Oleh : Rochadi Tawaf, Obin Rachmawan dan Andre Rivanda Daud Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK
|
|
- Glenna Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Seminar nasional peternakan berkelanjutan ke 5 fapet unpad, 12 nopember 2013 Kelayakan Fisik dan Teknis Prosedure Pemotongan di RPH Pemerintah Jawa Barat Oleh : Rochadi Tawaf, Obin Rachmawan dan Andre Rivanda Daud Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memetakan dan mengkuantifikasi standarisasi kelayakan kondisi teknis dan prosedure teknis pemotongan ternak sapi di RPH pemerintah, di Jawa Barat. Obyek Penelitian ini adalah manajemen RPH milik pemerintah di Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey di 13 RPH milik pemerintah di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Berdasarkan kondisi fisik RPH Pemerintah di Jawa Barat yang termasuk kategori layak adalah RPH F dan RPH L, RPH yang masuk kategori kurang layak adalah RPH A, RPH C, dan RPH E, RPH yang masuk kategori tidak layak adalah RPH B, RPH D, RPH G, RPH H, RPH I, dan RPH J, dan RPH yang masuk kategori sangat tidak layak adalah RPH K dan RPH M. (2) Berdasarkan prosedur pemotongan ternak sapi diperoleh RPH yang masuk kategori layak yaitu RPH F dan RPH L, RPH yang masuk kategori kurang layak yaitu RPH B, RPH C, RPH D, dan RPH M, RPH yang masuk kategori tidak layak adalah RPH A, RPH G, RPH H, dan RPH I, dan RPH yang masuk kategori sangat tidak layak RPH E, RPH G, dan RPH K. (3) RPH yang masuk dalam kategori layak dan memiliki daya saing produk, yaitu RPH F yang mempunyai skor gabungan 83,62. Namun, RPH F masih perlu dilakukan rehabilitasi jika dilihat dari nilai skor yang belum mencapai maksimal pada beberapa variabel. Kata kunci : Kelayakan fisik, prosedure pemotongan dan standarisasi.
2 Abstract Physical and Technical Feasibility Procedure slaughter at the Government Abattoir in West Java By : Rochadi Tawaf, Obin Rachmawan dan Andre Rivanda Daud Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran This study aims to determine, mapping and quantify the feasibility of standardizing the technical conditions and slaughter technical procedures at government abbatoir in West Java. The object of this study is the management of government-owned abattoir in West Java. The method used in this study is a survey in 13 government-owned abattoir in several districts/cities in West Java. Based on the analysis and discussion can be concluded as follows: (1) Based on the physical condition of abattoir Government in West Java which is a viable category abattoir F and L, abattoir are categorized as less worthy is abattoir A, abattoir C, and abattoir E, abattoir in the category is not feasible abattoir B, abattoir D, abattoir G, H abattoir, abattoir I, and J abattoir, and abattoir are categorized as very improper is abattoir K and M. (2) According to the procedure gained abattoir cattle slaughter in the category that is worth abattoir F and L, abattoir are categorized as less worthy that abattoir B, abattoir C, D abattoir, and abattoir M, abattoir in the category is not feasible abattoir A, abattoir G, H abattoir, and abattoir I, and abattoir are categorized as very improper abattoir E, abattoir G, and abattoir K. (3) Abattoir in the category viable and competitive products, the abattoir F which has a combined score of However, abattoir F rehabilitation still needs to be done if seen from the scores that have not reached the maximum on several variables. Keywords: physical feasibility, slaughtering procedure and standardization.
3 Kelayakan Fisik dan Teknis Prosedure Pemotongan di RPH Pemerintah Jawa Barat Oleh : Rochadi Tawaf, Obin Rachmawan dan Andre Rivanda Daud Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran PENDAHULUAN Pada saat ini industri daging sapi nasional telah dihadapkan pada lingkungan pasar global yang sangat kompetitif. sementara teknologi pasca panen, terutama pada aktivitas pemotongan (pre and post mortem), telah berhasil meningkatkan kualitas akhir produk daging sapi di pasar internasional. Selain itu, keunggulan rantai pasok daging sapi global juga bersumber dari pemuasan kebutuhan konsumen pada atributatribut non ekonomi, seperti keamanan pangan (food safety), kemamputelusuran (traceability), kesejahteraan hewan (animal welfare) dan pola pengelolaan yang ramah lingkungan. Sumber-sumber keunggulan tersebut pada umumnya belum dimiliki oleh industri daging di Indonesia khususnya Jawa Barat hingga saat ini. Jawa Barat sebagai wilayah konsumen daging sapi, sangat strategis bila mampu memberdayakan RPH yang ada sebagai pusat produksi daging sapi domestik. Masalah yang diidentifikasi pada penelitian ini adalah : Sejauhmana kondisi fisik dan standarisasi prosedur pemotongan ternak di RPH milik Pemerintah di Jawa Barat. Secara umum, penelitian ini bermaksud untuk untuk memetakan dan mengkuantifikasi standarisasi kelayakan kondisi teknis dan prosedure pemotongan ternak sapi di RPH pemerintah, di Jawa Barat. METODE PENELITIAN Obyek Penelitian ini adalah RPH milik pemerintah dan pelaku bisnis sapi/daging di RPH contoh di Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey di 13 RPH milik pemerintah di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat. Variabel kondisi teknis dan prosedure pemotongan mengacu kepada SNI , dan SK mentan 413/1992 yang kemudian dilakukan pembobotan. Berdasarkan pembobotan tersebut maka, masing masing sub variabel akan memperoleh nilai skor hasil pembobotan mengikuti formulasi di bawah ini.
4 Prosedur Pemotongan Persyaratan RPH NV = Nv i dimana Nv i = Svi vi x BSi, sehingga nilai akhir untuk total nilai skor untuk persyaratan dan prosedur pemotongan merupakan penjumlahan dari masing-masing variabelnya, atau NAs = NVi dan atau NAp = NVi Keterangan: NV = total nilai skor yang sudah dibobot untuk masing-masing variabel Nv i = Nilai hasil pembobotan untuk sub variabel ke-i Svi = Nilai skor sub variabel ke-i, dimana nilai skor untuk masing-masing variabel adalah 1 (satu) v i = jumlah nilai skor untuk variabel ke-i BSi = Bobot Nilai skor untuk variabel ke-i NAs = Nilai akhir hasil pembobotan seluruh variabel persyaratan RPH NAp = Nilai akhir hasil pembobotan seluruh variabel prosedur pemotongan Memberi keputusan terhadap nilai akhir untuk masing-masing RPH menurut kaidah pengambilan keputusan. Tabel 1. Kaidah Pengambilan Keputusan Kisaran Nilai Keputusan Keterangan Y Stdev = Z Tidak Layak Persyaratan RPH baru terpenuhi lebih dari 0 % sampai Z x stdev = y Kurang Layak Persyaratan RPH terpenuhi lebih dari X sampai Y stdev = x Layak Persyaratan RPH terpenuhi lebih dari X sampai 99.00% 100 Sangat Layak Persyaratan RPH terpenuhi 100% Y Stdev = Z x stdev = y Tidak Layak Kurang Layak stdev = x Layak 100 Sangat Layak Prosedur pemotongan RPH baru terpenuhi lebih dari 0 % sampai Z Prosedur pemotongan RPH terpenuhi lebih dari dari X sampai Y Prosedur pemotongan RPH terpenuhi lebih dari X sampai 99.00% Prosedur pemotongan RPH terpenuhi 100% Gabungan nilai skor persyaratan teknis RPH dengan Prosedure pemotongan dengan komposisi 40 % persyaratan teknis RPH dan 60% prosedure pemotongan, menentukan RPH pemerintah yang berdaya saing.
5 ACC Total LXB L (PO) Bali SO Madura SIMPO LIMPO PFH Total TOTAL Pemotongan ternak sapi di RPH Jabar HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah pemotongan di 13 sampel RPH Pemerintah dapat dilihat pada Tabel 2. R P H Tabel 2. Jumlah Pemotongan sapi di RPH Contoh J B J B J B J B J B J B J B J B J B J+B A B C D E F G H I J K L M Tot % 0,58 0,10 37,79 11,42 19,26 0,35 3,79 0,55 0,33 0,60 17,35 3,92 1,98 1,18 0,23 0,58 81,30 18,70 65,35 34,65 100,00 0,68 49,21 19,61 4,34 0,93 21,27 3,16 0,80 100,00 Keterangan : LXB = Lokal x Brahman; L(PO) = Lokal (PO); SO= Sumba Ongole; Limpo = Limmousin x PO; SIMPO = Simental x PO; PFH = peranakan FH Lokal Impor Berdasarkan Tabel 2, dapat dijelaskan bahwa bangsa sapi lokal yang paling banyak dipotong selama periode penelitian di RPH contoh, didominasi oleh bangsa sapi PO ekor (49,21%), disusul sapi silangan Simpo sebanyak 847 ekor (21,27%), dan sapi bali 781 ekor (19,61%). Kontribusi sapi impor pada RPH Penelitian masih besar yaitu ekor (34,65%) dari total pemotongan. Kondisi menunjukkan bahwa sapi impor masih memberikan kontribusi cukup tinggi, sesungguhnya di rentang waktu penelitian rasio impor masih sekitar 17,5%, namun pada saat itu menurut Permendag 699/2013, keran impor mulai dibuka walaupun realisasinya belum sepenuhnya dilaksanakan. Kondisi Fisik RPH di Jawa Barat Kondisi fisik RPH Pemerintah yang di standarkan menurut SNI RPH tahun 1999, adapun nilai skor hasil rekapitulasi fisik RPH Pemerintah di Jawa Barat disajikan pada Tabel 3 berikut
6 Tabel.3 Nilai skor Rekapitulasi RPH Pemerintah di Jawa Barat Berdasarkan Tabel 3, tampak jelas bahwa hanya ada dua RPH yang layak secara teknis dan tidak ada yang masuk katagori sangat layak. Kedua RPH tersebut adalah RPH F dan L. Sementara sisanya tidak layak (4 RPH), kurang layak (4 RPH) dan sangat tidak layak (3 RPH). Namun semuanya rata-rata masih di bawah standar kelaykan teknis, sehingga perlu dilakukan revitalisasi secara fisik dengan cara melakukan rehabilitasi sesuai variabel yang ditetapkan. Prosedure Pemotongan di RPH Berdasarkan hasil analisis pembobotan, dalam proses pemotongan di RPH meliputi pemeriksaan antemortem dan postmortem. Prosedur-prosedur yang dilakukan harus berdasarkan SK Mentan No. 413 Tahun Berbasis kepada prinsip-prinsip kesejahteraan hewan, yaitu ternak tidak boleh lapar, haus, sakit, cidera, terhindar dari rasa takut dan expresi. Adapun jumlah nilai nilai skor prosedur masing-masing RPH dapat dilihat pada Tabel.4.
7 Tabel.4. Jumlah Nilai skor Prosedur Pemotongan RPH Pemerintah di Jawa Barat Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa terdapat 2 RPH yang layak yaitu RPH F dan RPH L, 4 RPH yang kurang layak yaitu RPH B, RPH C, RPH D, dan RPH M, 4 RPH yang tidak layak yaitu RPH A, RPH G, RPH H, dan RPH I, Semakin besar nilai skor yang diperoleh, semakin lengkap prosedur yang dilakukan RPH tersebut. Namun demikian, keseluruhan RPH sebagaian besar berada pada kondisi di bawah standar yang ditetapkan pemerintah. Oleh karenanya, dalam prosedure pemotongan sapi di RPH harus dilakukan revitalisasi secara khusus pada varibel-variabel yang memilki kriteria rendah. Standarisasi RPH berdaya saing Berdasasarkan hasil analisis penggabunngan antara standar fisik RPH dan Prosedure pemotongan sapi serta pembobotan yang diberikan terhadap nilai skornya, tampak pada Tabel 5. sebagai berikut.
8 Tabel 5. Nilai Skor Gabungan Persyaratan Teknis dan Prosedure Pemotongan sapi No RPH skor persyaratan skor prosedur skor gabungan keputusan 1 A 69,20 60,42 63,93 Tidak Layak 2 B 53,23 73,51 65,40 Tidak Layak 3 C 75,03 78,30 76,99 Kurang Layak 4 D 53,48 63,04 59,21 Tidak Layak 5 E 74,20 44,46 56,36 Tidak Layak 6 F 83,35 83,81 83,62 Layak 7 G 65,01 60,63 62,38 Tidak Layak 8 H 63,36 62,77 63,01 Tidak Layak 9 I 50,66 50,83 50,76 Tidak Layak 10 J 60,23 38,55 47,22 Sangat Tidak Layak 11 K 24,69 21,05 22,51 Sangat Tidak Layak 12 L 83,17 81,79 82,34 Kurang Layak 13 M 46,10 75,65 63,83 Tidak Layak Dari Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa hanya satu RPH yang masuk dalam kategori layak, yaitu RPH F yang mempunyai skor gabungan 83,62. Walaupun sudah masuk dalam kategori layak, RPH F masih memiliki kekurangan dan belum mencapai nilai skor sempurna (100) maka RPH F masih perlu dilakukan rehabilitasi jika dilihat dari nilai skor yang belum mencapai maksimal pada beberapa variabel (lihat Tabel 5.2 dan Tabel 5.3). Selanjutnya, RPH yang masuk dalam kategori kurang layak adalah RPH C (skor 76,99) dan RPH L (skor 82,34). RPH tersebut direkomendasikan untuk direhabilitasi tahap sedang dilihat dari kelemahan fisik dan prosedur yang tidak ada atau belum dilakukan (Dilihat pada Tabel 5.2 dan Tabel 5.3). Untuk RPH L (nilai skor 82,34) apabila dilakukan sedikit pembenahan akan masuk dalam kategori RPH layak karena rentang nilai skor untuk kategori layak adalah RPH berikutnya adalah RPH yang masuk dalam kategori tidak layak yaitu RPH A (nilai skor 63,93), RPH B (nilai skor 65,40), RPH D (skor nilai 59,21), RPH E (nilai skor 56,36), RPH G (nilai skor 62,38), RPH H (nilai skor 63,01), dan RPH I (nilai skor 50,76). RPH tersebut direkomendasikan untuk dilakukan rehabilitasi dilihat dari kondisi fisik yang masih banyak kekurangan dan prosedur pemotongan yang belum dilakukan (Dilihat pada Tabel 5.2 dan Tabel 5.3), sedangkan RPH yang masuk dalam kategori sangat tidak layak yaitu RPH J dan RPH K direkomendasikan untuk direlokasi karena kondisi fisik yang sudah tidak layak dipakai dan prosedur yang tidak dilakukan.
9 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan kondisi fisik RPH Pemerintah di Jawa Barat yang termasuk kategori layak adalah RPH F dan RPH L, RPH yang masuk kategori kurang layak adalah RPH A, RPH C, dan RPH E, RPH yang masuk kategori tidak layak adalah RPH B, RPH D, RPH G, RPH H, RPH I, dan RPH J, dan RPH yang masuk kategori sangat tidak layak adalah RPH K dan RPH M. 2. Berdasarkan prosedur pemotongan ternak sapi diperoleh RPH yang masuk kategori layak yaitu RPH F dan RPH L, RPH yang masuk kategori kurang layak yaitu RPH B, RPH C, RPH D, dan RPH M, RPH yang masuk kategori tidak layak adalah RPH A, RPH G, RPH H, dan RPH I, dan RPH yang masuk kategori sangat tidak layak RPH E, RPH G, dan RPH K. 3. RPH yang masuk dalam kategori layak dan memiliki daya saing produk, yaitu RPH F yang mempunyai skor gabungan 83,62. Namun, RPH F masih perlu dilakukan rehabilitasi jika dilihat dari nilai skor yang belum mencapai maksimal pada beberapa variabel. Rekomendasi Berdasarkan total nilai skor kondisi fisik RPH dan prosedur pemotongan ternak sapi di RPH Pemerintah Jawa Barat dapat direkomendasikan : 1. RPH yang masuk kategori layak perlu dilakukan relatif sedikit rehabilitasi 2. RPH yang masuk kategori kurang layak perlu dilakukan relatif sedang rehabilitasi. 3. RPH yang masuk kategori tidak layak perlu dilakukan relatif banyak rehabilitasi 4. RPH yang masuk kategori sangat tidak layak perlu dilakukan relokasi. 5. Seluruh RPH direkomendasikan untuk memiliki ruang pendingin, ruang pembekuan, dan kendaraan box pengangkut daging yang bersuhu dingin. 6. Seluruh RPH direkomendasikan untuk memiliki timbangan elektrik untuk sapi hidup maupun daging.
10 DAFTAR PUSTAKA Dinas Peternakan Jawa Barat (2009). Supply-Demand Sapi Potong Jawa Barat. Dinas Peternakan Jawa Barat. Hadi, P.U., N. Ilham, A. Thahar, B. Winarso, D. Vincent, and D. Quirke. (2002). Improving Indonesia s Beef Industry. ACIAR, Canberra Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner atau biasa di sebut dengan Nomor Kontrol Veteriner (NKV), Peraturan Menteri Pertanian Nomor13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging Rusastra, I.W, Wahyuning K.S., Sri Wahyuni, Yana Supriyatna, (2006). Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Peternakan. Pusat Analisis Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Peertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 Tentang Prosedure Pemotongan Ternak. SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 Tentang Pemeriksaan post mortem SNI RPH No Tahun.1999 Sullivan, G. M. and K. Diwyanto A Value Chain Assessment of the Livestock Sector in Indonesia. United States Agency for International Development. Tawaf, R (2004) Identifikasi Rumah Potong Hewan (MBC). Dinas Peternakan Perikanan Kabupaten Bandung Fapet Unpad. Tawaf, R. (2006) Detail Engenering Design Meat Business Center; Kerjasama Dinas Peternakan Perikanan Kab. Bandung dengan Fakultas Peternakan Unpad Tawaf, R. Dadi Suryadi (2009) Response Of Feedlot Business To The Beef Market Mechanism Changed West Java Indonesia: Simposium Modern Animal Science Food Safety and Socio Economic Development, Romania. Tawaf, R. (2009) Dampak Impor daging Sapi dari Australia Terhadap Bisnis Feedlot di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Sistem Produksi dan Pemanfaatan Sumberdaya Lokal; Fapet Unpad. Tawaf, R, Rachmat Setiadi, Robi Agustiar (2010) Eksistensi Feedlot dalam Supply Demand daging Sapi di Jawa Barat ; Lembaga Studi Pembangunan Peternakan Indonesia. Tawaf, R dan Rachmat Setiadi (2010) Kajian sejuta ekor sapi di Jawa Barat; Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. Tawaf, R. Rachmat Setiadi dan Andre Daud (2011) Kajian Pengembangan Sapi Potong di Jawa Barat; Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Jawa Barat. Tawaf R. dan Hasni Arief (2011) Strategi Pendekatan Ketersediaan Daging Sapi Nasional Di Indonesia; Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan III Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, 2 Nopember Tawaf R, Rachmat Setiadi dan Cecep Firmansyah. (2011) The role of Feedlot Business In Beef Supply Chains In West Java Indonesia; proceeding on "Tradition, Performance and Efficiency in Animal Husbandry - 60 Years of Animal Science Higher Education in Moldova" which will be held between 14 th 15 th of April 2011 at Faculty of Animal Sciences, University of Agricultural Sciences and Veterinary Medicine Iaşi, România.
11 Tawaf, R (2012) Kontribusi Usaha Penggemukan Sapi Potong Dalam Penyediaan Daging Sapi Di Jawa Barat; Seminar Pembangunan Jawa Barat diselenggarakan oleh Jaringan Peneliti Jawa Barat bekerjasama dengan LPPM Unpad, Jatinangor tangal Juni Tawaf, R (2012) Mewujudkan Pengelolaan RPH Indonesia yang Berprinsip Kesrawan, seminar diselenggarakan oleh PB ISPI-PDHI pada Pameran Indolivestock, Jakarta 5 Juli Tawaf, R (2012) Dampak Penerapan Kesrawan Terhadap Peningkatan Produktivitas Sapi Potong, Traveling Seminar di Bandung, Jakarta, Lampung dan Medan, kerjasama PB ISPI PB PDHI - Meat Livestock Australia. Februari Maret Undang-Undang Peternakan No. 18 Tahun 2009
PEMOTONGAN SAPI BETINA UMUR PRODUKTIF DAN KONDISI RPH DI PULAU JAWA DAN NUSA TENGGARA. Abstrak :
Workshop Nasional : Konservasi dan Pengembangan Sapi Lokal Fakultas Peternakan Unpad, 13 Nopember 2013 PEMOTONGAN SAPI BETINA UMUR PRODUKTIF DAN KONDISI RPH DI PULAU JAWA DAN NUSA TENGGARA Oleh : Rochadi
Lebih terperinciSTRATEGI PENDEKATAN KETERSEDIAAN DAGING NASIONAL DI INDONESIA. Oleh: Rochadi Tawaf dan Hasni Arief ABSTRACT
Seminar Nasional : Peternakan Berkelanjutan III Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, 2 Nopember 2011 STRATEGI PENDEKATAN KETERSEDIAAN DAGING NASIONAL DI INDONESIA Oleh: Rochadi Tawaf
Lebih terperinciPemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta
Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 20-24 ISSN 1693-8828 Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta N. Rasminati, S. Utomo dan D.A. Riyadi Jurusan Peternakan,
Lebih terperinciKorelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji
Korelasi antara Nilai Frame Score dan Muscle Type dengan Bobot Karkas pada Sapi Kebiri Australian Commercial Cross (Studi Kasus di Rumah Potong Hewan Ciroyom, Bandung) Correlation between Frame Score and
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciPOINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI. Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis
POINTER ARAH KEBIJAKAN TERKAIT PENYEDIAAN DAN PASOKAN DAGING SAPI Disampaikan pada: Bincang Bincang Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Pangan dan Pertanian 2016 Permasalahan
Lebih terperinciMuhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Perbandingan Indek Perdagingan Sapi-sapi Indonesia (Sapi Bali, Madura,PO) dengan Sapi Australian Commercial Cross (ACC) (The Ratio of Meat Indek of Indonesian Cattle (Bali, Madura, PO) with Australian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan KERAGAAN BOBOT LAHIR PEDET SAPI LOKAL (PERANAKAN ONGOLE/PO) KEBUMEN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI PO YANG BERKUALITAS Subiharta dan Pita Sudrajad
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI SISTEM INFORMASI KETELUSURAN HALAL DALAM SISTEM DISTRIBUSI DAGING AYAM DI JAWA BARAT Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Ketua : Dr. Dwi Purnomo, STP., MT
Lebih terperinciIV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU
IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU Ternak mempunyai arti yang cukup penting dalam aspek pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam aspek pangan, daging sapi dan kerbau ditujukan terutama untuk
Lebih terperinciDISTRIBUSI TERNAK MELALUI PEMANFAATAN KAPAL KHUSUS TERNAK KM. CAMARA NUSANTARA 1
DISTRIBUSI TERNAK MELALUI PEMANFAATAN KAPAL KHUSUS TERNAK KM. CAMARA NUSANTARA 1 DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIALUSAHA RUMAH PEMOTONGAN BABI DI KOTA BANDUNG. Sitanggang, Yanshen Manatap
ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIALUSAHA RUMAH PEMOTONGAN BABI DI KOTA BANDUNG Sitanggang, Yanshen Manatap Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Email : Yanshen_simanjuntak@yahoo.com Abstrak
Lebih terperinciKebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan
Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan Workshop FLPI Kamis, 24 Maret 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 1 Perkiraan Supply-Demand Daging Sapi Tahun 2015-2016 Uraian Tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Santosa Agrindo saat ini memiliki pangsa impor sapi di Indonesia sebesar 18% atau menurun jika dibandingkan pangsa pasarnya sebesar 21% pada tahun 2008 berdasarkan
Lebih terperinciPENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)
BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging
Lebih terperinciESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH
ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan kualitas kehidupan barbangsa dan bernegara yang sehat dan sejahtera, mendorong adanya tuntutan akan kebutuhan pangan yang sempurna. Pangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman, karena sapi merupakan hewan yang tangguh tak mudah terkena penyakit, serta
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK KESEJAHTERAAN HEWAN PADA SAPI YANG DIPOTONG DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KOTAMADYA BANDA ACEH
ISSN : 0853-1943 TINJAUAN ASPEK KESEJAHTERAAN HEWAN PADA SAPI YANG DIPOTONG DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KOTAMADYA BANDA ACEH Study of the Animal Welfare Aspect on Cattle Slaughtered in Slaughter house in
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan daging sapi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2012)
Lebih terperinciDAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR..... i ii iii iv vi vii viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1 1.2
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan
Lebih terperinciEVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017
EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal
Lebih terperinciContak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility
REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Peternakan adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang
Lebih terperinciGambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)
Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan
Lebih terperinciSERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR
SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR Vivi Dwi Siagarini 1), Nurul Isnaini 2), Sri Wahjuningsing
Lebih terperinciDistribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan yang berbeda
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (1): 24-34 ISSN: 0852-3581 E-ISSN: 9772443D76DD3 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur
Lebih terperinciSTUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA
STUDI KASUS RANTAI PASOK SAPI POTONG DI INDONESIA 1 FENOMENA PERMASALAHAN Harga daging sapi mahal Fluktuasi harga daging sapi Peternak kurang bergairah karena harga pakan mahal? Biaya pengiriman sapi potong
Lebih terperinciKARAKTERISTIK TERNAK DAN KARKAS SAP1 UNTUK KEBUTUHAN PASAR TRADISIONAL DAN PASAR KHUSUS
KARAKTERISTIK TERNAK DAN KARKAS SAP1 UNTUK KEBUTUHAN PASAR TRADISIONAL DAN PASAR KHUSUS Halomoan, F., R. Priyanto & H. Nuaeni Jurusan Ilmu Produksi Temak, Fakultas Petemakan IPB ABSTRAK Di samping untuk
Lebih terperinciInventarisasi dan Pemetaan Lokasi Budidaya dan Lumbung Pakan Ternak Sapi Potong (Inventory and Mapping of Cattle and Feed Resources)
Inventarisasi dan Pemetaan Lokasi Budidaya dan Lumbung Pakan Ternak Sapi Potong (Inventory and Mapping of Cattle and Feed Resources) Hasni Arief, Achmad Firman, Lizah Khaerani, dan Romi Zamhir Islami Fakultas
Lebih terperinciKAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI. 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan
KAJIAN KEBIJAKAN TATA-NIAGA KOMODITAS STRATEGIS: DAGING SAPI 20 Februari 2013 Direktorat Penelitian dan Pengembangan Preview Kajian - 1 1. Durasi : 2011 Pra-Riset Sektor Ketahanan Pangan, Februari September
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera
Lebih terperinciFaktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemotongan Sapi Impor...Disan Narundhana
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMOTONGAN SAPI IMPOR DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) PEMERINTAH KOTA BANDUNG FACTORS THAT AFFECTED SLAUGHTER CATTLE IMPORT IN SLAUGHTER HOUSE BANDUNG CITY GOVERMENT Disan Narundhana*,
Lebih terperinciOutlook Bisnis Peternakan Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP
Outlook Bisnis Peternakan 2018 1 Menyambut Tahun Politik dan Tahun Bebas AGP 2 DAFTAR ISI 1. Dinamika 2017...1 2. Perunggasan...3 3. Ternak Sapi...7 4. Ternak Babi...11 5. Pakan...14 6. Obat Hewan...19
Lebih terperinciPEDOMAN SURVEI KARKAS
PEDOMAN SURVEI KARKAS PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia dan rahmat-nya
Lebih terperinciDAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa
LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi untuk kebutuhan protein manusia, daging sapi digolongkan sebagai salah satu produk
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA
EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciSKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Oleh : Yuliandri 10981006594 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
Lebih terperinciABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE
ABSTRAK KUALITAS DAN PROFIL MIKROBA DAGING SAPI LOKAL DAN IMPOR DI DILI-TIMOR LESTE Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas fisik, kimia dan profil mikroba daging sapi lokal dan impor yang
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pean adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan
Lebih terperinciIMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA. Pada Forum D i s k u s i Publik ke-15
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP IMPORTASI ZONA BASED DAN KELEMBAGAANNYA D i s a m p a i k a n Oleh : D I R E K T U R J E N D E R AL P E R D AG AN G AN L U AR N E G E R I Pada Forum D i s
Lebih terperinciAnimal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p Online at :
Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 201, p -0 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI PERAH DI KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG
Lebih terperinciIV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi
25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan
Lebih terperinciANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO
ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ADITYA HADIWIJOYO.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 63/Permentan/OT.140/5/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 50/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN KARKAS, DAGING,
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI
LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT
Lebih terperinciMenakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014
Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014 Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014 Penyusun: Tjeppy D Soedjana Sjamsul Bahri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, dan telur yang mengandung zat gizi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. ventilasi tidak memadai, suhu dan kelembaban ekstrem serta kecepatan angin
PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi melibatkan beberapa potensi yang dapat menimbulkan ternak menjadi stres di antaranya penanganan kasar selama bongkar muat, pencampuran dengan ternak baru dan asing
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa ternak sapi dan kerbau
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH POTONG HEWAN DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi
Lebih terperinciHubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi
Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi Wisnu Pradana, Mas Djoko Rudyanto, I Ketut Suada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Hewan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai
Lebih terperinciIV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK
IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan
Lebih terperinciPENGUKURAN KINERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR CAPAIAN TUJUAN
PENGUKURAN KINERJA 2009-2013 DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TARGET Tahun Dasar Realisasi NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA CAPAIAN TUJUAN 2013 2009 2010 2011 2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 8
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,
Lebih terperinciASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH
ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH ANALISIS SISTEM PASAR BAKALAN SAPI POTONG DI WILAYAH PELAYANAN PASAR HEWAN TANJUNGSARI SKRIPSI RAMADHANSYAH HARAHAP 200110070073 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciPERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS
1 PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS Eka Trismiati 1, Mudawamah 2 dan Sumartono 3 1. Jurusan Peternakan
Lebih terperinciAnalisis Wilayah Pengembangan Sapi Potong dalam Mendukung Swasembada Daging di Jawa Tengah
Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2014 Vol. 16 (1) ISSN 1907-1760 Analisis Wilayah Pengembangan Sapi Potong dalam Mendukung Swasembada Daging di Jawa Tengah Analysis Development Regional of Cattle
Lebih terperinciSTRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): -6, November 05 PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP SUSUT BOBOT DALAM PENGANGKUTAN SAPI DARI LAMPUNG KE BENGKULU The Effect of Vitamin C Treatment on Weight
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan
Lebih terperinciIMPLEMENTASI ANIMAL WELFARE PADA PROSES PEMOTONGAN SAPI DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN PESANGGARAN SKRIPSI
IMPLEMENTASI ANIMAL WELFARE PADA PROSES PEMOTONGAN SAPI DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN PESANGGARAN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Lebih terperinciFaktor- Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Membeli Daging Ayam Boiler di Kabupaten Bangli
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Membeli Daging Ayam Boiler di Kabupaten Bangli I GUSTI NGURAH YURI PUTRA, MADE SUDARMA, DAN A.A.A WULANDIRA SDJ Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciEdisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian
Menuju Bibit Ternak Berstandar SNI Jalan pintas program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dapat dicapai dengan melakukan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang setara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia Jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia terdiri dari sapi lokal dan sapi impor yang telah mengalami domestikasi dan sapi yang mampu beradaptasi
Lebih terperinciRENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N
RENSTRA 2016-2021 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan
36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan
Lebih terperinciKUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL
Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK-2016), Kuta, Bali, INDONESIA, 15 16 Desember 2016 KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL Artiningsih
Lebih terperinciImpor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns. meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi
A. Latar Belakang Impor sapi (daging dan sapi hidup) maupun bakalan dari luar negeri terns meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri belum dapat dipenuhi dengan pasokan sapi lokal. Menurut data
Lebih terperinciDeteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam
Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam (Detection of Salmonella sp in Beef and Chicken Meats) Iif Syarifah 1, Novarieta E 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Padjadjaran
Lebih terperinciC I N I A. Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta
C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Analisis Perbandingan antar Moda Distribusi Sapi : Studi Kasus Nusa Tenggara Timur - Jakarta Tri Achmadi, Silvia Dewi
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciREGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU
REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU Disampaikan Oleh : Ir. Fini Murfiani,MSi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Lebih terperinciTinjauan Tentang Populasi Sapi Potong dan Kontribusinya terhadap Kebutuhan Daging di Jawa Tengah
Sains Peternakan Vol. 8 (1), Maret 2010: 32-39 ISSN 1693-8828 Tinjauan Tentang Populasi Sapi Potong dan Kontribusinya terhadap Kebutuhan Daging di Jawa Tengah T. Prasetyo, D. Maharso dan C. Setiani Balai
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa depan karena permintaan akan produk yang berasal dari ternak akan terus meningkat seiring dengan permintaan
Lebih terperinciPROPORSI KARKAS DAN KOMPONEN-KOMPONEN NONKARKAS SAPI JAWA DI RUMAH POTONG HEWAN SWASTA KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES
PROPORSI KARKAS DAN KOMPONEN-KOMPONEN NONKARKAS SAPI JAWA DI RUMAH POTONG HEWAN SWASTA KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES (Proportion of Carcass and Non Carcass Components of Java Cattle at Private
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciGambaran Rumah Potong Hewan... (Intan Tolistiawaty, et. al)
Gambaran Rumah Potong Hewan... (Intan Tolistiawaty, et. al) Gambaran Rumah Potong Hewan/Tempat Pemotongan Hewan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah Discription of Slaughterhouse in Sigi District, Central
Lebih terperinciPERAN PUSAT PEMASARAN PEDESAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PRODUK OLAHAN PERTANIAN DI PERBAUNGAN DAN TANJUNG PURA SUMATERA UTARA
Proriding Semlnar Norlonol Teknologl lnowtlf Pascopwen untuk Pengembangan indurtrl Berbmfs Pertonion PERAN PUSAT PEMASARAN PEDESAAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA PRODUK OLAHAN PERTANIAN DI PERBAUNGAN DAN TANJUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kuda memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kuda memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Terdapat lima (5) macam hubungan yang penting antar a kuda dengan manusia yaitu: 1) Daging
Lebih terperinciABSTRACT. Keywords: Location Quotients (LQ), Industry Cluster, regional economic
ABSTRACT Progress of development disparities in a district and one city in the province, causing gaps in development indicators in each district / city, so that the progress of each district / city in
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi
Lebih terperinci