KAJIAN KUALITAS TAPAK HUTAN TANAMAN INDUSTRI HIBRID Eucalyptus urograndis SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DALAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KUALITAS TAPAK HUTAN TANAMAN INDUSTRI HIBRID Eucalyptus urograndis SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DALAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI"

Transkripsi

1 KAJIAN KUALITAS TAPAK HUTAN TANAMAN INDUSTRI HIBRID Eucalyptus urograndis SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DALAM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI (Studi Kasus di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara ) NINA MINDAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Kualitas Tapak Hutan Tanaman Industri Hibrid Eucalyptus urograndis Sebagai Bahan Baku Industri Pulp Dalam Pengelolaan Hutan Lestari (Studi Kasus di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan sebagian sudah diajukan dalam bentuk tulisan di jurnal ilmiah. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi. Bogor, Mei 2011 Nina Mindawati NIM

4

5 ABSTRACT NINA MINDAWATI. Study on Site Quality of Industrial Plantation Forest of Eucalyptus urograndis hybrid as Raw Materials for Pulp Industry, in Sustainable Forest Management (Case Study in PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, North Sumatera). Under academic supervision of ANDRY INDRAWAN, IRDIKA MANSUR and OMO RUSDIANA. Eucalyptus urograndis (E. urophylla x E. grandis) is a hybrid resulting from cross mating between species E. urophylla S.T. Blake and species E. grandis W.Hill ex Maid and constitutes one of the fast growing species being used as pulp industry raw materials in Sector of Aek Nauli, PT Toba Pulp Lestari, North Sumatra. With the progressive decrease in length of cutting rotation, it is feared that there would be negative impacts on site quality which will ultimately influence productivity, if there is no proper management. The objective of this research was studying site quality of industrial plantation forests of E. urograndis hybrid. This research used survey method by collecting field data in first and second rotation (stand ages of 1, 2, 3, 4 and 5 years). Research results showed that up to age of 5 years, stand growth of E. urograndis hybrid at first rotation reached utilizable volume of m 3 /ha, whereas at second rotation the volume acquired m 3, so there was volume decrease by 10.8 %. Rotation of maximum volume for first rotation occurred at age of 5.4 years with average volume increment of around m 3 /ha/year, and that of second rotation occurred at age of 6 years with average volume increment of m 3 /ha/ year. There was biomass decrease by 6.3 % for stems with diameter 5 cm between first and second rotation. There was decrease in site quality from first to second rotation as reflected by decrease in nutrient content in soil, up to depth of 40 cm by 24% for N, 16% for K, 6% for Ca and 16% for Mg. Nutrient elements P and Ca in soils had positive correlation with dominant height of E. urograndis hybrid. On the basis of results of leaf analysis, it could be shown that nutrient N was highly deficient, whereas nutrients Ca and Mg were categorized as deficient so they constituted the limiting factors for growth of E. urograndis hybrid which were planted in Inceptisol soils. Dynamics of nutrient balance with cutting rotation of 5 years was predicted to have negative balance, since the end of first rotation, up to rotation 5. At cutting rotation of 6 years, nutrient balance of N, K and Ca were positive, only at the end of rotation 1, whereas nutrient balances of P and Mg were still positive up to rotation 2. At cutting rotation of 7 years, nutrient balances of N, K and Ca had been negative since the end of rotation 1, except the nutrient balances of P and Mg which were still positive at the end of rotation 1. Quality of site with rotation of 5 years decreased more rapidly as compared with those with cutting rotation of 6 and 7 years. Fertilizer application and several silvicultural techniques are required for recovery of sites and nutrient balance. On the basis of maximum volume rotation, it could be suggested that the optimum rotation for hybrid of E. urograndis in Inceptisol soils is 6 years. Key words: Hybrid of Eucalyptus urograndis, Growth and Yield, Optimum Cutting Rotation, Site Quality, Dynamics of Nutrient Balance.

6

7 RINGKASAN NINA MINDAWATI. Kajian Kualitas Tapak Hutan Tanaman Industri Hibrid Eucalyptus urograndis Sebagai Bahan Baku Industri Pulp dalam Pengelolaan Hutan Lestari (Studi Kasus di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara). Di bawah bimbingan ANDRY INDRAWAN, IRDIKA MANSUR dan OMO RUSDIANA. Hibrid Eucalyptus urograndis (E. urophylla x E. grandis) merupakan hasil persilangan dari jenis E. urophylla S.T. Blake x E. grandis W.Hill ex Maid dan salah satu jenis cepat tumbuh yang digunakan sebagai bahan baku industri pulp di Sektor Aek Nauli, PT Toba Pulp Lestari, Sumatera Utara. Pengembangan hibrid Eucalyptus di Indonesia masih tertinggal dengan negara lain seperti China, Congo, Brazil dan Afrika Selatan yang telah mengusahakan hibrid Eucalyptus secara komersil dengan perbanyakan vegetatif dan telah menghasilkan pertumbuhan pohon yang spektakuler, seragam dan mempunyai kemampuan pangkas yang tinggi sehingga daur tebang yang digunakan semakin pendek. Dengan semakin pendeknya daur tebang, dikhawatirkan berdampak negatif pada kualitas tapak yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas jika tidak dikelola dengan baik. Tujuan penelitian adalah mengkaji kualitas tapak hutan tanaman industri hibrid E urograndis sebagai bahan baku industri pulp. Penelitian terdiri dari 3 (tiga) sub kegiatan yang saling berkaitan, yaitu: pertumbuhan dan hasil tegakan, kualitas tapak dan dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis. Penelitian menggunakan metode survey dengan pengambilan data di lapangan pada rotasi 1 dan 2 (umur tegakan 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun) dan data sekunder berupa dimensi tegakan dari plot contoh permanen. Berdasarkan persamaan penduga pertumbuhan dan hasil tegakan, sampai umur 5 tahun sebelum tebang, pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 mencapai volume termanfaatkan 159,89 m 3 /ha, sedangkan pada rotasi 2 mencapai volume 142,49 m 3 /ha sehingga terjadi penurunan volume sebesar 10,8 %. Daur volume maksium rotasi 1 terjadi pada umur 5,4 tahun dengan riap ratarata volume sekitar 31,85 m 3 /ha/tahun dan rotasi 2 terjadi pada umur 6 tahun dengan riap rata-rata volume 28,80 m 3 /ha/tahun. Biomassa total pada tegakan rotasi 1 sebanyak 175,5 ton/ha dan pada tegakan rotasi 2 sebanyak 157 ton/ha sehingga terjadi penurunan sebesar 10,5%. Penurunan terbesar terjadi pada biomassa batang berdiameter 5cm sebesar 6,3% dari rotasi 1 dan 2. Biomassa batang berdiameter 5cm merupakan biomassa termanfaatkan yang dipanen sebagai bahan baku industri pulp dan merupakan komponen utama dari total biomassa tegakan sebesar 86-90%. Berdasarkan hubungan antara peninggi dengan sifat kimia tanah dihasilkan bahwa unsur hara P dan Ca di tanah berkorelasi positif terhadap laju peninggi hibrid E. urograndis. Berdasarkan hasil analisa daun yang dibandingkan dengan tingkat kenormalan dan kekritisan unsur hara untuk hibrid E. urograndis menunjukkan bahwa hara N sangat kurang dan hara Ca serta Mg katagori kurang sehingga menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis yang ditanam di tanah Inceptisol. Perbandingan kualitas tapak antar umur tegakan yang dicirikan dengan kandungan hara makro pada umumnya mempunyai pola

8 1 bahwa semakin tua umur tegakan maka kandungan hara di tegakan semakin meningkat sampai umur 5 tahun, sedangkan kandungan hara di tanah cenderung menurun. Dilihat dari perbandingan kandungan hara makro tanah pasca tebang umur 5 tahun, terjadi penurunan kualitas tapak dari rotasi 1 ke rotasi 2 yang dicerminkan oleh penurunan jumlah kandungan hara dalam tanah sampai kedalaman 40 cm sebesar N 24%, K 16%, Ca 6% dan Mg 16%. Penurunan kandungan hara di tanah disebabkan banyaknya hara yang diserap tegakan untuk tumbuh dan tersimpan dalam biomassa tegakan. Biomassa tegakan umur 5 tahun sebesar 741,8-761,8 kg N/ha (81% N), 114,3-146,8 kg P/ha (73% P), kg K/ha(86%K), ,6 kg Ca/ha(95% Ca) dan 34-36,7 kg Mg/ha (53% Mg) yang di bawa ke luar lahan sebagai bahan baku industri pulp, sedangkan hara yang keluar melalui kegiatan persiapan lahan, aliran permukaan dan erosi jumlahnya relatif kecil. Jumlah unsur hara yang masuk ke lahan diperoleh dari produksi serasah bervariasi antar umur tegakan sekitar 3,5-6,2 ton/ha/tahun dengan konstanta laju dekomposisi per bulan sekitar 0,129-0,173 pada rotasi 1 dan 0,094-0,145 pada rotasi 2 sehingga memerlukan waktu untuk larut antara bulan. Dinamika neraca hara dianalisa dengan skenario daur tebang (5, 6 dan 7 tahun) dan skenario input hara berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang diterapkan perusahaan terutama banyaknya pupuk yang diberikan (96 kgn/ha + 63,18 kgp/ha + 12,45 kgk/ha + 109,16 kgca/ha) sampai terjadi neraca hara seimbang. Hasil neraca hara menunjukkan bahwa daur tebang 5 tahun diprediksi sejak akhir rotasi pertama sampai rotasi kelima mempunyai neraca hara negatif. Pada daur tebang 6 tahun, neraca hara N, K dan Ca positif hanya pada akhir rotasi 1, sedangkan neraca hara P dan Mg masih positif sampai rotasi 2. Pada daur tebang 7 tahun, neraca hara N, K dan Ca sudah negatif sejak akhir rotasi 1 kecuali neraca hara P dan Mg yang masih positif pada akhir rotasi ke 1. Kualitas tapak pada daur tebang 5 tahun lebih cepat menurun dibanding daur tebang 6 dan 7 tahun. Untuk memulihkan tapak bertegakan hibrid E. urograndis pasca tebang, pada awal rotasi berikutnya perlu input hara yang lebih banyak dari SOP untuk daur tebang 5 tahun > daur tebang 7 tahun > daur tebang 6 tahun, sehingga penggunaan daur tebang 6 tahun lebih baik dibanding daur 5 tahun dan 7 tahun. Perlakuan pemupukan dan beberapa teknik silvikultur diperlukan untuk pemulihan tapak agar keseimbangan neraca hara terjadi. Berdasarkan aspek ekonomi (daur volume maksimum) dan aspek ekologi (neraca hara) maka daur optimal untuk hibrid E. urograndis yang ditanam pada jenis tanah Inceptisol adalah 6 tahun. Kata kunci : Hibrid Eucalyptus urograndis, Pertumbuhan dan hasil, Daur tebang optimal, kualitas tapak, Dinamika neraca hara.

9 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

10

11 KAJIAN KUALITAS TAPAK HUTAN TANAMAN INDUSTRI HIBRID Eucalyptus urograndis SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI PULP DALAM (Studi Kasus di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara). NINA MINDAWATI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Mayor Silvikultur Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

12

13 Penguji Luar : Ujian tertutup : 1. Prof. Dr. Hendi Suhaendi 2. Dr.Ir. H. Basuki Wasis, M.Sc. Ujian terbuka : 1. Dr. Ir. Irsyal Yasman, M.Sc. 2. Prof. Dr. Ir. H. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc.

14

15 Judul Disertasi : Kajian Kualitas Tapak Hutan Tanaman Industri Hibrid Eucalyptus urograndis Sebagai Bahan Baku Industri Pulp Dalam Pengelolaan Hutan Lestari (Studi Kasus di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara). Nama Mahasiswa : Nina Mindawati NIM : E Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS. Ketua Dr. Ir. H. Irdika Mansur, M.For.Sc. Anggota Dr. Ir. H. Omo Rusdiana, M.Sc.F.Trop. Anggota Ketua Program Studi Silvikultur Tropika Diketahui Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir.H. Sri Wilarso Budi R., MS. Dr. Ir.H. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian : 18 Mei 2011 Tanggal Lulus :

16

17 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh Subhanahuwataala atas selesainya disertasi ini. Penulisan disertasi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Mayor Silvikultur Tropika. Disertasi berjudul Kajian Kualitas Tapak Hutan Tanaman Industri Hibrid Eucalyptus urograndis Sebagai Bahan Baku Industri Pulp Dalam Pengelolaan Hutan Lestari (Studi Kasus di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara) merupakan suatu seri penelitian yang terdiri dari 3 Sub Bab pada Bab Hasil dan Pembahasan yaitu : Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis; Kualitas Tapak Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis; dan Model Dinamika Neraca Hara Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis. Keseluruhan penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kualitas tapak sebagai dampak dari penanaman Hibrid Eucalyptus urograndis, sehingga dapat diperoleh prediksi kondisi tapak ke depan. Sebagian dari Sub Bab 1 dengan judul Kajian pertumbuhan tegakan hibrid Eucalyptus urograndis di Sumatera Utara dipublikasikan pada Jurnal Hutan Tanaman Vol. 7 No. 1 Tahun 2010; sebagian Sub Bab 2 dengan judul Analisis sifat-sifat tanah di bawah tegakan hibrid Eucalyptus urograndis dipublikasikan pada Tekno Hutan Tanaman Vol, 3 No 1 April 2010; dan sebagian dari Sub Bab 3 judul Budget Hara Pada Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Rotasi 1 dan 2 telah dipresentasikan tahun 2010 dan diterbitkan pada Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIII Tahun Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.Sc., Dr. Ir.H. Irdika Mansur, M.For.Sc dan Dr. Ir.H. Omo Rusdiana, M.Sc.F.Trop, selaku Komisi Pembimbing. 2. Penguji dari luar komisi pembimbing saat ujian tertutup adalah Prof. Dr. Hendi Suhaendi dan Dr. H. Basuki Wasis, M.Sc dan saat ujian terbuka Dr. Ir. Irsyal yasman, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. H. Iskandar Z. Siregar, M. for. Sc. 3. Kementrian Kehutanan, Badan Litbang Kehutanan dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan atas kesempatan kepada

18 1 penulis untuk melanjutkan sekolah program Doktor di IPB melalui jalur Research School Angkatan Kepada Direktur PT Toba Pulp Lestari, Porsea. Juanda Panjaitan SE dan Ir. Firman Purba, Manager Perencanaan Ir. Oryza S. Simanjuntak dan temanteman di Porsea atas ijin tempat dan segala fasilitas yang diberikan. 5. Kementrian Riset dan Teknologi atas bantuan sebagian biaya penelitian ini. 6. Lembaga International Tropical Timber Organization (ITTO) atas beasiswa Ref 142/10S tahun 2010 yang diberikan pada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 7. Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana dan beserta segenap civitas akademika IPB atas kesempatan untuk mengikuti program pendidikan S3 di IPB 8. Ketua program studi, Ketua program mayor SVK, segenap staf pengajar dan staf managemen Program Mayor Silvikultur Hutan Tropika (SVK) IPB atas segala ilmu yang telah diberikan dan fasilitas yang diberikan selama menjalankan studi di IPB. 9. Teman-teman semua, baik teman sesama mahasiswa maupun teman sekantor dan seluruh rekan-rekan yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi S3 dan penelitian ini. 10. Ibunda penulis Hj Napsiah dan mertua penulis H. Endin dan Hj. Rasih beserta kakak, adik, adik ipar penulis, terima kasih atas dorongan dan doanya. 11. Suami tercinta Endang Suhendang, anak-mantu tersayang Jati, Suci, Galuh, Rina, Ari dan cucuku yang lucu neng lady, neng Keisha dan neng Naura atas segala pengorbanan, dukungan, kasih sayang, penghiburan, pengertian dan doa yang tak henti. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi pengembangan program hutan tanaman di tanah air. Bogor, Mei 2011 Nina Mindawati

19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi 5 Juli 1959 sebagai anak ke empat dari tujuh bersaudara, dari ayah Inan Dahyar (Alm) dan ibu Napsiah. Penulis menikah dengan Prof. Dr. H. Endang Suhendang dan dianugrahi tiga orang anak : Jati Permana Kurniawan Suhendang S.E, Suci Ainni Suhendang S.IP dan Galuh Guna Rimba Suhendang., serta tiga orang cucu: Lady Humairah Permana, Keisha Amanilodya Januar dan Naura Sayyidina Permana. Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar Negeri Benteng III, Sekolah Menengah Pertama PGRI dan Sekolah Menengah Atas Negeri I diselesaikan di Sukabumi, Jawa Barat. Pada tahun 1979 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Perintis II dan memperoleh gelar sarjana kehutanan tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Spil (PNS) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan program Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan mendapat gelar Master tahun Pada tahun 2006 terjadi pemekaran Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan penulis dipindahtugaskan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, yang pada tahun 2010 berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan, begitu juga Departemen Kehutanan berubah nama menjadi Kementrian Kehutanan. Selanjutnya, pada Bulan September 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Doktor di IPB pada program studi mayor Silvikultur Tropika melalui program Research School angkatan I. Sebagai peneliti, penulis telah berhasil mencapai jenjang fungsional sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) sejak tahun 2009 dan jenjang kepangkatan PNS sebagai Pembina Utama (Golongan IV E) sejak tahun 2009.

20

21 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 5 Tujuan Penelitian... 6 Hipotesis... 8 Manfaat Penelitian... 8 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Pembangunan Hutan Tanaman Industri... 9 Karakteristik Tanaman Eucalyptus Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas HTI Penentuan Daur Hutan Tanaman Industri Pengelolaan Hutan Tanaman Industri Lestari KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Keadaan Fisik Lapangan Keadaan Hutan Preskripsi Teknik Silvikultur Hibrid Eucalyptus urograndis METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Pelaksanaan, Pengumpulan Data dan Analisa Data Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Kualitas Tapak Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Model Dinamika Neraca Hara Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis xvi xix

22 1 Model PertumbuhanTegakan Hibrid E. urograndis Rotasi 1 dan Rotasi Pendugaan Volume dan Daur Volume Maksimum Tegakan Hibrid E. urograndis Produksi Biomassa Tegakan Hibrid E. urograndis Kualitas Tapak Tegakan Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Status Hara Hutan Tanaman Hibrid E. urograndis Hubungan Peninggi Tegakan Hibrid E. urograndis dengan SifatKimia Tanah Potensi Kandungan Hara pada Hutan Tanaman Hibrid E. urograndis Produktivitas dan Laju Dekomposisi Serasah Hibrid E. urograndis Erosi dan Aliran Permukaan di Bawah Tegakan Hibrid E. urograndis Model Dinamika Neraca Hara Hutan Tanaman Eucalyptus urograndis Diagram Umpan Balik Diagram Alir Neraca Hara HTI Hibrid E. urograndis Strategi Pemulihan Kualitas Tapak PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

23 xiv DAFTAR TABEL Halaman 1 Rata-rata dimensi serat dan berat jenis kayu hibrid E. urograndis 15 2 Sifat fisik dan mekanik kayu hibrid E. urograndis Gejala dan defisiensi hara pada beberapa jenis Eucalyptus Rata-rata persen hidup tanaman hibrid E. urograndis Metode analisis sifat-sifat tanah, air dan bagian tanaman Model pertumbuhan tinggi (H), diameter (D) dan volume (V) tegakan hibrid E. urograndis Uji kesahihan model pertumbuhan hibrid E. urograndis Volume dan riap dugaan tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dan Rata-rata biomassa (ton/ha) bagian tegakan hibrid E.urograndi Model penduga biomassa tegakan hibrid E. urograndis rotasi Model penduga biomassa tegakan hibrid E. urograndis rotasi Rata-rata nilai ph tanah rotasi 1 dan Rata-rata kadar unsur hara Nitrogen total tanah pada rotasi 1 dan Rata-rata kadar Fosfor tersedia tanah rotasi 1 dan Rata-rata kadar Kalium tanah rotasi 1 dan Rata-rata kadar Calsium tanah rotasi 1 dan Rata-rata kadar Mg tanah rotasi 1 dan Rata-rata kadar C-organik rotasi 1 dan Rata-rata berat jenis tanah rotasi 1 dan Rata-rata jumlah ruang pori, air tersedia dan permeabilitas rotasi 1 dan Rata-rata tekstur tanah sampai kedalaman 40 cm pada rotasi 1 dan Rata-rata jumlah mikroorganisme, fungi dan laju respirasi CO2 tanah rotasi 1 dan Hubungan peubah bebas terhadap peninggi tegakan hibrid E. urograndis Peubah bebas yang berperan terhadap peninggi tegakan E. urograndis berdasarkan metode regresi bertatar... 96

24

25 25 Perbandingan kadar hara pada jaringan daun dengan standar kadar hara normal untuk hibrid E. urograndis Jumlah unsur hara dalam tegakan hibrid E. urograndis pada berbagai umur tegakan Unsur hara yang hilang melalui panen umur 5 tahun Unsur hara yang masuk ke lahan dari sisa tebangan Serapan hara kumulatif pada berbagai umur tegakan hibrid E. urograndis Jumlah kandungan hara tanah sampai kedalaman 40 cm Jumlah kandungan hara di bawah tegakan hibrid E. Urograndis Produktivitas dan jumlah kandungan hara pada serasah hibrid E. urograndis Masukan unsur hara dari serasah selama umur tegakan hibrid E. urograndis Laju dekomposisi (k) serasah hibrid E. urograndis Pelepasan hara selama 4 bulan dekomposisi Unsur hara terlarut dari aliran permukaan dan erosi setiap umur tegakan hibrid E. urograndis Jumlah kumulatif dan unsur hara yang hilang melalui aliran permukaan dan erosi selama umur tegakan Kebutuhan jumlah hara untuk perbaikan kualitas tanah

26 xv DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran kualitas tapak hutan tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis... Halaman 2 Hubungan antara umur dan volume maksimum 29 3 Peta lokasi penelitian di Aek Nauli, Simalungun, Sumatera Utara Rata-rata curah hujan, temperatur udara dan kelembaban relatif di lokasi penelitian (tahun ).. 5 Penyebaran letak plot penelitian di sektor Aek Nauli Biomassa batang termanfaatkan (batang berdiameter 5 cm) Cara pengambilan contoh fisik tanah dengan ring sampel Kondisi lantai hutan tanaman hibrid E. urograndis Alat penampung serasah Kantong serasah alat pengukuran dekomposisi di lapangan Ukuran alat pengukur erosi dan aliran permukaan Model konseptual hubungan antar sub model Kurva hubungan tinggi dengan umur tegakan hibrid E. urograndis Kurva hubungan diameter dengan umur tegakan hibrid E. urograndis Kurva hubungan volume dengan umur tegakan hibrid E. urograndis Daur volume maksimum rotasi 1 hibrid E. urograndis Daur volume maksimum rotasi 2 hibrid E. urograndis Perbandingan MAI (m 3 /ha/tahun) hutan tanaman hibrid Eucalyptus urograndis di beberapa negara Perbandingan sebaran biomassa (%) umur 1 tahun rotasi 1 dan Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 2 tahun antara rotasi 1 dan rotasi Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 3 tahun antara rotasi 1 dan rotasi Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 4 tahun antara rotasi 1 dan rotasi

27 xvi 23 Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 5 tahun antara rotasi 1 dan rotasi Status hara makro Nitrogen daun hibrid E. urograndis Status hara makro Fosfor daun hibrid E. urograndis Status hara makro Kalium daun hibrid E. urograndis Status hara makro Calsium daun hibrid E. urograndis Status hara makro Magnesium daun hibrid E. urograndis Kadar unsur hara Nitrogen pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Kadar unsur hara Fosfor pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Kadar unsur hara Kalium pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Kadar unsur hara Calsium pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Kadar unsur hara Magnesium pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Jumlah kandungan unsur hara Nitrogen yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Jumlah kandungan unsur hara Fosfor yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Potensi jumlah unsur hara Kalium yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Potensi jumlah unsur hara Calsium yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Potensi jumlah unsur hara Magnesium yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis Hubungan antara produksi serasah dengan curah hujan pada umur 1 tahun hibrid E. urograndis Hubungan antara produksi serasah dengan curah hujan pada umur 2 tahun hibrid E. urograndis Hubungan produksi serasah dengan curah hujan pada umur 3 tahun E. urograndis Hubungan produksi serasah dengan curah hujan pada umur 4 tahun hibrid E. urograndis

28

29 43 Hubungan produksi serasah dan curah hujan pada umur 5 tahun hibrid E. urograndis Hubungan nilai ratio C/N dengan bobot serasah yang hilang selama dekomposisi Hubungan laju dekomposisi dengan jumlah mikroorganisme tanah Jumlah aliran permukaan dan erosi di bawah tegakan hibrid E.urograndis Diagram umpan balik neraca hara lahan bertegakan hibrid E. urograndis Diagram alir neraca hara tegakan hibrid E.urograndis Dinamika neraca hara Nitrogen Dinamika neraca hara Fosfor Dinamika neraca hara Kalium Dinamika neraca hara Calsium Dinamika neraca hara Magnesium 131

30

31 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data curah hujan, temperatur dan kelembaban di sektor Aek Nauli tahun Pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dan 2 pada PSP Rata-rata pertumbuhan hibrid E. urograndis rotasi 1 dan 2 pada TSP Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah Hasil analisa sifat-sifat fisik Tanah Hasil analisa sifat biologi tanah Hasil analisis unsur hara tegakan, serasah dan humus rotasi 1 dan Hasil analisis kadar hara air dan sedimen Kandungan hara di lahan bertegakan hibrid E. urograndis Uji beda sifat-sifat tanah Uji beda kadar hara pada tegakan, serasah dan humus Produksi serasah selama 4 bulan pengamatan Rata-rata penyusutan berat serasah selama 4 bulan Model dinamika neraca hara pada lahan bertegakan E. urograndis Persamaan dan nilai-nilai yang digunakan dalam diagram model dinamika neraca hara lahan bertegakan hibrid Eucalyptus urograndis Prediksi neraca hara dan perbaikan kualitas tapak berdasarkan skenario input hara melalui pemupukan Analisis kepekaan (Sensitivity analysis). 225

32 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan HTI adalah untuk peningkatan potensi dan kualitas hutan produksi yang sudah tidak produktif guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri kehutanan. Hal ini karena persediaan pasokan bahan baku dari hutan alam produksi semakin menurun. Kebutuhan bahan baku kayu industri perkayuan nasional sekitar 39,2 juta m 3 kayu bulat (Simangunsong et al. 2008), sementara berdasarkan Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan (2010) jumlah produksi kayu dari hutan alam, hutan tanaman dan sumber lain (hutan rakyat dan kayu perkebunan) mencapai 34,32 juta m3. Salah satu bentuk HTI yang saat ini memegang peranan penting dalam menunjang pengembangan industri kayu serat domestik adalah HTI kayu serat atau HTI pulp. Pentingnya pembangunan HTI pulp dapat dilihat dari kenyataan besarnya ketergantungan jenis industri ini kepada kayu serat. Pada saat ini lebih dari 90% bahan baku pulp dan kertas berasal dari kayu karena kayu mempunyai sifat unggul, seperti: rendemen yang dihasilkan tinggi, kandungan lignin relatif rendah dan kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan tinggi (Pasaribu dan Tampubolon 2007). Indonesia menempati peringkat 9 dunia dalam produksi pulp sebesar 5,5 juta ton pulp per tahun dan peringkat 11 dunia industri kertas dengan kapasitas produksi sekitar 8,2 juta ton kertas per tahun (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2009). Jumlah industri pulp dan kertas di Indonesia sebanyak 13 unit. Sebanyak 6 unit berada di Pulau Sumatera dan merupakan perusahaan besar dengan kapasitas terpasang seluruhnya sekitar 6,5 juta ton pulp per tahun. Kebutuhan bahan baku untuk industri pulp dengan kapasitas di atas memerlukan kayu sekitar 26 juta m 3 per tahun. Jumlah pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT) tercatat 206 unit dengan luas

33 2 tanaman yang telah terbangun sekitar 4,3 juta hektar sampai tahun 2008 (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2009). Pengelolaan HTI pulp ditujukan untuk mendapatkan tegakan hutan kayu serat yang sesuai dengan peruntukan, yaitu yang memiliki ciri-ciri produksi (riap) biomassa tegakan yang tinggi, daur pendek, dan mempunyai sifat-sifat (kimia dan fisika) kayu yang sesuai dengan persyaratan untuk bahan baku industri pulp seperti: panjang serat > 0,8mm, berat jenis sedang sekitar 0,3-0,8; kandungan lignin < 23% dan kandungan selulosa minimal 40-45% (komunikasi pribadi dengan Kartiwa, Ahli Peneliti pada Balai Besar Sellulosa dalam Mindawati, 2009). Selain itu, tegakan hutan yang terbentuk diharapkan bersifat ramah lingkungan sehingga disamping mampu menghasilkan bahan baku yang diinginkan secara optimal, juga dapat berperan dalam mengendalikan erosi tanah, mengatur tata air, memelihara kesuburan tanah dan sampai batas tertentu membantu penyerapan karbon dari udara. Kualitas tegakan hutan HTI pulp dengan ciri-ciri di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor : ekologi (lingkungan), sifat genetik pohon, dan tindakan manajemen yaitu teknik silvikultur yang diterapkan. Kementrian Kehutanan telah mengembangkan jenis-jenis pohon yang tergolong dalam kelompok tumbuh cepat seperti Eucalyptus spp. Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Falcataria mollucana dan Gmelina arborea. Daur tebang yang ditetapkan sekitar 8-9 tahun dengan alasan umur tersebut telah cukup menghasilkan ukuran kayu yang cukup tinggi, cocok untuk bahan baku pulp dan relatif aman bagi lingkungan dalam arti dapat menciptakan keseimbangan antara masukan dan keluaran hara tanah, meskipun data dan informasi hasil penelitian tentang neraca hara dari jenis-jenis di atas masih kurang tersedia secara lengkap (Wahyono dkk. 2005). Indonesia sudah berpengalaman dalam membangun hutan tanaman Jati dan beberapa jenis pohon lain, seperti mahoni, pinus dan damar yang berdaur panjang, sedangkan untuk jenis-jenis tanaman berdaur pendek seperti jenis Eucalyptus masih relatif baru, terutama dalam hal peningkatan produktivitas dan dampaknya terhadap kelestarian produktivitas lahan hutan masih sedikit hasil penelitiannya (Hardiyanto 2004).

34 3 Eucalyptus spp. seperti jenis E. urophylla, E. grandis dan E. pelita, merupakan jenis cepat tumbuh yang dikembangkan secara luas di PT Toba Pulp Lestari. Salah satu jenis yang sedang dikembangkan dalam skala operasional adalah Eucalyptus hibrid hasil persilangan antara jenis E. urophylla S.T. Blake x E. grandis W.Hill ex Maid yang terkenal dengan nama hibrid E. urograndis ( E. urophylla x E. grandis) hasil seleksi dengan karakter pertumbuhan lebih baik dibanding tanaman tetuanya. Pengembangan hibrid Eucalyptus di Indonesia masih tertinggal dengan negara lain seperti China, Congo, Brazil dan Afrika Selatan yang telah mengusahakan hibrid Eucalyptus secara komersil dengan perbanyakan vegetatif (Nikles, 1996). Pengembangan hibrid E. urograndis di Brazil telah menghasilkan pertumbuhan pohon yang spektakuler, seragam dan mempunyai kemampuan pangkas yang tinggi. Menurut Gonçalves et al. (1997) pertumbuhan hibrid E. urograndis di Brazil pada tanah Ultisol sangat beragam dengan kisaran riap ratarata tahunan (Mean Annual Increment, MAI) pada umur 5 tahun sebesar m 3 /ha/tahun, sedangkan di Congo produktivitas hibrid E. urograndis sangat tinggi dan memiliki riap tahunan rata-rata sebesar 70 m 3 /ha/tahun (Campinhos 1993). Pertumbuhan yang cepat dari hibrid E. urograndis dan desakan kebutuhan bahan baku industri pulp menyebabkan daur tebang diperpendek oleh perusahaan menjadi 5 tahun. Semakin pendek daur tebang tanaman maka semakin sering dilakukan panen sehingga akan terjadi pengurasan hara berulang-ulang yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas tapak itu sendiri jika dalam pengelolaannya tidak terencana dengan baik. Beberapa pakar beranggapan bahwa jenis cepat tumbuh Eucalyptus spp. dan Acacia spp. dapat menurunkan kandungan air tanah, menurunkan ketersediaan nutrisi dan menghambat pertumbuhan tanaman bawah sehingga menurunkan biodiversitas, meningkatkan erosi tanah dan menurunkan kesuburan tanah (Poore dan Fries 1985; Bouvet 1998 dalam Bouillet dan Reversat 2001). Faktor pembatas utama pertumbuhan tegakan Eucalyptus adalah kekurangan hara dan cekaman air (Gonçalves et al. 1997; FAO 1988). Hal ini didukung oleh Purwowidodo (1998) yang menyatakan bahwa tanaman Eucalyptus sp. terbukti

35 4 meningkatkan kehilangan air dari sistem hidrologi dan mengurangi kesuburan tanah. Menurut Dell et al. (2003) pada umumnya tegakan Eucalyptus di Indonesia kekurangan unsur hara makro N total, P tersedia, K dan Mg yang mengakibatkan daun gugur sebelum waktunya dan penurunan volume kayu yang dihasilkan, sedangkan Bouillet dan Reversat (2001) menyatakan bahwa umumnya terjadi penurunan Ca dan N tanah di bawah tegakan Eucalyptus dan Pinus jika ditanam secara monokultur. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa pada rotasi ke 2 dan ke 3 pertumbuhan Eucalyptus lebih rendah di banding rotasi pertama (Campinhos dan Brassnet 1958 dalam Chijicke 1980). Menurut Napitupulu (1995) yang meneliti kualitas tapak jenis E. urophylla di sektor Aek Nauli terjadi pemiskinan hara P dan Mg setelah jenis tersebut ditebang. Agar hutan tanaman lestari, maka produktivitas harus dipertahankan bahkan ditingkatkan dari periode tebang yang satu ke periode tebang berikutnya (Nambiar 2003). Kelestarian hutan tanaman sangat ditentukan oleh keeratan korelasi antar parameter yang saling mempengaruhi, yaitu kemampuan dari kondisi ekologis tapak, intensitas manajemen termasuk perlakuan silvikultur yang dilaksanakan, dampak pada tanah di bawahnya dan nilai lingkungan serta manfaat sosial ekonomi yang didapat (Nambiar dan Brown 1997). Oleh karena itu, untuk mencapai kelestarian hasil maka hubungan antara produktivitas, faktor kelestarian lingkungan dan sosial ekonomi harus diperhitungkan dan dipelajari. Hasil-hasil penelitian tentang tegakan hibrid E. urograndis telah banyak dilakukan di Australia, Brazil dan China, sedangkan di Indonesia hibrid E. urograndis belum lama dikembangkan secara luas sehingga hasil penelitian masih sangat sedikit dan bersifat parsial. Penelitian tentang pertumbuhan dan hasil, kualitas tapak dan dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis penting untuk dilakukan karena sangat berguna dalam perencanaan pengelolaan hutan tanaman hibrid E. urograndis dan merupakan salah satu kunci yang mendukung keberhasilan pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia secara berkelanjutan di masa depan.

36 5 Perumusan Masalah Pembangunan HTI di Indonesia bertujuan untuk penyediaan bahan baku industri kehutanan, baik untuk tujuan kayu pertukangan maupun untuk tujuan bahan baku industri pulp dan kertas. Menurut Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2007, lahan yang dicanangkan untuk pengembangan HTI adalah lahan yang telah terdegradasi atau lahan kritis dengan tingkat kesuburan tanah yang relatif rendah atau marginal (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2008). Selain itu, dalam pengembangan HTI untuk tujuan bahan baku pulp dan kertas, pemerintah menetapkan pengembangan jenis-jenis cepat tumbuh dengan daur tebang pendek sekitar 8-9 tahun. Sampai saat ini hasil tegakan HTI belum sesuai dengan produktivitas hasil yang diharapkan. Hal ini disebabkan jenis yang dikembangkan pada lahan marginal di atas pada umumnya jenis cepat tumbuh yang memerlukan hara dalam jumlah banyak. Produktivitas akan semakin rendah jika dalam pengembangan jenis cepat tumbuh tersebut menggunakan bibit yang tidak unggul secara genetik. Menurut Kramer dan Kozlowski (1960) pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh interaksi antara faktor keturunan/genetik, lingkungan/ekologi dan teknik silvikultur/budidaya yang diterapkan karena ketiga faktor tersebut akan menentukan proses fisiologis dalam pohon dan mempengaruhi produktivitas. Peningkatan produktivitas akan tercapai bila dalam pengembangan hutan tanaman digunakan bibit unggul secara genetik dan perlakuan manipulasi lingkungan sehingga kualitas tempat tumbuh lebih dapat menunjang pertumbuhan pohon yang diusahakan. Penggunaan bibit unggul hibrid E. urograndis diharapkan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi sehingga daur tebang dapat dipersingkat. Namun semakin cepat suatu jenis pohon tumbuh, maka akan semakin banyak pula unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga dikhawatirkan produktivitas lahan akan semakin merosot. Oleh karena itu, penggunaan bibit unggul dari hibrid E. urograndis yang mempunyai karakter tumbuh jauh lebih cepat dari tanaman tetuanya, dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kualitas tapak jika tidak dilakukan tindakan silvikultur yang memadai. Kekhawatiran turunnya kualitas tapak disebabkan juga oleh kenyataan bahwa daur

37 6 tebang selama ini ditetapkan selalu hanya berdasarkan volume kayu maksimal yang dapat dihasilkan tanpa melihat kondisi tapak pasca tebang. Agar kelestarian tercapai, maka penentuan daur tebang optimal harus berdasarkan aspek ekonomi dan aspek ekologi. Permasalahan utama yang dicari solusinya dalam penelitian ini adalah mempelajari karakteristik kualitas tapak meliputi aspek pertumbuhan dan hasil, aspek kualitas tapak serta model dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis. Beberapa pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah benar terjadi perbedaan pertumbuhan (volume dan biomassa) tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dengan rotasi 2 per satuan waktu? 2. Berapa daur tebang optimal hibrid E. urograndis? 3. Sifat kimia tanah atau unsur-unsur hara apakah yang berperan penting dalam laju pertumbuhan hutan tanaman hibrid E. urograndis? 4. Apakah benar hibrid E. urograndis banyak mengabsorbsi unsur-unsur hara dari dalam tanah untuk pertumbuhannya sehingga terjadi penurunan kualitas tanah pasca tebang? 5. Bagaimana model dinamika neraca hara pada lahan bertegakan hibrid E. urograndis? Landasan atau kerangka pikir yang holistik dan sistematis untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas, dituangkan dalam bentuk tahapan-tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian kajian kualitas tapak hutan tanaman hibrid E. urograndis, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas tapak hutan tanaman industri hibrid E. urograndis pada rotasi 1 dan rotasi 2 ( umur 1,2,3,4 dan 5 tahun) sebagai bahan baku industri pulp. Adapun sasaran tahapan kegiatan penelitian yang mendukung tujuan tersebut adalah : 1. Menganalisis pertumbuhan dan hasil tegakan (riap dan biomassa) hutan tanaman hibrid E. urograndis.

38 7 2. Menganalisis daur tebang optimal berdasarkan volume maksimal yang dicapai dan neraca hara hibrid E. urograndis. 3. Menganalisis kualitas tapak dari parameter sifat-sifat tanah dan hara tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 dan Menganalisis unsur hara makro yang berperan penting dalam menentukan laju pertumbuhan hibrid E. urograndis. 5. Mengetahui dinamika neraca hara tanah pada hutan tanaman hibrid E. urograndis. GENETIK/SUMBER BENIH UNGGUL (hibrid E. urograndis ) LINGKUNGAN TINDAKAN SILVIKULTUR PRODUKTIVITAS Pertumbuhan Diameter Tinggi Volume Biomassa Daur Volume Maksimum (MAI = CAI) Kualitas tapak Sifat kimia Sifat fisika Sifat biologi Neraca hara hara Daur teknik Daur tebang optimal Kelestarian Produktivitas lahan Hutan Tanaman hibrid E.urograndis Gambar 1 Kerangka pemikiran kualitas tapak hutan tanaman hibrid E. urograndis.

39 8 Hipotesis Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Produktivitas tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 lebih besar dibanding rotasi Daur volume maksimum tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 lebih cepat dibanding rotasi Terjadi penurunan kualitas tapak hibrid E. urograndis dari rotasi 1 ke rotasi Semua unsur hara makro berkorelasi positif terhadap peninggi tegakan hibrid E. urograndis 5. Terjadi ketidakseimbangan neraca hara pada lahan bertegakan hibrid E. urograndis setelah tebang Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam perencanaan pengelolaan hutan tanaman di Indonesia secara umum dan secara khusus untuk HTI hibrid E. urograndis, terutama sebagai masukan penting pada: 1. Konsekuensi pemilihan hibrid E.urograndis untuk meningkatkan produktivitas HTI. 2. Penentuan manajemen hara yang tepat untuk kelestarian hasil dan kesuburan tapak. 3. Pengelolaan HTI yang berkelanjutan terutama dalam membuat perencanaan dan menentukan daur tebang optimal untuk hibrid E. urograndis.

40 9 TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Hutan Tanaman Industri Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) dimulai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan HTI adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Pembangunan HTI bertujuan untuk : 1. Meningkatkan produktivitas, potensi dan kualitas kawasan hutan produksi yang tidak produktif, 2. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri, 3. Menunjang pengembangan industri hasil hutan guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, 4. Memperbaiki mutu lingkungan hidup, 5. Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan usaha, Selanjutnya berdasarkan PP No. 6 Tahun 1999 dinyatakan bahwa tujuan pembangunan hutan tanaman adalah untuk memperbaiki potensi hutan yang terlanjur rusak dan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri, sehingga membangun HTI sama dengan merehabilitasi kawasan hutan produksi yang kritis dan tidak produktif. Dalam PP No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan disebutkan bahwa sasaran pembangunan hutan tanaman adalah pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif seperti lahan kosong, padang alang-alang dan hutan rawang (potensi kurang dari 20 m 3 dan tidak produktif). Jumlah luasan kawasan hutan yang tidak produktif dan terdegradasi mencapai sekitar 54,6 juta hektar (Nawir dkk. 2008) dengan laju deforestasi seluruh Indonesia 1,87 juta ha/tahun ( ), 3,51 juta ha/tahun ( ); 1,08 juta ha/tahun ( ); 1,17 juta ha/tahun ( ) dan 0,5 juta ha/tahun pada tahun 2007, sedangkan laju rehabilitasi hanya sekitar ha per tahun (Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2010; Fathoni 2010). Lahan kurang

41 10 produktif tersebut pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah sehingga produktivitas hutan tanaman akan sulit maksimal jika pengelolaannya tidak intensif (Mindawati 1996). Dalam pembangunan HTI di Indonesia, banyak kendala dan permasalahan yang muncul selain lahan yang tidak produktif yaitu sering terjadi kebakaran hutan, ada kebijakan penghentian penggunaan Dana Reboisasi (DR) untuk HTI dan maraknya konflik lahan di lapangan sehingga mengakibatkan realisasi jauh dari target yang dicanangkan sebesar 9 juta hektar sampai tahun 2014 (Dirjen Bina Produksi Kehutanan 2007). Sampai tahun 2008, pembangunan HTI secara keseluruhan sudah mencapai luas sekitar 4,3 juta hektar dengan nilai investasi HTI US $ 3 Milyar dan menyerap tenaga kerja. Khusus HTI pulp yang mendukung industri pulp dan kertas dengan kapasitas produksi ± 8,2 juta ton kertas per tahun dan ± 5,5 juta ton pulp per tahun memerlukan nilai investasi sebesar US $ 16 Milyar dan menyerap tenaga kerja orang. Devisa negara dari industri pulp dan kertas dapat mencapai US $ 5 Milyar per tahun (Departemen Kehutanan 2007; Pasaribu 2008; Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2009). Untuk mempercepat pencapaian target HTI, pemerintah membuat langkah strategis yaitu menyempurnakan peraturan yang ada melalui penerbitan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 Jo PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Beberapa perubahan mendasar terkait ketentuan HTI dalam peraturan di atas antara lain (Pasaribu, 2008): 1. Hutan tanaman dibangun pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif. 2. Adanya ketentuan tentang Hutan Tanaman Hasil Reboisasi (HTHR) yang memberikan landasan hukum pemanfaatan kayu hasil program reboisasi dan rehabilitasi. 3. Adanya skim perizinan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), sehingga perorangan atau koperasi masyarakat di dalam/di sekitar hutan dapat mengajukan permohonan IUPHHK-HTR pada hutan produksi yang tidak dibebani hak lain.

42 11 4. Perolehan perizinan IUPHHK-HTR dilaksanakan melalui permohonan, tidak lagi melalui pelelangan. 5. Dapat diterapkan satu atau lebih sistem silvikultur pada satu areal IUPHHK- HT sehingga menambah alternatif dan fleksibilitas sistem silvikultur (THPB, TPTI, TPTJ) yang dapat diterapkan sesuai kondisi areal. 6. Mengamanatkan kepada pemerintah membentuk lembaga keuangan guna mendukung kegiatan HTI. 7. Untuk lebih meningkatkan kepastian usaha hutan tanaman, dilaksanakan melalui pengaturan Menteri Perdagangan atas usulan Menteri Kehutanan. Karakteristik Tanaman Eucalyptus Ciri dan Persyaratan Tumbuh Eucalyptus L. Merit termasuk dalam family Myrtaceae dan merupakan sebuah marga besar yang terdiri dari sekitar 500 jenis tanaman dan 138 varietas. Eucalyptus merupakan tumbuhan endemik Australia kecuali jenis E. urophylla dan E. deglupta yang berasal dari Indonesia yaitu dari kepulauan sebelah Utara Timor, Irian dan Maluku (Boland et al. 1989). Jenis Eucalyptus yang tumbuh secara alami di Indonesia adalah jenis E. urophylla, E. alba, E. deglupta (Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1986; Koranto 2003) serta E. pellita yang berada secara alami di Merauke (Papua) tepatnya antara Kecamatan Bupul dengan Carios dan Muting ( Kijkar 1981; Leksono 1999). Taksonomi Eucalyptus adalah sebagai berikut ( Eldridge et al. 1993) : Divisio : Spermathophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dikotyledon Ordo : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Eucalyptus Species : Eucalyptus sp. Genus Eucalyptus banyak dikembangkan karena memiliki jumlah jenis dan provenan yang sangat beragam, cepat tumbuh, umumnya memiliki bentuk batang yang baik dan lurus, produksi biji tinggi dan mudah bertunas serta memiliki

43 12 potensi adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda (Campinhos et al. 1993). Persyaratan tumbuh, baik keadaan tanah maupun lingkungan berbeda-beda tergantung jenis E. urophylla merupakan jenis yang tumbuh alami di bagian Timur Indonesia yaitu di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Gunung Mutis Soe. Jenis ini menyukai kawasan yang beriklim kering dengan type hujan C, D dan E dari Schimdt dan Ferguson, tumbuh tersebar pada ketinggian m di atas permukaan laut (dpl) dan masih dijumpai di daerah tertentu pada ketinggian sampai 2300 m dpl dengan curah hujan mm/tahun. Tumbuh baik pada tanah alluvial dan sarang, tanah berdrainase baik dan bersifat toleran terhadap tanah padat dan asam, tanah miskin zat mineral dan kandungan air kurang serta relatif tahan terhadap api. Musim bunga jenis ini berlangsung antara bulan Januari hingga Maret, buah masak yang siap dipanen biasanya pada bulan Juni hingga September dan pembuahan terjadi setiap tahun secara periodik (Yulianti dan Kurniawati 2003). Jenis E. grandis menghendaki iklim C dan D, ketinggian tempat sekitar m dpl, curah hujan tahunan rata-rata mm dengan temperatur maksimum sekitar C. Tumbuh baik pada lahan datar atau dengan kemiringan yang tidak curam, serta tumbuh pada tanah alluvial di tempat-tempat dekat air tetapi tidak tergenang air dan mengandung lempung. Musim berbunga dan berbuah jenis ini antara bulan Januari sampai Agustus (Boland et al. 1989). Hibrid E. urograndis merupakan hasil persilangan antara E. urophylla S.T.Blake dan E. grandis W.Hill ex Maid, sehingga hibrid E. urograndis diharapkan dapat tumbuh pada tempat tumbuh kedua tetuanya. Persilangan pertama kalinya dilakukan di Afrika Selatan dengan jenis tetua E. grandis W.Hill ex Maid asal Australia dan E. urophylla S.T. Blake asal Indonesia. Di Toba Pulp Lestari persilangan jenis ini dimulai sejak tahun 1994 secara terkendali dan mulai diujicobakan dalam skala lapangan tahun Hibrid E. urograndis di PT Toba pulp Lestari merupakan perpaduan sifat dari E. urophylla yang mempunyai pertumbuhan diameter besar namun bercabang dan lebih resisten terhadap penyakit kanker dengan sifat dari E. grandis yang mempunyai pertumbuhan tinggi yang lurus dengan bebas cabang yang tinggi, bentuk tajuk baik dan sifat

44 13 kayu yang super sehingga diharapkan hibrid E. urograndis menghasilkan volume kayu yang lebih besar, resisten kanker dan berat jenis kayu yang sesuai untuk bahan baku pulp dibanding tetuanya (Campinhos et al. 1998). Hibrid E. urograndis hasil persilangan di daerah Aek Nauli, Sumatera Utara tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian sekitar m di atas permukaan laut yang beriklim basah (type A) menurut Schmidt dan Ferguson (1951), curah hujan rata-rata tahunan 2824 mm dengan rata-rata bulanan 235 mm. Suhu udara berkisar 18,7-21,1 o C dengan suhu rata-rata tahunan 19,9 o C dan suhu tanah rata-rata tahunan 22,9 o C serta jenis tanah termasuk group Inceptisol (TPL 2010). Di Brazil hibrid E. urograndis tumbuh baik pada tanah jenis Ultisol dan Oxisol yang bersolum dalam dan memiliki kapasitas menyimpan air sedang pada curah hujan rata-rata mm per tahun dan akan lebih baik tumbuh pada curah hujan di atas 1200 mm per tahun, meskipun kadar unsur haranya rendah terutama Fosfor (P) dan kation basa. Hibrid E. urograndis tumbuh baik pada ketinggian tempat antara m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 25 C, suhu maksimum 29 C dan suhu minimum sekitar 20 C (Gonçalves et al. 1997; Stape et al dalam Fisher dan Binkley 2000). Hama dan penyakit Jenis hama yang biasa menyerang tanaman Eucalyptus secara umum adalah hama penggerek batang jenis Zeuzera coffei, penghisap cairan daun Helopeltis sp., ulat gulung pemakan daun Pyralidae dan serangga perusak akar dari rayap Macrotermes malaccensis, Schedorhinotermes malaccensis dan Microtermes insperatus. Penyakit Eucalyptus adalah bercak daun (leaf spot), embun jelaga disebabkan oleh Meliola sp., kanker batang disebabkan oleh Nectria sp. dan busuk akar disebabkan oleh Pythium, Phytopthora sp., Cylindrocladium sp., dan Rhizoctonia solani (Old et al. 2003; Anggraeni dkk. 2006; Tjahyono 2007). Di PT Toba Pulp Lestari hama dan penyakit belum pernah muncul secara eksplosif, akan tetapi menyerang dalam intensitas rendah terutama saat musim penghujan berupa penyakit bercak daun. Rendahnya serangan hama dan penyakit di daerah penelitian karena pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara preventif melalui pemeliharan yang intensif. Apabila terjadi serangan hama atau penyakit

45 14 dengan intensitas tinggi maka klon tersebut akan dieliminasi melalui seleksi yang ketat sehingga tidak akan dikembangkan lagi secara luas. Pertumbuhan Hibrid Eucalyptus urograndis telah dikembangkan secara luas di Afrika Selatan dan Congo. Produktivitas hibrid E. urograndis sangat tinggi dan memiliki riap tahunan rata-rata dapat mencapai sebesar 70 m 3 per ha per tahun (Campinhos 1993). Di Brazil hibrid E. urograndis menghasilkan riap rata-rata tahunan (MAI) dengan kisaran m3/ha/tahun. Produktivitas hibrid E. urograndis sangat ditentukan oleh jenis tanah dan besarnya curah hujan tahunan (Gonçalves et al. 1997). Hal ini terlihat dari hasil penelitian tegakan hibrid E. urograndis di Bahia, Brazil yang ditanam pada ketinggian meter dari permukaan laut, mempunyai riap rata-rata sekitar 30 m 3 /ha yang ditanam pada lahan dengan curah hujan <1000 mm/tahun pada 3 jenis tanah (Oxisol berpasir, Ultisol berpasir dan Ultisol berlempung). Pada areal dengan curah hujan antara mm/tahun riap rata-rata tahunan dapat mencapai sekitar 37 m 3 /ha pada jenis tanah Ultisol berlempung, riap rata-rata tahunan mencapai 34 m 3 /ha pada tanah Ultisol berpasir dan sekitar 30 m 3 /ha pada tanah Oxisol berpasir. Pada areal yang mempunyai curah hujan > 1200 mm/tahun riap rata-rata tahunan menjadi sekitar 58 m 3 /ha pada tanah Ultisol berlempung, sekitar 47 m 3 /ha pada tanah Ultisol berpasir dan sekitar 38 m 3 /ha pada tanah Oxisol berpasir (Stape et al. 1997). Pemanfatan dan sifat dasar kayu hibrid Eucalyptus urograndis Saat ini kayu hibrid E. urograndis baik di Indonesia maupun di dunia pemanfaatannya digunakan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. Berdasarkan Coledette et al. (2008) menyatakan bahwa sekitar 40% kertas dunia menggunakan bahan baku dari kayu Eucalyptus termasuk dari kayu hibrid E. urograndis. Bubur kertas (pulp) dari kayu Eucalyptus di dunia digunakan untuk produksi kertas tissu sebanyak 8% dan kertas cetak dan tulis sebanyak 32%. Selain sebagai bahan baku industri pulp dan kertas, kayu hibrid E. urograndis dapat dimanfaatkan untuk beberapa produk kayu olahan (solis wood product) dan arang.

46 15 Menurut Alrasyid (1984) dan FAO (1979), kayu Eucalyptus cocok digunakan sebagai bahan baku pulp dan rayon kelas kualitas I karena mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Cepat tumbuh dengan riap volume rata-rata m3/ha/tahun, b. Berat jenis , c. Mempunyai panjang serat 0.6 mm 1.44 mm, d. Kandungan sellulosa 40% - 60%, hemisellulosa 22% - 25% dan kandungan lignin 15% - 22%. Menurut Quilho et al. (2006), umur tegakan hibrid E. urograndis hanya berpengaruh sedikit terhadap berat jenis dan dimensi serat. Di Brazil kayu hibrid E. urograndis dari tegakan berumur 6-8 tahun yang bibitnya berasal dari klon (vegetatif) mempunyai nilai panjang serat, lebar serat, tebal dinding serat dan berat jenis yang lebih tinggi dibanding kayu hibrid E. urograndis yang bibitnya berasal dari biji (generatif). Rata-rata nilai dimensi serat kayu hibrid E. urograndis dapat dilihat pada Tabel 1. Selain itu, di Brazil hibrid E. urograndis mengandung sellulosa sekitar %, kandungan lignin berkisar antara 27-31% dan kandungan zat ekstraktif sebanyak 2-4 % sehingga rendemen yang dihasilkan berkisar 51-53% (Coledette et al. 2008). Tabel 1 Rata-rata dimensi serat dan berat jenis kayu hibrid E. urograndis Asal bibit Panjang serat Lebar serat Tebal dinding Berat jenis (mm) (µm) serat (µm) (kg/m3) Biji 0,955 18,0 3,6 424 Klon 1,064 20,0 4,4 491 Sumber : Quilho et al. (2006) Di Indonesia, menurut Hajib (2000) hibrid E. urograndis masih masuk pada katagori kayu kurang dikenal karena kegunaannya masih sangat terbatas. hibrid E. urograndis mempunyai sifat fisik dan mekanik kayu yang baik dan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan klasifikasi kekuatan kayu Indonesia, kayu hibrid E. urograndis termasuk kelas kuat III sehingga dapat digunakan untuk bahan baku mebel atau konstruksi ringan karena memiliki nilai keteguhan tekan sejajar serat, kekerasan sisi, keteguhan patah (MOR) dan keteguhan lentur (MOE) yang cukup tinggi

47 16 sehingga dapat dipertimbangkan sebagai salah satu tanaman pada HTI penghasil kayu pertukangan (Wulandari 2002 dalam Dwianto dan Marsoem 2008). Tabel 2 Sifat fisik dan mekanik kayu hibrid E. urograndis Parameter Umur 2 tahun Umur 3 tahun Berat jenis (specific gravity) 0,451-0,612 0,521-0,700 Keteguhan patah dalam basah (MOR in wet), kg/cm2 Keteguhan patah dalam kering (MOR in dry),kg/cm2 Sumber : Hajib ,10-713,50 548,16-953,28 502,54-872,78 702, ,07 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas HTI Kramer dan Kozlowski (1960) menyatakan bahwa pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh interaksi antara tiga faktor yaitu faktor keturunan/genetik, faktor lingkungan dan faktor teknik budidaya atau silvikultur yang diterapkan. Sedangkan menurut Soepardi (1992), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah faktor genetik dan faktor kualitas tapak, khususnya kualitas tanah yang keduanya dapat dimanipulasi atau dirubah secara buatan. Faktor genetik dapat dimanipulasi melalui kegiatan pemuliaan tanaman, sedangkan faktor tanah dapat dimanipulasi melalui kegiatan silvikultur. Faktor Genetik Peningkatan produktivitas tegakan perlu dibarengi dengan peningkatan mutu genetik. Mutu genetik dapat dicapai melalui pemuliaan dengan modal utama keragaman genetik untuk tujuan pengembangan jenis dengan sifat unggul. Seleksi dilakukan dalam rangka memilih sifat-sifat yang diinginkan dari suatu pohon, seperti kecepatan pertumbuhan, kecepatan adaptasi lingkungan, dan adaptasi atau resisten hama dan penyakit dan lain-lain (Zobel dan Talbert 1984). Hibrida adalah metode untuk menghasilkan tanaman baru dan merupakan suatu hasil persilangan dari dua jenis atau lebih tanaman yang memiliki susunan genetik berbeda. Biasanya persilangan dalam genus yang sama bahkan dapat dalam jenis yang sama yang khusus, misalnya antar ras atau bahkan antar dua genotip berlainan dalam populasi yang sama atau sejenis tetapi berbeda sedikit

48 17 gen nya. Hibrida-hibrida hasil persilangan mendapat warisan sifat-sifat pohon parental atau tetuanya. Oleh karena itu, jika persilangan ditujukan untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik atau untuk hibrida yang tahan serangan penyakit maka pohon induk asal yang akan disilangkan harus mempunyai sifat yang diinginkan tersebut (Zobel dan Talbert 1984). Banyak hibrid di kehutanan yang terjadi secara alami (open pollination) dan sulit dibedakan di lapangan apalagi bila kedua tetua mirip, namun ada juga yang mudah dikenali karena munculnya karakter intermediate, terutama bila tetuanya mempunyai perbedaan yang besar (Zobel dan Talbert 1984). Hibridisasi antara tetua yang berkerabat jauh akan menghasilkan heterosis yang lebih besar daripada hibrid antara tetua yang berkerabat dekat atau asalnya sama. Menurut Hardiyanto (2004) tidak semua hibrid F1 menunjukan pertumbuhan yang lebih baik dibanding dengan kedua induknya, hibrid dapat pula tumbuh lebih buruk daripada induknya. Oleh karena itu perlu strategi pemuliaan yang disusun dengan baik. Strategi pengembangan hibrid dapat sangat sederhana atau dapat sangat komplek. Strategi sederhana berupa seleksi hibrid alami pada pertanaman komersial, sedangkan strategi yang lebih kompleks meliputi hibridisasi alami dan hibridisasi terkendali yang dilakukan pada individu terpilih dari masing-masing jenis (Mulawarman 2003). Jadi untuk mendapatkan hibrid unggul, sebaiknya hibridisasi dilakukan antar individu terseleksi pada tiap-tiap jenis yang akan disilangkan. Untuk jenis Acacia, hibridisasi telah dilakukan secara alami antara Acacia mangium x A. auriculiformis dengan hasil pertumbuhan yang cepat seperti Acacia mangium, tetapi memiliki percabangan yang ramping dan kulit kayu yang tipis seperti A. auriculiformis (Pinso dan Nasi 1991 dalam Hardiyanto 2004). Persilangan A. mangium x A. auriculiformis di Musi Hutan Persada (MHP) sudah berhasil dengan produktivitas yang lebih tinggi dibanding tegakan tetuanya, namun masih dalam skala uji coba. Berat jenis kayu hibrid umumnya berada diantara berat jenis kayu kedua tetuanya (induk), sedangkan rendemen pulp dan sifat-sifat kertas dari kayu hibrid lebih baik daripada kedua tetuanya. Hibrid A. mangium x A auriculiformis menghasilkan berat jenis lebih mendekati ke berat jenis A. auriculiformis.

49 18 Hibridisasi buatan genus Eucalyptus melalui penyerbukan terkendali banyak dikembangkan dan memiliki keuntungan dibandingkan dengan tetuanya yang ditanam secara murni. Jenis E. urophylla merupakan jenis yang adaptif terhadap banyak lokasi dan produktif, sedangkan jenis E. grandis merupakan jenis kurang adaptif terhadap lokasi tetapi termasuk jenis produktif (Souvannavong 1992 dalam Koranto 2003). Program hibridisasi Eucalyptus merupakan salah satu strategi yang sangat sukses dalam pembangunan hutan tanaman. Hibrid E. urograndis (E. urophylla x E. grandis) telah berhasil dikembangkan secara luas di beberapa Negara. Hibrid E. urograndis merupakan perpaduan sifat dari E. urophylla yang mempunyai pertumbuhan diameter besar namun bercabang dan lebih resisten terhadap penyakit kanker dengan sifat dari E. grandis yang mempunyai pertumbuhan tinggi yang lurus dengan bebas cabang yang tinggi, bentuk tajuk baik dan sifat kayu yang super sehingga diharapkan hibrid E. urograndis menghasilkan volume kayu yang lebih besar, resisten kanker dan berat jenis kayu yang sesuai untuk bahan baku pulp dibanding tetuanya (Campinhos et al. 1998). Sejak tahun 1956 di Congo telah melakukan pengujian 63 species Eucalyptus dari 350 provenan untuk mengetahui produktivitas, adaptasi dan kemungkinan dijadikan tetua dalam program hibridisasi. Salah satu yang sukses hasil penyilangan adalah hibrid E. urograndis dan telah dikembangkan secara luas dalam skala operasional di Afrika Selatan dan Congo. Produktivitas hibrid E. urograndis sangat tinggi dan memiliki riap tahunan rata-rata sebesar 70 m 3 per ha per tahun (Campinhos 1993), demikian juga hibrid Pinus elliotii x Pinus caribaea di Queensland memiliki pertumbuhan dan adaptabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan kedua jenis tetuanya (Nikles 1996). Persilangan antar jenis Eucalyptus menunjukkan adanya pengaruh heterosis yang tergantung pada asal, hubungan dan kecocokan antara tetua. Penyilangan antara tetua yang berkerabat jauh seperti E. urophylla dari Indonesia dan E. grandis dari Australia akan menghasilkan heterosis yang lebih besar daripada penyilangan antar jenis yang asalnya sama. Banyak bukti hasil penelitian bahwa persilangan antar jenis dari Eucalyptus memiliki tingkat keseragaman yang lebih

50 19 tinggi dan memungkinkan produksi tanaman dengan kombinasi karakter yang menguntungkan secara ekonomi. Faktor Kualitas Tapak Kualitas tapak atau tempat tumbuh adalah totalitas faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan dan menunjukkan kapasitas produksi tanah dalam menghasilkan masa kayu untuk jenis tertentu (Kramer dan kozlowski 1860). Menurut Daniel et al. (1997) kualitas tempat tumbuh merupakan jumlah total faktor-faktor lingkungan (tanah, iklim mikro, kelerengan dan lain-lain) yang merupakan fungsi sejarah geologis, fisiografi, iklim mikro dan perkembangan suksesi. Faktor tempat tumbuh tegakan adalah totalitas dari peubah keadaan tempat tegakan, mencakup bentuk lapangan, sifat-sifat tanah dan iklim yang memiliki tingkat keeratan hubungan yang cukup tinggi dengan dimensi tegakan (Suhendang 1990). Cara mengukur kualitas tempat tumbuh dapat melalui pengukuran satu atau lebih sifat-sifat vegetasi yang mencerminkan pengaruh dari faktor lingkungan, melalui pengukuran faktor lingkungan yang berasosiasi dengan pertumbuhan atau melalui penggunaan indikator peninggi. Keadaan tempat tumbuh dicirikan oleh keadaan atau sifat-sifat tanah (Suhendang 1990; Daniel et al. 1997). Tanah merupakan faktor edafis penting untuk pertumbuhan tanaman karena tanah merupakan perantara penyedia faktor-faktor suhu, udara, air dan unsurunsur hara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Wasis 2005). Pembangunan hutan tanaman industri memerlukan tanah yang subur agar hasil tanaman dapat optimum. Produktivitas suatu ekosistem dapat dipertahankan jika tanah dapat melakukan fungsinya secara optimal. Tanah merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat dimanipulasi melalui teknik silvikultur dalam rangka perbaikan kesuburan tanah. Adapun fungsi tanah adalah: menunjang akar; menyerap, menyimpan dan menyediakan air; menyimpan dan menyediakan unsur-unsur hara mineral bagi tanaman; mendorong pertukaran gas terutama O 2 dan CO 2 secara teratur; mendorong aktivitas biologi dalam tanah; serta menerima, menyimpan dan melepaskan karbon (Fisher dan Binkley 2000).

51 20 Definisi kualitas tanah dalam suatu ekosistem adalah kemampuan suatu tanah untuk dapat berfungsi agar diperoleh produktivitas tanaman yang berkesinambungan (Doran dan Parkin 1994; USDA 2001), sedangkan menurut Setiadi dkk. (1992), kualitas tanah yang subur atau kesuburan tanah diartikan sebagai tingkat kesuburan kimiawi, fisik dan biologi yang memungkinkan suatu pohon atau tegakan tumbuh dengan baik dan dapat menghasilkan produk kayu. Berdasarkan pada sifat kepermanennya, Islam dan Weil (2000) mengkelasifikasikan sifat-sifat tanah yang memiliki kontribusi terhadap kualitas tanah adalah: berubah dalam jangka waktu harian akibat suatu pengelolaan ( kadar air, respirasi tanah, ph, N mineral, K tersedia, P tersedia dan berat jenis tanah), berubah dalam tahunan akibat suatu pengelolaan (agregat tanah, biomassa mikroba, respirasi), dan permanen atau tidak berubah (kedalaman tanah, kelerengan, iklim, tekstur, batuan dan mineralogi). Kesuburan tanah dapat dilihat dari berbagai parameter sifat-sifat tanah, sebagai berikut: Sifat kimia tanah. Beberapa sifat kimia tanah yang penting dan berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu tanaman adalah: reaksi (ph) tanah, bahan organik tanah; unsur hara dan kapasitas tukar kation (KTK). Nilai ph tanah yang merupakan indikator kualitas tanah terbaik adalah antara ph 6-pH 7 karena sebagian unsur hara menjadi tersedia (USDA 1998). Indikator lainnya adalah kandungan bahan organik tanah karena mempunyai fungsi sebagai: sumber karbon dan sumber energi bagi jasad renik tanah, stabilisasi agregat, penyokong tanaman, menyimpan dan memindahkan udara dan air, sumber unsur hara, menaikkan KTK, menurunkan berat jenis tanah serta dapat mengurangi efek pestisida, logam berat dan pollutan (USDA 1996). Unsur hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) merupakan unsur kimia yang dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan suatu tapak karena merupakan unsur hara yang secara fundamental dibutuhkan dan diserap tanaman untuk proses pertumbuhan dan proses metabolisme. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan adanya korelasi antara sifat-sifat kimia tanah dengan pertumbuhan dan produksi suatu tegakan, seperti pada tegakan pinus yang berkorelasi positif dengan peninggi adalah

52 21 kandungan C organik, kandungan N total, kandungan K, kandungan Ca, kandungan Mg, kapasitas tukar kation, kandungan liat pada horizon A dan sub soil, kandungan pasir dan debu pada horizon A dan sub soil dan reaksi tanah atau ph (Suhendang 1990). Siklus nutrisi di hutan digambarkan dalam bentuk diagram yang terdiri dari input, simpanan sumber dan output hara. Input terdiri dari masukan hara ke tanah dapat dari air hujan, serasah yang jatuh, tanaman bawah yang mati dan sisa panenan yang ditinggal di lahan, sedangkan output hara dapat dari hasil panen yang dibawa ke luar lahan, erosi, aliran permukaan, pencucian hara (leaching), sedangkan simpanan sumber adalah ketersediaan hara di tanah pada waktu tertentu (Mackensen 2000b). Konsentrasi hara tanah di bawah tegakan E. urophylla umur 7 tahun di Aek Nauli mencapai : 0,71% N; 6,88 ppm P; 0,99 me/100 g K; 0,01 me/100g Ca dan 0,17 me/100 g Mg. Konsentrasi ini lebih baik jika dibanding dengan hara tanah di bawah tegakan P. merkusii karena pengembalian hara ke tapak E. urophylla melalui serasah lebih besar dari hara yang disumbangkan serasah P. merkusii ke tanah (Napitupulu 1995). Tegakan hibrid Eucalyptus di India yang berumur 14 tahun dapat menyerap hara sebesar 43,8 kg N/ha; 37,2 kg K/ha dan 120 kg Ca/ha, sementara tegakan tersebut menghasilkan hara dari serasah yang jatuh, sebesar 11,8 kg N/ha; 5,8 kg K/ha dan 13,8 kg Ca/ha dan dari aliran batang menghasilkan sebesar 0,2 kg N/ha; 3,9 kg K/ha dan 3,8 kg Ca/ha (Negi 1984 dalam Fisher dan Binkley 2000). Bernhard-Reversat dkk. (2001) melakukan penelitian input hara dari serasah jenis E. urograndis umur 8 tahun pada rotasi 1 di Congo menghasilkan rata-rata hara sekitar 58 kg N/ha; 7 kg P/ha; 8 kg K/ha; 26 kg Ca/ha dan 25 kg Mg /ha dengan produksi serasah sebesar 6,8 ton/ha/tahun. Keterbatasan konsentrasi unsur hara tertentu pada tanah akan mengganggu pertumbuhan tegakan. Indikator keterbatasan hara dapat dilihat dari hasil analisis kadar hara daun atau dapat dilihat dari gejala-gejala visual. Gejala-gejala yang nampak akibat defisiensi unsur hara tanah pada beberapa jenis Eucalyptus dapat dilihat pada Tabel 3.

53 22 Pengukuran sederhana konsentrasi unsur hara pada daun cukup memadai untuk mengidentifikasi ada tidaknya faktor pembatas unsur hara untuk tanaman tumbuh normal. Berdasarkan Dell et al. (2003) tingkat kecukupan hara daun tanaman hibrid E. urograndis di lapangan sebesar mg N/g; 1,2-2,6 mg P/g; 9-15 mg K/g; 2,1-7,5 mg Ca/g dan 1,1-3,6 mg Mg/g, sedangkan tingkat kekritisan (defisiensi)nya adalah: 8-13 mg N/g; 0,8-1,0 mg P/g; 2-6 mg K/g dan 0,2-0,4 mg Mg/g. Konsentrasi kritis unsur hara pada daun jenis E. grandis di Afrika Selatan adalah : 12,5 mg N/kg; 1 mg P/kg; 3,6 mg K/kg; 5,6 mg Ca/kg dan 3,5 mg Mg/kg, sedangkan untuk jenis E. maculata di Australia : 12 mg N/kg; 0,4 0,5 mg P/kg; 4 mg K/kg; 1,5 2 mg Ca/kg dan 0,5 mg Mg/kg (Fisher dan Binkley 2000). Tabel 3 Gejala dan defisiensi hara pada beberapa jenis Eucalyptus (Dell 1997 dalam Fisher dan Binkley 2000) Umur daun Gejala Kekurangan nutrisi Daun tua Perubahan warna daun merata dari Nitrogen hijau menjadi kuning dan bercak kecil kemerahan. Perubahan warna daun merata, Fospor bercak kemerahan, daun berubah dari ungu menjadi merah. Daun yang baru berkembang Perubahan warna berpola, terjadi klorosis. Perubahan warna berpola, bagian tepi berkarat. Mati pucuk, nodus normal dan daun menggulung Magnesium Kalium Calsium Sifat fisika tanah. Sifat fisik tanah merupakan komponen yang sangat penting dalam mempengaruhi kesuburan tanah yang pada akhirnya akan menunjang pertumbuhan tegakan hutan, bahkan lebih penting pengaruhnya dibanding dengan sifat kimia dan biologi tanah (Soedomo 1984; Wasis 2005). Sifat-sifat fisik tanah yang berhubungan erat dengan pertumbuhan pohon adalah : tekstur tanah, agregat atau struktur tanah, berat jenis (bulk density) tanah, air tersedia, temperatur dan porositas tanah atau aerasi. Sifat fisik tanah di hutan alam sangat mendukung lingkungan karena mempunyai agregat yang baik, ratarata infiltrasi yang tinggi dan berat jenis tanah yang rendah. Jika terjadi alih fungsi

54 23 lahan atau konversi dari hutan alam menjadi hutan tanaman maka akan terjadi pemadatan, erosi dan penurunan bahan organik tanah yang mengakibatkan penurunan kondisi fisik tanah dan nutrisi (Lal 1997). Sifat fisik tanah pada lapisan 1 (paling atas) di bawah tegakan jenis E. urophylla di Aek Nauli menunjukan nilai permeabilitas sangat cepat (188 cm/jam), pori aerasi tinggi (26% volume), air tersedia sedang (13% volume) dan bobot isi lebih kecil dari satu yaitu 0,49 g/cc. (Napitupulu 1995). Sifat biologi tanah. Makroorganisme dan mikroorganisme dalam tanah berperan penting dalam proses dekomposisi. Semakin besar nilai laju dekomposisi serasah semakin cepat hara dapat dilepas dari serasah ke tanah sehingga tersedia bagi tanaman dan juga bagi mikroorganisme untuk berkembangbiak. Banyaknya mikroorganisme dalam tanah dapat dilihat dari kandungan C-mikroorganisme dan laju respirasi yang terjadi (Alexander 1977; Anas dkk. 2005). Jasad renik di daerah perakaran (rizosfer) terdiri dari kelompok jasad renik saprofitik dan kelompok fungi pembentuk ektomikoriza (Marschner 1991). Kepadatan bakteri sangat tinggi di daerah perakaran sehingga dapat meningkatkan mobilisasi unsur hara untuk tanaman. Selain itu akar yang terinfeksi fungi ektomikoriza dapat merubah aktivitasnya, baik dalam pertumbuhan akar maupun dalam penyerapan unsur hara dan air. Jumlah mikroorganisme tanah di bawah tegakan E. urophylla umur 7 tahun di Aek Nauli sebesar 14,45 x 10 4 sel/10 g bakteri dan 71,72 x 10 6 sel/10 g fungi dengan jumlah respirasi sebesar 26,70 mg CO 2 /100 g menyebabkan laju dekomposisi serasah jenis E. urophylla sebesar 3,1630 sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menguraikan serasah E. urophylla selama 18 bulan dan lebih cepat dibanding jenis P. merkusii yang mempunyai nilai laju dekomposisi sebesar 1,2727. Di tanah bertegakan E. urophylla dan hutan alam sebelum dikonversi menjadi HTI E. urophylla ditemukan fungi mikoriza arbuskula genus Glomus dan Gigaspora (Napitupulu 1995). Hasil penelitian Santoso (1997) memperlihatkan bahwa inokulasi fungi Laccaria laccata dan Scleroderma columnare pada bibit Eucalyptus (E. pelita dan E. urophylla) dapat merangsang pertumbuhan fungi Trichocderma sp., Penicillium spp., Aspergilus sp. dan bakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. Hasil penelitian Hutagalung (2008) pada proses dekomposisi

55 24 serasah Eucalyptus hibrid di PT Toba Pulp Lestari sektor Aek Nauli ditemukan makroorganisme yang dominan adalah semut hitam (Selonepsis geminata) dan fungi yang berperan dalam proses laju dekomposisi serasah adalah Alternaria sp., Fusarium sp., Nigrosfora sp., Chrysonilia sp., Cladosforium sp. serta 2 genus bakteri. Faktor Perlakuan Silvikultur Produktivitas maksimum akan tercapai jika dalam pengelolaan hutan dilakukan tindakan silvikultur intensif bersamaan dengan pemuliaan tanaman, seperti penggunaan bibit yang mempunyai keragaman genetik tinggi. Tanpa perlakuan silvikultur yang intensif dalam pemeliharaan maka produksi maksimum tidak akan tercapai (Zobel dan Talbert 1984). Berbagai teknik silvikultur dapat diterapkan terhadap tanah dan pengelolaan tegakan untuk meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara selama pertumbuhan. Pada hutan tanaman cepat tumbuh, penerapan pengelolaan dengan teknik silvikultur intensif dapat menaikkan dan mempertahankan produktivitas. Pada umumnya pengelolaan intensif dilakukan pada fase persiapan bibit, persiapan lahan dan fase pemeliharaan tegakan berupa pemberian input hara atau pemupukan (Nambiar 1996). Santoso (1997) dan Hutagalung (2008) Eucalyptus dapat membentuk simbiosis yang saling menguntungkan dengan mikroorganisme sehingga akan memperbesar kemampuan tanaman dalam menyerap hara, mampu melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia dan mampu mengurai sisa tanaman. Hasil penelitian Santoso (1997) memperlihatkan bahwa inokulasi fungi Laccaria laccata dan Scleroderma columnare pada bibit Eucalyptus (E. pelita dan E. urophylla) dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan pertumbuhan awal di lapngan. Selanjutnya, tanaman Eucalyptus umum dikembangkan pada tanah marginal dimana unsur hara nitrogen, fosfor dan kalium menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, sehingga perlu penambahan unsur hara melalui pemupukan untuk meningkatkan pertumbuhannya (Eldridge dan Cromer 1987). Hasil penelitian teknik persiapan lahan pada pohon spruce di Skotlandia melalui perlakuan penumpukan serasah, ranting dan limbah tebangan di atas permukaan tanah sebelum penanaman, menghasilkan tinggi pohon rata-rata 4,30

56 25 m dan volume 8,85 m 3 /ha dibanding yang tanpa perlakuan dengan tinggi 2,17 m dan volume 1,94 m 3 /ha pada umur 1 tahun, sedangkan persiapan lahan dengan mengolah lahan agar tercampur bahan organik dengan tanah dan penggemburan tanah menghasilkan tinggi 2,87 m dan volume mencapai 3,57 m 3 /ha (Pritchett and Smith 1974 dalam Fisher dan Binkley 2000). Salah satu hasil penelitian di India tentang penempatan secara merata limbah tebangan berupa ranting dan serasah pada saat persiapan lahan sebelum tanam dapat meningkatkan pertumbuhan jenis E. grandis mencapai riap volume 31,7-49,1 m 3 /ha/tahun lebih besar sekitar % dibanding tanpa penggunaan limbah tebangan (Sankaran et al. 2002). Persiapan lahan dengan menyisakan limbah tebangan di lapangan dan membakarnya dapat meningkatkan kandungan nutrisi tanah sekitar 80 kg/ha sampai umur 11 bulan setelah tanam, selanjutnya kandungan nutrisi menjadi sama dengan kontrol (semua biomas tegakan diangkut ke luar lahan yang akan ditanami) sampai umur 36 bulan. Di lain pihak persiapan lahan dengan meninggalkan semua sisa tebangan dan menebas serta menyebarkannya di atas lahan yang akan ditanami secara merata dapat meningkatkan jumlah nutrisi melalui hasil dekomposisi limbah tebangan dalam waktu yang lama dan pada umur 36 bulan kandungan nutrisi dapat mencapai sekitar 150 kg/ha (Deloporte et al. 2006). Hasil penelitian Sulistyono dkk.(2007) menunjukkan bahwa pemanfaatan sisa tebangan (residu) yang dicacah menjadi potongan kecil-kecil dan ditebar di lahan secara merata pada saat penyiapan lahan memberikan hasil yang paling baik dibanding tanpa sisa tebangan dan sisa tebangan yang tidak dicacah terhadap produktivitas Acacia mangium. Produktivitas A. mangium dengan perlakuan tadi pada umur 2 tahun dapat mencapai 56,42 m3/ha, tanpa sisa tebangan hanya mencapai 45,08 m3/ha dan dengan sisa tebangan tanpa pencacahan sebesar 50,05 m3/ha. Hasil penelitian yang sama terhadap Eucalyptus hibrid menunjukkan bahwa pemanfaatan sisa tebangan dan serasah yang dicacah dan disebar berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan dibanding tanpa sisa tebangan (sisa tebangan dikeluarkan dari areal tebang) sebesar 73% di Congo, 41% di Brazil, 35% di Afrika selatan dan 22 % di India (Saint-Andre et al dalam Deleporte et al. 2008).

57 26 Tanaman Eucalyptus tidak bersifat pengikat nitrogen sehingga unsur hara N sering menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhannya jika ditanam secara monokultur (Bouillet dan Reversat 2001). Tanaman hutan yang dicampur dengan jenis pemfiksasi nitrogen mengalami peningkatan kadar nitrogen (Fisher dan Binkley 2000). Tananam Eucalyptus yang dicampur dengan tanaman Leucaena di Puerto Rico dapat menyerap N yang difiksasi oleh Leucaena pada umur 2-3,5 tahun (Parrotta et al. 1996). Tanaman Leucaena menfiksasi N dari udara sekitar 70% N dan pada umur 6 tahun tanaman pokok di bawah tegakan Leucaena mampu menyerap N hasil fiksasi Leucaena sebanyak Leucaena mengikatnya (Van Kessel et al dalam Fisher dan Binkley 2000). Tegakan campuran Eucalyptus dan Falcataria menghasilkan akumulasi biomassa Eucalyptus 40% lebih besar dibandingkan jika ditanam secara murni (DeBell et al. 1997). Biomas Eucalyptus jauh lebih tinggi jika ditanam campuran dengan Falcataria dan terjadi perubahan ketersediaan N dan P pada tegakan campuran Eucalyptus dan Falcataria, dimana suplai N akan meningkat bila jumlah tanaman Eucalyptus lebih banyak dari jumlah tanaman Falcataria atau sengon (Ewers et al. 1996; Fisher dan Blinkey 2000). Menurut Mackensen (2000b) tanaman E. deglupta di Kalimantan Timur dengan rotasi tebang 8 tahun memerlukan pupuk sekitar 200 g Urea per pohon untuk mengganti kehilangan N; 500 g TSP per pohon untuk mengganti kehilangan P dan perlu g KCl per pohon untuk mengganti kehilangan K akibat pemanenan batang pohon. Pemupukan pada tanaman pinus di North Carolina dengan dosis 470 kg/ha N kg/ha P kg/ha K mengakibatkan produksi meningkat 2,4 kali dibandingkan tidak dipupuk (Albaugh et al dalam Fisher dan Binkley 2000). Pemupukan pada E. saligna di Hawaii dengan dosis 390 kg N/ha kg P/ha kg Ca/ha dan 60 kg K/ha meningkatkan pertumbuhan batang dan penurunan produksi akar. Pemupukan pada jenis E. fauciflora yang diberi pupuk P dosis 500 kg/ha dapat meningkatkan produksi kayu sebesar 30% dan pemupukan hara tunggal P sebesar 30 kg/ha saat

58 27 penanaman jenis E. deglupta di Afrika Selatan memberikan peningkatan basal area dan pertumbuhan yang tetap sampai akhir daur (Fisher dan Binkley 2000). Dalam pemberian input hara dapat juga dengan menggunakan bahan secara alami seperti kulit kayu, limbah industri pulp (sludge) dan abu karena kulit kayu lebih kaya akan unsur hara di banding kayu itu sendiri (Nzila et al. 2002). Hasil penelitian Folster dan Khanna (1997) menghasilkan bahwa kulit kayu hibrid E. urograndis umur 4-5 tahun mempunyai biomassa sebesar 13% dari total biomassa pohon yang mengandung 78% Ca, 48% K dan 68% Mg. Jika kulit batang E. deglupta dan A. mangium yang ditanam di Kalimantan Timur tidak dikeluarkan dari lahan setelah panen, maka kehilangan unsur hara K dan Ca dapat berkurang 1/2 sampai 2/3nya (Ruhiyat 1989 dalam Folster dan Khanna 1997). Hasil penelitian Fabress et al. (1994) dalam Folster dan Khanna (1997) menemukan bahwa tinggi E. grandis meningkat 68% setelah dipupuk dengan sludge sebanyak 60 m 3 /ha, sedangkan penggunaan abu 5 ton/ha dapat meningkatkan volume tegakan E. grandis umur 6 tahun dari 38 m3/ha menjadi 86 m3/ha pada tanah berpasir di Brazil. Kadar hara abu mengandung 4,7% Ca dan 1,4% Mg (Benedetti 1994 dalam Folster dan Khanna 1997). Penentuan Daur Hutan Tanaman Industri Daur adalah suatu jangka waktu antara waktu penanaman hutan sampai hutan tersebut dianggap layak tebang. Konsep daur dipakai untuk pengelolaan hutan seumur dan merupakan suatu faktor kendali dalam pengusahaan hutan tanaman seumur seperti pada program Hutan Tanaman Industri (HTI) karena akan dipakai pada saat membuat perencanaan (Departemen Kehutanan 1992). Pada hutan seumur, hutan normal akan terdiri atas kelompok tegakan dari semua kelas umur yang mempunyai potensi relatif sama mulai dari umur 1 tahun sampai akhir daur. Penentuan panjang daur sangat berkaitan erat dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh suatu jenis tegakan untuk mencapai kondisi masak tebang atau siap dipanen. Lamanya waktu tersebut tergantung pada sifat pertumbuhan jenis yang diusahakan, tujuan pengelolaan dan pertimbangan ekonomi (Departemen Kehutanan 1992). Menurut Nyland (2002) daur tebang

59 28 diartikan sebagai jarak waktu yang direncanakan dalam tahun antara saat tegakan dibangun atau diregenerasi dan saat tebangan akhir dilakukan yaitu ketika tegakan telah mencapai tingkat masak tebang yang diharapkan. Dari segi pasar, daur ditentukan oleh hasil tegakan, tipe tegakan dan jenis tanaman sehingga tempat tumbuh akan mempengaruhi daur (Suhendang 2002). Oleh karena itu penentuan daur tebang atau panjang daur suatu jenis yang diusahakan untuk tujuan tertentu merupakan salah satu faktor kunci dalam pengelolaan hutan tanaman industri. Ada beberapa macam atau cara dalam menentukan daur tebang (Hiley 1956; Evans 1992; Departemen Kehutanan 1992), yaitu: 1. Daur fisik: yaitu jangka waktu yang berimpitan dengan periode hidup suatu jenis untuk kondisi tempat tumbuh tertentu, sampai jenis tersebut mati secara alami. Kadang-kadang juga didefnisikan sama dengan daur berdasarkan kualitas kayu. Jadi daur ini tidak mempunyai hubungan yang erat dengan nilai ekonomi suatu hutan. 2. Daur silvikultur: yaitu jangka waktu selama hutan masih menunjukkan pertumbuhan yang baik, dan dapat menjamin permudaan, dengan kondisi yang sesuai dengan tempat tumbuhnya. Daur silvikultur sangat dekat atau hampir mirip dengan daur fisik. 3. Daur teknik: yaitu jangka waktu perkembangan sampai suatu jenis dapat menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya, untuk keperluan tertentu berdasarkan keadaan tempat tumbuh dan telah mencapai ukuran yang sudah ditetapkan berdasarkan teknis pengolahan kayu untuk keperluan produk yang akan dihasilkan. Untuk suatu jenis, panjang daur teknik bergantung pada tujuan pengelolaan. 4. Daur volume maksimum/daur pendapatan tertinggi/daur produksi maksimum: yaitu jangka waktu perkembangan suatu tegakan yang memberikan pendapatan atau volume tertinggi per satuan luas per tahun tanpa memperhitungkan jumlah modal untuk mendapatkannya. Daur ini paling banyak dipakai di lapangan, baik secara langsung atau tidak langsung. Daur

60 29 maksimum dapat ditentukan dengan mencari titik potong antara kurva riap rata-rata tahunan (MAI, mean annual increment) dengan kurva riap rata-rata periodik pada waktu tertentu (CAI, current annual increment), jenis yang bersangkutan seperti pada Gambar 2. Volume MAI CAI Gambar 2 Hubungan antara umur dan volume maksimum. 5. Daur Finansial: yaitu jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan keadaan waktu tegakan dapat menghasilkan keuntungan atau nilai finansial terbesar. Penentuan daur ini dapat didekati dengan dua cara, yaitu : nilai harapan tanah dan hasil finansial. Untuk hasil finansial, digunakan kriteria-kriteria investasi (NPV, IRR dan BCR) yang dihitung dari biaya-biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh sampai tegakan ditebang habis pada saat umur daur. Pada umumnya suatu perusahaan lebih senang menggunakan daur volume maksimum dan daur finansial karena lebih sesuai dengan tujuan perusahaan dan dihitung berdasarkan keuntungan ekonomi. Namun demikian tuntutan ramah lingkungan dan kelestarian hasil mengharuskan penetapan daur tebang juga harus mempertimbangkan faktor lingkungan. Penentuan panjang daur tebang tergantung pada interaksi beberapa faktor (Osmaton 1968 dalam Nuhamara 2008), yaitu: 1. Tingkat kecepatan pertumbuhan tegakan yang bergantung pada jenis pohon, kondisi tempat tumbuh dan intensitas pemeliharaan

61 30 2. Karakteristik jenis tanaman dengan memperhatikan umur maksimum secara alami, umur untuk dapat menghasilkan benih, fase umur kecepatan tumbuh terbaik dan fase umur kualitas terbaik 3. Pertimbangan ekonomi melalui perhitungkan ukuran yang layak dipasarkan dan harga tertinggi yang dapat dicapai. 4. Respon tanah yang sama terhadap penggunaan yang kontinyu atau berulangulang, erat hubungannya dengan bahan induk tanah, pelapukan tanah dan ada tidaknya faktor allelopathy tanaman. Pengelolaan Hutan Tanaman Industri Lestari Pengelolaan hutan tanaman lestari pada dasarnya adalah serangkaian strategi dan pelaksanaan kegiatan untuk memproduksi hasil hutan yang menjamin aspek kelestarian fungsi-fungsi produksi, ekologi dan sosial. Aspek kelestarian produksi terpenuhi apabila hutan yang dikelola memberikan keuntungan ekonomi secara langsung dan berkesinambungan. Aspek ekologi terpenuhi apabila ada perhatian terhadap keseimbangan ekosistem secara utuh, dan aspek kelestarian sosial terpenuhi apabila selain membangun dan mengelola fisik hutan juga melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai bagian dalam pengelolaannya (LEI 2003). Dengan memperhatikan aspek biologi, fisika, kimia, management, ekonomi, sosial dan kebijakan dalam mengatur hutan dan tetap mempertahankan produktivitas lahan hutan, diharapkan tujuan dan sasaran kelestarian hasil akan tercapai. Agar pengelolaan hutan lestari (Sustainable forest management) tercapai, maka kegiatan pengelolaan hutan harus disusun dengan menerapkan aspek-aspek kelestarian sumberdaya hutan, yaitu aspek ekonomi, ekologi dan aspek sosial secara proporsional sesuai dengan kondisi lokal dimana hutan tersebut dikelola sehingga dapat memberikan hasil produksi maksimum dan kondisi lingkungan yang lestari. Berdasarkan Lembaga Ekolabel Indonesia (2003), kelestarian fungsi ekologi merupakan salah satu dimensi hasil pengelolaan hutan lestari yang dapat menjamin fungsi ekosistem terpelihara beserta komponennya baik komponen abiotik maupun biotik dalam jangka panjang. Kelestarian fungsi ekologi

62 31 mencakup dua kriteria yaitu kelestarian kualitas lahan dan air, dan kelestarian keanekaragaman hayati. International Tropical Timber Organization (ITTO 1992) mendefinisikan bahwa pengelolaan hutan lestari adalah proses pengelolaan hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang secara jelas ditetapkan menyangkut produksi berkesinambungan dari hasil hutan yang diinginkan, baik terhadap lingkungan maupun sosial, dan mempertahankan nilai yang terkandung di dalamnya pada masa yang akan datang. Karakteristik yang harus dipenuhi dalam pengelolaan hutan adalah berazaskan ekosistem dimana hutan menempati suatu ekosistem DAS, bersifat multifungsi (ekonomi, ekologi dan sosial budaya), unit produksi kayu di hutan produksi, dan adanya dimensi waktu yang lama. Pengelolaan hutan lestari mempunyai tiga ciri yaitu: (1) kesinambungan produksi dan jasa hutan; (2) kelestarian lingkungan biofisik hutan (tanah, flora, fauna, hidrologi, iklim); dan (3) kelestarian lingkungan sosial masyarakat (sosial, ekonomi, budaya). Kriteria kelestarian pada tingkat satuan pengelolaan hutan dan contoh indikatornya sebagai berikut (ITTO 1992): 1. Kriteria keamanan sumber, contoh indikatornya adalah ketetapan kawasan hutan yang konstan, rencana pengelolaan, kejelasan tata batas, tingkat penebangan liar dan perambahan, serta perjanjian masa konsesi hutan. 2. Kriteria keberlanjutan hasil kayu, contoh indikatornya adalah aturan yang jelas dan legal tentang pemanenan, produktivitas tanah jangka panjang, inventarisasi tegakan sebelum tebangan, jumlah pohon atau volume yang boleh ditebang per hektar, monitoring tegakan sisa tebangan, pencatatan hasil hutan tahunan, areal produksi yang bersih dan pencatatan areal tebangan tahunan. 3. Kriteria konservasi flora dan fauna, contoh indikatornya adalah perlindungan ekosistem dalam areal konsesi hutan dan unit pengelolaan, serta tingkat perubahan komposisi vegetasi setelah penebangan. 4. Kriteria terhadap dampak lingkungan yang dapat diterima, contoh indikatornya adalah gangguan terhadap tanah, tingkat dan penyebaran areal konservasi, luas dan tingkat laju erosi tanah serta syarat perlindungan air.

63 32 5. Kriteria manfaat sosial ekonomi, contoh indikatornya adalah jumlah tenaga kerja yang dapat diserap, macam pekerjaan dan jumlah volume pekerjaan yang dapat dikaitkan dengan pengelolaan hutan. 6. Kriteria pengalaman dalam perencanaan dan pengaturan, contoh indikatornya adalah konsultasi kemasyarakatan, dan rencana pengelolaan hutan dengan memasukan fungsi pemanfaatan hutan secara tradisional.

64 33 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Penelitian dilakukan di areal konsesi PT. Toba Pulp Lestari sektor Aek Nauli, Simalungun, Sumatera Utara. Daerah penelitian berada 160 km dari Medan dan 35 km dari Pematang Siantar. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 2 o o Lintang Utara dan 98 o o Bujur Timur (TPL 2008). Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Peta lokasi penelitian di Aek Nauli, Simalungun, Sumatera Utara.

65 34 Keadaan Fisik Lapangan Keadaan lahan di sektor Aek Nauli merupakan lahan kering dengan topografi bervariasi yaitu : datar ( ) seluas ha (32,6%), landai ( ) seluas ha (29,9%), agak curam/ sedang ( ) seluas ha ( 24,1%), curam ( ) seluas ha (10,3%) dan sangat curam (>40 0 ) seluas 699 ha (3,1%). Topografi di lokasi penelitian termasuk datar sampai landai. Ketinggian tempat di sektor Aek Nauli antara meter di atas permukaan laut (letak plot penelitian ± 1200 m dpl). Jenis tanah di wilayah penelitian yaitu Dystropepts, Hydrandepts, Dystrandepts, Humitropepts (TPL 2008) dan termasuk jenis tanah group Inceptisol berdasarkan klasifikasi USDA 2000 (Simanjuntak 2010) dengan jenis batuan Peusangan, Sihapas dan Vulkan Tersier (Hutagalung 2008). Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson (1951) di Aek Nauli termasuk tipe iklim A (basah) dengan rata-rata curah hujan 2824 mm per tahun (235 mm/bulan), dimana bulan tertinggi terjadi hujan jatuh pada bulan Oktober dan terendah pada bulan Agustus (TPL 2008). Beberapa sungai atau anak sungai yang terdapat di areal kerja sektor Aek Nauli adalah : Bah Kisat, Bah Parlianan, Bah Mabar, Bah Boluk, Bah Haposuk dan Aek Silau. Suhu udara di lokasi penelitian berkisar 18,7 21,1 o C dengan suhu rata-rata tahunan 19,9 o C dan suhu rata-rata tanah tahunan 22,9 o C. Data curah hujan, temperatur udara dan kelembaban relatif secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 1. Gambar 4 Rata-rata curah hujan,temperatur udara dan kelembaban relatif di lokasi penelitian(tahun ).

66 35 Keadaan Hutan Luas areal konsesi Sektor Aek Nauli Ha terdiri dari : Luas efektif HTI jenis Eucalyptus ha, hutan konservasi seluas ha, hutan jenis unggulan pinus seluas 584 ha, kawasan dengan tanaman kehidupan seluas ha (aren, bambu dan lainnya) dan seluas 508 ha digunakan sebagai sarana operasional (gedung administrasi, base camp, workshop, store, holding, mess karyawan, musholla, kantin, jalan angkutan dan lainnya) serta sisanya 125 hektar merupakan daerah enclave dimana penduduk bermukim. Areal kerja hutan tanaman dibagi ke dalam beberapa blok dan dari blok dibagi menjadi beberapa petak (compartement) dengan luasan bervariasi. Sektor Aek Nauli terdiri dari 5 blok kerja (estate) yaitu : blok kerja Aek Nauli, Siapas-apas, Gorbus, Rondang dan Huta Tonga. Dalam penelitian ini blok kerja yang digunakan adalah blok kerja Aek Nauli dan Gorbus sesuai dengan umur tegakan yang diperlukan. Jenis tanaman yang terdapat di sektor Aek Nauli sebagai HTI pulp yaitu : Eucalyptus grandis, E. urophylla, E. pellita dan 22 klon Eucalyptus hibrid terseleksi hasil persilangan antar jenis Eucalyptus yang berbeda. Salah satu jenis hibrid yang telah dikembangkan secara skala operasional adalah hibrid E. urograndis (E. urophylla S.T.Blake x E. grandis W.Hill ex Maid) dimana jenis tetuanya E. urophylla berasal dari Indonesia dan E. grandis berasal dari Australia. Hibrid-hibrid di TPL terus diseleksi dari sekitar 65 klon yang dicobakan oleh R&D PT Toba Pulp Lestari, tinggal 15 klon yang dikembangkan dalam skala luas (IND 1, IND 31, IND 32, IND 33, IND 38, IND 40, IND 41, IND 42, IND 45, IND 46, IND 47, IND 48, IND 52, IND 56 dan IND 60) dan sejumlah 7 klon yang dikembangkan di sektor Aek Nauli (IND 1, IND 32, IND 33, IND 40, IND 42, IND 47 dan IND 51). Tidak menutup kemungkinan klon-klon ini di masa datang masih akan terus diseleksi berdasarkan tingkat pertumbuhan dan tingkat resistensi terhadap hama dan penyakit (Komunikasi pribadi dengan kepala divisi hama dan penyakit, Research and Development PT TPL Nuhamara 2010). Hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli dikembangkan menggantikan jenis E. uropylla dan E. grandis yang ditanam pada rotasi pertama setelah konversi dari hutan alam. Hibrid E. urograndis merupakan tanaman rotasi ke 2

67 36 dan ke 3 di sektor Aek Nauli setelah tanaman tetuanya, namun merupakan tanaman rotasi 1 dan ke 2 untuk jenis tersebut sehingga dalam penelitian ini hibrid E. urograndis yang dikaji dianggap sebagai hibrid pada rotasi 1 dan 2. Alasan mengapa jenis Eucalyptus dikembangkan sebagai tanaman pokok dan digunakan sebagai bahan baku industri pulp di PT Toba Pulp Lestari, adalah sebagai berikut ( TPL 2009) : 1. Sebagian besar perusahaan industri pulp dunia menggunakan kayu Eucalyptus sebagai bahan bakunya, ini menunjukkan bahwa kayu Eucalyptus cocok dan memenuhi syarat sebagai bahan baku industri pulp dengan kualitas sangat baik. 2. Tanaman Eucalyptus sudah pernah ada 50 tahun yang lalu di daerah sekitar PT Toba Pulp Lestari Tbk. beroperasi yaitu pada daerah Habinsaran, Tarutung, Dolok Sanggul, Siborong-borong, Merek, Dairi, Sidikalang, Parapat, Samosir, Tongging dan Tapanuli Selatan. 3. Eucalyptus merupakan tanaman cepat tumbuh (fast growing species) sehingga panen dapat dilakukan dalam jangka waktu relatif pendek atau berdaur pendek dengan hasil produksi biomassa cukup besar. 4. Eucalyptus dapat diperbanyak dengan mudah baik secara generatif maupun vegetatif dan dapat tersedia atau disediakan sepanjang tahun dalam jumlah yang banyak. 5. Tanaman Eucalyptus dapat tumbuh dengan sebaran karakteristik tempat tumbuh yang luas. 6. Eucalyptus relatif tahan terhadap kebakaran 7. Pulp yang dihasilkan dari kayu Eucalyptus memiliki mutu/kualitas yang baik, karena : Serat kayu Eucalyptus termasuk kategori serat menengah Kotoran (rona) yang terdapat dalam serat Eucalyptus sedikit Bilangan Kappa (cappa number) yang dimiliki oleh kayu Eucalyptus tinggi sekitar 14. Bilangan kappa adalah total bahan kimia yang diperlukan untuk membentuk pulp. Kekuatan serat (strength) pulp tinggi.

68 37 Preskripsi Teknik SilvikulturHibrid E. urograndis Perusahaan hutan tanaman PT Toba Pulp Lestari memulai pengembangan jenis Eucalyptus sejak tahun Proses kloning yang dikembangkan di PT Toba Pulp Lestari terdiri dari 4 tahapan. Tahap pertama tahun 1987 mulai merintis penanaman jenis-jenis Eucalyptus dari biji tanpa diketahui tetuanya. Tahap kedua tahun 1992 mulai terjadi penyerbukan tidak terkendali (open pollination) dengan tetua betina yang diketahui seperti E. urophylla. Tahap ketiga tahun 1994 mulai melakukan penyerbukan terkendali (controlled pollination) dengan tetua jantan dan betina yang diketahui seperti E. urophylla dan E. grandis. Tahap keempat sejak tahun 1996 dihasilkan individu baru hasil persilangan terkendali untuk hibrid E. urograndis. Tahap selanjutnya adalah perbanyakan yang dilakukan secara klonal (vegetatif) melalui stek dengan harapan memiliki karakter yang sama dengan klon asal (Aridha 2010). Seleksi terus dilakukan untuk memperbaiki penampakan (Performance) hasil hibrid Eucalyptus bersamaan dengan pengembangan dalam skala luas. Teknik silvikultur yang dilakukan di PT Toba Pulp Lestari meliputi; Pembibitan PT Toba Pulp Lestari mengembangkan pusat pembibitan modern seluas 10 hektar berlokasi di Porsea yang dapat menghasilkan 1,8 juta bibit per bulan dengan sistem mini dan macro cutting. Sejak tahun 2005 perusahaan tersebut telah menggunakan 100% bibit hasil klon (Damanik dan Sianipar 2007). Bibit yang dihasilkan secara vegetatif dalam bentuk klon-klon telah teruji mempunyai potensi yang lebih seragam dengan menggunakan metode mini dan macro cutting. sebagai berikut : Produksi bibit dengan mini cutting. Kegiatan produksi bibit dengan sistem mini cutting meliputi persiapan mother plant. Pengadaan mother plant untuk sistem ini diambil dari plantled hasil pembiakan kultur jaringan Kegiatan persiapan mother plant dilakukan melalui pembuatan rumah plastik dan bedengan pasir serta pengisian media pada kotak pasir. Media yang digunakan untuk mengisi kotak bedengan adalah sirtu (batu koral) dan pasir dengan komposisi: lapisan bawah setebal ± 15 cm diisi dengan

69 38 sirtu dan lapisan kedua setebal ± 25 cm diisi dengan pasir yang telah dicampur dengan pupuk osmocote perbandingan 4 kg osmocote dicampur dengan 2 m 3 pasir. Sebelum penanaman, media pasir disiram dengan air menggunakan House Nozzle hingga pasir memadat. Bibit terlebih dahulu dicelupkan ke dalam larutan fungisida Bavistin dengan dosis 1 gram/liter air. Bibit mother plant ditanam dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm pada sore hari dan dilakukan penyiraman kembali setelah tanam. Pemeliharaan mother plant meliputi : pemotongan pucuk pada umur 3 minggu dengan tinggi pucuk setelah dipotong menjadi ± 15 cm. Penyiraman dilakukan 3-4 kali sehari pada umur 0-1 minggu dan 1-2 kali sehari setelah umur di atas 1 minggu. Pemupukan dilakukan secara intensif yaitu menggunakan pupuk osmocote dosis 13 gram/tanaman (1x1 tahun), dolomite dosis 50 gram/tanaman (1x3 bulan) dan pupuk provit red dosis 0,2 gram/tanaman (1x1 bulan). Penyemprotan fungisida dan insektisida dilakukan jika terjadi gejala serangan hama dan penyakit. Pemeliharaan lainnya adalah weeding dengan cara membersihkan rumput, gulma, daun yang gugur dan yang terkena penyakit secara rutin. Produksi bibit dengan macro cutting. Kegiatan produksi bibit dengan macro cutting yang berasal dari kebun pangkas meliputi: pengisian media, pemanenan dan pemotongan coppice, penanaman dan pemeliharaan serta pengiriman bibit ke lapangan. Media yang digunakan adalah campuran gambut dengan pasir sungai yang telah disterilkan terlebih dahulu. 2 m 3 gambut yang telah disaring dengan ayakan 5 mesh dicampur dengan 1 m 3 pasir dapat mengisi tube yang berukuran diameter 3 cm dan tinggi 12 cm sebanyak tube. Pemanenan coppice dilakukan 1 bulan setelah pemotongan pucuk. Coppice yang dipanen mempunyai batang lentur dan tidak terlalu tua yang diambil dari batang utama sebanyak ± 10 coppice/mother plant/bulan dengan panjang coppice cm dapat menghasilkan 2-3 cutting. Pemeliharaan hasil cutting. Coppice hasil panen baik dari hasil mini cutting maupun dari macro cutting dimasukan ke dalam wadah berisi air untuk

70 39 dilakukan pengguntingan dengan panjang cutting antara 2-3 cm dan daun ditinggal 1/3 bagian. Potongan cutting digantung di atas rak dan ujung cutting terendam larutan fungisida dosis 20 gram/liter air dan zat pengatur tumbuh Rooton F dosis 200 gram/liter air di dalam baki plastik. Kemudian, cutting ditanam dalam tube di rumah kaca (green house) dengan pengurangan cahaya 30% memakai sarlon. Penyiraman dilakukan dengan misting nozzle yaitu dengan sistem pengkabutan secara otomatis agar kelembaban di rumah kaca selalu berkisar 80-90%. Pada fase ini dilakukan penyemprotan fungisida Antracol dan Dithane dengan dosis masing-masing 2 gr/liter air dan insektisida Durban dengan dosis 2 cc/liter air. Setelah 5 minggu di rumah kaca, stek sudah mengalami pengerasan batang dan dipindah ke area terbuka (open growing area). Pemupukan di area terbuka dilakukan 2 kali setiap minggu dengan dosis 1500gr NPK/200 liter air dan pemupukan kedua dengan mencampurkan 400 gr Urea dan 1500 gr TSP/200 liter air. Penyiraman dilakukan setiap 30 menit selama 10 menit atau tergantung kondisi cuaca. Pengiriman bibit stek dari area terbuka ke lokasi penanaman dilakukan setelah bibit berumur 3,5-4 bulan. Bibit yang dikirim ke lapangan adalah bibit sehat dan segar, diameter bibit 0,2 cm, akar kompak, jumlah daun minimal 4 helai, tinggi bibit 25 cm dan tidak bercabang. Selain itu bibit disiram terlebih dahulu sebelum dikirim ke lapangan. Penanaman Tahapan dalam kegiatan penanaman meliputi kegiatan persiapan lahan dan penanaman, sebagai berikut: Persiapan lahan. Persiapan lahan mencakup kegiatan pembersihan secara manual (manual slash) yang dimulai dengan memotong sampai putus semua gulma, tunggul dan coppice yang ada di areal 2 bulan sebelum penanaman dilakukan (T-2). Kemudian 1,5 bulan sebelum penanaman (T-1,5) dilakukan penyemprotan (Pre plant spraying 1) terhadap gulma menggunakan herbisida dengan bahan aktif glukasil-90 dosis 1,8 liter/ha, sedangkan terhadap alang-alang menggunakan paraquat dengan dosis 2,5 liter/ hektar. Jika masih ada gulma yang

71 40 hidup setelah 2 minggu penyemprotan, maka dilakukan penyemprotan ke 2 (pre plant spraying 2) dengan dosis 1,5 liter/ha 2 minggu sebelum kegiatan penanaman dimulai. Herbisida yang digunakan adalah Round up. Penanaman. Kegiatan penanaman baik pada rotasi 1 maupun rotasi 2 relatif sama sesuai dengan standar operasional perusahaan. Kegiatan penanaman dilakukan dengan jarak tanam 3 x 2,5 m atau 3 x 2 m (kecuali pada umur 5 tahun jarak tanam masih 3x3 m) dimana 3 m untuk jalur tanam Timur ke Barat dan 2,5 m jalur tanam Utara ke Selatan. Pembuatan lubang tanam menggunakan alat berupa dodos dan lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan hati-hati terutama pada saat meletakan bibit karena akan menentukan keberhasilan tanaman. Bersamaan dengan waktu penanaman, dilakukan pemberian pupuk dasar (pemupukan 1A dan 1B). Pupuk dasar 1A menggunakan rock posphat 300 kg/ha yang dicampurkan di atas titik tanam dengan tanah di dalam lubang tanam, sedangkan pemupukan dasar 1B dengan menggunakan pupuk NPK majemuk 100 kg/ha yang diletakkan dengan tugal di kiri kanan tanaman yang baru ditanam dengan jarak tugal 10 cm dari lubang tanam. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan mulai dari penyulaman atau penyisipan tanaman, penyemprotan gulma dan alang-alang dan pemupukan yang dilakukan mulai tanaman berumur 1 bulan setelah tanam sampai tanaman berumur 22 bulan di lapangan. Pemeliharaan 1-12 bulan setelah tanam disebut pemeliharaan I dan umur bulan setelah tanam disebut pemeliharaan II. Tahapan-tahapan pemeliharaan meliputi: a. 1 (satu) bulan setelah tanam (T+1 ): Penyulaman atau penyisipan (blanking) dilakukan untuk mengisi tanaman yang mati dilaksanakan paling lambat dalam suatu compartement. Penyemprotan gulma atau ilalang dengan herbisida glukosil atau paraquat (BSS1) yang disemprotkan dalam jalur dengan dosis 1,8 liter/ha.

72 41 Pemupukan (2A dan 2B) dengan pupuk Urea 50 kg/ha atau 30 gr/tanaman dan pupuk TSP 75 kg/ha atau 45 gr/tanaman dengan cara ditugal. b. 3 (tiga) bulan setelah tanam (T+3): Penyemprotan ke 2 (BSS 2) dengan dosis 1,8 liter/ha. c. 5 (lima) bulan setelah penanaman (T+5 ): Penyemprotan ke 3 (BSS 3) dengan dosis 1,8 liter/ha. Pemupukan (3A) dengan pupuk Urea dosis 60 kg/ha. Pemupukan (3B) dengan pupuk TSP dosis 70 kg/ha. d. 8 (delapan) bulan setelah tanam (T+8): Penyemprotan ke 4 (BSS 4) dengan dosis 1,3 liter/ha e. 9 (Sembilan) bulan setelah tanam (T+9): Pemupukan menggunakan pupuk Urea dengan dosis 70 kg/ha dan ditugal. f. 12 (dua belas) bulan setelah tanam (T+12): Penyemprotan ke 5 (BSS 5) dengan dosis 1 liter/ha dalam 200 liter air g. 17 (tujuh belas) bulan setelah tanam (T+17): Penyemprotan ke 6 (BSS 6) dengan dosis 1 liter/ha dalam 200 liter air h. 22 (dua puluh dua) bulan setelah tanam (T+22): Penyemprotan ke 7 (BSS 7) dengan dosis 1 liter/ha dalam 200 liter air. Jadi pemupukan yang diberikan pada tegakan hibrid E. urograndis di lapangan selama tegakan tumbuh mulai dari waktu tanam sampai tanaman berumur 9 bulan jumlah seluruhnya sebanyak : rock posphat 300 kg/ha kg/ha NPK kg/ha Urea kg/ha TSP. Pemupukan di atas setara dengan jumlah unsur hara 96 kg/ha N + 63,18 kg/ha P + 12,45 kg/ha K + 109,61 kg/ha Ca. Berdasarkan pengelolaan atau pemeliharaan di atas, maka rata-rata persen hidup dan tingkat kematian hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli dapat dilihat pada Tabel 4.

73 42 Tabel 4 Rata-rata persen hidup hibrid E. urograndis (Simanjuntak 2010) Umur (tahun) Daya tumbuh (%), kumulatif Mortaliti (%), kumulatif 0, Pemanenan Pemanenan dilakukan dengan sistem tebang habis dengan daur tebang 5 tahun. Penebangan dilakukan dengan menggunakan chainshaw. Tunggul pohon yang ditinggalkan maksimal 5 cm dari permukaan tanah. Kemudian kegiatan pembagian batang dilakukan berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan yaitu panjang 3 meter atau sesuai dengan alat angkut, dan kayu yang berdiameter 5 cm adalah kayu yang diangkut ke pabrik sebagai bahan baku. Selanjutnya dilakukan kegiatan penumpukan kayu menggunakan alat berat Harvester dan muat bongkar kayu dengan menggunakan excavator serta pengangkutan ke tempat pengumpulan kayu.

74 43 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan seluruhnya di lahan areal hutan tanaman industri konsesi PT Toba Pulp Lestari, Sektor Aek Nauli, Simalungun, Sumatera Utara, khususnya di blok Aek Nauli dan Gorbus. Perusahaan tersebut telah mengusahakan hutan tanaman hibrid E. urograndis dalam skala pengusahaan HTI untuk tujuan menghasilkan bahan baku pulp dan sudah memasuki rotasi 3. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2009 sampai April 2010 di lapangan dan di laboratorium. Pelaksanaan, Pengumpulan Data dan Analisis Data Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan Tanaman Hibrid E. urograndis Bahan dan peralatan penelitian. Bahan penelitian adalah data sekunder pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun pada rotasi 1 dan 2 dalam petak ukur permanen, peta tanah dan peta letak petak contoh permanen (Permanent Sample Plot = PSP) pada wilayah areal konsesi. Bahan penelitian lainnya berupa tegakan hibrid E.urograndis umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun pada rotasi 1 dan 2 di lapangan sebagai petak tidak permanen (Temporary Sample Plot = TSP). Alat penelitian yang digunakan adalah alat ukur tinggi (vertex) dan alat ukur diameter (phi band). Penentuan petak permanen dan tidak permanen. Penentuan PSP dalam penelitian ini adalah petak-petak permanen hibrid E. urograndis yang jarak tanam antar pohon 3 X 3 meter sehingga jumlah pohon awal tanam 1111 pohon per hektar di sektor Aek Nauli dan dipisahkan berdasarkan rotasi 1 dan 2. Klon yang dipilih sesuai dengan jarak tanam yang sama ada 2 klon yaitu IND 1 dan IND 32 dengan asumsi sama atau tidak dibedakan. Jumlah seluruh PSP yang dikumpulkan datanya sebanyak 23 PSP terdiri dari 8 petak pada rotasi 1 (petak: C004, C037, C045, D017, D018b, D021, D032, F002) dan 15 petak pada rotasi 2 (petak : A004, A015, A035, A073, A078, B004, B007, B014, B017, B021, B062,

75 44 B063, B082, B086, B088) pada berbagai umur tegakan yang berumur antara umur 1,8 bulan sampai umur 6 tahun. Luas dan dimensi tegakan serta volume per pohon tiap petak PSP dapat dilihat pada Lampiran 2. Penentuan TSP didasarkan pada keterwakilan tegakan pada berbagai kelas umur dan kedekatan dengan petak PSP agar kondisi lingkungan relatif sama. Luas setiap TSP 0,04 hektar yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 11,28 meter. Plot TSP dibuat pada tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun berturut-turut pada petak D022, A072, A045, A024, dan A079, dan pada rotasi 2 pada petak: C004, C031, B010, B067 dan B028. Untuk uji validasi, selain klon yang sama dengan klon di PSP juga diambil contoh plot dari klon lain (IND 46 dan 47). Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali sehingga jumlah petak percobaan sebanyak 30 petak dengan sebaran letak petak dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Penyebaran letak petak penelitian di sektor Aek Nauli.

76 45 Pengumpulan data. Pengumpulan data mencakup dua kegiatan, yaitu pengukuran pertumbuhan dari TSP dan pengumpulan data pertumbuhan dari PSP. Data pertumbuhan tegakan yang dikumpulkan adalah: tinggi total, diameter batang, peninggi dan volume batang dari seluruh pohon yang masuk dalam PSP dan TSP. Peninggi dihitung berdasarkan rata-rata 100 pohon tertinggi yang menyebar merata pada luasan 1 ha (4 pohon pada setiap plot penelitian luas 0,04 ha). Analisa Data Tinggi tegakan. Avery dan Burkhart (2002) serta Husch et al. (2003) menyatakan bahwa tinggi tegakan adalah nilai rata-rata dari tinggi semua pohon dalam tegakan yang bersangkutan. Oleh karena itu tinggi tegakan dalam tiap PSP dihitung dengan Persamaan 1. dimana: H N i h tij j s (1) i Ni H si : tinggi tegakan PSP ke-i, h tij : tinggi pohon ke-j dalam PSP ke-i, N i : jumlah pohon dalam PSP ke-i. Diameter tegakan. Diameter tegakan adalah nilai rata-rata dari diameter semua pohon dalam tegakan yang bersangkutan (Avery dan Burkhart 2002; serta Husch et al. 2003), sehingga diameter tegakan dalam tiap PSP dihitung dengan Persamaan 2. dimana: D N i d tij j s (2) i Ni D si : diameter tegakan PSP ke-i, d tij : diameter pohon ke-j dalam PSP ke-i, N i : jumlah pohon dalam PSP ke-i.

77 46 Volume tegakan. Volume termanfaatkan (merchantable volume) tiap pohon dihitung berdasarkan diameter dan tinggi pohon yang bersangkutan dengan menggunakan persamaan yang telah dihasilkan oleh perusahaan (Toba Pulp Lestari 2009), yaitu dalam bentuk Persamaan 3. dimana: v mij v mij d tij h tij = e 11,7738+2,2617 Ln d t ij + 1,1975 Ln h tij.(3) : merchantable volume pohon ke-j dalam PSP ke-i, : diameter pohon ke-j dalam PSP ke-i, : tinggi pohon ke-j dalam PSP ke-i. Merchantable volume tegakan (V m ) tiap PSP adalah jumlah volume termanfaatkan semua pohon dalam PSP yang bersangkutan; dan prediksi volume tegakan tiap hektar adalah hasil transformasinya berdasar luas PSP. dimana: N V i i v m 200 m V mi N i v mij j 1 ij (4) : prediksi volume tegakan tiap hektar berdasar merchantable volume tegakan PSP ke-i, : jumlah pohon dalam PSP ke-i. : merchantable volume pohon ke-j dalam PSP ke-i. Model hasil tegakan. Model hasil tegakan dibuat untuk memprediksi besaran-besaran tegakan hibrid E. urograndis berdasarkan umur tegakannya dalam bentuk model matematis yang menggambarkan hubungan fungsional antara parameter biologik (tinggi, diameter, dan volume) dengan umur tegakan pada rotasi 1 dan 2. Model hasil disusun dalam bentuk persamaan eksponensial (Alder 1980) dengan analisa regresi bersarang (nested regression): Ln H s = a + b 1 A Ln D s = a + b 1 A Ln V m = a + b 1 A (5) (6) (7)

78 47 dimana: H s D s V m A a,b : tinggi tegakan (m), : diameter tegakan (cm), : merchantable volume tegakan (m 3 /ha), : umur tegakan (tahun), : konstanta. Uji kesahihan model. Ukuran kesahihan model adalah ketelitian model tersebut pada sekelompok data pengamatan bebas. Tingkat kesahihan (validity) masing-masing model didasarkan pada besarnya koefisien determinasi terkoreksi (adjusted coefficient of determination). dimana: 2 R adj = 1 2 R adj SSE n 1 p SST n (8) : koefisien determinasi terkoreksi, SSE : jumlah kuadrat sisaan, SST : jumlah kuadrat total, p : jumlah peubah tidak bergantung dalam model, n : jumlah sampel. Selain penghitungan koefisien determinasi terkoreksi, dalam penelitian ini kesahihan model juga diukur melalui uji silang (cross validation) dengan membandingkan nilai dugaan (menggunakan model) versus nilai aktual data independen. Data independen berupa hasil pengukuran pada TSP di berbagai umur tegakan. Uji silang dilakukan dengan menghitung nilai efisiensi model tereduksi (the adjusted model efficency: MEF adj ) dan nilai khi-kuadrat (chisquare: χ 2 ). MEF adj dihitung dengan Persamaan 9 (Soares et al. 1995; Vanclay dan Skovsgaard 1997 ), sedangkan penghitungan χ 2 mengikuti Persamaan 10 seperti disarankan Steel dan Torrie (1980), Sokal dan Rohlf (1995), dan Kutner et al. (2005). Hipotesis yang digunakan dalam khi-kuadrat adalah sebagai berikut: Ho: E (YD) = Y H1: E (YD) Y dengan kriteria:

79 48 χ 2 hitung < χ 2 tabel, terima H 0 χ 2 hitung χ 2 tabel, terima H 1. Jika nilai yang diperoleh χ 2 hitung lebih besar dari nilai χ 2 tabel berarti terdapat perbedaan nyata antara pendugaan parameter (diameter, tinggi, dan volume) hasil penelitian dengan parameter (diameter, tinggi, dan volume) hasil pengukuran, dan sebaliknya jika χ 2 hitung lebih kecil dari nilai χ 2 tabel berarti tidak terdapat perbedaan nyata antara pendugaan parameter (diameter, tinggi, dan volume) hasil penelitian dengan parameter (diameter, tinggi, dan volume) hasil pengukuran. MEF adj l 1 n 2 ( n 1) ( yi yˆ i ) i 1 1 n (9) ( n p) 2 ( y y ) i 1 i i n 2 2 yi yˆ i (10) yˆ i dimana: MEF adj : efisiensi model tereduksi, χ 2 : khi-kuadrat, y i : nilai aktual parameter tegakan pada data independen, y i : nilai dugaan parameter tegakan berdasar model hasil, y i : rataan nilai aktual parameter tegakan pada data independen, N : jumlah TSP data independen, P : jumlah peubah tidak bergantung pada model hasil. Biomassa Tegakan. Pendugaan biomassa dilakukan pada bagian pohon untuk mengetahui produktivitas kayu yang termanfaatkan (batang dan cabang diameter 5 cm beserta kulit, batang < 5 cm, cabang, ranting, daun, bunga dan buah menggunakan model penduga biomas tegakan dari pohon-pohon contoh. Pengukuran biomassa dilakukan dengan memilih pohon-pohon contoh yang mewakili sebaran kelas diameter. Pohon contoh dipilih sebanyak 30 pohon, terdiri dari masing-masing 3 pohon dari setiap kelas umur, sehingga semua pohon contoh berjumlah 30 pohon. Penentuan pohon contoh dilakukan pada pohon yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Tumbuh normal dan nampak sehat (tidak terserang hama dan penyakit) 2. Mewakili karakteristik pohon dalam wilayah populasi

80 49 3. Mewakili sebaran ukuran kelas diameter dan tinggi pohon yang ada di dalam tegakan. Semua batang pohon contoh diberi tanda lingkaran, ditebang dan ditimbang berat basah bagian tegakan yang terdiri dari batang diameter 5 cm (Gambar 6), batang diameter < 5 cm, cabang, ranting, bunga dan buah). Pengukuran berat kering biomas tegakan dihitung dari hasil penimbangan berat basah bagian pohon dan penetapan kadar air dari contoh uji yang ditentukan di laboratorium Gambar 6 Biomassa batang termanfaatkan (batang berdiameter 5 cm). Pendugaan biomasaa tiap bagian tegakan dihitung berdasarkan berat kering dengan penggunaan persamaan sebagai berikut (Brown et al. 1989; Brown 1997; Laar dan Akca 1997): W = a + b D + c D 2... (11) W = a D b... (12) W = a + bd 2 H... (13) W = a D b H c... (14) dimana : W = Taksiran nilai biomassa tegakan atau bagian tegakan dalam berat kering (ton), D = Diameter pohon (cm), H = Tinggi pohon (m), a, b,c = Konstanta (parameter) regresi.

81 50 Persamaan regresi terbaik dipilih dari model-model di atas menggunakan kriteria nilai R 2. Koefisien determinasi digunakan untuk menerangkan besarnya peubah-peubah tidak bebas terhadap model yang didapat, makin besar nilai koefisien determinasi maka model yang dibentuk semakin baik. Daur Tebang. Daur ditetapkan berdasarkan daur volume maksimum yang dicapai dengan membuat grafik hubungan antara umur dengan riap rata-rata tahunan (mean annual increment: MAI) dan grafik hubungan antara umur dengan riap rata-rata periodik (current annual increment: CAI), dimana riap rata-rata tahunan maksimum berada pada titik perpotongan grafik MAI dengan grafik CAI (Chapman 1949; Departemen Kehutanan 1992). Sedangkan penentuan daur optimal dilakukan berdasarkan aspek ekonomi (volume maksimum) dan aspek ekologi (kualitas tapak dan neraca hara). Kualitas Tapak Hutan Tanaman hibrid E. urograndis Bahan dan peralatan penelitian. Bahan penelitian adalah tegakan hibrid E. urograndis umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun pada rotasi 1 dan 2. Sedangkan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: peta tanah dan peta hutan tanaman sektor Aek Nauli, ring sample, bor tanah, cat, gergaji mesin kecil (chainshaw), timbangan, kantong plastik, alat penampung serasah (litter trap), jaring serasah (litter bag), alat pengukur erosi dan aliran permukaan, stopwatch, ember, gayung, alat tulis dan lain-lain. Pengumpulan data Pengambilan contoh tanah. Pengambilan contoh tanah ditentukan secara sengaja (purposive) pada titik-titik pengamatan secara diagonal sejumlah 5 titik tiap petak percobaan. Dari ke 5 titik diambil sejumlah tanah pada dua selang kedalaman yaitu 0-20 cm dan cm, dicampur merata tiap kedalaman dan kemudian contoh tanah diambil secara komposit seberat 500 gram untuk dianalisa sifat kimia dan biologi di laboratorium. Pengambilan contoh tanah dilakukan sebanyak 3 kali sebagai ulangan di setiap kelas umur tegakan (1, 2, 3, 4 dan 5 tahun) pada rotasi 1 dan 2 (Rusdiana 1999; USDA 2001).

82 51 Pengambilan contoh fisik tanah dilakukan dengan cara pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturbed soil sample) pada kedalaman yang sama dengan menggunakan ring sample berdiameter 5 cm (Gambar 7). Gambar 2. Cara pengambilan fisik tanah (Rusdianan, 2007) Tutup Ring Sampel 5 CM Permukaan Tan 6 CM Ring Sampel di tekan ke dalam tanah Ring Sampel Gambar 2. Cara pengambilan contoh fisik tanah. Gambar 7 Cara pengambilan contoh fisik tanah dengan ring sampel (Sumber: Rusdiana 2006). Ring sampel diletakkan tegak lurus pada permukaan tanah yang telah dibersihkan dan dibenamkan ke dalam tanah perlahan lahan dengan mengetuk atau menekan ring secara horizontal. Setelah terbenam ring beserta tanah digali menggunakan sekop, kemudian dibersihkan dari tanah yang menempel dengan cara mengirisnya pakai pisau tajam pada bagian atas dan bawah ring. Ring terakhir ditutup dengan menggunakan tutup plastik dan dimasukan pada tempat kotak sehingga tidak banyak terganggu (Baver 1956). Contoh tanah dianalisa sifat fisik dan biologi di laboratorium. Pengambilan contoh bagian tegakan. Pangambilan contoh bagian-bagian tegakan dilakukan untuk mengetahui jumlah unsur hara yang terangkut keluar lahan dan total hara yang ditinggal di areal pasca tebang. Pengukuran biomassa tegakan dilakukan pada pohon-pohon contoh yang telah ditunjuk. Pohon contoh yang ditebang sebanyak 3 pohon per kelas umur tegakan hibrid E. urograndis ( 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun) pada rotasi 1 dan 2 (Chapman 1976). Masing-masing bagian jaringan pohon dipisahkan menurut batang berdiameter 5 cm, batang berdimeter

83 52 < 5 cm, cabang, ranting, daun dan buah, kemudian ditimbang berat basahnya di lapangan dan diambil sebagian untuk dijadikan sampel masing-masing 200 gram-1kg dan dikeringovenkan pada suhu 60 0 C sampai didapat berat konstan untuk ditimbang berat keringnya. Untuk sampel bagian batang dilakukan pencampuran pada 3 bagian batang yaitu bagian pangkal, tengah dan bagian atas batang (Hairiah dkk. 1999). Khusus untuk penentuan tingkat kecukupan dan kekritisan (defisiensi) dilakukan pengambilan contoh pucuk daun dimana daun yang diambil adalah daun tanaman umur 1-2 tahun dari bagian daun muda yang telah berkembang penuh (full extended leaf) untuk analisis Ca dan Mg yang sifatnya immobile, sedangkan untuk analisis N, P dan K sampel diambil dari daun dewasa (Dell et al. 2003). Pengambilan contoh daun dilakukan selama 8 bulan (April sampai Nopember 2009) untuk melihat sebaran bulan tingkat kekritisan unsur hara terjadi. Pengambilan contoh serasah dan humus. Pengukuran biomasa serasah dilakukan dengan mengambil serasah yang belum terdekomposisi dan humus yang ada tepat di atas lantai tanah di bawah tegakan (Gambar 8), pada satuan luas 40 cm x 40 cm (Berg dan McClangherty 2008). Gambar 8 Kondisi lantai hutan tanaman hibrid E. urograndis.

84 53 Pengambilan contoh serasah dan humus diulang sebanyak 3 kali setiap umur tegakan pada rotasi 1 dan 2. Kemudian contoh ditimbang dalam berat basah dan sebagian contoh dikeringovenkan dengan suhu 60 0 C sampai berat konstan untuk menghitung berat keringnya. Contoh serasah dan humus sebagian dianalisa di laboratorium guna penetapan kadar unsur hara yang terkandung. Kadar hara pada serasah dan humus di lantai hutan menjadi gambaran potensi cadangan unsur hara pada lantai hutan tanaman. Pengukuran produksi serasah. Pengukuran total produksi serasah dilakukan dengan menempatkan alat penampung serasah (litter trap) berukuran 1mx1m (Gambar 9) yang ditempatkan pada ketinggian ± 50 cm dari lantai hutan sebanyak 3 buah pada tiap petak percobaan untuk rotasi 1 dan 2 (umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun). Serasah yang tertampung dipungut setiap 1 bulan sekali selama 4 bulan pengamatan. Bobot basah di lapangan diukur, kemudian serasah dikeringovenkan dengan suhu 60 0 C sampai berat konstan untuk ditimbang berat keringnya. Sebagian serasah dianalisa kadar hara di laboratorium (Graca et al. 2005; Berg dan McClangherty 2008). Gambar 9 Alat penampung serasah.

85 54 Pengukuran laju dekomposisi serasah. Pengukuran laju dekomposisi serasah dilakukan dengan cara memasukkan serasah sebanyak 500 gram berat basah ke dalam jaring serasah (litter bags) berukuran 10 cm x 50 cm x 50 cm. Jaring serasah ditempatkan di lantai hutan menggunakan patok kecil bambu yang ditancapkan ke dalam tanah (Mindawati 1999; Elosegi dan Pozo 2005). Pengamatan dilakukan dengan menimbang berat basah lapang serasah pada setiap 1 bulan sekali selama 4 bulan dengan 2 ulangan setiap bulan untuk 5 kelas umur pada rotasi 1 dan 2. Untuk menghindari ketergantungan keadaan serasah pada waktu pengamatan, maka jumlah jaring serasah yang digunakan sebanyak 240 kantong serasah. Setiap 1 bulan diambil 60 kantong untuk ditimbang berat basah dan berat kering ovennya pada suhu ± 60 0 C sampai beratnya konstan guna penetapan kadar haranya. Peletakan litter bags di bawah tegakan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Kantong serasah alat pengukuran dekomposisi di lapangan. Pengukuran erosi dan aliran permukaan. Pengukuran besarnya erosi dan aliran permukaan dilakukan dengan memasang alat erosi dan aliran permukaan di bawah tegakan hibrid E. urograndis satu buah pada setiap umur tegakan yaitu pada umur 1, 2, 3, 4 dan 5 tahun dengan 3 ulangan. Pengukuran erosi dan aliran

86 55 permukaan tidak membedakan antar rotasi dengan asumsi bahwa pada rotasi 1 dan 2 besarnya erosi dan aliran permukaan sama tiap kelas umur. Alat pemantau erosi dan aliran permukaan yang digunakan berupa petak kecil berukuran panjang 22 meter dan lebar 4 meter (Gambar 11). Pembatas petak dibuat dari plastik tebal setinggi 25 cm agar air yang tertampung dalam petak tidak keluar. Bagian ujung petak dibuat segitiga untuk menghindari tanah tertahan pada bagian pembatas petak dan ditutup dengan plat seng agar tanah yang ada di bawahnya tidak masuk dalam bak pengukuran. Di ujung bawah petak percobaan ditempatkan drum sebagai bak penampung yang disusun secara bertingkat 2 buah dimana pada tingkat ke 2 dilubangi sebanyak 10 lubang. (Pratiwi dan Mindawati 2005). Sekat Petak Percobaan Permukaan tanah Lapisan tanah Drum Bak erosi (soil collector) Gambar 11 Ukuran alat pengukur erosi dan aliran permukaan. Jumlah tanah tererosi dan aliran permukaan diamati dan diukur pada setiap kejadian hujan. Tanah yang tererosi atau sedimen yang tertampung pada alat dari setiap petak percobaan dikumpulkan, kemudian masing-masing ditimbang. Untuk mendapatkan berat kering, dilakukan pengeringan contoh sedimen dalam oven

87 56 pada suhu C selama 2-3 jam sampai konstan. Selanjutnya dilakukan analisa kadar hara guna menentukan jumlah unsur hara yang terbawa erosi. Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan menakar air yang tertampung dalam drum menggunakan literan dan gelas ukur. Pengukuran hara yang hilang melalui aliran permukaan dilakukan melalui pengambilan contoh air hasil aliran permukaan yang dicampurkan berdasarkan umur tegakan. Contoh air dianalisa kandungan unsur hara N, P, K, Ca dan Mg di laboratorium. Analisa data Hubungan antara keadaan tempat tumbuh, khususnya unsur hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) dengan peninggi tegakan hibrid E. urograndis. Untuk mengetahui unsur hara tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dibuat persamaan logaritma regresi linnier berganda sebagai berikut (Husch 1963). Log Y = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X b 7 X 7 +E. (15) dimana: Y X 1 X 2,X 3,...X 7 b 0,b 1...b 12 E = Rata-rata peninggi yang ditransformasi ke dalam bentuk logaritma, = 1/ umur tanaman (tahun), = Sifat-sifat kimia tanah terukur (N total, P tersedia, K, Ca, Mg, ph, C-org), = konstanta, = galat. Selanjutnya dilakukan metode regresi bertatar (stepwise multiple linear regression) menggunakan program Minitab dengan cara menyusupkan peubah satu demi satu hingga diperoleh persamaan regresi terbaik dan untuk menyaring peubah-peubah bebas yang memberikan pengaruh signifikan dan yang tidak dalam menerangkan hubungan antara unsur hara makro dengan peninggi tanaman hibrid E. urograndis. Perhitungan tingkat kekritisan dan kenormalan hara daun. Untuk mengetahui faktor penghambat laju pertumbuhan hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli dilakukan melalui kegiatan membandingkan hasil analisa daun dengan nilai kisaran kenormalan dan kekritisan berdasarkan Dell et al. (2003) yaitu : tingkat kecukupan hara daun tanaman hibrid E. urograndis di lapangan sebesar

88 mg N/g; 1,2-2,6 mg P/g; 9-15 mg K/g; 2,1-7,5 mg Ca/g dan 1,1-3,6 mg Mg/g, sedangkan tingkat kekritisan (defisiensi) adalah: 8-13 mg N/g; 0,8-1,0 mg P/g; 2-6 mg K/g dan 0,2-0,4 mg Mg/g. Perhitungan kadar dan jumlah unsur hara dalam tegakan dan di bawah tegakan. Dalam rangka mengetahui kebutuhan hara tegakan hibrid E. urograndis untuk pertumbuhan dilakukan perhitungan jumlah serapan hara oleh pohon. Serapan unsur hara oleh pohon dihitung melalui perkalian antara berat kering biomas tegakan yang terdiri dari biomas batang, cabang, ranting, daun, buah dan bunga yang ada pada tegakan per satuan luas (kg/ha) dengan konsentrasi hara yang ada pada bagian tegakan, serta ditambah dengan jumlah hara dari serasah yang jatuh. Untuk mengetahui jumlah unsur hara makro yang hilang terangkut panen dan dibawa ke industri pulp atau yang keluar dari lahan dihitung dari total berat kering biomas batang diameter 5 cm dikalikan dengan kadar hara per satuan berat kering. Penentuan jumlah kandungan unsur hara di bawah tegakan dihitung melalui penjumlahan hara yang ada pada lapisan serasah, lapisan humus dan lapisan tanah sampai kedalaman 40 cm yakni kisaran kedalaman optimum aktivitas sistem akar. Unsur hara yang ada pada lapisan serasah dan humus dihitung dengan mengkalikan jumlah biomassa kering dengan konsentrasi haranya, sedangkan perhitungan jumlah unsur hara dalam tanah ialah dengan mengkalikan kadar hara hasil analisa dengan volume tanah dan berat jenis (bulk density) tanah tiap kedalaman (Buckman dan Brady 1960; Hardjowigeno 2010 ). Perhitungan produktivitas serasah. Serasah yang terkumpul setiap bulan pengamatan dikeringkan pada suhu 60 0 C sampai beratnya konstan. Serasah yang telah kering oven ditimbang dengan timbangan elektronik. Perhitungan jumlah produksi serasah dilakukan dengan menjumlahkan hasil produksi kering dan merata-ratakan hasil yang dinyatakan dalam satuan gram/m 2 /bulan. Kemudian untuk menghitung jumlah produksi serasah dalam hektar, maka rata-rata serasah per m 2 dikalikan luasan tutupan tajuk dan kali jumlah pohon yang ada pada setiap umur tegakan.

89 58 Perhitungan laju dekomposisi serasah. Untuk mengetahui tingkat atau laju dekomposisi serasah hibrid E. urograndis dan memprediksi kontribusi hara ke tanah melalui dekomposisi serasah, digunakan rumus Jenny et al. (1949) dalam Mindawati (1996). Xt = Xoe (-kt).. (13) dimana: Xt = Jumlah serasah pada waktu t, Xo = Jumlah serasah awal pada waktu t = 0, k = Konstanta laju dekomposisi serasah, t = Waktu (bulan). Pelepasan hara dari serasah. Berkurangnya berat serasah dan pelepasan hara dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Guo dan Sim 2001 dalam Rusdiana 2007): 100( M 0 M L (%) M ( M R (%) 0 0 C0 M tct ) M C 0 dimana: L = Hilangnya berat serasah, M 0 = Berat kering awal, M t = Berat kering pada waktu t, R = Hara yang terlepas, C 0 = Konsentrasi hara serasah pada awal, Ct = Konsentrasi hara serasah pada waktu t. Erosi dan aliran permukaan. 0 t ) (14). (15) Untuk mengetahui besarnya erosi dan aliran permukaan yang terjadi dihitung melalui rumus sebagai berikut : a. B = (B1 + (B2x10), (16) dimana: B = total tanah erosi, B1 = berat tanah basah dalam bak penampungan pertama, B2 = berat tanah basah dalam bak penampungan ke dua. b. V = V1+(V2x10).. (17) dimana: V = total aliran permukaan, V1 = volume air dalam bak pertama, V2 = volume air dalam bak ke dua. Untuk menghitung berat kering tanah, contoh sedimen tanah dari masingmasing bak penampung dimasukan ke dalam oven dengan suhu C sampai

90 59 berat tetap dan konstan, kemudian contoh ditimbang. Besarnya kehilangan unsur hara melalui erosi dan aliran permukaan dihitung dari kadar unsur-unsur N, P, K, Ca dan Mg dalam sedimen dan aliran permukaan hasil analisis di Laboratorium yang dikalikan dengan besarnya erosi dan aliran permukaan yang terjadi. Analisa unsur hara pada tanah, air, sedimen, bagian tegakan, serasah dan humus. Analisa sifat-sifat kimia, fisik dan biologi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi unsur hara pada setiap contoh yang dianalisa seperti contoh tanah, jaringan tanaman (batang dengan kulit, cabang, ranting, daun dan buah), serasah dan humus dengan menganalisa berdasarkan metode-metode yang umum dilakukan di laboratorium, sebagaimana tertera dalam Tabel 5. Untuk memperoleh nilai hasil analisa yang mendekati kebenaran dan dapat diandalkan, maka ulangan minimal 3(tiga) kali, kecuali untuk analisa sifat biologi tanah dilakukan secara komposit. Semua sampel (tanah, kayu, daun, air, sedimen dan lain-lain dianalisa di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tabel 5 Metode analisis sifat-sifat tanah, air dan bagian tanaman Indikator kualitas Parameter yang diukur Metode Kimia tanah, air, sedimen ph (H 2 O, KCL) ph Meter N-total Kjeldahl C-organik Walkley & Black P-tersedia Spekrophotometer Basa-basa dapat ditukar (K,Ca,Mg) N NH 4 OAC ph 7.0 Kimia kayu dan tanaman Fisik tanah Biologi tanah P-total K-total Kadar mineral (P,K,Ca,Mg) Kadar N Bulk density Kadar air pada pf Permeabilitas Tekstur C-mic Respirasi Pengabuan kering Pengabuan kering Analisa abu Destruksi basah Gravimetri Gravimetri Volumetri Hydrometer MPN Verstrate

91 60 Model Dinamika Neraca Hara Hutan Tanaman Hibrid E. urograndis Bahan dan alat penelitian. Bahan yang dipergunakan untuk membuat model dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis terdiri dari hasil pengukuran di atas dan hasil penelitian terdahulu yaitu : 1. Pertumbuhan (tinggi, diameter, biomassa). 2. Kualitas tapak secara keseluruhan yang digambarkan oleh kadar unsur hara makro: N, P, K, Ca, dan Mg. 3. Jumlah hara yang terangkut erosi dan aliran permukaan. 4. Pemeliharaan tegakan, diambil dari perlakuan yang umum dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari berdasarkan standart operasional (SOP) dalam memelihara tegakan hibrid E. urograndis terutama banyaknya input hara berupa pupuk yang diberikan selama tegakan tumbuh. Alat yang digunakan adalah seperangkat computer dengan system operasi Windows XP Profesional dengan perangkat lunak STELLA Research. Pembuatan model dinamik. Dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis digambarkan dalam simulasi menggunakan nilai dimensi pertumbuhan tegakan dan unsur hara pada tanah dan tegakan. Model simulasi dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis menggunakan model konseptual keseimbangan neraca hara yang dapat dilihat pada Gambar 12. Untuk mengetahui perubahan ketersediaan hara yang terjadi dalam suatu sistem tapak hutan tanaman selama satu periode waktu tertentu dilakukan pemodelan neraca hara setelah tebangan berdasarkan perimbangan antara input dan output hara (Chapman 1976; Mackensen 2000a; Purnomo 2005). Tujuan pemodelan adalah untuk memprediksi kondisi neraca hara yang akan terjadi apabila tegakan ditebang. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi terjadi penurunan biomassa tegakan yang dihasilkan pada periode daur berikutnya. Hasil prediksi akan berguna dalam perencanaan pembangunan hutan tanaman industri atau merekomendasikan perlakuan-perlakuan pemeliharaan yang perlu dilakukan agar hutan bisa tetap lestari. Model menggunakan satuan waktu tahunan simulasi sampai waktu 25 tahun dengan variabel keadaan (state variable) biomas tegakan dan neraca hara makro.

92 61 Gambar 12 Model konseptual hubungan antar sub model. Analisa data dan kepekaan. Model dijalankan dari data awal (inisial) yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dan dari pustaka/penelitian lain yang pernah dilakukan. Model yang terbentuk digunakan untuk melakukan simulasi guna melihat respon simpanan (pools) dan pergerakan (fluxes) biomassa tegakan dan unsur hara makro terhadap waktu selama periode simulasi. Ada tiga kriteria neraca hara (budget) yang dapat dipakai dalam mengevaluasi hasil (Mackensen 2000a) adalah : 1. Budget unsur hara tetap : unsur hara masuk = unsur hara keluar 2. Budget unsur hara positif : unsur hara masuk > unsur hara keluar 3. Budget unsur hara negatif : unsur hara masuk < unsur hara keluar Jika neraca hara tetap (seimbang), maka kesuburan lahan dan produktivitas mantap dan stabil. Jika neraca hara positip, maka lebih banyak unsur hara yang diperoleh dari pada yang hilang. Artinya akan menyebabkan pengakumulasian unsur hara dalam jangka panjang, sehingga kesuburan dan produktivitas sistem

93 62 akan semakin tinggi.jika neraca hara negatip menunjukkan kehilangan unsur hara yang lebih besar daripada hara yang masuk sehingga akan menyebabkan jumlah persediaan unsur hara berkurang di dalam tanah dan kesuburan lahan menurun yang akan berakibat pada penurunan produktivitas tegakan hutan. Model didasarkan pada hasil pengukuran semua variabel hara masuk (litterfall, sisa tebangan, laju dekomposisi, pemupukan) dan hara yang keluar sistem (panen, erosi, aliran permukaan, penyiapan lahan) pada rotasi 1 dan 2 di lapangan serta hasil penelitian terdahulu, maka akan didapat kondisi neraca hara pada saat ini (pada awal simulasi). Neraca hara rotasi berikutnya ditentukan oleh neraca hara rotasi sebelumnya dan teknik silvikultur yang diterapkan managemen pada periode tersebut. Skenario yang digunakan dalam simulasi di atas yaitu daur tebang yang terdiri dari daur tebang 5 tahun sebagai kontrol, daur tebang 6 tahun dan daur tebang 7 tahun. Analisa kepekaan (sensitivitas) parameter terhadap model dilakukan berdasarkan skenario dengan cara merubah daur pada rotasi (5, 6 dan 7 tahun) dan besarnya input hara pada tiap rotasi agar terjadi kesetimbangan hara tetap atau mendekati ke arah setimbang (unsur hara masuk = unsur hara keluar). Hasil skenario ini disimulasikan dan dianalisa pada parameter neraca hara. Untuk melihat hasil simulasi dilakukan dengan menampilkannya dalam bentuk tabel maupun grafik agar mudah dimengerti (Indrawan 2000).

94 63 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Model PertumbuhanTegakan Hibrid E. urograndis Rotasi 1 dan 2 Pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan dimensi pohon atau tegakan hutan selama periode waktu tertentu (Vanclay 1994). Pertumbuhan tegakan merupakan proses pertambahan (riap) dari suatu besaran tegakan dalam periode tertentu. Besaran pertumbuhan atau riap tegakan dapat dilihat dari parameter tinggi, diameter atau volume. Oleh karena itu, dinamika pertumbuhan tegakan dapat diduga dengan menggunakan suatu model matematis berupa hubungan antara parameter-parameter pertumbuhan: diameter, tinggi dan volume atau luas bidang dasar dengan umur. Model matematis yang disusun dapat digunakan untuk memproyeksikan hasil tegakan yang akan dipanen di akhir rotasi. Dari data dimensi tegakan pada Permanent Sample Plot (PSP) dengan jarak tanam 3 x 3 meter yaitu tinggi, diameter dan volume setiap umur tegakan (Lampiran 2) dibuat kurva hubungan antara tinggi, diameter dan volume dengan umur tegakan hibrid E. urograndis yang disajikan pada Gambar 13, 14 dan 15. Pertumbuhan Tinggi E. urograndis pada Rotasi 1 dan 2 Tinggi Total (m) Umur (tahun) R-1 R-2 Gambar 13 Kurva hubungan tinggi dengan umur tegakan hibrid E. urograndis.

95 64 Diameter (cm) Pertumbuhan Diameter E. urograndis pada Rotasi 1 dan Umur (tahun) R1 R2 Gambar 14 Kurva hubungan diameter dengan umur tegakan hibrid E. urograndis. Volume Tegakan E. urograndis pada Rotasi 1 dan (m 3 /ha) R-1 R ,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 Umur (tahun) Gambar 15 Kurva hubungan volume dengan umur tegakan hibrid E. urograndis. Terlihat hubungan yang linier antara tinggi, diameter dan volume dengan umur tegakan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambah umur tegakan maka dimensi pertumbuhan semakin tinggi sampai umur 5 tahun baik pada rotasi 1 maupun rotasi 2. Grafik pertumbuhan tinggi dan diameter tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 dan 2 relatif sama dan terlihat berhimpitan. Model matematik pertumbuhan tinggi, diameter dan volume diatas dihitung berdasarkan model Alder (1980) dengan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dapat dilihat pada Tabel 6.

96 65 Tabel 6 Model pertumbuhan tinggi (H), diameter (D) dan volume (V) tegakan hibrid E. urograndis Rotasi Persamaan R 2 (%) 1 Ln H = 3, ,70468 (1/A) Ln D = 2, ,34829 (1/A) Ln V = 6, ,0607 (1/A) 97,7 96,5 97,5 2 ln H = 3, ,02762 (1/A) ln D = 2, ,51973 (1/A) ln V = 6, ,78620 (1/A) 92,5 86,0 89,6 Pada umur 5 tahun sebelum ditebang tinggi tegakan rata-rata mencapai sekitar 20,3 m, rata-rata diameter 14,6 cm dan volume sekitar 159,69 m3/ha pada rotasi 1, sedangkan pada rotasi 2 tinggi rata-rata dapat mencapai 20,2 m, rata-rata diameter mencapai 14,5 dan volume mencapai 142,49, terjadi penurunan volume sebesar 17,2 m 3 /ha dari rotasi 1 ke rotasi 2. Hal ini dikarenakan jumlah pohon yang mati sampai umur 5 tahun pada rotasi 2 lebih besar daripada rotasi 1 yaitu pada rotasi 1 kematian pohon mencapai 3,4 % sedangkan pada rotasi 2 sebesar 9 %. Jumlah pohon yang mati pada rotasi 2 lebih besar dibanding pada rotasi 1 dikarenakan terjadi penurunan kualitas tapak pasca tebangan rotasi 1, sedangkan pupuk yang diberikan pada awal rotasi 2 relatif sama dengan pada awal rotasi 1 sehingga meningkatkan jumlah pohon yang mati. Kualitas tapak yang rendah dapat menurunkan tingkat survival suatu jenis tanaman. Apabila kita bandingkan dari data PSP dengan data TSP tentang tingkat kematian yang terjadi, maka pada plot TSP tingkat kematian rata-rata secara operasional sebesar 19% sampai tegakan berumur 5 tahun (lihat: Bab keadaan umum lokasi penelitian) dan lebih besar dari tingkat kematian pada plot TSP di atas. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan perlakuan dalam menjaga dan memelihara antar plot PSP dan TSP yang terjadi karena seringnya pemantauan dalam rangka pengukuran secara periodik di plot PSP. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa semua persamaan model pertumbuhan yang dihasilkan mempunyai nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang tinggi yaitu nilai R 2 lebih dari 96% pada rotasi 1 dan lebih dari 85% pada rotasi 2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persamaan-persamaan model pertumbuhan

97 66 tinggi, diameter dan volume untuk hibrid E. urograndis pada rotasi 1 dan 2 mempunyai kriteria sebagai model yang baik dan dapat digunakan. Model yang baik adalah model yang cukup sederhana, mudah untuk dianalisis, mudah di terapkan dan mempunyai ketepatan pendugaan yang cukup tinggi (Latifah 2000). Perbandingan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian terdahulu tentang model pertumbuhan salah satu jenis tetuanya E. urophylla yang diusahakan secara komersil di tempat yang sama (Darwo 1999) menunjukkan bahwa potensi volume jenis hibrid E. urograndis lebih besar untuk umur yang sama. Model pertumbuhan jenis E. urophylla adalah tinggi : H = e 2, e -1,32222/A, diameter : D = e 2,64756.e -1,91553/A dan volume : V = e 5, e -4,14016/A. Menurut Chapman dan Meyer (1949); Spurr (1952); dan Alder (1980), pada umumnya model pertumbuhan dari data pertumbuhan dimana pengamatan pada suatu umur terpisah dengan umur lainnya maka akan diperoleh grafik pertumbuhan yang lebih tegak dibandingkan grafik pertumbuhan sebenarnya. Uji kesahihan model dilakukan dengan menggunakan data dari petak tidak permanen (TSP), yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Penilaian uji kesahihan model berdasarkan pada nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj), khikuadrat dan efisiensi model tereduksi (MEF adj), dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Uji kesahihan model pertumbuhan hibrid E. urograndis Persamaan Rotasi 1 Rotasi 2 R2 adj χ 2 χ 2 tab MEF adj R 2 adj χ 2 χ 2 tab MEF adj Tinggi 0,789 0,15 6,57 0,932 0,893 0,03 0,71 0,941 Diameter 0,888 0,12 6,57 0,939 0,909 0,04 0,71 0,959 Volume 0,853 1,28 6,57 0,927 0,887 0,09 0,71 0,981 Persamaan model pertumbuhan tinggi, diameter dan volume jenis E. urograndis selaras atau sama dengan kecenderungan bentuk pertumbuhan sebenarnya baik untuk rotasi 1 maupun rotasi 2 di lokasi sektor Aek Nauli. Hal tersebut dilihat dari nilai determinasi terkoreksi sebesar > 78 % untuk rotasi 1 dan > 88% untuk rotasi 2; nilai khi-kuadrat χ 2 < χ 2 tabel ( tidak berbeda nyata) dan nilai MEF adj sekitar 92% - 93% untuk rotasi 1 dan 94% - 98% untuk rotasi

98 67 2. Hal ini berarti pula bahwa model persamaan yang dihasilkan dalam penelitian ini sahih dan dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan tinggi, diameter dan volume tegakan hutan tanaman E. urograndis di daerah Aek Nauli atau minimal di daerah lain yang kondisi lingkungannya sama atau hampir sama dengan lokasi penelitian. Pendugaan Volume dan Daur Volume Maksimum Tegakan E. urograndis Berdasarkan model pertumbuhan (Tabel 6), maka pendugaan volume dan riap tegakan (MAI dan CAI) hibrid E. urograndis disajikan pada Tabel 8. Dalam penelitian ini yang dimaksud volume adalah volume kayu yang dipanen dan diangkut ke pabrik dengan ukuran diameter batang sama dan atau lebih besar dari 5 centi meter, disebut juga volume kayu termanfaatkan (Hush et al. 2003). Tabel 8 Volume dan riap dugaan tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dan 2. Umur (thn) 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 Volume (m 3 /ha) 0,02 2,79 15,05 34,99 58,04 81,33 103,49 123,99 142,71 159,69 175,08 189,04 201,71 213,24 Rotasi 1 Rotasi 2 MAI (m 3 /ha) 0,04 2,79 10,04 17,49 23,22 27,11 29,57 31,00 31,71 31,94 31,83 31,51 31,03 30,46 CAI (m 3 /ha) 0,04 5,54 24,53 39,87 46,10 46,58 44,32 41,00 37,43 33,97 30,78 27,91 23,07 25,34 Volume (m 3 /ha) 0,00 1,39 9,57 25,11 44,79 65,88 86,77 106,69 125,30 142,49 158,30 172,80 186,11 198,32 MAI (m 3 /ha) 0,01 1,39 6,38 12,56 17,92 21,96 24,79 26,67 27,84 28,50 28,78 28,80 28,63 28,33 CAI (m 3 /ha) 0,01 2,77 16,36 31,08 39,36 42,17 41,81 39,84 37,21 34,38 31,61 29,01 26,61 24,44 Dugaan volume tegakan hibrid E. urograndis siap tebang umur 5 tahun dapat mencapai sekitar 159,69 m 3 /ha dengan riap MAI sebesar 31,94 m 3 /ha pada rotasi 1 dan sekitar 142,49 m 3 /ha dengan riap MAI sebesar 28,50 m 3 /ha pada rotasi 2. Terjadi penurunan volume dari rotasi 1 ke rotasi 2 jika penebangan

99 68 dilakukan umur 5 tahun sebesar 10,8 % atau sebanyak 17,2 m 3 /ha. Berdasarkan tabel tegakan sementara untuk jenis Eucalyptus spp., pertumbuhan dikatakan baik jika pada umur 5 tahun volume mencapai 93 m 3 /ha dan riap MAI 18,6 m 3 /ha/tahun; dan pertumbuhan dikatakan jelek jika volume mencapai 27m 3 /ha dan riap MAI 5,4m 3 /ha/tahun (Puslitbang Hutan dan konservasi Alam 2000), sehingga pertumbuhan hibrid E. urograndis di PT Toba Pulp sektor Aek Nauli dalam penelitian ini termasuk katagori jenis dengan pertumbuhan baik karena pada umur 5 tahun dapat menghasilkan volume tegakan dan riap MAI yang lebih besar. Daur volume maksimum tegakan ditentukan berdasarkan titik potong antara kurva CAI dengan MAI karena merupakan daur dimana riap volume maksimal dapat dicapai. Kurva hasil perpotongan antara CAI dan MAI tegakan hibrid E. urograndis di PT Toba Pulp Lestari pada rotasi 1 dan rotasi 2 dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Daur volume maksimum E. urograndis pada Rotasi 1 Riap (m3/ha/th) MAI CAI 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 Umur (Tahun) Gambar 16 Daur volume maksimum rotasi 1 hibrid E. urograndis

100 69 Gambar 17 Daur volume maksimum rotasi 2 hibrid E. urograndis. Riap volume tegakan hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli maksimum terjadi pada kisaran umur antara 5 6 tahun dimana pada umur tersebut terjadi perpotongan antara grafik MAI dan CAI. Pada rotasi 1 daur volume maksimum terjadi pada umur 5,4 tahun dengan riap volume tertinggi 31,85 m 3 /ha/tahun sehingga akan didapat volume sebesar 171,99 m 3 /ha, sedangkan untuk rotasi 2 daur volume maksimum terjadi pada umur 6 tahun dengan rata-rata riap volume tahunan sekitar 28,80 m 3 /ha/tahun sehingga akan didapat volume sebesar 172,8 m 3 /ha. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan daur tebang 5 tahun pada rotasi 1 belum tepat karena volume yang dihasilkan masih bisa meningkat, begitu juga pada rotasi 2 penggunaan daur tebang 5 tahun tidak tepat karena akan menghasilkan volume yang lebih kecil sehingga terjadi penurunan hasil jika dibandingkan dengan hasil pada rotasi 1. Apabila kita bandingkan hasil volume dugaan hibrid E. urograndis dalam penelitian ini dengan tetua jenis E. urophylla pada umur sama dan di lokasi yang sama (Darwo 1999), dimana daur volume maksimum jenis E. urophylla terjadi pada umur 5 tahun dengan MAI sebesar 26,29 m 3 /ha/tahun dan volume tegakan sebesar 131,44 m 3 /ha, maka volume dugaan hibrid E. urograndis lebih tinggi 17,69 % setelah konversi dari tegakan E. urophylla menjadi tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1. Volume hibrid E. urograndis lebih tinggi diakibatkan oleh

101 70 perbedaan kualitas bibit secara genetik karena bibit E. urophylla yang digunakan berasal dari biji, sedangkan bibit hibrid E. urograndis berasal dari bibit vegetatif dengan klon unggul dimana gen baru lebih efisien dalam proses fisiologi sehingga lebih banyak karbohidrat yang dapat dikonversi ke jaringan tanaman. Menurut Hardiyanto (2009), kontribusi bibit unggul secara genetik pada produktivitas jenis E. grandis di Brazil dapat meningkat sebesar 15-20% dan jika benih unggul tersebut dibarengi dengan pemupukan Nitrogen dan pemeliharaan tanaman secara intensif maka kenaikan dapat mencapai 100%. Hasil penelitian terhadap jenis tanaman hibrid E. urograndis di negara lain, yang ditanam di Congo pada tanah miskin hara sampai umur 6 tahun dapat mencapai volume 158 m 3 /ha dengan riap tahunan 26 m 3 /ha/tahun (Laclau et al. 2005), sedangkan pada tanah subur produktivitas hibrid E. urograndis sangat tinggi dan memiliki riap tahunan rata-rata sebesar 70 m 3 /ha/tahun (Campinhos 1993). Hasil penelitian tegakan hibrid E. urograndis di Bahia, Brazil yang ditanam seluas ha pada ketinggian meter dari permukaan laut mempunyai riap rata-rata sekitar 30 m 3 /ha pada 3 jenis tanah (Oxisol berpasir, Ultisol berpasir dan Ultisol berlempung) dengan curah hujan <1000 mm/tahun. Pada curah hujan antara mm/tahun riap rata-rata tahunan dapat mencapai sekitar 37 m 3 /ha pada tanah Ultisol berlempung; 34 m 3 /ha pada tanah Ultisol berpasir dan sekitar 30 m 3 /ha pada tanah Oxisol berpasir. Pada lahan yang mempunyai curah hujan > 1200 mm/tahun riap rata-rata tahunan menjadi sekitar 58 m 3 /ha pada tanah Ultisol berlempung; sekitar 47 m 3 /ha pada tanah Ultisol berpasir dan sekitar 38 m 3 /ha pada tanah Oxisol berpasir (Stape et al dalam Fisher dan Binkley 2000). Menurut Gonçalves et al. (1997) pertumbuhan hibrid E. urograndis di Brazil pada tanah Ultisol sangat beragam dengan kisaran riap rata-rata tahunan pada umur 5 tahun sebesar m 3 /ha/tahun. Riap MAI hibrid E. urograndis di Aek Nauli hasil dalam penelitian ini dibandingkan dengan rata-rata riap untuk jenis yang sama di negara lain (APHI 2010) terlihat bahwa hibrid E. urograndis yang ditanam di Indonesia riapnya masih di bawah jenis yang ditanam di Brazil tetapi lebih tinggi dibanding dengan yang ditanam di Chile dan Uruguay (Gambar 18).

102 71 MAI m3/ha/th Brazil Uruguay Chile Indonesia *) Potensial Current **) Gambar 18 Perbandingan MAI (m 3 /ha/tahun) hutan tanaman hibrid Eucalyptus urograndis di beberapa negara. Produktivitas hibrid E. urograndis sangat ditentukan oleh jenis tanah dan curah hujan tahunan (Fisher dan Binkley 2000). Namun jika dibandingkan dengan kondisi tapak di Aek Nauli yang mempunyai jenis tanah Inceptisol dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2824 mm, seharusnya hibrid E. urograndis tumbuh lebih baik dengan produktivitas lebih tinggi karena disamping curah hujan tinggi juga tanah jenis Inceptisol merupakan tanah yang masih muda dan relatif subur. Lebih kecilnya produktivitas hibrid E. urograndis di Indonesia diduga disebabkan oleh perbedaan ketinggian tempat dimana di Aek Nauli jenis tersebut tumbuh pada dataran tinggi sehingga mengakibatkan laju fotosintesis lebih rendah dan pertumbuhan lebih lambat, sedangkan di Brazil hibrid E. urograndis di atas yang ditanam pada dataran rendah. Selain itu beberapa faktor yang menyebabkan masih rendahnya produktivitas adalah: keragaman genetik dari klon yang dihasilkan masih rendah dibanding dengan klon di Brazil; input hara yang masih rendah; ketidakdisiplinan dari pelaksana di lapangan dalam menerapkan standar operasional yang berlaku dan standar operasional yang belum sempurna (APHI 2010). Keterangan : *) Hasil penelitian ini **) pada rotasi 1

103 72 Produksi Biomassa Tegakan Hibrid E. urograndis Ukuran produktivitas tegakan dapat diukur dalam bentuk biomassa tergantung tujuan pemanfaatan dari jenis yang diusahakan. Biomassa tegakan adalah jumlah total bahan hidup jaringan tanaman pada suatu waktu (Rusdiana 2007). Biomassa tegakan diukur berdasarkan berat kering open dan dibagi ke dalam bagian-bagian jaringan tegakan (batang dan kulit, cabang, ranting, daun dan buah). Perhitungan produksi biomassa dilakukan berdasarkan data dimensi tegakan pohon contoh pada petak ukur tidak permanen. Jumlah biomassa setiap bagian tegakan berdasarkan berat kering dapat dilihat pada Tabel 9. Peningkatan total biomassa terjadi mulai dari umur 1 tahun meningkat terus sejalan dengan bertambahnya umur tegakan sampai tegakan berumur 5 tahun baik pada rotasi 1 maupun rotasi 2. Terjadi penurunan total biomassa dari rotasi 1 ke rotasi 2 saat penebangan dilakukan pada umur 5 tahun. Penurunan biomassa pada saat panen dari rotasi 1 ke rotasi 2 terjadi sebesar: untuk bagian batang berdiameter 5 cm turun sebesar 6,3%; batang < 5 cm turun 1,8%; cabang turun 0,2 %; ranting turun 57,6 %; daun turun 26,97% dan buah turun 79,1%. Penurunan biomassa total mencapai 10,5% dan sebagian besar merupakan penurunan hasil biomassa termanfaatkan sebesar 6,3%. Hasil ini sejalan dengan hasil volume tegakan yang menurun dari rotasi 1 dan 2 sebesar 10,8%. Biomassa batang dan kulit berdiameter 5 cm yang dipanen pada umur 5 tahun mencapai ton/ha, batang berdiameter < 5 cm 1 ton/ha, cabang 7-8 ton/ha, ranting 3-8 ton/ha dan daun 4-5 ton. Tabel 9 Rata-rata biomassa (ton/ha) bagian tegakan hibrid E. urograndis Umur Rotasi (thn) Batang d 5cm 1,92 36,02 58,67 89,83 151,28 3,81 31,37 80,92 98,79 141,81 Batang d<5cm 1,56 2,11 2,84 2,39 0,99 2,03 2,76 2,21 1,52 0,97 Cabang Ranting Daun Buah 1,00 7,11 7,55 10,71 8,04 4,19 4,95 8,21 7,50 6,66 0,95 2,22 2,65 2,18 7,70 1,06 3,20 2,21 2,92 3,26 2,13 5,35 5,28 3,43 5,31 4,99 8,47 5,67 6,16 3,88-0,02 0,07-2,21-0,06 0,01 0,71 0,46 Jumlah Biomassa 7,56 52,83 77,06 108,54 175,53 16,08 50,81 99,23 117,60 157,04

104 73 Hasil di atas jika dibandingkan dengan jenis Acacia mangium yang di tanam di Riau pada umur yang sama 5 tahun dapat menghasilkan berat batang yang dipanen sekitar 197 ton/ha (Mindawati dan Pratiwi 2008), dan jenis A. mangium di Sumatera Selatan dapat menghasilkan sebesar ton/ha (Hardiyanto et al dalam Koranto 2003), maka produktivitas hibrid E. urograndis lebih kecil, sedangkan jika dibandingkan dengan tanaman Gmelina arborea di Kalimantan yang menghasilkan biomassa batang pada umur 6 tahun sebesar 120 ton/ha di lahan yang subur (Koranto 2003), maka produktivitas hibrid E. urograndis lebih besar. Hasil penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan biomassa jenis yang sama yang ditanam di Congo pada umur 4,5 tahun dapat mencapai rata-rata berat kering batang 77,4 ton/ha, kulit 11,8 ton/ha, cabang 15,2 ton/ha dan daun 3,3 ton/ha (Spangenberg et al. 1995). Hal ini lebih disebabkan perbedaan kondisi tempat tumbuh terutama iklim setempat dari kedua negara. Menurut Koranto (2003) meskipun sifat kimia dan fisik tanah di wilayah tropis lebih rendah dari pada di wilayah temperate, tetapi pada umumnya produktivitas biomassa di daerah tropis lebih besar daripada di daerah temperate karena temperatur, curah hujan, kelembaban, jumlah mikroorganisme dan periode tumbuh lebih tinggi di daerah tropis dibanding daerah temperate. Selanjutnya, perkembangan dan perbandingan data sebaran persentase biomassa tiap bagian tegakan hibrid E. urograndis antara rotasi 1 dan rotasi 2 dapat dilihat pada Gambar 19 sampai Gambar 23. Biomassa terbesar terdapat pada bagian batang berdiameter 5 cm. Semakin bertambah umur tegakan semakin besar biomassa batang berdiameter 5 cm yang diangkut ke luar lahan. Pada umur 1 tahun biomassa batang berdiameter 5 cm sekitar 24-25%, umur 2 tahun sekitar 62-68%, umur 3 tahun sekitar 76% -82%, umur 4 tahun sekitar 83-84% dan umur 5 tahun sekitar 86-90% dari total tegakan. Hasil ini relatif sama dengan jenis-jenis rotasi pendek di India dimana kontribusi batang dan cabang sekitar 82 96% dari total tegakan (Garg dan Singh 2003).

105 74 R 1 Umur 1 Tahun R 2 Umur 1 Tahun 28% 25% 31% 24% 13% 21% 6% 13% 13% 26% Batang d 5 cm Cabang Daun + Buah Batang d < 5 cm Ranting Batang d 5 cm Batang d < 5 cm Cabang Gambar 19 Perbandingan sebaran biomassa (%) umur 1 tahun rotasi 1 dan 2. R 1 Umur 2 Tahun R 2 Umur 2 Tahun 4% 10% 17% 14% 4% 68% 6% 10% 5% 62% Batang d 5 cm Cabang Batang d< 5 cm Ranting Batang d 5 cm Cabang Daun + Buah Batang d < 5 cm Ranting Gambar 20 Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 2 tahun antara rotasi 1 dan rotasi 2.

106 75 3% R 1 Umur 3 Tahun 2% R 2 Umur 3 Tahun 10% 7% 2% 8% 6% 4% 76% 82% Batang d 5 cm Cabang Daun + Buah Batang d< 5 cm Ranting Batang d 5 cm Cabang Daun + Buah Batang d < 5 cm Ranting Gambar 21 Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 3 tahun antara rotasi 1 dan rotasi 2. 2% R 1 Umur 4 Tahun 3% 2% 10% 1% 3% R 2 Umur 4 Tahun 6% 6% 83% 84% Batang d 5 cm Batang d< 5 cm Batang d 5 cm Batang d < 5 cm Gambar 22 Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 4 tahun antara rotasi 1 dan rotasi 2.

107 76 1% R 1 Umur 5 Tahun 4% 5% 4% 1% R 2 Umur 5 Tahun 2% 3% 4% 86% 90% Batang d 5 cm Cabang Batang d< 5 cm Ranting Batang d 5 cm Cabang Batang d< 5 cm Ranting Gambar 23 Perbandingan sebaran biomassa (%) bagian tanaman umur 5 tahun antara rotasi 1 dan rotasi 2 Apabila dibandingkan dengan jenis Gmelina arborea di Kalimantan dimana batang merupakan komponen terbesar sekitar 80% dari biomassa total (Koranto 2003) dan jenis A. mangium pada umur 5 tahun yang mempunyai persentase batang 8 cm sekitar 70,6% dari total biomassa (Mindawati dan Pratiwi 2008), maka biomassa hibrid E. urograndis lebih besar. Menurut Sanchez (1976), di daerah tropis seperti negara Zaire, Ghana dan Panama besarnya biomassa hutan relatif tetap yaitu sekitar 75% biomassa batang, 15-20% biomassa akar, 4% biomassa daun dan sekitar 1-2% biomassa serasah. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini mendukung pernyataan Ruhiyat (1993) bahwa komponen batang pada suatu tegakan merupakan penyusun utama biomassa tegakan. Berdasarkan Coledette et al. (2008), rendemen yang dihasilkan dari hibrid E. urograndis berkisar 51-53% sehingga dari biomassa batang berdiameter 5 cm sekitar ton/ha maka diduga akan menghasilkan pulp sebanyak ton pulp/ha. Dari data biomassa di lapangan dibuat model pendugaan biomassa hibrid E.urograndis berdasarkan empat model yang dicobakan dalam penelitian ini (Brown et al. 1989; Brown 1997; Laar dan Akca 1997). Hasil model penduga biomassa disajikan pada Tabel 10 untuk rotasi 1 dan Tabel 11 untuk rotasi 2.

108 77 Model pendugaan biomassa tegakan yang terbaik dicirikan dengan nilai koefisien determinasi tertinggi dari ke empat model yang dicobakan. Persamaan allometrik model penduga biomassa batang berdiameter 5 cm tegakan hibrid E. urograndis untuk rotasi 1 dapat didekati dengan ke 4 model persamaan karena semua persamaan mempunyai nilai koefisien determinasi tinggi sebesar 82,7-95,2%. Untuk rotasi 2 hanya 2 model yaitu yang menyertakan diameter dengan R 2 sebesar 75,4 dan persamaan yang menyertakan diameter dan tinggi dengan nilai koefisien determinasi 93,6%. Tabel 10 Model penduga biomassa tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 Rotasi Model pendugaan biomassa kering (kg/ha) R 2 (%) P Batang d 5cm W = D D 2 Log W = 1,54 + 2,97 log D W = ,3 (D 2 H) Batang d<5cm Log W = 1,47 + 2,55 log D + 0,491 Log H W = D 23,1 D 2 Log W = 3,32 0,065 Log D W = ,139 (D 2 H) Cabang Log W = 3,32 0,059 log D 0,007Log H W = D 73,2 D 2 Log W = 2,19 + 1,51 log D W = ,513 (D 2 H) Ranting Log W = 2,18 + 1,47 log D + 0,047 Log H W = D + 25,6 D 2 Log W = 2,29 + 1,04 log D W = ,752 (D 2 H) Daun Log W = 2,25 + 0,786 log D + 0,303 log H W = D 17,4 D 2 Log W = 2,97 + 0,618 log D W = ,255 (D 2 H) Log W = 2,96 + 0,581 log D + 0,043 Log H Keterangan : * = persamaan terbaik tiap bagian tegakan W = berat kering oven; D = Diameter (cm); H = Tinggi (m) 82,7 92,3* 86,9 95,2* 61,1* 0,5 22,5 0,5 41,7 72,1* 10,0 72,2* 28,7 52,4 27,8 57,3* 42,6 49,5 17,6 49,8* 0,000 0,000 0,000 0,000 0,003 0,795 0,074 0,968 0,039 0,000 0,251 0,000 0,132 0,002 0,043 0,006 0,036 0,003 0,120 0,016

109 78 Tabel 11 Model penduga biomassa tegakan hibrid E. urograndis rotasi 2 Rotasi Model pendugaan biomassa kering (kg/ha) R 2 (%) P 2 Batang d 5cm W = D D 2 Log W = 1,74 + 2,82 log D W = ,1 (D 2 H) Log W = 1,42 + 0,353 log D + 2,46 Log H 37,7 75,4 36,8 93,6* 0,058 0,000 0,016 0,000 Batang d<5cm W = D 1,3 D 2 Log W = 3,37 0,124 log D W = D 1,1 (D 2 H) Cabang Log W = 3,52 + 1,06 log D 1,18 Log H W = D + 31,6 D 2 Log W = 2,70 + 1,01 log D W = ,985 (D 2 H) Ranting Log W = 2,70 + 1,02 log D 0,010 Log H W = D 14,6 D 2 Log W = 2,38 + 0,946 log D W = ,303 (D 2 H) Daun Log W = 2,34 + 0,634 log D + 0,312 Log H W = D + 10,5 D 2 Log W = 3,33 + 0,388 log D W = ,245 (D 2 H) Log W = 3,52 + 1,48 Log D 1,09 Log H Keterangan : * = persamaan terbaik tiap bagian tegakan W = berat kering oven; D = Diameter (cm); H = Tinggi (m) 2,5 1,5 8,9 44,3* 39,1 42,7* 38,2 42,7* 34,7 48,5 22,8 50,2* 9, ,5 49,4* 0,862 0,662 0,280 0,030 0,051 0,008 0,014 0,036 0,077 0,004 0,072 0,015 0,541 0,168 0,505 0,017 Persamaan terbaik biomasa panen untuk batang berdiameter 5 cm adalah Log W = 1,47 + 2,55 log D + 0,491 Log H dengan nilai koefisien determinasi sebesar 95,2% untuk rotasi 1, sedangkan untuk rotasi 2 persamaan model penduga biomassa batang berdiameter 5 cm terpilih berdasarkan peubah tinggi dan diameter yaitu Log W = 1,42 + 0,353 log D + 2,46 Log H dengan nilai koefisien determinasi sebesar 93,6 %. Walaupun demikian, persamaan model ke dua untuk rotasi 1 dapat dipilih yaitu : Log W = 1,54 + 2,97 log D dengan

110 79 koefisien determinasi sebesar 92,3% karena lebih sederhana dan hanya melibatkan satu peubah yaitu diameter. Model persamaan penduga biomassa batang berdiameter <5 cm rotasi 1 adalah W = D 23,1 D 2 dan rotasi 2 adalah persamaan Log W = 3,52 + 1,06 log D 1,18 Log H. Model penduga biomassa cabang dapat dipilih untuk rotasi 1 adalah Log W = 2,19 + 1,51 log D atau persamaan Log W = 2,18 + 1,47 log D + 0,047 Log H dan untuk rotasi 2 adalah Log W = 2,70 + 1,01 log D atau dengan persamaan Log W = 2,70 + 1,02 log D 0,010 Log H karena mempunyai nilai R2 yang sama. Model penduga biomassa ranting terbaik untuk rotasi 1 adalah Log W = 2,25 + 0,786 log D + 0,303 log H dan rotasi 2 adalah Log W = 2,34 + 0,634 log D + 0,312 Log H, sedangkan model penduga biomassa daun termasuk buah dan bunga terbaik untuk rotasi 1 didapat persamaan Log W = 2,96 + 0,581 log D + 0,043 Log H dan rotasi 2 adalah Log W = 3,52 + 1,48 Log D 1,09 Log H. Dari semua model terbaik di atas tampak bahwa penyertaan dua peubah yaitu peubah tinggi dan diameter menghasilkan pendugaan biomassa dengan persamaan allometrik terbaik dari ke 4 model yang dicobakan untuk rotasi 1 dan rotasi 2, namun demikian untuk biomassa batang diameter 5 cm, batang diameter < 5 cm, cabang dan ranting pada rotasi 1 dan untuk cabang pada rotasi 2 dapat dipilih atau sebaiknya dipilih persamaan yang lebih sederhana dan effisien yaitu persamaan yang menyertakan satu peubah diameter karena selisih R 2 nya sangat kecil dan relatif sama. Kualitas Tapak Tegakan Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Status Hara Hutan Tanaman Hibrid E. urograndis Penentuan status hara suatu lahan dapat dilakukan melalui analisis tanah dan analisis jaringan tanaman terutama bagian daun (Poerwanto 2003; Dell et al. 2003; Landsberg 1997). Menurut Rusdiana (1999) tujuan analisis tanah dan tanaman adalah untuk menetapkan kesesuaian dan produktivitas potensial lahan pada sistem silvikultur tertentu, dan untuk mendiagnosa kemungkinan adanya defisiensi hara yang dapat menghambat pertumbuhan dan kapasitas produksi

111 80 tegakan. Analisis kadar hara tanah sudah umum dilakukan baik di bidang pertanian maupun kehutanan, tetapi analisis kadar hara pada daun di bidang kehutanan masih sangat jarang dilakukan. Di bidang pertanian analisis hara daun tanaman umum dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan defisiensi unsur hara bagi tanaman dan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemupukan. Namun demikian, menurut Fisher dan Binkley (2000) analisis menggunakan jaringan tanaman seperti pada jaringan daun tanaman sering kurang tepat untuk menggambarkan status hara dalam tanah. Manfaat dari mengetahui status hara tanah suatu lahan bertegakan adalah untuk menentukan managemen tapak yang tepat, baik berupa pemupukan maupun kegiatan pemeliharaan dan manipulasi lingkungan. Status hara tanah Kualitas tanah adalah kapasitas tanah untuk dapat berfungsi secara optimal dalam suatu ekosistem sehubungan dengan daya dukung tanah terhadap pertumbuhan tanaman, pencegahan erosi dan pengurangan dampak negatif terhadap sumberdaya air dan udara (Karlen et al. 1997). Kualitas tanah tidak dapat diukur secara pasti karena bersifat kompleks, namun dapat diduga dari sifat-sifat tanah yang dapat diukur dan dapat dijadikan indikator dari kualitas tanah itu sendiri (Islam dan Weil 2000). Status hara tanah pada lahan bertegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dan 2 telah diukur melalui analisis sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Hasil analisis dan perbandingan sifat-sifat tanah pada rotasi 1 dan 2 adalah sebagai berikut : Sifat kimia tanah Beberapa sifat kimia tanah yang penting dan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman adalah: reaksi (ph) tanah, kandungan unsur-unsur hara dan kandungan bahan organik tanah. Menurut Dell et al.(2003) umumnya di Indonesia tanaman Eucalyptus mengalami kekurangan unsur hara makro N, P, K dan Mg sehingga menyebabkan daun gugur sebelum waktunya dan volume kayu yang dihasilkan menurun. Hasil analisis kimia tanah di bawah tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dan 2 pada berbagai umur tegakan dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan hasil uji beda kandungan unsur hara antara rotasi 1 dan 2

112 81 pada Lampiran 11. Perbedaan rata-rata sifat kimia tanah antara rotasi 1 dan 2 adalah sebagai berikut: Derajat keasaman (ph). Derajat keasaman atau reaksi tanah merupakan salah satu indikator penting dalam menduga potensi kesuburan tanah dan sebagai petunjuk kondisi ketersediaan unsur-unsur hara bagi tanaman. Kondisi ph tanah yang optimum adalah sekitar ph netral (ph 6,5 - ph 7,0). Pada level ph demikian sebagian besar unsur hara berada dalam kondisi tersedia bagi tanaman apabila jumlah cadangan unsur hara tanah sebelumnya cukup (USDA 1998). Perbandingan rata-rata ph antara rotasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Rata-rata nilai ph tanah rotasi 1 dan 2 Umur (thn) Kedalaman (cm) Secara keseluruhan ph tanah di lokasi penelitian masih berada di bawah kisaran ph optimum yaitu termasuk masam (ph 3,9-4,7), dan antara rotasi 1 dan 2 tidak berbeda nyata (p > 0,050). Pada ph tanah rendah akan menyebabkan hara P difiksasi oleh Al sehingga sukar diserap tanaman dan unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu dan Co) menjadi mudah larut sehingga dapat bersifat racun jika dalam jumlah terlalu banyak (Sarwono 2010). ph (1:1) (H2O) Rotasi I Rotasi II Δ ,27 ± 0,12 4,80 ± 0,20 0,53 2 4,27 ± 0,21 4,00 ± 0,10-0,27 3 4,10 ± 0,10 4,07 ± 0,15-0,03 4 4,57 ± 0,06 4,37 ± 0,06-0,20 5 3,90 ± 0,10 4,43 ± 0,55 0, ,20 ± 0,10 4,80 ± 0,10 0,60 2 4,07 ± 0,12 3,93 ± 0,06-0,14 3 4,03 ± 0,15 3,97 ± 0,06-0,06 4 4,47 ± 0,06 4,23 ± 0,06-0,24 5 3,97 ± 0,15 4,33 ± 0,29 0,36 Pada awal rotasi 2 terjadi peningkatan nilai ph setelah penebangan rotasi 1 sebesar 0,53% (setara 12%) pada lapisan atas dan 0,36% (setara 14%) pada lapisan bawah. Hal ini disebabkan oleh adanya pemupukan secara bertahap yang diberikan ke lahan mulai saat tanam sebagai pupuk dasar sampai tanaman berumur 9 bulan dengan pupuk rock posphat 300 kg/ha kg/ha NPK kg/ha Urea kg/ha TSP. Pemupukan di atas setara dengan jumlah unsur

113 82 hara 96 kg/ha N + 63,18 kg/ha P + 12,45 kg/ha K + 109,61 kg/ha Ca. Pemberian Pupuk TSP dalam bentuk garam yang dibuat dari basa kuat Ca(OH) 2 dan asam agak lemah H 3 PO 4 dapat meningkatkan ph tanah, dan pemberian pupuk dasar rockposfat dapat meningkatkan ph tanah, hara P dan hara Ca (Marschner 1991). Selanjutnya, sejalan dengan bertambahnya umur tegakan ph tanah menurun kembali diduga karena hara yang tersedia terus diserap dan pemupukan pada umur tersebut sudah tidak ada. Terjadi sedikit peningkatan ph tanah dari rotasi 1 ke rotasi 2 pasca penebangan umur 5 tahun walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Peningkatan ph disebabkan terjadi akumulasi serasah yang sebagian telah terdekomposisi dan menjadi humus. Pada umumnya tanah-tanah di daerah tropik mempunyai ph rata-rata rendah sehingga jenis-jenis yang baik dikembangkan di daerah tropik haruslah jenis-jenis yang mempunyai sifat toleransi tinggi terhadap kepekatan ion H + pada larutan tanah dan hibrid E. urograndis sudah terbukti dapat tumbuh baik pada tanah dengan ph rendah, namun akan lebih optimal lagi pertumbuhanya jika ph netral. Hal ini juga memperkuat pendapat Nambiar dan Brown (1997) bahwa jenis Eucalyptus dan Pinus mampu tumbuh pada tanah yang mempunyai tingkat keasaman tinggi (ph rendah). Kadar N total. Unsur hara N merupakan unsur hara makro penting (essensial) bagi pertumbuhan tanaman. Kadar N tanah sangat tergantung bahan organik tanah sebagai sumber utama. N merupakan bagian penting dalam klorofil dan berfungsi pada proses fotosintesis. Tanaman menyerap unsur N dari tanah dalam bentuk kation amonium (NH4 + ) dan anion nitrat (NO3 - ) yang terlarut pada larutan tanah (Mengel dan Kirby 1982; Marschner 1991). Keberadaan N dalam tanah bersifat mobil yaitu mudah bergerak atau berpindah, seperti menguap ke udara, tercuci atau terangkut melalui erosi sehingga kadar N tanah bersifat fluktuatif (Lutz dan Chandler 1951). Kisaran kadar N di lokasi penelitian pada rotasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 13.

114 83 Tabel 13 Rata-rata kadar unsur hara Nitrogen total tanah pada rotasi 1 dan 2 Umur (th) Kedalaman (cm) N (%) Rotasi I Rotasi II Δ ,10 ± 0,02 0,10 ± 0,01 0,00 2 0,12 ± 0,01 0,09 ± 0,01-0,03 3 0,13 ± 0,01 0,11 ± 0,02-0,02 4 0,12 ± 0,01 0,11 ± 0,01-0,01 5 0,11 ± 0,02 0,09 ± 0,02-0, ,07 ± 0,01 0,07 ± 0,02 0,00 2 0,09 ± 0,01 0,06 ± 0,03-0,03 3 0,08 ± 0,05 0,07 ± 0,03-0,01 4 0,08 ± 0,02 0,07 ± 0,03-0,01 5 0,08 ± 0,04 0,06 ± 0,03-0,02 Kadar N total tanah di bawah tegakan hibrid E. urograndis pada lapisan atas rotasi 1 berkisar 0,10-0,11% dan rotasi 2 berkisar 0,09-0,11%. Berdasarkan uji beda Tukeys, kadar N tanah antara rotasi 1 dan 2 berbeda nyata (p = 0,006), dimana secara umum terjadi penurunan kadar N dari rotasi 1 ke rotasi 2 walaupun pemupukan dengan Urea telah dilakukan. Penurunan kadar hara N setelah tebang antara rotasi 1 dan 2 sebesar 0,02%. Pemberian pupuk Urea CO (NH 2 ) 2 sebanyak total 180 kg/ha belum cukup meningkatkan kandungan hara N pada tanah karena N yang diserap oleh akar tanaman cukup besar. Selain itu jenis Eucalyptus termasuk golongan non legume sehingga tidak mampu mendapatkan tambahan N langsung dari atmosfer. Kebutuhan tanaman akan unsur N sepanjang fase pertumbuhan cukup tinggi dan bertambah sejalan dengan bertambahnya umur tanaman, terutama untuk pembentukan batang dan tajuk. Pengalaman manajemen hutan tanaman Eucalyptus di China (Dell et al. 2003) menunjukkan bahwa pemupukan dengan Urea dosis 200 kg/ha hanya cukup untuk 1 rotasi saja pada kondisi lahan marginal. Kadar P. Unsur hara P tanah merupakan hara makro penting kedua setelah N bagi pertumbuhan tanaman. Unsur ini berperan dalam proses pembentukan protein. Unsur P diserap dalam bentuk anion-anion H2PO4 - dan atau HPO4 2- serta PO4 3-. Kandungan hara P tersedia tinggi akan menyebabkan kecenderungan tanah menjadi lebih subur sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman (Mengel dan Kirby 1982; Marschner 1991). Jumlah P tersedia dalam tanah

115 84 ditentukan oleh jumlah P dalam komplek jerapan (Ptotal) yang mekanisme ketersedian P diatur oleh ph. Perbandingan kadar P tersedia tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Rata-rata kadar Fosfor tersedia tanah rotasi 1 dan 2 Umur (th) Kedalaman (cm) P (x 10-4 %) Δ Rotasi I Rotasi II (x10-4 %) ,67 ± 0,40 12,50 ± 1,10 8,83 2 9,07 ± 0,61 9,83 ± 0,40 0,77 3 5,03 ± 0,80 12,57 ± 1,75 7,53 4 3,70 ± 0,26 4,40 ± 0,56 0,70 5 2,90 ± 0,20 5,77 ± 0,55 2, ,90 ± 0,26 4,88 ± 2,96 2,98 2 4,23 ± 0,35 4,51 ± 1,07 0,28 3 1,64 ± 0,89 5,02 ± 2,65 3,38 4 1,80 ± 0,65 2,26 ± 0,33 0,47 5 1,39 ± 0,53 2,26 ± 1,56 0,87 Kadar P tersedia lapisan atas pada rotasi 1 sekitar 3,67-9,07 mg/kg, sedangkan pada rotasi 2 kadar P sekitar 4,40-12,57 mg/kg. Kadar P pada rotasi 2 lebih tinggi jika dibanding dengan rotasi 1 pada semua kelas umur tegakan dan sangat berbeda nyata (p = 0,001) baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah. Terjadi kenaikan kadar hara P setelah tebang sebesar 2,87 mg/kg di lapisan atas dan 0,87 mg/kg di lapisan bawah. Hal ini terjadi karena ada kegiatan input hara berupa pemupukan yang diberikan dalam pemeliharaan. Pemupukan TSP yang dilakukan sebanyak 3 kali (saat tanam, saat umur 1 bulan dan 5 bulan setelah tanam) dengan dosis kumulatif 145 kg//ha telah menyebabkan kenaikan kadar P tersedia dalam tanah karena pupuk P lebih bersifat persisten dalam tanah dan tidak mudah hilang tercuci keluar lahan serta tidak mudah menguap. Kenaikan P tersedia pada sub soil tidak sebesar pada top soil karena sistem pemberian pupuk sebagian besar dengan cara meletakan pupuk di atas permukaan tanah dekat batang tanaman dan tidak dibenamkan. Kadar hara P tanah meningkat diduga juga karena tanaman Eucalyptus bersimbiosis dengan mikorhiza yang dapat menyebabkan peningkatan ketersediaan hara P. Selain itu, kondisi ph tanah meningkat dari rotasi 1 ke rotasi 2 sehingga terjadi mineralisasi sebagian hara P yang terfiksasi dalam tanah. Menurut Sarwono (2010) ph tanah jika

116 85 meningkat atau ditingkatkan dapat menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman, terutama hara P yang terikat dapat menjadi tersedia dan dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Kadar K. Unsur hara K merupakan unsur hara makro penting bagi pertumbuhan tanaman dan berperan sebagai katalisator proses enzimatik dalam jaringan tanaman. Hara K diserap dalam bentuk ion-ion positif (K + ). Penyerapan unsur hara K + adalah unik (khas) sebab tanaman mengabsorpsi K melebihi dari jumlah yang diperlukan (Marschner 1991). Di dalam jaringan tanaman unsur K bersifat mobil dan keberadaan unsur K yang cukup pada menyeimbangkan kesuburan tanah. Kadar dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata kadar Kalium tanah rotasi 1 dan 2 Umur (th) Kedalaman (cm) tanah dapat K tanah pada berbagai umur dapat K (%) Rotasi I Rotasi II Δ ,02 ± 0,00 0,02 ± 0,00 0,00 2 0,02 ± 0,00 0,01 ± 0,00-0,01 3 0,01 ± 0,00 0,02 ± 0,00 0,01 4 0,01 ± 0,00 0,01 ± 0,00 0,00 5 0,02 ± 0,00 0,01 ± 0,00-0, ,02 ± 0,00 0,01 ± 0,00-0,01 2 0,02 ± 0,00 0,01 ± 0,00-0,01 3 0,01 ± 0,01 0,01 ± 0,01 0,00 4 0,01 ± 0,00 0,01 ± 0,00 0,00 5 0,01 ± 0,01 0,01 ± 0,00 0,00 Kadar hara K rotasi 1 dan 2 berkisar 0,01-0,02% (0,31-0,43 me/100gram) dan menurun pada lapisan atas dari rotasi 1 ke rotasi 2 pasca tebangan sebesar 0,01%, namun secara statistik tidak berbeda nyata (p > 0,050). Hal ini menunjukan bahwa kadar unsur hara K dalam tanah sama antara rotasi 1 dan rotasi 2. Kadar Ca. Unsur hara Ca merupakan unsur hara makro penting lain bagi pertumbuhan tanaman dan diserap dalam bentuk ion-ion positif (kation-kation basa dapat ditukar). Keberadaan unsur Ca dalam tanah yang cukup dapat menyeimbangkan kesuburan tanah. Kadar Ca tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 16.

117 86 Tabel 16 Rata-rata kadar Calsium tanah rotasi 1 dan 2 Umur (th) Kedalaman (cm) Ca (%) Rotasi I Rotasi II Δ ,07 ± 0,00 0,04 ± 0,01-0,03 2 0,09 ± 0,00 0,05 ± 0,01-0,04 3 0,07 ± 0,00 0,05 ± 0,01-0,02 4 0,06 ± 0,00 0,04 ± 0,00-0,02 5 0,04 ± 0,00 0,04 ± 0,00 0, ,06 ± 0,00 0,03 ± 0,01-0,03 2 0,07 ± 0,00 0,03 ± 0,01-0,04 3 0,04 ± 0,03 0,03 ± 0,02-0,01 4 0,04 ± 0,01 0,03 ± 0,01-0,01 5 0,03 ± 0,01 0,02 ± 0,01-0,01 Kadar Ca dibawah tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 berkisar 0,03-0,09% ( 2,14-4,24 me/100gr) dan pada rotasi 2 berkisar 0,02-0,05% (1,83-2,65 me/100gr). Berdasarkan hasil uji Tukey kadar Ca antara rotasi 1 dan rotasi 2 sangat berbeda nyata (p = 0,000). Terjadi penurunan kadar Ca tanah pasca tebangan dari rotasi 1 ke rotasi 2 hanya pada lapisan bawah sebesar 0,01% (setara 33,3%) dan dari lahan dengan tegakan berumur muda ke lahan bertegakan umur lebih tua. Hal ini dikarenakan untuk pertumbuhan tanaman hibrid E. urograndis membutuhkan unsur hara Ca dalam jumlah cukup besar terutama untuk pembentukan jaringan tanaman seperti batang, cabang, ranting dan akar. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian untuk jenis yang sama di Congo bahwa kandungan hara Ca tanah turun dari rotasi 1 ke rotasi 2 ke rotasi 3 dan ke rotasi 4 (Spangenberg et al. 1996). Penambahan unsur hara Ca dalam pengelolaan hibrid E. urograndis dilakukan melalui pemberian rockposphat 300 kg/ha sebagai pupuk dasar dan pupuk TSP sebanyak 145 kg /ha yang juga mengandung Ca. Pemupukan tersebut belum mencukupi untuk menjadikan unsur hara Ca tersedia cukup dalam tanah. Selain itu, tambahan unsur Ca didapat dari air hujan yang masuk ke lahan, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan hitungan hara dari air hujan karena menurut Chijicke (1980) dan Sanchez (1976) asupan hara Ca ke tanah dari air hujan sangat kecil. Sebagai contoh, asupan hara Ca pada lahan hutan tanaman Pinus caribaea di Ghana sebesar 12,7 kg Ca/ha/tahun dengan curah hujan 1850

118 87 mm/tahun, pada tanaman kelapa sawit di Malaysia 12,5 kg Ca/ha/tahun dengan curah hujan 2300 mm/tahun dan pada tegakan Gmelina arborea di Panama sebesar 9,51 kg Ca/ha/tahun dengan curah hujan rata-rata 1930 mm/tahun. Kadar Mg. Unsur hara Mg merupakan unsur hara penting setelah unsur N, P, K dan Ca yang diperlukan tanaman untuk pembentukan klorofil dan mempengaruhi aktivitas enzim. Unsur hara Mg diserap akar tanaman dalam bentuk ion-ion positif Mg 2+. Keberadaan unsur Mg yang cukup dalam tanah dapat menyeimbangkan kesuburan tanah. Rata-rata nilai kadar Mg tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Perbandingan rata-rata kadar Mg tanah rotasi 1 dan 2 Umur (th) Kedalaman (cm) Mg (%) Rotasi I Rotasi II Δ ,016 ± 0,000 0,016 ± 0,000 0, ,028 ± 0,001 0,015 ± 0,000-0, ,015 ± 0,000 0,023 ± 0,001 0, ,018 ± 0,001 0,018 ± 0,001 0, ,010 ± 0,000 0,008 ± 0,000-0, ,014 ± 0,000 0,015 ± 0,000 0, ,018 ± 0,001 0,014 ± 0,001-0, ,013 ± 0,000 0,022 ± 0,001 0, ,014 ± 0,000 0,017 ± 0,001 0, ,010 ± 0,000 0,006 ± 0,000-0,004 Kadar Mg di bawah tegakan hibrid E. urograndis pada rotasi 1 berkisar antara 0,010-0,028 % (0,82 2,32 me/100 gr) dan pada rotasi 2 berkisar antara 0,006-0,023% (0,63 1,96 me/100 gr). Kadar hara Mg setelah tebang pada umur 5 tahun menurun sebanyak 0,002-0,004 % dari rotasi 1 ke rotasi 2 tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (p > 0,050). Penurunan Mg karena pertumbuhan tanaman berlangsung terus artinya penyerapan hara Mg untuk pertumbuhan terus terjadi meskipun dalam jumlah sedikit dan dalam pengelolaan tidak dilakukan pemupukan hara Mg. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya pada jenis yang sama di Congo bahwa kandungan hara Mg tanah menurun dari rotasi 1 ke rotasi 2 ke rotasi 3 dan ke rotasi 4 (Spangenberg et al. 1996).

119 88 Kadar C organik. Kadar bahan organik tanah merupakan parameter kesuburan tanah yang cukup penting disamping reaksi tanah (ph) dan kandungan hara. Bahan organik didalam tanah mempunyai peranan penting dan berfungsi sebagai: sumber karbon dan sumber energi bagi jasad renik tanah, untuk stabilisasi agregat tanah, penyokong tanaman dalam menyimpan dan memindahkan udara dan air; sebagai salah satu sumber unsur hara, dapat meningkatkan KTK tanah, menurunkan berat jenis tanah serta dapat mengurangi efek pestisida, logam berat dan pollutan (USDA 1996). Bahan organik berguna untuk pembentukan sifat fisik dan biologi tanah yang secara langsung mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Besarnya lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Rata-rata kadar C-organik rotasi 1 dan 2 Umur (thn) Kedalaman kadar C-organik tanah di C-organik (%) Rotasi I Rotasi II Δ (cm) ,80 ± 0,20 1,27 ± 0,04 0,47 2 1,14 ± 0,08 1,20 ± 0,05 0,06 3 1,11 ± 0,07 1,04 ± 0,07-0,07 4 0,99 ± 0,03 0,99 ± 0,05 0,00 5 1,02 ± 0,08 0,83 ± 0,10-0, ,59 ± 0,03 1,00 ± 0,09 0,41 2 0,89 ± 0,03 0,79 ± 0,04-0,10 3 0,89 ± 0,04 0,87 ± 0,03-0,02 4 0,82 ± 0,03 0,82 ± 0,10 0,00 5 0,78 ± 0,14 0,72 ± 0,09-0,06 Terjadi penurunan kadar C-organik di bawah tegakan hibrid E. urograndis setelah tebang umur 5 tahun dari rotasi 1 ke rotasi 2 yaitu dari 1,02% menjadi 0,83% pada lapisan atas dan dari 0,78% menjadi 0,72% pada lapisan bawah, tetapi secara statistik kadar (p>0,050). Sifat fisik tanah C organik antara rotasi 1 dan 2 tidak berbeda nyata Sifat fisik tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kesuburan tanah secara keseluruhan dan akan menentukan pertumbuhan tegakan hutan yang diusahakan, bahkan lebih penting pengaruhnya dibanding dengan sifat kimia dan biologi tanah (Wasis 2005).

120 89 Produktifitas hutan tanaman sangat bergantung pada produktifitas lahan dimana hutan tanaman tersebut diusahakan. Tingkat produktivitas tanah tidak hanya ditentukan oleh sifat kesuburan kimia tanah yang tinggi (unsur-unsur hara yang cukup dan tak ada toksisitas) tetapi juga ditentukan oleh sifat-sifat fisik tanah yang ditunjukkan oleh kandungan air (kelembaban), oksigen (udara dalam tanah) dan energy thermal (panas) yang optimum di dalam tanah (Hillel 1980). Parameter sifat fisik tanah yang berkaitan dengan kandungan air dan udara dalam tanah dapat diduga dari hasil pengamatan lapangan maupun hasil analisis laboratorium dari contoh tanah tidak terganggu besaran-besaran fisika tanah seperti: berat jenis tanah, porositas total, ruang pori makro dan mikro, air tersedia dan permeabilitas tanah. Pengusahaan hutan tanaman sejenis secara terus menerus pada lahan yang sama diduga akan menyebabkan pergeseran besaran sifat-sifat fisik tanah, baik ke arah positif (lebih baik) maupun ke arah negatif (kurang baik) dari segi kesuburan fisik tanah. Perubahan tersebut tergantung pada sistem pengelolaan lahan atau teknik sivikulktur yang di terapkan mulai saat kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, penebangan dan penanaman kembali. Hasil analisis sifat-sifar fisik tanah di bawah tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan perbandingan sifat fisik antara rotasi 1 dan 2 adalah sebagai berikut : Berat jenis tanah. Berat jenis tanah (bulk density) adalah salah satu parameter sifat fisik tanah yang sangat penting dan berhubungan dengan pertumbuhan tanaman karena dapat memberi gambaran mengenai kondisi fisik tanah secara keseluruhan. Berat jenis tanah merupakan gambaran tingkat kepadatan tanah dimana makin besar nilai berat jenis suatu tanah berarti tingkat kepadatan tanah makin tinggi dalam keadaan lapang. Apabila tanah makin padat maka pertumbuhan tanaman akan mengalami hambatan karena perkembangan akar terhambat kondisi fisik tanah yang makin padat. Berat jenis tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 19. Berat jenis tanah di bawah tegakan hibrid E. urograndis berkisar 1,15-1,26 gr/cc pada rotasi 1 dan pada rotasi 2 berkisar 1,07-1,29 gr/cc dan tidak berbeda nyata (p > 0,050), meskipun dari pasca tebang rotasi 1 ke pasca tebang rotasi 2

121 90 terjadi penurunan berat jenis tanah sekitar 2%. Kisaran berat jenis di atas termasuk sedang (moderate) jika dibanding kondisi berat jenis tanah di hutan alam yang tidak terganggu sekitar 1,00 gr/cc (Lutz dan Chandler 1951). Sifat fisik tanah lain yang dianalisa adalah jumlah ruang pori tanah, air tersedia dan permeabilitas yang rata-ratanya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 19 Perbandingan rata-rata berat jenis tanah rotasi 1 dan 2 Umur (thn) Kedalaman (cm) Bulk density (gr/cc) Rotasi I Rotasi II Δ ,20 ± 0,03 1,07 ± 0,01-0,13 2 1,13 ± 0,01 1,18 ± 0,16 0,05 3 1,26 ± 0,02 1,19 ± 0,08-0,03 4 1,16 ± 0,02 1,18 ± 0,04 0,02 5 1,26 ± 0,01 1,23 ± 0,02-0, ,22 ± 0,03 1,07 ± 0,01-0,15 2 1,13 ± 0,01 1,29 ± 0,16 0,16 3 1,26 ± 0,01 1,26 ± 0,05 0,00 4 1,15 ± 0,02 1,27 ± 0,02 0,12 5 1,26 ± 0,01 1,24 ± 0,01-0,02 Tabel 20 Rata-rata jumlah ruang pori, air tersedia dan permeabilitas rotasi dan 2 Umur (thn) Kedala man (cm) ,84 57,48 52,45 56,23 52, ,09 57,23 52,58 56,60 52,58 Ruang pori tanah (%) Rotasi1 Rotasi 2 59,62 55,60 51,32 51,82 53,71 59,62 51,32 52,58 52,20 53,33 Air tersedia (%) Rotasi1 Rotasi 2 10,19 7,65 7,10 12,26 8,93 7,33 7,22 5,99 6,98 8,08 17,23 19,66 11,06 16,48 10,19 18,63 12,82 10,52 12,43 8,92 Permeabilitas (cm/jam) Rotasi1 Rotasi 2 14,73 12,46 15,60 9,16 22,62 12,81 7,93 12,39 10,54 23,34 14,64 11,18 13,77 16,50 9,21 13,62 10,20 9,54 15,33 8,14 Ruang pori tanah. Jumlah ruang pori adalah bagian volume dari massa tanah yang ditempati molekul-molekul air dan udara sewaktu tanah dalam keadaan lapang atau porsi volume tanah yang tidak ditempati partikel tanah. Jumlah ruang pori menggambarkan jumlah kandungan oksigen tanah bagi akar untuk melakukan proses respirasi walaupun tanah dalam kondisi lembab. Jumlah ruang pori tanah rotasi 1 sangat fluktuatif untuk tiap umur tegakan berkisar 52,45

122 91-57,48% dan pada rotasi 2 sekitar 51,32-59,62%. Terjadi kecenderungan yang menurun dari rotasi 1 ke rotasi 2 pada umur 2, 3 dan 4 tahun, sedangkan pada akhir dan awal rotasi terjadi peningkatan. Penurunan tersebut secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata (p > 0,050), yang berarti bahwa penanaman hibrid E. urograndis tidak menyebabkan perubahan yang berarti dalam jumlah ruang pori tanah. Air tersedia. Air tersedia dalam tanah menggambarkan sejumlah kadar air yang mampu dipegang (diretensi) massa tanah dan tersedia bagi tanaman. Parameter air tersedia secara alami ditentukan oleh sifat tekstur tanah dan kadar bahan organik tanah (Lutz dan Chandler 1951). Pada tanah bertekstur sangat ringan dengan partikel-partikel yang berukuran besar (berpasir) maka kemampuan meretensi air dalam tanah lebih rendah dibanding fraksi debu (tekstur sedang) atau liat (tekstur berat). Hal sebaliknya terjadi pada tanah-tanah bertekstur berat atau tanah-tanah sangat liat. Air tersedia di dalam tanah pada semua kelas umur tegakan lebih banyak pada rotasi 2. Air tersedia di bawah tegakan hibrid E. urograndis antara rotasi 1 dan rotasi 2 berbeda sangat nyata (p = 0,002), artinya pengembangan hibrid E. urograndis tidak mengakibatkan penurunan air tersedia tanah disekitar perakaran tetapi secara nyata meningkatkan jumlah air tersedia tanah dari rotasi 1 ke rotasi 2. Peningkatan air tersedia pada rotasi 2 terutama awal rotasi baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah sejalan dengan jumlah ruang pori yang meningkat pasca tebangan sampai tanaman umur 1 tahun. Hal ini lebih disebabkan adanya kenaikan jumlah bahan organik setelah penebangan dimana sisa- sisa biomassa bagian tegakan tidak di angkut ke luar areal tetapi dibiarkan tetap tinggal di lahan tersebut sebagai bagian dari input hara bila terdekomposisi. Selain itu curah hujan yang relatif tinggi di sektor Aek Nauli sekitar 2824 mm per tahun menyebabkan areal tersebut cocok untuk pengembangan jenis Eucalyptus yang mempunyai nilai evaporasi tinggi di atas 25% (FAO 1980). Permeabilitas. Permeabilitas tanah menggambarkan kelancaran aliran lateral air pada masa tanah. Nilai permeabilitas rendah berarti kondisi tanah terlalu padat. Pada umumnya nilai permeabilitas suatu tanah akan lebih besar atau cepat

123 92 pada lapisan atas karena struktur tanah lebih sarang (porous) dan kadar bahan organik lebih tinggi dibanding pada lapisan bawah. Permeabilitas tanah rotasi 1 berkisar 9,16-22,62 cm/jam dan rotasi 2 berkisar 9,21-16,50 cm/jam pada lapisan atas, sedangkan di lapisan bawah berkisar 7,93-23,34 cm/jam pada rotasi 1 dan pada rotasi 2 sekitar 8,14-15,33 cm/jam. Hal ini menunjukkan bahwa pada umur-umur tertentu terjadi penurunan permeabilitas dari rotasi 1 ke rotasi 2 pada lapisan atas kecuali pada umur 1 dan 4 tahun dimana aliran lateral air lebih cepat, namun secara statistik tidak berbeda nyata (p > 0,050). Tekstur tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara partikel liat, debu dan pasir dalam satu satuan massa tanah. Tekstur tanah di plot penelitian dapat dilihat di Tabel 21. Tabel 21 Rata-rata tekstur tanah sampai kedalaman 40 cm pada rotasi 1 dan 2 Rotasi Umur Tekstur 3 Fraksi % Pasir % Debu % Liat 6,2 50,2 43,6 8,3 49,0 42,7 11,2 49,0 39,8 7,4 50,1 42,5 11,3 44,5 44,2 14,6 18,2 11,3 8,4 12,1 48,5 43,6 47,0 48,9 44,5 36,9 38,2 41,7 42,7 43,4 Kelas tekstur Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Lempung liat berdebu Persentase masing-masing partikel tanah memberikan gambaran kondisi fisik tanah yang berhubungan erat dengan pertumbuhan karena akan mempengaruhi perkembangan akar dalam menyerap unsur hara dan kemampuan tanah menahan air. Di lokasi penelitian baik rotasi 1 maupun rotasi 2 lahan mempunyai kelas tektur sama yaitu bertekstur sedang karena bersifat lempung liat berdebu (44-50% debu, 38-44% liat dan pasir 6-18% pasir). Sifat biologi tanah Sifat biologi tanah yang ditunjukkan oleh jumlah populasi mikroorganisme dalam tanah merupakan parameter penting lainnya dan berguna untuk menduga

124 93 tingkat produktifitas suatu lahan hutan karena mikroorganisme tanah merupakan pemecah primer bahan-bahan organik berbagai bentuk sehingga siklus karbon dan siklus unsur hara antara sistem tanah tanaman dapat berlangsung berkesinambungan. Mikroorganisme terutama jenis fungi dan bakteri bertanggungjawab terhadap pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, sehingga akan mempengaruhi kondisi kesuburan kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Alexander 1977). Respirasi tanah dapat mencerminkan tingkat intensitas aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Semakin banyak CO2 yang dibebaskan tanah berarti semakin tinggi aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dan sekaligus mencerminkan jumlah populasi yang tinggi di dalam tanah. Aktivitas respirasi dilakukan mikroorganisme tanah untuk dapat terus hidup, tumbuh dan berkembang biak dengan menghasilkan karbon dioksida. Hasil analisis biologi tanah di bawah tegakan hibrid E. urograndis pada semua kelas umur secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan ratarata jumlah mikroorganisme (bakteri dan fungi) tanah dan respirasi tanah dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Rata-rata jumlah mikroorganisme, fungi dan laju respirasi CO2 tanah rotasi 1 dan 2 Umur (thn) Kedalaman (cm) ,40 19,40 17,60 9,80 11, ,10 6,70 8,40 5,70 6,80 Total m.o (SPK/gr ) Rotasi1 Rotasi 2 24,30 18,20 17,50 17,10 14,10 14,80 13,90 9,30 10,20 7,20 Total fungi (SPK/gr.10 4 ) Rotasi 1 Rotasi 2 14,60 23,30 9,50 14,80 10,00 17,80 9,10 14,50 9,5 12,50 7,80 7,00 4,50 5,2 6,1 19,6 12,00 13,5 8,60 10,10 Respirasi mg C-CO2 / kg tanah per hari Rotasi 1 Rotasi 2 10,30 9,20 11,30 10,90 13,50 24,50 16,40 12,30 12,60 10,90 8,40 8,30 9,50 8,20 10,90 20,80 10,40 8,30 9,20 8,20 Jumlah total mikroorganisme tanah pada rotasi 1 berkisar 9,80x ,40x10 6 SPK/gr dan pada rotasi 2 sekitar 14,10x ,30x10 6 SPK/gr pada lapisan atas. Jumlah mikroorganisme tanah meningkat dari rotasi 1 ke rotasi 2. Kondisi ini sejalan dengan jumlah fungi yang ada dibawah tegakan E. urograndis

125 94 dimana pada rotasi 1 sebesar 9,5x ,6x10 4 SPK/gr lebih kecil dibanding yang ada pada rotasi 2 sebesar 12,5x ,3x10 4 SPK/gr. Jumlah total mikroorganisme tanah maupun jumlah fungi pada rotasi 2 lebih besar dari rotasi 1 menandakan bahwa dengan penanaman hibrid E. urograndis kondisi biologi tanah menjadi semakin baik setelah rotasi 1. Jumlah mikroorganisme dan fungi di lapisan atas lebih baik dibanding pada lapisan bawah. Hal ini disebabkan mikroorganisme hidup lebih terpusat di sekitar perakaran tanaman dimana pada tempat-tempat tersebut sumber karbon dan unsur hara tersedia dalam jumlah banyak yang dapat digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi untuk hidup dan berkembangbiak. Sebaliknya, laju respirasi menurun dari rotasi 1 ke rotasi 2 baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah. Hasil tersebut memberi gambaran bahwa terjadi persaingan antar mikroorganisme dalam mendapatkan makanan (bahan organik) untuk tumbuh dan berkembangbiak sehingga respirasi menurun. Hal ini sesuai dengan hasil analisis sifat kimia tanah N, K, Ca, Mg dan C-org yang menurun dari rotasi 1 ke rotasi 2 sehingga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yang ada di tanah. Aktivitas mikroorganisme tanah sangat bergantung pada jumlah bahan makanan dan unsur hara yang tersedia berupa bahan organik di lantai hutan yang relatif sulit terdegradasi. Hubungan Peninggi Tegakan Hibrid Eucalyptus urograndis dengan Sifat Kimia Tanah Peranan beberapa faktor tempat tumbuh terhadap pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis dapat diketahui melalui analisis regresi berganda yang menyertakan peubah bebas tempat tumbuh. Dalam penelitian ini, peubah yang digunakan terdiri dari hasil pengumpulan data di lapangan berupa peninggi tegakan pada setiap umur tegakan dan hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah meliputi: kandungan N, P, K, Ca, Mg, C-organik dan ph tanah. Sehubungan dengan waktu pengukuran tidak bersifat seri (periodik), maka antara rotasi 1 dan 2 digabungkan sebagai ulangan. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh hubungan antara peninggi dengan sifat kimia tanah adalah :

126 95 Log(H) = 1,44 0,777 1/U + 0,081 N + 90,2 P 1,20 K + 0,734 Ca 1,20 0,057 C + 0,0224 ph, dengan nilai R 2 = 99,4%. Mg Dari persamaan di atas dapat dilihat peubah-peubah yang mempunyai hubungan yang nyata dan tidak nyata terhadap pertumbuhan hibrid E. urograndis pada tingkat kepercayaan sebesar 90% (α : 10 %) yang dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Hubungan peubah bebas terhadap peninggi tegakan hibrid E. urograndis Variabel (sifat kimia tanah) Koefisien P Unsur hara N Unsur hara P Unsur hara K Unsur hara Ca Unsur hara Mg C-organik ph tanah + 0, ,2 1,20 + 0,734 1,20 0, ,0224 Keterangan: ** = sangat nyata dan * nyata pada tingkat kepercayaan 90%. 0,843 0,000** 0,649 0,073* 0,388 0,163 0,109 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa yang ada hubungan secara nyata dengan peninggi tegakan hibrid E. urograndis adalah hara P dan Ca, sedangkan hara N, K, Mg, C-org dan ph tidak berhubungan secara nyata. Pada tahap kedua, untuk menyaring peubah-peubah bebas berupa sifat kimia tanah (N, P, K, Ca, Mg, C-org dan ph) yang memberikan peran penting terhadap laju pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli secara statistika digunakan metode regresi bertatar dengan melakukan penyusupan peubah bebas. Besar kecilnya kontribusi peubah bebas terhadap peubah tak bebas ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi, artinya semakin besar kontribusi suatu peubah bebas maka peubah bebas tersebut semakin penting dalam menentukan peubah tak bebasnya. Persamaan yang terbentuk dari hasil regresi bertatar pada selang kepercayaan 90% sebagai berikut: Log (H) = 1,420 0,777 (1/U) + 77 P + 0,51 Ca 0,051 C + 0,025 ph dengan nilai R 2 = 99,34 %.

127 96 Dari persamaan di atas dapat dilihat peubah-peubah yang berpengaruh nyata dan berperan penting terhadap pertumbuhan hibrid E. urograndis dengan nilai koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Peubah bebas yang berperan terhadap peninggi tegakan hibrid E. urograndis berdasarkan metode regresi bertatar Rotasi 1 : Umur pohon Unsur hara P Unsur hara Ca C-organik ph tanah Variabel (Xi) Koefisien korelasi (R 2 ) +0, ,51 0, ,025 Keterangan: ** = sangat nyata dan * = nyata pada tingkat kepercayaan 90%. P 0,000** 0,000** 0,068* 0,074* 0,052* Faktor yang paling berperan dan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli PT. Toba Pulp Lestari adalah umur tegakan, unsur hara P tersedia, unsur hara Ca, dan ph tanah yang berkorelasi positif, sedangkan C-organik berkorelasi negatif. Hubungan-hubungan suatu peubah bebas yang sangat berpengaruh terhadap diterangkan sebagai berikut: peninggi dapat 1. Umur Faktor umur tegakan berkorelasi positif dalam menerangkan keragaman peninggi sebesar 0,777 dan sangat nyata (p = 0,000). Korelasi tersebut menerangkan bahwa semakin tua tanaman maka peninggi yang dihasilkan semakin tinggi sampai batas tertentu. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu terhadap tegakan Acacia mangium yang menyebutkan bahwa umur mempunyai korelasi terbesar terhadap pertumbuhan Acacia mangium dan dengan bertambah umur tegakan maka peninggi A. mangium cenderung meningkat (Wasis 2005). Menurut Bidwel (1979) pertumbuhan suatu tanaman pada awal akan berjalan lambat dan akan semakin cepat dengan bertambahnya umur tanaman yang berlangsung hingga mencapai titik pertumbuhan maksimal, dan setelah titik maksimal tercapai maka pertumbuhan selanjutnya akan berjalan konstan.

128 97 2. Unsur hara P Unsur hara P tersedia di dalam tanah mempunyai korelasi positif terbesar terhadap peninggi tegakan sebesar 77 dan sangat nyata (p = 0,000). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kandungan unsur hara P tersedia dalam tanah maka peninggi akan makin meningkat sampai batas tertentu. Kadar unsur hara P tersedia tanah di bawah tegakan hibrid E. urograndis berkisar 3,67-12,57 mg/kg. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu untuk jenis A. mangium dimana terjadi korelasi erat antara hara P dengan peninggi jenis tersebut (Latifah, 2000; Wasis 2005). Unsur hara P adalah unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan. Hara P berfungsi dalam transfer energi sehingga sangat diperlukan dalam proses metabolisme tanaman. Unsur hara P di dalam tanah berasal dari bahan organik, pelapukan mineral dan pemupukan yang diberikan, namun sering hara P dalam kondisi terikat pada ph rendah sehingga menjadi tidak tersedia. P tersedia berada pada kisaran ph yang sangat sempit. Ketersediaan P akan berkurang jika nilai ph berada pada selang 6,5 > ph > 7,5. Di tanah asam (ph< 5), P dalam ikatan H 2 PO 4 bereaksi dengan Fe dan Al membentuk senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan pada ph > 7, unsur hara P akan bereaksi dengan Ca yang tidak larut sehingga P tersedia dalam tanah berada pada level yang sangat sedikit (Soekotjo 2004). 3. Unsur hara Ca Unsur hara Ca tanah berkorelasi positif terhadap peninggi tegakan hibrid E. urograndis sebesar 0,510. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kandungan unsur hara Ca dalam tanah maka akan semakin besar peninggi hibrid E. urograndis sampai batas tertentu. Di lokasi penelitian, kadar unsur hara Ca tanah di bawah tegakan hibrid E. urograndis berkisar 3,10-4,48 me/100gr. Unsur hara Ca pada tanaman berkayu dibutuhkan selama periode pertumbuhan dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan akar dan pembentukan batang kayu. Fungsi unsur calsium (Ca +2 ) dalam fisiologik tanaman adalah untuk mensintesis senyawa calsium pektat pada lamela tengah sel-sel

129 98 tumbuhan dan sebagai zat pengikat antara dinding-dinding sel yang saling berdekatan (Hall 1976). 4. Kandungan C-organik Kandungan C-organik tanah berkorelasi negatif secara nyata terhadap peninggi tegakan hibrid E. urograndis sebesar 0,051. Berarti bahwa peningkatan C-organik sampai batas tertentu akan menghambat pertumbuhan tinggi. Hasil tersebut bertentangan dengan fungsi bahan organik sebagai penyubur tanah dan sebagai penyumbang unsur hara yang diperlukan tanaman. Fenomena bahwa jika bahan organik meningkat akan menghambat pertumbuhan tinggi sampai batas tertentu, kemungkinan disebabkan oleh sifat serasah daun hibrid E. urograndis yang lambat terurai sehingga laju penumpukan serasah lebih besar dari laju dekomposisi. Akumulasi serasah yang belum terdekomposisi jika terlalu banyak akan bersifat masam dan menghambat pertumbuhan. Selain itu juga diduga karena ada kandungan phenol dalam serasah Eucalyptus sehingga dapat bersifat allelopathy. Namun untuk hibrid E. urograndis nilai korelasi C-organik dengan peninggi sangat kecil 0,051 sehingga tidak akan berpengaruh banyak. 5. Derajat keasaman tanah (ph tanah) ph tanah berkorelasi positif secara nyata terhadap pertumbuhan tinggi tegakan hibrid E. urograndis sebesar 0,025. Artinya setiap peningkatan nilai ph sampai batas tertentu akan dapat meningkatkan peninggi tegakan sampai batas tertentu. Besaran ph tanah di lokasi penelitian termasuk asam berkisar 3,9 4,8. Hal ini menunjukkan bahwa hibrid E. urograndis dapat tumbuh lebih baik jika ph tanah ditingkatkan lagi. Namun demikian nilai korelasi yang terjadi sangat kecil sehingga pada ph rendah jenis ini masih dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik. Berdasarkan nilai korelasi dapat disimpulkan bahwa hara P dan Ca berkorelasi positif dengan pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli sehingga penambahan hara P dan Ca akan meningkatkan pertumbuhan jenis tersebut sampai batas tertentu.

130 99 Selanjutnya, untuk melihat tingkat kecukupan atau tingkat kekritisan (defisiensi) kandungan hara dalam tanah dalam menyokong pertumbuhan hibrid E. urograndis telah dilakukan analisa jaringan daun. Jaringan daun tanaman digunakan karena pada daunlah proses fotosintesis terjadi. Di samping itu, daun merupakan salah satu tempat penyimpanan karbohidrat dan mineral (Dell et al. 2003). Menurut Fisher dan Binkley (2000) unsur-unsur hara pembatas pertumbuhan dapat didiagnosa melalui gejala visual pada daun tajuk pohon atau dari fakta sangat rendahnya konsentrasi unsur hara hasil analisis kimia susunan unsur-unsur hara pada daun. Hasil analisa daun dibandingkan dengan standar kisaran kecukupan dan kekritisan kadar unsur hara daun untuk hibrid E. urograndis hasil penelitian dari beberapa negara (Dell et al. 2003) yang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Perbandingan kadar hara pada jaringan daun dengan standar kadar hara normal untuk hibrid E. urograndis (%) Unsur hara (%) N P K Ca Mg Keterangan : D Kadar hara normal** (cukup) 1,8 2, 9 0,12 0,26 0,9 1,5 0,21 0,75 0,11 0,36 Kadar hara defisiensi** 0,8 1,3 0,08 0,10 0,2 0,6 < 0,1* 0,02 0,04 Kadar hara daun hasil penelitian ini Rotasi 1 Rotasi 2 1,21-1,33 (D) 1,26-1,34 (D) 0,14-0,22 (C) 0,17-0,23 (C) 1,65-1,98 (C) 1,84-2,08 (C) 0,14-0,36 (CD) 0,13-0,34 (CD) 0,08-0,15 (CD) 0,08-0,19 (CD) = defisiensi/sangat kurang; C = cukup; CD = marginal/kurang * = data dari E. grandis ** = data dikonversi ke dalam % Hasil analisis jaringan daun memperlihatkan bahwa tingkat status kadar hara daun sama antara rotasi 1 maupun rotasi 2 yaitu sangat kekurangan unsur hara N, cukup atau normal untuk hara P dan K dan status kurang atau marginal untuk unsur hara Ca dan Mg. Defisiensi hara N akan menghambat proses fotosintesis karena unsur hara N sangat dibutuhkan untuk pembentukan klorofil. Rendahnya N daun disebabkan oleh kadar unsur hara N dalam tanah rendah untuk dua kedalaman (0-20 cm dan 20-40cm), cara pemberian pupuk yang kurang tepat dan sifat N yang selalu bergerak. Pemberian pupuk yang tidak dibenamkan tetapi ditabur di sekitar tanaman akan mengakibatkan sebagian mudah terurai menjadi unsur-unsur berbentuk gas yang menguap ke udara. Unsur hara N bersifat selalu bergerak (mobile) sehingga N cepat berpindah dari daun ke batang

131 100 untuk pertumbuhan batang (Landsberg dan Gower 1997). Unsur hara P daun menunjukkan tingkat cukup, walaupun kadar P tersedia tanah sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hara P tersedia dalam tanah banyak terserap oleh akar tanaman atau kandungan P total tanah lebih besar namun tidak dalam bentuk yang mudah tersedia karena berada dalam kondisi terikat. Selain itu kemungkinan selama proses pertumbuhan, tanaman banyak menyerap unsur P terlarut yang berasal dari input pemupukan berupa rockfosfat, NPK dan TSP. Hasil lainnya adalah hara Ca dan Mg di daun termasuk kurang karena kadar hara Ca dan Mg dalam tanah rendah. Untuk melihat waktu terjadinya suatu tanaman kekurangan atau kecukupan suatu unsur hara, telah dilakukan analisis kandungan unsur hara pada daun muda yang telah berkembang penuh selama 8 bulan dari bulan April sampai Nopember pada semua kelas umur tegakan. Hasil analisa dibandingkan dengan kriteria kisaran kadar hara normal di beberapa Negara untuk pertumbuhan hibrid E. urograndis umur 1-2 tahun (Dell et al. 2003). Hasil sebaran kondisi hara daun dan status kualitas hara pada setiap unsur hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) pada rotasi 1 dan rotasi 2 dapat dilihat pada Gambar 24 sampai Gambar 28.. Rotasi 1 Rotasi 2 1,40 1,40 N Total (%) 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 Kadar defiesiensi 0,8-1,3 APRIL MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT 1 th 2 th 3 th 4 th NOP 5 th N Total (%) 1,20 Kadar defiesiensi 0,8-1,3 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20-1 th 2 th 3 th 4 th 5 th APRIL MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP Umur (tahun) Umur (tahun) Gambar 24 Status hara makro Nitrogen daun hibrid E. urograndis.

132 101 Rotasi 1 Rotasi 2 0,30 0,30 0,25 Kadar normal 0, 12-0,26 0,25 Kadar normal 0,12-0,26 P (%) 0,20 0,15 0,10 APRIL MEI JUNI JULI AGST P (%) 0,20 0,15 0,10 APRIL MEI JUNI JULI AGST 0,05 SEPT OKT 0,05 SEPT OKT 0,00 NOP 1 th 2 th 3 th 4 th 5 th Umur (tahun) 0,00 1 th 2 th 3 th 4 th 5 th NOP Umur (tahun) Gambar 25 Status hara makro Fosfor daun hibrid E. urograndis. Kadar normal 0,9 1,5 Gambar 26 Status hara makro Kalium daun hibrid E. urograndis.

133 102 Rotasi 1 0,40 Kadar normal 0,21-0,75 0,35 Kadar normal 0,21 0,75 Ca (%) 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 1 th 2 th 3 th 4 th Umur (tahun) 5 th APRIL MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP Gambar 27 Status hara makro Kalsium daun hibrid E. urograndis. Mg (%) 0,20 Kadar normal 0,11-0,36 0,18 0,16 0,14 0,12 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 0,00 1 th Rotasi 2 2 th 3 th 4 th Umur (tahun) 5 th APRIL MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP Gambar 28 Status hara makro Magnesium daun E. urograndis.

134 103 Kandungan N total daun hibrid E. urograndis termasuk sangat rendah dan masuk katagori sangat kurang (defisiensi) selama 8 bulan pengamatan terutama pada bulan April dan Mei pada saat tanaman masih muda umur 1-2 tahun rawan akan kekurangan N. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan hara N tanah tidak mencukupi untuk pertumbuhan optimal karena N merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak terutama untuk pembentukan tajuk. Selain itu hibrid E. urograndis tidak bersifat menfiksasi N dari udara sehingga kebutuhan hara N hanya diserap dari tanah dan dari input hara N yang diberikan. Apabila kandungan N daun kurang maka tanaman tumbuh tidak optimal karena sel-sel secara individu mengecil dan dinding menebal serta proses reproduksi dan pelayuan berlangsung lebih cepat (Hikosaka et al. (2002). Menurut Cavelier (1996) dalam Hikosaka et al. (2002) pada saat kandungan N daun dalam keadaan rendah maka penyerapan CO2 total pohon menjadi rendah. Oleh karena itu dikatakan bahwa N merupakan indikator biokimia yang kuat untuk proses fotosintesis. Selanjutnya, Kadar P dan K daun relatif konstan selama 8 bulan pengamatan dan termasuk katagori normal atau cukup, sedangkan kadar Ca dan Mg termasuk katagori marginal karena berada pada kisaran kadar antara cukup dan defisiensi. Kadar hara Ca berbanding terbalik dengan kadar hara Mg dimana kadar hara Ca pada bulan April sampai Agustus dalam kondisi cukup dan bulan September sampai Nopember dalam kondisi marginal, sedangkan kadar hara Mg daun pada umumnya untuk bulan April sampai Agustus dalam kondisi marginal dan mulai September sampai November dalam keadaan cukup. Pada tanaman Eucalyptus, defisiensi unsur hara akan menyebabkan pertumbuhan tanaman merana dan akan tampak dalam gejala visual berupa daun yang mengalami nekrosis (Dell et al. 2003). Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan terhadap warna daun menunjukkan bahwa daun umur muda (1 sampai 2 tahun) berwarna hijau muda kekuningan tetapi umur tegakan 3 tahun ke atas warna daun umumnya hijau tua. Hal ini menunjukkan bahwa pada umur tegakan muda terjadi kekurangan unsur hara N yang diserap daun. Menurut Dell et al. (2003) dan Sarwono (2010), tanaman yang kekurangan unsur hara N mengakibatkan warna daun hijau pucat dan daun yang sebelah

135 104 bawah tajuk akan berubah menjadi hijau kuning atau coklat muda. Kekurangan hara Ca tampak pada daun-daun yang masih muda, pada batang dan akar dekat titik tumbuh. Kekurangan hara Mg menyebabkan daun tanaman menjadi berwarna kemerahan dan kadang-kadang timbul bercak-bercak nekrotik pada daun-daun muda maupun daun-daun tua. Untuk tanaman jenis Eucalyptus gejala defisiensi Mg pertama sekali muncul pada daun-daun yang telah mengembang penuh dan bila defisiensi lebih parah maka gejala tersebut akan terlihat pula pada daun-daun yang masih muda (Dell et al. 2003; Sugiharso dan Rusmilah 1982 ). Dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor pembatas utama dalam pertumbuhan dan produktivitas hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli adalah unsur hara N (sangat kurang) disusul hara Ca dan Mg (kurang) sehingga perlu penambahan hara N, Ca dan Mg. Menurut Fisher dan Binkley (2000), produktivitas hutan dibatasi oleh supplai satu atau lebih nutrisi hara hampir dalam semua hutan dan pertumbuhan hutan sering dibatasi oleh ketersediaan hara N dan P. Dell et al. (2003) menyatakan bahwa pada umumnya di Indonesia tegakan Eucalyptus mengalami kekurangan unsur hara makro N, P, K dan Mg yang mengakibatkan gugur daun sebelum waktunya. Hasil penelitian lain untuk jenis yang sama di Congo, faktor pembatas pertumbuhan hibrid E. urograndis adalah unsur hara Ca tanah (Nzilla et al dalam Matondo et al. 2005), sedangkan hasil penelitian Koranto (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor pembatas dalam pertumbuhan tegakan G. arborea di Kalimantan adalah unsur hara N dan P. Oleh karena itu, pengelolaan nutrisi hutan yang baik merupakan salah satu kunci sukses dalam pengelolaan hutan komersial (Evans 1995). Potensi Kandungan Hara Pada Hutan Tanaman Hibrid E. urograndis Kadar unsur hara Dalam penelitian ini, kadar unsur hara atau konsentrasi hara di lahan bertegakan hibrid E. urograndis dibatasi hanya unsur-unsur hara makro yang terkandung pada tegakan bagian atas (batang, cabang, ranting, daun dan buah) dan unsur hara di bawah tegakan (tanah, serasah dan humus). Unsur hara pada tanaman bawah tidak dihitung dengan asumsi bahwa tanaman bawah sama dan

136 105 akan tetap ada di lahan. Nilai rata-rata kadar unsur hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) pada setiap bagian tegakan dan di bawah tegakan disajikan pada Gambar 29 sampai Gambar 33 yang dapat dilihat pada Lampiran 4. T cm T 0-20 cm Humus Serasah Bunga+Buah Daun Ranting Cabang B d<5cm B d 5cm Keterangan : R1-1...dst `= Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,,dstd R2-1...dst `= Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm ````= Batang diameter 5cm ; B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 29 Kadar unsur hara Nitrogen pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis. T cm cm T 0-20 cm 0-20 cm Humus Humus Serasah Bunga+Buah Serasah Daun Bunga+Buah Ranting Daun Cabang B Ranting d<5cm B Cabang d 5cm Keterangan : R1-1...dst `= Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,,dstd R2-1...dst `= Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm ````= Batang diameter 5cm ; B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 30 Kadar unsur hara Fosfor pada bagian tegakan dan di bawah tegakan E. urograndis.

137 cm T cm T 0-20 cm cm Humus Serasah Bunga+Buah Daun Ranting Cabang Cabang B d<5cm B d<5cm B d 5cm B d 5cm Keterangan : R1-1...dst `= Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,,dst R2-1...dst `= Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm ````= Batang diameter 5cm ; B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 31 Kadar unsur hara Kalium pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis. T cm cm T 0-20 cm cm Humus Serasah Bunga+Buah Daun Ranting Cabang B d<5cm B d 5cm Keterangan : R1-1...dst `= Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,,dst R2-1...dst `= Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm ````= Batang diameter 5cm ; B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 32 Kadar unsur hara Calsium pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis.

138 107 T T cm cm T T cm cm Humus Humus Serasah Serasah Bunga+Buah Bunga+Buah Daun Daun Ranting Ranting Cabang Cabang B d<5cm B B d<5cm d 5cm B d 5cm Keterangan : R1-1...dst `= Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,,dst R2-1...dst `= Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm ````= Batang diameter 5cm ; B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 33 Kadar unsur hara Magnesium pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis. Kadar unsur hara makro yang terkandung di tegakan lebih banyak dibanding yang ada dalam tanah. Susunan kadar unsur hara N dari yang terbanyak ke yang sedikit adalah humus > daun > serasah > ranting > cabang > batang berdiameter kurang dari 5 cm > batang berdiameter sama dan lebih besar 5 cm > lapisan tanah 0-20 cm > lapisan tanah cm. Susunan kadar unsur hara P dan Mg sama yaitu humus > serasah > daun > ranting > cabang > batang diameter kurang 5 cm > batang diameter sama dan lebih 5 cm > tanah lapisan atas > tanah lapisan bawah. Susunan kadar hara K daun > serasah > cabang > ranting> humus > batang diameter kurang 5 cm > batang diameter sama dan lebih 5 cm > tanah lapisan atas > tanah lapisan bawah. Susunan kadar hara Ca terbesar pada daun > ranting > cabang > batang diameter kurang 5 cm > batang diameter sama dan lebih 5 cm > humus > serasah > tanah lapisan atas > tanah lapisan bawah.

139 108 Daun, humus dan serasah mempunyai kadar hara yang lebih tinggi karena daun merupakan tempat proses fotosintesis berlangsung. Sementara di batang, semakin besar ukuran diameter bagian tegakan (batang, cabang dan ranting) maka kadar hara semakin kecil, begitu juga kadar hara tanah semakin dalam semakin kecil. Kadar unsur hara makro pada bagian tegakan secara statistik tidak berbeda nyata kecuali unsur hara N dan hasil uji beda dapat dilihat pada Lampiran 11. Jumlah kandungan hara Jumlah kandungan hara di HTI hibrid E. urograndis. Perhitungan potensi jumlah kandungan unsur hara makro essensial pada bagian tegakan dan yang ada di bawah tegakan dilakukan dengan mengkalikan antara kadar hara dengan berat kering biomassa untuk biomassa tegakan, serasah dan humus, sedangkan untuk lapisan tanah kadar hara dikalikan dengan berat jenis tanah dan volume tanah. Kandungan hara pada tegakan menggambarkan sebagian jumlah hara yang diserap tegakan sedangkan kandungan hara di bawah tegakan menggambarkan ketersediaan atau cadangan hara untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Rata-rata potensi jumlah kandungan hara N total, P tersedia, K, Ca dan Mg pada tegakan dan di bawah tegakan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Gambar 34 sampai Gambar 38. T cm T 0-20 cm Humus Serasah Bunga+Buah Daun Ranting Cabang Keterangan : R1-1...dst `= Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,,dst R2-1...dst `= Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm ````= Batang diameter 5cm ; B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 34 Jumlah kandungan unsur hara Nitrogen yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis.

140 109 T cm T 0-20 cm Humus Serasah Bunga+Buah Daun Ranting Cabang B d<5cm B d 5cm Keterangan : R1-1...dst = Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,dst R2-1...dst = Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm = Batang diameter 5cm, dan B d<5cm = Batang diameter<5cm. Gambar 35 Jumlah kandungan unsur hara Fosfor yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis. Jumlah kandungan K (kg/ha T T cm T 0-20 T 0-20 cm Humus Humus Serasah Bunga+Buah Buah Daun Ranting Ranting Cabang Cabang B d<5cm B d<5cm B d 5cm B d>5cm R1-1 R2-1 R1-2 R2-2 R1-3 R2-3 R1-4 R2-4 R1-5 R2-5 Keterangan : R1-1...dst = Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,dst R2-1...dst = Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm = Batang diameter 5cm, dan B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 36 Potensi jumlah unsur hara Kalium yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis.

141 110 Jumlah kandungan Ca (kg/ha) T T cm T T 0-20 cm Humus Serasah Bunga+Buah Buah Daun Ranting Cabang B B d<5cm B B d>5cm d 5cm R1-1 R2-1 R1-2 R2-2 R1-3 R2-3 R1-4 R2-4 R1-5 R2-5 Keterangan : R1-1...dst = Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,dst R2-1...dst = Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm = Batang diameter 5cm, dan B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 37 Potensi jumlah unsur hara Calsium yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis. T cm T 0-20 cm Humus Serasah Bunga+Buah Daun Ranting Cabang B d<5cm B d 5cm Keterangan : R1-1...dst = Rotasi 1 pada umur 1 tahun,,,dst R2-1...dst = Rotasi 2 pada umur 1 tahun,,,dst T 0-20 cm ``= Tanah kedalaman 0-20cm; T cm = tanah kedalaman 20-40cm B d 5cm = Batang diameter 5cm, dan B d<5cm = Batang diameter<5cm Gambar 38 Potensi jumlah unsur hara Magnesium yang terkandung pada bagian tegakan dan di bawah tegakan hibrid E. urograndis.

142 111 Jumlah kandungan hara pada tegakan semakin besar sejalan dengan bertambahnya umur tegakan, sedangkan jumlah kandungan hara di dalam tanah berkurang dengan semakin besarnya biomassa pohon. Kandungan hara tanah berkurang karena terjadi penyerapan hara oleh tanaman untuk pertumbuhan. Jumlah kandungan unsur hara P dan hara K terbanyak pada batang berdiameter 5 cm yang dipanen di banding yang ada pada lapisan tanah, sedangkan jumlah kandungan hara N, Ca dan Mg yang terdapat di tanah lebih besar, namun jika terus menerus dalam jangka pendek hasil panen di bawa keluar ekosistem maka akan mengakibatkan penurunan kualitas tapak yang ditandai dengan jumlah kandungan hara tanah yang menurun. Dari data jumlah kandungan hara (Gambar 34 sampai 38), dapat diketahui jumlah hara yang tersimpan dalam tegakan, jumlah hara yang hilang akibat pemanenan, jumlah hara yang tersimpan di bawah tegakan sebagai cadangan hara, dan kebutuhan hara minimal untuk pertumbuhan hibrid E. urograndis. Jumlah hara dalam tegakan. Total unsur hara dalam tegakan dihitung berdasarkan penjumlahan unsur-unsur hara yang terkandung pada bagian tegakan dan disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah unsur hara dalam tegakan hibrid E. urograndis pada berbagai umur tegakan Rotasi Umur N total P K Ca Mg (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha ,91 9,25 90,59 27,29 1, ,36 56,26 537,06 182,01 14, ,15 80,97 717,01 237,29 17, ,54 83, ,50 306,82 29, ,90 147, ,24 585,27 43, ,32 22,14 203,07 53,59 5, ,47 66,13 575,52 174,29 16, ,78 113, ,00 310,26 28, ,61 109, ,92 352,46 35, ,46 167, ,05 431,25 42,31 Jumlah hara terbawa panen. Jumlah unsur hara yang terkandung pada tegakan hibrid E. urograndis sebagian besar akan hilang dari ekosistem melalui pemanenan, terutama pada batang dan kulit karena komponen itu merupakan penyusun utama biomassa tegakan dan penimbun utama unsur-unsur hara

143 112 (Ruhiyat 1993). Jumlah hara yang hilang melalui pemanenan merupakan jumlah hara yang ada pada batang berdiameter 5 cm yang disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Unsur hara yang hilang melalui panen umur 5 tahun Rotasi N total P K Ca Mg (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha 1 761,82 114, ,36 505,61 34, ,79 146, ,98 377,06 36,68 Unsur hara yang hilang melalui panen sangat besar pada setiap kegiatan pemanenan di lakukan. Pemanenan yang terus menerus dengan daur yang pendek menyebabkan sejumlah hara ke luar ekosistem sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan hara dan kualitas tapak. Agar penurunan kualitas tapak tidak terjadi, maka kehilangan hara melalui panen harus diganti melalui input hara setara dengan hara yang terkandung dalam kayu yang di panen. Hasil di atas lebih besar jika dibandingkan dengan hasil panen pada salah satu jenis tetuanya E. urophylla umur 7 tahun di tempat yang sama dengan hasil panen sebesar 427,2 kg N/ha; 116,83 kg P/ha; 792 kg K/ha; 19,8 kg Ca/ha dan 9,9 kg Mg/ha (Napitupulu 1995). Perbedaan ini lebih disebabkan pengaruh faktor genetik dari bibit unggul hibrid E. urograndis yang digunakan, dimana secara genetik E. urograndis lebih unggul dalam pertumbuhan sebesar 17,69%. Jumlah hara dalam sisa tebangan. Biomassa bagian jaringan tanaman dari tegakan hutan tanaman hibrid E. urograndis seperti batang diameter kecil < 5cm, cabang, ranting, daun, buah dan bunga merupakan sisa tebangan yang ditinggal di lahan dan merupakan unsur hara yang masuk ke lahan sebagai pupuk karena di sektor Aek Nauli sisa tebangan tidak dimanfaatkan dan dibiarkan tetap berserakan di lantai hutan pasca penebangan. Hal ini berarti bahwa sisa tebangan merupakan tambahan input unsur hara yang akan menambah ketersediaan hara tanah pada rotasi berikutnya. Mengembalikan sisa tebangan berarti mengembalikan unsur unsur hara agar kerusakan yang terjadi sekecil mungkin dan diharapkan keseimbangan sistem di lahan tidak mengalami gangguan yang berarti. Jumlah unsur hara yang masuk ke lahan dari biomassa sisa tebangan (tidak termasuk akar) dapat dilihat pada Tabel 28.

144 113 Tabel 28 Unsur hara yang masuk ke lahan dari sisa tebangan Rotasi N total P K Ca Mg (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) 1 198,08 33,13 300,88 79,66 8, ,07 20,43 103,07 54,19 5,63 Unsur hara yang masuk lahan pasca penebangan pada daur tebang 5 tahun sekitar 198 kg N/ha; 33 kg P/ha; 300 kg K/ha; 80 kg Ca/ha dan 9 kg Mg/ha pada rotasi 1 dan pada rotasi 2 lebih sedikit yaitu sekitar 111 kg N/ha ; 20 kg P/ha; 103 kg K/ha; 54 kg Ca/ha dan 6 kg Mg/ha. Unsur hara yang masuk dari sisa tebangan ke lahan tidak terjadi secara langsung tetapi secara bertahap karena dipengaruhi oleh laju dekomposisi dari sisa tebangan tersebut. Kebutuhan hara hibrid E. urograndis. Serapan hara dapat menggambarkan kisaran kebutuhan hara untuk pertumbuhan tanaman hibrid E. urograndis sampai akhir daur. Serapan hara dihitung dengan menjumlahkan kandungan hara yang ada di tegakan dengan jumlah hara dari serasah yang jatuh selama tanaman tumbuh, disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Serapan hara kumulatif pada berbagai umur tegakan hibrid E. urograndis Rotasi Umur N total P K Ca Mg (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha (kg)/ha ,52 18,30 133,75 32,19 7, ,73 76,36 625,55 191,13 28, ,64 111,84 853,90 251,77 40, ,31 128, ,58 327,31 61, ,62 204, ,02 610,58 83, ,80 34,35 248,90 57,99 13, ,46 91,13 673,51 184,53 32, ,05 154, ,30 328,46 53, ,20 169, ,92 380,62 72, ,42 240, ,54 465,92 88,23 Untuk mencapai pertumbuhan sampai volume sekitar 160 m3/ha rotasi 1 dan 142 m3/ha rotasi 2 dengan daur 5 tahun, hibrid E. urograndis di Aek Nauli membutuhkan atau menyerap unsur hara minimal sekitar 1153 kg N/ha, 204 kg P/ha, 1845 kg K/ha, 610 kg Ca/ha, 83 kg Mg/ha pada rotasi 1 dan 1106 kg N/ha, 240 kg P/ha, 1798 kg K/ha, 406 kg Ca/ha, 88 kg Mg/ha pada rotasi 2. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah serapan hara terbanyak

145 114 untuk memenuhi kebutuhan unsur hara selama tumbuh tanaman hibrid E. urograndis adalah unsur hara K > N > Ca > P > Mg. Jumlah hara di bawah tegakan. Kandungan unsur hara tanah sampai kedalaman 40 cm merupakan potensi hara yang dapat digunakan tanaman dan disajikan pada Tabel 30, sedangkan kandungan unsur hara yang berada di bawah tegakan merupakan cadangan unsur hara keseluruhan dihitung dengan menjumlahkan unsur hara pada lapisan serasah, lapisan humus dan unsur hara pada lapisan tanah yang disajikan pada Tabel 31. Tabel 30 Jumlah kandungan hara tanah sampai kedalaman 40 cm Rotasi Umur Jumlah kandungan hara tanah 0-40 (kg/ha) (thn) N P K Ca Mg ,00 13,44 750, ,33 701, ,00 30,06 760, , , ,00 17,89 621, ,00 714, ,00 13,46 580, ,27 750, ,00 11,42 806, ,20 495, ,33 40,30 662, ,00 649, ,67 36,19 641, ,56 714, ,67 27,15 817, , , ,67 15,80 670, ,61 847, ,00 21,38 679, ,21 333,78 Tabel 31 Jumlah kandungan hara di bawah tegakan hibrid E. urograndis Rotasi Umur (thn) jumlah kandungan hara di bawah tegakan (kg/ha) N P K Ca Mg ,59 167, , ,35 818, ,60 269, , , , ,01 205, , ,99 878, ,19 131,37 902, ,95 849, ,18 152, , ,72 595, ,84 290, , ,67 841, ,88 239, , ,30 877, ,63 96, , , , ,67 183, , ,99 971, ,54 184, , ,26 473,40 Pada daur tebang 5 tahun, jumlah unsur hara tanah N, K, Ca dan Mg tampak menurun dari rotasi 1 ke rotasi 2, kecuali unsur hara P naik. Jumlah kandungan hara N menurun sebanyak 1258 kg N/ha (24%), K sebesar 127 kg

146 115 K/ha (16%), Ca sebesar 116 kg Ca/ha (6%) dan hara Mg sebesar 161 kg Mg/ha (16%). Penurunan jumlah kandungan unsur hara N, K, Ca dan Mg lebih disebabkan karena unsur hara tersebut diserap tegakan dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan yang sebagian besar (86-90%) hilang bersamaan dengan pengangkutan hasil panen ke luar lahan, sedangkan peningkatan hara P (10 kg/ha) diduga bersumber dari masukan hara P hasil dekomposisi sisa tebangan, dari pemupukan yang dilakukan sebanyak 63 kg P/ha, adanya simbiosis dengan mikoriza dan akibat ph tanah meningkat dari rotasi 1 ke rotasi 2 yang dapat meningkatkan hara P dari yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Produktivitas dan Laju Dekomposisi Serasah hibrid Eucalyptus urograndis Produktivitas serasah Rata-rata produksi total serasah hibrid E. urograndis dihitung berdasarkan jumlah serasah yang jatuh ke lantai hutan per satuan waktu (Lampiran 12). Jumlah serasah yang jatuh setiap umur tegakan disajikan pada Tabel 32, sedangkan jumlah serasah selama tegakan tumbuh dihitung dengan menjumlahkan produksi serasah secara kumulatif yang dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 32 Produktivitas dan jumlah kandungan hara serasah hibrid E. urograndis Rotasi Umur (thn) Produksi serasah (kg/ha/thn) N (kg/ha) P (kg/ha) K (kg/ha) Ca (kg/ha) Mg (kg/ha) ,61 9,05 43,16 4,90 5, ,76 11,05 45,33 4,22 7, ,12 10,77 48,4 5,36 8, ,28 13,46 64,19 6,01 9, ,95 12,62 54,7 4,82 8, ,48 12,21 45,83 4,4 7, ,51 12,79 52,16 5,84 7, ,28 15,62 64,31 7,96 8, ,32 19,74 79,70 9,96 12, ,37 12,85 54,49 6,51 8,99

147 116 Tabel 33 Masukan unsur hara dari serasah selama umur tegakan hibrid E. urograndis Rotasi Umur N total P K Ca Mg (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) ,61 9,05 43,16 4,90 5, ,37 20,1 88,49 9,12 13, ,49 30,87 136,89 14,48 22, ,77 44,33 201,08 20,49 32, ,72 56,95 255,78 25,31 40, ,48 12,21 45,83 4,40 7, , ,99 10,24 15, ,27 40,62 162,3 18,2 24, ,59 60, ,16 36, ,96 73,21 296,49 34,67 45,92 Produktivitas serasah tegakan hibrid E. urograndis di lokasi penelitian berkisar antara 3,5-5,3 ton/ha/tahun pada rotasi 1 dan sekitar 3,7-6,2 ton/ha/tahun pada rotasi 2. Secara statistik jumlah produksi serasah antara rotasi 1 dan 2 serta antar umur 1 sampai dengan umur 5 tahun tidak berbeda nyata (p > 0,050). Umur tanaman 1 tahun menunjukkan produksi serasah yang paling kecil (3,6-3,7 ton/ha/tahun) dibanding umur 2 tahun (4,1 ton/ha/tahun), umur 3 tahun (4,4-4,8 ton/ha/tahun), umur 4 tahun (5,3-6,2 ton/ha/tahun) dan umur 5 tahun (4,4-4,7 ton/ha/tahun). Hasil di atas hampir sama dengan hasil penelitian Barlow et al. (2007) pada tegakan E. urophylla umur 4-5 tahun di Brazil yang menghasilkan litterfall sebanyak sekitar 4,5 ton/ha/tahun. Produksi serasah pada tegakan hibrid E. urograndis umur 8 tahun rotasi 1 sebanyak 6,8 ton/ha/thn di Congo dan sebanyak 2-3 ton/ha/tahun untuk daerah kering atau mediteran seperti di Senegal, Morocco dan Portugal (Bernhard-Reversat et al. 2001). Hal ini menunjukkan kedekatan sifat genetik tanaman jenis Eucalyptus dalam hal kisaran kemampuan memproduksi serasah. Produktivitas serasah dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama curah hujan, suhu dan faktor kesuburan tanah di samping faktor genetik tanaman. Produksi serasah tertinggi terjadi pada bulan Juni pada saat rata-rata curah hujan sebesar 106 mm/bulan dan suhu udara 29,83 0 C. Hubungan curah hujan dan produktivitas serasah dapat dilihat pada Gambar 39 sampai Gambar 43.

148 117 Gambar 39 Hubungan antara produksi serasah dengan curah hujan pada umur 1 tahun hibrid E. urograndis. Gambar 38 Hubungan antara produksi serasah dan curah hujan pada umur 2 tahun E. urograndis. Curah hujan (mm/bln) Gambar 40 Hubungan antara produksi serasah dengan curah hujan pada umur 2 tahun hibrid E. urograndis. Gambar 41 Hubungan produksi serasah dengan curah hujan pada umur 3 tahun hibrid E. urograndis.

149 118 Gambar 42 Hubungan produksi serasah dengan curah hujan pada umur 4 tahun hibrid E. urograndis. Gambar 43 Hubungan produksi serasah dan curah hujan pada umur 5 tahun hibrid E. urograndis. Dari gambar terlihat jelas bahwa semakin tinggi curah hujan maka produksi serasah yang jatuh relatif menurun dan sebaiknya semakin kering lingkungan maka produksi serasah semakin banyak.

150 119 Laju dekomposisi serasah Laju dekomposisi. Konstanta laju dekomposisi serasah hibrid E. urograndis pada setiap umur tegakan per bulan berkisar antara 0,129 0,173 pada rotasi 1 dan pada rotasi 2 sekitar 0,094-0,145 sehingga waktu yang diperlukan untuk mendekomposisi serasah yang jatuh bervariasi antara bulan. Data konstanta laju dekomposisi dan waktu sampai sekitar 99% terdekomposisi dapat dilihat pada pada Tabel 34. Tabel 34 Laju dekomposisi (k) serasah hibrid E. urograndis Rotasi Umur (thn) Persamaan 409,5e -0,129t 388,5e -0,173t 394,5e -0,140t 419,5e -0,168t 428,0e -0,161t 414,0e -0,114t 372,0e -0,130t 404,4e -0,144t 385,5e -0,145t 369,5e -0,094t R 2 (%) k per bulan 0,129 0,173 0,140 0,168 0,161 0,114 0,130 0,144 0,145 0,094 Half life (bulan) 5,37 4,01 4,71 4,12 4,30 6,08 5,02 4,81 4,78 7,36 99% (bulan) 35,70 26,62 31,32 27,41 28,60 40,39 33,37 31,98 31,76 48,94 Laju dekomposisi serasah hibrid E. urograndis tergolong relatif lambat dibanding dengan laju dekomposisi A. mangium yang nilai konstantanya sebesar 0,229 pada tegakan berumur 8 tahun (Mindawati 1996) dan jenis E. urophylla sebesar 0,316 (Napitupulu 1995). Laju dekomposisi serasah hibrid E. urograndis tergolong lambat diduga disebabkan karena lokasi plot penelitian berada pada daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 1200 meter dari permukaan laut dengan curah hujan yang tinggi > 2800 mm/tahun menyebabkan kecepatan penguraian bahan organik dan pelapukan mineral berjalan lambat. Lambatnya dekomposisi hibrid E. urograndis lebih menguntungkan karena menurut pendapat Stallings (1959) dalam Suwardjo (1981) bahan organik yang cepat melapuk akan memberikan pengaruh maksimal selama hari saja dalam pembentukan agregat tanah, sedangkan bahan organik yang lambat terdekomposisi akan memberikan pengaruh relatif lebih lama dalam menstabilkan agregat tanah. Laju dekomposisi serasah hibrid E. urograndis yang lambat dapat dilihat dari nilai ratio antara C dan N serta dari bobot serasah yang hilang atau penyusutan bobot

151 120 selama 4 bulan pengamatan (Gambar 44). Semakin rendah nilai C/N maka semakin tinggi jumlah bobot serasah yang hilang yang berarti serasah yang terdekomposisi semakin banyak. Rotasi 1 Rotasi C / N C / N t h C / N t h C / N t h 0 t h Bulan ke Bulan ke Keterangan : BH = bobot yang hilang Gambar 44 Hubungan nilai ratio C/N dengan bobot serasah yang hilang selama dekomposisi. 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 k per bulan R 1 K per bulan R 2 m.o (10^8) R 1 m.o (10^8) R 2 0,05 0,00 1 th 2 th 3 th 4 th 5 th Gambar 45 Hubungan laju dekomposisi dengan jumlah mikroorganisme tanah.

152 121 Laju dekomposisi dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, unsur hara tapak serta keragaman jenis mikroorganisme dalam tanah (Alexander 1977). Hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan koefisien laju dekomposisi serasah dapat dilihat pada Gambar 45. Pelepasan hara dari serasah: Pelepasan hara selama proses dekomposisi bahan organik (4 bulan pengamatan) dihitung berdasarkan jumlah hara yang terkandung dalam serasah yang ada pada saat waktu pengamatan dibanding dengan jumlah hara dalam serasah saat awal penelitian di mulai (Tabel 35). Tabel 35 Pelepasan hara selama 4 bulan dekomposisi Rotasi 1 Pelepasan unsur hara (%) N P K Ca Mg 29,55 29,89 42,37 7,59 35, ,86 30,89 37,14 3,60 18,25 Pelepasan hara terbesar dari serasah pada proses dekomposisi mempunyai pola yang sama antara rotasi 1 dan 2 yaitu berturut-turut dari besar ke kecil adalah sebagai berikut : unsur hara K > N > P > Mg > Ca. Kecepatan suatu unsur hara lepas dari serasah berhubungan erat dengan tingkat mobilitas hara. Kalium adalah hara yang paling cepat hilang karena K merupakan hara yang sangat mobil baik pada jaringan tanaman maupun di dalam tanah serta mudah tercuci (Rusdiana 2007). Hal ini mendukung pendapat Dell et al. (2003) bahwa unsur hara N, P dan K mempunyai sifat sangat mobil dalam phloem Eucalyptus, sedangkan unsur hara Ca bersifat immobil dan unsur hara Mg bersifat tidak tetap (variebly mobile). Erosi dan Aliran Permukaan di bawah Tegakan Hibrid E. urograndis Unsur hara yang hilang terbawa erosi dan aliran permukaan. Kehilangan unsur hara dapat juga terjadi oleh sebab proses erosi (sedimentasi) dan aliran permukaan. Unsur hara yang tidak larut dalam air akan terbawa melalui erosi atau sedimentasi, sedangkan unsur-unsur hara yang mudah larut dalam air akan segera terbawa bersama aliran permukaan. Pengukuran erosi dan aliran permukaan tidak dibedakan antar rotasi dengan asumsi bahwa antara rotasi 1 dan 2 relatif sama karena kondisi edafik dan topografi sama. Rata-rata aliran

153 122 permukaan dan erosi tanah yang terjadi di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar ,26 357,95 307,61 300,89 278,98 271,59 194,53 253,11 141,12 134,52 1 thn 2 thn 3 thn 4 thn 5 thn Umur Aliran permukaan (m3/ha/thn) Erosi (kg/ha/thn) Gambar 46 Jumlah aliran permukaan dan erosi di bawah tegakan hibrid E.urograndis. Jumlah erosi dan aliran permukaan yang terjadi di bawah tegakan hibrid E. urograndis menurun sejalan dengan peningkatan umur tegakan. Penurunan jumlah erosi berbeda nyata antara umur 1 tahun dengan umur 3 tahun, tetapi tidak berbeda nyata untuk umur tegakan 4 dan 5 tahun yang besarnya berkisar kg/ha/tahun. Penurunan jumlah aliran permukaan tidak terlalu tajam antar umur tanaman muda dengan umur tua 5 tahun yaitu sekitar m3/ha/tahun dan tidak berbeda nyata. Hal ini karena dengan semakin tua umur tegakan maka penutupan tajuk semakin baik sehingga dapat melindungi tanah dari tenaga kinetik hujan. Selain itu, penumpukan serasah di atas permukaan tanah semakin banyak dengan bertambahnya umur tegakan yang dapat berfungsi sebagai penahan air hujan yang jatuh dan menghambat laju erosi dan aliran permukaan. Menurut Wiersum (1984) tingkat erosi dalam hutan tropis dan sub tropis rata-rata sebesar 0,3 ton/ha/tahun (berkisar antara 0,03 sampai maksimal 6,2 ton/ha/tahun), sedangkan di hutan tanaman tidak terganggu dan memiliki lapisan organik yang berkembang dengan baik, tingkat erosi tahunan rata-rata sekitar 0,6 ton/ha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000, erosi yang diijinkan di hutan tanaman sebesar < 9 ton/ha/thn. Jika dibandingkan dengan erosi hasil penelitian ini, besar erosi di hutan tanaman hibrid E. urograndis masih jauh

154 123 lebih rendah dari batasan laju erosi yang diizinkan. Demikian pula bila dibandingkan dengan erosi yang terjadi di hutan tanaman A. mangium di PT. Arara Abadi sebesar 0,28-0,38 ton/ha/tahun (Mindawati dan Pratiwi 2008), maka erosi di bawah tegakanhibrid E. urograndis ini pada saat umur tegakan muda sampai 2 tahun erosi terjadi relatif sama tetapi saat tegakan berumur di atas 2 tahun erosi lebih kecil. Hal ini disebabkan di lokasi penelitian kelerengan lahan relatif datar (0-14%), jenis tanah Inceptisol yang mempunyai sifat tanah bersolum cukup dalam sekitar 75 cm dan cara-cara persiapan lahan yang dilakukan dengan membiarkan sisa tebangan tetap berserakan di lahan serta tanaman bawah yang hanya disemprot dengan herbisida sehingga dapat menghambat laju erosi dan aliran permukaan. Besaran hara yang hilang dari sistem lahan bertegakan hibrid E. urograndis melalui erosi dan aliran permukaan dihitung melalui penjumlahan kandungan hara dari erosi dan aliran permukaan, disajikan pada Tabel 36. Sedangkan besaran kumulatif erosi, aliran permukaan dan jumlah hara yang hilang sampai umur tegakan tertentu dapat dilihat pada Tabel 37. Kandungan unsur hara yang hilang melalui aliran permukaan dan erosi tidak selalu menurun dari umur tegakan muda 1 tahun ke tegakan umur tua, tetapi secara kumulatif jumlah unsur hara yang hilang melalui aliran permukaan dan erosi meningkat dengan lamanya tegakan tumbuh. Jumlah unsur hara yang terbawa aliran permukaan dan erosi berfluktuasi antar umur tegakan dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama oleh curah hujan yang terjadi. Unsur hara yang hilang melalui aliran permukaan lebih besar dibanding hara yang hilang melalui erosi. Hal ini dapat dimengerti karena air hujan akan mengikis hara di permukaan yang besarannya sangat tergantung pada lebar tajuk dan serasah di lantai hutan. Lebar tajuk dan serasah berfungsi sebagai penahan aliran air hujan sebelum ke permukaan tanah.

155 124 Tabel 36 Unsur hara terlarut dari erosi dan aliran permukaan setiap umur tegakan hibrid E. urograndis Parameter umur Erosi (kg/ha) Aliran permukaan (m3/ha) Besarnya 357,95 300,89 194,53 141,12 134,52 326,26 307,61 278,61 271,59 253,11 Unsur hara yang hilang (kg/ha) N P K Ca Mg 0,25 0,0003 0,11 0,21 0,010 0,27 0,0002 0,09 0,15 0,006 0,16 0,0001 0,04 0,08 0,004 0,16 0,0001 0,04 0,10 0,006 0,12 0,0001 0,04 0,07 0,003 0,85 0,68 0,68 0,69 0,64 0,13 0,11 0,11 0,11 0,11 1,00 0,87 1,24 0,67 0,98 0,52 0,37 0,31 0,23 0,27 0,08 0,06 0,09 0,05 0,09 Tabel 37 Jumlah kumulatif dan unsur hara yang hilang melalui erosi dan aliran permukaan selama umur tegakan Parameter Erosi (kg/ha) Aliran permukaan (m 3 /ha) Sampai umur Unsur hara yang hilang (kg/ha) N P K Ca Mg 0,25 0,0003 0,11 0,21 0,01 0,52 0,0005 0,20 0,37 0,02 0,68 0,0006 0,24 0,44 0,02 0,83 0,0007 0,28 0,54 0,03 0,95 0,0008 0,32 0,61 0,03 0,85 1,53 2,20 2,89 3,53 0,13 0,24 0,36 0,46 0,57 1,00 1,87 3,12 3,79 4,77 0,52 0,90 1,21 1,45 1,73 0,08 0,14 0,23 0,28 0,37 Kehilangan unsur hara melalui erosi dan aliran permukaan sampai umur 5 tahun pada jenis tanah Inceptisol yang ditanami hibrid E. urograndis sangat kecil yaitu sebesar 4,48 kg N/ha, 0,57 kg P/ha, 5,09 kg K/ha, 2,34 kg Ca/ha dan 0,40 kg Mg/ha. Hal ini menandakan bahwa hibrid E. urograndis yang di tanam di Aek Nauli dengan perlakuan berdasarkan SOP yang berlaku saat ini (lihat sub bab teknik silvikultur) tidak menyebabkan erosi dan aliran permukaan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa penurunan kandungan hata tanah dari rotasi 1 ke rotasi 2 yang terjadi di lahan bertegakan hibrid E. urograndis tidak disebabkan oleh erosi dan aliran permukaan. Secara keseluruhan dari hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penurunan volume atau biomassa termanfaatkan yang dihasilkan

156 125 disebabkan oleh penurunan kualitas tapak yang dicirikan oleh menurunnya kandungan hara N 24%, hara K 16%, hara Ca 6% dan hara Mg 16%, sedangkan penurunan kualitas tapak lebih disebabkan karena jumlah hara yang masuk ke lahan lebih kecil dari jumlah hara yang keluar. Model Dinamika Neraca Hara Pada Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Model merupakan gambaran secara abstrak dari keadaan sebenarnya atau penyederhanaan realita sistem kompleks dimana hanya faktor-faktor dominan atau komponen yang relevan dari masalah yang dianalisis diikutsertakan (Mulyono 1997 dalam Wasis 2006). Model adalah contoh sederhana dari sistem dan menyerupai sifat-sifat sistem yang dipertimbangkan, tetapi tidak sama dengan sistem. Penyederhanaan dari sistem sangat penting agar dapat dipelajari secara seksama. Sistem yang berhubungan antara tapak dan tanaman sangat komplek, maka untuk mempelajari neraca hara dapat dilakukan dengan cara penyederhanaan yaitu melalui pemodelan. Model dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis bertujuan untuk memprediksi kondisi neraca unsur hara makro selama periode waktu 25 tahun sehingga dapat mengetahui prediksi apa yang akan terjadi akibat penebangan terhadap kualitas tapak dalam mendukung produktivitas yang berkelanjutan. Perhitungan neraca hara dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan model dari input parameter hasil pengukuran data di lapangan (sub bab pertumbuhan dengan hasil dan sub bab kualitas tapak) ditambah dengan dari hasil penelitian terdahulu sebagai asumsi. Beberapa asumsi dalam pembuatan model adalah : 1. Besaran erosi dan aliran permukaan antar rotasi sama. 2. Berat kering akar 25% dari berat total bagian atas tegakan (Hairiah dan Rahayu (2007), sedangkan kadar hara akar sebesar 1,65 mg/kg N; 0,11 mg/kg P; 1,78 mg/kg; dan kadar Ca dan Mg pada akar sebesar 0,214 % dan 0,039 % diambil dari hasil penelitian untuk jenis E. grandis ( Xu et al dan Toit et al. 2004).

157 Laju dekomposisi batang diameter < 5cm, cabang, akar sama dengan laju dekomposisi ranting yaitu 2 kali laju dekomposisi serasah (Arunachalam dan Singh 2004) 4. Kadar hara semua bagian tegakan dan tapak diasumsikan mengikuti nilai minimum hingga maksimum kadar hara hasil pengukuran dalam hasil penelitian ini (kadar hara tidak berubah). 5. Kehilangan hara saat penyiapan lahan sama dengan hilangnya hara melalui erosi dan aliran permukaan selama 2 bulan kegiatan penyiapan lahan sebelum tanam dengan rata-rata sebanyak 0,37 kg N/ha; 0,04 kg P/ha; 0,34 kg K/ha; 0,16 kg Ca/ha dan 0,03 kg Mg/ha. 6. Penambahan unsur hara tertentu tidak mempengaruhi unsur hara yang lain. 7. Proses pembentukan tanah dari pelapukan bahan induk diasumsikan tidak terjadi. Diagram Umpan Balik Dalam penelitian ini diagram umpan balik didasari dan dimodifikasi dari model dinamika hara N pada tegakan Pinus (Rusdiana 2007). Diagram umpan balik dinamika neraca hara dapat dilihat pada Gambar 47. Pertumbuhan dan biomassa tegakan dipengaruhi oleh kondisi hara dalam tanah. Menurut Indrawan (2000) di alam hara yang terkandung dalam tanah dapat berkurang dan dapat bertambah. Fluktuasi kandungan hara tanah akan dipengaruhi oleh hara dari produksi serasah yang jatuh selama tegakan tumbuh melalui proses pelapukan, dari proses pelapukan sisa tebangan dan dari tambahan hara yang diberikan pada lahan baik melalui pemupukan, penerapan bioteknologi maupun melalui teknik silvikultur intensif (persiapan lahan, pemeliharaan dan penerapan teknologi). Ini semua diekspresikan melalui pemodelan perhitungan neraca hara. Neraca unsur hara dari suatu ekosistem dapat dihitung berdasarkan unsur hara yang masuk ke dalam tanah diukur sebagai penambahan (fluks positip) dan unsur hara yang keluar dari tanah diukur sebagai pengurangan (fluks negatip).

158 Gambar 47 Diagram umpan balik neraca hara lahan bertegakan hibrid E. urograndis. 127

159 128 Dalam penelitian ini yang termasuk unsur hara yang masuk ke dalam tanah adalah unsur hara dari sisa tebangan yang ditinggalkan di lantai hutan (batang diameter <5cm, cabang, ranting, daun, bunga, buah dan akar), unsur hara dari serasah yang jatuh ke lantai hutan dan unsur hara dari pemupukan yang diberikan saat tanaman masih muda, sedangkan unsur hara yang keluar dari lahan adalah unsur hara dari hasil panen yang diangkut ke pabrik, unsur hara yang terbawa oleh erosi dan aliran permukaan serta unsur hara yang keluar saat kegiatan penyiapan lahan dilakukan. Besaran kandungan hara pada setiap parameter di atas untuk rotasi 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 9. Diagram Alir Deskripsi model hanya menampilkan parameter-parameter yang akan mempengaruhi parameter penting yang ada dalam diagram umpan balik. Diagram alir utama mengenai dinamika neraca hara serta skenario perbaikan hara tanah, disajikan pada Gambar 48, sedangkan diagram alir untuk model keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 14. Gambar 48 Diagram alir neraca hara dalam tegakan hibrid E. urograndis Neraca hara dapat menggambarkan kondisi kualitas hara tanah sepanjang daur tanaman. Dari Gambar 48 terlihat bahwa neraca hara ditentukan oleh besaran hara yang masuk ke lahan dan hara yang keluar dari suatu lahan. Hara masuk

160 129 ditentukan melalui jumlah produksi serasah selama tegakan tumbuh dan dari sisa tebangan yang ditinggalkan di lapangan. Keduanya akan termineralisasi secara bertahap tergantung pada laju dekomposisi. Selain itu, pemberian input hara yang dilakukan pihak manajemen dalam memelihara tegakan akan menambah jumlah asupan hara ke lahan pada awal penanaman. Hara keluar dipengaruhi oleh besaran hara yang terkandung dalam kayu hasil panen, erosi dan aliran permukaan yang membawa sejumlah unsur hara keluar lahan, dan oleh kegiatan saat persiapan lahan dilakukan. Neraca Hara HTI Hibrid Eucalyptus urograndis Jordan (1985) dan Mackensen (2000a) menyatakan bahwa budget atau neraca unsur hara dari suatu ekosistem dapat dihitung berdasarkan unsur hara yang masuk ke dalam tanah yang diukur sebagai penambahan dan unsur hara yang keluar dari tanah diukur sebagai pengurangan. Jika neraca hara seimbang, maka kesuburan lahan dan produktivitas mantap dan stabil. Jika neraca hara positip, maka lebih banyak unsur hara yang diperoleh dari pada yang hilang. Artinya akan menyebabkan pengakumulasian unsur hara dalam jangka panjang, sehingga kesuburan dan produktivitas sistem akan semakin tinggi. Jika neraca hara negatip menunjukkan kehilangan unsur hara yang lebih besar daripada hara yang masuk sehingga akan menyebabkan jumlah persediaan unsur hara berkurang di dalam tanah dan kesuburan lahan menurun yang akan berakibat pada penurunan produktivitas tegakan hutan. Berdasarkan hasil pengukuran semua variabel hara masuk (litterfall, sisa tebangan, laju dekomposisi, pemupukan) dan hara yang keluar sistem (panen, erosi, aliran permukaan, penyiapan lahan) pada rotasi 1 dan 2 di lapangan serta hasil penelitian terdahulu, maka didapat kondisi neraca hara pada saat ini (pada awal simulasi). Neraca hara rotasi berikutnya ditentukan oleh neraca hara rotasi sebelumnya dan teknik silvikultur yang diterapkan managemen pada periode tersebut. Skenario yang digunakan dalam simulasi di atas yaitu daur tebang yang terdiri dari daur tebang 5 tahun sebagai kontrol, daur tebang 6 tahun dan daur tebang 7 tahun.

161 130 Hasil simulasi prediksi neraca hara N, P, K, Ca dan Mg setelah tebang habis dilakukan disajikan pada Gambar 49 sampai Gambar 53 dengan persamaanpersamaan model yang dapat dilihat pada Lampiran 15. Keterangan : 1 = daur 5 tahun; 2= daur 6 tahun; 3= daur 7 tahun Gambar 49 Dinamika neraca hara Nitrogen. Keterangan : 1 = daur 5 tahun; 2= daur 6 tahun; 3= daur 7 tahun Gambar 50 Dinamika neraca hara Fosfor.

162 131 Keterangan : 1 = daur 5 tahun; 2= daur 6 tahun; 3= daur 7 tahun Gambar 51 Dinamika neraca hara Kalium. Keterangan : 1 = daur 5 tahun; 2= daur 6 tahun; 3= daur 7 tahun Gambar 52 Dinamika neraca hara Calsium. Keterangan : 1 = daur 5 tahun; 2= daur 6 tahun; 3= daur 7 tahun Gambar 53 Dinamika neraca hara Magnesium

163 132 Berdasarkan hasil keluaran model dengan skenario daur tebang 5 tahun, 6 tahun dan 7 tahun selama 25 tahun pengelolaan, pada daur 5 tahun menunjukkan prediksi neraca hara negatif terjadi mulai rotasi 1 sampai rotasi 5 untuk semua unsur hara makro. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan penebangan selesai dilakukan terjadi kehilangan unsur hara yang lebih besar daripada hara yang masuk sehingga menyebabkan jumlah persediaan unsur hara berkurang di dalam tanah. Selama neraca hara negatif, maka selama itu pula kebutuhan hara tanaman akan dipenuhi dari dalam tanah sehingga mengakibatkan penurunan kandungan hara tanah. Hasil di atas sejalan dengan dari hasil analisa kimia tanah lokasi penelitian dimana terjadi penurunan kandungan hara tanah dari rotasi 1 ke rotasi 2. Penurunan unsur hara N tanah sebesar 24%, unsur hara K sebesar 16%, unsur hara Ca sebesar 6% dan unsur hara Mg sebesar 16%. Pada daur tebang 6 tahun, neraca hara semua hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) positif pada akhir rotasi 1, sedangkan pada akhir rotasi 2 hanya neraca hara P dan Mg yang masih positif. Pada daur tebang 7 tahun, neraca hara N, K dan Ca sudah negatif sejak akhir rotasi 1 kecuali neraca hara P dan Mg masih positif pada akhir rotasi ke 1. Besarnya pengurasan hara dari dalam tanah tergantung pada neraca hara yang terjadi setelah tebangan. Berdasarkan hasil pemodelan di atas terlihat bahwa pada daur tebang 5 tahun pengurasan hara lebih cepat dan lebih besar dari daur tebang 6 dan 7 tahun karena daur yang lebih pendek akan menyebabkan periode tebang atau jumlah rotasi lebih banyak. Jika daur 5 tahun, maka pada akhir daur setelah tebangan rotasi 1 perkiraan neraca hara 721 kg N/ha, 77 kg P/ha, 1168 kg K/ha, 471 kg Ca/ha, 16 kg Mg/ha; akhir rotasi 2 neraca hara sebesar 718 kg N/ha, 120 kg P/ha, 1310 kg K/ha, 358 kg Ca/ha, 26 kg Mg/ha, akhir rotasi 3 neraca hara sekitar 498 kg N/ha, 55 kg P/ha, 861 kg K/ha, 278 kg Ca/ha, 8 kg Mg/ha dan sampai rotasi 5 mempunyai nilai neraca hara negatif. Pada daur 6 tahun atau 7 tahun kondisi neraca hara lebih baik karena tidak setiap rotasi dan tidak setiap unsur hara makro mempunyai neraca hara negatif yang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil neraca hara di atas memperkuat hasil penelitian Bouillet et al. (2001) dalam Matondo et al. (2005), bahwa neraca hara N sangat tidak seimbang antara

164 133 input dan output pada lahan bertegakan klon Eucalyptus. Perkiraan kekurangan unsur hara N pada akhir daur tanaman klon Eucalyptus yang pengembangannya melalui permudaan secara vegetatif sebesar 165 N kg/ha setelah rotasi pertama, sedangkan pada tegakan yang berasal dari trubusan prediksi kekurangan hara N sebesar 375 kg N/ha setelah rotasi pertama dan kekurangan sebesar 550 kg N/ha setelah akhir rotasi ke dua. Hasil penelitian lain tentang siklus hara pada tanah bertegakan klon Eucalyptus umur 6 tahun di Congo menghasilkan neraca hara (input-output) yang negatif untuk hara N, P, K dan Mg (Laclau et al. 2005). Di lokasi penelitian, sejak rotasi pertama untuk hibrid E. urograndis telah dilakukan pemupukan pada awal penanaman berdasarkan SOP yaitu pupuk dasar rock posphat 300 kg/ha dan pupuk NPK majemuk 100 kg/ha) dan pupuk lanjutan secara bertahap sebagai pemeliharaan (180 kg/ha Urea kg/ha TSP) yang setara dengan 96 kg N/ha + 63,18 kg P/ha + 12,45 kg K/ha + 109,61 kg Ca/ha. Terbukti berdasarkan hasil simulasi bahwa pemupukan sebesar itu belum dapat menyeimbangkan neraca hara jika daur yang digunakan 5 tahun. Daur tebang 6 dan 7 tahun mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap neraca hara karena jumlah input hara yang lebih besar, terutama daur 6 tahun dimana rotasi pertama neraca hara untuk semua unsur hara masih positif. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu untuk jenis Acacia mangium dimana daur tebang lebih besar 5 tahun (6 dan 7 tahun) lebih baik dibanding daur tebang 5 tahun dari aspek kesuburan tanah, walaupun dari aspek produktivitas maksimum dicapai pada umur 5-5,5 tahun dan dari aspek ekonomi financial dicapai pada umur 5 tahun (Wahyono dkk. 2005). Folster dan Khanna (1997) menyatakan bahwa panjang daur dalam setiap rotasi sangat mempengaruhi laju kehilangan hara melalui tebangan. Dari hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan aspek ekologi ternyata daur tebang 6 tahun lebih baik untuk diterapkan dalam pengelolaan HTI E. urograndis dibanding daur tebang 5 tahun, sedangkan dari aspek ekonomi yaitu produksi yang dihasilkan berdasarkan daur volume maksimum dimana daur volume maksimum dicapai pada umur 5,4-6 tahun. Oleh karena itu maka daur tebang optimal dapat dicapai pada umur 6 tahun sehingga disarankan sebaiknya untuk HTI hibrid E. urograndis gunakan daur tebang umur 6 tahun.

165 134 Strategi Pemulihan Kualitas Tapak Strategi pemulihan kualitas tapak didasarkan pada neraca hara yang tidak seimbang yaitu neraca hara yang negatif melalui pendekatan skenario penambahan input hara pada periode daur berikutnya. Penentuan input hara dilakukan melalui skenario dengan menaikkan jumlah hara sampai neraca hara seimbang atau sampai jumlah unsur hara yang masuk sama dengan atau lebih tinggi dari jumlah unsur hara yang keluar. Hasil simulasi dalam rangka perbaikan kondisi hara tanah setelah tebang dengan skenario penambahan hara untuk semua unsur hara dapat dilihat pada Lampiran 16, sedangkan prediksi kebutuhan hara agar neraca hara seimbang dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Kebutuhan jumlah hara untuk perbaikan kualitas tanah Hara (kg/ha) Awal rotasi N P K Ca Mg Daur tegakan (tahun) ,4 126,4 63,2 63,2 1182,8 1494,0 871,5 896,4 548,0 439,0 328,8 328, ,2 63,2 63,2 63,2 12,5 74,7 709,7 1133,0 109,6 109,6 219,2 438, ,2 126,4 63,2 63,2 199,2 1095,6 124,5 709,7 109,6 548,1 109,6 219, Berdasarkan Tabel 38, terlihat bahwa daur tebang 5 tahun memerlukan input hara lebih banyak untuk pemulihan kondisi kandungan hara tanah agar keseimbangan neraca hara terjadi dibanding daur 6 tahun dan 7 tahun hampir pada semua jenis unsur hara. Sebagai contoh pada daur tebang 5 tahun, untuk

166 135 memulihkan kandungan hara tanah maka pada awal rotasi 2 diprediksi perlu penambahan input hara N sebanyak 8 kali SOP (768 kg N/ha) setara dengan sekitar 1,70 ton Urea/ha, unsur hara P sebanyak 2 kali SOP (126 kg P/ha) setara dengan 628 kg TSP/ha, unsur hara K sebanyak 95 kali SOP (1183 kg K/ha) setara dengan sekitar 2,84 ton KCl/ha, unsur hara Ca sebanyak 5 kali SOP (548 kg Ca/ha) setara dengan sekitar 1,37 ton kapur murni/ha dan unsur hara Mg sebanyak 20 kali SOP (20 kg Mg/ha) setara dengan 185 kg dolomit/ha. Pada awal rotasi 3 kebutuhan input hara sebanyak 768 kg N/ha, 126 kg P/ha, 1494 kg K/ha, 439 kg Ca/ha dan 30 kg Mg/ha. Jika daur tebang 6 tahun, input hara N cukup satu kali SOP pada awal rotasi 2 dan rotasi 3, kemudian pada awal rotasi 4 perlu input hara N sebanyak 4 kali SOP dan awal rotasi 5 perlu input hara N sebanyak 7 kali SOP. Jika daur tebang yang digunakan 7 tahun maka pada awal rotasi 2 hanya perlu input hara 1 kali SOP tetapi pada awal rotasi 3 perlu input hara lebih banyak yaitu sekitar 7 kali SOP. Begitu pula untuk kebutuhan unsur hara N, P, K, Ca dan Mg pada daur tebang 6 tahun lebih sedikit dibanding jika daur tebang yang digunakan 5 tahun dan 7 tahun. Penambahan pupuk sebesar hasil simulasi di atas (N, P, K, Ca dan Mg) harus melalui uji coba secara langsung di lapangan terlebih dahulu. Disarankan pemupukan dilakukan secara bertahap karena pemberian pupuk pada awal tanam saja hanya berfungsi dalam memacu pertumbuhan awal dan mengembangkan sistem perakaran, tetapi sangat sedikit pengaruhnya untuk jangka panjang terhadap kesuburahn tanah. Menurut Gonçalves et al. (1997) pemupukan pada jenis berdaur pendek lebih baik dilakukan pada waktu antara penanaman dan sebelum tajuk menutup. Penambahan unsur hara melalui pemupukan harus memperhatikan beberapa faktor, seperti: tingkat effisiensi penyerapan hara suatu jenis pohon, effisiensi penggunaan hara dalam proses metabolisme, kebutuhan hara tanaman, kemampuan mengabsorpsi hara dari tanah, kehilangan hara (panen, erosi dan aliran permukaan), ketersediaan hara dalam tanah, penambahan hara (dari udara, air irigasi, bahan organik, fiksasi N) dan adanya interaksi yang saling mempengaruhi antar unsur hara yang berbeda, seperti contoh penambahan unsur

167 136 hara P melalui pupuk pada tanaman hibrid E. urograndis dapat meningkatkan biomassa, meningkatkan serapan hara P pada semua komponen tegakan dan meningkatkan serapan N oleh batang (Uexkull dan Mutert 1993; Mackensen 2000b; Xu et al. 2002). Seringkali respon dari hara N tergantung pada hara P atau sebaliknya (Hardiyanto 2005). Respon pemupukan berbeda diantara jenis dan genotipa. Pola umum dari distribusi pupuk adalah : kurang dari seperempat bagian dari pupuk diserap oleh pohon pada awal tahun pertama pertumbuhan, sekitar seperempat bagian termobilisasi oleh mikroba biomassa dan bahan organik tanah, dan sebagian besar lainnya hilang dari ekosistem hutan melalui pencucian dan penguapan (Fisher dan Binkley 2000). Namun berdasarkan Mackensen (2000a), tingkat efisiensi penyerapan pupuk N dan P oleh tanaman diperkirakan dapat mencapai 50-70%, tingkat efisiensi pupuk K sangat rendah sekitar 10-40%, dan tingkat efisiensi kapur dan dolomit sebagai sumber Ca dan Mg sebesar %. Tingkat efisiensi penyerapan pupuk yang relatif rendah dan adanya pencucian tanah akan mengakibatkan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan unsur hara akan jauh lebih tinggi. Apalagi yang dihitung dalam pemulihan hara tanah berdasarkan jumlah hara yang hilang akibat pengelolaan HTI (penyiapan lahan, erosi, aliran permukaan dan panen) seperti yang disarankan Mackensen (2000a) bukan berdasarkan nilai neraca hara seperti dalam penelitian ini, maka jumlah kebutuhan pupuk akan semakin besar lagi. Berdasarkan analisis kepekaan hasil simulasi pada beberapa parameter penentu yang terpilih (Lampiran 17), pemupukan merupakan salah satu variabel yang responsif sehingga harus menjadi perhatian dalam pengelolaan hutan tanaman industri. Di sisi lain, berdasarkan Mackensen dan Folster (2000) yang meneliti dampak pemupukan sebagai pengganti kehilangan hara dari sistem agar neraca hara berimbang untuk jenis E. deglupta di Kalimantan timur, tampak bahwa pemupukan mengakibatkan kenaikan biaya penanaman dan biaya investasi. Kompensasi pemupukan sebesar hara yang hilang melalui panen saja mengakibatkan peningkatan biaya penanaman 18-33% dan biaya total investasi naik sebesar 9-15%. Kompensasi pemupukan sebesar hara yang hilang melalui panen, erosi dan pencucian hara mengakibatkan peningkatan biaya penanaman

168 % dan biaya total investasi 9-16%. Kompensasi pemupukan sebesar hara yang hilang melalui panen, erosi dan pencucian serta pembakaran sisa tebangan akan meningkatkan biaya penanaman 29-62% dan biaya total investasi 13-29%, sehingga konsekwensinya adalah terjadi penurunan keuntungan berdasarkan IRR (internal rate of return) dari 14% turun menjadi 9-12%. Biaya pemupukan untuk jenis Eucalyptus lebih tinggi dibanding jenis Acacia mangium (Mackensen dan Folster 2000). Peningkatan biaya tersebut kemungkinan besar akan lebih tinggi lagi karena tambahan biaya yang timbul dalam kegiatan pemupukan seperti perencanaan, penelitian dan pelatihan petugas lapangan (Mackensen 2000a). Sehubungan dengan jumlah pupuk yang harus diberikan sangat besar dan biaya pemupukan sangat mahal, maka perlu strategi pengelolaan hara berupa penerapan teknik-teknik silvikultur yang efektif, efisien dan ramah lingkungan (low impact management) agar jumlah input hara yang dibutuhkan menurun. Beberapa strategi teknik silvikultur yang dapat diterapan dalam pengelolaan HTI hibrid Eucalyptus urograndis di Simalungun, Sumatera Utara adalah : Penyiapan bibit menggunakan mikoriza Penggunaan mikoriza dalam pengelolaan HTI dapat meningkatkan hara tersedia dalam tanah yang dapat diserap tanaman. Menurut Santoso (1997) dan Hutagalung (2008) Eucalyptus dapat membentuk simbiosis yang saling menguntungkan dengan mikroorganisme sehingga akan memperbesar kemampuan tanaman dalam menyerap hara, mampu melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia dan mampu mengurai sisa tanaman. Inokulasi ektomikoriza dapat dilakukan terhadap bibit hibrid E. urograndis di persemaian. Mekanisme peran mikoriza dapat meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara adalah melalui perluasan permukaan akar dan melalui peningkatan menghasilkan enzime fosfatase sehingga unsur P yang semula dalam bentuk tidak tersedia dapat menjadi tersedia bagi tanaman. Penggunaan mikoriza akan meningkatkan kerapatan dan panjang akar yang dapat mendorong penyerapan hara, terutama untuk unsur-unsur hara yang mempunyai mobilitas rendah dan sedang seperti fosfat atau amonium (Bowen 1984 dalam Fisher dan Binkley 2000).

169 138 Penyiapan lahan Penyiapan lahan dilakukan sesedikit mungkin mengolah lahan dengan alat berat (minimum tillage) agar kehilangan unsur hara melalui erosi dapat ditekan sekecil mungkin. Tidak melakukan tebang bakar karena akan meningkatkan kehilangan unsur hara dalam tanah. Menurut Mackensen (2000a), kehilangan unsur hara ke atmosfir akibat kegiatan tebang bakar diperkirakan cukup tinggi, yaitu untuk jenis Acacia mangium 2,5 kg P/ha lebih tinggi dari E. deglupta 1,1 kg P/ha dan kehilangan Ca dan Mg sama untuk kedua jenis tersebut sekitar kg Ca/ha dan sekitar kg Mg/ha. Pembakaran akan memicu kehilangan unsur hara terutama hara N karena N dapat hilang dalam jumlah banyak melalui volatilisasi. Penanaman Dalam rangka meningkatkan jumlah hara N tanah dapat dilakukan melalui penanaman dengan pola tanam campuran dengan tanaman yang mempunyai bintil akar sehingga dapat menfiksasi nitrogen langsung dari atmosfer. Menurut Fisher dan Binkley (2000) tanaman hutan yang dicampur dengan jenis pemfiksasi nitrogen mengalami peningkatan kadar nitrogen. Di daerah tropik, pohon-pohon pengikat nitrogen yang sudah ditanam secara komersial adalah : Casuarina, Leucaena, Paraserianthes dan Acacia. Hasil penelitian Parrotta et al.(1996) yang menanam campuran antara Eucalyptus dan Leucaena di Puerto Rico menyatakan bahwa pohon Eucalyptus dapat menyerap N yang difiksasi oleh Leucaena pada umur 2-3,5 tahun. Tanaman Leucaena menfiksasi N dari udara sekitar 70% N dan pada umur 6 tahun tanaman pokok di bawah tegakan Leucaena mampu menyerap N hasil fiksasi Leucaena sebanyak Leucaena mengikatnya (Van Kessel et al dalam Fisher dan Binkley 2000). Hasil penelitian tegakan campuran Eucalyptus dan Falcataria menghasilkan akumulasi biomassa Eucalyptus 40% lebih besar dibandingkan jika ditanam secara murni (DeBell et al. 1997). Biomas Eucalyptus jauh lebih tinggi jika ditanam campuran dengan Falcataria dan terjadi perubahan ketersediaan N dan P pada tegakan campuran

170 139 Eucalyptus dan Falcataria, dimana suplai N akan meningkat bila jumlah tanaman Eucalyptus lebih banyak dari jumlah tanaman Falcataria (Ewers et al. 1996; Fisher dan Blinkey 2000). Disarankan pola tanam yang dikembangkan untuk hibrid E. urograndis adalah campuran dengan jenis Falcataria moluccana karena kedua jenis tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pulp atau hibrid E. urograndis dicampur dengan A. mangium karena keduanya berdaur sama, sudah dikembangkan dalam skala operasional dan sudah digunakan lama sebagai bahan baku industri pulp. Selain itu kedua jenis pencampur tersebut dapat menfiksasi nitrogen langsung dari atmosfer sehingga diharapkan kandungan hara N meningkat. Pemeliharaan Pemeliharaan di lapangan dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan yang bertujuan meningkatkan ketersediaan unsur hara guna memperkecil kebutuhan pupuk, diantaranya adalah : Penjarangan atau pengurangan kerapatan. Menurut Prescott (1997) dalam Fisher dan Binkley (2000), pengurangan kerapatan tegakan dengan menebang sebagian tegakan akan memberikan kenaikan tambahan dua kali lipat suplai N pada pohon-pohon yang tinggal. Menurut Rusdiana (2007) kerapatan tegakan yang menghasilkan produktivitas kayu Pinus merkusii paling baik adalah pada saat kondisi tegakan penuh yaitu indeks kerapatan tajuk sekitar 80 %. Kerapatan tegakan yang jarang atau terlalu rapat dapat menurunkan produktivitas. Kerapatan tegakan 400 pohon/ha merupakan kerapatan dengan volume terbesar dan kondisi iklim mikro dan keharaan tanah yang kondusif terhadap pertumbuhan tegakan. Namun demikian penjarangan pada HTI daur pendek yang diperuntukan sebagai bahan baku pulp belum umum dilakukan. Pengelolaan sisa tebangan. Pemanfatan sisa tebangan yang dibiarkan di lantai hutan akan mengakibatkan peningkatan pada semua unsur hara tanah. Sisa tebangan hibrid E. urograndis umur 5 tahun dalam penelitian ini sebesar 10-14% dari total biomassa tegakan dan akan bertambah jika termasuk kulit kayu. Menurut Stevenson (1982) ketersediaan bahan organik di dalam tanah ikut menentukan kesuburan tanah sebab bahan organik berfungsi sebagai sumber unsur

171 140 hara dan berperan terhadap ketersediaan N, P dan S dalam tanah, merangsang aktivitas mikroorganisme tanah karena merupakan sumber energi bagi makro dan mikro fauna serta memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Lebih lanjut Stevenson (1982) menerangkan bahwa penambahan bahan organik dari sisa tebangan dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah melalui 5 cara: (1) proses mineralisasi bahan organik itu sendiri sehingga terjadi pelepasan anionanion P dari mineral; (2) aksi dari asam organik atau senyawa pengkelat yang lain hasil dekomposisi sehingga terjadi pelepasan fosfat yang berikatan dengan Al dan Fe yang tidak larut menjadi bentuk terlarut, (3) bahan organik akan mengurangi jerapan fosfat karena adanya asam humik dan asam fulfik; (4) penambahan bahan organik mampu mengaktifkan proses penguraian bahan organik asli tanah; (5) membentuk kompleks fosfo-humik dan fosfo-fulfik yang dapat ditukar dan lebih tersedia bagi tanaman. Fungsi bahan organik yang lain adalah untuk menurunkan laju aliran permukaan dan erosi tanah. Hal ini terjadi karena bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, agregat tanah menjadi mantap dan kapasitas infiltrasi air meningkat sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diperkecil. Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah adalah dapat meningkatkan kapasitas tukar kation, kapasitas tukar anion, ph tanah, daya sangga tanah, keharaan tanah dan aktivitas biologis dalam tanah (Stevenson 1982). Pengaruh positif lain dari penambahan bahan organik adalah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena ada senyawa-senyawa perangsang berupa hormon (auxin) dan vitamin yang ditemukan di dalam tanah (Suntoro 2003). Hasil penelitian Sulistyono dkk.(2007) menunjukkan bahwa pemanfaatan sisa tebangan (residu) yang dicacah menjadi potongan kecil-kecil dan ditebar di lahan secara merata pada saat penyiapan lahan memberikan hasil yang paling baik dibanding tanpa sisa tebangan dan sisa tebangan yang tidak dicacah terhadap produktivitas Acacia mangium. Produktivitas A. mangium dengan perlakuan tadi pada umur 2 tahun dapat mencapai 56,42 m 3 /ha, tanpa sisa tebangan hanya mencapai 45,08 m 3 /ha dan dengan sisa tebangan tanpa pencacahan sebesar 50,05 m3/ha. Hasil penelitian yang sama terhadap hibrid Eucalyptus menunjukkan bahwa pemanfaatan sisa tebangan dan serasah yang dicacah dan disebar

172 141 berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan dibanding tanpa sisa tebangan (sisa tebangan dikeluarkan dari areal tebang) sebesar 73% di Congo, 41% di Brazil 35% di Afrika selatan dan 22% di India (Saint-Andre et al dalam Deleporte et al. 2008). Pengelola HTI biasanya meninggalkan sisa tebangan dan mencacah serta menebarkan secara merata pada saat persiapan lahan dalam menjaga kelestarian pasokan unsur hara dan produktivitas rotasi berikutnya. Pemanfaatan kulit kayu. Kulit kayu lebih kaya akan unsur hara di banding kayu itu sendiri (Nzila et al. 2002). Meninggalkan kulit kayu di lahan berarti menambah hara dan mengganti sebagian hara yang hilang karena kulit kayu kaya akan hara K, Ca dan Mg. Pemanfaatan kulit kayu sebagai tambahan input hara dapat dilakukan dengan pengelupasan kulit batang di lapangan agar unsur hara dalam kulit kayu masuk kembali sebagai input hara ke tanah. Menurut hasil penelitian Mackensen (2000a) bahwa proporsi kehilangan unsur hara dari kulit kayu A. mangium sebesar 45-70% dan dari kulit kayu E. deglupta sekitar 30-46%. Hasil penelitian Folster dan Khanna (1997) menghasilkan bahwa kulit kayu hibrid E. urograndis umur 4-5 tahun mempunyai biomassa sebesar 13% dari total biomassa pohon yang mengandung 78% Ca, 48% K dan 68% Mg. Keluarnya kulit kayu hibrid E. urograndis dari lahan akan memerlukan pengganti berupa pupuk yang setara dengan 43 kg K/ha,72 kg Ca/ha dan 22 kg Mg/ha untuk tiap satu kali rotasi. Jika kulit batang E. deglupta dan A. mangium yang ditanam di Kalimantan Timur tidak dikeluarkan dari lahan setelah panen, maka kehilangan unsur hara K dan Ca dapat berkurang 1/2 sampai 2/3nya (Ruhiyat 1989 dalam Folster dan Khanna 1997). Penggunaan limbah industri kertas (sludge) dan abu dari industri pulp. Sludge pabrik kertas dan abu dari limbah pabrik pulp dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk pupuk setelah terlebih dahulu dikomposkan. Sludge dan abu merupakan sumber bahan organik bagi tanah serta sumber carbon bagi mikroba tanah yang berperan dalam proses pembentukan tanah. Menurut Widyati (2006) potensi sludge saat ini sekitar 1,3 juta ton dan pemberian sludge dapat meningkatkan C organik tanah, ph tanah, Kapasitas Tukar Kation tanah,

173 142 ketersediaan hara makro N, P, K, serta dapat menurunkan ketersediaan unsur unsur logam Fe, Mn, Zn dan Cu pada lahan tambang batu bara yang ditanami A. crassicarpa. Hasil penelitian Fabress et al. (1994) dalam Folster dan Khanna (1997) menemukan bahwa tinggi E. grandis meningkat 68% setelah dipupuk dengan sludge sebanyak 60 m 3 /ha, sedangkan penggunaan abu 5 ton/ha dapat meningkatkan volume tegakan E. grandis umur 6 tahun dari 38 m3/ha menjadi 86 m3/ha pada tanah berpasir di Brazil. Kadar hara abu mengandung 4,7% Ca dan 1,4% Mg (Benedetti 1994 dalam Folster dan Khanna 1997). Namun di Indonesia, sampai saat ini penggunaan limbah industri kertas dalam skala operasional belum diijinkan karena limbah tersebut tergolong limbah B3 yang berbahaya meski telah diperkaya dengan pupuk dan telah teruji dalam skala penelitian manfaatnya dalam menunjang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kualitas tapak. Meningkatkan program pemuliaan tanaman Penampakan (performance) suatu tegakan sangat tergantung pada faktor genetik dan faktor lingkungan dan keduanya dapat dimanipulasi (Zobel dan Talbert 1984). Oleh karena itu, pemulihan tapak dapat juga dilakukan dengan mengembangkan jenis-jenis yang mempunyai sifat effisien terhadap penggunaan hara. Melalui program pemuliaan rekayasa genetik dapat dihasilkan jenis-jenis yang sangat effisien dalam penggunaan hara. Memperpanjang daur tebang Berdasarkan hasil penelitian ini, neraca hara pada daur tebang 5 tahun terjadi ketidakseimbangan yang negatif dan dalam pemulihannya memerlukan input hara yang lebih besar dibanding jika daur tebang yang digunakan 6 tahun atau 7 tahun. Oleh karena itu disarankan daur tanaman diperpanjang menjadi lebih besar dari 5 tahun Perlakuan-perlakuan harus diujicobakan terlebih dahulu sebelum diterapkan dalam skala operasional. Disarankan setiap perusahaan hutan tanaman membuat perhitungan neraca hara setiap selesai tebangan dan hasil perhitungan neraca hara dapat digunakan untuk membuat keputusan-keputusan dalam rangka perencanaan pemenuhan unsur hara jangka panjang, terutama dalam menentukan SOP yang harus dilakukan pada rotasi berikutnya.

174 143 PEMBAHASAN UMUM Luas hutan Indonesia sekitar hektar atau 70% luas daratan Indonesia (Dirjen Bina Produksi Kehutanan 2010). Dari luasan tersebut sekitar 59,7 juta hektar dalam kondisi tidak produktif dan terdegradasi dengan laju deforestasi antara 0,5 hingga 2,5 juta ha per tahun (Fathoni 2010), sedangkan laju rehabilitasi hanya sekitar ha per tahun (Dirjen Bina Produksi Kehutanan 2010). Di sisi lain, kebutuhan kayu terus meningkat dari tahun ke tahun sementara produksi kayu dari hutan alam terus menurun. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan Indonesia sekitar 39,2 juta m 3 /tahun dan sebagian besar sekitar 26 juta m 3 /tahun diperlukan untuk memasok bahan baku industri pulp dan kertas dengan kapasitas produksi pulp 6,5 juta ton/tahun. Untuk menanggulangi kerusakan hutan yang terus meningkat dan untuk memenuhi kebutuhan akan kayu sebagai bahan baku industri kehutanan, pemerintah sejak tahun 1990 menggalakkan program pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Pembangunan HTI bertujuan untuk: meningkatkan produktivitas, meningkatkan potensi dan kualitas kawasan hutan produksi yang tidak produktif, memenuhi kebutuhan bahan baku industri, menunjang pengembangan industri hasil hutan guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, memperbaiki mutu lingkungan dan memperluas kesempatan kerja dan usaha. Sebagian besar HTI menggunakan jenis-jenis cepat tumbuh dengan daur tebang pendek terutama untuk tujuan HTI kayu pulp seperti Acacia mangium, Gmelina arborea dan Eucalyptus. Pertumbuhan yang cepat akan menyebabkan lebih cepat pula laju pengambilan unsur-unsur hara dari tanah oleh tanaman. Unsur hara yang diserap tegakan pada akhirnya akan hilang dari lahan HTI bersamaan dengan kegiatan pemanenan kayu yang diangkut ke luar lahan untuk bahan baku industri. Bagaimana mekanisme dan berapa banyak serta jenis jenis unsur hara apa saja yang keluar dan masuk pada sistem lahan hutan tanaman industri akan sangat bergantung pada jenis tanaman yang diusahakan, kualitas tapak setempat, faktor iklim serta tindakan manajemen lahan yang diterapkan oleh perusahaan. Eucalyptus merupakan salah satu jenis HTI yang telah dikembangkan di PT Toba Pulp Lestari, Sumatera Utara dalam skala operasional untuk tujuan

175 144 penghasil kayu serat. Untuk meningkatkan produktivitas telah digunakan bibit unggul terseleksi dari hibrid Eucalyptus urograndis (E. urophylla x E. grandis) hasil persilangan antara jenis E. urophylla S.T. Blake x E. grandis W.Hill ex Maid. Penggunaan hibrid E. urograndis di berbagai negara sudah banyak dilakukan, namun di Indonesia masih terbatas sehingga hasil penelitian tentang HTI hibrid E. urograndis masih sedikit. Penelitian tentang Kajian kualitas tapak hutan tanaman industri hibrid E. urograndis sebagai bahan baku industri pulp dalam pengelolaan hutan lestari telah dilakukan di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara untuk menjawab beberapa permasalahan: Apakah benar terjadi perbedaan pertumbuhan dan hasil tegakan hibrid E. urograndis rotasi 1 dengan rotasi 2 per satuan waktu?; Apakah benar hibrid E. urograndis banyak mengabsorbsi unsur-unsur hara dari dalam tanah untuk pertumbuhannya sehingga terjadi penurunan kualitas tanah pasca tebang?; Sifat kimia tanah atau unsur-unsur hara apakah yang menentukan laju pertumbuhan hutan tanaman hibrid E. urograndis?; Berapa daur tebang optimal untuk hibrid E. urograndis?; dan bagaimana model dinamika neraca hara HTI hibrid E. urograndis?. Penelitian telah dilakukan dan dibahas dalam 3(tiga) bab utama yaitu: pertumbuhan dan hasil tegakan, kualitas tapak dan model dinamika neraca hara hutan tanaman hibrid E. urograndis. Memahami dan mengetahui karakteristik tapak setelah pemanenan di lakukan dalam suatu ekosistem hutan adalah sangat penting untuk memprediksi kondisi yang akan datang dan merekomendasikan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan HTI hibrid E. urograndis agar produktivitas kayu berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan umum dibagi ke dalam 2 (dua) bagian inti yang saling berkaitan, yaitu : Perbandingan Produktivitas dan Kualitas Tapak hibrid Eucalyptus urograndis antara Rotasi 1 dan 2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas hasil volume tegakan hibrid E. urograndis yang ditanam di sektor Aek Nauli dari rotasi 1 ke rotasi 2. Dengan daur tebang 5 tahun maka volume yang dihasilkan pada rotasi 1 sebesar 159,69 m 3, sedangkan pada rotasi 2 sekitar 142,49 m 3 sehingga penurunan volume terjadi sebesar 10,8%. Daur volume maksimum

176 145 yang memberi keuntungan tertinggi pada rotasi 1 dicapai saat umur tegakan 5,4 tahun dengan riap rata-rata tahunan 31,85 m 3 /ha/tahun, sedangkan daur volume maksimum pada rotasi 2 terjadi saat umur tegakan 6 tahun dengan riap rata-rata tahunan sekitar 28,80 m 3 /ha/tahun. Sebagai bahan baku industri pulp, satuan yang digunakan untuk produksi selain volume adalah biomassa kayu. Biomassa kayu termanfaatkan untuk bahan baku pulp adalah biomassa batang termasuk kulit yang berdiameter 5 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomassa total rotasi 1 sebesar 175 ton/ha dan rotasi 2 sebesar 157 ton/ha sehingga terjadi penurunan jumlah biomassa total dari rotasi 1 ke rotasi 2 sebesar 10,5%. Khusus biomassa batang berdiameter 5 cm yang dipanen untuk bahan baku pulp, pada rotasi 1 biomassa mencapai sekitar 151 ton/ha dan pada rotasi 2 sekitar 142 ton/ha sehingga penurunan hasil dari hasil rotasi 1 ke rotasi 2 sebesar 6,3%. Biomassa batang dan kulit yang berdiameter 5 cm meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tegakan dan merupakan komponen utama penyusun tegakan. Persentase jumlah biomassa batang berdiameter 5 cm sekitar 23-25% pada umur 1 tahun; sekitar % pada umur 2 tahun; sekitar 76-82% pada umur 3 tahun; sekitar 83-84% pada umur 4 tahun dan sebesar 86-90% pada umur 5 tahun. Penurunan volume dan biomassa hibrid E. urograndis dari rotasi 1 ke rotasi 2 pada daur tebang umur 5 tahun disebabkan adanya penurunan kandungan unsur hara tanah pasca tebangan. Unsur-unsur hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) merupakan hara essesial yang diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses metabolisme dalam pertumbuhan suatu tanaman dan keberadaan unsur-unsur tersebut dapat dijadikan indikator kesuburan tanah. Perubahan kualitas tanah dapat dilihat dari hasil perbandingan antara rotasi 1 dan 2 berdasarkan analisis sifat-sifat tanah. Ada dua hasil yang dapat dibandingkan antara rotasi 1 dan 2 yaitu: Pertama : Pada umumnya, terjadi penurunan hampir semua sifat tanah ( N, K, Mg, ruang pori, air tersedia, permeabilitas, jumlah mikroorganisme, jumlah fungi, respirasi) dari umur 1 tahun terus cenderung menurun sampai umur 5 tahun, kecuali hara P. Penurunan unsur hara makro karena diserap tanaman untuk pertumbuhan dan hara tersebut berada pada jaringan tanaman, sedangkan hara P

177 146 meningkat dengan bertambahnya umur tegakan diduga karena adanya simbiosis mutualisme dengan jamur mikoriza sehingga hara P tersedia. Kedua: jika dilihat pada umur 5 tahun dimana tegakan siap dipanen, terjadi penurunan jumlah kandungan unsur hara N, K, Ca dan Mg dari rotasi 1 ke rotasi 2 sebesar : N tanah turun sebesar 24%, K turun sebesar 16%, Ca turun sebesar 6% dan hara Mg tanah turun sebesar 16%, kecuali jumlah kandungan hara P meningkat. Penurunan jumlah kandungan hara yang terjadi menyebabkan terjadi penurunan kualitas tapak. Penurunan kualitas tapak dapat disebabkan karena sebagian besar unsur hara tanah diserap dan disimpan dalam bentuk tegakan, adanya hara yang hilang melalui kegiatan panen dan adanya hara yang terbawa erosi dan aliran permukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah hara yang diserap tegakan selama 5 tahun tegakan tumbuh sebesar 1152 kg N/ha, 204 kgp/ha, 1845 kg K/ha, 610 kg Ca/ha, 83 kg Mg/ha pada rotasi 1 dan sebesar 1106 kg N/ha, 240 kg P/ha, 1798 kg K/ha, 466 kg Ca/ha, 88 kg Mg/ha pada rotasi 2. Dari jumlah hara yang diserap sebagian tersimpan dalam biomassa tegakan sebesar 940 kg N/ha, 147 kg P/ha, 1589 kg K/ha, 585 kg Ca/ha, 43 kg Mg/ha pada rotasi 1 dan sekitar 853 kg N/ha, 167 kg P/ha, 1502 kg K/ha, 431 kg K/ha, 42 kg Mg/ha pada rotasi 2, dan sebagian lagi kembali ke tanah dalam bentuk serasah (litterfall) selama 5 tahun tumbuh sebesar 213 kg N/ha, 57 kg P/ha, 256 kg K/ha, 25 kg Ca/ha, 40 kg Mg/ha pada rotasi 1 dan sebesar 253 kg N/ha,73 kg P/ha, 296 kg K/ha, 35 kg Ca/ha, 46 kg Mg/ha rotasi 2 dengan laju dekomposisi sekitar 0,1-0,2 per bulan. Jumlah hara yang diserap dapat menggambarkan jumlah minimum kebutuhan hara untuk hibrid E. urograndis tumbuh dan berkembang selama 5 tahun sampai dapat mencapai volume termanfaatkan sekitar 160 m 3 pada rotasi 1 dan sekitar 142 m 3 pada rotasi 2. Dari jumlah unsur hara yang tersimpan pada tegakan hibrid E. urograndis di atas, sebagian akan hilang karena panen biomassa bagian batang berdiameter 5 cm sebesar 762 kg N/ha, 114 kg P/ha, 1288 kg K/ha, 506 kg Ca/ha, 34 kg Mg/ha rotasi 1 dan rotasi 2 sebesar 742 kg N/ha, 147 kg P/ha,1319 kg K/ha, 377 kg Ca/ha, 37 kg Mg/ha dan kembali ke tapak sebagai input hara dari sisa tebangan sebesar 198 kg N/ha, 33 kg P/ha, 300 kg K/ha, 80 kg Ca/ha, 9 kg Mg/ha rotasi 1

178 147 dan 112 kg N/ha, 20 kg P/ha, 183 kg K/ha, 54 kg Ca/ha, 6 kg Mg/ha rotasi 2. Selain itu juga ada hara yang ke luar melalui erosi dan aliran permukaan selama 5 tahun yang relatif kecil sebesar 4,5 kg N/ha, 0,6 kg P/ha, 5 kg K/ha, 2,3 kg Ca/ha, 0,4 kg Mg/ha. Dari hasil di atas terlihat bahwa penurunan kualitas tapak yang dicirikan dengan turunnya kandungan hara tanah pasca tebangan lebih disebabkan karena kegiatan panen dan pengangkutan kayu ke luar lahan untuk dijadikan bahan baku industri pulp. Hasil lain penelitian ini adalah bahwa berdasarkan hasil analisa daun ternyata hibrid E. urograndis di Aek Nauli kekurangan hara N (sangat kurang) dan hara Ca dan Mg (kurang), sehingga N, Ca dan Mg merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hibrid E. urograndis yang ditanam di jenis tanah Inceptisol dan perlu penambahan unsur N, Ca dan Mg minimal sampai batas normal (cukup). Selanjutnya, unsur hara yang berkorelasi positif dengan peninggi tegakan hibrid E. urograndis adalah unsur hara P dan Ca sehingga penambahan unsur tersebut akan meningkatkan peninggi sampai batas tertentu jika di tanam di atas tanah jenis Inceptisol. Dinamika Neraca Hara dan Strategi Pengelolaan Tapak Untuk Kelestarian Hasil Tegakan Hibrid Eucalyptus urograndis Pengembangan hutan tanaman jenis cepat tumbuh dan berdaur pendek secara terus-menerus dapat mengurangi persediaan unsur hara tanah. Penurunan jumlah kandungan unsur hara dalam tanah disebabkan adanya ekspor unsur-unsur hara melalui pemanenan dan kehilangan hara melalui penguapan, erosi dan pencucian tanah. Besar kecilnya kehilangan hara tersebut tergantung antara lain kepada tindakan-tindakan pengelolaan dalam jangka pendek. Dalam rangka menjaga kelestarian produktivitas tegakan selama beberapa rotasi maka kualitas tapak harus selalu diusahakan konstan karena keberlanjutan hutan tanaman industri baik secara ekonomis maupun ekologis sangat tergantung pada kemampuan untuk mempertahankan neraca unsur hara dalam keadaan seimbang (input hara sama dengan output hara).

179 148 Hasil penelitian model dinamika neraca hara HTI hibrid E. urograndis yang dijalankan selama 25 tahun pengelolaan berdasarkan SOP yang berlaku di PT Toba Pulp Lestari menunjukan bahwa daur tebang 5 tahun mempunyai nilai prediksi neraca hara negatif untuk semua unsur hara makro pada setiap rotasi sampai rotasi 5. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan penebangan selesai dilakukan, terjadi ketidaksetimbangan neraca hara yang negatif untuk semua unsur hara. Selama neraca hara negatif, selama itu pula kebutuhan hara tanaman akan dipenuhi dari tanah sehingga akan mengakibatkan hara tanah terkuras dan penurunan kesuburan tanah (Mackensen 2000). Apabila daur tebang 6 tahun, neraca hara N, K dan Ca positif hanya pada akhir rotasi 1 dan neraca hara P dan Mg masih positif sampai akhir rotasi 2, sedangkan jika daur tebang 7 tahun maka prediksi neraca hara P dan Mg masih positif pada akhir rotasi ke 1 dan 3 tetapi neraca hara N, K dan Ca sudah negatif sejak akhir rotasi 1. Penerapan daur tebang 5 tahun mengakibatkan pengurasan hara yang lebih banyak dibanding daur 6 tahun atau 7 tahun karena dengan daur semakin pendek maka pemanenan menjadi semakin sering. Sebagai contoh jika penebangan memakai daur 5 tahun dengan pemupukan berdasarkan SOP (96 kg N/ha + 63,18 kg P/ha + 12,45 kg K/ha + 109,61 kg Ca/ha), maka neraca hara pada rotasi 1 setelah tebang sekitar 721 kg N/ha, 77 kg P/ha, 1168 kg K/ha, 471 kg Ca/ha, dan 16 kg Mg/ha; akhir daur rotasi 2 neraca hara sekitar 718 kg N/ha, 120 kg P/ha, 1310 kg K/ha, 358 kg Ca/ha, dan 26 kg Mg/ha. Jika daur yang digunakan 6 tahun maka diprediksi neraca hara akhir rotasi 1 masih positif untuk semua unsur hara dan mulai negatif pada akhir rotasi 2 untuk neraca hara N, K, Ca yang negatif sebesar : 34 kgn/ha, 74 kg K/ha dan 35 kg Ca/ha, sedangkan jika daur 7 tahun maka pada akhir rotasi 1 prediksi neraca hara P dan Mg masih positif, sedangkan neraca hara N, K, Ca negatif sebesar 58 kg N/ha, 189 kg K/ha, 71 kg Ca/ha. Disimpulkan bahwa penggunaan daur tebang 6 tahun lebih baik pengaruhnya terhadap keseimbangan neraca hara dibanding daur tebang yang berlaku sekarang di Aek Nauli yaitu 5 tahun. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa daur 6 tahun merupakan daur yang lebih baik dibanding daur 5 tahun dilihat dari aspek ekologi, sedangkan ditinjau dari aspek ekonomi pada sub sub bab penentuan daur volume maksimum

180 149 tercapai pada umur 5,4 untuk rotasi 1 dan umur 6 tahun untuk rotasi 2. Oleh karena itu, daur optimal untuk hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli dilihat dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan adalah 6 tahun. Untuk mempertahankan kelestarian produksi, maka neraca hara minimal harus dalam kondisi seimbang. Keseimbangan neraca hara untuk rotasi berikutnya dapat dilakukan melalui penambahan input hara sebagai pengganti hara yang hilang. Berdasarkan hasil simulasi, input hara yang harus diberikan untuk pemulihan lahan sangat besar dan memerlukan biaya tambahan yang tinggi. Sebagai contoh agar produksi tetap, jika daur 5 tahun maka awal rotasi 2 diprediksi perlu penambahan input hara N sebanyak 8 kali SOP (768 kg N/ha) setara dengan sekitar 1,70 ton Urea/ha, hara P sebanyak 2 kali SOP (126 kg P/ha) setara dengan 628 kg TSP/ha, hara K sebanyak 95 kali SOP (1183 kg K/ha) setara dengan sekitar 2,85 ton KCl/ha, hara Ca sebanyak 5 kali SOP (548 kg Ca/ha) setara dengan 1,37 ton kapur murni/ha dan hara Mg sebanyak 20 kali SOP (20 kg Mg/ha) yang setara dengan 157 kg dolomit/ha, sedangkan untuk rotasi selanjutnya kebutuhan input hara berbeda sesuai dengan neraca hara yang terjadi. Jika daur tebang 6 tahun, maka awal rotasi 2 dan rotasi 3 input hara N cukup satu kali SOP baru pada awal rotasi 4 perlu hara N sebanyak 4 kali SOP. Jumlah pupuk yang dibutuhkan akan semakin besar karena tingkat effisiensi penyerapan hara suatu jenis pohon terhadap pupuk relatif rendah. Di sisi lain, harga pupuk yang mahal akan menambah peningkatan biaya pengelolaan HTI cepat tumbuh yang sudah padat modal. Oleh karena itu perlu dicari cara atau strategi pemulihan kualitas tapak baik melalui pemupukan atau melalui penerapan IPTEK yang lebih efisien, efektif, murah dan ramah lingkungan (low impact managemen). Sebagai konsekuensi penanaman jenis cepat tumbuh dengan daur yang semakin pendek, selain pentingnya penggunaan bibit unggul juga penerapan teknik silvikultur atau managemen tapak sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah pupuk yang diperlukan dalam menyeimbangkan neraca hara. Beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan HTI hibrid E. urograndis di sektor Aek Nauli PT Toba Pulp Lestari Simalungun, Sumatera Utara dan telah di bahas di bab hasil dan pembahasan, adalah :

181 150 Penyiapan dan pengadaan bibit dengan menggunaan mikoriza. Penyiapan lahan dilakukan dengan sedikit mungkin mengolah lahan dengan alat berat (minimum tillage) Penanaman harus sesegera mungkin setelah tebangan dilakukan Penanaman hibrid E. urograndis dapat dicampur dengan tanaman penambat nitrogen seperti sengon dan mangium Penambahan input hara dapat melalui pengelolaan sisa tebangan, menguliti batang dan penggunaan kulit kayu di lapangan, penggunaan limbah industri kertas (sludge) dan abu dari industri pulp. Peningkatan program pemuliaan dengan menghasilkan klon-klon yang effisien dalam penggunaan unsur hara Memperpanjang daur tebang menjadi 6 tahun. Membangun hutan tanaman tidak hanya mengusahakan tanaman selama satu daur tetapi merupakan usaha yang berkesinambungan. Oleh karena itu kegiatan pembangunan HTI di lahan-lahan yang tidak produktif harus merupakan tindakan membangun lingkungan tumbuh, yang harus dijaga agar semakin lama semakin bertambah baik sehingga kelestarian hasil dan lingkungan dapat tercapai. Selanjutnya disarankan agar setiap perusahaan hutan tanaman diwajibkan membuat perhitungan neraca hara setiap selesai tebangan yang akan digunakan untuk membuat keputusan-keputusan dalam rangka pemenuhan unsur hara jangka panjang atau membuat SOP yang lebih mendukung terciptanya hasil yang lestari, baik dari aspek ekonomi maupun dari aspek ekologi/lingkungan.

182 151 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Terjadi penurunan volume sebesar 10,8% dari 159,69 m3/ha pada rotasi 1 menjadi 142,49 m3/ha pada rotasi 2 dan penurunan produksi total biomassa sebesar 10,5% yang sebagian besar (6,3%) merupakan penurunan pada biomassa kayu yang termanfaatkan sebagai bahan baku industri pulp hibrid E. urograndis dengan daur tebang 5 tahun. 2. Terjadi penurunan kualitas tapak yang dicerminkan oleh penurunan jumlah kandungan hara tanah sampai kedalaman 40 cm pasca penebangan dari rotasi 1 ke rotasi 2. Penurunan unsur hara N tanah sebesar 24%, unsur hara K 16%, unsur hara Ca 6% dan unsur hara Mg 16%. Penurunan kualitas tapak lebih disebabkan karena besarnya hara yang hilang melalui kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu dari lahan untuk bahan baku pulp pada daur tebang 5 tahun sebesar: kg N/ha, kg P/ha, kg K/ha, kgca/ha dan kg Mg/ha. 3. Unsur hara P dan Ca secara nyata berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tegakan hibrid E. urograndis. 4. Model dinamika neraca hara dengan daur tebang 6 tahun lebih baik dibanding daur tebang 7 tahun dan 5 tahun dilihat dari prediksi kesetimbangan neraca hara dan kebutuhan input hara dalam memulihkan tapak. 5. Daur tebang optimal untuk hibrid E. urograndis di PT Toba Pulp Lestari terbaik pada umur 6 tahun berdasarkan daur volume maksimum dan dinamika neraca hara.

183 152 Saran 1. Dalam mengembangkan hibrid E. urograndis disarankan daur tebang yang digunakan 6 tahun. 2. Untuk mengurangi jumlah pupuk yang harus diberikan, dapat ditempuh beberapa strategi manajeman tapak, seperti : a. Pemanfaatan sisa tebangan sebagai sumber hara dengan mencacah menjadi bagian kecil-kecil dan menebarkan secara merata di lahan bekas tebangan b. Pengelupasan kulit kayu di lapangan dan dijadikan sebagai input hara c. Penggunaan mikorhiza untuk membantu penyerapan hara oleh tanaman d. Pencampuran tegakan dengan jenis penambat nitrogen. 3. Perlu dikembangkan jenis-jenis klon yang mempunyai sifat efisien dalam penggunaan hara tanah. 4. Setiap HPHTI disarankan melakukan perhitungan neraca hara untuk menentukan managemen tapak pada rotasi berikutnya dan untuk memperbaiki SOP di lapangan.

184 153 DAFTAR PUSTAKA Alder D Forest volume estimation and yield prediction. Vol 2. FAO Forestry Paper. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Rome. Alexander M Introduction to soil microbiology. John Willey and Sons. New York. Almeida AC, Soares JV, Landsberg JJ, Rezende GD Growth and water balance of Eucalyptus grandis hybrid plantations in Brazil during a rotation for pulp production. Forest Ecology and Management 251 :10-21 Alrasyid H Permudaan alam ampupu (E. urophylla S.T Blade) di Kelompok Hutan Gunung Mutis. Nusa Tenggara Timur. Bulletin Penelitian Hutan No. 489 : Aminudin S Kajian potensi cadangan karbon pada pengusahaan hutan rakyat ( Studi kasus: hutan rakyat desa Dengok, kecamatan Playen, kabupaten Gunung kidul).thesis Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.Bogor. Anas I, Gultom T, Migge S Soil microbial populaton and activity at different land use type. Di dalam: Stictenroth D, Lorenz W, Tarigan S, Malik S (eds). Proceedings International Simposium The Stability of Tropical Rainforest Margins: Linking Ecological, Economic and Social Constrains of Land Use and Conservation September, 2005, Georg-August- University of Goettingen, Germany: Universitatsverlag Gottingen: 162. Anggraeni I, Intari SE, Darwiati W Hama dan penyakit hutan tanaman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Aridha I Sejarah pengembangan hybrid Eucalyptus urograndis di PT Toba Pulp Lestari. Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Tidak diterbitkan. Arunachalam A, Singh ND Decomposition of Mesua ferrea litter in humid tropics of Arunachal Pradesh, India. Journal of Tropical Forest Science 16(2): [APHI] Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Perkembangan produktivitas hasil hutan kayu industri dan permasalahannya. Kontribusi Litbang dalam peningkatan produktivitas dan kelestarian hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan. Badan Litbang Kehutanan. Bogor. Attiwill PM Ecology disturbance and the conservative management of Eucalypt forest in Australia. Forest Ecology and Management Avery TE, Burkhart HE Forest Measurements. McGraw-Hill. New York. Barlow J, Garner TA, Ferreira LV, Peres CA Litter fall and decomposition in primary, secondary and plantation forests in the Brazilian Amazon. Forest Ecology and Management 247 :91-97.

185 154 Baver LD Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc., N.Y. Chapman & Hall, London. Bear FE Chemistry of the soils. IBH Publish. Co. N.D Berg B, McClangherty C Plant litter decomposition, humus formation, carbon sequestration. Second Edition. Springer-Verlag. Berlin Heidelberg. Germany. Bernhard-Reversat F, Loumeto JJ, Lacla JP Litterfall, litter quality and decomposition changes with Eucalypt hybrids and plantation age. Di dalam: Bernhard-Reversat (Editor): Effect of Exotic Tree Plantations on Plant Diversity and Biological Soil Fertility in the Congo Savanna.Center for International Forestry Research, Bogor. Indonesia. Bidwell GS Plant physiology. Second edition. Collier Macmillan International edition, New York. Binkley D Forest nutrition management. Duke Univercity, Dulham, North Carolina. Binkley D, Senock R, Bird S, Cole TG Twenty years of stand development in pure and mixed stands of Eucalyptus saligna and nitrogen fixing Falcataria moluccana. Forest Ecology and Management 182 : Boland DJ, Brooker MIH, Chippendale GM, Hall N, Hyland BPM, Johnston RD, Kleinig DA, Turner JD Forest trees of Australia. Over 200 of Australia s most important native trees described & illustrated. Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization- CSIRO. Australia. Botkin DB Forest dynamics. Oxford university Press. New York. Bouillet JP, Bernhard-Reservat General Yulianti dan Kurniawati PP Ampupu (Eucalyptus urophylla S.T. Blake). Atlas benih tanaman hutan Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Bogor- Indonesia. Bouillet JP, Bernhard-Reservat General Objectives and Sites. Di dalam: Bernhard-Reservat, F (eds): Effect of Exotic Tree Plantations on Plant Diversity and Biological Soil Fertility in the Congo Savanna : With Special Reference to Eucalyptus. Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia. Buckman HO, Brady NC The nature and properties of soils. The MacMilan, Press Ltd. New York. Brown S Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A Forest Resources Assessment Publication. FAO Forestry Paper 134. Brown S, Gillespic AJR, Lugo AE Biomass estimation methods for tropical forest with application to forest inventory data. Forest Science 35 (4) : Bruce D, Schumacher FX Forest mensuration. Mc. Graw Hill Book Co, Inc. New-York.

186 155 Campinhos EN A Brazilian example of a large scale forestry plantation in tropical region: Aracruz. Di dalam: Davinson J (ed.). Proc. of the regional symposium on recent advances in mass clonal multiplication of forest trees for plantation programmes. FAO, Los Banos, Philipines, pp Campinhos EN, Robinson IP, Bertoluci FL, Alfenas AC Interspecific hybridization and inbreeding effect in seed from a Eucalyptus grandis x E. urophylla clonal orchard in Brazil. Genetics and Molecular Biology Vol. 21 no.3. Chapman SB Production ecology and nutrient budget. Di dalam: Chapman SB (eds). Methods in plant ecology. Second Edition. Blackwell scientific publisher. Oxford. Chapman HH, Meyer WH Forest mensuration. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York-Toronto-London. Chijicke EO Impact on soil of fast-growing species in lowland humid tropics. Food and Agricultural Organization of The United Nations. Rome. Coledette JL, Magaton A, Gomes AF, Gomide JL, Morais PHD Eucalyptus wood quality and its impact on kraft pulp production and utilization. Federal University of Viçosa. Vicoça. Brazil. Damanik M, M Sianipar Hasil-hasil penelitian dan pengembangan hutan tanaman industri di Toba Pulp Lestari. Peran penelitian dan pengembangan kehutanan dalam mendukung rehabilitasi dan konservasi kawasan hutan di Sumatera bagian utara. Prosiding eksspose hasil-hasil penelitian, Medan, 12 Nopember Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Daniel TW, JA Helms, FS Baker Principles of silviculture. Second Edition. McGraw-Hill Book Company, New York. Darwo Kajian riap dan pertumbuhan tiga jenis tanaman HTI. Prosiding ekspose hasil penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar, Medan, 30 Maret Balai Penelitian Kehutana Pematang Siantar, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Deleporte P, Laclau JP, Nzila JD, Kazotti JG, Marien JN, Bouillet JP, Szwarc M, Annunzio RD, Ranger J Effects of slash and litter management practices on soil chemical properties and growth of second rotation eucalyptus in the Congo. Di dalam: Nambiar EKS (eds). Site Management and Productivity in Tropical Plantation Forests. Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia. Dell B, Malajczuk N, Xu D, Grove TS Nutrient disorders in plantation Eucalyptus. Australian Centre for International Agricultural Research, Camberra. Australia. DeBell DS, Cole TG, Whitesell Growth, development, and yield of pure and mixed stands of Eucalyptus and Albizzia. Forest Science 43: Departemen Kehutanan Manual Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

187 156 Departemen Kehutanan Eksekutip data strategis kehutanan. Departermen Kehutanan. Jakarta. Ditjen Bina Produksi Kehutanan Sambutan direktur jenderal bina produksi kehutanan dalam rangka sosialisasi program dan kegiatan BPHPS guna mendukung kebutuhan riset hutan tanaman kayu pulp dan jejaring kerja. Pekanbaru, 27 Nopember Ditjen Bina Produksi Kehutanan Sambutan menteri kehutanan pada rakornis ditjen bina produksi kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta, 6-8 Agustus Ditjen Bina Produksi Kehutanan Kebijakan pengembangan hutan tanaman kayu pulp. Makalah ekspose hasil-hasil penelitian. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Pekanbaru. 15 Juni Ditjen Bina Produksi Kehutanan Kehutanan dan pembangunan berkelanjutan (Harmoni sosial, ekonomi dan lingkungan). Diskusi Forum Wartawan Kehutanan Membangun hutan tanaman industri, menurunkan emisi karbon. Jakarta. 17 Juni Ditjen Bina Produksi Kehutanan Statistik Direktorat Jenderal Bina Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Kehutanan. Kementrian Kehutanan. Jakarta. Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Pedoman pembuatan tanaman. Direktorat Jenderal Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Penilaian dan pengukuran hasil rehabilitasi hutan bantuan OECF di Sumatera Selatan. Dirjen RRL. Departemen Kehutanan. Jakarta. Doran JW, Parkin TB Defining and assesing soil quality. Di dalam: Doran JW, Coleman DC, Bezdicek DF, Stewart BA (eds). Defining Soil Quality for Sustainable Environment. SSSA. Spec. Publ. Number 35, Madison. W1, USA. Dwianto W, Marsoem SN Tinjauan hasil-hasil penelitian faktor-faktor alam yang mempengaruhi sifat fisik dan mekanik kayu Indonesia. Journal Tropical Wood Science. Vol 6. No. 2. pp: Eldridge KG, Cromer RN Adaptation and physiology of Eucalyptus in relation to genetic improvement. Di dalam: proceeding CIEF simposio sobre silvicultura y mejoramiento genetico de especies forestales. Buenos Aires. Eldridge K, Davidson J, Harwood C, Wyk GV Eucalypt domestication and breeding. Clarendon Press. Oxford. Elosegi A, Pozo J Litter. Di dalam: Graca MAS, Barlocher F, Gessner MO (eds) Methods to study litter decomposition. A practical guide. Springer. Dordrecht. The Netherlands. Evans J Plantation forestry in the tropis.2 nd ed. Clarendom Press. Oxford.

188 157 Ewers, Binkley D, Baskin M Influenceof adjacent stand on spatial patterns of carbon and nitrogen in Eucalyptus and Albizia plantation. Canadian Journal of Forest Research 26: Fathoni T Peningkatan kinerja Badan Litbang melalui penguatan etika, tertib administrasidan budaya kerja. Rakornis Badan Litbang Kehutanan. Cisarua. Bogor. Fisher RF, Binkley D Ecology and management of forest soil. John Willey & Sons, Inc. [FAO] Food and Agricultural Organization Forest resource assesssment Tropical Countries. FAO Rome. [FAO] Food and Agricultural Organization Eucalyptus for planting. Food and Agriculture Organization of United Nations. Rome. [FAO] Food and Agricultural Organization The Global Forest Resources Assesment Rome Italy. Summary Report. Folster H, Khanna PK Dynamics of nutrient supply in plantation soils. Di dalam: Nambiar EKS (eds). Site Management and Productivity in Tropical Plantation Forests.Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia. Gabriels D, Michiels PM Soil organic matter and water erosion processes. Di dalam: WilsonWS (eds). Advance in soil organic matter research: The imfact in agriculture and environment. The Royal Society of Chemistry, Thomas Graham House, Science Park, Cambridge CB4NF. Vol. 90.p Garg VK, Singh B Macronutrient dynamics and use efficiency in three species of short rotation forestry developed on sodic soils in North India. Journal of tropical forest science 15(2): Gonçalves JLM, Barros NF, Nambiar EKS, Novais RF Soil and stand management for short rotation plantations. Di dalam: Nambiar EKS, Brown AG (eds); Management of Soil Nutrient and Water in Tropical Plantation Forest. ACIAR. Australia. Gonçalves JLM, Stape JL, Laclau JP, Smethurst P, Gava JL Silvikultur effects on the productivity and wood quality of eucalypt plantation. Forest Ecology and Management 193 : Gonçalves JLM, Stape JL, Benedetti V, Fessel VAG, Gava JL An evaluation of minimum and intensive soil preparation regarding fertility and tree nutrition. In: Gonçalves JLM and Benedetti V (eds). Forest Nutrition and Fertilization. Institute of Forest Research and Study, Piracicaba, Sao Paulo.pp Graca MAS, Barlocher F, Gessner MO Methods to study litter decomposition. A practical guide. Springer. Dordrecht. The Netherlands. Hairiah K, Noorwidjk MV, Palm C Methods for sampling above and below ground organic pools. Di dalam: Murdiyarso D, Noorwidjk MV, Suyanto DA (eds). Report of Training Workshop on Modelling Global Change

189 158 Impacts on the Soil Environment. GCTE Working Document N IC-SEA Report N0. 6. Hairiah K, Rahayu S Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor World Agroforestry Centre- ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya. Indonesia. 77p. Hajib N Sifat fisis dan mekanis kayu urograndis (Eucalyptus urograndis) serta kemungkinan pemanfaatannya. Kumpulan abstrak seminar nasional III MAPEKI. Jatinangor, Agustus Hal : 12. Hall M A Plant, structure, funcion and adaptation. Univ. Coll. Of Wales. Aberystwyth. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Edisi Baru. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Hardiyanto EB Silvikultur dan Pemuliaan Acacia mangium. Di dalam: Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium. Pengalaman di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Hal; Hardiyanto EB Beberapa isu silvikultur dalam pengembangan hutan tanaman.di dalam : Prosiding seminar nasional peningkatan produktivitas hutan. Peran konservasi sumber daya genetik, pemuliaan dan silvikultur dalam mendukung rehabilitasi hutan. Fakultas Kehutanan UGM dan International Tropical Timber Organization. Hal; Hardiyanto EB Bahan ajar : Pemuliaan untuk peningkatan produktivitas hutan tanaman. Fakultas kehutanan. Universitas Gajah Mada. Jogyakarta Hardiyanto EB Site management and productivity studies. Di dalam: Fild trip notes the international workshop Sosial forestry for plantation wood production-connecting industry, communities and governmentto generate wealth and protect the environment April Palembang. Hikosaka K, Dai N, Hiroshi SI, Tadaki H Photosynthesis-Nitrogen relationship in species at different altitudes on Mount Kinabalu, Malaysia. Ecological Research Journal no Hiley WE Economic of plantation. Faber and Faber Ltd. London. Hillel D Aplications pf soil physics. Academic Press.New York. Husch B Forest mensuration and statistic. The Ronald Press Company, NewYork. Husch BT, Beers W, Kershaw JA Forest mensuration. Fourth Edition. John Wiley and Sons. Inc. New York. Hutagalung IH Produktivitas dan laju dekomposisi serasah daun Eucalyptus hibrid di HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Sektor Aek Nauli Kabupaten Simalungun Sumatera Utara [Skripsi] Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Indrawan A Perkembangan suksesi tegakan hutan alam setelah penebangan dalam sistem tebang pilih tanam indonesia. Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

190 159 [ITTO] International Tropical Timber Organization Criteria for the measurement of sustainable tropical forest management. ITTO-Policy Development Series No. 3. ITTO, Yokohama. Islam KR, Weil Soil quality indicator properties in Mid-Atlantic soil as influenced by conservation management. Journal of Soil and water conservation 55(1): Jordan CF Nutrient cycling in tropical forest ecosystems. Principles and their application in management and conservation. John Wiley & Sons. New York. Karlen DL, Mausbach MJ, Doran JW, Cline RG, Harris RF, Schuman GE Soil quality: a consept, definition and framework for evaluation (aguest editorial). Soil ScienceSociety of America Journal 61: Kijkar S Eucalyptus cloning in Asean. Review Paper N0.4. ASEAN Forest Tree Seed Centre Project. Muak-Lek, Saraburi, Thailand. Killham K Soil Ecology. Cambridge University Press. Cambridge. Koranto CAD Nutrient dynamics in short rotation Gmelina arborea plantations in East Kalimantan, Indonesia. [Disertation] Tokyo University of Agryculture and Technology. Tokyo. Kramer PJ, Kozlowski TT Physiology of trees. Mc Graw-Hill Book Co., New York Toronto London. Kutner MH, Nachtsheim CJ, Neter J, Li W Applied linier statistical models. McGraw-Hill Irwin. Boston. Laar AV, Akca A Forest mensuration. Cuvillier Verlag Gottingen. Laclau JP, Ranger J, Deleporte P, Nouvellon Y, Andre LS, Marlet S, Bouillet JP Nutrient cycling in a clonal stand of Eucalyptus and an adjacent savana ecosystem in congo 3. Input-output budgets and consequances for the sustainability of the plantations. Forest Ecology and Management 210 : Lal R Soil of the tropics and their management for plantation forestry. Di dalam: Nambiar EKS, Brown AG (eds). Management of soil, Nutrients and Water in Tropical Plantation Forest ACIAR, CSIRO and CIFOR. pp Landsberg JJ and ST Gower Application of physiological ecology to forest management. San Diego. California. Latifah S Keragaan pertumbuhan Acacia mangium Willd. pada lahan bekas tambang timah (Studi kasus di areal kerja PT. Timah TBK). [Disertasi] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor 2 [LEI] Lembaga Ekolabel Indonesia Sistem sertifikasi pengelolaan hutan tanaman lestari. Lembaga Ekolabel Indonesia. Bogor. Leksono B Eksplorasi Benih Acacia spp. dan Eucalyptus pellita F. Muell di Merauke, Irian Jaya. Bulletin Becariana, Universitas Cendrawasih, Jayapura.

191 160 Lestari JW Fungsi agronomi dan hidrologi sistem agroforestry pinus dengan jagung dan kedelai. Thesis Program Studi Pengelolaan Tanah dan Air. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang. Lutz HJ, Chandler RFJ Forest soils. John wiley and Sons. Inc. MackDicken K A guide to monitoring carbon storage in forestry and agroforestry projects. Winrock International, 1611 N. Kent St., Suite 600, Arlington, VA USA. Mackensen J. 2000a. Penelitian hutan tropis. Kajian suplai hara lestari pada hutan tanaman cepat tumbuh. Implikasi ekologi dan ekonomi di Kalimantan Timur. Badan kerjasama teknis Jerman-Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. Jerman. Mackensen J. 2000b. Penelitian hutan tropis: Pengelolaan unsur hara pada hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia. Petunjuk praktis kearah pengelolaan unsur hara terpadu. Badan kerjasama teknis Jerman-Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. Jerman. Mackensen J, Folster H Cost-analysis for a sustainable nutrient management of fast growing-tree plantations in East-Kalimantan, Indonesia. Institute of Soil Science and Forest Nutrition, Büsgenweg 2; Göttingen, Germany. diakses tanggal 10 September Marscher H Nutrient dynamics at the soil root. Di dalam: Lewis DJDH, Fitter AH, Alexander IJ (eds). Mycorrhizas in ecosystem. CAB International Univercity Press. Cambridge. Matondo RS, Deleporte P, Laclau JP, Bouillet JP Hybrid and clonal variability of nutrient content and nutrient use efficiency in Eucalyptus stands in Congo. Forest Ecology and Management 210 : Manan S Hutan rimbawan dan masyarakat. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Mengel DK, Kirby EA Principles of plant nutrition. 3 rd edition. International Potash Institute, Bern, Switzerland. 593p. Mindawati N Pengaruh penanaman jenis Acacia mangium Wild.terhadap kondisi hara tanah di KPH Majalengka Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. [Thesis] Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Program Pasca Sarjana IPB. Mindawati N Produksi dan laju dekomposisi serasah Acacia mangium Willd. Bulletin Penelitian Hutan 618 : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Mindawati N, Pratiwi Kajian penentuan daur optimal hutan tanaman Acacia mangium ditinjau dari kesuburan tanah. Jurnal hutan tanaman Vol. 5 No.2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor. Mindawati N Kajian laju fotosintesis tanaman hutan pada ketinggian yang berbeda. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

192 161 Mindawati N dan Kosasih AS Pembangunan hutan tanaman campuran dalam rehabilitasi lahan terdegradasi. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Silvikultur rehabilitasi lahan: Pengembangan strategi untuk mengendalikan tingginya laju degradasi hutan. Wanagama I, November Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Mindawati N Rencana Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pulp. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Departemen Kehutanan Bogor. Tidak diterbitkan. Mulawarman Analisis persilangan dan pendugaan parameter genetik bastar interspesies Eucalyptus pellita dengan Eucalyptus urophylla pada pertumbuhan awal. [Disertasi] Ilmu Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Nambiar EKS, Sans R Competition for water and nutrients in forest. Canadian Journal of Forest Research 23: Nambiar EKS Sustained productivity of forest is a continuing challenge to soil science. Soil Science Society of America Journal Nambiar EKS, Brown AG Toward sustained productivity of tropical plantations: Science and Practice. Di dalam: Nambiar EKS, Brown AG. (eds). Management of soil, Nutrients and Water in Tropical Plantation Forest ACIAR, CSIRO and CIFOR. pp Nambiar EKS Science and technology for sustainable development of plantation forest. Australian Forestry 66 : Napitupulu B Kondisi hara tanah pada beberapa jenis vegetasi hutan di Aek Nauli Sumatera Utara. Thesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Nascimento HEM, Laurance WF Total above ground biomass in central Amazonion forest: a landscape-scale study. Forest Ecology and Management 168: Nawir AA, Murniati, Rumboko L Rehabilitasi hutan di Indonesia : Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa?. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor. Nikles DG The first 50 year of the evolution of forest tree improvement in Queensland. Di dalam : Dieters MJ, Matheson AC, Nikles DG, Harwood CE, d Walker SM. (eds). Tree Improvement for Sustainable Tropical Forestry. Proc. QFRI-IUFRO Conf., Caloundra, Queensland, Australia. 27-October-1 November pp Nuhamara ST Lapuk kayu teras pada tegakan hutan tanaman Acacia mangium Willd. [Disertasi] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nyakpa AM, Hakim N, Lubis MY, Nugroho SG, Saul MR, Diha MH, Hong GB, Bailey HM Dasar-dasar ilmu tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Nyland RD Silviculture, concepts and applications. 2nd edition. Mc Graw Hill. 682 pp.

193 162 Nzila JD, Bouillet JP, Laclau JP, Ranger J The effect of slash management on nutrient cycling and tree growth in Eucalyptus plantation in the Congo. Forest Ecology and Management 171: Old KM, Wingfield MJ, Yuan ZQ A manual of diseases of eucalyptus in South-East Asia. Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR), Canberra, Australia with Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor. Indonesia. Parrotta JA, Baker DD, Fried M Changes in nitrogen fixation in maturing stands of Casuarina equisetifolia and Leucaena leucocephala. Canadian Journal of Forest Research 26: Pasaribu R, Tampubolon A Status teknologi pemanfaatan serat kayu untuk bahan baku pulp. Makalah pada sosialisasi program dan kegiatan BPHPS. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Kuok.Pekanbaru. Pasaribu H Kebijakan penerapan lebih dari satu sistem silvikultur pada areal IUPHK di Indonesia. Prosiding lokakarya nasional Penerapan Multisistem Silvikultur pada Peng usahaan Hutan Produksi dalam rangka peningkatan produktivitas dan pemantapan kawasan hutan. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Bogor. Poerwanto R Pengelolaan tanah dan pemupukan kebun buah-buahan. Bahan ajar budidaya buah-buahan. Program studi hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Poore MED, Fries The ecological effect of Eucalyptus. F.A.O. Forestry paper 59. FAO, Rome. Pratiwi, Mindawati N Laju aliran permukaan, tingkat erosi dan kehilangan unsur hara pada berbagai umur tegakan Acacia mangium Willd, Di Riau. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. 11 no. 3 thn Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Indonesia. Prodan M Forest Biometric. Perganon. Oxford-London. Purnomo H Teori sistem kompleks, pemodelan dan simulasi untuk pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Bahan ajar. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purwowidodo Mengenal tanah hutan, penampang tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan, Jurusan Manajemen Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Pusat Penelitian Tanah Kriteria penilaian data analisis sifat kimia tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. PUSLITBANG Hutan dan Konservasi Alam Pembahasan Riap Hutan Tanaman Industri. Status penelitian riap dan pertumbuhan HTI. Bahan diskusi panel Riap hutan tanaman industri. Departemen kehutanan. Jakarta. Quilho T, Miranda I, Pereira H Within-tree variation in wood fibre biometry and basic density of the urograndis eucalyptus hybrid (Eucalyptus grandis x E. urophylla). IAWA Journal vol. 27 (3). pp:

194 163 Ruhiyat D Dinamika unsur hara dalam pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman : Siklus biogeokimia. Rimba Indonesia Vol. XXVIII No. 1-2 : Rusdiana O Pengambilan contoh tanah untuk manajemen nutrisi hutan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Rusdiana O Siklus nitrogen pada hutan tanaman Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi [Disertasi] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sanchez PA Properties and management of soils in humid tropics. A Wiley Interscience Publications. John Wiley and Sons Inc. New york, China, Brisbane, Toronto. Sankaran KV, DS Mendham, KC Chacko, RC Pandalai, PKC Pillal, TS Grove and AM O Connell Impact of site management practices on growth of eucalypt plantation in the monsoonal tropics in Kerala, India. In: Nambiar EKS [eds]: Site Management and Productivity in Tropical Plantation Forests. Proceedings of workshops 2004 and Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia. pp: Santoso E Hubungan perkembangan ektomikoriza dengan populasi jasad renik dalam rizosfer dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan Eucalyptus pellita dan Eucalyptus urophylla [Disertasi]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schmidt FH, Ferguson JHA Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinee. Verhandelingen No. 42. Kementrian Perhubungan, Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Schroth G Decomposition and nutrient supply from biomass. Di dalam; Schroth G, Sinclair [eds]: Trees, Crops and Soil Fertility. CABI Publish Co. United Kingdom. Setiadi Y, Mansur I, Budi SW, Achmad Mikrobiologi tanah hutan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Simangunsong BC, Elias, Tambunan A, Manurung T, Ramadhan S Indonesian forestry outlook s, Ministry of Forestry. Center for Forestry Planning and Statistic. Jakarta. Simanjuntak O Data jenis tanah pada plot-plot tanaman di sektor Aek Nauli. PT Toba Pulp Lestari. Porsea. Tidak diterbitkan. Soares PM, Tome, Skovsgaard JP, Vanclay JK Evaluating a growth model for forest management using continous forest inventory data. Forest Ecology and Management 71: Soedomo Studi hubungan sifat-sifat tanah dan fisiografi dengan peninggi Pinus merkusii Jungh. et de Vriese [Tesis]. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Soepardi G Kesuburan tanah. Program Studi Ilmu Tanah. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

195 164 Sokal RR, Rohlf FJ Biometry: The principles and practice of statistics in biological research. W.H. Freeman. New York. Smith SE, Read DJ. Academic Press Mycorrhizal symbiosis. 3 rd edition. New York: Spangenberg A, Grinum U, Sepeda JR, Silva D, Folster H Nutrient store and export rates of Eucalyptus urograndis plantations in eastern Amazonia (Jari). Forest Ecology and Management 80 : Spurr SH Forest inventory. The Ronald Press C0,. New York. Steel RGD, Torrie JH Principles and procedures of statistics, 2 nd Edition. McGraw-Hill, Inc. New York. Stevenson FJ Humus chemistry, genetics, composition, reactions. John Willey and Sons, Inc. New York. Sugiharso, Rusmilah S Simptomotologi I. Departmen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Suhendang E Hubungan antara dimensi tegakan hutan tanaman dengan faktor tempat tumbuh dan tindakan silvikultur pada hutan tanaman Pinus merkusii Jungh. et de Vriese di Pulau Jawa [Disertasi]. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Suhendang E Pengantar ilmu kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulistyono D, Ansori S, Hardiyanto EB Acacia mangium : Pengelolaan residu tebangan. Diakses 22 September Suntoro WA Peran bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya pengelolaannya. Pidato pengukuhan guru besar ilmu kesuburan tanah. Fakultas Pertanian Sebelas Maret. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Sutarahardja S Inventarisasi hutan. Departemen Manajemen Hutan - Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suwardjo Peranan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah dan air pada lahan usahatani tanaman semusim [Thesis]. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tjahyono B Hama dan penyakit tanaman kayu pulp : Peluang dan tantangan riset. Sosialisasi program dan kegiatan BPHPS guna mendukung kebutuhan riset hutan tanaman kayu pulp dan jejaring kerja. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Pekanbaru. TPL [Toba Pulp Lestari] Rencana kerja tahunan HPHTI PT Toba Pulp Lestari tahun PT Toba Pulp Lestari. Porsea. TPL [Toba Pulp Lestari] Rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman industri (RKUPHHK-HT) untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun Periode PT Toba Pulp Lestari. Propinsi Sumatera Utara.

196 165 Toit BD, Dovey SB, Fuller GM, Job RA Effect of harvesting and site management on nutrient pools and stand growth in a South African Eucalypt plantation. Di dalam: Nambiar EKS, Ranger J, Tiarks A, Toma T [eds]; Site management and productivity in tropical plantation forest. Proceeding of workshops 2001 and Center for International Forestry Research. Bogor. Indonesia. pp: Uexkull V, Mutert E Principles of balanced fertilization. Di dalam : Proceeding regional Fadinap seminar on Fertilization and the environment. Chiang Mai, Thailand, 7-11 September Economic and Social Commision for Asia and the Pacific. United Nation. New York. [USDA] United States Departement of Agriculture Soil quality resources concerns. The United States Departement of Agricultur. Washington, D.C. [USDA] United States Departement of Agriculture Soil quality resources concerns. The United States Departement of Agriculture. Washington, D.C. [USDA] United States Departement of Agriculture Guidelines for soil quality asessment in conservation planning. The United States Departement of Agriculture. Washington D C. Vanclay JK Modelling forest growth and yield. Application to mixed tropical forest. CAB International. Guildford. Vanclay JK, Skovsgaard JP Evaluating forest growth models. Ecology Model. 98: Wahyono J, Harbagung, Mindawati N, Pratiwi, Bustomi S Penentuan daur optimal jenis Acacia mangium Willd. Laporan kerjasama antara Badan Litbang Kehutanan dengan PT Arara Abadi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Wasis B Kajian perbandingan kualitas tempat tumbuh antara rotasi pertama dan rotasi kedua pada hutan tanaman Acacia mangium Willd. Studi kasus di HTI Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Wiersum KF Surface erosion under various tropical agroforestrybsystem. In: O Loughlin CL, Pearce AJ (eds). Effects of forest land use on erotion and slope stability, IUFRO. Vienna. pp: Xu D, Dell B, Malajczuk N, Gong M Effects of P fertilizationon productivity and nutrient accumulation in a Eucalyptus grandis x E. uropylla plantation in Southern China. Forest Ecology and Management 161 : Yulianti dan Kurniawati PP Ampupu (Eucalyptus urophylla S.T. Blake). Atlas benih tanaman hutan Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Bogor-Indonesia. Zobel B, Talbert J Applied forest tree improvement. John Wiley & Sons, Inc. United States of America.

197 166

198 Lampiran 1 Data curah hujan, temperatur dan kelembaban di sektor Aek Nauli tahun Januari Februari Maret Year Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) ,63 66,85 204, ,9 73, ,07 80, ,47 78, ,89 79, ,21 74, ,39 61,11 461, ,6 64, , ,56 81,1 70,4 9 20,8 78,11 207, ,84 79, , ,32 74, ,29 81,64 266, ,31 80, ,73 89,77 208,8 8 20,65 85,45 150,8 7 20,81 82, , ,53 83,84 148, ,64 85,61 196,3 9 19,96 89, , ,92 87,68 246,5 9 20,52 85,54 355, ,4 85, , ,71 91,19 218, ,8 87,76 187, ,08 87, , ,08-249, ,95-181, , ,48-210, ,05-230, , , , ,18-139, , ,26 85,18 243, ,27 84,47 286, ,05 86, , ,06 88,06 164, ,17 87,91 238, ,94 86, ,2 8 20,85 84,91 67,9 5 20,97 83, , ,18 85,36 151, ,43 84,36 214, ,19 84, , ,13 89, ,55 89,94 352, ,35 85, ,26 88,57 267, ,67 88, ,37 90, ,24 91, ,77 91, ,9 91, ,9 89, ,48 88, ,03 88, ,76 89, ,86 89, ,06 89, ,63 88, ,03 88, ,65 88, Total 4.915,80 333,00 409, , ,20 264,00 460, , ,40 367,00 463, ,23 Average 245,79 16,65 20,49 85,81 177,10 11,48 20,93 83,66 233,11 15,96 21,08 84,12

199 168 lanjutan April Mei Juni Year Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity Mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) ,44 67,81 26,5 4 22,95 66, ,32 75, ,03 72, ,64 74, ,89 62, , ,55 81,8 456, ,84 79,52 98,2 4 21,67 70, , ,65 75,13 152, ,03 71, ,65 69, , ,08 86, ,74 80, , ,82 69, , ,18 76,73 202, ,77 82,26 171, ,35 73, , ,03 86, ,58 86, , ,48-152, ,55 80,6 120, ,38 87, , ,58-226, , , ,8 9 21,15-150,8 6 22,1-265, , , ,73-172,4 8 23,13-138, , ,48 80,1 233, ,27 85,04 195, ,08 84, ,3 9 21,85 87, ,02 86,43 8,9 6 21,95 86, , ,1 73,45 56,9 3 21,52 71,08 22,5 3 21,9 65, , ,02 84,12 98, ,68 82,9 85, ,88 83, , ,33 86, ,29 80,37 253, ,3 85, , ,53 89, ,77 90, ,28 91, ,55 106, ,42 91,68 132, ,63 91, ,95 88, ,87 87, ,25 89, ,12 88, ,68 89, ,95 90, ,97 87, ,29 89, ,93 88, Total 4.846,20 338,00 428, , ,90 246,00 462, , ,90 205,00 459, ,74 Average 230,77 16,10 21,43 84,75 174,90 11,18 22,02 80,63 187,13 9,32 21,90 80,76

200 lanjutan Juli Agustus September Year Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity Mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) ,16 76, ,47 74, ,45 83, ,37 71,8 418, ,93 81, ,93 79, , ,63 83, , ,85 81,42 12,6 5 22,03 65,87 280, ,05 83, ,16 68, ,03 79,81 445, ,27 86, , ,42 78,71 139, ,4 70, ,3 75, ,2 8 21,15 75,32 194, ,29 76,8 240, ,28 87, ,7 3 21,45 85,23 192, , , ,06-323, ,44-131,4 8 21, ,4 7 21,87-234, ,52-103, , ,1 5 21,63-46,5 3 22,21-151,8 9 21, , , ,79-180, , ,9 3 21,21 84, ,39 84, ,33 86, ,2 7 21,97 86,76 94,9 8 21,35 88,18 475, ,93 88, , ,63 83,44 4,3 2 21,03 80,65 405, ,17 86, ,5 4 21,77 82,43 95,6 9 21,45 83,19 194, ,17 85, , ,81 85,74 170, ,13 87,44 138, ,22 87, ,97 91, ,89 91, ,12 91, , ,21 91, ,45 88, ,52 86, ,37 89, ,73 89, ,33 89, ,55 89, ,53 89, ,48 88, ,63 87, ,23 84, ,4 87, Total 4.501,00 210,00 452, , ,40 239,00 429, , ,00 369,00 445, ,39 Average 214,33 9,55 21,55 82,92 184,16 10,86 21,46 82,31 241,32 16,04 21,21 85,85 169

201 lanjutan Oktober Nopember Desember Year Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity Rainfall Temperatur Humadity Mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) mm days ( C) (%) ,82 85, ,95 83, , ,57 68, ,5 76, ,4 71, , ,85 69,58 330, ,62 71, , , ,03 85,55 303, ,82 83,87 296, ,58 86, , ,48 88, , ,12 89,93 432, ,45 90, ,84 82, ,87 83,53 204, ,23 83, ,56 88,35 166, ,23 86,4 126, ,37 88, , , ,6 7 23,8 88, , , ,53-170, , , ,42-175, ,5-453, , , , ,42-226, , , ,44-51,2 9 20, ,69 85, , ,45 86,44 176, ,58 87,92 326, ,29 88, ,7 5 21,63 87,44 42,9 7 21,93 86, ,6 9 20,95 82,52 291, ,03 85,35 353, ,87 86, , ,68 88,1 281, ,97 88,56 336, ,45 86, , ,84 85,89 386, ,5 89,18 199, ,32 87, ,06 91, ,82 91, ,77 91, ,84 88, , ,34 89, ,35 89,34 427, ,63 89, ,5 89, ,52 88, ,07 89, ,1 88, , ,42 88, ,13 117, Total 7.446,80 366,00 418, , ,50 384,00 445, , ,20 407,00 440, ,01 Average 338,49 15,91 20,93 84,91 326,57 16,70 21,21 85,94 271,06 18,50 20,99 87,78

202 171 Lampiran 2 Pertumbuhan tegakan E. urograndis rotasi 1 dan 2 pada PSP 1 A Rotasi 1 No PSP Blok Luas PSP (ha) Jumlah (phn) / Jarak tanam Umur (th) N/ha (%) Dbh (cm) H (m) T_Vol (m 3 /ha) M_Vol (m 3 /ha) 1 C004 0, ,8 99,01 4,01 4,15 1,69 1,32 (3x3 m) 2,1 90,40 11,64 12,60 59,22 46,34 3,0 90,40 13,90 17,46 136,10 106,48 2 C037 0, ,0 100,00 4,95 4,71 2,90 2,27 (3x3 m) 4,1 87,50 14,73 18,70 173,74 135,93 3 C045 0, ,5 99,01 6,48 7,19 8,63 6,75 (3x3 m) 2,8 99,01 11,65 14,39 76,36 59,74 3,5 99,01 13,10 18,01 136,21 106,57 4,1 99,01 13,94 20,21 185,21 144,90 4 D017 0, ,8 100,00 3,70 3,94 1,53 1,20 (3x3 m) 3,0 100,00 13,68 17,32 149,51 116,98 5 D018b 0, ,7 100,00 8,19 9,70 21,79 17,05 (3x3 m) 1,8 100,00 8,66 11,03 28,66 22,42 2,8 100,00 11,58 14,83 80,11 62,67 3,8 100,00 13,08 19,70 153,19 119,85 4,8 100,00 13,69 21,28 188,66 147,61 6 D021 0, ,3 94,51 6,96 8,62 14,09 11,03 (3x3 m) 2,0 94,51 9,10 11,75 38,07 29,79 3,2 94,51 11,55 16,40 101,37 79,31 4,0 94,51 12,12 18,17 130,52 102,11 7 D032 0, ,1 100,00 9,41 11,77 42,11 32,95 (3x3 m) 5,0 100,00 14,08 18,83 206,38 161,47 8 F002 0, ,0 100,00 5,20 5,14 4,06 3,18 (3x3 m) 2,3 100,00 11,27 13,21 70,50 55,16 3,0 100,00 13,45 17,60 152,63 119,41 Keterangan : PSP = Plot Sample permanet; Dbh = Diameter; H = Tinggi; T = Total; M = Termanfaatkan.

203 172 B Rotasi 2 No PSP Blok Luas PSP (ha) Jumlah (phn)/ Jarak tanam Umur (th) N/ha (%) Dbh (cm) H (m) T_Vol (m 3 /ha) M_Vol (m 3 /ha) 1 A004 0, ,8 90,01 8,13 8,17 15,00 11,74 (3x3 m) 2,2 88,88 12,43 13,70 71,61 56,03 2 A015 0, ,3 93,38 6,11 6,41 6,44 5,04 (3x3 m) 2,0 92,27 10,28 11,86 41,41 32,40 3,0 91,16 13,38 16,26 111,45 87,19 3 A035 0, ,1 88,88 6,07 5,64 4,85 3,79 (3x3 m) 4 A073 0, ,2 97,21 10,41 11,66 42,63 33,35 (3x3 m) 5,2 90,01 14,96 19,09 163,70 128,08 5 A078 0, ,2 93,61 7,74 8,86 14,81 11,59 (3x3 m) 5,5 93,61 12,57 17,58 102,90 80,51 6 B004 0, ,8 100,00 9,28 10,62 31,41 24,58 (3x3 m) 1,9 100,00 9,76 11,39 38,40 30,05 3,0 100,00 13,38 16,78 128,18 100,28 4,1 95,83 15,96 21,10 241,00 188,55 5,1 95,83 17,39 23,21 332,99 260,52 7 B007 0, ,8 100,00 8,53 10,63 26,06 20,39 (3x3 m) 1,8 100,00 9,07 11,42 32,36 25,32 2,9 100,00 11,21 15,56 76,51 59,86 4,0 100,00 12,08 17,23 103,52 80,99 5,0 100,00 12,27 18,00 113,77 89,01 8 B014 0, ,7 100,00 7,17 9,24 15,77 12,34 (3x3 m) 2,2 100,00 9,04 12,19 35,86 28,06 4,3 91,30 12,60 18,14 112,85 88,29 9 B017 0, ,2 82,81 10,83 12,62 44,66 34,94 (3x3 m) 5,1 82,81 14,86 22,34 191,31 149,68 10 B021 0, ,0 82,81 7,29 8,51 14,05 10,99 (3x3 m) 4,1 82,81 11,62 15,60 80,34 62,85 5,0 82,81 12,53 18,73 124,00 97,01 11 B062 0, ,7 99,01 7,98 8,79 17,10 13,38 (3x3 m) 3,1 95,63 12,49 16,37 100,76 78,84 4,1 93,38 14,21 19,90 171,00 133,78 12 B063 0, ,4 94,51 5,93 6,13 5,60 4,38 (3x3 m) 2,1 94,51 10,32 10,05 33,83 26,47 4,0 94,51 14,28 17,98 146,60 114,70 13 B082 0, ,4 100,00 6,13 6,53 7,21 5,64 (3x3 m) 1,9 100,00 9,02 10,94 31,76 24,85 4,0 95,65 15,02 19,97 184,14 144,07 14 B086 0, ,2 100,00 5,59 5,61 5,27 4,12 (3x3 m) 3,0 84,62 13,68 17,17 123,96 96,98 4,0 84,62 15,65 20,34 206,95 161,91 15 B088 0, ,2 100,00 4,58 4,73 2,68 2,09 (3x3 m) 3,1 100,00 14,16 17,15 145,78 114,05 Keterangan : PSP = Plot Sample permanet; Dbh = Diameter; H = Tinggi; T = Total; M = Termanfaatkan.

204 173 Lampiran 3 Rata-rata pertumbuhan E. urograndis rotasi 1 dan 2 pada TSP Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) I / D022 / 1 1 3,00 2,30 I / A072 / ,10 9,80 2 3,10 2, ,00 8,00 3 2,10 1, ,30 11,30 4 5,10 4, ,50 8,90 5 3,20 2, ,10 9,90 6 3,80 3, ,70 10,50 7 4,50 4, ,70 10,50 8 3,40 2,50 8 9,10 5,30 9 3,30 2, ,00 9, ,80 2, ,30 12, ,20 5, ,10 10, ,80 3, ,90 10, ,20 3, ,00 10, ,70 4, ,60 10, ,90 3, ,70 10, ,90 1, ,20 10, ,50 5, ,80 9, ,50 1, ,00 10, ,10 5, ,30 11, ,40 0, ,60 11, ,30 4, ,00 12, ,00 5, ,80 9, ,62 4, ,10 4, ,60 3, ,70 11, ,80 2, ,50 8, ,50 3, ,70 11, ,70 5, ,90 11, ,90 2, ,10 10, ,30 3, ,50 11, ,90 3, ,80 10, ,40 1, ,30 10, ,60 1, ,60 10, ,80 5, ,90 9, ,20 4, ,90 11, ,90 4, ,70 10, ,80 5, ,90 11, ,10 3, ,50 7, ,50 2, ,30 2, ,70 1, ,60 10, ,70 2, ,40 7, ,10 4, ,50 9, ,90 3, ,90 11, ,80 5, ,00 10, ,10 4, ,10 10, ,10 3, ,60 11, ,20 3, ,80 11, ,90 1, ,70 11,30 X 4,04 3, ,50 10, ,60 12, ,70 12, ,20 12, ,40 11, ,50 11, ,10 11, ,10 4, ,00 4, ,20 4,50 X 13,34 9,91

205 174 Lanjutan Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) I / A045 / ,60 12,50 I / A045 / ,40 13, ,80 13, ,30 14, ,00 11, ,30 14,60 4 6,10 3, ,10 7, ,10 8, ,30 15, ,40 9, ,70 3, ,40 14, ,30 13, ,30 6,70 X 16,66 11, ,80 14,60 I / A024 / ,10 9, ,30 8, ,10 14, ,50 12,80 3 8,30 5, ,10 12, ,60 13, ,20 12, ,40 12, ,10 13, ,20 13, ,20 13, ,20 12, ,20 10, ,60 12, ,60 12, ,00 13, ,36 11, ,20 12, ,00 11, ,40 14, ,50 13, ,50 12, ,50 14, ,00 12, ,50 10, ,60 9, ,60 13, ,60 16, ,30 13, ,70 10, ,40 10, ,60 6, ,20 7, ,40 10, ,10 14, ,70 11, ,50 13, ,40 8, ,60 10, ,00 14, ,60 10, ,00 12, ,10 14, ,70 16, ,50 10, ,80 11, ,00 6, ,30 10, ,70 12, ,90 13, ,10 13, ,20 15, ,80 14, ,00 13, ,50 9, ,60 13, ,00 14, ,40 12, ,30 12, ,00 15, ,40 13, ,80 12, ,90 12, ,80 8, ,80 7, ,60 5, ,10 12, ,00 12, ,80 11, ,20 10, ,00 8, ,00 17, ,80 14, ,00 10, ,80 13, ,60 10, ,75 10, ,40 14, ,50 13, ,20 12, ,90 14, ,20 14, ,80 11, ,00 11, ,90 13, ,00 15, ,90 13, ,00 12, ,80 12, ,80 8, ,90 9, ,80 10, ,00 9, ,50 13, ,40 10, ,70 12, ,70 8,70 X 16,92 12, ,40 7, ,10 13,90

206 175 Lanjutan Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) I / A079 / ,40 17,20 II / C004 / 1 1 5,80 4, ,80 9,00 2 3,60 2, ,60 7,80 3 1,20 1, ,30 14,70 4 4,90 3, ,90 17,60 5 5,40 3, ,90 18,50 6 6,20 4, ,40 15,00 7 5,80 3, ,60 15,50 8 2,50 2, ,20 15,30 9 6,30 5, ,90 15, ,90 4, ,70 10, ,20 4, ,70 14, ,00 3, ,10 15, ,90 4, ,20 13, ,20 4, ,00 10, ,20 2, ,50 13, ,90 4, ,50 10, ,70 2, ,10 14, ,70 2, ,60 17, ,00 2, ,20 16, ,40 2, ,40 14, ,00 3, ,80 13, ,50 5, ,00 10, ,20 3, ,00 11, ,40 5, ,80 15, ,60 5, ,50 12, ,30 4, ,70 15, ,60 2, ,50 15, ,60 5, ,70 14, ,70 5, ,30 12, ,20 5, ,30 15, ,60 6, ,70 16, ,40 4,50 X 21,20 14, ,50 4, ,00 5, ,30 4, ,50 5, ,70 4, ,60 3, ,60 2, ,80 3, ,50 3, ,70 5, ,10 4, ,20 2, ,70 3, ,10 3, ,50 2, ,10 5, ,70 5, ,60 4, ,00 2, ,00 5, ,80 4, ,80 4, ,90 4, ,00 1, ,40 1, ,70 5,70 X 5,20 3,95

207 176 Lanjutan Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) II / C031 / 2 1 8,70 6,00 II / B010 / ,80 13,20 2 5,00 2, ,60 9, ,30 11, ,70 9, ,60 9, ,80 7,70 5 8,60 6, ,40 14, ,50 13,00 6 5,00 4, ,50 13, ,10 11, ,00 13, ,00 13, ,20 12, ,30 10, ,90 10, ,30 15, ,30 10, ,80 9, ,10 3, ,40 11, ,00 12, ,00 8, ,90 10, ,60 14, ,10 13, ,60 9, ,40 11, ,90 14, ,10 12, ,60 13, ,20 6, ,70 12, ,40 11, ,50 18, ,60 13, ,20 18, ,90 7, ,60 12, ,40 2, ,50 6, ,90 12, ,10 13, ,70 6, ,20 13, ,30 7, ,00 7, ,90 12, ,60 6, ,50 6, ,00 15, ,70 10, ,50 16, ,70 13, ,30 6, ,20 11, ,90 7, ,50 7, ,70 14, ,40 12, ,80 17, ,10 12, ,60 11, ,80 13, ,60 13, ,20 10, ,40 12, ,20 12, ,90 8, ,90 9, ,70 15, ,10 5, ,70 11, ,60 12, ,80 8, ,30 11, ,80 7, ,20 10, ,10 14, ,90 9, ,70 14,70 X 11,76 10, ,80 16, ,80 7, ,90 14, ,60 6, ,00 15, ,20 11, ,10 17,10 X 16,74 11,96

208 177 Lanjutan Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) Rotasi/Blok/ Umur No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) II / B067 / ,40 13,60 II/ B028 / ,30 14, ,30 12, ,30 17, ,20 14, ,40 16, ,60 14, ,90 19, ,50 14, ,20 16, ,40 14, ,50 16, ,60 13, ,50 15, ,10 5, ,80 16, ,30 13, ,10 12, ,10 13, ,50 14, ,80 14, ,00 16, ,40 12, ,90 17, ,10 13, ,50 10, ,10 5, ,40 17, ,80 4, ,30 9, ,80 11, ,80 16, ,40 14, ,10 17, ,30 14, ,00 17, ,40 5, ,20 11, ,00 12, ,20 16, ,60 12, ,60 10, ,10 16, ,80 16, ,30 13, ,40 15, ,40 13, ,50 16, ,80 15, ,40 16, ,20 14, ,80 16, ,30 14, ,80 15, ,10 14, ,70 17, ,20 11, ,70 10, ,00 14, ,60 11, ,70 9, ,80 11, ,50 13, ,20 13, ,50 13, ,60 17, ,90 13, ,10 17, ,50 11, ,80 17, ,90 12, ,40 15, ,70 14, ,20 18, ,70 10, ,20 13, ,10 14, , ,10 13, ,20 17, ,70 12,80 X 20,80 15, ,10 14, ,90 14, ,90 14, ,50 13, ,40 13, ,10 16, ,80 15, ,90 14,90 X 18,48 12,96

209 178 Lampiran 4 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah A Sifat kimia tanah rotasi 1 Rotasi Umur/ kedalaman H2O KCl ph (1:1) Bahan Organik P tersedia Kation ( alkali ) dapat ditukar C Organik N total C/N Bray I ekstraksi Amonium Asetat 1 N ph 7.0 Ulangan cm rasio Ca Mg K % % mg / Kg % % % 1 1/ ,2 3,4 0,68 0,09 7,6 3,9 0,064 0,013 0, ,1 3,3 0,56 0,06 9,3 1,6 0,060 0,013 0,015 1/ ,2 3,5 0,69 0,08 8,6 3,9 0,066 0,016 0, ,3 3,5 0,58 0,07 8,3 2,0 0,057 0,013 0,016 1/ ,4 3,6 1,03 0,12 8,6 3,2 0,070 0,017 0, ,2 3,5 0,62 0,08 7,8 2,1 0,058 0,015 0,015 2/ ,1 3,4 1,21 0,12 10,1 9,6 0,090 0,028 0, ,0 3,2 0,87 0,09 9,7 4,6 0,075 0,018 0,014 2/ ,2 3,2 1,14 0,11 10,4 8,4 0,083 0,026 0, ,0 3,3 0,92 0,08 11,5 4,2 0,072 0,016 0,017 2/ ,5 3,4 1,06 0,13 8,2 9,2 0,082 0,029 0, ,2 3,3 0,87 0,10 8,7 3,9 0,067 0,019 0,017 3/ ,0 3,3 1,03 0,12 8,6 4,2 0,071 0,016 0, ,9 3,2 0,84 0,10 8,4 1,8 0,057 0,013 0,011 3/ ,2 3,4 1,12 0,13 8,6 5,1 0,066 0,014 0, ,0 3,4 0,91 0,11 8,3 2,4 0,063 0,012 0,014 3/ ,1 3,3 1,17 0,14 8,4 5,8 0,068 0,015 0, ,2 3,3 0,92 0,09 10,2 2,0 0,055 0,015 0,012 4/ ,6 4,0 0,98 0,13 7,5 3,6 0,062 0,017 0, ,5 3,8 0,84 0,10 8,4 2,1 0,047 0,014 0,013 4/ ,5 3,8 0,97 0,13 7,5 4,0 0,063 0,020 0, ,5 3,8 0,83 0,08 10,4 1,8 0,043 0,015 0,011 4/ ,6 3,9 1,03 0,11 9,4 3,5 0,066 0,016 0, ,4 3,6 0,79 0,08 9,9 2,4 0,048 0,015 0,012 5/ ,9 3,2 0,96 0,10 9,6 2,7 0,041 0,010 0, ,0 3,3 0,67 0,08 8,4 1,9 0,030 0,010 0,016 5/ ,8 3,1 0,99 0,11 9,0 3,1 0,042 0,009 0, ,1 3,2 0,72 0,10 7,2 1,6 0,033 0,009 0,016 5/ ,0 3,2 1,11 0,13 8,5 2,9 0,046 0,011 0, ,8 3,1 0,94 0,10 9,4 1,4 0,031 0,010 0,015

210 179 Lanjutan B Sifat kimia tanah rotasi 2 Rotasi Umur/ Ulangan kedalaman cm ph (1:1) Bahan Organik P H2O KCl C Organik % N total % C/N rasio tersedia Bray I mg / Kg Kation (alkali ) dapat ditukar ekstraksi Amonium Asetat 1 N ph 7.0 Ca Mg K % % % 2 1/ ,0 4,3 1,23 0,09 13,7 13,6 0,039 0,015 0, ,9 4,0 1,10 0,08 13,8 6,2 0,032 0,014 0,015 1/ ,8 4,1 1,29 0,11 11,7 11,4 0,030 0,016 0, ,8 4,2 0,98 0,09 10,9 5,7 0,032 0,015 0,015 1/ ,6 4,1 1,30 0,10 13,0 12,5 0,041 0,016 0, ,7 4,2 0,92 0,08 11,5 7,1 0,037 0,015 0,014 2/ ,0 3,4 1,21 0,09 13,4 9,4 0,043 0,016 0, ,9 3,2 0,76 0,07 10,9 5,3 0,042 0,014 0,013 2/ ,1 3,3 1,24 0,10 12,4 9,9 0,042 0,015 0, ,0 3,4 0,79 0,08 9,9 4,7 0,037 0,014 0,012 2/ ,9 3,2 1,14 0,09 12,7 10,2 0,051 0,014 0, ,9 3,1 0,83 0,07 11,9 5,1 0,035 0,013 0,012 3/ ,9 3,0 0,97 0,09 10,8 14,3 0,055 0,025 0, ,0 3,3 0,84 0,07 12,0 6,7 0,047 0,022 0,016 3/ ,1 3,2 1,05 0,11 9,5 12,6 0,057 0,022 0, ,0 3,3 0,89 0,09 9,9 5,9 0,023 0,021 0,016 3/ ,2 3,6 1,11 0,12 9,3 10,8 0,047 0,023 0, ,9 3,2 0,87 0,09 9,7 6,4 0,043 0,022 0,015 4/ ,3 3,5 0,95 0,11 8,6 3,8 0,044 0,020 0, ,2 3,4 0,81 0,07 11,6 1,9 0,040 0,017 0,012 4/ ,4 3,6 0,98 0,12 8,2 4,5 0,048 0,018 0, ,3 3,5 0,73 0,09 8,1 2,4 0,034 0,017 0,014 4/ ,4 3,5 1,04 0,10 10,4 4,9 0,043 0,016 0, ,2 3,4 0,93 0,09 10,3 2,1 0,036 0,016 0,013 5/ ,8 3,2 0,72 0,07 10,3 6,3 0,040 0,008 0, ,0 3,2 0,64 0,05 12,8 3,8 0,033 0,006 0,012 5/ ,7 4,0 0,86 0,09 9,6 5,8 0,046 0,007 0, ,5 3,8 0,71 0,07 10,1 3,2 0,026 0,005 0,012 5/ ,8 4,0 0,91 0,11 8,3 5,2 0,042 0,008 0,015 C Rata-rata tekstur rotasi 1 dan 2 Rotasi Kode Sampel ,5 3,8 0,81 0,09 9,0 1,7 0,027 0,007 0,014 Kedalaman cm Tekstur 3 Fraksi Pasir (%) Debu (%) Liat (%) 1 D A A A A C C B B B

211 180 Lampiran 5 Hasil analisa sifat-sifat fisik Tanah Plot Kedalaman Bulk Ruang Pori Kadar air (% Volume) pada pf : Pori Drainase Air ulangan Density Total 1,00 2,00 2,54 4,20 Cepat Lambat tersedia Permeabilitas ( Cm ) gr/ cc % % % % % % % % (cm/jam) D ,21 54,34 51,21 46,24 30,56 21,83 8,10 15,68 8,73 12, ,23 53,58 50,26 46,25 31,85 23,66 7,33 14,40 8,19 10, ,16 56,23 53,19 46,83 32,63 21,75 9,40 14,20 10,88 14, ,18 55,47 52,14 46,33 30,41 20,64 9,14 15,92 9,77 13, ,22 53,96 51,21 47,24 32,71 21,76 6,72 14,53 10,95 17, ,24 53,21 50,04 48,39 33,66 29,64 4,82 14,73 4,02 13,66 A ,12 57,74 54,16 47,24 31,74 21,51 10,50 15,50 10,23 13, ,14 56,98 54,12 45,19 32,58 22,18 11,79 12,61 10,40 8, ,12 57,74 54,18 44,21 30,79 24,30 13,53 13,42 6,49 12, ,13 57,36 54,07 40,14 28,88 23,47 17,22 11,26 5,41 7, ,14 56,98 54,31 43,82 28,52 22,30 13,16 15,30 6,22 11, ,13 57,36 54,02 44,38 29,31 23,46 12,98 15,07 5,85 8,26 A ,28 51,70 48,26 45,21 37,66 30,16 6,49 7,55 7,50 11, ,26 52,45 49,27 46,77 38,55 33,18 5,68 8,22 5,37 9, ,26 52,45 49,62 43,51 35,80 29,44 8,94 7,71 6,36 18, ,25 52,83 49,49 43,81 35,44 29,10 9,02 8,37 6,34 14, ,24 53,21 50,13 43,51 36,22 28,77 9,70 7,29 7,45 16, ,26 52,45 49,25 45,32 37,12 30,87 7,13 8,20 6,25 12,99 A ,14 56,98 53,62 48,36 36,47 22,80 8,62 11,89 13,67 8, ,13 57,36 55,86 45,87 32,41 24,33 11,49 13,46 8,08 10, ,16 56,23 55,12 51,29 38,71 28,44 4,94 12,58 10,27 9, ,16 56,23 55,38 52,14 38,22 30,74 4,09 13,92 7,48 11, ,18 55,47 53,61 48,35 37,26 24,41 7,12 11,09 12,85 9, ,16 56,23 55,70 47,64 34,63 29,26 8,59 13,01 5,37 10,07 180

212 181 Lanjutan Plot Keda Bulk Ruang Pori Kadar air (% Volume) pada pf : Pori Drainase Air ulangan laman Density Total 1,00 2,00 2,54 4,20 Cepat Lambat tersedia Permeabilitas ( Cm ) gr/ cc % % % % % % % % (cm/jam) A ,27 52,08 50,47 46,11 36,71 28,34 5,97 9,40 8,37 22, ,25 52,83 49,38 45,22 35,21 29,52 7,61 10,01 5,69 24, ,26 52,45 50,22 47,34 36,84 27,55 5,11 10,50 9,29 21, ,25 52,83 49,58 46,18 36,25 28,71 6,65 9,93 7,54 26, ,25 52,83 50,11 45,99 35,28 26,14 6,84 10,71 9,14 24, ,27 52,08 50,27 44,28 35,71 24,71 7,80 8,57 11,00 19,67 C ,06 60,00 57,36 54,29 42,15 25,17 5,71 12,14 16,98 18, ,08 59,25 56,05 53,04 42,76 26,91 6,21 10,28 15,85 15, ,08 59,25 55,27 51,21 39,24 21,83 8,04 11,97 17,41 16, ,07 59,62 56,41 52,77 41,28 25,66 6,85 11,49 15,62 13, ,07 59,62 55,08 51,32 39,06 21,75 8,30 12,26 17,31 8, ,06 60,00 57,24 54,07 45,07 20,64 5,93 9,00 24,43 11,37 C ,09 58,87 56,33 52,21 32,71 21,76 6,66 19,50 10,95 12, ,11 58,11 55,11 50,14 38,21 26,35 7,97 11,93 11,86 11, ,08 59,25 56,18 52,33 36,54 25,47 6,92 15,79 11,07 10, ,34 49,43 47,34 44,55 32,71 20,31 4,88 11,84 12,40 9, ,36 48,68 45,26 44,29 24,82 14,87 4,39 19,47 9,95 10, ,42 46,42 45,01 40,17 29,66 15,46 6,25 10,51 14,20 9,44 B ,38 47,92 44,25 41,66 33,91 25,19 6,26 7,75 8,72 11, ,31 50,57 47,25 45,38 32,64 22,47 5,19 12,74 10,17 8, ,25 52,83 48,00 46,24 38,01 29,33 6,59 8,23 8,68 12, ,23 53,58 50,11 46,87 33,62 23,66 6,71 13,25 9,96 9,84 181

213 Lanjutan Plot Keda- Bulk Ruang Pori Kadar air (% Volume) pada pf : Pori Drainase Air Ulangan laman Density Total 1,00 2,00 2,54 4,20 Cepat Lambat tersedia Permeabilitas ( Cm ) gr/ cc % % % % % % % % (cm/jam) B ,24 53,21 50,63 45,37 37,54 21,75 7,84 7,83 15,79 17, ,23 53,58 52,46 46,33 32,08 20,64 7,25 14,25 11,44 10,47 B ,32 50,19 48,31 46,24 38,52 24,33 3,95 7,72 14,19 18, ,29 51,32 47,24 44,71 31,85 18,51 6,61 12,86 13,34 15, ,27 52,08 50,77 46,75 39,65 21,75 5,33 7,10 17,90 16, ,26 52,45 49,35 46,33 30,41 18,46 6,12 15,92 11,95 17, ,24 53,21 50,14 47,24 39,12 21,76 5,97 8,12 17,36 14, ,25 52,83 50,21 45,16 30,32 18,32 7,67 14,84 12,00 12,30 B ,22 53,96 50,26 46,24 30,56 21,83 7,72 15,68 8,73 8, ,24 53,21 49,82 44,71 31,85 23,66 8,50 12,86 8,19 7, ,21 54,34 53,08 47,26 32,63 21,75 7,08 14,63 10,88 10, ,24 53,21 51,27 41,72 30,41 20,64 11,49 11,31 9,77 9, ,25 52,83 49,26 47,24 32,71 21,76 5,59 14,53 10,95 9, ,23 53,58 50,41 42,92 29,24 20,43 10,66 13,68 8,81 7,46

214 183 Lanjutan Plot Keda Bulk Ruang Pori Kadar air (% Volume) pada pf : Pori Drainase Air Ulangan laman Density Total 1,00 2,00 2,54 4,20 Cepat Lambat tersedia Permeabilitas ( Cm ) gr/ cc % % % % % % % % (cm/jam) B ,24 53,21 50,63 45,37 37,54 21,75 7,84 7,83 15,79 17, ,23 53,58 52,46 46,33 32,08 20,64 7,25 14,25 11,44 10,47 B ,32 50,19 48,31 46,24 38,52 24,33 3,95 7,72 14,19 18, ,29 51,32 47,24 44,71 31,85 18,51 6,61 12,86 13,34 15, ,27 52,08 50,77 46,75 39,65 21,75 5,33 7,10 17,90 16, ,26 52,45 49,35 46,33 30,41 18,46 6,12 15,92 11,95 17, ,24 53,21 50,14 47,24 39,12 21,76 5,97 8,12 17,36 14, ,25 52,83 50,21 45,16 30,32 18,32 7,67 14,84 12,00 12,30 B ,22 53,96 50,26 46,24 30,56 21,83 7,72 15,68 8,73 8, ,24 53,21 49,82 44,71 31,85 23,66 8,50 12,86 8,19 7, ,21 54,34 53,08 47,26 32,63 21,75 7,08 14,63 10,88 10, ,24 53,21 51,27 41,72 30,41 20,64 11,49 11,31 9,77 9, ,25 52,83 49,26 47,24 32,71 21,76 5,59 14,53 10,95 9, ,23 53,58 50,41 42,92 29,24 20,43 10,66 13,68 8,81 7,46 183

215 Lanjutan Plot Keda Bulk Ruang Pori Kadar air (% Volume) pada pf : Pori Drainase Air ulangan laman Density Total 1,00 2,00 2,54 4,20 Cepat Lambat tersedia Permeabilitas ( Cm ) gr/ cc % % % % % % % % (cm/jam) A ,27 52,08 50,47 46,11 36,71 28,34 5,97 9,40 8,37 22, ,25 52,83 49,38 45,22 35,21 29,52 7,61 10,01 5,69 24, ,26 52,45 50,22 47,34 36,84 27,55 5,11 10,50 9,29 21, ,25 52,83 49,58 46,18 36,25 28,71 6,65 9,93 7,54 26, ,25 52,83 50,11 45,99 35,28 26,14 6,84 10,71 9,14 24, ,27 52,08 50,27 44,28 35,71 24,71 7,80 8,57 11,00 19,67 C ,06 60,00 57,36 54,29 42,15 25,17 5,71 12,14 16,98 18, ,08 59,25 56,05 53,04 42,76 26,91 6,21 10,28 15,85 15, ,08 59,25 55,27 51,21 39,24 21,83 8,04 11,97 17,41 16, ,07 59,62 56,41 52,77 41,28 25,66 6,85 11,49 15,62 13, ,07 59,62 55,08 51,32 39,06 21,75 8,30 12,26 17,31 8, ,06 60,00 57,24 54,07 45,07 20,64 5,93 9,00 24,43 11,37 C ,09 58,87 56,33 52,21 32,71 21,76 6,66 19,50 10,95 12, ,11 58,11 55,11 50,14 38,21 26,35 7,97 11,93 11,86 11, ,08 59,25 56,18 52,33 36,54 25,47 6,92 15,79 11,07 10, ,34 49,43 47,34 44,55 32,71 20,31 4,88 11,84 12,40 9, ,36 48,68 45,26 44,29 24,82 14,87 4,39 19,47 9,95 10, ,42 46,42 45,01 40,17 29,66 15,46 6,25 10,51 14,20 9,44 B ,38 47,92 44,25 41,66 33,91 25,19 6,26 7,75 8,72 11, ,31 50,57 47,25 45,38 32,64 22,47 5,19 12,74 10,17 8, ,25 52,83 48,00 46,24 38,01 29,33 6,59 8,23 8,68 12, ,23 53,58 50,11 46,87 33,62 23,66 6,71 13,25 9,96 9,84

216 185 Lampiran 6 Hasil analisa sifat biologi tan Kode Sample Kedalaman (Cm) Umur Total Mikroorganisme Total Fungi Respirasi C - Mic SPK / gr SPK / gr mg C-CO 2 / Kg tnh per hari D ,4 14,6 10,3 579, ,1 7,8 8,4 356,5 A ,4 9,5 9,2 352, ,7 7,0 8,3 287,7 A ,6 10,0 11,3 357, ,4 4,5 9,5 264,1 A ,8 9,1 10,9 266, ,7 5,2 8,2 231,0 A ,7 9,5 13,5 323, ,8 6,1 10,9 274,6 C ,3 23,3 24,5 524, ,8 19,6 20,8 418,2 C ,2 14,8 16,4 466, ,9 12,0 10,4 429,4 B ,5 17,8 12,3 381, ,3 13,5 8,3 294,7 B ,1 14,5 12,6 391, ,2 8,6 9,2 286,4 B ,1 12,5 10,9 342, ,2 10,1 8,2 313,7 ppm

217 186 Lampiran 7 Hasil analisis unsur hara tegakan, serasah dan humus rotasi 1 dan 2 A Konsentrasi hara pada batang berdiameter 5 cm C Kadar N total P K Ca Mg Rotasi Plot Umur Org Air Ulangan (Thn) % % % % % % % 1 D ,30 0,46 0,094 0,96 0,39 0,026 42,1 2 22,18 0,49 0,119 1,02 0,40 0,024 43,1 3 26,38 0,48 0,111 1,04 0,36 0,025 40,2 A ,31 0,42 0,094 0,87 0,34 0,027 42,7 2 28,55 0,46 0,094 0,92 0,36 0,027 50,6 3 28,17 0,45 0,119 0,9 0,35 0,029 52,8 A ,14 0,53 0,102 0,88 0,32 0,024 40,4 2 28,63 0,47 0,102 0,85 0,30 0,021 41,8 3 29,17 0,60 0,077 0,86 0,30 0,021 44,9 A ,21 0,52 0,068 1,03 0,26 0,029 43,5 2 24,82 0,51 0,051 0,98 0,29 0,027 40,6 3 24,77 0,47 0,085 1,04 0,30 0,025 41,0 A ,32 0,49 0,094 0,84 0,32 0,024 26,7 2 27,41 0,52 0,068 0,84 0,34 0,021 25,7 3 26,64 0,50 0,068 0,87 0,34 0,023 27,3 2 C ,14 0,42 0,112 1,12 0,36 0,024 31,4 2 21,96 0,45 0,106 0,98 0,34 0,021 34,0 3 23,55 0,41 0,102 0,97 0,36 0,018 35,5 C ,72 0,44 0,119 0,92 0,32 0,031 44,9 2 30,48 0,42 0,109 0,94 0,34 0,028 39,4 3 28,51 0,47 0,094 1,03 0,38 0,029 43,5 B ,44 0,48 0,102 1,00 0,29 0,026 34,8 2 36,27 0,53 0,119 1,04 0,32 0,029 31,2 3 32,82 0,47 0,102 1,06 0,31 0,026 35,0 B ,14 0,47 0,068 1,01 0,28 0,028 41,3 2 27,88 0,51 0,102 0,97 0,31 0,030 42,8 3 26,31 0,54 0,094 0,92 0,26 0,027 44,4 B ,52 0,52 0,077 1,01 0,29 0,028 46,5 2 29,11 0,53 0,102 0,94 0,27 0,024 39,0 3 27,46 0,52 0,119 0,88 0,25 0,026 44,9

218 187 Lanjutan B Konsentrasi hara pada batang berdiameter < 5 cm Kadar C Org N total P K Ca Mg Rotasi Plot Umur Air Ulangan (Thn) % % % % % % % 1 2 D 022 A 072 A 045 A 024 A 079 C 004 C 031 B 010 B 067 B ,03 0,50 0,122 0,90 0,28 0,026 44,1 2 29,69 0,51 0,122 0,92 0,31 0,027 39,8 3 27,77 0,50 0,096 1,01 0,30 0,029 43, ,89 0,42 0,104 0,98 0,27 0,027 36,4 2 28,36 0,40 0,122 1,02 0,29 0,025 35,2 3 26,75 0,45 0,104 1,04 0,26 0,027 34, ,57 0,46 0,070 0,99 0,28 0,027 43,1 2 21,39 0,51 0,104 0,95 0,27 0,024 39,7 3 22,94 0,45 0,096 0,90 0,25 0,026 39, ,39 0,45 0,078 0,99 0,35 0,024 35,0 2 27,16 0,49 0,104 0,92 0,33 0,021 34,2 3 25,63 0,52 0,122 0,86 0,35 0,018 35, ,63 0,40 0,104 1,10 0,31 0,030 33,6 2 35,33 0,43 0,118 0,96 0,33 0,027 34,5 3 31,97 0,39 0,101 0,95 0,37 0,028 32, ,31 0,51 0,096 0,85 0,26 0,024 37,5 2 27,89 0,45 0,070 0,90 0,28 0,021 42,3 3 28,42 0,58 0,070 0,88 0,29 0,021 39, ,67 0,44 0,096 0,86 0,31 0,028 31,6 2 21,61 0,47 0,122 0,83 0,33 0,027 35,6 3 25,70 0,46 0,113 0,84 0,33 0,025 34, ,55 0,47 0,096 1,01 0,38 0,024 43,8 2 27,81 0,50 0,096 0,96 0,39 0,021 33,4 3 27,44 0,48 0,122 1,02 0,35 0,023 40, ,53 0,50 0,104 0,82 0,33 0,026 39,7 2 24,18 0,49 0,104 0,82 0,35 0,024 42,0 3 24,13 0,45 0,078 0,85 0,34 0,025 41, ,67 0,40 0,070 0,94 0,31 0,027 42,3 2 26,70 0,44 0,052 1,00 0,29 0,027 40,9 3 25,95 0,43 0,087 1,02 0,29 0,028 44,4

219 188 Lanjutan C Konsentrasi hara pada cabang Rotasi Plot Umur (Thn) Ulangan C Org N total P K Ca Mg Kadar air % % % % % % % 1 D ,29 0,52 0,077 0,95 0,38 0,023 36,4 2 17,60 0,56 0,058 0,92 0,39 0,021 39,1 3 20,94 0,54 0,096 0,93 0,35 0,022 37,4 A ,26 0,56 0,106 1,11 0,33 0,024 23,1 2 22,66 0,55 0,077 1,06 0,35 0,024 29,9 3 22,36 0,50 0,077 1,12 0,34 0,025 28,1 A ,80 0,45 0,106 0,91 0,31 0,021 32,3 2 19,70 0,49 0,135 0,91 0,29 0,018 35,5 3 19,66 0,48 0,125 0,94 0,29 0,018 38,3 A ,10 0,57 0,106 1,03 0,25 0,025 36,7 2 21,75 0,50 0,106 1,10 0,28 0,024 36,7 3 21,14 0,64 0,135 1,12 0,29 0,022 39,7 A ,51 0,49 0,116 0,94 0,31 0,021 32,0 2 22,72 0,52 0,116 0,99 0,33 0,018 29,3 3 23,15 0,51 0,087 0,97 0,33 0,02 32,5 2 C ,57 0,50 0,102 0,99 0,28 0,021 39,1 2 17,43 0,55 0,116 1,01 0,31 0,018 39,3 3 18,69 0,58 0,121 1,11 0,30 0,016 42,5 C ,13 0,45 0,135 1,08 0,27 0,027 38,0 2 22,13 0,48 0,135 1,12 0,29 0,025 38,4 3 20,88 0,44 0,106 1,14 0,25 0,025 40,5 B ,95 0,56 0,116 1,09 0,28 0,023 34,9 2 28,79 0,57 0,135 1,05 0,26 0,025 34,8 3 26,05 0,56 0,116 0,99 0,24 0,026 31,0 B ,21 0,47 0,077 1,09 0,35 0,024 31,3 2 24,19 0,45 0,116 1,01 0,33 0,022 33,8 3 22,63 0,50 0,106 0,95 0,35 0,024 34,8 B ,46 0,51 0,087 1,21 0,31 0,025 31,8 2 23,10 0,57 0,116 1,06 0,33 0,021 32,5 3 21,79 0,50 0,135 1,05 0,37 0,023 31,7

220 189 Lanjutan D Konsentrasi hara pada ranting Rotasi Plot Kadar Umur Ulangan C Org N total P K Ca Mg air (Thn) % % % % % % % 1 D ,86 0,57 0,119 1,10 0,42 0,04 30,2 2 27,53 0,54 0,119 1,03 0,39 0,034 30,0 3 24,91 0,61 0,119 0,96 0,42 0,037 28,2 A ,28 0,62 0,139 1,22 0,37 0,034 30,9 2 23,13 0,68 0,139 1,07 0,39 0,03 31,1 3 21,64 0,61 0,109 1,06 0,44 0,026 33,7 A ,,61 0,61 0,119 1,00 0,34 0,044 44,6 2 22,09 0,66 0,139 1,03 0,37 0,04 13,4 3 20,84 0,70 0,119 1,12 0,36 0,042 41,8 A ,63 0,54 0,080 1,09 0,32 0,037 35,9 2 16,67 0,58 0,119 1,13 0,35 0,040 36,5 3 17,87 0,53 0,109 1,16 0,3 0,043 35,1 A ,12 0,67 0,089 1,10 0,34 0,039 30,5 2 21,16 0,68 0,119 1,06 0,31 0,036 27,3 3 19,97 0,67 0,139 1,00 0,29 0,039 28,4 2 C ,89 0,67 0,080 0,95 0,30 0,034 31,4 2 18,84 0,66 0,060 1,00 0,34 0,03 29,3 3 18,8 0,61 0,099 0,98 0,35 0,033 30,3 C ,22 0,56 0,109 0,96 0,37 0,037 25,9 2 20,8 0,59 0,080 0,93 0,39 0,034 24,8 3 20,22 0,58 0,080 0,94 0,39 0,036 22,0 B ,39 0,68 0,109 1,12 0,45 0,039 38,5 2 21,73 0,61 0,139 1,07 0,46 0,039 36,1 3 22,14 0,77 0,129 1,13 0,42 0,042 38,7 B ,44 0,59 0,109 0,92 0,39 0,034 21,4 2 16,83 0,63 0,109 0,92 0,42 0,03 23,5 3 20,02 0,62 0,139 0,95 0,41 0,03 22,4 B ,25 0,63 0,119 1,05 0,37 0,042 47,4 2 21,67 0,67 0,119 1,11 0,35 0,039 46,6 3 21,38 0,64 0,089 1,13 0,35 0,036 45,1

221 190 Lanjutan E Konsentrasi hara pada daun Rotasi Plot Umur (Thn) Ulangan C Org N total P K Ca Mg Kadar air % % % % % % % 1 D ,69 1,25 0,16 1,67 0,37 0,021 44,3 2 31,10 1,32 0,14 1,88 0,34 0,024 44,4 3 31,57 1,21 0,18 1,72 0,35 0,026 43,0 A ,58 1,18 0,14 1,62 0,32 0,028 41,4 2 30,39 1,24 0,12 1,74 0,31 0,026 45,7 3 28,98 1,23 0,18 1,69 0,34 0,027 45,4 A ,16 1,32 0,21 1,59 0,34 0,031 43,6 2 29,69 1,28 0,18 1,63 0,34 0,036 47,4 3 29,21 1,21 0,21 1,75 0,32 0,034 43,0 A ,93 1,36 0,17 1,67 0,34 0,028 45,5 2 29,69 1,32 0,19 1,86 0,35 0,031 42,3 3 29,92 1,32 0,17 2,03 0,32 0,032 49,8 A ,86 1,27 0,24 1,92 0,31 0,031 31,3 2 29,45 1,30 0,23 2,17 0,31 0,034 31,6 3 29,21 1,29 0,20 1,87 0,30 0,038 28,5 2 C ,45 1,44 0,19 1,88 0,37 0,049 40,2 2 31,10 1,26 0,23 1,93 0,36 0,056 39,9 3 28,51 1,27 0,22 1,72 0,38 0,059 39,9 C ,80 1,31 0,21 2,04 0,38 0,050 33,2 2 29,21 1,25 0,24 1,88 0,40 0,054 39,6 3 28,98 1,24 0,24 1,96 0,37 0,049 34,9 B ,10 1,26 0,16 2,13 0,41 0,049 39,8 2 30,16 1,32 0,19 2,04 0,39 0,057 40,5 3 28,51 1,34 0,16 2,08 0,38 0,061 40,8 B ,04 1,51 0,22 1,86 0,38 0,052 34,8 2 31,10 1,29 0,17 2,03 0,37 0,054 37,8 3 31,10 1,23 0,19 1,95 0,40 0,057 37,6 B ,92 1,28 0,21 1,91 0,39 0,059 52,4 2 30,63 1,26 0,19 1,92 0,40 0,057 53,2 3 30,39 1,24 0,19 1,86 0,39 0,053 52,8

222 191 Lanjutan F Konsentrasi hara pada buah Rotasi Plot Umur (Thn) Ulangan C Org N total P K Ca Mg Kadar air % % % % % % % 1 D A ,41 0,46 0,19 1,21 0,42 0,11 42, A ,56 0,52 0,18 1,13 0,41 0,09 46, A A ,24 0,58 0,21 1,14 0,37 0,08 52,6 2 28,63 0,54 0,19 1,08 0,39 0,11 51,7 3 32,44 0,62 0,19 1,12 0,40 0,10 49,0 2 C C ,19 0,68 0,20 1,14 0,40 0,13 45, ,12 0,57 0,22 1,13 0,38 0,08 51,0 B ,76 0,52 0,19 1,07 0,38 0,11 44, B ,50 0,51 0,18 0,92 0,41 0,12 49,6 2 32,62 0,56 0,21 1,09 0,39 0,08 50, B

223 192 Lanjutan G Konsentrasi hara pada serasah Rotasi Plot Umur (Thn) Ulangan C Org N total P K Ca Mg Kadar air % % % % % % % 1 D ,24 0,89 0,27 1,27 0,15 0,17 17,8 2 27,09 0,94 0,25 1,10 0,11 0,14 18,0 3 29,16 0,99 0,24 1,25 0,15 0,18 18,5 A ,71 1,01 0,28 0,99 0,12 0,17 23,2 2 25,69 1,06 0,26 1,05 0,09 0,19 20,2 3 25,22 0,99 0,27 1,28 0,10 0,21 23,5 A ,92 0,97 0,24 1,23 0,13 0,22 18,2 2 27,18 0,95 0,27 0,97 0,11 0,19 22,9 3 27,29 0,91 0,23 1,13 0,13 0,20 22,1 A ,32 0,98 0,25 1,24 0,13 0,18 16,8 2 27,98 0,97 0,24 1,17 0,11 0,17 15,8 3 27,47 1,00 0,27 1,21 0,10 0,19 15,8 A ,60 0,91 0,27 1,13 0,12 0,17 12,5 2 28,79 0,92 0,26 1,19 0,09 0,19 12,7 3 28,26 0,99 0,28 1,19 0,10 0,16 18,1 2 C ,05 0,89 0,36 1,24 0,13 0,23 16,3 2 32,32 0,91 0,33 1,23 0,11 0,20 19,6 3 29,75 0,94 0,31 1,28 0,12 0,22 15,8 C ,50 1,21 0,30 1,24 0,17 0,20 36,2 2 31,02 1,16 0,32 1,29 0,15 0,18 33,4 3 30,23 1,12 0,32 1,30 0,11 0,20 37,2 B ,27 1,03 0,33 1,33 0,15 0,18 17,3 2 30,90 1,23 0,31 1,30 0,18 0,16 19,5 3 28,36 1,26 0,32 1,32 0,16 0,19 20,4 B ,89 1,01 0,32 1,27 0,17 0,19 21,8 2 29,28 1,06 0,30 1,27 0,15 0,19 22,3 3 31,25 1,03 0,33 1,30 0,16 0,22 24,7 B ,59 1,14 0,29 1,20 0,13 0,20 29,3 2 27,85 1,16 0,27 1,27 0,15 0,21 22,4 3 26,28 1,11 0,31 1,22 0,16 0,20 26,7

224 193 Lanjutan H Konsentrasi hara pada humus Kadar C Org N total P K Ca Mg Rotasi Plot Umur air Ulangan (Thn) % % % % % % % 1 D ,21 1,75 0,35 0,69 0,12 0,28 19,4 2 39,15 1,68 0,34 0,65 0,11 0,26 21,5 3 37,26 1,70 0,34 0,68 0,12 0,27 17,8 A ,71 1,82 0,32 0,71 0,14 0,30 22,4 2 36,42 1,80 0,31 0,74 0,15 0,30 23,7 3 35,81 1,67 0,34 0,72 0,16 0,27 19,6 A ,12 1,69 0,34 0,68 0,13 0,26 19,9 2 37,21 1,62 0,32 0,70 0,14 0,28 12,7 3 34,88 1,77 0,31 0,74 0,18 0,31 18,3 A ,46 1,70 0,31 0,62 0,16 0,27 24,1 2 36,25 1,65 0,35 0,66 0,17 0,29 18,3 3 35,11 1,74 0,30 0,63 0,20 0,32 17,8 A ,55 1,64 0,36 0,69 0,15 0,28 14,6 2 38,41 1,56 0,36 0,71 0,17 0,27 18,3 3 36,28 1,62 0,34 0,69 0,16 0,21 14,3 2 C ,18 1,90 0,41 0,74 0,19 0,34 24,5 2 40,88 1,84 0,40 0,72 0,20 0,32 21,7 3 40,61 1,79 0,42 0,75 0,22 0,34 22,2 C ,66 2,01 0,38 0,76 0,20 0,32 17,5 2 42,37 1,97 0,39 0,78 0,23 0,34 22,4 3 41,75 2,04 0,40 0,82 0,21 0,34 16,9 B ,53 2,14 0,42 0,81 0,21 0,32 11,4 2 42,66 2,11 0,41 0,81 0,24 0,36 18,2 3 45,04 2,03 0,41 0,84 0,21 0,35 11,7 B ,01 2,19 0,46 0,82 0,19 0,35 21,3 2 44,12 2,12 0,42 0,79 0,20 0,31 18,2 3 43,60 2,26 0,44 0,83 0,23 0,34 14,9 B ,17 2,17 0,41 0,86 0,22 0,37 19,8 2 42,15 2,14 0,43 0,84 0,21 0,36 21,4 3 43,28 2,07 0,41 0,86 0,24 0,39 22,0

225 194 Lampiran 8 Hasil analisis kadar hara air dan sedimen A Air Umur (Thn) Hutan alam Ulangan % lereng N Total mg/ liter P K Ca Mg mg/ liter mg/ liter mg/ liter mg/ liter 1 9 1,94 0,36 2,48 0,79 0, ,83 0,39 2,79 0,65 0, ,06 0,42 3,34 0,87 0, ,40 0,41 3,18 2,30 0, ,63 0,38 2,95 1,40 0, ,74 0,40 3,07 1,12 0, ,83 0,36 3,19 1,43 0, ,23 0,39 2,88 1,25 0, ,57 0,35 2,45 0,96 0, ,23 0,39 5,58 1,29 0, ,40 0,42 3,95 0,89 0, ,63 0,41 3,81 1,16 0, ,34 0,38 2,77 1,06 0, ,58 0,39 2,16 0,76 0, ,68 0,41 2,48 0,81 0, ,28 0,42 5,15 1,63 0, ,57 0,44 3,19 0,97 0, ,74 0,46 3,31 0,70 0,25

226 195 Lanjutan B Sedimen % N total P K Ca Mg Umur ulangan kelerengan % mg/kg % % % HA 1 9 0,06 0,64 0,041 0,055 0, ,08 0,69 0,022 0,033 0, ,08 0,72 0,029 0,055 0, ,07 0,72 0,026 0,073 0, ,08 0,75 0,029 0,073 0, ,06 0,81 0,025 0,047 0,002 0,07 0,76 0,03 0,06 0, ,10 0,72 0,024 0,046 0, ,08 0,76 0,027 0,060 0, ,09 0,79 0,029 0,049 0,002 0,09 0,76 0,03 0,05 0, ,06 0,59 0,028 0,041 0, ,09 0,63 0,018 0,045 0, ,09 0,71 0,026 0,039 0,003 0,08 0,64 0,02 0,04 0, ,09 0,72 0,034 0,081 0, ,12 0,75 0,029 0,063 0, ,11 0,83 0,027 0,051 0,002 0,11 0,77 0,03 0,07 0, ,06 0,81 0,033 0,053 0, ,08 0,84 0,029 0,052 0, ,12 0,89 0,020 0,034 0,001 0,09 0,85 0,03 0,05 0,002

227 196 Lampiran 9 Kandungan hara di lahan bertegakan E. urograndis A Rotasi 1 pada umur 1 tahun (kg/ha). Ranting N : 5,52 P : 1,14 K : 9,87 Ca : 3,95 Mg : 0,36 Batang d < 5cm N : 7,90 P : 1,81 K : 14,62 Ca : 4,70 Mg : 0,43 Serasah N : 104,24 P : 28,07 K : 132,91 Ca : 14,93 Mg : 17,91 Akar N : 0,35 P : 0,02 K : 0,37 Ca : 4,50 Mg : 0,82 Aliran permukaan N : 0,85 P : 0,13 K : 1,00 Ca : 0,52 Mg : 0,08 Hujan Daun N : 26,91 P : 3,38 K : 37,28 Ca : 7,58 Mg : 0,48 Cabang N : 5,39 P : 0,80 K : 9,36 Ca : 3,71 Mg : 0,22 Batang d 5cm N : 9,20 P : 2,12 K : 19,46 Ca : 7,35 Mg : 0,48 Humus N : 627,36 P : 125,75 K : 247,72 Ca : 43,09 Mg : 99,50 Tanah 0-40 cm N : 4.028,00 P 13,44 K : 750,13 Ca : 3.023,33 Mg : 701,47 Erosi N : 0,25 P : 0,0003 K : 0,11 Ca : 0,21 Mg : 0,010 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

228 197 Lanjutan B Rotasi 1 pada umur 2 tahun (kg/ha). Bunga & Buah N : 0,09 P : 0,04 K : 0,24 Ca : 0,08 Mg : 0,02 Ranting N : 13,92 P : 2,85 K : 25,24 Ca : 8,85 Mg : 0,68 Batang d < 5cm N : 8,92 P : 2,32 K : 21,38 Ca : 5,76 Mg : 0,55 Serasah N : 113,40 P : 29,61 K : 121,56 Ca : 11,12 Mg : 21,04 Akar N : 2,42 P : 0,16 K : 2,61 Ca : 31,40 Mg : 5,72 Aliran permukaan N : 0,68 P : 0,11 K : 0,87 Ca : 0,37 Mg : 0,06 Hujan Daun N : 64,94 P : 8,03 K : 89,70 Ca : 17,39 Mg : 1,60 Cabang N : 38,30 P : 6,31 K : 78,12 Ca : 24,09 Mg : 1,73 Batang d > 5cm N : 159,18 P : 36,71 K : 322,38 Ca : 125,84 Mg : 9,95 Humus N : 1.126,21 P : 29,54 K : 468,56 Ca : 98,57 Mg : 184,99 Tanah 0-40 cm N : 4.746,00 P : 30,06 K : 760,87 Ca : 3.533,13 Mg : 1.024,53 Erosi N : 0,27 P : 0,0002 K : 0,09 Ca : 0,15 Mg : 0,006 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

229 198 Lanjutan C Rotasi 1 pada umur 3 tahun (kg/ha). Bunga & Buah N : 0,35 P : 0,12 K : 0,76 Ca : 0,28 Mg : 0,06 Ranting N : 17,37 P : 3,35 K : 27,75 Ca : 9,46 Mg : 1,11 Batang d < 5cm N : 13,33 P : 2,46 K : 27,00 Ca : 7,61 Mg : 0,73 Serasah N : 112,51 P : 29,60 K : 131,17 Ca : 14,63 Mg : 24,12 Akar N : 3,53 P : 0,24 K : 3,81 Ca : 45,80 Mg : 8,35 Aliran permukaan N : 0,68 P : 0,11 K : 1,24 Ca : 0,31 Mg : 0,09 Hujan Daun N : 67,67 P : 10,57 K : 84,46 Ca : 17,70 Mg : 1,75 Cabang N : 35,34 P : 8,95 K : 69,20 Ca : 22,63 Mg : 1,47 Batang d > 5cm N : 309,08 P : 55,52 K : 505,85 Ca : 179,62 Mg : 12,86 Humus N : 831,49 P : 158,12 K : 347,79 Ca : 74,36 Mg : 139,89 Tanah 0-40 cm N : 5.796,00 P : 17,89 K : 621,60 Ca : 3.192,00 Mg : 714,00 Erosi N : 0,16 P : 0,0001 K : 0,04 Ca : 0,08 Mg : 0,003 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

230 199 Lanjutan D Rotasi 1 pada umur 4 tahun (kg/ha). Ranting N : 12,02 P : 2,19 K : 24,41 Ca : 7,10 Mg : 0,86 Batang d < 5cm N : 11,61 P : 2,41 K : 22,08 Ca : 8,20 Mg : 0,50 Serasah N : 121,02 P : 30,86 K : 150,05 Ca : 14,79 Mg : 22,04 Akar N : 4,97 P : 0,33 K : 5,37 Ca : 64,52 Mg : 11,76 Aliran permukaan N : 0,69 P : 0,11 K : 0,96 Ca : 0,28 Mg : 0,08 Hujan Daun N : 45,92 P : 6,09 K : 62,22 Ca : 11,67 Mg : 1,03 Cabang N : 61,97 P : 12,21 K : 114,11 Ca : 28,45 Mg : 2,57 Batang d > 5cm N : 452,03 P : 60,88 K : 914,69 Ca : 251,41 Mg : 24,53 Humus N : 462,18 P : 87,05 K : 172,44 Ca : 45,89 Mg : 76,99 Tanah 0-40 cm N : 4.872,00 P : 13,46 K : 580,00 Ca : 2.544,27 Mg : 750,13 Erosi N : 0,16 P : 0,0001 K : 0,04 Ca : 0,10 Mg : 0,006 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

231 200 Lanjutan E Rotasi 1 pada umur 5 tahun (kg/ha). Bunga & Buah N : 13,36 P : 4,24 K : 24,65 Ca : 8,74 Mg : 2,20 Ranting N : 51,67 P : 7,71 K : 83,14 Ca : 25,32 Mg : 2,98 Batang d < 5cm N : 3,99 P : 1,05 K : 10,01 Ca : 3,29 Mg : 0,28 Serasah N : 66,79 P : 19,23 K : 82,95 Ca : 7,45 Mg : 12,24 Akar N : 8,04 P : 0,54 K : 8,68 Ca : 104,34 Mg : 19,01 Aliran permukaan N : 0,64 P : 011 K : 0,98 Ca : 0,28 Mg : 0,08 Hujan Daun N : 68,30 P : 11,78 K : 105,34 Ca : 16,25 Mg : 1,78 Cabang N : 40,77 P : 8,35 K : 77,75 Ca : 26,06 Mg : 1,58 Batang d > 5cm N : 761,82 P : 114,26 K : 1.288,36 Ca : 505,61 Mg : 34,26 Humus N : 555,39 P : 122,01 K : 240,37 Ca : 55,07 Mg : 87,62 Tanah 0-40 cm N : 5.208,00 P : 1,42 K : 806,40 Ca : 1.873,20 Mg : 495,60 Erosi N : 0,12 P : 0,0001 K : 0,04 Ca : 0,07 Mg : 0,003 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

232 201 Lanjutan F Rotasi 2 pada umur 1 tahun (kg/ha). Ranting N : 6,89 P : 0,78 K : 10,40 Ca : 3,51 Mg : 0,34 Batang d < 5cm N : 10,42 P : 1,54 K : 17,89 Ca : 5,67 Mg : 0,44 Serasah N : 207,11 P : 71,97 K : 281,75 Ca : 26,21 Mg : 47,77 Akar N : 0,74 P : 0,05 K : 0,79 Ca : 9,56 Mg : 1,74 Aliran permukaan N : 0,85 P : 0,13 K : 1,00 Ca : 0,52 Mg : 0,08 Hujan Daun N : 64,72 P : 10,96 K : 93,60 Ca : 18,24 Mg : 2,89 Cabang N : 22,89 P : 4,80 K : 42,60 Ca : 12,78 Mg : 0,76 Batang d > 5cm N : 16,41 P : 4,05 K : 38,58 Ca : 13,39 Mg : 0,79 Humus N : 810,39 P : 178,36 K : 320,77 Ca : 88,46 Mg : 144,24 Tanah 0-40 cm N : 3.923,33 P : 40,30 K : 662,12 Ca : 1.498,00 Mg : 649,70 Erosi N : 0,25 P : 0,0003 K : 0,11 Ca : 0,21 Mg : 0,010 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

233 202 Lanjutan G Rotasi 2 pada umur 2 tahun (kg/ha). Bunga & Buah N : 0,35 P : 0,11 K : 0,62 Ca : 0,22 Mg : 0,06 Ranting N : 18,28 P : 3,03 K : 30,31 Ca : 12,14 Mg : 1,15 Batang d < 5cm N : 12,67 P : 3,09 K : 23,25 Ca : 9,00 Mg : 0,72 Serasah N : 156,45 P : 42,63 K : 173,40 Ca : 18,81 Mg : 26,09 Akar N : 2,33 P : 0,16 K : 2,51 Ca : 30,20 Mg : 5,50 Aliran permukaan N : 0,68 P : 0,11 K : 0,87 Ca : 0,37 Mg : 0,06 Hujan Daun N : 108,07 P : 19,14 K : 167,39 Ca : 32,44 Mg : 4,24 Cabang N : 22,63 P : 6,36 K : 54,75 Ca : 13,45 Mg : 1,28 Batang d > 5cm N : 138,46 P : 34,40 K : 299,19 Ca : 107,04 Mg : 9,28 Humus N : 826,76 P : 160,21 K : 323,22 Ca : 86,92 Mg : 136,61 Tanah 0-40 cm N : 4.094,67 P : 36,19 K : 641,27 Ca : 2.053,56 Mg : 714,76 Erosi N : 0,27 P : 0,0002 K : 0,09 Ca : 0,15 Mg : 0,006 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

234 203 Lanjutan H Rotasi 2 pada umur 3 tahun (kg/ha). Bunga & Buah N : 0,06 P : 0,02 K : 0,12 Ca : 0,00 Mg : 0,01 Ranting N : 14,63 P : 2,84 K : 24,19 Ca : 9,90 Mg : 0,87 Batang d < 5cm N : 10,67 P : 2,35 K : 22,02 Ca : 8,19 Mg : 0,50 Serasah N : 96,16 P : 27,32 K : 111,71 Ca : 13,43 Mg : 15,13 Akar N : 4,55 P : 0,30 K : 4,91 Ca : 58,99 Mg : 10,75 Aliran permukaan N : 0,68 P : 0,11 K : 1,24 Ca : 0,31 Mg : 0,09 Hujan Daun N : 74,09 P : 9,88 K : 117,69 Ca : 22,32 Mg : 3,23 Cabang N : 46,38 P : 10,25 K : 86,21 Ca : 21,44 Mg : 2,03 Batang d > 5cm N : 404,96 P : 88,14 K : 833,97 Ca : 248,41 Mg : 22,03 Humus N : 213,81 P : 42,23 K : 83,23 Ca : 21,86 Mg : 34,09 Tanah 0-40 cm N : 4.638,67 P : 27,15 K : 817,56 Ca : 2.212,19 Mg : 1,103,14 Erosi N : 0,16 P : 0,0001 K : 0,04 Ca : 0,08 Mg : 0,003 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

235 204 Lanjutan I Rotasi 2 pada umur 4 tahun (kg/ha). Bunga & Buah N : 3,44 P : 0,63 K : 6,27 Ca : 2,72 Mg : 0,77 Ranting N : 17,81 P : 3,36 K : 27,02 Ca : 11,81 Mg : 0,93 Batang d < 5cm N : 7,25 P : 1,42 K : 12,64 Ca : 5,16 Mg : 0,26 Serasah N : 62,92 P : 19,30 K : 77,99 Ca : 9,81 Mg : 12,11 Akar N : 5,39 P : 0,36 K : 5,81 Ca : 69,90 Mg : 12,74 Aliran permukaan N : 0,69 P : 0,11 K : 0,96 Ca : 0,28 Mg : 0,08 Hujan Daun N : 84,38 P : 12,10 K : 119,26 Ca : 23,51 Mg : 3,23 Cabang N : 35,24 P : 7,04 K : 78,06 Ca : 25,82 Mg : 1,76 Batang d > 5cm N : 492,49 P : 84,52 K : 965,67 Ca : 283,44 Mg : 28,18 Humus N : 748,08 P : 148,65 K : 277,65 Ca : 71,57 Mg : 111,88 Tanah 0-40 cm N : 4.712,67 P : 15,80 K : 670,98 Ca : 1.988,61 Mg : 847,38 Erosi N : 0,16 P : 0,0001 K : 0,04 Ca : 0,10 Mg : 0,006 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

236 205 Lanjutan J Rotasi 2 pada umur 5 tahun (kg/ha). Bunga & Buah N : 2,65 P : 0,90 K : 5,10 Ca : 1,77 Mg : 0,44 Ranting N : 21,17 P : 3,47 K : 22,51 Ca : 11,55 Mg : 1,25 Batang d < 5cm N : 4,11 P : 0,68 K : 9,58 Ca : 2,86 Mg : 0,26 Serasah N : 124,27 P : 31,98 K : 134,12 Ca : 15,93 Mg : 22,18 Akar N : 7,20 P : 0,48 K : 7,76 Ca : 93,34 Mg : 17,01 Aliran permukaan N : 0,64 P : 011 K : 0,98 Ca : 0,28 Mg : 0,08 Hujan Daun N : 48,70 P : 7,56 K : 73,31 Ca : 15,24 Mg : 2,16 Cabang N : 35,04 P : 7,81 K : 72,57 Ca : 22,78 Mg : 1,52 Batang d > 5cm N : 741,79 P : 146,84 K : 1.318,98 Ca : 377,06 Mg : 36,68 Humus N : 673,23 P : 131,31 K : 269,37 Ca : 70,12 Mg : 117,44 Tanah 0-40 cm N : 3.950,00 P : 21,38 K : 679,07 Ca : 1.757,21 Mg : 333,78 Erosi N : 0,12 P : 0,0001 K : 0,04 Ca : 0,07 Mg : 0,003 Pencucian Keterangan: = Unsur hara masuk lahan = Unsur hara keluar lahan = Unsur hara di tanah (tetap)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Eldridge et al. (1993), taksonomi tanaman Eucalyptus adalah. : Plantae (Tumbuhan) : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Eldridge et al. (1993), taksonomi tanaman Eucalyptus adalah. : Plantae (Tumbuhan) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Eucalyptus urograndis Menurut Eldridge et al. (1993), taksonomi tanaman Eucalyptus adalah sebagai berikut: Kerajaan Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Keluarga Marga Jenis : Plantae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 63 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan Tanaman Hibrid Eucalyptus urograndis Model PertumbuhanTegakan Hibrid E. urograndis Rotasi 1 dan 2 Pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan dimensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil paduserasi TGHK - RTRWP pada tahun 1999, luas kawasan hutan alam diduga sekitar 120.353.104 ha (Purnama, 2003), dimana diperkirakan hutan alam yang terdegradasi,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS TEMPAT TUMBUH ANTARA DAUR PERTAMA DENGAN DAUR KEDUA PADA HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd BASUKI WASIS

PERBANDINGAN KUALITAS TEMPAT TUMBUH ANTARA DAUR PERTAMA DENGAN DAUR KEDUA PADA HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd BASUKI WASIS PERBANDINGAN KUALITAS TEMPAT TUMBUH ANTARA DAUR PERTAMA DENGAN DAUR KEDUA PADA HUTAN TANAMAN Acacia mangium Willd (Studi Kasus di HTI PT Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan) BASUKI WASIS SEKOLAH

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 ANALISIS FINANSIAL DAN DAUR VOLUME MAKSIMUM TEGAKAN EUKALIPTUS Eucalyptus hybrid (IND-47) HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk., SEKTOR AEK NAULI SKRISI M IQBAL R NASUTION 091201016 / Manajemen

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tanaman dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi guna memenuhi kebutuhan bahan baku indutri dengan menerapkan silvikultur sesuai dengan

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH. Litterfall Production, and Decomposition Rate of

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH. Litterfall Production, and Decomposition Rate of PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH Acacia crassicarpa A. Cunn. di PT. ARARA ABADI Litterfall Production, and Decomposition Rate of Acacia crassicarpa A. Cunn in PT. Arara Abadi. Balai Penelitian Hutan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 PEMETAAN POTENSI SIMPANAN KARBON HUTAN TANAMAN INDUSTRI TEGAKAN Eucalyptus spp. (Studi Kasus di Hutan Tanaman Industri PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk., Sektor Aek Nauli) S K R I P S I Titis Dian Pratama 081201022/Manajemen

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT.

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. i PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. WIRAKARYA SAKTI GIANDI NAROFALAH SIREGAR E 14104050 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterpurukan sektor kehutanan sudah berjalan hampir 14 tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Masih besarnya angka laju kerusakan hutan serta bangkrutnya

Lebih terperinci

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK SKRIPSI Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SKRIPSI Oleh : ROMMEL PARDOSI 041202018/BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eucalyptus pellita F. Muell (E. pellita) merupakan spesies cepat tumbuh yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis yang lembab dengan musim kering tidak lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan panas (Abimanyu dan Hendrana, 2014).

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Biofisik Areal Perusahaan HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) merupakan pemegang IUPHHK-HTI dalam hutan tanaman No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebaran luas lahan gambut di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 20,6 juta hektar, yang berarti sekitar 50% luas gambut tropika atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. F) merupakan salah satu jenis penghasil kayu pertukangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk berbagai macam keperluan pertukangan

Lebih terperinci

METODE PENGATURAN HASIL HUTAN TANAMAN EUCALYPTUS BERDASARKAN OPTIMASI TEGAKAN PERSEDIAAN NYATA DAN EROSI TANAH D A R W O

METODE PENGATURAN HASIL HUTAN TANAMAN EUCALYPTUS BERDASARKAN OPTIMASI TEGAKAN PERSEDIAAN NYATA DAN EROSI TANAH D A R W O METODE PENGATURAN HASIL HUTAN TANAMAN EUCALYPTUS BERDASARKAN OPTIMASI TEGAKAN PERSEDIAAN NYATA DAN EROSI TANAH D A R W O SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berlangsung sejak era sebelum memasuki era kemerdekaan. Berbagai kebijakan

TINJAUAN PUSTAKA. berlangsung sejak era sebelum memasuki era kemerdekaan. Berbagai kebijakan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tanaman Industri (HTI) Sejarah pembangunan hutan di Indonesia, khususnya hutan tanaman telah berlangsung sejak era sebelum memasuki era kemerdekaan. Berbagai kebijakan ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati merupakan jenis kayu komersil yang bermutu dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu kayu penting yang

Lebih terperinci

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan Latar Belakang Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TEGAKAN EUKALIPTUS PADA UMUR dan JENIS BERBEDA STUDI DI AREAL HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT.TOBA PULP LESTARI SEKTOR AEK NAULI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TEGAKAN EUKALIPTUS PADA UMUR dan JENIS BERBEDA STUDI DI AREAL HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT.TOBA PULP LESTARI SEKTOR AEK NAULI PENDUGAAN CADANGAN KARBON TEGAKAN EUKALIPTUS PADA UMUR dan JENIS BERBEDA STUDI DI AREAL HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT.TOBA PULP LESTARI SEKTOR AEK NAULI SKRIPSI OLEH : Condrat Benni Facius Hutabarat 061202031

Lebih terperinci

Peneliti, Divisi Litbang, PT. Musi Hutan Persada, Muara Enim, Sumatera Selatan 31171, Indonesia. Telp:

Peneliti, Divisi Litbang, PT. Musi Hutan Persada, Muara Enim, Sumatera Selatan 31171, Indonesia. Telp: Manajemen Pemupukan untuk Pembuatan Hutan Tanaman Acacia mangium sebagai Pengalaman PT. Musi Hutan Persada dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri, di Sumatera Selatan Oleh: Maydra Alen Inail *, Bambang

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

DAMPAK PENURUNAN DAUR TANAMAN HTI Acacia TERHADAP KELESTARIAN PRODUKSI, EKOLOGIS DAN SOSIAL

DAMPAK PENURUNAN DAUR TANAMAN HTI Acacia TERHADAP KELESTARIAN PRODUKSI, EKOLOGIS DAN SOSIAL Dampak Penurunan Daur Tanaman HTI Acacia Suhartati, Yanto Rahmayanto dan Y. Daeng DAMPAK PENURUNAN DAUR TANAMAN HTI Acacia TERHADAP KELESTARIAN PRODUKSI, EKOLOGIS DAN SOSIAL Suhartati 1 *, Yanto Rahmayanto

Lebih terperinci

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARAKTERISTIK PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN PADA DAUN BIBIT TANAMAN Eucalyptus spp. DI PT. TOBA PULP LESTARI Tbk. KABUPATEN TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh Klara A Sembiring 041202003/

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden TINJAUAN PUSTAKA A. Eucalyptus grandis Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: Divisio Sud Divisio Class Ordo Family Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS TIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK

RESPON PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS TIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK RESPON PERTUMBUHAN BEBERAPA VARIETAS TIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK SKRIPSI OLEH: VERNANDO SIMANULLANG/070307012 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena

BAB I PENDAHULUAN. Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena adanya beberapa faktor pembatas seperti topografi yang miring, dominasi bahan induk, kandungan unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu permasalahan utama bidang kehutanan di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu permasalahan utama bidang kehutanan di Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya laju degradasi serta lambatnya laju rehabilitasi kawasan hutan merupakan salah satu permasalahan utama bidang kehutanan di Indonesia. Laju degradasi hutan periode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan lurus, produksi biji tinggi dan mudah bertunas serta memiliki 12 potensi

TINJAUAN PUSTAKA. dan lurus, produksi biji tinggi dan mudah bertunas serta memiliki 12 potensi TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Eucalyptus grandis pelita Taksonomi Eucalyptus adalah sebagai berikut ( Eldridge dkk, 1993) : Kerajaan Divisi Kelas Ordo Suku Marga Jenis : Spermathophyta : Angispermae : Dikotyledon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) LOKAL MADURA SKRIPSI

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) LOKAL MADURA SKRIPSI PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) LOKAL MADURA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

The Analysis of Soil Characteristic under Eucalyptus urograndis Stands

The Analysis of Soil Characteristic under Eucalyptus urograndis Stands ANALISIS SIFAT-SIFAT TANAH DI BAWAH TEGAKAN Eucalyptus urograndis The Analysis of Soil Characteristic under Eucalyptus urograndis Stands Nina Mindawati, Andry Indrawan, Irdika Mansur dan/ and Omo Rusdiana

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disekitarnya. Telah menjadi realita bila alam yang memporak-porandakan hutan,

BAB I PENDAHULUAN. disekitarnya. Telah menjadi realita bila alam yang memporak-porandakan hutan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumber kehidupan karena hutan bukan hanya penopang kehidupan manusia namun juga hewan dan bahkan tumbuhan itu sendiri. Kelangsungan hutan terancam oleh

Lebih terperinci

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 Program Kementerian Kehutanan saat ini banyak bermuara pada kegiatan rehabillitasi hutan dan lahan serta kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini, industri pulp dan kertas di Indonesia berkembang pesat sehingga menyebabkan kebutuhan bahan baku meningkat dengan cepat. Sementara itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN

PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON HUTAN TANAMAN Eucalyptus grandis TAHUN TANAM 2004 DAN 2005 DI AREAL HPHTI PT TPL SEKTOR AEK NAULI MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM SKRIPSI Oleh: NORA V. BUTARBUTAR 051201030 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN

SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN SKRIPSI Oleh : Syawal Arijona 021203040 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR

PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR PENYUSUNAN TABEL VOLUME POHON Eucalyptus grandis DI HUTAN TANAMAN PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI OLEH TETTY HRU PARDEDE 031201029 / MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Sifat-Sifat Tanah Dengan Peninggi Tegakan Acacia mangium Peninggi tegakan secara prinsip dipengaruhi faktor genetik, faktor sifat-sifat tanah dan sistim silvikultur. Hasil

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN

SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN REPUBLIK SINTESA HASIL PENELITIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI SERAT TANAMAN HUTAN Bogor, 13-14 Nopember 2014 Kegiatan Penelitian 2010-2014 RPI : Penelitian pengelolaan hutan tanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map) 19 IV. KONDISI UMUM 4.1 Profil Umum PT. Riau Andalan Pulp and Paper PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) adalah bagian dari Asia Pasific Resources International Holdings Limitied (APRIL) Group, perusahaan

Lebih terperinci

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH IFA SARI MARYANI DAMPAK PENAMBANGAN PASIR PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) IFA SARI MARYANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI 110301232 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH:

LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH: LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina SETELAH APLIKASI FUNGI Aspergillus sp PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SKRIPSI OLEH: SAPRIL ANAS HASIBUAN 071202026/BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT SKRIPSI OLEH: VICTOR KOMALA 060301043 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU Oleh: Hengki Siahaan* dan Agus Sumadi* * Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang ABSTRAK Pengembangan kayu bawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. Namun akhir-akhir ini ekosistem hutan luasnya sudah sangat berkurang. Melihat hal ini pemerintah menggalakkan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci