BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pengertian Evaluasi Program Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, yang berarti penilaian. Wandt dan Brown, sebagaimana dikutip Anas Sudijono (2003:1) menyatakan bahwa evaluation is refer to the act or process to determining the value of something (evaluasi menunjuk kepada tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu). Dalam praktik, penggunaan istilah evaluasi ini sering rancu dengan istilah pengukuran dan penilaian. Kenyataan seperti ini dapat dipahami, mengingat ketiga istilah tersebut memang saling kait mengkait sehingga sulit dibedakan. Berhubung dengan itu, Griffin & Nix (1991:3) menyatakan bahwa: Measurement, assessment and evaluation are hierarchial. The comparison of observation with the criteria is a measurement, the interpretation and description of the evidence is an assessment and the judgement of the value or implication of the behavior is an evaluation. Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hierarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), 9

2 sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi dari perilaku. Sementara, Arikunto (2003:1) menyatakan bahwa pengukuran bersifat kuantitatif, yaitu membandingkan sesuatu dengan satu ukuran; penilaian bersifat kualitatif, yakni mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk; sedangkan evaluasi meliputi keduanya, baik pengukuran maupun penilaian. Banyak rumusan evaluasi pernah dikemukakan para pakar dari berbagai sudut pandang. Menurut Greenberg (Sudarsono, 1994:1) mengartikan evaluasi sebagai the procedure by which programs are studied to ascertain their effectiveness in the fulfillment of goals. Sedangkan Komite Studi Nasional tentang evaluasi (National Study Committee on Evaluation) dari UCLA (Stark & Thomas,1994:12), menyatakan bahwa evaluation is the process of ascertaining the decision of concern, selecting appropriate information, and collecting and analyzing information in order to report summary data useful to decision makers in selecting among alternatives 10

3 (Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya). Worthen & Sanders (Sudarsono, 1994:2) mengartikan evaluasi sebagai the determination of the worth of a thing. It includes obtaining information for use in judging the worth of a program, product, procedure or objective, or the potential utility of alternative approaches designed to attain specified objective. Dari berbagai rumusan tersebut, tampak bahwa makna evaluasi dipahami dalam konteks kegiatan atau pelaksanaan suatu program yang memiliki tujuan akan kriteria keberhasilan program. Istilah program dalam hal ini, secara umum dapat berarti rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan (Arikunto, 2008:3-4); secara khusus dapat pula berarti kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Apabila program ini langsung dikaitkan dengan evaluasi program, maka program diartikan sebagai satu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Menurut Widoyoko (2009:8), ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu: 11

4 (a) kegiatan tersebut direncanakan dengan saksama, (b )kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke kegiatan lain, (c )kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi nonformal bukan kegiatan individual, dan (d )kegiatan tersebut dalam implementasinya melibatkan banyak orang. Selain itu, dalam berbagai rumusan evaluasi di atas secara implisit juga terkandung adanya kriteria yang dipakai untuk menentukan nilai dan adanya hal yang dinilai. Di dalam konteks pelaksanaan program, kriteria yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan program dan hal yang dinilai dapat berupa prosesnya itu sendiri, atau dampak atau hasil yang dicapai. Ada dua konsep yang terkandung di dalamnya, yaitu efektivitas yang merupakan rasio antara output terhadap inputnya, dan konsep efisiensi yang merupakan taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses. Oleh karena itu di dalam evaluasi, evaluator dapat menetapkan tujuan utama kegiatannya, apakah akan menjajagi atau mengukur efektivitas program, ataukah efisiensinya, atau mungkin prosesnya. Keputusan untuk apa hasil evaluasi akan tergantung pada pertanyaan untuk apa dan kepada siapa evaluasi itu dilakukan. Suchman, sebagaimana dikutip Sudarsono (1994:2) menyatakan bahwa di dalam merumuskan evaluasi ada tiga elemen konsep pokok yang harus diingat, yaitu: 12

5 (1) adanya intervensi diberikan sengaja terhadap program yang direncanakan, (2) adanya tujuan atau sasaran yang diinginkan atau diharapkan dan mempunyai nilai positif, (3) adanya metode untuk menentukan taraf pencapaian tujuan sebagaimana diharapkan. Di dalam melakukan evaluasi, evaluator hendaknya tidak hanya menanyakan perubahan, cara yang dipakai, tetapi juga mengapa suatu program itu berhasil atau efektif dan yang lain tidak. Untuk menjawab pertanyaan itu di dalam evaluasi hendaknya dipertanyakan: (1) hal-hal yang menyebabkan program berhasil atau gagal dalam program itu sendiri, (2) populasi yang diberi pelayanan dengan program itu merasakan ada hasilnya atau tidak, (3) konteks situasi di mana program dilaksanakan termasuk sikap kecurigaan, pendapat masyarakat, lokasi, program lain yang sejenis, (4) macam-macam dampak yang berbeda yang dihasilkan oleh program seperti aspek kognitif, sikap, perilaku, tunggal atau hasil majemuk, jangka pendek atau jangka panjang dan termasuk efek negatif sampingan atau yang tidak diharapkan dan direncanakan. Selanjutnya, Sudarsono (1994:3) menyatakan bahwa penyebutan penelitian evaluasi mempunyai konotasi sebagai kegiatan pengumpulan data atau informasi tentang pencapaian tujuan, proses dan pelaksanaan program yang dilakukan secara sistematik dan metodologik ilmiah sehingga 13

6 menghasilkan data yang akurat dan obyektif, dan hasil tersebut dipergunakan untuk menentukan nilai atau tingkat keberhasilan program dilihat dari segi efektifitas maupun efisiensinya untuk pertimbangan apakah program dilanjutkan dan dikembangkan, apakah dimodifikasi, atau dihentikan. Atas dasar pengertian program seperti itu, evaluasi program dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan secara cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka menentukan kebijakan selanjutnya yang lebih tepat Tujuan dan Manfaat Evaluasi Program Tujuan dari diadakannya evaluasi program adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan obyektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya atau penyusunan kebijakan yang terkait dengan program (Widoyoko, 2009:6). Dengan evaluasi, evaluator dapat mengetahui tingkat pencapaian tujuan program, sehingga ia dapat mengetahui bagian mana dari 14

7 komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya. Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari evaluator untuk pengambilan keputusan (decision maker). Arikunto (2008:22) melihat ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu: a) menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan; b) merevisi program, karena ada bagianbagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit). c) Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat; d) Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain. 15

8 Sementara itu, menurut Widoyoko (2009:11-14), kegunaan atau manfaat evaluasi program sebagai salah satu program bidang pendidikan meliputi: (a) mengkomunikasikan program kepada publik, (b) menyediakan informasi bagi pembuat keputusan, (c) penyempurnaan program yang ada, dan (d) meningkatkan partisipasi. Sekolah memiliki kewajiban untuk mengkomunikasikan efektifitas program pembelajarannya kepada orang tua maupun publik lainnya melalui hasil-hasil evaluasi yang dilaksanakan, dengan demikian publik dapat menilai tentang efektifitas program pembelajaran dan memberikan dukungan yang diperlukan. Selain itu, informasi yang dihasilkan dari evaluasi program pembelajaran akan berguna bagi setiap tahapan dari manajemen sekolah mulai sejak perencanaan, pelaksanaan ataupun ketika akan mengulangi dan melanjutkan program pembelajaran. Hasil evaluasi yang akurat dapat dijadikan dasar bagi pembuat keputusan, agar dapat memutuskan sesuatu secara tepat, misalnya dalam menunjang pembuatan keputusan tentang penyusunan program pembelajaran berikutnya, kelangsungan program pembelajaran, dan dalam memodifikasi program. Evaluasi program pembelajaran juga dapat membantu upaya-upaya untuk menyempurnakan jalannya program pembelajaran sehingga lebih efektif. Dengan instrumen yang ada, hasil yang dicapai dapat 16

9 diukur dan didiagnosis. Berbagai kelemahan dan kendala yang mungkin timbul dapat ditemukan dan dikenali, kemudian dianalisis serta ditentukan alternatif pemecahannya yang paling tepat. Selain itu, dengan adanya informasi hasil evaluasi program pembelajaran, maka orang tua atau masyarakat akan terpanggil untuk berpartisipasi dan ikut mendukung upaya-upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Hasil evaluasi program pembelajaran yang dimasyarakatkan akan menggugah kepedulian masyarakat terhadap program pembelajaran, menarik perhatiannya, dan akhirnya akan menumbuhkan rasa ikut memiliki (self of belonging). Apabila hal ini terbina dengan baik, maka akan tercipta suatu kontrol yang ikut memacu dan mengawasi kualitas pembelajaran Model Evaluasi Program Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Berbagai model evaluasi program tersebut, ada yang dikategorikan berdasarkan ahli yang menemukan dan mengembangkannya, tetapi ada pula yang memilah sesuai dengan sifat kerjanya. Gardner (Joan S. Stark & Alice Thomas, 1994:7) mengemukakan lima definisi dasar dari evaluasi yang menjadi kerangka kerja evaluasi dalam pendidikan, yaitu 17

10 (1) evaluation as measurement, (2) evaluation as professional judgment, (3) evaluation as the assessment of congruence between performance and objectives (or standards of performance), (4) decision-oriented evaluation, and (5) goal free/responsive evaluation. Sementara itu, Kaufman dan Thomas Arikunto, 2008:40) membedakan model evaluasi menjadi delapan, diantaranya yaitu: a) Goal Oriented Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Tyler, merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi obyek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini, sejak awal proses, evaluator memantau tujuan secara terus-menerus, apakah sudah dapat dicapai. Dengan kata lain, evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan, untuk mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. b) Goal Free Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Michael Scriven. Berlawanan dengan model yang pertama, model Goal Free Evaluation (evaluasi lepas dari tujuan) justru menoleh dari tujuan. Menurut Michael Scriven, dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan oleh evaluator adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan 18

11 mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang tidak diharapkan). c) Formatif-Summatif Evaluation Model Selain model Goal Free Evaluation, Michael Scriven juga mengembangkan model Formatif- Summatif. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup obyek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi sumatif). Berbeda dengan Goal Free Evaluation, pada model ini dalam melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Tujuan evaluasi formatif berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif. Tujuan evaluasi formatif adalah untuk mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan yang dihadapi. Dengan diketahuinya hambatan dan hal-hal yang menyebabkan program tidak lancar, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program berakhir. Tujuan dari evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program. Fungsi evaluasi sumatif dalam evaluasi program pembelajaran 19

12 dimaksudkan sebagai sarana untuk mengetahui posisi atau kedudukan individu di dalam kelompoknya. Mengingat bahwa obyek sasaran dan waktu pelaksanaan berbeda antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif maka lingkup sasaran yang dievaluasi juga berbeda. d) Countenance Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan pada adanya dua langkah pokok yang terjadi selama proses evaluasi, yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgments); serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu (1) anteseden (antecedents/context), (2) transaksi (transaction/process), dan (3) keluaran (output-outcomes). Tiga tahap tersebut menunjukkan obyek atau sasaran evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) anteseden- yang diartikan sebagai konteks-, (2) transaksi-yang diartikan sebagai proses-, dan (3) outcomes- yang diartikan sebagai hasil. Deskripsi menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi tertentu yang menjadi sasaran evaluasi, yaitu apa maksud/tujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatan/akibat, atau apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Selanjutnya, evaluator masuk ke langkah pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu 20

13 pada standar. Menurut Stake, ketika evaluator tengah mempertimbangkan program pendidikan, mereka mau tidak mau harus melakukan dua pertimbangan, yaitu (1) membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di program lain, dengan obyek sasaran yang sama, (2) membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang akan dicapai. e) CSE-UCLA Evaluation Model CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California at Los Angeles. Ciri dari model ini adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Fernandes (1984) memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap, yaitu (1) needs assessment, (2) program planning, (3) formative evaluation, dan (4) summative evaluation. Pada tahap needs assessment, evaluator memusatkan perhatian pada penentuan masalah. Pertanyaan yang diajukan meliputi (a) hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan keberadaan program, (b) kebutuhan apakah yang terpenuhi sehubungan dengan adanya pelaksanaan program ini, (c) tujuan jangka panjang apakah yang 21

14 dapat dicapai melalui program ini?. Dalam tahap program planning, evaluator mengumpulkan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasi pada tahap needs assessment. Dalam tahap perencanaan ini, program PBM misalnya dievaluasi dengan cermat untuk mengevaluasi apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan. Pada tahap formative evaluation, evaluator memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator diharapkan betul-betul terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data dan berbagai informasi dari pengembang program. Sedangkan pada tahap summative evaluation, evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan dampak dari program. Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui apakah tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana yang belum dan apa penyebabnya. f) CIPP Evaluation Model Model ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. 22

15 Pendekatan evaluasi model CIPP (Context, Input, Process dan Product) dikembangkan oleh Stufflebeam di Ohio State University pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act) (Eko Putro Widoyoko, 2009:181). Pendekatan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa tujuan paling penting evaluasi bukan untuk membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on the view that the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve (Madaus, Scriven, Stufflebeam, 1993:118). Keempat kata tersebut (Context, Input, Process dan Product) merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan program, kebutuhan yang tidak terpenuhi, karakteristik populasi dan sampel dari individu yang dilayani, dan tujuan program. Evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program. Evaluasi konteks menurut Arikunto (2008:46) dilakukan untuk menjawab pertanyaan: (a) kebutuhan apa yang belum dipenuhi oleh kegiatan program, (b) tujuan pengembangan manakah yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan, dan (c) tujuan manakah yang paling mudah dicapai. 23

16 Evaluasi masukan menunjuk pada kemampuan awal siswa dan sekolah dalam menunjang suatu program. Evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana strategi untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: (a) sumber daya manusia, (b) sarana dan peralatan pendukung, (c) dana/anggaran, dan (d) berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan (Widoyoko, 2009:182). Menurut Stufflebeam, pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan. Evaluasi proses pada model CIPP menunjuk pada apa (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, siapa (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, dan kapan (when) kegiatan akan selesai. Menurut Worthen & Sanders (1981:137), evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan, yaitu (a) do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, (b) to provide information for programmed decisions, and (c) to maintain a record of the procedure as it occurs. Dalam model CIPP, evaluasi diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh Stufflebeam, beberapa pertanyaan 24

17 untuk proses, misalnya, (a) apakah pelaksanaan program sesuai jadwal?, (b) apakah staf yang terlibat di dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama proses berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan?, (c) apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?, dan (d) hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan? Sementara itu, evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Evaluasi produk merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi program. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan, antara lain: (a) apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?, (b) pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan?, dan (3) apakah dampak yang diperoleh dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program tersebut? g) Discrepancy Evaluation Model Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kesenjangan. Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang 25

18 dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen. Kesenjangan ini sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riel dicapai. Salah satu model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Discrepancy evaluation model (DEM). Hal ini dikarenakan DEM memiliki tahapan yang jelas dalam melakukan evaluasi. Evaluasi difokuskan untuk mengetahui kesenjangan antara standar dan implementasinya, baik dalam program dan pelaksanaannya. Dengan mengetahui kesenjangan itu dapat disusun rekomendasi untuk perbaikan program dan implementasinya sehingga implementasi program tersebut dapat sesuai dengan program standar yang ditetapkan. Kesesuaian antara standar yang ditetapkan dan implementasinya akan lebih meningkatkan profesionalitas guru sehingga guru lebih memiliki peran dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini tidak dapat dilakukan bila menggunakan model lain. Evaluasi model kesenjangan (discrepancy evaluation model) menurut Provus adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard) yang ditentukan dalam program dengan kerja (performance) sesungguhnya dengan program 26

19 tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Macam-macam kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan antara lain: 1. Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program 2. Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benarbenar direalisasikan. 3. Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan 4. Kesenjangan tujuan 5. Kesenjangan mengenai bagian program yang diubah 6. Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten Menurut Sucipto (2011) langkah-langkah atau tahap-tahap yang dilalui dalam mengevaluasi kesenjangan adalah sebagai berikut: Pertama: Tahap Penyusunan Desain. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan : a. Merumuskan tujuan b. Menyiapkan kelengkapan c. Merumuskan standar dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada suatu yang dapat diukur, biasa di dalam langkah ini evaluator berkonsultasi dengan pengembangan program. Sesudah memahami tentang isi yang terdapat di dalam program yang merupakan obyek evaluasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penyusunan desain. Kedua: Tahap Instalasi atau Penetapan Kelengkapan Program. Yaitu melihat kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum. Dalam tahap ini dilakukan 27

20 kegiatan: a).meninjau kembali penetapan standar b). Meninjau program yang sedang berjalan c). Meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai Ketiga: Tahap Proses (Process). Dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut tahap mengumpulkan data dari pelaksanaan program. Keempat: Tahap Pengukuran Tujuan (Product). Yaitu tahap melaksanakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini adalah Apakah program sudah mencapai tujuan terminalnya? Kelima:Tahap Perbandingan (Programe Comparison). Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar mereka dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Kemungkinan adalah :a). menghentikan program, b) mengganti atau merevisi, c) meneruskan, d) memodifikasi Kunci dari evaluasi discrepancy adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Yang menjadi dasar dalam evaluasi program ini adalah menilai kesenjangan, dengan demikian tanpa perlu menganailis pihak-pihak yang dipasangkan. Kita segera dapat menyimpulkan bahwa model evaluasi kesenjangan dapat ditetapkan untuk mengevaluasi pemrosesan. Sebelum melakukan desain evaluasi maka terlebih dahulu harus dilakukan fokus evaluasi yaitu mengkhususkan apa dan bagaimana evalusi akan dilakukan. Bila evaluasi sudah terfokus, maka ini berarti proses dan desain dimulai. 28

21 2.2 KKG/MGMP KKG merupakan wadah atau forum kegitan profesional bagi para guru sekolah dasar /MI di tingkat Gugus atau Kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah. Unsur-unsur yang harus dimiliki oleh KKG/MGMP mencakup organisasi, program, pengelolaan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan pembiayaan. Organisasi yang dimaksud adalah struktur kepengurusan dan legalitas administrasi KKG/MGMP; program adalah rencana kegiatan KKG/MGMP; pengelolaan adalah proses pelaksanaan program KKG/MGMP; sarana dan prasarana adalah fasilitas fisik untuk menunjang KKG/MGMP; sumber daya manusia adalah pembimbing/nara sumber/tutor/pengajar dalam kegiatan KKG/MGMP; pembiayaan adalah dana yang digunakan untuk kegiatan KKG/MGMP (Standar Pengembangan KKG/MGMP, 208:6) Tujuan KKG / MGMP 1) Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar, dsb. 29

22 2) Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan umpan balik. 3) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih profesional bagi peserta kelompok kerja atau musyawarah kerja. 4) Memberdayakan dan membantu anggota kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah 5) Mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja atau musyawarah (meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan kinerja) dan mengembangkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di tingkat KKG/MGMP. 6) Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik. 7) Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatankegitan di tingkat KKG/MGMP. Selanjutnya dalam Standar Pengembangan KKG/MGMP (208:7) ditentukan bahwa standar pengembangan program KKG/MGMP adalah sebagai berikut: 1) Penyusunan Program KKG/MGMP dimulai dari menyusun visi, misi, tujuan, sampai kalender kegiatan. 30

23 2) Program KKG/MGMP diketahui oleh Ketua KKKS (kelompok Kerja Kepala Sekolah SD) atau ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan disyahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. 3) Program KKG/MGMP terdiri dari program rutin dan program pengembangan. 4) Program rutin sekurang-kurangnya terdiri dari: a) Diskusi permasalahan pembelajaran b) Penyusunan silabus, program semester, dan Rencana Program Pembelajaran. c) Analisis kurikulum d) Penyusunan instrumen evaluasi pembelajaran e) Pembahasan materi dan pemantapan menghadapi Ujian Nasional 5) Program pengembangan dapat dipilih sekurangkurangnya tiga dari kegiatan-kegiatan berikut: a) Penelitian. b) Penulis Karya Tulis Ilmiah. c) Seminar, lokakarya, koloqium (paparan hasil penelitian), dan diskusi panel. d) Pendidikan dan Pelatihan berjenjang (diklat berjenjang). e) Penerbitan jurnal KKG/MGMP. f) Penyusunan website KKG/MGMP. g) Forum KKG/MGMP provinsi. h) Kompetensi kinerja guru. i) Peer Coaching (Pelatihan sesama guru menggunakan media ICT). j) Lesson Study (kerjasama antar guru untuk memecahkan masalah pembelajaran). k) Professional Learning Community (komunitasbelajar profesional). l) TIPD (Teachers International professional Development) kerjasama MGMP internasional m) Global/Gateway (kemitraan lintas negara) Prosedur penyusunan program kegiatan KKG/MGMP mengikuti diagram alir seperti gambar 1 di bawah ini: 31

24 Diagram Alir Pelaksana Uraian Kegiatan Mulai SWOT Brainstorming Penyusunan draft awal program Pembahsan Program Revisi program OK Finalisasi program Tidak Pengurus dan Anggota Pengurus dan Anggota Tim Khusus Pengurus dan anggota, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah Tim khusus Pengurus dan anggota, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah Tim khusus, KKKS/MKKS Melakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi KKG/MGMP Melakukan diskusi: Menentukan akar masalah Menyusun alternatif pemecahan masalah Menentukan program sesuai skala prioritas Menunjuk anggota tim khusus Menjelaskan tugas dan jadwal kerja tim khusus Menyusun outline draft program Menyusun draf awal program berdasarkan analisis SWOT dan skala prioritas Menyimak paparan draft awal program Memberi tanggapan Menindaklanjuti Melakukan perbaikan draf sesuai dengan masukan dalam pembahasan Bila draf disetujui dalam rapat pleno, pengurus memutuskan bahwa draf tersebut dapat di finalisasi. Bila draf disetujui dalam rapat pleno, draf dibahas ulang dan dilakukan revisi sesuai rekomendasi. Tim khusus melakukan perbaikan teknis penulisan naskah program kegiatan KKG/MGMP dan menyusun kerangka acuan kerja. Pengesahan oleh KKS/MKKS. Selesai Gambar 2.1 Diagram alir penyusunan program KKG/MGMP 32

25 Dalam menyusun program KKG/MMP dipilih program-program yang menjadi prioritas, baik rutin maupun program pengembangan. Keseluruhan program menjadi tanggung jawab bersama seluruh pengurus KKG/MGMP. Tetapi, masing-masing program mempunyai panitia yang dipimpin oleh seorang penanggung jawab program atau person in charge (PIC). Seorang PIC dengan panitianya tidak bekerja dari nol, ia sudah mempunyai term of reference (TOR) yang disusun oleh tim pengembang program. Tugas PIC hanyalah melaksanakan dan mengelola program itu sesuai dengan garis-garis besar yang tertuang di dalam TOR. Alir pengelolaan program dalam tabel berikut ini adalah hal-hal yang dilakukan PIC mulai dari tahap persiapan, sekitar satu atau dua bulan sebelum pelaksanaan program. Tergantung pada karakteristik program, tahap persiapan itu dapat lebih singkat atau lebih lama; seminar nasional memerlukan persiapan yang lebih lama. 33

26 Tabel 2.1 Alur Pengelolaan Program Kegiatan Sub Kegiatan Pelaksana Merancang Kegiatan Rapat Koordinator 1 Mengembangkan kegiatan Menyusun proposal program berdasarkan TOR Presentasi dan review proposal, sekaligus menyusun panitia Membuat deskripsi tugas panitia Mengesahkan panitia Menjelaskan program kepada seluruh anggota panitia Membagi tugas kepada seluruh anggota panitia Menentukan kriteria dan jumlah peserta Menentukan materi/kegiatan Menentukan instruktur/ nara sumber Menyusun jadwal kegiatan sekretaris Membuat buku panduan Membuat leaflet Membuat undangan Mengirim undangan PIC PIC dan pengurus PIC Ketua MKKS Ketua Panitia Ketua Panitia Ketua Panitia Ketua panitia Ketua panitia Sekretaris Sekretaris Sekretaris Sekretaris Sekretaris Rapat koordinasi 2 Mengecek kemajuan Ketua panitia Melaksanakan kegiatan Menetukan langkah alternatif Membuat daftar hadir peserta dan nara sumber Melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal acara Menyediakan materi Ketua panitia Sekretariat Seksi acara Seksi persidangan 34

27 Menghadirkan instruktur/nara sumber Memandu dan mengarahkan kegiatan Seksi persidangan Seksi persidangan Memonitor kegiatan Memonitor kelancaran acara Tim monev Rapat evaluasi kegitan Melaporkan kegiatan Memonitor kelengkapan materi Memonitor kehadiran instruktur/ nara sumber Memonitor interaksi antara peserta dengan instruktur Evaluasi acara Evaluasi respon peserta Evaluasi pemahaman paserta Evaluasi manfaat program Membuat laporan kegiatan kepada stakeholders Tim monev Tim monev Tim monev Tim monev dan panitia Tim monev dan panitia Tim monev dan panitia Tim monev dan panitia Panitia Pengertian Profesionalitas guru Istilah profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni seseorang. Pekerjaan tersebut mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Dengan demikian, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan 35

28 lain (Usman, 2005). Suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus, yakni: (1) menuntut adanya ketrampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; dan (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Selain persyaratan di atas, Usman (2005) menambahkan persyaratan, yaitu (1) memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; (2) memiliki klien/obyek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya; dan (3) diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat. Sementara itu, Surya (2005) menyatakan bahwa seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan, antara lain: memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, memiliki jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus 36

29 menerus (continuous improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar, dan semacamnya. Dengan tugas semacam ini, maka tugas seorang guru lebih bersifat competency based, yang menekankan pada penguasaan secara optimal konsep keilmuan dan perekayasaan yang berdasarkan nilai-nilai etika dan moral (Kunandar, 2009:50). Selain itu, guru yang profesional memiliki karakteristik, antara lain : memiliki kepribadian matang dan berkembang, punya ketrampilan membangkitkan minat peserta didik, memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, sikap profesioalismenya berkembang secara kesinambungan, mampu mengolah dan menyiasati kurikulum, mampu mengkaitkan kurikulum dengan lingkungan, mampu memotivasi siswa untuk belajar sendiri, berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang lebih bersifat inovatif, dan memahami serta mampu mempraktekkan berbagai pendekatan pembelajaran mutakhir. Sementara itu, Suyanto & Abbas (2001:144) menyatakan bahwa seorang guru profesional harus merupakan SDM yang berkualitas, dengan ciri: (a) memiliki kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan dengan iptek, (b) mampu bekerja secara profesional dengan orientasi mutu dan keunggulan, dan (c) dapat menghasilkan karya-karya unggul yang mampu bersaing secara 37

30 global sebagai hasil dari keahlian dan profesionalitasnya. Kemudian, sebagai tenaga profesional, guru harus mempunyai empat ciri utama (Tilaar,1994), yaitu: (a) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang (mature and developing personality), (b) mempunyai ketrampilan membangkitkan minat peserta didik, (c) memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan (d) sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, guru disebutkan sebagai bagian dari pendidik, yang merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hak dari pendidik adalah memperoleh: (a) penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; (b) penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; (c) pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; (d) perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan (e) kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Sedangkan 38

31 kewajibannya, meliputi: (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dalam rangka memperoleh pendidik yang berkualitas, sehingga mampu berkontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan SD, banyak variabel yang terkait, mulai dari sistem pengangkatan dan penempatan, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, serta peningkatan profesionalitas pendidik. Pengangkatan dan penempatan pendidik diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Lembaga yang berwenang mengangkatnya adalah Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Pengangkatan dan penempatan pendidik, khususnya guru, dilakukan secara obyektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan pada satuan 39

32 pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Selanjutnya, mengenai pengangkatan dan penempatan guru, dalam Peraturan Pemerintah RI No.74 Tahun 2008 tentang Guru dibedakan antara pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan dan pengangkatan dan penempatan guru pada jabatan struktural. Ditegaskan bahwa pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diangkat oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka itu, Departemen yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional melakukan koordinasi perencanaan kebutuhan guru secara nasional, yang dilakukan dengan mempertimbangkan pemerataan guru antar satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat, antar kabupaten atau antar kota, dan antar provinsi, termasuk kebutuhan guru di daerah khusus. Selain itu, guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat pula ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penempatan pada jabatan struktural dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan bertugas sebagai 40

33 guru paling singkat selama 8 (delapan) tahun. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural, kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Guru tersebut dapat ditugaskan kembali sebagai guru dan mendapatkan hak-hak guru sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hak-hak guru yang berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum guru yang bersangkutan ditempatkan pada jabatan struktural. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, standar pendidik menunjuk pada kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik tersebut menunjuk pada tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pendidik khususnya yang berkualifikasi sebagai guru 41

34 SD/MI atau bentuk lain yang sederajat memiliki: (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1); (b) latarbelakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan (c) sertifikat profesi guru untuk SD/MI. Sertifikasi profesi guru tersebut diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Sedangkan fungsinya adalah untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Adapun prinsip-prinsip profesionalitas sebagaimana dimaksud, disebutkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai berikut: a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 42

35 d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h. memiliki jaminan hukum dan melaksanakan tugas keprofesionalan; dan i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalannya Bentuk-Bentuk Pengembangan Profesional Guru Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Demikian pula, satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi gurunya. Menurut pasal 7 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi 43

36 manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional, serta dilakukan melalui jabatan fungsional. Sedangkan pembinaan dan pengembangan karier guru meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat ditetapkan dengan peraturan menteri. Selanjutnya, dalam pasal 46 Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru, dinyatakan bahwa guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Sesuai dengan prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement) dan semangat desentralisasi, sekolah diberi kewenangan yang lebih besar untuk menentukan apa yang terbaik untuk pembinaan mutu guru-gurunya. Untuk itu, sekolah menyusun program, anggaran disalurkan langsung ke sekolah, dan kepala sekolah 44

37 menentukan pelatihan (apa, dimana, kapan, untuk menunjang kompetensi apa) yang akan diikuti oleh guru-gurunya. Otonomi guru tercermin dari kemandirian guru dalam mengatur dan mengurus apa yang menjadi tugasnya. Kemandirian guru diperlukan dalam, misalnya, mengembangkan silabus, merancang satuan pembelajaran, memutuskan sistem pengujian berbasis kompetensi yang akan digunakan, memilih dan mengambil keputusan yang paling baik bagi anak didiknya, dalam mengungkapkan berbagai gagasan kreatifnya, mengelola pembelajaran di kelas secara inovatif, pemilihan metode dan media serta penentuan pendekatan pembelajaran apa yang akan dipakai, dan lain sebagainya Kendala-Kendala dalam Pengembangan Profesionalitas Guru Adapun kendala-kendala yang timbul dalam pengembangan profesionalitas guru diantaranya: 1. Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan. 2. Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus dan berkelanjutan meskipun cukup 45

38 banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti program pendidikan. 3. Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni. 4. Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri untuk menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan pertemuan untuk mengembangkan profesi. Keempat hal di atas setidak-tidaknya merupakan bukti pendukung bahwa mutu profesionalitas guru di Indonesia masih rendah. Kurang memuaskan, bahkan memprihatinkan meskipun berbagai upaya pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas sudah dilakukan oleh pemerintah. Hal itu terjadi karena terdapat berbagai kendala pengembangan dan peningkatan mutu profesionalitas guru di Indonesia, di antaranya adalah: a) Kendala personal berupa rendahnya kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam pengembangan diri, kurang termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagi pemberdayaan diri, tertanamnya rasa tidak 46

39 berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan profesi. b) Kendala ekonomis berupa terbatasnya kemampuan financial guru untuk secara berkelanjutan mengembangkan diri, amat rendahnya penghasilan sebagai guru sehingga memaksa mereka bekerja bermacam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi. c) Kendala struktural berupa banyaknya pihak yang mengatur dan mengawasi guru sehingga mereka tidak bisa bekerja dengan tenang, rumitnya jenjang dan jalur pengembangan profesi atau karier yang membuat mereka merasa tidak berdaya, terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi yang mengikat para guru, sehingga tidak mampu mengembangkan kreativitas. d) Kendala sosial berupa rendahnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, kurangnya partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan profesi guru, dan kurangnya fasilitas sosial bagi pengembangan profesi guru. e) Kendala budaya berupa rendahnya budaya kerja berorientasi mutu sehingga para guru bekerja seadanya. 47

40 Hasil Penelitian yang Relevan a. Penelitian tentang Hubungan Pelaksanaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dengan Kinerja Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Padang Panjang Barat oleh Hj. Syofiarni,S.Pd. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pelaksanaan KKG mempunyai hubungan dengan kinerja guru Sekolah Dasar di Kecamatan Padang Panjang Barat. Ini ditunjukkan dari hasil pengujian koefisien r hitung > r table yaitu 0,48 > 0,312. Hal ini berarti pelaksanaan KKG yang baik dan efektif akan menimbulkan kinerja guru yang tinggi pula. Pelaksanaan KKG akan menjadi lebih berarti jika diikuti dengan kreatifitas guru untuk lebih meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari yaitu dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pengajaran. b. Hasil laporan KKG Bermutu Gugus Gunungjaya Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi tahun 2012 bahwa kendala yang dialami adalah program-program kegiatan KKG masih kurang sesuai dengan kebutuhan pengembangan profesionalitas guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah. c. Hasil laporan KKG Gugus Mawar Pekalongan Jawa Tengah tahun 2011 menyatakan bahwa ternyata banyak sekali hambatan dan tantangan 48

41 untuk meningkatkan kompetensi guru, baik internal maupun eksternal. Tantangan internal seperti motivasi kehadiran dan keterlibatan dalam kegiatan. Hambatan eksternal seperti penyediaan nara sumber yang kompeten, dan lain sebagainya. d. Hasil laporan KKG gugus II pada khususnya dan Kecamatan Tilamutsa belum sepenuhnya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, indikasinya antara lain masih banyaknya guru yang belum mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya, bahkan lebih parah lagi masih ada guru yang tidak faham tentang bagaimana cara pengaplikasian ilmu yang diperolehnya dari pendidikan dan latihan yang diikutinya. Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut di atas, maka KKG Smart Gugus Boalemo II sebagai wadah para guru untuk meningkatkan profesionalismenya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di gugus II pada khususnya dan Kecamatan Tilamutsa serta Kabupaten Boalemo pada umumnya, berupaya untuk mencanangkan berbagai program kegiatan KKG. e. Penelitian yang dilakukan oleh Urip pada tahun 2006 tentang Peranan KKG dalam Meningkatkan Kinerja Guru Sekolah Dasar di Gugus Kresna Kecamatan Loano Purworejo. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh KKG tanpa pengelolaan dan perencanaan 49

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Ramadhon (2013) dalam skripsinya yang berjudul Efektivitas Program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Ramadhon (2013) dalam skripsinya yang berjudul Efektivitas Program BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Dari hasil pencarian dan penelusuran, ada beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini, beberapa skripsi yaitu sebagai berikut:

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

CONTOH PROGRAM KERJA KKG MI

CONTOH PROGRAM KERJA KKG MI CONTOH PROGRAM KERJA KKG MI CONTOH 1 RENCANA PROGRAM KERJA KKG MI KECAMATAN BULULWANG MASA BAKTI TAHUN 2014-2019 A. PROGRAM RUTIN TAHUNAN (BERSIFAT MULTI-YEARS) 1) Diskusi permasalahan pembelajaran. 2)

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

DEVELOPPING OF TEACHERS HP

DEVELOPPING OF TEACHERS HP DEVELOPPING OF TEACHERS PROFESSIONALLITY By R. Gunawan S. Drs., S.E., M.M. M HP 08127922967 Tujuan Pembelajaran 1. Mengetahui pengertian guru, profesional, kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan

Lebih terperinci

Dengan Rahmat Allah Tuhan Yang Maha Esa,

Dengan Rahmat Allah Tuhan Yang Maha Esa, ANGGARAN DASAR MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (MGMP PPKn) SMA, SMK, DAN MA KABUPATEN BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA MUKADIMAH Dengan Rahmat Allah Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI-UNDIP SM 04 09 SEMARANG 2O16 Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan Sistem Penjaminan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

Organisasi Profesi. Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Organisasi Profesi Keguruan. Afid Burhanuddin

Organisasi Profesi. Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Organisasi Profesi Keguruan. Afid Burhanuddin Organisasi Profesi Keguruan Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Organisasi Profesi Keguruan Indikator: Hakikat Organisasi Profesi Keguruan Fungsi Organisasi Profesi Keguruan Tujuan Organisasi Profesi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (KKG) UPTD Pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (KKG) UPTD Pendidikan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (KKG) UPTD Pendidikan Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, dilakukan di Gugus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Guru yang profesional, secara ideal, adalah seorang guru yang telah memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 ProfesiKeguruan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BEBERAPA MODEL EVALUASI PENDIDIKAN (Disarikan dari Seminar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan) Oleh Sofyan Zaibaski

BEBERAPA MODEL EVALUASI PENDIDIKAN (Disarikan dari Seminar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan) Oleh Sofyan Zaibaski BEBERAPA MODEL EVALUASI PENDIDIKAN (Disarikan dari Seminar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan) Oleh Sofyan Zaibaski Dalam sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan keberhasilan sebuah proses

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Guru BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dilihat dari arti kata, kinerja berasal dari kata performance. Kata performance memberikan tiga arti, yaitu: (1) prestasi seperti dalam konteks atau kalimat high

Lebih terperinci

REV 20 FEBRUARI 2015 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REV 20 FEBRUARI 2015 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENELITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penguasaan, pemanfaatan,

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BAGI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kehidupan masa mendatang cenderung semakin kompleks dan penuh tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap insan yang kompeten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki abad-21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Tantangan yang dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS NGUDI WALUYO STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS NGUDI WALUYO SPMI-UNW SM 01 04 UNGARAN Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan Sistem Penjaminan Mutu Internal Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) TESIS Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan; meliputi input, proses, output, dan outcome; yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SM SPMI Hal : 1/11 1 Judul STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK-SPMI SM 04 SUMEDANG 2016 SM SPMI Hal : 2/11 2 Lembar

Lebih terperinci

Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional Sistem Pendidikan Nasional Oleh : M.H.B. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh banyak komponen yang mempengaruhi mutu tersebut. Komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan kunci utama sebagai fondasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan penegasan istilah yang meliputi; kinerja guru, guru

Lebih terperinci

STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Universitas Respati Yogyakarta Jln. Laksda Adi Sucipto KM 6.3 Depok Sleman Yogyakarta Telp : 0274-488 781 ; 489-780 Fax : 0274-489780 B A D A N P E N J A M I N

Lebih terperinci

PERANAN MGMP PENJAS DALAM UPAYA MENINGKATKAN KINERJA GURU PENJAS. Oleh. Drs. Andi Suntoda S., M.Pd.

PERANAN MGMP PENJAS DALAM UPAYA MENINGKATKAN KINERJA GURU PENJAS. Oleh. Drs. Andi Suntoda S., M.Pd. PERANAN MGMP PENJAS DALAM UPAYA MENINGKATKAN KINERJA GURU PENJAS Oleh Drs. Andi Suntoda S., M.Pd. LANDASAN HUKUM UU RI Pasal 5 nomor 20 tahun 2003 : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU 5 PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI GURU 1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan sertifikasi guru? Ada dua macam pelaksanaan sertifikasi guru, yaitu: a. melalui penilaian portofolio bagi guru dalam jabatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV RANCANGAN STUDI EFEKTIVITAS PROYEK

BAB IV RANCANGAN STUDI EFEKTIVITAS PROYEK BAB IV RANCANGAN STUDI EFEKTIVITAS PROYEK 4.1. Latar Belakang Studi Perpustakaan Nasional RI mempunyai tugas pokok mengembangkan, melaksanakan dan mendayagunakan semua jenis perpustakaan di instansi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan generasi yang handal, karena pendidikan diyakini dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa. Melalui

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pelatihan Pelatihan adalah untuk meningkatkan kompetensi (pengetahuan,ketrampilan,dan perilaku) karyawan agar mampu mengerjakan pekerjaan yang sekarang atau karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan terus menjadi topik yang sering diperbicangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. internasional bukan lagi lokal atau nasional (Permadi, 2007). Untuk menjawab

BAB 1 PENDAHULUAN. internasional bukan lagi lokal atau nasional (Permadi, 2007). Untuk menjawab BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dampak globalisasi telah memasuki berbagai aspek kehidupan. Disadari atau tidak semua kalangan perlu menyiapkan diri dan menyikapinya dengan baik. Pada era ini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan diskripsi hasil penelitian yang telah penulis lakukan di MTs Negeri di Kabuapten Kudus, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Manajemen MGMP Akidah Akhlak

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni telah membawa perubahan hampir disemua bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Perubahan pada bidang

Lebih terperinci

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN STANDAR DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Kode Dokumen : Revisi ke : Tanggal : 15 April 2015 Diajukan Oleh Disetujui oleh : Tim Penjaminan Mutu : Direktur Naproni, S. T., M. Kom. NIK. 0106003 SISTEM PENJAMINAN

Lebih terperinci

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **)

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **) PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **) A. Pendahuluan Undang- Undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Evaluasi Program Pengembangan Profesionalisme Guru melalui KKG dilakukan di Gugus Imam Bonjol Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketakwaan, kecerdasan, dan keterampilan. Untuk dapat menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. ketakwaan, kecerdasan, dan keterampilan. Untuk dapat menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar di sekolah yang bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemampuan dasar sehingga siswa memiliki ketakwaan, kecerdasan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN STUDI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROYEK PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN

RANCANGAN STUDI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROYEK PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN RANCANGAN STUDI EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROYEK PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN A. Latar Belakang Perpustakaan Nasional RI mempunyai tugas pokok mengembangkan, melaksanakan dan mendayagunakan semua jenis perpustakaan

Lebih terperinci

STANDAR PENGEMBANGAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP)

STANDAR PENGEMBANGAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) STANDAR PENGEMBANGAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) 0 DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan nasional yang hendak dicapai bangsa Indonesia tersurat dengan sangat jelas dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu 1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS KAWASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR PROFESIONALISME PROFESI GURU DAN MENJADI GURU PROFESIONAL Oleh : Andriane Jamrah,S,Pd,M.Pd Staf Pada Pemerintah Kabupaten Tanah Datar I. PENDAHULUAN Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan, penggunaan sumberdaya manusia dan sumber daya alam secara efektif untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya 6 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Dasar Pengelolaan Pembelajaran. Pada dasarnya pengelolaan diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian semua sumber daya untuk

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KKG GUGUS IV JATIWARAS TAHUN 2015/2016

PROGRAM KERJA KKG GUGUS IV JATIWARAS TAHUN 2015/2016 PROGRAM KERJA KKG GUGUS IV JATIWARAS TAHUN 2015/2016 A. Pendahuluan Peningkatan mutu pendidikan, khususnya pada jenjang Sekolah Dasar telah menjadi komitmen pemerintah yang harus diwujudkan secara nyata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan Pembelajaran adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) VISI PENDIDIKAN NASIONAL Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU OLEH : WAWAN PURNAMA, DRS, MSI (ASESSOR SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN) Kompetensi dan Profesionalisme Guru Menurut kamus besar bahasa Indonesia (WJS.Purwadarminta) kompetensi

Lebih terperinci

Manual Mutu Pengabdian

Manual Mutu Pengabdian Manual Mutu Pengabdian MM 03 PJM Revisi Tanggal Dikaji Oleh Disetujui Oleh Pusat Jaminan Mutu Disetujui Oleh: Revisi ke 03 Tanggal 01 Juni 2011 KATA PENGANTAR Kehidupan dan perkembangan akademik di Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai agen pembelajaran, pendidik menempati posisi strategis dalam peningkatan mutu lulusan SD. Pendidik melakukan berbagai aktivitas sejak perencanaan, mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat bagi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GURU, ANTARA PROFESIONALISME, TANTANGAN, DAN REALITA GURU*) Oleh : Badrun Kartowagiran**)

SERTIFIKASI GURU, ANTARA PROFESIONALISME, TANTANGAN, DAN REALITA GURU*) Oleh : Badrun Kartowagiran**) SERTIFIKASI GURU, ANTARA PROFESIONALISME, TANTANGAN, DAN REALITA GURU*) Oleh : Badrun Kartowagiran**) UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 ============================= *) Makalah disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Definisi Evaluasi Terdapat beberapa definisi tentang evaluasi berdasarkan para ahli, Menurut Ralph W.Tyler dalam (Wirawan 2012:80) mendefinisikan evaluasi sebagai process of determining

Lebih terperinci

Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG

Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG KEBIJAKAN MUTU AKADEMIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG Universitas Islam Malang, 2015 All Rights Reserved 2 Kebijakan Mutu Akademik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu dalam

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 21.1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 21.1 TAHUN 2013 TENTANG 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 21.1 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan, maka guru harus memaksimalkan peran sebagai guru yang berkompeten, diantaranya mengembangkan bahan pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad 21 ini adalah bagaimana menyiapkan manusia Indonesia yang cerdas, unggul dan berdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia, pembentukan pribadi manusia yang berkualitas menjadi keharusan bagi suatu bangsa jika ingin

Lebih terperinci