeriksaannya, urin dikumpulkan di dalam tub yang steril dan segera dilakukan kultur setelah pengambilan. Sampel urin dapat disimpan selama 24 jam di dalam tempat pendingin. Selanjutnya sampel diencerkan dan dibenihkan di dalam agar darah. Kurun waktu tertentu setiap bakteri akan tumbuh dan membentuk koloni tunggal pada agar darah. Koloni yang tumbuh jumlahnya dihitung per milliliter. Standar nilai CFU/ml untuk menegakan diagnosis berbeda beda tergantung dari jenis kelamin, jenis bakteri dan cara pengumpulan. 4 Berdasarkan penelitian 10 5 CFU/ml dalam urin sudah dapat mendeskripsikan ISK secara klinis. 7 c. Tes Dipstik Tes dipstik merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan jika pasien memiliki bukti klinis. Kompenen yang paling sering diperiksa adalah nitrit, leukosit esterase, protein dan darah. Nitrit merupakan produksi dari nitrat yang didapat dari diet sehari hari dan dipecah oleh bakteri gram negatif. Nitrit juga penanda khas adanya hasil produk dari patogen khas saluran kemih. Protein dan darah merupakan penanda terjadinya inflamasi. Jika pada uji dipstik terdeteksi nitrit maka kemungkinan ISK semakin tinggi namun sensitivitasnya relatif rendah. Berikut pada tabel 2.7 tentang sensitivitas dan spesifisitas. 10 Tabel 2.7. Sensitivitas dan spesifisitas test dipstik Tes Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) Esterase 83 (67-94) 78 (64-92) Nitrit 53 (15-82) 98 (90-100) E or N 93 (90-100) 72 (58-91) Sel darah putih 73 (32-100) 81 (45-98) Bakteri 81 (16-99) 83 (11-100)

29 18 d. Pencitraan Pemeriksaan pencitraan dilakukan pada ISK yang komplikasi untuk mengetahui penyebab infeksi. 2 Foto polos abdomen Foto polos abdomen digunakan untuk mengidentifikasi adanya batu radioopak pada saluran kemih karena salah satu faktor risiko ISK adalah stasis urin yang disebabkan batu saluran kemih. Jika ukuran batu yang terlalu kecil atau yang bersifat semiopak kadangkala tidak teridentifikasi sehingga diperlukan melakukan pemeriksaan foto tomografi. 2 Pada foto polos abdomen dengan pielonefritis dapat terlihat distribusi gas yang abnormal. Gambaran foto polos berupa kekaburan atau hilangnya garis psoas yang menandakan adanya abses perirenal atau ginjal. 2 Pielografi Intravena (PIV) Pada pasien dengan riwayat ISK komplikasi biasanya dilakukan pemeriksaan PIV secara rutin untuk mengidentifikasi apakah terdapat obstruksi saluran kemih dan pielonefritis akut. Namun pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi adanya hidronefrotis, pielonefritis, ataupun abses ginjal pada fungsi ginjal yang buruk. 2 Voiding Sistouretrografi Pada pasien wanita dengan riwayat ISK berulang dilakukan pemeriksaan voiding sistouretrografi untuk mengetahui penyebab terjadinya ISK berulang yang berupa refluks vesiko-ureter, buli-buli neurogenik, divertikulum uretra. 2

30 Penatalaksanaan 10 Sistitis akut tanpa komplikasi Pedoman dalam pemilihan antibiotik pada sistitis akut tanpa komplikasi : a. Spektrum dan pola kerentanan bakteri penyebab b. Efisiensi berdasarkan penelitian klinis c. Efek samping d. Biaya e. Ketersediaan obat Antibiotik pilihan untuk sistitis tanpa komplikasi di Eropa adalah fosfomisin trometamol 3 g dosis tunggal, pivmesillinam 400 mg 2x1(b.i.d) untuk 3 hari, dan nitrofurantoin makrokristal 100 mg 2x1(b.i.d) untuk 5 hari. 10 Untuk beberapa negara yang tidak memiliki ketersediaan obat yang tidak lengkap dapat menggunakan antibiotik alternatif yang meliputi pemberian trimetoprim saja atau dapat dikombinasikan dengan sulfonamid, dan golongan fluriquinolon. Kortimoksazol atau trimetropim merupakan antibiotik pilihan pertama pada wilayah yang memiliki resistensi terhadap E. coli < 20%. 10 Pemberian aminopenisilin untuk terapi empiris tidak efisien karena tingginya angka kejadian resistensi terhadap E. coli. Namun pemberian aminopenisilin yang dikombinasikan dengan inhibitor betalaktam dapat diberikan pada kasuskasus selektif namun tidak efektif untuk terapi jangka pendek. 10 Berikut akan dijelaskan lebih rinci tentang pemberian antibiotik pada tabel 2.8.

31 20 Tabel 2.8. Penggunaan antibiotik pada ISK 10 Antibiotik Dosis harian Waktu pemberian Fosfomisin trometamol 3 g SD I hari Nitrofurantoin 50 mg q6h 7 hari Nitrofurantiol makrokristal 100 mg bid 5-7 hari Pivmesillinam 200 mg bid 3 hari Pivmesillinam 400 mg bid 5 hari Alternatif Siprofloksasin 250 mg bid 3 hari Levofloksasin 250 mg qd 3 hari Norfloksasin 400 mg bid 3 hari Ofloksasin 200 mg bid 3 hari Resistensi E. coli < 20% Trimetoprimsulfametoksazol Trimetoprim 160/800 mg bid 200 mg bid 3 hari 5 hari Pielonefritis akut tanpa komplikasi Pada kasus pielonefritis akut ringan dan sedang tanpa komplikasi pemberian terapi secara oral dapat diberikan selama hari. Pemberian fluoroquinolon selama 7-10 hari dapat direkomendasi sebagai terapi lini pertama pada resistensi E.coli < 10%. Jika fluoroquinolon diberikan dengan dosis tinggi terapi dapat dilakukan dalam lima hari. 10 Peningkatan angka resistensi fluoroquinolon terhadap Escherecia coli pada masyarakat telah terjadi di beberapa bagian dunia, sehingga penggunaan fluoroquinolon secara empiris dibatasi. Pada komunitas yang sudah memiliki resistensi yang tinggi terhadap fluoroquinolon dan betalaktam maka terapi awal dapat menggunakan aminoglikosida atau karbapenem sampai hasil uji resistensi menunjukan bahwa terapi oral dapat digunakan. 10 Sefalosporin generasi ketiga seperti sefpodoksim proksetil atau seftibuten, dapat digunakan sebagai alternatif. Namun berdasarkan hasil studi klinik, obat ini hanya sebatas mengurangi gejala manifestasi klinik tidak untuk membunuh bakteri. 10

32 21 tinggi, Pada wilayah dengan resistensi terhadap Escherecia coli yang cukup kotrimoksazol merupakan pilihan tepat untuk terapi empirik. Jika penyebab pielonefritis adalah Gram positif maka pengobatan yang disarankan adalah ko-amoksiklav. 10 Pada pasien pielonefritis berat tidak dapat diberikan antibotik secara oral karena manifestasi klinis yang berupa mual dan muntah maka dapat diberikan antibiotik secara parenteral. Namun jika keadaan klinis pasien membaik dapat dilanjutkan menggunakan antibiotik oral. 10 Pemilihan antibiotik untuk kasus ISK dapat dilihat pada tabel 2.9 dan tabel 2.10 Tabel 2.9. Penggunaan antibiotik pada kasus ISK ringan dan sedang 10 Terapi oral untuk kasus sedang dan berat Antibiotik Dosis harian Lama pemberian terapi Siprofloksasin mg bid 7-10 hari Levofloksasin mg qd 7-10 hari Levofloksasin 750 mg qd 5 hari Alternatif Sefpodoksim proksetil 200 mg bid 10 hari Seftibuten 400 mg qd 10 hari Trimetoprim- 160/800 mg bid 14 hari Sulfametoksazol Ko-amoksiklav 0.5/0.125 g tid 14 hari

33 22 Tabel Pilihan antibiotik parenteral 10 Terapi parenteral untuk kasus berat Antibiotik Siprofloksasin Levofloksasin Levofloksasin Alternatif Sefotaksim Seftriakson Seftazidin Sefepim Ko-amoksiklav Piperasilin/tazobaktam Dosis harian 400 mg bid mg qd 750 mg qd 2 g tid 1-2 g qd 1-2 g tid 1-2 g bid 1.5 g tid g tid Gentamisin Amikasin 5 mg/kg qd 15 mg/kg qd Ertapenem Imipenem/silastatin Meropesnem Doripenem 1 g dq 0.5/0.5 g tid 1 g tid 0.5 g tid

34 Kerangka Teori invasi mikrobakteri melalui uretra ekterna Kolonisasi mikroorganisme Ascending Mikroorganisme menghasilkan endotoksin - Osmolalitas urin ph Urin - Protein Tam-Horsfall Uretra pendek pada perempuan Umur merubah ph urin menjadi basa menghambat peristaltik Bakteri masuk Vesika urinari Washout urin terganggu - BPH - DM - Urolitiasis Reaksi inflamasi eritema Edema Sensitivitas Vasodilatasi pembuluh darah Disuria urgensi Frequensi Diapedesis eritrosit dan leukosit urinalisis Hematuria Tersangka ISK Leukosituria

35 Kerangka Konsep Disuria Frequensi Urgency Urinalisis Bakteriuria Leukosituria Hematuria Umur ph urin Faktor risiko: Osmolalitas DM BPH Urolitiasis Jenis kelamin Tersangka ISK Variable yang diteliti secara deskriptif Variable yang tidak diteliti secara deskriptif

36 Definisi Operasional No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Skala ukur 1 Leukosituria Jika pada urin secara mikroskopis didapatkan >10 leukosit per mm3 atau terdapat >5 leukosit per lapang pandang. Hasil lab Baca Kategorik 2 Hematuria Jika pada urin secara mikroskopik didapatkan > 3 eritrosit per lapang pandang 3 Tersangka ISK Pasien yang memiliki keluhan disuria, frekuensi atau urgensi dan ditunjang dengan hasil urinalisa berupa bakteriuria dan leukosituria namun belum memiliki hasil kultur bakteri. 4 Umur Umur yang tercantum pada rekam medis pasien yang kemudian dikelompokan menjadi < 5 tahun (balita), 5-11 tahun (anak), tahun ( remaja), tahun (dewasa), tahun (lansia), >65 tahun (manula). Hasil lab Baca Kategorik Rekam Medis Rekam medis Baca Baca Kategorik 5 Jenis Kelamin Jenis kelamin yang tercantum pada rekam medis pasien 6 Pendidikan Pendidikan yang tercantum pada rekam medis pasien 7 Indeks Massa Tubuh Suatu metode untuk menilai status gizi seseorang dengan rumus sitematis berat badan (Kg) dibagi kuadrat tinggi badan Rekam medis Rekam medis Rekam medis Baca Baca Hitung Kategorik Kategorik Kategorik

37 26 (m) 8 Berat Jenis (BJ) urin BJ urin yang tercantum dalam hasil laboratorium yang dikelompokan menjadi rendah ( ), sedang ( ), dan tinggi ( ) 9 ph urin ph urin yang tercantum dalam hasil laboratorium yang dikelompokan menjadi ph asam (< 5.0 ), normal ( ), dan basa (> 7.5) 10 Tatalaksana Penggunaan antibiotik yang tercantum dalam rekam medis 11 Faktor risiko Riwayat penyakit penyerta yang dapat mendukung terjadinya ISK berupa DM, batu saluran kemih, kehamilan, SLE, BPH atau penggunaan kateter Hasil lab Baca Kategorik Hasil lab Baca Kategorik Rekam medis Rekam medis Baca Baca

38 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi deskriptif-analitik dengan pendekatan retrospektif cross-sectional untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik leukosituria pada pasien tersangka ISK. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi : Penelitian ini dilakukan di Departemen Rekam Medis RSUD Cengkareng Waktu : Penelitian berlangsung mulai bulan Februari 2015 hingga Juni Populasi dan Sampel Populasi Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien tersangka ISK yang memiliki hasil pemeriksaan urinalisis berupa leukosituria dalam bentuk data rekam medis dengan kurun waktu 1 Juli 31 Desember Sampel Sampel diambil dari semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi - Pasien dengan hasil lab urinalisis lengkap - Pasien dengan leukosituria - Pasien dengan gejala disuria - Pasien dengan gejala frequensi

39 28 - Pasien dengan gejala urgensi b. Kriteria Eksklusi - Pasien yang memiliki gejala hematuria karena Batu saluran kemih - Pasien yang memiliki gejala hematuria karena neoplasma - Pasien dengan catatan medis kurang lengkap 3.4 Cara pengambilan sampel Sampel diambil dari semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi dilihat dari rekam medis. 3.5 Variabel Penelitian a. Leukosituria dilihat dari jumlah leukosit yang ditemukan b. Hematuria dilihat dari jumlah sel darah merah yang ditemukan atau dengan manifestasi urin disertai darah 3.6 Cara Kerja Penelitian Data didapat dari bagian rekam medik RSUD Cengkareng sejak tanggal 1 Juli 31 Desember 2014 yang datanya tercatat lengkap dalam rekam medis. Cara mengumpulkan data yakni peneliti datang ke Bagian rekam medik RSUD Cengkareng untuk mengambil data pasien yang mengalami leukosituria dan selanjutnya peneliti melihat karakteristik pasien dalam rekam medik sejak tanggal 1 Juli 31 Desember 2014 melalui surat izin yang diberikan oleh pihak Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.7 Managemen Data Pengelolaan dan analisis data menggunakan SPSS 21. Data yang terkumpul dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi dan tabulasi serta dibahas sesuai dengan prevalensi pada pasien tersangka ISK.

40 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 87 pasien tersangka ISK dengan peningkatan leukosit urin (leukosituria). Dari 87 orang pasien tersangka ISK didapatkan rerata umur adalah ± 49 tahun (SD 18,34) berupa distribusi data homogen dengan hasil uji sweakness dan kurtosis. Pada penelitian ini diperoleh umur pasien termuda adalah 1 tahun dan tertua umur 87 tahun. Kelompok umur pasien terbanyak adalah yang berumur antara 46 dan 65 tahun sedangkan jumlah terendah adalah pasien balita. Sebagian besar pasien adalah perempuan dengan presentase 67,8%. Tingkat pendidikan pasien terbanyak adalah SMA. Indeks massa tubuh pasien terbanyak adalah normal antara 18,5 hingga 22,9. Untuk penyakit penyerta terbanyak adalah diabetes melitus. Responden pada penelitian ini dibagi berdasarkan kelompok umur yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2009, yakni < 5 tahun (balita), 5-11 tahun (anak), tahun ( remaja), tahun (dewasa), tahun (lansia), >65 tahun (manula) Jumlah (orang) Balita anak remaja dewasa lansia manula Kelompok Usia Gambar 4.1 Jumlah pasien berdasarkan kelompok umur

41 30 Pada gambar 1 terlihat pasien dengan leukosituria sebagian besar berumur antara tahun, berjumlah 39 orang (44.8 %) sedangkan yang paling sedikit adalah berumur kurang dari 5 tahun, berjumlah 2 orang (2.3 %). Jumlah (orang) laki laki Jenis Kelamin perempuan Gambar 4.2 Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin Pada gambar 4.2 ini dapat dilihat bahwa jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki adalah 28 (32,2 %) dan pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 59 (67,8 %) Jumlah (orang) Belum Sekolah SD SMP SMA D2 D3 S1 Pendidikan Gambar 4.3 Jumlah pasien berdasarkan tingkat pendidikan

42 31 Pada gambar 4.3 terlihat bahwa tingkat pendidikan pasien dengan leukosituria sebagian besar adalah SMA sebanyak 39 orang (44,8%). Namun, didapatkan pasien lainnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah yaitu SD dengan jumlah 7 orang (8%) dan SMP dengan jumlah 4 orang (4,6%). Sebagian kecil pasien memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi seperti D2 sebanyak 1 orang (1,1%), D3 sebanyak 5 orang (5,7%), S1 sebanyak 3 orang (3,4%). Indeks massa tubuh responden tersangka ISK pada penelitian ini dikelompokan menjadi 5 kelompok berdasarkan IMT orang Asia yang ditetapkan oleh International Obesity Task Force (IOTF) yakni : 18,5 (kurus), 18,5 22,9 (normal), 23,0-24,9 (pre-obesitas), 25,0-29,9 (obesitas I), dan 30,0 (obesitas II) Jumlah (orang) Kurus Normal Pre-Obesitas Obesitas 1 Obesitas 2 Indeks Massa Tubuh (IMT) Gambar 4.4 Jumlah pasien berdasarkan kelompok IMT Pada gambar 4.4 ini indeks massa tubuh (IMT) pasien yang memiliki IMT normal berjumlah 16 orang (18,4%) diikuti dengan IMT obesitas 1 sebanyak 15 orang (17,2%). Beberapa responden lainnya memiliki IMT kurus dengan jumlah 5 orang (5,7%), pre-obes sebanyak 4 orang (4,6%), dan obesitas 2 dengan jumlah 1 orang (1,1%).

43 Jumlah (orang) Rendah Sedang Tinggi Kelompok BJ Urin Gambar 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok berat jenis urin Gambar 4.5 memperlihatkan pasien dengan BJ urin kelompok tinggi (1,025 1,030) berjumlah 39 orang (46,7 %) diikuti dengan BJ urin kelompok sedang ( 1,015-1,020) sebanyak 31 orang (35,6 %) dan BJ urin kelompok rendah (1,005-1,010) sebanyak 15 orang (17,2 %). Derajat keasaman urin pada penelitian ini dikelompokan berdasarkan pedoman interpretasi data klinik oleh kementerian kesehatan RI 2011 yaitu : ph urin normal (5,0-7,5), ph urin asam < 5,0, dan ph urin basa > 7,5. 18

44 33 Jumlah (orang) > 7.5 ph Urin Gambar 4.6 Jumlah pasien berdasarkan kelompok derajat keasaman (ph) urin Pada gambar 4.6 sebagian besar pasien yaitu 83 orang (95,4%) memiliki ph urin yang normal sedangkan sebagian kecil, 2 orang (2,3%) pasien lainnya memiliki ph urin yang basa. Pada penelitian ini tidak didapatkan pasien yang memiliki ph urin yang asam Jumlah (orang) >100 Kelompok Leuksit Urin Gambar 4.7 Jumlah pasien berdasarkan kelompok leukosit urin

45 34 Gambar 4.7 memperlihatkan pasien dengan jumlah sedimen leukosit 6-20 per lapang pandang berjumlah 54 orang (62,1 %) orang sedangkan pasien dengan nilai sedimen leukosit per lapang pandang berjumlah 7 orang (8,0 %). Pasien lainnya memiliki sedimen leukosit per lapang pandang sebanyak 14 orang (16,1 %) dan dengan jumlah sedimen leukosit lebih dari 100 per lapang pandang berjumlah 11 orang (12,6 %). Jumlah (orang) Sefalosforin Gen Tiga Flavoxate Kuinolon Kotrimoksazol Aminoglikoside Tatalaksana Gambar 4.8 Jumlah pasien berdasarkan jenis terapi Gambar 4.8 memperlihatkan jumlah pasien dengan leukosituria mendapatkan penatalaksanaan antibiotik berupa sefalosporin generasi tiga sebanyak 42 orang (48,3 %). Untuk responden lainnya mendapatkan penatalaksaan berupa kuinolon sebanyak 9 orang (10,3 %), kotrimoksazol sebanyak 2 orang (2,3 %), flavoxate sebanyak 1 orang (1,1 %), dan aminoglikoside sebanyak orang (1,1 %).

46 Jumlah (orang) DM BPH SLE kehamilan urolitiasis Faktor Risiko Gambar 4.9 Jumlah pasien tersangka ISK berdasarkan faktor risiko Gambar 9 menjelaskan faktor risiko untuk terjadinya ISK. Faktor risiko terbanyak penyakit metabolik berupa DM sebanyak 20 orang (23,0 %). beberapa responden lainnya memiliki faktor pendukung berupa BPH sebanyak 3 orang (3,4 %), batu saluran kemih sebanyak 6 orang (6,9 %), kehamilan sebanyak 2 orang (2,3%), dan SLE sebanyak 1 orang (1,1 %). Tabel 4.2 Jumlah pasien dengan Faktor Risiko Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Faktor Risiko DM BPH Batu Kemih Kehamilan SLE Penggunaan kateter Laki laki Perempuan Pada tabel 4.2 memperlihatkan berbagai faktor risiko berdasarkan jenis kelamin. Pada penelitian ini didapatkan faktor risiko tersering ISK pada wanita adalah pasien wanita yang memiliki penyakit metabolik berupa DM berjumlah 18 pasien, diikuti dengan kehamilan dan penggunaan kateter yang masing-masing berjumlah 2 pasien dan batu kandung kemih sebanyak 1 pasien.

47 36 Faktor risiko tersering ISK pada pasien laki-laki adalah batu kandung kemih sebanyak 5 pasien diikuti dengan BPH berjumlah 3 pasien, dan DM berjumlah 2 pasien. Tabel 4.3 Kelompok Umur dengan jumlah sedimen leukosit dalam urin Kelompok Umur Kelompok Sedimen Leukosit > 100 Balita Anak Remaja Dewasa Lansia Manula Tabel 4.3 ini menjelaskan tentang jumlah sedimen leukosit dalam urin berdasarkan kelompok umur pasien. Dari tabel ini nampak hasil leukosit urin pada responden dewasa umumnya kurang dari 50 per lapang pandang sebanyak 22 orang, diikuti dengan penurunan jumlah pasien pada leukosit urin per lapang pandang sebanyak 1 orang. Pada responden dewasa semakin meningkatnya jumlah leukosituria maka jumlah responden semakin menurun. Sedangkan pada pasien dengan kelompok umur lansia umumnya hasil leukosit urin kurang dari 50 per lapang pandang sebanyak 30 orang. Pada leukosituria lebih dari 100 per lapang pandang responden terbanyak pada kelompok umur lansia sebanyak 5 orang.

48 37 Tabel 4.4 Penyakit Penyerta dan Rerata Leukositoria Faktor risiko Kelompok leukosit > 100 DM BPH Pengguna Kateter Kehamilan SLE Urolitiasis Tabel 4.4 menggambarkan nilai leukosituria dengan faktor risiko. Dapat dilihat pada tabel ini DM merupakan faktor risiko yang tersering menghasilkan leukosituria sebagai berikut : 50 per lapang pandang sebanyak 16 pasien dan lebih dari 100 berjumlah 4 pasien. Sedangkan faktor risiko terendah yang menimbulkan leukosituria adalah SLE. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel diatas. Tabel 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok sedimen leukosit dan eritrosit dalam urin Kelompok sedimen Kelompok sedimen eritrosit urin leukosit urin Pada tabel 4.5 terlihat bahwa sebagian besar jumlah pasien terbanyak yang memiliki jumlah sedimen leukosit urin 50 dan sedimen eritrosit urin 30.

49 38 Gambar 10. Kurva Korelasi Leukosituria dengan Hematuria Gambar 10 menjelaskan hubungan antara jumlah sedimen leukosit dengan jumlah sedimen eritrosit dalam urin. Didapatkan hasil sebaran data linear maka untuk mencari hubungan antara dua variabel digunakan uji Spearmen. Didapatkan hasil bermakna (p < 0,001) dengan korelasi lemah (R 2 0,319). Tabel 4.6 Uji komparatif DM dengan Leukosituria Leukosituria pasien DM (n=23) Leukosituria pasien tidak DM (n=50) Median (Minimum-Maksimum) 2,00 (2,00-5,00) 2,00 (2,00-5,00) Nilai p 0,042

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi dan prevalensi infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih mulai dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kondisi klinis yang kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan inflamasi di bagian sel urotelium yang melapisi saluran kemih. Infeksi saluran kemih di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di indonesia kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh infeksi sering diderita oleh masyarakat kita, salah satu infeksi yang diketahui adalah infeksi organ urogenitalia.

Lebih terperinci

Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID :

Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID : Kriteria Diagnosis Berdasaran IDSA/ESCMID : Kategori Presentasi Klinis Laboratorium ISK non-komplikata akut pada wanita, sistitis non komplikata akut pada wanita Pielonefritis non komplikata akut ISK komplikata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna (Lutter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri patogen dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri patogen dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Kemih (ISK) 2.1.1 Terminologi Infeksi saluran kemih (ISK) berkaitan dengan interaksi virulensi bakteri dan host. ISK berhubungan dengan interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan invasi mikroorganisme pada salah satu atau beberapa bagian saluran kemih. Saluran kemih yang bisa terinfeksi antara lain urethra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik (Hvidberg et al., 2000). Infeksi saluran kemih (ISK)

Lebih terperinci

INFEKSI SALURAN KEMIH

INFEKSI SALURAN KEMIH TUTORIAL KLINIK INFEKSI SALURAN KEMIH Pembimbing m : dr. Albert Tri Rustamaji, Sp.PD Definisi i i Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat adanya mikroorganisme dl dalam urin. ISK tergantungt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan masalah kesehatan yang serius mengenai jutaan populasi manusia setiap tahunnya. ISK merupakan penyebab sepsis terbanyak setelah

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA HAMIL BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS RUTIN DI PUSKESMAS SUKAWARNA BANDUNG Adina Pertamigraha, 2008; Pembimbing I : Aloysius Suriawan, dr.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak terjadi. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing II : Triswaty Winata,dr,M.Kes.

ABSTRAK. Pembimbing II : Triswaty Winata,dr,M.Kes. ABSTRAK SKRINING INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA KARYAWAN TAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DENGAN URINALISIS RUTIN, DIPSTIK, DAN PEWARNAAN Sternheimer Malbin PERIODE 2008-2009 Budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Periode anak adalah masa yang sangat penting dalam hal tumbuh dan kembang. Kesehatan anak merupakan syarat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang yang optimal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pengobatan Pasien Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten

Lebih terperinci

ABSTRAK. Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M, dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II: Yanti Mulyana, Dra., Apt., DMM., MS.

ABSTRAK. Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M, dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II: Yanti Mulyana, Dra., Apt., DMM., MS. ABSTRAK POLA DAN KEPEKAAN MIKROORGANISME HASIL KULTUR URINE PASIEN RAWAT INAP DI RUANG ICU RS IMMANUEL BANDUNG TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PERIODE 2006 2008 Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan adanya bakteri dalam urin (bakteriuria). Bakteriuria bermakna bila menunjukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur,

BAB 1 PENDAHULUAN. kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang menyerang saluran kemih. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita semua umur, ternyata

Lebih terperinci

HUBUNGAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN) DENGAN KULTUR URIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI RSUP. HAJI ADAM MALIK TAHUN 2014.

HUBUNGAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN) DENGAN KULTUR URIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI RSUP. HAJI ADAM MALIK TAHUN 2014. HUBUNGAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN) DENGAN KULTUR URIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI RSUP. HAJI ADAM MALIK TAHUN 2014 Oleh : PUTRI YUNITA SIREGAR 120100359 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11

BAB I PENDAHULUAN. bermain toddler (1-2,5 tahun), pra-sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Di samping itu penyakit infeksi juga bertanggung jawab pada penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pre-eklamsia adalah gangguan vasokontriksi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA .. UNIVERSITAS INDONESIA POLA KEPEKAAN BAKTERI GRAM NEGATIF DARI PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH TERHADAP ANTIBIOTIK GENTAMISIN DAN KOTRIMOKSAZOL DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK FKUI TAHUN 2001-2005 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita 6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Bakteriuria Asimtomatik lnfeksi saluran kemih merupakan gangguan yang sering timbul baik pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Bakteriuria pada wanita hamil perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu infeksi bakteri yang paling umum. Wanita lebih sering mengalami ISK dibanding pria. Hampir 1 dari 3 wanita memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi terbesar kedua setelah infeksi saluran pernafasan dapat menyebabkan sepsis (WHO, 2013). Prevalensi infeksi saluran kemih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan karena adanya invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta pada bulan Februari tahun 2016. Subyek penelitian ini adalah

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) SATUAN ACARA PENYULUHAN DI BANGSAL CEMPAKA RSUD WATES INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Keperawatan Anak II Disusun oleh : Maizan Rahmatina Putri Pamungkasari Vinda Astri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN IDENTIFIKASI DAN POLA KEPEKAAN BAKTERI YANG DIISOLASI DARI URIN PASIEN SUSPEK INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN Oleh : ESTERIDA SIMANJUNTAK 110100141 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan pada struktur traktus urinarius. (1) Saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang disebabkan oleh berkembang biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, walaupun terdiri dari berbagai cairan, garam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu invasi mikroorganisme pada ginjal, ureter, kandung kemih, atau uretra. ISK dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, atau mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus adalah kelompok penyakit yang terjadi akibat gangguan sistem endokrin yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah. Beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteriuria 2.1.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah keadaan yang ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam kultur/biakan urin dengan jumlah >10 5 /ml. 3 Terdapat 2 keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Kemih 2.1.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan reaksi inflamasi dari urotelium terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih. 15 ISK biasanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sistitis adalah suatu penyakit yang merupakan reaksi inflamasi sel-sel. urotelium melapisi kandung kemih. Penyakit ini disebabkan oleh

PENDAHULUAN. Sistitis adalah suatu penyakit yang merupakan reaksi inflamasi sel-sel. urotelium melapisi kandung kemih. Penyakit ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistitis adalah suatu penyakit yang merupakan reaksi inflamasi sel-sel urotelium melapisi kandung kemih. Penyakit ini disebabkan oleh berkembangbiaknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering ditemukan. Lebih dari 25% perempuan akan mengalami ISK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering ditemukan. Lebih dari 25% perempuan akan mengalami ISK BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih merupakan salah satu infeksi dalam praktik klinik yang sering ditemukan. Lebih dari 25% perempuan akan mengalami ISK paling tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih

BAB I PENDAHULUAN. wanita 54,5% lebih banyak dari laki-laki. Namun pada neonatus, ISK lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang berada di saluran kemih manusia. Organ-organ pada saluran kemih

Lebih terperinci

ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006

ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006 ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006 Dessy, 2007 Pembimbing Utama I : Dani Brataatmadja, dr., Sp.PK. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi saluran kemih paska kateterisasi urin pada anak Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau kontaminasi dari uretra, vagina ataupun

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S.Ked

Yayan Akhyar Israr, S.Ked Author : Yayan Akhyar Israr, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Tessy et al., 2001). Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistitis merupakan keadaan adanya infeksi berupa pertumbuhan dan. perkembangbiakan mikroorganisme dalam kandung kemih dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sistitis merupakan keadaan adanya infeksi berupa pertumbuhan dan. perkembangbiakan mikroorganisme dalam kandung kemih dengan jumlah 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistitis merupakan keadaan adanya infeksi berupa pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme dalam kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna, (Harson

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai adanya konsentrasi Lactobacillus sebagai flora normal vagina digantikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Feminine hygiene merupakan cara menjaga dan merawat kebersihan organ kewanitaan bagian luar. Salah satu cara membersihkannya adalah dengan membilas secara benar. Penggunaan

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH : GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI 2013 - DESEMBER 2013 OLEH : LUSIA A TARIGAN 110100243 NIM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih 1. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ISK 2.1.1 Definisi ISK adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih bagian traktus urinarius terinfeksi oleh bakteri yang mampu melemahkan pertahanan tubuh. 11 Kriteria ISK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSKATA. dijumpai wanita maupun pria. Wanita lebih sering menderita infeksi saluran

BAB II TINJAUAN PUSKATA. dijumpai wanita maupun pria. Wanita lebih sering menderita infeksi saluran BAB II TINJAUAN PUSKATA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah yang di tandai dengan berkembang biaknya mikro organisme dalam saluran kemih. Saluran kemih yang normal tidak mengandung bakteri,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS KEDOKTERAN SEMARANG 2006

UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS KEDOKTERAN SEMARANG 2006 Proposal Penelitian FAKTOR RISIKO, POLA KUMAN DAN TES KEPEKAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RS DR. KARIADI SEMARANG TAHUN 2004-2005 Disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pielonefritis 2.1.1. Definisi Infeksi saluran kemih adalah bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dan mengenai parenkim ginjal dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009)

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) SKRIPSI Oleh : Raden Yudho Pramono NIM. 042210101033 BAGIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Morgan, 2003). Bakteriuria asimtomatik di definisikan sebagai kultur

BAB I PENDAHULUAN. (Morgan, 2003). Bakteriuria asimtomatik di definisikan sebagai kultur BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) adalah salah satu penyakit infeksi dengan angka kejadian yang cukup tinggi. Johansen (2006) menyebutkan di Eropa angka kejadian ISK dirumah

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Adelia, 2012, Pembimbing 1: Laella K.Liana, dr., Sp.PA., M.Kes Pembimbing 2: Hartini Tiono, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Saluran kemih merupakan salah satu organ yang paling sering terjadi infeksi bakteri. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya

Lebih terperinci

Manajemen ISK dan ISK Rekuren. Dr. dr. Johannes Cansius Prihadi, SpU

Manajemen ISK dan ISK Rekuren. Dr. dr. Johannes Cansius Prihadi, SpU Manajemen ISK dan ISK Rekuren Dr. dr. Johannes Cansius Prihadi, SpU POKOK BAHASAN PENDAHULUAN KLASIFIKASI ETIOLOGI PATOGENESIS FAKTOR RISIKO & PREDISPOSISI TATALAKSANA PENDAHULUAN ISK adalah infeksi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS YANG MENGALAMI KANDIDIASIS DENGAN PERUBAHAN JUMLAH KOLONI

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS YANG MENGALAMI KANDIDIASIS DENGAN PERUBAHAN JUMLAH KOLONI HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS YANG MENGALAMI KANDIDIASIS DENGAN PERUBAHAN JUMLAH KOLONI Candida albicans RONGGA MULUT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian (ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi parenkim ginjal sampai kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan masyarakat saat ini. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kalangan masyarakat saat ini. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan yang serius di kalangan masyarakat saat ini. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci