ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C"

Transkripsi

1 ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Merizawati C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 SKRIPSI Judul Skripsi : ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKTON (Chlorella sp.) Nama Mahasiswa : Merizawati Nomor Pokok : C Disetujui, Dosen pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Totok Hestirianoto,M.Sc Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal lulus : 23 Juni 2008

4 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKTON (Chlorella sp.) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dilakukan sebelumnya oleh pihak lain baik di perguruan tinggi IPB maupun perguruan tinggi yang lain. Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2008 Merizawati C iv iv

5 RINGKASAN MERIZAWATI. Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) untuk Mengukur Kelimpahan Fitoplankton (Chlorella sp.). Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO dan RICHARDUS F. KASWADJI Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) berdasarkan analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) berdasarkan nilai reflektansinya. Penelitian ini dilakukan bulan Februari hingga Maret Penelitian dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, FPIK IPB, Laboratorium Biologi Mikro, FPIK IPB, dan Laboratorium Fisika Lanjut, FMIPA IPB. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium, aerator, aquades, mikroskop, pipet, cover glass, object glass, hemacytometer, gelas ukur, pupuk NPK dan TSP, lampu TL, video kamera CCTV, piringan putih, USB 2000 spektrofotometer, dan komputer. Bahan yang digunakan adalah Chlorella sp. Lampu TL diukur intensitasnya menggunakan spektrofotometer. Image atau gambar diperoleh dengan cara memotret permukaan air dalam akuarium menggunakan kamera CCTV. Kelimpahan Chlorella sp. dihitung setiap hari. Citra yang didapatkan diolah menggunakan Adobe Photoshop 7.0 untuk mengetahui nilai level intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Citra terlebih dahulu harus dicropping, hasil cropping dipindahkan ke halaman baru dan dilihat intensitas warnanya melalui histogram pada masing-masing kanal. Histogram dari tiap-tiap kanal disajikan secara berurutan untuk melihat pergeseran warna yang terjadi. Pergeseran kekanan menandakan terjadinya peningkatan nilai intensitas dan sebaliknya. Lampu TL memiliki cahaya visible, sehingga perlu filter untuk mengetahui panjang gelombang sinar merah, hijau, dan biru. Lampu TL memantulkan sinar merah pada panjang gelombang 550 sampai 800 nanometer, sinar hijau pada panjang gelombang 450 sampai 650 nanometer dan sinar biru pada panjang gelombang 400 sampai 600 nanometer. Sinar merah dan biru lebih efektif diserap pada saat kelimpahan Chlorella sp. tinggi, dan sinar hijau akan dipantulkan. v v

6 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) untuk Mengukur Kelimpahan Fitoplankton (Chlorella sp.). Dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima hasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc dan Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang banyak memberikan bimbingan, tuntunan, dan pengetahuan 2. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang telah mendanai kegiatan penelitian 3. Wiliandi S. S.Pi dan M. Ikbal S.Pi yang banyak memberikan bantuan dan saran dalam kegiatan penelitian 4. Orang tua tercinta dan keluarga besar di Jakarta yang banyak memberikan dukungan, semangat, dan limpahan kasih sayang 5. Teman-teman ITK 41 yang telah memberikan semangat dan bantuan 6. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2008 Merizawati vi

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... ix... x DAFTAR LAMPIRAN... xii 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fitoplankton dan faktor-faktor yang mempengaruhinya Struktur morfologi Chlorella sp Pigmen-pigmen pada Chlorella sp Warna, RGB, dan panjang gelombang BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Alat Bahan Prosedur kerja Perakitan alat Persiapan media penumbuh fitoplankton (Chlorella sp.) Isolasi fitoplankton (Chlorella sp.) Penentuan kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) Teknik pengambilan gambar Teknik pengolahan citra Pengukuran panjang gelombang lampu TL Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan warna pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) dan kelimpahannya selama 24 hari pengamatan Karakteristik lampu TL dan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) setelah menggunakan filter Hubungan frekuensi kejadian warna merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp Sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada sinar merah, hijau,dan biru (RGB) Hasil analisis ragam dan uji hipotesis hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) vii vii

8 Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) menggunakan analisis ragam satu arah Jarak antar partikel (konsentrasi Chlorella sp.) dengan kemampuan pemantulan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP viii viii

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Warna dan kisaran panjang gelombangnya Hasil perhitungan nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Hasil uji F perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Hasil uji t perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ix ix

10 DAFTAR GAMBAR x Halaman 1. Struktur morfologi dan koloni Chlorella sp Kurva absorbansi sinar terhadap jumlah sel/volume Chlorella sp. pada panjang gelombang 687 nanometer Korelasi antara biakan klorofil-a dengan konsentrasi klorofil DF Kinetik fotometer Spektrum absorbansi Chlorella sp. pada panjang gelombang 400 sampai 800 nanometer Bagan alir langkah kerja perolehan dan pengolahan data Chlorella sp Pola kotakan pada hemacytometer dan contoh arah perhitungannya Teknik pengambilan gambar (citra) media pengamatan (Chlorella sp.) Cropping obyek pengamatan (konsentrasi Chlorella sp.) pada Adobe Photoshop Analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) serta spesifikasi lembar baru pada Adobe Photoshop Analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada histogram Adobe Photoshop Pergeseran intensitas warna yang dipantulkan oleh konsentrasi Chlorella sp. pada histogram Adobe Photoshop Warna air pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) yang diamati pada tanggal 5,12,19, dan 26 Maret Sebaran nilai kelimpahan Chlorella sp. berdasarkan hari pengamatan pada bulan Maret Karakteristik sinar lampu TL dengan menggunakan filter merah, hijau, dan biru (RGB) Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar merah, hijau, dan biru (RGB) x

11 16. Kurva sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. pada sinar merah, hijau, dan biru (RGB) berdasarkan nilai tengah Pengujian kenormalan sisaan regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Plot sisaan regresi (galat) intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) xi xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar/citra obyek pengamatan (Chlorella sp.) Panjang gelombang dan intensitas lampu TL, sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan menggunakan filter Data harian jumlah Chlorella sp Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. 5 Maret Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. 12 Maret Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. 19 Maret Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. 26 Maret Analisis ragam dan pengujian hipotesis hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp Gambar alat-alat yang diperlukan untuk penelitian xii xii

13 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroskopis yang hidupnya melayanglayang dalam perairan dan bergerak mengikuti pergerakan air. Pertumbuhan, penyebaran jenis-jenis, dan komposisi serta kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh keadaan lingkungan perairan setempat, baik yang bersifat fisika maupun kimia. Fitoplankton sebagai produsen merupakan dasar kehidupan bagi organisme lainnya di perairan, karena fitoplankton berperan sebagai sumber makanan dan penghasil oksigen (Davis, 1951). Fitoplankton sangat penting dalam struktur piramida makanan, karena menempati posisi sebagai produsen. Fitoplankton sebagai produsen memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, serta asam lemak dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan antara lain dalam bidang perikanan, farmasi, dan makanan suplemen. Organisme ini diisolasi kemudian dibudidayakan secara intensif untuk mendapatkan monospesies dengan kepadatan tinggi. Fitoplankton dikatakan sebagai pembuka kehidupan di planet bumi, karena dengan adanya fitoplankton memungkinkan adanya makhluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan sifatnya yang autotrof mampu merubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk yang lebih tinggi tingkatannya. Dilihat dari daya reproduksi dan produktifitasnya, maka fitoplankton mempunyai produktifitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan organisme autotrof lainnya (Alim dan Kurniastuty, 1995). 1

14 2 Chlorella sp. adalah salah satu jenis mikro alga bersel satu yang banyak memiliki manfaat, diantaranya sebagai pakan ikan, makanan kesehatan bagi manusia, bahan campuran kosmetik maupan biofilter dalam menanggulangi limbah organik. Chlorella sp. layak untuk dibudidayakan karena sifatnya mudah dan cepat berkembang biak. Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat pada Chlorella sp. Klorofil-a adalah tipe klorofil yang paling umum pada Chlorella sp. digunakan untuk proses fotosintesis. Semakin tinggi konsentrasi klorofil-a, semakin berlimpah fitoplankton di perairan tersebut sehingga dalam inventarisasi dan pemetaan sumberdaya alam pesisir dan laut, klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air (Suriadi dan Siswanto, 2004). Menghitung kelimpahan fitoplankton di lapangan memerlukan waktu yang relatif lama. Pada umumnya ada tiga cara yang dilakukan untuk mengetahui kelimpahan fitoplankton yakni secara manual, hydroacoustic, dan secara optik. Secara optik dapat diketahui dengan menggunakan sinar-sinar khususnya sinar merah, hijau, dan biru (RGB). Penggunaan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada fitoplankton khususnya Chlorella sp. merupakan langkah awal untuk melihat perkembangan dan pertumbuhannya melalui hubungan nilai absorbansi dan reflektansi sinar merah, hijau, dan biru (RGB) terhadap konsentrasi mikroorganisme tersebut. Sinar-sinar yang ada di bumi memiliki tingkat penyerapan yang berbeda-beda tergantung pada obyek yang menerima sinar tersebut.

15 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) berdasarkan nilai reflektansi (pantulan).

16 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fitoplankton dan faktor-faktor yang mempengaruhinya Fitoplankton merupakan nama umum untuk plankton tumbuhan atau plankton nabati yang terdiri dari beberapa kelas. Kelimpahan fitoplankton berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Fitoplankton memerlukan kondisi lingkungan yang optimal agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Keadaan lingkungan yang merupakan faktor penentu keberadaan fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya matahari, ph, kekeruhan, konsentrasi unsur-unsur hara, dan berbagai senyawa lainnya. Komunitas merupakan mozaik dari komposisi spesies dan sifat-sifat lingkungan, meskipun mungkin konstan secara komparatif di wilayah yang luas. Perubahan-perubahan lokal terjadi secara konstan karena ada kematian dan sisa hasil mikrosuksesi (McNaughton dan Wolf, 1990). Komunitas fitoplankton di dalam kolom perairan kuantitas dan kualitasnya selalu berubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika seperti suhu, cahaya matahari, kedalaman, kekeruhan, salinitas, dan kandungan oksigen; faktor kimia seperti ph, fosfat, nitrat, nitrit, dan silikat (Nybakken, 1992). Kelimpahan dan komposisi jenis fitoplankton antara lain dipengaruhi oleh salinitas, musim, habitat, kecerahan, arus, proses reproduksi, dan aktifitas pemangsaan (Davis, 1951). Fotosintesis dapat berlangsung apabila cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Kedalaman penetrasi cahaya di perairan dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung 4

17 5 pada beberapa faktor antara lain absorbansi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan air, lintang geografik, dan musim. Cahaya yang sampai ke permukaan perairan sebagian akan dipantulkan. Cahaya yang dapat menembus permukaan perairan akan berkurang karena partikel-partikel yang ada di perairan menangkap cahaya dan memantulkannya kembali ke permukaan. Berkurangnya jumlah cahaya yang tersedia juga disebabkan oleh penyerapan air itu sendiri (Nybakken, 1992). Fitoplankton sebagai organisme fotoautotrof memerlukan sinar matahari untuk membentuk bahan organik dari unsur-unsur anorganik. Oleh sebab itu, fitoplankton hanya terdapat dalam lapisan air pada kedalaman 100 sampai 300 meter. Pada kedalaman itu, intensitas cahaya kurang lebih hanya 1% dari permukaan (Brotowidjoyo et al., 1995). Tahap pertama yang terjadi dalam proses fotosintesis adalah proses penyerapan sinar matahari dan hanya panjang gelombang 400 mikron hingga 720 mikron saja yang dapat dimanfaatkan. Laju fotosintesis maksimum terjadi pada lapisan tepat di bawah permukaan air. Penetrasi cahaya matahari dipengaruhi oleh kecerahan dan kecerahan dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna air. Semakin tinggi kecerahan, semakin dalam penetrasi cahaya matahari. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan fitoplankton tidak dapat melakukan fotosintesis secara efektif. Kekeruhan perairan disebabkan adanya zat-zat melayang yang terurai secara halus, baik yang berasal dari jasad-jasad renik, lumpur, kotoran-kotoran organik, unsur-unsur organik dan anorganik, serta mikroorganisme plankton lainnya (Mays, 1996).

18 6 Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen dan fosfor. Kedua unsur ini jumlahnya sangat sedikit di perairan, namun unsur ini sangat penting keberadaannya. Nitrogen dan fosfor merupakan faktor pembatas bagi produktifitas fitoplankton. Selain nitrogen dan fosfor, zat-zat hara lain baik organik maupun anorganik diperlukan dalam jumlah kecil, tetapi tidak terlalu berpengaruh jika dibandingkan dengan nitrogen dan fosfor (Nybakken, 1992). Suhu merupakan parameter lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan fitoplankton. Sifat fisika-kimia perairan seperti kelarutan oksigen dan gas-gas lainnya serta kecepatan reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga berpengaruh terhadap pertumbuhan biota. Pada umumnya, laju pertumbuhan meningkat jika suhu air naik sampai tingkat tertentu. Suhu air dapat mempengaruhi keberadaan, penyebaran, kelimpahan, tingkah laku, dan pertumbuhan fitoplankton. Kinne (1970) mengemukakan bahwa kisaran fitoplankton untuk pertumbuhan optimal terhadap temperatur berbeda-beda setiap jenis atau spesies, namun rata-rata berkisar 20 o C sampai 30 o C. Kehidupan berbagai jenis fitoplankton dipengaruhi oleh salinitas (Sediadi, 1999). Variasi yang besar pada salinitas menimbulkan banyak pengaruh pada kehidupan organisme termasuk fitoplankton (Davis, 1951). Salinitas mempunyai pengaruh besar terhadap suksesi jenis fitoplankton. Variasi salinitas yang kecil, lebih kurang beberapa gram per seribu berpengaruh terhadap fitoplankton, yakni mempengaruhi daya melayang fitoplankton (Riley dan Chester, 1971).

19 Struktur morfologi Chlorella sp. Chlorella adalah salah satu jenis mikroalga yang mengandung klorofil serta pigmen lainnya untuk melakukan fotosintesis. Kata Chlorella berasal dari bahasa latin yaitu Chloros yang berarti hijau dan ella yang berarti kecil. Chlorella merupakan pakan dasar biota yang ada di perairan termasuk ikan. Chlorella merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang kaya gizi. Menurut habitat hidupnya, ada dua macam Chlorella yaitu Chlorella yang hidup di air tawar dan Chlorella yang hidup di air laut. Bentuk sel Chlorella bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal (uniseluler), dan kadang-kadang bergerombol. Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum : Chlorophyta Kelas Ordo : Clorophyceae : Chlorococcales Familia : Chlorellaceae Genus : Chlorella (Bougis, 1979) Sumber : Alim dan Kurniastuti, 1995 Gambar 1. Struktur morfologi dan koloni Chlorella sp.

20 8 Chlorella memiliki diameter sel berkisar antara 2 8 mikron, berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan. Dinding selnya keras terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak. Struktur morfologi Chlorella dapat dilihat pada Gambar 1 (Alim dan Kurniastuty, 1995). Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0 35 ppt. Salinitas ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan. Chlorella masih dapat bertahan hidup pada suhu 40 o C. Kisaran suhu 25 o 30 o C merupakan suhu yang optimal untuk pertumbuhan. Chlorella bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, dan pemisahan autospora dari sel induknya (Alim dan Kurniastuty, 1995). Kelimpahan fitoplankton didefinisikan sebagai jumlah individu fitoplankton persatuan volume. Fitoplankton merupakan tumbuhan yang paling banyak ditemukan di perairan, tapi karena ukurannya mikroskopis sehingga sukar dilihat kehadirannya. Konsentrasinya bisa mencapai ribuan hingga jutaan sel per liter air (Nontji, 1987). Jumlah individu fitoplankton berlimpah pada lokasi tertentu, sedangkan pada lokasi lain di perairan yang sama jumlahnya sedikit (Nontji, 1987). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi fitoplankton di perairan tidak homogen. Faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan yang demikian yaitu arus, unsur hara, dan aktifitas pemangsaan (Davis, 1951).

21 9 Sumber: Retno, 2002 Gambar 2. Kurva absorbansi sinar terhadap jumlah sel/volume Chlorella sp. pada panjang gelombang 687 nanometer Sumber : Tümpling, 1999 Gambar 3. Korelasi antara biakan klorofil-a dengan konsentrasi klorofil DF Kinetik fotometer

22 10 Karakteristik optik (absorbansi) fitoplankton (Chlorella sp.) diukur dengan Spectrophotometer di daerah panjang gelombang ultraviolet dan cahaya tampak. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa Chlorella sp. memiliki nilai absorbansi yang tinggi untuk panjang gelombang 687 nanometer dan 490 nanometer. Hubungan antara absorbansi dan kepadatan sel Chlorella sp. adalah linier pada rentang kepadatan 50 sampai dengan 150 x 10 4 sel/l (Gambar 2) (Retno, 2002). Digital fluorometer (DF) kinetik fotometer merupakan suatu metode untuk mengetahui bertambahnya jumlah konsentasi klorofil-a yang ada di perairan. Konsentrasi klorofil-a yang ada di perairan besarnya sebanding dengan besarnya konsentrasi total klorofil yang ada di perairan tersebut (Tümpling, 1999) (Gambar 3) Pigmen-pigmen pada Chlorella sp. Pigmen merupakan gabungan beberapa warna yang direfleksikan pada panjang gelombang tertentu pada cahaya tampak. Bunga, karang, dan kulit binatang memiliki pigmen yang berbeda-beda. Tumbuhan hijau, alga, dan Cyanobakteria dapat melakukan fotosintesis (Nikolav dan Velik, 1996). Fotosintesis terjadi akibat interaksi antara pigmen dengan cahaya yang diserap oleh pigmen tersebut. Cahaya yang diserap oleh pigmen klorofil berbeda-beda tergantung pada warna yang ada dalam pigmen tersebut. Klorofil dapat menyerap panjang gelombang pada cahaya visible, kecuali hijau. Cahaya hijau direfleksikan sehingga klorofil terlihat berwarna hijau. Klorofil terdapat dalam membran yang dinamakan sebagai kloroplas (Christian dan Iris, 1987). Chlorella sp. merupakan alga hijau yang memiliki klorofil serta pigmen-pigmen yang lain seperti xantofil, neoxantin, dan violaxantin.

23 11 Sumber: Retno, 2002 Gambar 4. Spektrum absorbansi Chlorella sp. pada panjang gelombang 400 sampai 800 nanometer. Pigmen fotosintesis pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni sebagai berikut: 1. Chlorophylls, merupakan pigmen hijau yang mengandung jaringan Porphyrin. Klorofil dapat dibagi menjadi beberapa jenis yakni klorofil-a sebagai tempat melakukan fotosintesis. Tumbuhan hijau, alga, dan Cyanobacteria dapat melakukan fotosintesis karena mengandung klorofil-a. Klorofil-b merupakan klorofil yang hanya terdapat pada alga hijau dan tumbuhan hjau. Klorofil-c hanya ditemukan pada Chromista misalnya Dinoflagellata. 2. Carotenoid, merupakan pigmen yang berwarna merah, orange, atau kuning. Carotenoid mengandung carotene yang memberi warna orange. Fuxocantin merupakan salah satu contoh pigmen carotenoid. Foxocatin berwarna coklat dan terdapat pada alga coklat misalnya Diatom. 3. Phycobilins, merupakan pigmen bening yang terdapat pada sitoplasma atau stroma kloroplas. Phycobilin terdapat pada Cyanobacteria dan Rhodophyta.

24 12 Pigmen phycobilin dibagi menjadi dua yakni, phycocyanin dan phycorietrin. Phycocyanin berwarna kebiruan terdapat pada Cyanobacteria, dan phycorietrin yang memberi warna merah pada alga merah. Chlorella sp. adalah jenis mikroalga bersel satu yang memiliki banyak manfaat. Chlorella sp. merupakan organisme yang mempunyai klorofil. Penentuan distribusi klorofil diperoleh dengan menggunakan sensor karakteristik Ocean Color yaitu daerah visible sinar biru dan sinar hijau. Sinar hijau yang dipantulkan dari permukaan laut membawa informasi mengenai konsentrasi klorofil yang dideteksi oleh sensor. Semakin banyak sinar hijau yang diterima sensor, maka semakin banyak pula kandungan klorofil tersebut (Suriadi dan Siswanto, 2004). Spektrum absorbansi klorofil pada Chlorella sp. berkisar antara 400 sampai 800 nanometer (Gambar 4) Warna, RGB, dan panjang gelombang Panjang gelombang yang berbeda-beda diinterpretasikan oleh otak manusia sebagai warna, dengan merah adalah panjang gelombang terpanjang hingga violet dengan panjang gelombang terpendek. Cahaya dengan frekuensi di bawah 400 nanometer tidak dapat dilihat oleh mata manusia dan disebut ultraviolet pada batas frekuensi tinggi serta inframerah pada batas frekuensi rendah. Antara obyek dan tenaga terjadi interaksi. Ada lima bentuk interaksi yaitu transmisi, serapan, pantulan, hamburan, dan pancaran. Transmisi merupakan tenaga menembus obyek dengan mengalami perubahan kecepatan sesuai dengan indeks pembiasan antara dua obyek yang bersangkutan. Tenaga dalam bentuk panas maupun sinar dapat diserap oleh benda. Tenaga pantulan yaitu tenaga yang

25 13 dipantulkan oleh benda dengan sudut datang sebesar sudut pantulnya, tanpa mengalami perubahan kecepatan. Hamburan yaitu pantulan yang bersifat acak. Tenaga pancaran sebenarnya berupa tenaga serapan yang kemudian dipancarkan oleh benda penyerapnya. Tenaga elektromagnetik berupa sinar, interaksinya dengan benda terjadi dalam bentuk serapan dan pantulan. Bila sinar banyak diserap, maka yang dipantulkan hanya sedikit dan sebaliknya. Transmisi terjadi pada air jernih bagi panjang gelombang tertentu. Hamburan terjadi pada obyek yang berbentuk tidak beraturan atau tidak datar (Sutanto, 1987). Pembentukan warna dapat berupa proses aditif dan substraktif. Pada proses aditif, pembentukan warna dilakukan dengan memadukan warna aditif primer yaitu warna biru, hijau, dan merah. Pembentukan warna dengan proses substraktif dilakukan dengan memadukan warna substraktif primer, yaitu warna kuning, cyan, dan magenta (Lillesand dan Kiefer, 1979). Penguraian sinar dilakukan menggunakan filter. Filter yang berwarna merah jika dipasang pada sinar putih akan menyerap saluran biru dan saluran hijau sehingga hanya saluran merah saja yang diteruskan sehingga sinar itu tampak berwarna merah. Obyek yang berwarna putih akan memantulkan warna merah, hijau, dan biru. Cahaya matahari yang sampai ke permukaan air terdiri dari suatu spektrum berbagai gelombang cahaya yang diukur dengan satuan nanometer (nm). Spektrum cahaya ini mencakup semua warna yang dapat dilihat yakni warna ungu sampai merah ( nanometer). Komponen merah dan ungu diserap setelah

26 14 gelombang menembus permukaan air. Komponen hijau dan biru diabsorbsi lebih lambat sehingga dapat menembus air lebih dalam (Nybakken, 1988). Sinar merah dan ungu akan diabsorbsi sampai kedalaman tertentu, tetapi sinar biru dapat mencapai kedalaman yang lebih dibandingkan dengan merah dan ungu. Panjang gelombang akan berkurang intensitasnya seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman yang dicapai oleh cahaya dengan intensitas tertentu merupakan fungsi dari kecerahan air dan absorbsi berbagai panjang gelombang sebagai komponen cahaya (Nybakken, 1988). Tabel 1. Warna dan kisaran panjang gelombangnya Warna Panjang gelombang Ungu Biru Hijau Kuning Jingga Merah nanometer nanometer nanometer nanometer nanometer nanometer Sumber: Sutanto, 1987 Daya tembus sinar terhadap air tergantung pada daya serap air terhadap sinar yang mengenainya. Semakin besar daya serapnya, semakin kecil kemungkinan sinar untuk menembus air tersebut. Daya serap air yang terkecil berada pada kisaran panjang gelombang nanometer sehingga dapat digunakan untuk penginderaan dasar perairan yang dangkal. Pada perairan yang dangkal, sinar biru memiliki daya tembus yang besar terhadap air, selain itu juga

27 15 mengalami hamburan yang besar sehingga tidak banyak sinar pantulan yang dapat mencapai kamera (Lilesand dan Kiefer, 1979). Sinar merah memiliki daya tembus yang lebih kecil. Bila digunakan saluran merah, daya tembusnya terhadap air jernih hanya beberapa meter saja. Bila digunakan seluruh spektrum tampak maka ia akan diserap oleh air setelah mencapai kedalaman 2 meter. Apabila digunakan saluran inframerah dekat, sinar telah diserap pada jarak hanya beberapa desimeter sehingga ronanya tampak gelap. Untuk penginderaan dasar perairan dangkal saluran yang digunakan adalah nanometer dan nanometer (Rehder, 1985).

28 16 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret Penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu perakitan alat-alat dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB. Tahapan selanjutnya adalah analisis fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB. Pengambilan citra dan pengamatan perkembangan fitoplankton dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB. Pengukuran intensitas cahaya lampu di Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika, FMIPA, IPB Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Aquarium berukuran 18 x 20 x 30 centimeter 2. Aerator aquaries aquarium air pump AA Pipet, cover glass, object glass, dan botol sampel 4. Gelas ukur berukuran 10 mililiter Class A IWAKI PYREX 5. Mikroskop olympus microservise CHS-213 Em 6. Hemacytometer neubauer improved marienfeld 0,0025 mm 2 7. Lampu TL SAKURA FL-20W 8. Video kamera (Handycam) CCTV 9. Piringan putih berdiameter 16,5 centimeter 16

29 Seperangkat komputer Intel Pentium 4, dengan RAM 512 MB dan USB (flash disk) 11. Software pengolah citra Adobe Photoshop, Honestec TV, pengolah data statistica 6.0, dan software Microsoft office USB 2000 fiber optic vis-nir spektrofotometer 3.3. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Biota (Chlorella sp. sebanyak 555 x 10 4 ind/ml) 2. Aquades sebanyak 35 liter 3. Kotoran ayam (10 mg) 4. Pupuk NPK dan TSP

30 18 Prosedur kerja pengambilan, pengolahan, dan analisis data dapat disajikan pada Gambar 5. Mulai Persiapan media penumbuh Chlorella sp. Pembiakan Chlorella sp. Hitung kelimpahan Chlorella sp. Ambil gambar/citra Buka citra pada Adobe Cropping citra/gambar Simpan citra pada lembar kerja baru Baca intensitas warna pada histogram Adobe Analisis sinar RGB pada histogram Adobe Ya Perubahan warna? Tidak Selesai Gambar 5. Bagan alir langkah kerja perolehan dan pengolahan data Chlorella sp.

31 Prosedur kerja Perakitan alat Bak pengamatan berupa 4 akuarium dipasang berjejer (sejajar), pada bagian atas 20 centimeter dari permukaan akuarium dipasang 2 buah besi sepanjang 50 centimeter. Pada kedua sisi besi tersebut dipasang 2 buah lampu TL. Kamera CCTV dirakit dengan menggunakan kawat besi tipis berukuran 23 centimeter yang dipasang menempel di atas piringan putih, kemudian kamera tersebut dihubungkan dengan komputer menggunakan kabel video sepanjang 5 meter. Ke dalam empat akuarium dimasukkan selang aerator yang digunakan untuk proses aerasi. Perakitan alat yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Persiapan media penumbuh fitoplankton (Chlorella sp.) Kotoran ayam sebanyak 1 sendok (2 mg) dimasukkan ke dalam 4 buah akuarium yang telah diisi dengan air aquades masing-masing 5 liter. Kotoran ayam dibungkus dengan kain, tujuannya agar kotoran ayam tidak menyebar dan air terlihat bersih. Batu karang dan kotoran ayam yang telah dibungkus kain diikatkan pada selang aerator agar selang aerator dan kotoran ayam dapat tenggelam ke dasar akuarium sehingga proses aerasi merata. Batu karang dan selang aerator tersebut dimasukkan ke dalam ke empat akuarium. Media yang telah disiapkan dibiarkan selama 1 minggu agar terjadi proses dekomposisi sehingga jumlah nitrat dalam media tidak terlalu banyak.

32 Isolasi fitoplankton (Chlorella sp.) Bibit Chlorella sp. yang akan ditumbuhkan terlebih dahulu diisolasi atau dipisahkan dari jenis organisme lain dengan cara mengamatinya menggunakan mikroskop. Tujuannya adalah untuk mendapatkan bibit Chlorella sp. murni. Pada tahap isolasi ini Chlorella sp. yang diambil 10 mililiter dari media inokulan diamati di bawah mikroskop. Organisme jenis lain dipisahkan dari inokulan Chlorella sp. tersebut. Inokulan yang telah murni dimasukkan ke dalam wadah berukuran 50 mililiter. Inokulan Chlorella sp. yang diperoleh, dimasukkan ke dalam media penumbuh yang telah disediakan Penentuan kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) Fitoplankton (Chlorella sp.) yang diperoleh dari hasil isolasi, dimasukkan ke dalam 50 mililiter akuades dan dihitung kelimpahan awalnya. Kelimpahan awal diperoleh dengan menghitung jumlah Chlorella sp. yang ditemukan pada 9 kotak besar hemacytometer dengan menggunakan mikroskop. Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 milimeter dan tinggi 0,1 milimeter sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume ruangan yang terdapat diatas bidang adalah 0,1 mm 3 atau 10-4 mililiter. Jumlah total kotak besar ada sebanyak 9 buah dan di dalam 9 kotak besar terdapat masing-masing 16 kotak kecil. Jumlah total Chlorella sp. dikalikan dengan jumlah total kotak dibagi dengan banyaknya jumlah kotak yang diamati kemudian dikalikan dengan 10 4 mililiter. Setelah diketahui kelimpahan awalnya, fitoplankton tersebut dimasukkan ke dalam media yang telah disediakan.

33 21 Cara menghitung jumlah Chlorella sp. pada hemacytometer dapat dilihat pada Gambar 6. Kelimpahan Chorella sp. dihitung setiap hari dengan mengambil masing-masing 10 mililiter air sampel dari tiap-tiap akuarium. Air yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian ditetesi dengan lugol sebanyak 3 tetes pada tiap-tiap botol sampel. Pemberian lugol dilakukan agar Chlorella sp. mati, sehingga pembelahan sel tidak terjadi. Kotak yang diamati Sumber : Alim dan Kurniastuty, 1995 Gambar 6. Pola kotakan pada hemacytometer dan contoh arah perhitungannya Air sampel diteteskan pada permukaan hemacytometer yang telah ditutupi cover glass sampai permukaan hemacytometer ditutupi air sampel. Selanjutnya hemacytometer tersebut diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Penentuan jumlah Chlorella sp. dapat diketahui dengan cara menghitung banyaknya jumlah Chlorella sp. yang terdapat dalam 9 kotak besar yang mempunyai sisi 1 milimeter pada hemacytometer. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mengetahui besarnya kelimpahan Chlorella sp. Pengamatan dilakukan

34 22 sampai kelimpahan Chlorella sp. cenderung stabil atau sampai air dalam akuarium pengamatan berubah warna dari jernih menjadi sangat hijau. Kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) dihitung menggunakan persamaan berikut (Eaton et al., 1995): N = n Keterangan: N = Kelimpahan individu (sel/ml) 16 i= Kb i 4 n = Jumlah sel 16 = Jumlah total kotak kecil Kb i = Jumlah kotak kecil yang diamati pada hemacytometer 10-4 = Volume air sampel yang menutupi 1 kotak besar pada hemacytometer (ml) Teknik pengambilan gambar Gambar diperoleh dengan menggunakan kamera CCTV. Kamera yang dipasang pada piringan putih dimasukkan ke dalam akuarium sehingga kamera berada pada jarak lebih kurang 10 centimeter dari obyek pengamatan (Gambar 7). Kamera dihubungkan dengan komputer menggunakan kabel video sepanjang 5 meter. Pengambilan gambar dilakukan pada komputer menggunakan program Honestec TV. Citra diperoleh dari hasil pemotretan pada permukaan air bak pengamatan (akuarium). Pada saat pengambilan gambar, aerator dimatikan tujuannya untuk menghindari riak air pada saat pengambilan gambar. Gambar yang telah diperoleh melalui pemotretan langsung tersimpan di komputer secara otomatis. Pengambilan gambar dilakukan satu kali setiap hari selama 24 hari.

35 23 Piringan putih Lampu TL Bak pengamatan Komputer Kamera CCTV Gambar 7. Teknik pengambilan gambar (citra) media pengamatan (Chlorella sp.) Teknik pengolahan citra Gambar yang diperoleh dari hasil pemotretan dapat dibuka dan diolah menggunakan software Adobe Photoshop. Pada gambar yang diperoleh dari hasil pemotretan terdapat cahaya putih, cahaya putih tersebut adalah bayangan lampu yang digunakan sebagai penerangan. Pada gambar yang akan dianalisis terlebih dahulu dilakukan cropping sebanyak 3 x 3 grid atau 9 grid (Gambar 8). Proses cropping bertujuan menghilangkan pengaruh pantulan cahaya oleh permukaan air, supaya cahaya lampu tersebut tidak dihitung nilai intensitasnya. Hasil cropping dipindahkan ke halaman dan lembar baru (Gambar 9). Spesifikasi lembar baru yang digunakan untuk menempatkan citra hasil cropping dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru diketahui dengan melihat nilai yang tertera pada histogram (Gambar 10). Data yang disajikan pada histogram terdiri dari level intensitas dan frekuensi kejadian. Level intensitas pada tiap-tiap kanal histogram berkisar antara Frekuensi kejadian yang disajikan pada level intensitas tertentu adalah data pantulan sinar merah, hijau, dan biru oleh obyek pengamatan.

36 24 Cropping obyek Gambar 8. Cropping obyek pengamatan (konsentrasi Chlorella sp.) pada Adobe Photoshop Spesifikasi lembar baru Gambar 9. Analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) serta spesifikasi lembar baru pada Adobe Photoshop

37 25 Intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kanal Citra hasil cropping Gambar 10. Analisis intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada histogram Adobe Photoshop Pengukuran panjang gelombang lampu TL Lampu TL yang digunakan untuk penyinaran obyek pengamatan (Chlorella sp.) diukur intensitas relatifnya menggunakan spektrofotometer. Spektrofotometer yang dipakai adalah USB spektrofotometer S Lampu yang akan diukur dinyalakan dan sensor spektrofotometer didekatkan. Hasil pengukuran akan berupa intensitas relatif gelombang yang dipancarkan pada tiap panjang gelombang dan disajikan dalam bentuk grafik. Sinar lampu TL berbentuk grafik sinar Visible. Karakteristik sinar-sinar yang lain diketahui dengan menggunakan filter yang sesuai dengan warna yang akan diamati. Filter didekatkan pada lampu TL dan sensor optik juga didekatkan sehingga melalui software spektrofotometer yang ada pada komputer dapat diketahui panjang gelombang dan intensitas sinar.

38 26 Filter merah digunakan untuk menentukan nilai panjang gelombang dan intensitas relatif pada sinar merah, filter hijau digunakan untuk sinar hijau dan filter biru digunakan untuk melihat panjang gelombang dan intensitas relatif sinar biru. Filter berfungsi menyerap warna lain yang dipancarkan oleh lampu TL sehingga yang disalurkan adalah warna yang sesuai dengan warna filter Analisis data Pergeseran warna dilihat pada histogram melalui kanal-kanal pada tiap perlakuan. Pergeseran warna dapat dilihat secara visual. Pada sumbu horizontal histogram terdapat level intensitas dan pada sumbu vertikal terdapat frekuensi kejadian. Pergeseran ke kanan menunjukkan terjadinya peningkatan intensitas warna dan pergeseran ke kiri menunjukkan terjadinya penurunan intensitas warna (Gambar 11). Dalam analisis data, presentasi kuat cahaya diukur dalam unit absorbansi. Absorbansi merupakan perbandingan energi yang diserap dan dilepaskan oleh suatu bahan. Energi yang diukur berupa photon atau flux persatuan luasan. Besarnya nilai absorbansi oleh Chlorella sp. diperoleh dengan cara mencari selisih nilai level intensitas maksimum yakni 255 terhadap nilai pantulan yang diberikan oleh permukaan air. Gambar 11. Pergeseran intensitas warna yang dipantulkan oleh konsentrasi Chlorella sp. pada histogram Adobe Photoshop

39 27 Perbandingan antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan dengan analisis regresi. Analisis regresi yang dipakai adalah analisis regresi multivariat. Analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan keadaan variabel dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independen dan sebaliknya sehingga dapat diketahui variabel-variabel yang saling mempengaruhi. Persamaan pada analisis regresi untuk tiga prediktor adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2006): Keterangan: Y = a + b + 1x1 + b2 x2 b3 x3 Y X 1 X 2 X 3 a = Peubah tak bebas ( Kelimpahan Chlorella sp.) = Peubah bebas ke-1 (Intensitas sinar merah) = Peubah bebas ke-2 (Intensitas sinar hijau) = Peubah bebas ke-3 (Intensitas sinar biru) = Intercept b 1, b 2, b 3 = Slope Untuk mengetahui tingkat korelasi ganda dengan tiga prediktor digunakan persamaan berikut (Sugiyono, 2006): Ry (1,2,3) b 96 x1 y + b2 x2 y + b3 1 i= 1 i= 1 i= 1 = i= 1 y 96 x 3 y Keterangan: Ry (1, 2, 3) = korelasi antara peubah bebas 1, 2, 3 dengan Y

40 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan warna obyek pengamatan (Chlorella sp.) dan kelimpahannya selama 24 hari pengamatan Pengamatan dilakukan setelah benih Chlorella sp. dimasukkan ke dalam akuarium pengamatan. Pada awal pengamatan (5 Maret) terlihat bahwa air berwarna kecoklatan dan piringan putih yang digunakan sebagai standar perubahan warna terlihat dengan jelas. Secara perlahan warna air dalam akuarium berubah dari coklat menjadi kehijauan. Warna air terus mengalami perubahan menjadi hijau, dan piringan putih tidak terlihat dengan jelas (Gambar 12). 5 Maret 12 Maret 19 Maret 26 Maret Gambar 12. Warna air pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) yang diamati pada tanggal 5, 12, 19, dan 26 Maret 2008 Perubahan warna air menjadi hijau pekat sehingga piringan putih benarbenar tidak terlihat (26 Maret). Secara visual, dari keempat gambar dapat dilihat bahwa gambar yang diperoleh tanggal 26 Maret 2008 memiliki warna paling hijau jika dibandingkan dengan ketiga gambar lainnya. Perubahan warna air semakin hijau seiring dengan bertambahnya biomassa Chlorella sp. Kelimpahan Chlorella sp. secara umum mengalami peningkatan. Pada awal pengamatan, kelimpahan Chlorella sp. hampir merata disetiap ulangan dan 28

41 29 cenderung mengalami pertumbuhan yang lambat. Terhambatnya pertambahan jumlah Chlorella sp. dikarenakan adanya zooplankton pengganggu yaitu Ciliata (Paramaecium sp.). Keberadaan zooplankton pengganggu diatasi dengan memberi penyinaran (cahaya lampu) sehingga jumlahnya dapat ditekan. Sumber: Diolah dari lampiran 8 Gambar 13. Sebaran nilai kelimpahan Chlorella sp. berdasarkan hari pengamatan pada bulan Maret 2008 Nilai kelimpahan Chlorella sp. dinyatakan dalam bentuk titik-titik (partikel) seperti pada Gambar 13. Setiap titik mewakili nilai kelimpahan Chlorella sp. Kelimpahan Chlorella sp. pada keempat ulangan secara umum mengalami kestabilan setelah mencapai puncak. Pemberian pupuk NPK dan TSP membuat media penumbuh Chlorella sp. tersedia nutrien yang cukup, sehingga menyebabkan kelimpahan Chlorella sp. cenderung bertahan. Faktor lain yang mempengaruhi kestabilan kelimpahan Chlorella sp. adalah faktor ruang yaitu ruangan yang tersedia bersifat tetap sementara jumlah kepadatan Chlorella sp. terus mengalami peningkatan. Penyesuaian antara ruangan dengan pertambahan jumlah Chlorella sp. membuat kelimpahan menjadi stabil.

42 30 Laju pertumbuhan Chlorella sp. terlihat membentuk grafik eksponensial, yang menunjukkan bahwa Chlorella sp. cenderung mengalami peningkatan jumlah secara kuadratik, atau dengan kata lain pertumbuhan Chlorella sp. menjadi dua kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya. Jumlah Chlorella sp. cenderung mengalami peningkatan secara drastis dari tanggal 5 sampai 12 Maret 2008 dan cenderung mengalami kestabilan mulai tanggal 13 sampai 28 Maret Laju pertumbuhan Chlorella sp. terlihat membentuk kurva sigmoid, dimana jumlah Chlorella sp. relatif stabil setelah 20 hari pemeliharaan (budidaya) (Gambar 13) Karakteristik lampu TL dan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) setelah menggunakan filter Lampu TL memiliki panjang gelombang pada sinar visible dan cahaya lampu TL tampak berwarna putih. Warna putih pada lampu TL merupakan gabungan dari beberapa warna sehingga warna yang terlihat dominan adalah putih. Sinar visible pada lampu TL diemisikan pada panjang gelombang nanometer dengan intensitas relatif tertinggi sebesar 2 W/m 2 (Gambar 14). Pada lampu TL ditemukan sinar infra merah pada kisaran panjang gelombang nanometer. Sinar inframerah yang ada pada lampu TL ditimbulkan oleh panas pada saat lampu dinyalakan. Intensitas relatif tertinggi berada pada panjang gelombang 600 nanometer. Intensitas relatif sinar lampu TL mengalami kenaikan pada kisaran panjang gelombang nanometer dan mencapai puncak pada panjang gelombang 600 nanometer. Pada kisaran panjang gelombang nanometer intensitas

43 31 sinar lampu TL mengalami penurunan. Penurunan intensitas sinar secara drastis terjadi pada kisaran panjang gelombang nanometer. Intensitas sinar konstan/tetap pada panjang gelombang nanometer. Sinar RGB pada lampu TL diperoleh dengan menggunakan filter yang sesuai dengan warna yang diamati. Intensitas relatif dan panjang gelombang pada sinar merah lampu TL diperoleh dengan menggunakan filter merah, untuk sinar hijau digunakan filter hijau dan untuk sinar biru digunakan filter yang berwarna biru. Sinar merah dipantulkan pada panjang gelombang nanometer. Intensitas relatif tertinggi berada pada kisaran panjang gelombang 650 nanometer yakni sebesar 7,100 W/m 2. Intensitas relatif sinar merah mengalami penurunan secara drastis pada panjang gelombang nanometer. Sinar hijau diemisikan pada panjang gelombang nanometer. Intensitas tertinggi terdapat pada panjang gelombang 550 nanometer yakni sebesar 2,522 W/m 2 (Gambar 14). Sinar biru diemisikan pada panjang gelombang nanometer. Intensitas tertinggi berada pada kisaran panjang gelombang 480 nanometer yakni sebesar 3,242 W/m 2 (Gambar 14). Sinar merah, hijau, dan biru memiliki nilai intensitas relatif yang lebih besar jika dibandingkan dengan intensitas relatif sinar visible lampu TL. Nilai intensitas pada ketiga sinar yaitu merah, hijau, dan biru meningkat dikarenakan adanya pengaruh warna filter sehingga intensitas yang ditimbulkan oleh filter juga turut terhitung.

44 32 Sumber: Diolah dari lampiran 2 Gambar 14. Karakteristik sinar lampu TL dengan menggunakan filter merah, hijau, dan biru (RGB)

45 33 Hasil pengukuran panjang gelombang dan intensitas relatif dengan spektrofotometer memperlihatkan bahwa sinar merah memiliki panjang gelombang dan intensitas relatif terbesar jika dibandingkan dengan sinar hijau dan biru. Intensitas sinar merah dipancarkan lebih besar dibandingkan dengan sinar hijau dan biru. Ketiga sinar memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar merah dan biru memiliki tingkat penyerapan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sinar hijau Hubungan frekuensi kejadian warna merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp. Histogram pada tiap kanal Adobe Photoshop menunjukkan frekuensi kejadian sinar merah, hijau, dan biru pada kisaran level intensitas Nilai yang tertera pada level intensitas merupakan pantulan sinar oleh permukaan obyek pengamatan (Chlorella sp.). Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah dilihat berdasarkan nilai reflektansi (pantul) sinar yang dipancarkan oleh sumber. Besarnya nilai reflektansi cahaya oleh Chlorella sp. diperoleh dengan cara mencari selisih antara nilai maksimum yakni 255 dengan besarnya nilai pantulan sinar yang tertera pada histogram tiap kanal. Grafik hubungan antara frekuensi kejadian sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. menunjukkan pengaruh sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa pengaruh kelimpahan Chlorella sp. dengan sinar merah mulai terlihat pada saat nilai kelimpahan 6,400 sel/ml yakni semakin tinggi nilai kelimpahan Chlorella sp., maka intensitas sinar merah juga semakin tinggi. Kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh pada level intensitas 20 sampai 100.

46 34 Nilai korelasi antara intensitas sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. adalah sebesar 0,7827. Berdasarkan nilai korelasi tersebut diketahui bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap pemantulan sinar merah. Sebaran titik-titik yang terbentuk pada gambar 15, menunjukkan bahwa pada awalnya korelasi antara nilai intensitas sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. adalah korelasi nol. Hal ini dikarenakan pola sebaran titik yang terbentuk mengikuti pola yang bersifat acak, dengan kata lain tidak ada pola. Korelasi intensitas sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. disebut korelasi positif dan tinggi yang ditandai dengan sebaran titik-titik menggerombol mengikuti pola garis lurus dengan kemiringan yang positif. Kemiringan positif dimulai pada saat nilai kelimpahan sebesar 6,400 sel/ml, yang ditandai dengan memusatnya partikel-partikel di sepanjang garis linier yang terbentuk. Pola sebaran titik-titik pada area plot tersebar secara acak dan tidak mengelompok mengikuti garis linier. Nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar hijau adalah sebesar 0,5842. Nilai ini sesuai dengan pola sebaran titik yang terbentuk yaitu terdapatnya hubungan yang kurang erat antara intensitas sinar hijau terhadap kelimpahan Chlorella sp. Hubungan antara intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. sangat erat. Pada kurva sebaran nilai Chlorella sp. (Gambar 15) terlihat bahwa titik-titik menggerombol mengikuti pola garis lurus dengan kemiringan yang positif. Berdasarkan pola sebaran titik yang terbentuk dapat dikatakan intensitas sinar biru memiliki korelasi yang positif terhadap kelimpahan Chlorella sp. Nilai korelasi (r) adalah sebesar 0,8457 sehingga dikatakan terdapat hubungan yang sangat erat antara intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp.

47 35 Sumber: Diolah dari lampiran 8 Gambar 15. Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

48 36 Nilai korelasi pada intensitas sinar merah, hijau, dan biru masing-masing sebesar 0,7827; 0,5842; dan 0,8457. Korelasi yang besar terjadi antara intensitas sinar biru terhadap kelimpahan Chlorella sp., jika dibandingkan dengan intensitas warna merah dan hijau. Semakin tinggi kelimpahan Chlorella sp., maka intensitas warna biru juga semakin tinggi. Tingginya nilai intensitas berkaitan dengan penyerapan gelombang biru oleh Chlorella sp. Gelombang biru lebih mudah diserap oleh Chlorella sp. jika dibandingkan dengan warna lainnya. Kelimpahan Chlorella sp. berbentuk eksponensial, sehingga nilai kelimpahan yang digunakan dalam perhitungan dan pengolahan merupakan logaritma dari nilai yang sesungguhnya (nilai hitung kelimpahan dengan menggunakan rumus), dan untuk mendapatkan nilai yang sesungguhnya digunakan antilogaritma terhadap nilai kelimpahan Chlorella sp. yang tertera pada Gambar 15. Jika nilai yang digunakan adalah nilai yang sesungguhnya, maka hubungan antara sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. akan sulit diketahui karena perbedaan nilai yang sangat besar antara intensitas warna merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp. Chlorella sp. adalah klorofil yang ada di perairan. Zat hijau (klorofil) menyerap sebagian sinar merah dan biru dan memantulkan sinar hijau. Sinar merah dan biru dipantulkan lebih besar jika dibandingkan dengan sinar hijau. Besarnya nilai pantul yang diberikan oleh Chlorella sp. tidak semata-mata diakibatkan oleh nilai klorofil yang ada pada Chlorella sp. tersebut. Chlorella sp. memiliki pigmen-pigmen selain klorofil, sehingga dengan adanya pigmen tersebut mengakibatkan sinar merah dan biru dipantulkan lebih besar.

49 Sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada sinar merah, hijau, dan biru (RGB). Nilai konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. pada sinar merah secara umum memiliki keragaman yang besar. Besar atau kecilnya keragaman nilai kelimpahan Chlorella sp. diketahui dengan melihat panjang-pendeknya garis vertikal yang melalui titik nilai tengah. Semakin panjang garis yang terbentuk menandakan partikel-partikel tersebar dan bersifat acak. Keragaman yang besar menunjukkan jarak antar partikel berjauhan. Nilai keragaman pada konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. pada sinar merah tertinggi berada pada titik tengah 6,70 sel/ml. Pada kurva terlihat bahwa garis tersebut merupakan garis yang paling panjang jika dibandingkan dengan yang lain. Nilai keragaman yang paling kecil terdapat pada nilai tengah 7,50 sel/ml untuk konsentrasi Chlorella sp. Kecilnya nilai keragaman pada titik tersebut ditandai dengan pendeknya garis vertikal yang terbentuk. Semakin besar nilai kelimpahan Chlorella sp., intensitas sinar merah yang dipantulkan semakin meningkat. Pada kelimpahan yang tinggi, sinar optik yang dipantulkan lebih banyak adalah sinar merah. Sinar merah lebih cepat dan mudah dipantulkan oleh permukaan konsentrasi Chlorella sp. yang ada dalam media pengamatan (Gambar 16). Nilai keragaman kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar hijau paling besar terjadi pada nilai titik tengah 6,70 sel/ml. Nilai keragaman terendah berada pada titik tengah 7,50 sel/ml. Nilai ragam rendah menandakan data kelimpahan Chlorella sp. pada rentang tersebut hampir sama (memusat), sehingga kelimpahan Chlorella sp. dikatakan tinggi pada rentang wilayah tersebut.

50 38 Sumber: Diolah dari lampiran 8 Gambar 16. Kurva sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. pada sinar merah, hijau, dan biru (RGB) berdasarkan nilai tengah

51 39 Nilai konsentrasi Chlorella sp. tidak terlalu berpengaruh terhadap besarnya penyerapan dan pemantulan sinar hijau. Hal ini berkaitan dengan sifat warna hijau yang ditimbulkan oleh Chlorella sp. Obyek yang berwarna hijau khususnya Chlorella sp. memiliki sifat memantulkan sinar hijau, sehingga nilai absorbansi menjadi lebih kecil (Gambar 16). Reflektansi sinar merah oleh Chlorella sp. berada pada kisaran level intensitas 20 80, sinar hijau pada kisaran level intensitas dan reflektansi sinar biru pada kisaran level intensitas Nilai reflektansi (pantul) yang besar menandakan sinar yang absorbsi menjadi lebih kecil. Sinar merah dan biru dipantulkan lebih besar jika dibandingkan dengan sinar hijau. Pigmen yang ada pada Chlorella sp. selain klorofil menyebabkan sinar merah dan biru dipantulkan lebih banyak. Konsentrasi Chlorella sp. mempunyai pemantulan yang tinggi terhadap intensitas sinar biru. Semakin besar konsentrasi Chlorella sp., maka intensitas sinar biru yang dipantulkan semakin kuat. Nilai intensitas sinar biru yang dipantulkan menurun pada saat nilai kelimpahan Chlorella sp. sangat tinggi. Menurunnya nilai intensitas sinar biru disebabkan adanya penyerapan sinar biru sampai ke dasar akuarium, sehingga nilai intensitas yang dipantulkan menjadi lemah. Sinar merah diserap pada permukaan air akuarium, sehingga intensitas yang dipantulkan menjadi kuat (Gambar 16).

52 Hasil analisis ragam dan uji hipotesis hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. dengan ketiga sinar yakni sinar merah, hijau, dan biru dapat dinyatakan dengan persamaan regresi berikut: Y = 4,61+ 0,0473 X + X 1 0,0623 X 2 0, Keterangan : Y X 1 X 2 X 3 = Kelimpahan Chlorella sp. = Intensitas sinar merah = Intensitas sinar hijau = Intensitas sinar biru Persamaan regresi menunjukkan hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kelimpahan Chlorella sp. Pengaruh antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru diketahui berdasarkan nilai probability (p) yang terbentuk melalui persamaan (Lampiran 8). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 untuk ketiga jenis prediktor yakni intensitas merah, hijau, dan biru. Jika nilai p lebih kecil dari 0,05 maka ketiga prediktor (intensitas sinar merah, hijau, dan biru) mempunyai pengaruh dengan respon (kelimpahan Chlorella sp.). Nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 92,4% (Lampiran 8). Ini berarti pengaruh yang terjadi antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru adalah sebesar 92,4%. Pengaruh antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru dapat dijelaskan melalui analisis varian yakni pada uji F. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari

53 41 nilai F tabel sehingga dapat dikatakan kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru Normal Probability Plot of the Residuals (response is Kelimpahan Chlorella sp.) 99 Percent Residual Sumber: Diolah dari lampiran 8 Gambar 17. Pengujian kenormalan sisaan regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB). 0.4 Residuals Versus the Fitted Values (response is Kelimpahan Chlorella sp.) Residual Fitted Value Sumber: Diolah dari lampiran 8 Gambar 18. Plot sisaan regresi (galat) intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp.

54 42 Asumsi dalam sistem regresi dapat diuji kebenarannya berdasarkan grafik asumsi galat (Gambar 17). Uji sebaran nilai residual memperlihatkan bahwa terjadi sebaran normal. Sebaran normal ditandai dengan pola/scatter yang terbentuk mendekati garis lurus, sehingga terdapat pengaruh yang nyata antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp. Analisis plot sisaan regresi memperlihatkan adanya pengaruh antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp. Hubungan tersebut terbukti dari sebaran galat yang terbentuk yaitu bersifat acak atau tidak memiliki pola (Gambar 18). Besarnya pengaruh yang terjadi antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp. dapat dilakukan dengan analisis regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan masingmasing sinar yakni sinar merah, hijau, dan biru Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) menggunakan analisis ragam satu arah Nilai korelasi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru masing-masing sebesar 0,7872; 0,5842; dan 0,8457. Nilai korelasi yang paling besar adalah 0,8478 terjadi pada hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar biru. Kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar biru sangat erat. Hal yang sama juga terjadi pada intensitas sinar merah. Pada sinar hijau hubungan yang terbentuk adalah kurang erat. Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh yang nyata antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap masing-masing intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Nilai F hitung yang paling besar terjadi pada hubungan kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar biru yakni sebesar 236,019 yang

55 43 menandakan hubungan yang besar sehingga galat atau faktor kesalahan yang terjadi sangat kecil. Nilai F hitung paling kecil terjadi pada hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar hijau yaitu sebesar 48,7075. Secara keseluruhan kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh nyata terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Berdasarkan nilai korelasinya diketahui bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap nilai intensitas sinar merah dan biru, dan kurang berpengaruh terhadap intensitas sinar hijau. Tabel 2. Hasil perhitungan nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB). Kategori Perlakuan Nilai korelasi hubungan Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar 0,7827 sangat erat merah Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar 0,5842 kurang erat hijau Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar biru 0,8457 sangat erat Tabel 3. Hasil uji F perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Perlakuan F hitung F tabel Pengaruh Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar merah Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar hijau Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar biru 148,6156 3,9423 berpengaruh 48,7075 3,9423 berpengaruh 236,019 3,9423 berpengaruh

56 44 Tabel 4. Hasil uji t perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Perlakuan t hitung t tabel Hubungan Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar merah Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar hijau Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar biru 12,1908 1,6604 positif 6,9791 1,6604 positif 15,3629 1,6604 positif Nilai uji t memperlihatkan secara umum kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh yang positif terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Hubungan positif menunjukkan jika kelimpahan Chlorella sp. bertambah maka intensitas sinar merah, hijau, dan biru juga meningkat. Nilai t hitung kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru berturut-turut 12,1908; 6,9791; dan 15,3629. Nilai t hitung paling besar terjadi pada kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar biru yakni sebesar 15,3629 dan nilai t hitung terkecil terjadi pada kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar hijau yakni sebesar 6,9791. Berdasarkan nilai t hitung, dapat dikatakan bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap pemantulan sinar merah dan biru.

57 Jarak antar partikel (konsentrasi Chlorella sp.) dengan kemampuan pemantulan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) Jarak antar sel mempengaruhi pemantulan cahaya. Jika diasumsikan Chlorella sp. tercampur merata, dan volume dinyatakan dalam meter 3. Maka kepadatan Chlorella sp. yang ditemukan dalam kolam pengamatan dinyatakan dalam n cm 3. Kepadatan per cm jarak dapat dinyatakan dengan mencari nilai akar pangkat 3 dari jumlah Chlorella sp. Jarak antar sel dinyatakan dengan satu per kepadatan tiap satuan jarak. Hubungan linier jarak antar sel terhadap sinar merah terjadi pada jarak partikel lebih kecil dari 0,20 x 10-2 meter (Gambar 19), dan hubungan linier jarak partikel terhadap sinar biru mulai terjadi pada saat nilai jarak antar partikel lebih kecil dari 0,35 x 10-2 meter. Hubungan linier antara jarak antar sel terhadap sinar hijau tidak begitu terlihat karena pemantulan sinar yang tidak beraturan oleh partikel-partikel. Cahaya merah akan efektif dipantulkan pada jarak partikel lebih kecil dari 0,20 x 10-2 meter. Partikel-partikel akan lebih efektif memantulkan sinar merah pada saat partikel-partikel tersusun secara teratur, atau jarak antar partikel sangat kecil (Simmonds dan Maclennan, 1992). Hubungan jarak partikel dengan sinar merah berbentuk kuadratik, dan berbentuk linier pada jarak partikel lebih kecil dari 0,20 x 10-2 meter. Cahaya biru efektif dipantulkan saat jarak partikel lebih kecil dari 0,35 x 10-2 meter. Pemantulan sinar biru oleh partikel terjadi secara beraturan, sehingga garis pemantulan sinar biru berbentuk linier (Gambar 19).

58 46 Sumber: Diolah dari lampiran 3 Gambar 19. Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

59 47 Hubungan antara jarak partikel terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) secara umum mempunyai korelasi negatif khususnya pada sinar merah dan biru. Pemantulan sinar akan lebih efektif jika jarak antar partikel semakin pendek. Cahaya akan lebih sulit dipantulkan jika jarak antar partikel semakin renggang (Simmonds dan Maclennan, 1992). Sinar merah yang dipancarkan berada pada panjang gelombang 650 nanometer. Jarak antara partikel terhadap sinar merah lebih kecil dari panjang gelombang, sehingga sinar merah akan dipantulkan lebih efektif. Sinar biru dipancarkan pada panjang gelombang 450 nanometer.

60 48 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kelimpahan Chlorella sp. memiliki pengaruh terhadap sinar hijau, tetapi tidak memiliki hubungan yang erat. Nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa kelimpahan Chlorella sp. memiliki hubungan yang sangat erat dengan sinar merah dan biru. Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi kelimpahan Chlorella sp. semakin besar sinar merah dan biru yang dipantulkan. Chlorella sp. memantulkan dengan baik sinar biru sehingga hanya sedikit yang dapat diserap oleh permukaan. Jarak antar partikel mempengaruhi pemantulan intensitas sinar merah dan biru. Jarak antar partikel yang sempit akan meningkatkan daya pantul terhadap sinar dan sebaliknya. Sinar merah, hijau, dan biru saling berpengaruh terhadap kelimpahan Chlorella sp. Pertambahan jumlah kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh terhadap tingginya nilai intensitas sinar merah dan biru Saran Saran yang diberikan antara lain perlunya dilakukan penelitian lanjutan tentang hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) lampu TL dan lampu fluorescence pada kelimpahan Chlorella sp. mono spesies dan multi spesies. 48

61 49 DAFTAR PUSTAKA Alim, I. dan Kurniastuty Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. Bougis, P Marine Plankton Ecology. American Elsevier Publishing Company. Newyork. Brotowidjoyo, M.D., dan D. Tribawono, E. Mulbyantoro Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta. 259h. Christian, W. dan Iris W Energy transfer and pigment composition in three chlorophyll b-containing light-harvesting complexes isolated from Mantoniella squamata (Prasinophyceae), Chlorella fusca (Chlorophyceae) and Sinapis alba. Institut für Allgemeine Botanik, Johannes Gutenberg-University of Mainz. Davis, C.C The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State University Press, USA. Eaton, A. D.et al Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association. Washington, DC. Kinne, O Marine ecology. A comprehensive, integrated treatise onlife in oceans and coastal water. Volume 1. Wiley- Interscience. London. Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer Remote Sensing and Image Interpretation. John Willey and Sons. Newyork. Mays, L. W Water resuorcess handbook. Mc Graw, Hill. Newyork h. McNaughton. S.J., dan L.L. Wolf Ekologi umum. Diterjemahkan oleh S. Pringgoseputro dan B. Srigandono. Gadjah mada University Press. Yogyakarta, Indonesia. 140 h. Nikolav, V. I dan Felix, F. L Photoconversion of long-wavelength protochlorophyll native form Pchl 682/672 into chlorophyll Chl 715/696 in Chlorella vulgaris B-15. Biology Department, Moscow State University. Russia. Nontji, A Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 367 h. Nybakken, J. W Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta 49

62 50 Nybakken, J. W Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa H. Muh. Eidman. PT. Gramedia, Jakarta. Rehder, J. B On the Nature of Multispectral Remote Sensing, In: The Surveilland Science Remote Sensing of the Environment, R. K. Holt: ed., John Wiley and Sons. Newwyork. Retno, W. P. dan A. Handoyo,dkk Karakteristik Absorbansi Cahaya Chlorella spp. http// [19 Juli 2002]. Riley, J. P. dan Chester Introduction to Marine Chemistry. Academic Press. London. 465h. Simmonds, J., dan David Maclennan Fisheries Acoustics. Blackwell Publishing Company. Oxford. Sugiyono Statistika untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung. Suriadi, A. dan Siswantoro Sebaran Chlorophyll-a di Perairan Indonesia pada skala 1 : Pusat Survey Sumberdaya Alam Laut BAKOSURTANAL. Bogor. Sutanto Penginderaan Jauh. Jilid 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tümpling, W.V Biologische Gewässeruntersuchung. Gustav Fischer. Germany h.

63 L A M P I R A N 51

64 52 51 Lampiran 1. Gambar/citra obyek pengamatan (Chlorella sp.) 1. 5 Maret 2008 Kontrol Akuarium 1 Akuarium 2 Akuarium 3 Akuarium Maret 2008 Kontrol Akuarium 1 Akuarium 2 Akuarium 3 Akuarium Maret 2008 Kontrol Akuarium 1 Akuarium 2

65 53 52 Akuarium 3 Akuarium Maret 2008 Kontrol Akuarium 1 Akuarium 2 Akuarium 3 Akuarium 4

66 54 53 Lampiran 2. Panjang gelombang dan intensitas lampu TL, sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan menggunakan filter No Lampu TL λ Lampu No TL Int (10 3 ) λ Lampu No TL Int (10 3 ) λ No Lampu TL No Lampu TL Int Int Int (10 3 ) λ (10 3 ) λ (10 3 )

67

68

69

70

71

72

73 60 61 Panjang gelombang dan intensitas sinar merah No Filter merah λ Filter No merah Int (10 3 ) λ Filter No merah Int (10 3 ) λ Filter No merah Int (10 3 ) λ Filter No merah Int (10 3 ) λ Int (10 3 )

74

75

76 63 64 Panjang gelombang dan intensitas sinar hijau No Filter hijau λ Filter No hijau Int (10 3 ) λ Filter No hijau Int (10 3 ) λ Filter No hijau Int (10 3 ) λ Filter No hijau Int (10 3 ) λ Int (10 3 ) 1 449, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

77 , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

78 , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

79 66 67 Panjang gelombang dan intensitas sinar biru No Filter biru λ Filter No biru Int (10 3 ) λ Filter No biru Int (10 3 ) λ Filter No biru Int (10 3 ) λ Filter No biru Int (10 3 ) λ Int (10 3 )

80

81

82 69 70 Lampiran 3. Data harian jumlah Chlorella sp. Akuarium ke- Jumlah Chlorella sp. pada kotak besar ke Kepadatan (sel/ml) Kepadatan per cm jarak Jarak antar sel (cm)

83

84

85 72 73 Lampiran 4. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 5 Maret 2008 level int Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 R G B R G B R G B R G B R G B

86

87 74 75 Lampiran 5. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 12 Maret 2008 Level int Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 R G B R G B R G B R G B R G B

88

89 76 77 Lampran 6. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 19 Maret 2008 Level int Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 R G B R G B R G B R G B R G B

90

91 78 79 Lampiran 7. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 26 Maret 2008 Level int Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 R G B R G B R G B R G B R G B

92

93 8081 Lampiran 8. Analisis ragam dan pengujian hipotesis hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp. Intensitas rata-rata sinar RGB dan nilai logaritma kelimpahan Chlorella sp. Intensitas R (Merah) Intensitas G (Hijau) Intensitas B (Biru) Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml)

94

95 Analisis regresi intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. Kelimpahan Chlorella sp. = 4,61 + 0,0473 intensitas merah - 0,0623 intensitas hijau + 0,0224 intensitas biru Predictor Coef SE Coef T P Constant 4,6098 0, ,07 0,000 Intensitas merah 0, , ,06 0,000 Intensitas hijau -0, , ,19 0,000 Intensitas biru 0, , ,16 0,000 S = 0, R-Sq = 92,7% R-Sq(adj) = 92,4% Analisis varian Source DF SS MS F P Regression 3 33,677 11, ,01 0,000 Residual Error 92 2,662 0,029 Total 95 36,338 X = Kelimpahan Chlorella sp. Y = Intensitas sinar merah 1. Hipotesis H 0 = tidak ada pengaruh intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. H 1 = ada pengaruh intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. H 0 = β1 = 0 H 1 = β α = 0,05

96 Tebel sidik ragam sk db jk kt F hit f tabel Regression , ,34 148,6156 3, Residual ,51 148,3245 Total ,84 F hitung > f table Keputusan: Tolak H 0, terdapat pengaruh nyata antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah 4. Koefisien korelasi R 2 = JKR x 100% 22043,34 x 100% = 61,2556% JKT 35985,84 r = korelasi r = JKR = JKT = 0, Kelimpahan Chlorella sp. mempengaruhi intensitas sinar merah sebesar 61,2556% dan hubungan yang terjadi bersifat sangat erat 5. Uji t Predictor Coef SE Coef t hit P t tabel Constant ,15-7,80 0,000 Kelimpahan Chlorella sp. 24,630 2,020 12,19 0,000 1,6604 t hitung > t tabel, Keputusan: Tolak H 0, dan disimpulkan terdapat pengaruh nyata antara nilai intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. Analisis regresi intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp. X = Kelimpahan Chlorella sp. Y = Intensitas sinar hijau 1. Hipotesis H 0 = tidak ada pengaruh intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp. H 1 = ada pengaruh intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp. 2. H 0 = β1 = 0 H 1 = β α = 0,05 4. Tebel sidik ragam sk db jk kt Fhi F hit Regression , ,578 48, , Residual , ,7125 Total ,55 F hitung > f table

97 84 85 Keputusan: Tolak H 0, terdapat pengaruh nyata antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar hijau 5. Koefisien korelasi R 2 = JKR x 100% 5051,578 x 100% = 34,1310% JKT 14800,55 r = korelasi JKR = JKT = 0,5842 Kelimpahan Chlorella sp. mempengaruhi intensitas sinar hijau sebesar 34,1310% dan hubungan yang terjadi bersifat erat 6. Uji t Predictor Coef SE Coef t hit P t tabel Constant -28,03 11,83-2,37 0,020 Kelimpahan Chlorella sp.11,790 1,689 6,98 0,000 1,6604 t hitung > t tabel, Keputusan: Tolak H 0, dan disimpulkan terdapat pengaruh nyata antara nilai intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp. Analisis regresi intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. X = Kelimpahan Chlorella sp. Y = Intensitas sinar biru 1. Hipotesis H 0 = tidak ada pengaruh intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. H 1 = ada pengaruh intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. 2. H 0 = β1 = 0 H 1 = β α = 0,05 4. Tebel sidik ragam sk db jk kt Fhitung F tabel Regression , ,03 236,019 3, Residual ,119 75,29913 Total ,14 F hitung > f table Keputusan: Tolak H 0, terdapat pengaruh nyata antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar biru 5. Koefisien korelasi R 2 = JKR x 100% 17772,03 x 100% = 71,5168% JKT 24850,14

98 85 86 r = korelasi JKR = = JKT = 0, Kelimpahan Chlorella sp. mempengaruhi intensitas sinar biru sebesar 71,5168% dan hubungan yang terjadi bersifat sangat erat 6. Uji t Predictor Coef SE Coef t hit P t tabel Constant -27,71 10,08-2,75 0,007 Kelimpahan Chlorella sp.22,115 1,439 15,36 0,000 1,6604 t hitung > t tabel, Keputusan: Tolak H 0, dan disimpulkan terdapat pengaruh nyata antara nilai intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp.

99 86 87 Lampiran 9. Gambar alat-alat yang diperlukan untuk penelitian Mikroskop Haemacytometer Gelas ukur Pipet Botol sampel Lugol Cawan petri dan pipet Piringan Kamera CCTV USB 2000 Spektrofotometer Akuarium Aerator Lampu TL

100 87 88 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang, 25 Mei 1986, dari Ayah Zainal Abidin dan Ibu Nurmi Jambak. Penulis adalah anak pertama dari 6 bersaudara, Hendriza Virgo, Ahmad Mulis Saputra, Ahmad Yuridis Saputra., Rahmanul Fajriza dan Mega Davira N. Pendidikan dasar penulis tempuh di SDN 61 Kapar Utara tahun Tahun penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 1 Pasaman. Sekolah Menengah Umum penulis tempuh di SMUN 1 Pasaman. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB penulis menjadi Asisten Mata Kuliah Biologi Dasar tahun dan Asisten Mata Kuliah Avertebrata Air tahun Pengalaman organisasi penulis antara lain, pengurus PASKIBRAKA IPB tahun , pengurus HIMITEKA sebagai Staf Departeman kewirausahaan (tahun kepengurusan ), paduan suara Agriaswara IPB tahun dan Bendahara Umum paduan suara Endefour Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor tahun Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul Analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) untuk mengukur kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.)

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C64104004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE Oleh: Dini Janiariska C64104059 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE Oleh: Dini Janiariska C64104059 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia yang 75% luas wilayahnya merupakan lautan memiliki potensi kekayaan yang tak ternilai. Oleh karenanya diperlukan perhatian serta penanganan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Dalam 100 g bayam mengandung 426 mg nitrat dan 557 mg fosfor dan konsentrasi nitrat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,9-3,5

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, Ancol, Jakarta yang meliputi dua tahap yaitu persiapan dan fragmentasi Lobophytum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN 1. Pendahuluan Pakan alami adalah sejenis pakan ikan yang berupa organisme air. Organism ini secara ekosistem merupakan produsen primer atau level makanan dibawah ikan dalam rantai

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades, 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biakan murni Spirulina platensis yang diambil

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. Pendahuluan Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan enegi matahari oleh tumbuhan

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung.

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung. III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13-21 Januari 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

Pengaruh ph Terhadap Perkembangbiakkan Mikroalga Botryococcus braunii Alami dan Mutannya

Pengaruh ph Terhadap Perkembangbiakkan Mikroalga Botryococcus braunii Alami dan Mutannya Oleh : LOGO Pengaruh ph Terhadap Perkembangbiakkan Mikroalga Botryococcus braunii Alami dan Mutannya Andi Kurniawan 2310100051 Erica Yunita Hutapea 2310100053 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Arief Widjaja,

Lebih terperinci

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

YUDI MIFTAHUL ROHMANI Faktor Pembatas OLEH: YUDI MIFTAHUL ROHMANI Pendahuluan Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 3. Pengenceran Proses pengenceran dilakukan dengan menambahkan 0,5-1 ml akuades secara terus menerus setiap interval waktu tertentu hingga mencapai nilai transmisi yang stabil (pengenceran hingga penambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Batimetri 4.1.1. Pemilihan Model Dugaan Dengan Nilai Digital Asli Citra hasil transformasi pada Gambar 7 menunjukkan nilai reflektansi hasil transformasi ln (V-V S

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis) Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 TUGAS AKHIR SB 091358 PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI MEDIA EKSTRAK TAUGE (MET) DENGAN PUPUK UREA TERHADAP KADAR PROTEIN Spirulina sp. PADA MEDIA DASAR AIR LAUT Dwi Riesya Amanatin (1509100063) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA A. TUJUAN 1. Mempersiapkan larutan blanko dan sampel untuk digunakan pengukuran panjang gelombang maksimum larutan sampel. 2. Menggunakan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Kegiatan penelitian berupa percobaan di laboratorium yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci