PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE Oleh: Dini Janiariska C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dilakukan sebelumnya oleh pihak lain baik di perguruan tinggi IPB maupun perguruan tinggi yang lain. Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009 Dini Janiariska C

3 RINGKASAN DINI JANIARISKA. Pengembangan Instrumentasi Pengukur Kelimpahan Chlorella sp. Berdasarkan Analisis RGB dengan Menggunakan Efek Fluorescence. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO dan INDRA JAYA Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) terhadap sinar RGB (merah, hijau, dan biru) berdasarkan nilai reflektansi (pantulan) dengan menggunakan efek fluorescence. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus hingga September Penelitian dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen ITK,FPIK IPB, Laboratorium Biologi Mikro, Departemen MSP, FPIK IPB, dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika, FMIPA IPB. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium, aerator, mikroskop, pipet, cover glass, botol sampel, haemacytometer, gelas ukur, lampu UV, lampu TL, video kamera CCTV, reflektor, USB 2000 spektrofotometer, seperangkat komputer, software pengambil citra, pengolah citra dan pengolah data statistik. Bahan yang digunakan adalah Chlorella sp., air sumur yang telah disaring, aquades, lugol, pupuk Urea, NPK dan TSP. Chlorella sp. yang dikultur terlebih dahulu. Data kelimpahan Chlorella sp. diperoleh dari pengamatan langsung melalui mikroskop dengan menggunakan haemocytometer dan menggunakan metode kotak besar. Kelimpahan Chlorella sp. dihitung setiap hari menggunakan persamaan Eaton et al (1995). Lampu UV dan TL diukur intensitas relatifnya menggunakan spektrofotometer. Citra didapatkan dari hasil pemotretan pada sisi bagian permukaan air dalam akuarium menggunakan kamera CCTV dan menambahkan efek fluorescence. Citra yang didapatkan diolah lebih lanjut menggunakan Adobe Photoshop 7.0. Citra terlebih dahulu diseleksi, hasil seleksi dipindahkan ke spesifikasi lembar baru dan dilihat intensitas warna RGB melalui histogram pada masing-masing kanal. Histogram dari tiap-tiap kanal disajikan secara berurutan untuk melihat pergeseran warna yang terjadi. Pergeseran ke kanan menandakan terjadinya peningkatan nilai intensitas dan sebaliknya. Pembandingan antara satu perlakuan dengan perlakuan lain dilakukan menggunakan persamaan regresi multivariat. Lampu UV dengan panjang gelombang 300 nm sampai 1100 nm memiliki efek fluorescence yang erat antara kelimpahan Chlorella sp. dengan sinar RGB. Kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh nyata dan positif terhadap sinar RGB. Semakin tinggi kelimpahan Chlorella sp.dan jarak antar partikel yang menyempit maka semakin besar sinar RGB yang dipantulkan. Peningkatan penggunaan energi sinar RGB sejalan dengan peningkatan konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. Efek fluorescence mengidentifikasikan kelimpahan fitoplankton lebih akurat daripada tanpa efek fluorescence (dengan lampu TL). Hal ini dikarenakan efek fluorescence akan memendarkan cahaya hijau lebih jelas daripada lampu TL yang lebih memancarkan sinar biru.

4 PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: Dini Janiariska C PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 SKRIPSI Judul Nama NRP : PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE : Dini Janiariska : C Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Totok Hestirianoto,M.Sc. Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP Tanggal lulus : 2 Februari 2009

6 KATA PENGANTAR Fitoplankton merupakan organisme penyusun yang utama dalam wilayah perairan dan memberikan banyak manfaat dalam aplikasi kehidupan sehari-hari. Penelitian mengenai pengembangan instrumentasi pengukur kelimpahan fitoplankton merupakan sumbangsih penulis untuk mempermudah dalam pengukuran kelimpahan fitoplankton. Puji syukur kepada ALLAH SWT atas karunianya sehingga penulis dapat merampungkan penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingannya. 2. Dr. Ir. Djisman Manurung, M. Sc sebagai penguji tamu dan Dr. Ir. Henry M. Manik, M. T sebagai komisi pendidikan pada ujian akhir. 3. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor atas kesempatan penelitian. 4. Kedua Orang tuaku dan keluarga besar atas doa, semangat, dan dukungan. 5. Drs. I Wayan Subamia, M. Si., Drs. Chumaidi, M.S., Pak Sunar, Pak Mul, Mas Danio, dan rekan-rekan dari LRBIHAT serta Fredi dari MARITEK atas bantuan, saran dan kerjasamanya selama penelitian. 6. Para sahabatku Nana, Didie, Mita, Ndarie, Afin, Dyna, Yoan, Elsa, Yoke, Mbak Maya, Diani, KMKL-UNHAS, dan Siskal ITS atas dukungannya. 7. Freddy Setiawan atas semua motivasi, dan kasih sayangnya. 8. Keluarga besar ITK FPIK IPB, warga ITK, teman seperjuangan ITK 41, semua teman di seluruh tanah air, dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak pihak yang berkepentingan. Bogor, 17 Januari 2009 Dini Janiariska

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fitoplankton dan faktor-faktor yang mempengaruhinya Struktur morfologi Chlorella sp Pigmen-pigmen pada Chlorella sp Warna, Panjang Gelombang, dan Fluorescence BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Alat dan bahan Prosedur kerja Perakitan alat Persiapan media penumbuh fitoplankton (Chlorella sp.) Isolasi dan penentuan fitoplankton Chlorella sp Teknik pengambilan citra Teknik pengolahan citra Pengukuran panjang gelombang lampu UV dan TL Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan warna pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) dan kelimpahannya selama 19 hari pengamatan Karakteristik gelombang lampu Ultraviolet, lampu TL dan sinar RGB setelah diberi filter Hubungan frekuensi kejadian warna RGB dengan kelimpahan Chlorella sp Sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada sinar RGB Hasil analisis ragam dan uji hipotesis hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar RGB Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar RGB Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar RGB menggunakan analisis ragam satu arah vii

8 4.7. Jarak antar partikel (konsentrasi Chlorella sp.) dengan kemampuan pemantulan sinar RGB Penggunaan energi sinar RGB oleh partikel (konsentrasi Chlorella sp.) KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP viii

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Hasil perhitungan nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar RGB (Lampiran 9) Hasil uji F perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar RGB (Lampiran 9) Hasil uji t perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar RGB (Lampiran 9) ix

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Koloni dan potongan melintang struktur morfologi Chlorella sp. dengan menggunakan mikroskop elektron (Vashishta, 1978) Kurva absorbansi sinar terhadap jumlah sel/volume Chlorella sp. pada panjang gelombang 687 nanometer (Retno et al., 2002) Korelasi antara biakan klorofil-a dengan konsentrasi klorofil DF Kinetik fotometer (Tümpling, 1999) Spektrum absorbansi Chlorella sp. pada panjang gelombang 400 sampai 800 nanometer (Retno et al., 2002) Kurva spektral emisi dan absorbsi pada sinar tampak dan emisi fluorescence (Davidson, 2005) Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru (Merizawati, 2008) Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap sinar (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru (Merizawati, 2008) Desain eksperimen kultur plankton : (a) tampak depan dan (b) tampak perspektif samping Pola kotakan pada hemacytometer dan contoh arah perhitungannya (Alim dan Kurniastuty, 1995) Desain eksperimen pengambilan citra : (a) perspektif samping dan (b) tampak atas Cropping obyek pengamatan (konsentrasi Chlorella sp.) pada Adobe Photoshop Analisis sinar RGB serta spesifikasi lembar baru pada Adobe Photoshop Analisis sinar RGB pada histogram Adobe Photoshop Pengukuran lampu dengan menggunakan USB Spektrofotometer S x

11 15. Pergeseran intensitas warna yang dipantulkan oleh konsentrasi Chlorella sp. pada histogram Adobe Photoshop Bagan alir langkah kerja perolehan dan pengolahan data Chlorella sp Selama 19 hari pengamatan, warna air pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) mengalami perubahan warna Karakteristik gelombang sinar lampu UV dan TL dengan menggunakan filter RGB (Lampiran 2) Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru (Lampiran 9) Kurva sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada sinar (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru (Lampiran 9) Pengujian kenormalan sisaan regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar RGB (Lampiran 9) Plot sisaan regresi (galat) intensitas sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. (Lampiran 9) Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap sinar RGB (Lampiran 3) Chlorella sp. membutuhkan energi untuk memendarkan cahaya fluorescence dengan tingkat penggunaan yang berbeda-beda pada sinar RGB (Lampiran 10) xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar/citra obyek pengamatan (Chlorella sp.) Panjang gelombang dan intensitas lampu UV, sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan menggunakan filter Data harian jumlah Chlorella sp Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 28 Agustus Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 1 September Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 5 September Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 9 September Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 13 September Analisis ragam dan pengujian hipotesis hubungan intensitas sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp Data pengolahan energi total RGB Gambar alat-alat yang diperlukan untuk penelitian xii

13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Eksplorasi sumber daya hayati di wilayah perairan Indonesia terus mengalami perkembangan. Fitoplankton merupakan salah satu organisme penyusun kehidupan yang utama di wilayah perairan. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan (Barus, 2002). Dengan sifatnya yang dapat membuat makanan sendiri (autotrof ) mampu merubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk yang lebih tinggi tingkatannya. Dilihat dari daya reproduksi dan produktifitasnya, maka fitoplankton mempunyai produktifitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan organisme autotrof lainnya (Alim dan Kurniastuty, 1995). Kedudukan fitoplankton sebagai produksi primer dengan kandungan nutrisi yang tinggi terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, dan asam lemak telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain dalam bidang perikanan, farmasi dan makanan suplemen. Organisme ini diisolasi kemudian dibudidayakan secara intensif untuk mendapatkan monospesies dengan kepadatan tinggi. Chlorella sp. adalah salah satu jenis fitoplankton yang banyak memiliki manfaat, di antaranya sebagai pakan ikan, makanan kesehatan bagi manusia, bahan campuran kosmetik maupan biofilter dalam menanggulangi limbah 1

14 2 organik. Chlorella sp. layak untuk dibudidayakan karena sifatnya yang mudah dan cepat berkembang biak. Chlorella sp memiliki pigmen hijau klorofil dan klorofil-a adalah tipe klorofil yang paling umum digunakan untuk proses fotosintesis. Semakin tinggi konsentrasi klorofil-a, semakin berlimpah fitoplankton di perairan tersebut sehingga dalam inventarisasi dan pemetaan sumberdaya alam pesisir dan laut, klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air (Suriadi dan Siswanto, 2004). Menghitung kelimpahan fitoplankton di lapangan memerlukan waktu yang relatif lama. Pada umumnya ada tiga cara yang dilakukan untuk mengetahui kelimpahan fitoplankton yakni secara manual, hydroacoustic, dan secara optik. Secara optik dapat diketahui dengan menggunakan sinar-sinar khususnya sinar merah, hijau, dan biru. Penggunaan efek fluorescence (pendaran cahaya) pada fitoplankton khususnya Chlorella sp. merupakan satu cara untuk melihat perkembangan dan pertumbuhannya melalui hubungan nilai reflektansi sinar merah, hijau, dan biru yang telah terkena efek fluorescence terhadap konsentrasi mikroorganisme tersebut Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap reflektansi intensitas sinar merah, hijau, dan biru dengan menggunakan efek fluorescence.

15 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fitoplankton dan faktor-faktor yang mempengaruhinya Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air dan memiliki kemampuan gerak yang sangat terbatas sehingga selalu terbawa oleh arus (Nontji, 2005). Salah satu golongan plankton adalah fitoplankton, yaitu organisme laut yang melayang dan hanyut dalam air serta mampu berfotosintesis (Nybakken, 1992). Kelimpahan dan komposisi jenis fitoplankton antara lain dipengaruhi oleh salinitas, musim, habitat, kecerahan, arus, proses reproduksi, dan aktifitas pemangsaan (Davis, 1951). Semua komunitas merupakan mozaik dari komposisi spesies dan sifat-sifat lingkungan. Meskipun mungkin konstan secara komparatif ketika di wilayah yang luas. Perubahan-perubahan lokal terjadi secara konstan karena ada kematian dan sisa hasil mikrosuksesi (McNaughton dan Wolf, 1990). Demikian juga dengan komunitas fitoplankton, dimana di dalam kolom perairan kuantitas dan kualitas dari fitoplankton selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika seperti suhu, cahaya matahari, kedalaman, kekeruhan, salinitas, dan kandungan oksigen; faktor kimia seperti ph, fosfat, nitrat, nitrit, dan silikat (Nybakken, 1992). Fotosintesis dapat berlangsung apabila cahaya yang sampai ke suatu sel fitoplankton lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Kedalaman penetrasi cahaya di perairan dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor antara lain absorbansi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan air, lintang 3

16 4 geografik, dan musim. Laju penetrasi energi cahaya akan terjadi secara eksponensial seiring dengan perubahan yang drastis pada spektrum energi sebagai akibat dari absorbsi oleh berbagai komponen di perairan (Kishino, 1986). Fitoplankton dapat menggunakan zat anorganik dan mengubahnya menjadi bahan organik jika mendapat cahaya yang cukup. Fitoplankton bisa ditemukan di seluruh massa air mulai dari permukaan laut sampai pada kedalaman dengan intesitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis (Nontji, 2005). Oleh sebab itu, fitoplankton tidak terdapat dalam lapisan air pada kedalaman lebih dari 100 meter. Pada kedalaman lebih dari itu, intensitas cahaya kurang lebih hanya 1% dari permukaan (Brotowidjoyo et al., 1995). Tahap pertama yang terjadi dalam proses fotosintesis adalah proses penyerapan sinar matahari dan hanya panjang gelombang 400 hingga 720 nanometer saja yang dapat dimanfaatkan. Laju fotosintesis fitoplankton maksimum terjadi pada lapisan tepat di bawah permukaan air. Laju pertumbuhan fitoplankton akan meningkat seiring dengan semakin tinggi penetrasi cahaya ke dalam perairan (Bullefuilee, 2004). Penetrasi cahaya matahari dipengaruhi oleh kecerahan dan kecerahan dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna air. Semakin tinggi kecerahan, semakin dalam penetrasi cahaya matahari. Kekeruhan perairan disebabkan adanya zat-zat melayang yang terurai secara halus, baik yang berasal dari jasad-jasad renik, lumpur, kotoran-kotoran organik, unsur-unsur organik dan anorganik, serta mikroorganisme plankton lainnya (Mays, 1996). Kekeruhan akan menyebabkan sinar yang datang ke perairan akan lebih banyak dihamburkan dibandingkan dengan yang diloloskan ke dalam perairan. Sedangkan keberadaan cahaya sangat dibutuhkan dalam proses

17 5 fotosintesis sebagai sumber energi untuk mengubah bahan anorganik menjadi organik (Kordi dan Tanchung, 2007). Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen dan fosfor. Kedua unsur ini jumlahnya sangat sedikit di perairan, namun unsur ini sangat penting keberadaannya. Nitrogen dan fosfor merupakan faktor pembatas bagi produktifitas fitoplankton. Selain nitrogen dan fosfor, zat-zat hara lain baik organik maupun anorganik diperlukan dalam jumlah kecil, tetapi tidak terlalu berpengaruh jika dibandingkan dengan nitrogen dan fosfor (Nybakken, 1992). Suhu merupakan parameter lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan fitoplankton. Sifat fisika-kimia perairan seperti kelarutan oksigen dan gas-gas lainnya serta kecepatan reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga berpengaruh terhadap pertumbuhan biota. Pada umumnya, laju pertumbuhan meningkat jika suhu air naik sampai tingkat tertentu. Suhu air dapat mempengaruhi keberadaan, penyebaran, kelimpahan, tingkah laku, dan pertumbuhan fitoplankton. Kinne (1970) mengemukakan bahwa kisaran fitoplankton untuk pertumbuhan optimal terhadap temperatur berbeda-beda setiap jenis atau spesies, namun rata-rata berkisar 20 o C sampai 30 o C. Kehidupan berbagai jenis fitoplankton dipengaruhi oleh salinitas (Sediadi, 1999). Variasi yang besar pada salinitas menimbulkan banyak pengaruh pada kehidupan organisme termasuk fitoplankton (Davis, 1951). Salinitas mempunyai pengaruh besar terhadap suksesi jenis fitoplankton. Variasi salinitas yang kecil, lebih kurang beberapa gram per seribu berpengaruh terhadap fitoplankton, yakni mempengaruhi daya melayang fitoplankton (Riley dan Chester, 1971).

18 Struktur morfologi Chlorella sp. Chlorella adalah salah satu jenis fitoplankton yang mengandung klorofil serta pigmen lainnya untuk melakukan fotosintesis. Kata Chlorella berasal dari bahasa Yunani yaitu Chloros yang berarti hijau dan L.ella yang berarti kecil (Bold dan Wynne, 1985). Chlorella adalah fitoplankton yang cukup penting dalam pengembangan bidang perikanan, karena merupakan salah satu pakan alami untuk benih ikan dan udang (Hartati, 1986). Chlorella merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang kaya gizi. Menurut habitat hidupnya, ada dua macam Chlorella yaitu Chlorella yang hidup di air tawar dan Chlorella yang hidup di air laut. Bentuk sel Chlorella biasanya bulat atau bulat telur dengan ukuran 5 10 mikrometer, merupakan alga bersel tunggal (uniseluler), dan kadang-kadang bergerombol 4-16 individu (Pandey dan Triverdi, 1977). Pandey dan Triverdi (1977) mengklasifikasikan Chlorella sebagai berikut : Phylum : Chlorophyta Kelas Ordo : Clorophyceae : Chlorococcales Sub-ordo : Autosporinae Familia : Chlorellaceae Genus : Chlorella Spesies : Chlorella vulgaris, C. conglomerate, C. conductrix, C. ellipsoidea, lainnya Chlorella berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan. Dinding selnya keras terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi

19 7 sangat lambat sehingga saat pengamatan seakan-akan tidak bergerak (Alim dan Kurniastuty, 1995). Struktur morfologi Chlorella dapat dilihat pada Gambar 1 (Vashishta, 1978). Gambar 1. Koloni dan potongan melintang struktur morfologi Chlorella sp. dengan mikroskop elektron (Vashishta, 1978) Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana seperti kolam, perairan payau, tempat-tempat yang lembab, kulit kayu, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan (Vashista, 1978). Fitoplankton ini dapat tumbuh pada salinitas 0 35 ppt dengan salinitas optimum ppt. Chlorella dapat tumbuh pada kisaran suhu antara 5-35 o C, dengan suhu optimum pada suhu 25 o C. Tetapi Chlorella memiliki toleransi pada suhu o C dan bertahan sampai 42 o C (Davis et al., 1953). Kisaran ph yang baik untuk pertumbuhan plankton adalah dan dengan menggunakan urea sebagai medianya, maka phnya adalah 6.5 (Davis et al., 1953). Chlorella bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, dan pemisahan autospora dari sel induknya (Alim dan Kurniastuty, 1995). Kepadatan fitoplankton dapat dinyatakan dalam biomassa yang pada hakekatnya bermakna banyaknya zat hidup per satuan luas atau per satuan volume

20 Absorbansi 8 di suatu daerah dan pada suatu waktu tertentu (Cushing in Nontji, 1984). Jumlah individu fitoplankton berlimpah pada lokasi tertentu, sedangkan pada lokasi lain di perairan yang sama jumlahnya sedikit (Nontji, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi fitoplankton di perairan tidak homogen. Faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan yang demikian yaitu arus, unsur hara, dan aktifitas pemangsaan (Davis, 1951). Karakteristik optik seperti absorbansi fitoplankton Chlorella sp. diukur dengan spektrofotometer di daerah panjang gelombang ultraviolet dan cahaya tampak. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa Chlorella sp. memiliki nilai absorbansi yang tinggi untuk panjang gelombang 687 dan 490 nm. Hubungan antara absorbansi dan kepadatan sel Chlorella sp. adalah linier pada rentang kepadatan 50 sampai dengan 150 x 10 4 sel/ml (Gambar 2) (Retno et al., 2002). Gambar 2. Kurva absorbansi sinar terhadap jumlah sel/volume Chlorella sp. pada panjang gelombang 687 nm (Retno et al., 2002)

21 9 DigitalFluorometer (DF) kinetik fotometer merupakan suatu metode untuk mengetahui bertambahnya jumlah konsentasi klorofil-a yang ada di perairan. Menurut Tümpling (1999) konsentrasi klorofil-a yang ada di perairan besarnya sebanding dengan besarnya konsentrasi total klorofil yang ada di perairan tersebut (Gambar 3). Gambar 3. Korelasi antara biakan klorofil-a dengan konsentrasi klorofil DF kinetik fotometer (Tümpling, 1999) Jumlah fitoplankton yang ada di perairan laut umumnya dapat dilihat dari jumlah klorofil-a yang ada di perairan tersebut. Oleh karena itu hasil pengukuran kandungan klorofil-a sering digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton suatu perairan. Menurut Arinardi et al. (1997), perairan Indonesia yang memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya pengadukan dasar perairan, dampak aliran sungai (Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Sumatera bagian Selatan, Kalimantan Selatan dan Papua) serta

22 10 berlangsungnya proses penaikan massa air lapisan dalam ke permukaan (Laut Banda, Laut Arafura, Selat Bali dan Selatan Jawa) Pigmen-pigmen pada Chlorella sp. Pigmen merupakan gabungan beberapa warna yang direfleksikan pada panjang gelombang tertentu pada cahaya tampak. Tumbuhan hijau, alga, dan Cyanobakteria dapat melakukan fotosintesis karena memiliki pigmen klorofil (Nikolav dan Velik, 1996). Fotosintesis terjadi akibat interaksi antara pigmen dengan cahaya yang diserap oleh pigmen tersebut. Cahaya yang diserap oleh pigmen klorofil berbeda-beda tergantung pada warna yang ada dalam pigmen tersebut. Klorofil dapat menyerap panjang gelombang pada cahaya tampak, kecuali hijau. Cahaya hijau direfleksikan sehingga klorofil terlihat berwarna hijau. Klorofil terdapat dalam membran yang dinamakan sebagai kloroplas (Christian dan Iris, 1987). Chlorella sp. merupakan fitoplankton yang memiliki klorofil serta pigmen-pigmen yang lain seperti xantofil, neoxantin, dan violaxantin. Fungsi pigmen-pigmen ini menangkap dan mengumpulkan energi cahaya dengan kisaran panjang gelombang yang luas, kemudian memindahkan energi tersebut ke klorofil (Sumich, 1992). Klorofil-a dapat mengabsorbsi cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 430 dan 660 nm, sedangkan pigmen-pigmen pelengkap mempunyai kemampuan mengabsorbsi cahaya secara maksimal pada panjang gelombang yang berbeda-beda (Basmi, 1999). Menurut Curran (1985), pigmen seperti klorofil-a dan klorofil-b memiliki tingkat absorbsi yang tinggi pada kanal biru dan merah. Pantulan maksimum terjadi pada kanal hijau karena klorofil-a

23 Absorbansi 11 sangat sedikit menyerap radiasi gelombang elektromagnetik pada kanal ini. Spektrum absorbansi klorofil pada Chlorella sp. berkisar antara nm (Gambar 4). panjang gelombang (nm) Gambar 4. Spektrum absorbansi Chlorella sp. pada panjang gelombang 400 sampai 800 nm (Retno et al., 2002). Pigmen fotosintesis pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni sebagai berikut: 1. Chlorophylls, merupakan pigmen hijau yang mengandung jaringan Porphyrin. Klorofil dapat dibagi menjadi beberapa jenis yakni klorofil-a sebagai tempat melakukan fotosintesis. Tumbuhan hijau, alga, dan Cyanobacteria dapat melakukan fotosintesis karena mengandung klorofil-a. Klorofil-b merupakan klorofil yang hanya terdapat pada alga hijau dan tumbuhan hjau. Klorofil-c hanya ditemukan pada Chromista misalnya Dinoflagellata. 2. Carotenoid, merupakan pigmen yang berwarna merah, orange, atau kuning. Carotenoid mengandung carotene yang memberi warna orange. Fuxocantin

24 12 merupakan salah satu contoh pigmen carotenoid. Fuxocatin berwarna coklat dan terdapat pada alga coklat misalnya Diatom. 3. Phycobilins, merupakan pigmen bening yang terdapat pada sitoplasma atau stroma kloroplas. Phycobilin terdapat pada Cyanobacteria dan Rhodophyta. Pigmen phycobilin dibagi menjadi dua yakni, phycocyanin dan phycorietrin. Phycocyanin berwarna kebiruan terdapat pada Cyanobacteria, dan phycorietrin yang memberi warna merah pada alga merah. Dilihat dari segi fisiologis, spektrum cahaya terpenting untuk fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton adalah cahaya biru. Absorbsi cahaya biru oleh fitoplankton lebih efektif dibandingkan cahaya hijau, oleh karena itu rata-rata kecepatan proses fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton lebih tinggi pada spektrum cahaya tersebut (Wallen and Geenn, 1971 in Yentsch, 1974). Penentuan distribusi klorofil diperoleh dengan menggunakan sensor karakteristik Ocean Color yaitu daerah tampak sinar biru dan sinar hijau. Sinar hijau yang dipantulkan dari permukaan laut membawa informasi mengenai konsentrasi klorofil yang dideteksi oleh sensor. Semakin banyak sinar hijau yang diterima sensor, maka semakin banyak pula kandungan klorofil tersebut (Suriadi dan Siswanto, 2004) Warna, Panjang Gelombang, dan Fluorescence Panjang gelombang yang berbeda-beda diinterpretasikan oleh otak manusia sebagai warna, dengan merah adalah panjang gelombang terpanjang hingga violet dengan panjang gelombang terpendek. Cahaya dengan frekuensi di bawah 400 nm tidak dapat dilihat oleh mata manusia dan disebut ultraviolet pada batas frekuensi tinggi serta inframerah pada batas frekuensi rendah.

25 13 Antara obyek dan tenaga terjadi interaksi. Ada lima bentuk interaksi yaitu transmisi, serapan, pantulan, hamburan, dan pancaran. Transmisi merupakan tenaga menembus obyek dengan mengalami perubahan kecepatan sesuai dengan indeks pembiasan antara dua obyek yang bersangkutan. Tenaga dalam bentuk panas maupun sinar dapat diserap oleh benda. Tenaga pantulan yaitu tenaga yang dipantulkan oleh benda dengan sudut datang sebesar sudut pantulnya, tanpa mengalami perubahan kecepatan. Hamburan yaitu pantulan yang bersifat acak. Tenaga pancaran sebenarnya berupa tenaga serapan yang kemudian dipancarkan oleh benda penyerapnya. Tenaga elektromagnetik berupa sinar, interaksinya dengan benda terjadi dalam bentuk serapan dan pantulan. Bila sinar banyak diserap, maka yang dipantulkan hanya sedikit dan sebaliknya. Transmisi terjadi pada air jernih bagi panjang gelombang tertentu. Hamburan terjadi pada obyek yang berbentuk tidak beraturan atau tidak datar (Sutanto, 1987). Pembentukan warna dapat berupa proses aditif dan substraktif. Pada proses aditif, pembentukan warna dilakukan dengan memadukan warna aditif primer yaitu warna biru, hijau, dan merah (Red, Green, Blue/ RGB). Pembentukan warna dengan proses substraktif dilakukan dengan memadukan warna substraktif primer, yaitu warna kuning, cyan, dan magenta (Lillesand dan Kiefer, 1979). Penguraian sinar dilakukan menggunakan filter. Filter yang berwarna merah jika dipasang pada sinar putih akan menyerap saluran biru dan saluran hijau sehingga hanya saluran merah saja yang diteruskan sehingga sinar itu tampak berwarna merah.

26 14 Cahaya matahari yang sampai ke permukaan air terdiri dari suatu spektrum berbagai gelombang cahaya yang diukur dengan satuan nanometer (nm). Spektrum cahaya ini mencakup semua warna yang dapat dilihat yakni warna ungu sampai merah ( nm). Komponen merah dan ungu diserap setelah gelombang menembus permukaan air. Komponen hijau dan biru diabsorbsi lebih lambat sehingga dapat menembus air lebih dalam (Nybakken, 1992). Sinar merah dan ungu akan diabsorbsi sampai kedalaman tertentu, tetapi sinar biru dapat mencapai kedalaman yang lebih dibandingkan dengan merah dan ungu. Panjang gelombang akan berkurang intensitasnya seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman yang dicapai oleh cahaya dengan intensitas tertentu merupakan fungsi dari kecerahan air dan absorbsi berbagai panjang gelombang sebagai komponen cahaya (Nybakken, 1992). Daya tembus sinar terhadap air tergantung pada daya serap air terhadap sinar yang mengenainya. Semakin besar daya serapnya, semakin kecil kemungkinan sinar untuk menembus air tersebut. Daya serap air yang terkecil berada pada kisaran panjang gelombang nm sehingga dapat digunakan untuk penginderaan dasar perairan yang dangkal. Pada perairan yang dangkal, sinar biru memiliki daya tembus yang besar terhadap air, selain itu juga mengalami hamburan yang besar sehingga tidak banyak sinar pantulan yang dapat mencapai kamera (Lilesand dan Kiefer, 1979). Sinar merah memiliki daya tembus yang lebih kecil. Bila digunakan saluran merah, daya tembusnya terhadap air jernih hanya beberapa meter saja. Bila digunakan seluruh spektrum tampak maka ia akan diserap oleh air setelah mencapai kedalaman 2 m. Apabila digunakan saluran inframerah dekat, sinar

27 15 telah diserap pada jarak hanya beberapa desimeter sehingga ronanya tampak gelap. Untuk penginderaan dasar perairan dangkal saluran yang digunakan adalah nm dan nm (Rehder, 1985). Salah satu teknik untuk deteksi fitoplankton di perairan adalah dengan menggunakan efek fluorescence. Fluorescence adalah suatu proses dimana sebuah molekul setelah menyerap cahaya, menggunakan energi yang diterimanya dengan mengeluarkan cahaya lagi dengan panjang gelombang yang lebih panjang (Loudon, 2003). Fluorescence terjadi pada lingkungan dimana tidak ada cahaya lain yang mempunyai panjang gelombang yang sama yang dapat menghasilkan sinyal juga. Grant (2000) menyatakan bahwa efek fluorescence dapat dirangsang dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV). Ada tiga jenis sinar UV : 1. UV A, merupakan UV gelombang panjang, near-ultraviolet, black-light,atau Wood s light dengan panjang gelombang nm. 2. UV B, merupakan UV gelombang sedang dengan panjang gelombang nm. 3. UV C, merupakan UV gelombang pendek, far ultraviolet, germicidal UV dengan panjang gelombang nm. Foton di wilayah UV yang tidak tampak oleh mata manusia memiliki energi yang lebih tinggi daripada dalam sinar tampak. Oleh karena itu jika sebuah foton ultraviolet diserap oleh suatu atom, elektron terluar dapat terpancar ke tingkatan yang lebih tinggi. Elektron akan kembali ke tingkatan awal bersamaan dengan emisi foton yang berada dalam wilayah tampak (Finkenthal, 1996). Menurut Davidson (2005) puncak intensitas emisi atau absorbsi fenomena pendaran fluor biasanya lebih rendah pada panjang gelombang dan jaraknya

28 16 daripada puncak eksitasinya. Kurva spektral emisinya sering terlihat seperti cerminan dari kurva eksitasi, tetapi ditekan menuju perpanjangan gelombangnya, seperti yang digambarkan pada Gambar 5 dengan menggunakan alat pengukur absorbsi dan spectral Alexa Fluor 555. Gambar 5. Kurva spektral emisi dan absorbsi pada sinar tampak dan emisi fluorescence (Davidson, 2005) Deviana (2007) menyatakan bahwa lampu akuarium memiliki emisi pada warna merah ( nm), hijau ( nm), biru ( nm) dan ultraviolet (<400 nm) dengan emisi tertinggi pada warna merah. Pada lampu nyamuk, panjang gelombang yang diemisikan didominasi pada panjang gelombang spektrum warna biru ( nm). Selain warna biru, lampu ini juga mengemisikan spektrum warna hijau ( nm) dan ultraviolet (<400 nm). Berbeda dengan kedua jenis lampu tadi, lampu fluorescence hanya mengemisikan satu spektrum gelombang, yakni spektrum ultraviolet (<400 nm). Lampu akuarium berpengaruh terbesar pada kanal merah, sedangkan lampu nyamuk dan lampu fluorescence pada kanal biru. Dari ketiga lampu, yang

29 17 memungkinkan untuk memicu fenomena fluorescence adalah lampu nyamuk dan fluorescence. Merizawati (2008) menyatakan bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap sinar hijau dan hubungannya tidak erat (Gambar 6b). (a) (b) (c) Gambar 6. Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru (Merizawati, 2008)

30 18 Kelimpahan Chlorella sp. memiliki hubungan yang sangat erat dengan sinar merah dan biru sehingga semakin tinggi kelimpahan Chlorella sp. semakin besar sinar merah dan biru yang dipantulkan (Gambar 6a dan c). Chlorella sp. memantulkan dengan baik sinar biru sehingga hanya sedikit yang dapat diserap oleh permukaan. Dalam bidang akustik perikanan menggunakan energi gelombang suara yang ditransmisikan ke dalam perairan untuk mendeteksi prilaku atau keberadaan organisme di perairan tersebut. Susunan dan jarak antar partikel berpengaruh terhadap penyerapan dan pemantulan energi gelombang suara yang ditransmisikan ke dalam perairan. Energi gelombang suara akan makin efektif dipantulkan saat susunan partikelnya acak. Pada pendeteksian fitoplankton dengan sistem akustik, peningkatan kelimpahan fitoplankton menyebabkan pantulan energi yang diterima sensor akustik semakin banyak. Peningkatan terjadi secara eksponensial sejalan dengan peningkatan kelimpahan fitoplankton sampai mencapai kestabilan (Simmonds dan Maclennan, 1992). Prinsip pemantulan cahaya tidak jauh berbeda dengan prinsip pemantulan pada energi gelombang suara. Jarak antar partikel akan mempengaruhi pemantulan intensitas cahaya. Merizawati (2008) menganalisis bagaimana jarak antar partikel mempengaruhi pemantulan intensitas sinar merah, hijau dan biru. Jarak antar partikel berpengaruh terhadap sinar merah dan biru (Gambar 7a dan c), tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap sinar hijau (Gambar 7c) karena susunan partikelnya tidak beraturan. Jarak antar partikel yang sempit akan meningkatkan daya pantul terhadap sinar dan sebaliknya. Sinar merah, hijau, dan biru saling berpengaruh terhadap kelimpahan Chlorella sp. Pertambahan jumlah

31 19 kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap tingginya nilai intensitas sinar merah dan biru (Merizawati, 2008). (a) (b) (c) Gambar 7. Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap sinar (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru (Merizawati, 2008)

32 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus hingga September Penelitian terdiri dari beberapa tahapan yakni tahap perakitan alat eksperimen kultur dan persiapan media penumbuh fitoplankton dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB. Tahap selanjutnya yaitu isolasi dan penentuan kelimpahan fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB. Tahap pengamatan perkembangan fitoplankton, pengambilan dan pengolahan citra dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB. Tahap pengukuran intensitas relatif cahaya lampu UV, TL, sinar merah, sinar hijau, dan sinar biru dilakukan di Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika, FMIPA IPB. Tahapan yang terakhir yaitu pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan sesuai dengan prosedur penelitian dan ditampilkan pada Tabel 1. Bahan lain yang digunakan selain yang tertera di dalam tabel adalah lugol untuk mengawetkan sampel fitoplankton. 20

33 21 Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Prosedur Penelitian Alat & Bahan Jumlah Satuan Perakitan alat Persiapan media penumbuh fitoplankton Akuarium (30 x 18 x 20 cm) 4 Aerator air pump Yasunaga 240 V, 50 Hz, 39 W, LP-40A 1 unit Selang aerator 4 Lampu TL SAKURA FL-20 W 4 Air sumur 50 liter Pupuk Urea (ZA) 4 x 7.2 mg Pupuk NPK & TSP 4 x 4 x 0.72 Bibit Chlorella sp. 200 x 10 4 ind/ml Isolasi & penentuan kelimpahan fitoplankton Akuades 5 liter Cover glass 1 kotak Pipet 3 Gelas ukur Class A IWAKI PYREX 1 Mikroskop seri Olympus BX41 1 unit Haemacytometer neubauer improved marienfeld 0,0025 mm2 1 Botol sampel 4 Kamera CCTV seri 208 C, MIC, PAL,Clr 1 Reflektor 1 Pengambilan citra Seperangkat komputer Intel unit Pentium 4, RAM 512 MB 1 USB flash disk 1 Lampu Ultraviolet 2 Kabel video 5 m Software Gadmei TVR Plus Pengolahan citra Software Adobe Photoshop USB Spectrometer S2000 fiber Pengukuran intensitas optic vis-nir relatif lampu TL & UV Filter merah, hijau, dan biru 1 unit Pengolahan data Software Statistica 6.0 Software Minitab 14 Penyusunan skripsi Software Ms. Office Prosedur kerja Prosedur kerja penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu : perakitan alat, persiapan media penumbuh fitoplankton, isolasi dan penentuan kelimpahan

34 22 fitoplankton, pengambilan citra, pengolahan citra, pengukuran intensitas relatif lampu TL dan UV, pengolahan data, dan penyusunan skripsi Perakitan alat Bak pengamatan berupa empat buah akuarium sebagai ulangan 1, ulangan 2, ulangan 3, dan ulangan 4 dipasang berjejer (sejajar) dengan jarak 5 cm antar unit. Pada sisi depan dan belakang akuarium dipasang masing-masing dua buah lampu TL. Selang aerator dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium untuk proses aerasi. Perakitan alat yang digunakan untuk penelitian ini ditampilkan pada Gambar 8. Aquarium Selang Aerator Aerator Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Lampu TL Rak Pengamatan Rak Pengamatan Selang Aerator Aerator Lampu TL Aquarium Gambar 8. Desain eksperimen kultur plankton : (a) tampak depan dan (b) perspektif samping

35 Persiapan media penumbuh fitoplankton (Chlorella sp.) Untuk mengembangbiakkan Chlorella sp. diperlukan unsur-unsur hara baik makro maupun mikro yang umumnya unsur-unsur tersebut diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk ion-ion (Dwijoseputro, 1980). Salah satu unsur makro yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan Chlorella sp. adalah nitrogen yang bisa didapat dari senyawa organik nitrat, nitrit, protein, dan urea (ZA). Menurut Priyadi (1986) urea cukup baik digunakan sebagai media hara yang produktif untuk pertumbuhan Chlorella sp. Disamping itu urea mudah didapat dan merupakan sumber nitrogen yang cukup besar bagi Chlorella sp. Kadar urea yang paling baik untuk pertumbuhan populasi Chlorella sp. adalah 900 ppm dengan kepadatan awalnya 200 x 10 4 ind/ml. Kultur Chlorella sp. menggunakan media dasar air sumur yang banyak mengandung mineral yaitu Calsium 40.8 ppm, Magnesium 4.88 ppm, Ferrum 0.45 ppm, Mangan 0.45 ppm, Cuprum 0.15 ppm, Zincum 1.9 ppm, dan Natrium 3.0 ppm (Priyadi e. al., 1990). Pupuk urea sebanyak 7.2 mg dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium yang telah diisi dengan air sumur sebanyak delapan liter. Media yang telah disiapkan dibiarkan selama 1 hari agar kandungan urea dapat tersebar merata ke seluruh air di dalam akuarium dan bercampur dengan kandungan saringan air sumur. Pupuk NPK dan TSP ditambahkan ke dalam media selama pengamatan setiap empat hari sekali dengan dosis sepersepuluh dari dosis pupuk urea. Penambahan pupuk NPK dan TSP bertujuan untuk menambahkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton sehingga pertumbuhannya akan stabil.

36 Isolasi dan penentuan kelimpahan fitoplankton Chlorella sp. Bibit Chlorella sp. yang akan ditumbuhkan terlebih dahulu diisolasi dari jenis organisme lain. Tujuannya untuk mendapatkan bibit Chlorella sp. murni. Pada tahap isolasi ini Chlorella sp. diambil 10 ml dari media inokulan dan diamati melalui mikroskop. Organisme jenis lain dipisahkan dari inokulan Chlorella sp. tersebut. Chlorella sp. yang diperoleh dari hasil isolasi, dimasukkan ke dalam 50 ml akuades dan dihitung kelimpahan awalnya. Kelimpahan awal diperoleh dengan menghitung jumlah Chlorella sp. menggunakan haemacytometer. Menurut Alim dan Kurniastuty (1995) haemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas dan dibagi menjadi sembilan kotak besar pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk persegi dengan sisi 1 mm dan tinggi 0.1 mm sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup, volume ruangannya adalah 0.1 mm 3 atau 10-4 ml. Di dalam masing-masing kotak besar terdapat 16 kotak kecil. Pengamatan Chlorella sp. pada haemacytometer dapat dilihat pada Gambar 9. Kotak yang diamati Gambar 9. Pola kotakan pada hemacytometer dan contoh arah perhitungannya (Alim dan Kurniastuty, 1995).

37 25 Setelah diketahui kelimpahan awalnya, fitoplankton tersebut dimasukkan ke dalam media yang telah disediakan. Kelimpahan Chorella sp. dihitung setiap hari dengan mengambil masing-masing 10 ml air sampel dari setiap ulangan. Air sampel dimasukkan ke dalam botol sampel dan ditetesi dengan tiga tetes lugol pada setiap botol sampel. Pemberian lugol dilakukan agar Chlorella sp. mati, sehingga pembelahan sel tidak terjadi. Air sampel diteteskan pada permukaan haemacytometer yang telah ditutupi cover glass sampai permukaan haemacytometer ditutupi air sampel. Sampel tersebut diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Cara menghitung kelimpahan Chlorella sp. menurut Eaton et al.(1995) yaitu jumlah total Chlorella sp. yang teramati pada haemacytometer dikalikan dengan jumlah total kotak kecil pada satu kotak besar. Kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah kotak kecil yang diamati dan dikalikan dengan satu per volume air sampel yang menutupi satu kotak besar (10-4 ml). N 16 1 = n Kbi i= (1) dimana : N n = Kelimpahan individu (sel/ml) = Jumlah sel 16 = Jumlah total kotak kecil pada kotak besar Kb i = Jumlah kotak kecil yang diamati pada haemacytometer 10-4 = Volume air sampel yang menutupi 1 kotak besar pada haemacytometer (ml) Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mengetahui besarnya kelimpahan Chlorella sp. Pengamatan dilakukan sampai kelimpahan Chlorella sp. cenderung

38 26 stabil atau sampai air dalam akuarium pengamatan berubah warna dari jernih menjadi sangat hijau Teknik pengambilan citra Citra diperoleh dengan menggunakan kamera CCTV. Kamera yang dipasang pada reflektor dimasukkan ke dalam akuarium sehingga kamera berada pada jarak lebih kurang 10 cm dari obyek pengamatan (Gambar 10). Kamera dihubungkan dengan komputer menggunakan kabel video sepanjang 5 m. Pengambilan citra dilakukan pada komputer menggunakan program Gadmei TVR Plus. Kamera CCTV Personal Computer Kabel konektor Lampu UV Kamera CCTV Aquarium Mikroskop Reflektor Gambar 10. Desain eksperimen pengambilan citra : (a) perspektif samping dan (b) tampak atas Citra diperoleh dari hasil pemotretan pada permukaan air bak pengamatan (akuarium). Pada saat pengambilan citra, bak pengamatan ditutup dengan plastik hitam dan kondisi ruangan gelap agar cahaya lampu UV bisa mencapai biota secara maksimal dan aerator dimatikan untuk menghilangkan riak air. Citra yang telah diperoleh melalui pemotretan langsung tersimpan di komputer secara

39 27 otomatis. Pengambilan citra dilakukan satu kali setiap hari selama pengamatan Teknik pengolahan citra Citra yang diperoleh dari hasil pemotretan diolah menggunakan software Adobe Photoshop. Pada gambar yang diperoleh dari hasil pemotretan terdapat setitik putih, titik putih tersebut adalah bayangan dari lampu UV. Pada gambar yang akan dianalisis terlebih dahulu dilakukan cropping sebanyak 5 x 5 grid atau 25 grid (Gambar 11). Cropping obyek Gambar 11. Cropping obyek pengamatan (konsentrasi Chlorella sp.) pada Adobe Photoshop Proses cropping bertujuan menghilangkan pengaruh pantulan cahaya oleh permukaan air, supaya titik cahaya lampu UV tersebut tidak terhitung nilai intensitasnya. Hasil cropping dipindahkan ke halaman dan lembar baru. Spesifikasi lembar baru yang digunakan untuk menempatkan citra hasil cropping dapat dilihat pada Gambar 12.

40 28 Spesifikasi lembar baru Gambar 12. Analisis sinar RGB serta spesifikasi lembar baru pada Adobe Photoshop Citra hasil cropping Intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kanal Gambar 13. Analisis intensitas sinar RGB pada histogram Adobe Photoshop Nilai intensitas sinar RGB diketahui dengan melihat nilai yang tertera pada histogram (Gambar 13). Data yang disajikan pada histogram terdiri dari level

41 29 intensitas pada sumbu horizontal dan frekuensi kejadian pada sumbu vertikal. Level intensitas pada tiap-tiap kanal histogram berkisar antara Frekuensi kejadian yang disajikan pada level intensitas tertentu adalah data pantulan sinar RGB oleh obyek pengamatan Pengukuran panjang gelombang lampu UV dan TL Lampu UV dan TL yang digunakan untuk penyinaran obyek pengamatan (Chlorella sp.) diukur intensitas relatifnya menggunakan spektrofotometer. Spektrofotometer yang dipakai adalah USB Spektrofotometer S Lampu yang akan diukur dinyalakan dan didekatkan dengan sensor spektrofotometer (Gambar 14). Hasil pengukuran akan berupa intensitas relatif gelombang yang dipancarkan pada tiap panjang gelombang dan disajikan dalam bentuk grafik. Spektrofotometer Lampu Sensor spektrofotometer Gambar 14. Pengukuran lampu dengan menggunakan USB Spektrofotometer S2000 Karakteristik sinar-sinar yang lain diketahui dengan menggunakan filter yang sesuai dengan warna yang akan diamati. Filter merah digunakan untuk menentukan nilai panjang gelombang dan intensitas relatif pada sinar merah, filter

42 30 hijau digunakan untuk sinar hijau dan filter biru digunakan untuk melihat panjang gelombang dan intensitas relatif sinar biru. Filter berfungsi menyerap warna lain yang dipancarkan oleh lampu TL sehingga yang disalurkan adalah warna yang sesuai dengan warna filter Analisis data Pergeseran warna dilihat secara visual pada histogram melalui kanal-kanal pada tiap perlakuan. Pada sumbu horizontal histogram terdapat level intensitas dan pada sumbu vertikal terdapat frekuensi kejadian. Pergeseran ke kanan menunjukkan terjadinya peningkatan intensitas warna dan pergeseran ke kiri menunjukkan terjadinya penurunan intensitas warna (Gambar 15). Frekuensi kejadian sinar RGB Intensitas Penurunan nilai intensitas warna Peningkatan nilai intensitas warna Reflektansi sinar oleh obyek pengamatan Gambar 15. Pergeseran intensitas warna yang dipantulkan oleh konsentrasi Chlorella sp. pada histogram Adobe Photoshop Nilai yang tertera pada level merupakan pantulan sinar oleh permukaan obyek pengamatan (Chlorella sp.). Nilai ini diamati pada masing-masing level intensitas (0-255) kemudian dikalikan dengan level intensitas tersebut. Hasilnya dibagi dengan jumlah total nilai reflektansi RGB atau frekuensi kejadian RGB

43 31 untuk mendapatkan nilai RGB. Dalam analisis data, presentasi sinar RGB diukur dengan menggunakan metode sebagai berikut : R G, B = n I + n I + n3i N , n I i i... (2) dimana : R,G,B = Intensitas sinar R atau G atau B n 1,2,3,i = Nilai frekuensi kejadian RGB pada intensitas ke-1, 2, 3, i I 1,2,3,i N = Nilai level intensitas RGB ke-1, 2, 3, i = Jumlah total frekuensi kejadian R atau G atau B Pada proses penyerapan cahaya oleh partikel (Chlorella sp.) membutuhkan energi untuk bisa melepaskan energi tersebut dalam bentuk cahaya (pendaran fluorescence). Untuk menghitung total energi didapatkan dengan menjumlahkan total frekuensi kejadian sinar RGB dikalikan dengan level intensitasnya (0-255) seperti metode berikut : RE = n 1I 1 + n 2 I n i I i... (3) dimana : RE = Total energi yang digunakan oleh partikel (Chlorella sp.) n 1,2,3,i = Nilai frekuensi kejadian RGB pada intensitas ke-1, 2, 3, i I 1,2,3,i = Nilai level intensitas RGB ke-1, 2, 3, i Analisis regresi dilakukan untuk membandingkan antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain. Analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan keadaan variabel dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel

44 32 independen dan sebaliknya sehingga dapat diketahui variabel-variabel yang saling mempengaruhi. Persamaan pada analisis regresi untuk tiga prediktor adalah : Y = a + b 1x1 + b2 x2 + b3 x3 + ε o... (4) dimana : Y x 1 x 2 x 3 a = Kelimpahan Chlorella sp. = Intensitas sinar merah = Intensitas sinar hijau = Intensitas sinar biru = Perpotongan dengan sumbu Y b 1, b 2, b 3 = Kemiringan ε o = Sisa / galat error Untuk mengetahui tingkat korelasi ganda dengan tiga prediktor digunakan persamaan berikut : Ry (1,2,3) b 76 x1 y + b2 x2 y + b3 1 i= 1 i= 1 i= 1 = i= 1 y 76 x 3 y... (5) dimana : Ry (1, 2, 3) = korelasi antara peubah bebas 1, 2, 3 dengan Y Ringkasan dari tahapan prosedur kerja penelitian (perakitan alat, persiapan media penumbuh fitoplankton, isolasi dan penentuan kelimpahan fitoplankton, pengambilan citra, pengolahan citra, pengukuran intensitas relatif lampu TL dan UV, analisis data) dapat disajikan pada bagan alir Gambar 16.

45 33 Mulai Persiapan media penumbuh Chlorella sp. Pengambilan data Hitung kelimpahan Chlorella sp. Ambil gambar/citra Buka citra pada Adobe Cropping citra/gambar Simpan citra pada lembar kerja baru Baca intensitas warna pada histogram Adobe Analisis sinar RGB pada histogram Adobe Perubahan warna? Ukur intensitas relatif lampu Selesai Gambar 16. Bagan alir langkah kerja perolehan dan pengolahan data Chlorella sp.

46 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan warna obyek pengamatan (Chlorella sp.) dan kelimpahannya selama 19 hari pengamatan Pengamatan dilakukan setelah benih Chlorella sp. dimasukkan ke dalam akuarium pengamatan. Pada awal pengamatan tanggal 28 Agustus 2008 terlihat bahwa air berwarna gelap dan reflektor sedikit terlihat (Gambar 17a). Warna air dalam akuarium berubah menjadi hijau terang dan reflektor tidak terlihat lagi pada hari kelima tanggal 1 September 2008 (Gambar 17b). Perlahan warna air mengalami menjadi sedikit gelap pada hari kesembilan tanggal 5 September 2008 (Gambar 17c) dan menjadi hijau gelap dan reflektor tidak terlihat dengan jelas pada hari ke-13 tanggal 9 September (Gambar 17d). Pada hari ke-17, yaitu tanggal 13 September 2008 warna air menjadi terang kembali dan reflektor terlihat kembali (Gambar 17e). (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 17. Selama 19 hari pengamatan, warna air pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) mengalami perubahan warna yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan obyek. Secara visual, dari kelima gambar dapat dilihat bahwa gambar yang diperoleh tanggal 1 September 2008 memiliki warna hijau paling terang jika dibandingkan dengan keempat gambar lainnya. Perubahan warna air semakin hijau dan terang gelapnya seiring dengan pertambahan biomassa Chlorella sp. 34

47 35 Kelimpahan Chlorella sp. terus meningkat sejak tanggal 28 Agustus 2008 dan mencapai puncaknya pada tanggal 5 September Sebaran kelimpahan pada setiap ulangan hampir merata. Pada tanggal 6 September 2008, sebaran kelimpahan Chlorella sp. terlihat sangat menyebar pada masing-masing ulangan. Hal ini disebabkan pada ulangan keempat mengalami penurunan kelimpahan secara drastis. Penurunan tingkat pertumbuhan ini disebabkan karena ada plankton lain yang mengganggu Chlorella sp. seperti Chaetoceros sp. dan Nitzschia sp. dan kurangnya intensitas cahaya penyinaran yang diterima oleh Chlorella sp. pada ulangan keempat. Hal ini diatasi dengan menambahkan intensitas cahaya ke dalam akuarium ulangan keempat Karakteristik gelombang lampu Ultraviolet, lampu TL dan sinar RGB setelah diberi filter Lampu ultraviolet mengemisikan sinar dengan kisaran panjang gelombang nm dan cahaya lampu tampak berwana ungu. Lampu ultraviolet digunakan untuk membangkitkan efek fluorescence. Intensitas relatif tertinggi sebesar W/m 2 pada panjang gelombang nm (Gambar 18a). Intensitas relatif pada gelombang ultraviolet sangat tinggi pada kisaran panjang gelombang nm, namun intensitasnya menurun dan konstan pada kisaran gelombang nm. Intensitas relatifnya meningkat kembali di kisaran nm. Intensitas relatif mengalami kestabilan sampai kisaran panjang gelombang 1000 nm sebelum meningkat secara drastis pada panjang gelombang 1100 nm. Sinar tampak pada lampu TL mempunyai kisaran panjang gelombang nm dan cahaya lampu TL tampak berwarna putih. Pada lampu TL

48 36 ditemukan adanya infra merah pada kisaran panjang gelombang nm dengan intensitas relatif tertinggi sebesar W/m 2 pada panjang gelombang nm (Gambar 18b). Sinar inframerah yang ada pada lampu TL ditimbulkan oleh panas pada saat lampu dinyalakan. Intensitas relatif sinar lampu TL mengalami kenaikan pada kisaran panjang gelombang nm dan mencapai puncak pada panjang gelombang 600 nm. Pada kisaran panjang gelombang nm intensitas sinar lampu TL mengalami penurunan. Penurunan intensitas sinar secara drastis terjadi pada kisaran panjang gelombang nm. Intensitas sinar konstan pada panjang gelombang nm. Sinar RGB pada lampu TL diperoleh dengan menggunakan filter yang sesuai dengan warna yang diamati. Intensitas relatif dan panjang gelombang pada sinar merah lampu TL diperoleh dengan menggunakan filter merah, untuk sinar hijau digunakan filter hijau dan untuk sinar biru digunakan filter yang berwarna biru. Sinar merah dipantulkan pada panjang gelombang nm. Intensitas relatif tertinggi berada pada kisaran panjang gelombang nm yakni sebesar W/m 2. Intensitas relatif sinar merah mengalami penurunan secara drastis pada panjang gelombang nm (Gambar 18c). Sinar hijau diemisikan pada panjang gelombang nm. Intensitas tertinggi terdapat pada panjang gelombang nm yakni sebesar W/m 2 (Gambar 18d). Sinar biru diemisikan pada panjang gelombang nm. Intensitas tertinggi berada pada kisaran panjang gelombang nm yakni sebesar W/m 2 (Gambar 18e).

49 37 Sinar merah, hijau, dan biru memiliki nilai intensitas relatif yang lebih besar jika dibandingkan dengan intensitas relatif sinar tampak lampu TL. Nilai intensitas pada ketiga sinar RGB meningkat dikarenakan adanya pengaruh warna filter sehingga intensitas yang ditimbulkan oleh filter juga turut terhitung (a) Intensitas relatif (W/m 2 ) (e) (d) (b) (c) Panjang Gelombang (nm) Gambar 18. Setiap spektrum gelombang memiliki karakteristik panjang gelombang tersendiri seperti panjang gelombang : (a) sinar UV berkisar antara nm, (b)lampu TL, (c) merah, (d) hijau, dan (e) biru (Lampiran 2). Hasil pengukuran panjang gelombang dan intensitas relatif dengan spektrofotometer menunjukkan bahwa sinar UV memiliki panjang gelombang terbesar jika dibandingkan dengan sinar RGB. Intensitas sinar UV dipancarkan lebih besar dibandingkan dengan ketiga sinar tersebut. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar merah dan biru memiliki tingkat penyerapan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sinar hijau.

50 Hubungan frekuensi kejadian sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. Histogram pada tiap kanal Adobe Photoshop menunjukkan frekuensi kejadian sinar RGB pada kisaran level intensitas Nilai yang tertera pada level intensitas merupakan nilai reflektansi sinar oleh permukaan obyek pengamatan (Chlorella sp.). Untuk membangkitkan fenomena fluorescence pada obyek pengamatan dibutuhkan eksitasi sinar ultraviolet dari lampu UV. Hasil pencitraan dengan efek fluorescence berpengaruh terhadap frekuensi kejadian sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar RGB dianalisis dengan menggunakan software STATISTICA 6.0. Grafik hubungan antara frekuensi kejadian sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. menunjukkan pengaruh sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. Pada Gambar 19a dapat dilihat bahwa pengaruh kelimpahan Chlorella sp. dengan sinar merah mulai terlihat pada saat nilai kelimpahan 2 juta sel/ml yakni semakin tinggi nilai kelimpahan Chlorella sp., maka frekuensi kejadian sinar merah akan meningkat. Kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh pada logaritma frekuensi kejadian sinar RGB Count/ms. Nilai korelasi antara frekuensi kejadian sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. adalah sebesar Korelasi frekuensi kejadian sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. disebut korelasi positif dan tinggi. Berdasarkan nilai korelasi tersebut diketahui bahwa kelimpahan Chlorella sp.sangat berpengaruh terhadap pemantulan sinar merah. Nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar hijau adalah sebesar Kemiringan kurva adalah positif yang dimulai pada

51 nilai kelimpahan Chlorella sp. sebesar 2 juta sel/ml. Hubungan antara frekuensi 39 kejadian sinar hijau terhadap kelimpahan Chlorella sp. adalah sangat erat dan positif (Gambar 19b). Log Frekuensi Kejadian Sinar Merah (Count /ms) Log Frekuensi Kejadian Sinar Hijau (Count/ms) Log Frekuensi Kejadian Sinar Biru (Count/ms) r Scatterplot = 0.801, p (DiniFluorescence.sta = ; y = *x 16v*17c) 4,000,000 8,000,000 12,000,000 16,000,000 2,000,000 6,000,000 10,000,000 14,000,000 18,000,000 Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml) (a) r = Scatterplot 0.814, p = ; (DiniFluorescence.sta y = *x 16v*17c) 4,000,000 8,000,000 12,000,000 16,000,000 2,000,000 6,000,000 10,000,000 14,000,000 18,000,000 Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml) (b) r logb = 0.813, = E-9*x E-15*x^2 p = ; y = *x 4,000,000 8,000,000 12,000,000 16,000,000 2,000,000 6,000,000 10,000,000 14,000,000 18,000,000 Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml) (c) Gambar 19. Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian (a) sinar merah, (b) sinar hijau, dan (c) sinar biru (Lampiran 9)

52 40 Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. dengan frekuensi kejadian sinar biru memiliki korelasi yang positif sebesar Kemiringan kurva yang positif dimulai dari nilai kelimpahan Chlorella sp. 2 juta sel/ml (Gambar 19c). Berdasarkan nilai korelasinya, frekuensi kejadian sinar biru memiliki hubungan yang sangat erat dengan kelimpahan Chlorella sp. Kelimpahan Chlorella sp. berbentuk eksponensial, sehingga nilai kelimpahan yang digunakan dalam perhitungan dan pengolahan merupakan semilogaritma dari nilai yang sesungguhnya (nilai hitung kelimpahan dengan menggunakan rumus), dan untuk mendapatkan nilai yang sesungguhnya digunakan antisemilogaritma terhadap nilai kelimpahan Chlorella sp. yang tertera pada Gambar 19. Sama halnya dengan kelimpahan Chlorella sp. nilai frekuensi kejadian sinar RGB yang tertera pada grafik merupakan logaritma dari nilai yang sesungguhnya. Chlorella sp. adalah klorofil yang ada di perairan. Dengan perlakuan yang alami, yakni pengambilan citra menggunakan sinar lampu TL zat hijau klorofil akan menyerap sebagian sinar merah dan biru dan memantulkan sinar hijau. Sinar merah dan biru dipantulkan lebih besar jika dibandingkan dengan sinar hijau. Pada perlakuan efek fluorescence, yakni pengambilan citra menggunakan sinar ultraviolet zat hijau klorofil akan memantulkan sinar hijau lebih besar dibandingkan sinar merah dan biru. Besarnya nilai pantul yang diberikan oleh Chlorella sp. tidak semata-mata diakibatkan oleh nilai klorofil yang ada pada Chlorella sp. tersebut, tetapi juga pigmen-pigmen yang lain seperti xantofil, neoxantin, dan violaxantin. Semakin tinggi kelimpahan Chlorella sp., maka intensitas warna RGB yang dipantulkan juga semakin tinggi.

53 Sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada frekuensi kejadian sinar RGB Nilai konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. pada frekuensi kejadian sinar RGB secara umum memiliki keragaman yang kecil. Besar atau kecilnya keragaman ini diketahui dengan melihat panjang-pendeknya garis vertikal yang melalui titik nilai tengah. Semakin panjang garis yang terbentuk menandakan partikel-partikel tersebar dan bersifat acak. Keragaman yang besar menunjukkan jarak antar partikel berjauhan. Nilai keragaman pada konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. pada frekuensi kejadian sinar merah dan hijau tertinggi berada pada titik tengah 11juta sel/ml (Gambar 20a dan b) (Lampiran 9). Pada kurva terlihat bahwa garis tersebut merupakan garis yang paling panjang jika dibandingkan dengan yang lain. Nilai keragaman yang paling kecil terdapat pada nilai tengah 500 ribu sel/ml untuk konsentrasi Chlorella sp. Kecilnya nilai keragaman pada titik tersebut ditandai dengan pendeknya garis vertikal yang terbentuk. Semakin besar nilai kelimpahan Chlorella sp., frekuensi kejadian sinar merah yang dipantulkan semakin meningkat (Gambar 20a). Konsentrasi Chlorella sp. mempunyai nilai keragaman yang tertinggi terhadap intensitas sinar biru pada nilai titik tengah 11 juta sel/ml. Nilai keragaman terendah terdapat pada nilai kelimpahan 3 juta sel/ml. Semakin besar konsentrasi Chlorella sp., maka intensitas sinar biru yang dipantulkan semakin tinggi (Gambar 20c) (Lampiran 9). Reflektansi sinar RGB oleh Chlorella sp. berada pada kisaran frekuensi kejadian Count/ms. Nilai reflektansi yang besar menandakan sinar yang

54 42 diabsorbsi menjadi kecil. Sinar biru dipantulkan lebih besar jika dibandingkan dengan sinar merah dan hijau. Log Frekuensi Kejadian Sinar Merah (Count/ms) Log Frekuensi Kejadian Sinar Hijau (Count/ms) Log Frekuensi Kejadian Sinar Biru (Count/ms) Mean = *x 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 16,000,000 18,000,000 Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml) (a) Mean = *x 4,000,000 8,000,000 12,000,000 16,000,000 2,000,000 6,000,000 10,000,000 14,000,000 18,000,000 Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml) (b) Mean = *x ,000,000 8,000,000 12,000,000 16,000,000 2,000,000 6,000,000 10,000,000 14,000,000 18,000,000 Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml) (c) Gambar 20. Kurva sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada (a) sinar merah, (b) hijau, dan (c) biru (Lampiran 9)

55 Hasil analisis ragam dan uji hipotesis hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar RGB Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar RGB Analisis hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas ketiga sinar RGB menggunakan software MINITAB 14 dan dinyatakan dengan persamaan regresi berikut: Y = x x x 3... (6) dimana : Y x 1 x 2 x 3 = Kelimpahan Chlorella sp. = Intensitas sinar R = Intensitas sinar G = Intensitas sinar B Hubungan intensitas sinar RGB terhadap kelimpahan Chlorella sp. berdasarkan persamaan regresi adalah memiliki pengaruh yang nyata. Pengaruh antara intensitas sinar RGB diketahui berdasarkan nilai probability (p) yang terbentuk melalui persamaan (Lampiran 9). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai p lebih besar dari 0.05 untuk ketiga jenis prediktor yakni intensitas RGB. Jika nilai p lebih besar dari 0.05 maka ketiga prediktor (intensitas sinar RGB) mempunyai pengaruh dengan respon (kelimpahan Chlorella sp.). Nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 73.4% (Lampiran 9) yang berarti pengaruh yang terjadi antara intensitas sinar RGB adalah sebesar 73.4%. Pengaruh antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar RGB dapat dijelaskan melalui analisis varian yakni pada uji F. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel sehingga dapat dikatakan kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh dengan intensitas sinar RGB.

56 44 Asumsi dalam sistem regresi dapat diuji kebenarannya berdasarkan grafik asumsi galat (Gambar 21) Percent Residual Gambar 21. Pengujian kenormalan sisaan regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar RGB (Lampiran 9) Uji sebaran nilai residual memperlihatkan bahwa terjadi sebaran normal. Sebaran normal ditandai dengan pola/scatter yang terbentuk mendekati garis lurus, sehingga terdapat pengaruh yang nyata antara intensitas sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. Analisis plot sisaan regresi memperlihatkan adanya pengaruh antara intensitas sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. Hubungan tersebut terbukti dari sebaran galat yang terbentuk yaitu bersifat acak atau tidak memiliki pola (Gambar 22). Besarnya pengaruh yang terjadi antara intensitas sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. dapat dilakukan dengan analisis regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan masing-masing sinar RGB.

57 Residual Fitted Value Gambar 22. Plot sisaan regresi (galat) intensitas sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. (Lampiran 9) Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar RGB menggunakan analisis ragam satu arah Nilai korelasi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar RGB masing-masing sebesar 0.801, 0.814, dan (Tabel 2). Nilai korelasi yang paling besar adalah terjadi pada hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar hijau. Kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar hijau sangat erat. Hal yang sama juga terjadi pada intensitas sinar merah dan biru. Tabel 2. Hasil perhitungan nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar RGB (Lampiran 9) Nilai Kategori Perlakuan korelasi hubungan Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar R sangat erat Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar G sangat erat Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar B sangat erat Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh yang nyata antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap masing-masing intensitas sinar RGB. Nilai

58 46 F hitung yang paling besar terjadi pada hubungan kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar hijau yakni sebesar yang menandakan hubungan yang besar sehingga galat atau faktor kesalahan yang terjadi sangat kecil (Tabel 3). Tabel 3. Hasil uji F perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar RGB (Lampiran 9) Perlakuan F hitung F tabel Pengaruh Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar R berpengaruh Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar G berpengaruh Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar B berpengaruh Nilai F hitung paling kecil terjadi pada hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah yaitu sebesar Secara keseluruhan kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh nyata terhadap intensitas sinar RGB. Berdasarkan nilai korelasinya diketahui bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap nilai intensitas sinar RGB hampir sama besar. Nilai uji t memperlihatkan secara umum kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh yang positif terhadap intensitas sinar RGB. Nilai t hitung kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar RGB berturut-turut adalah 5.190, dan (Tabel 4). Tabel 4. Hasil uji t perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar RGB (Lampiran 9) Perlakuan t hitung t tabel Hubungan Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar R Positif Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar G Positif Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar B Positif

59 47 Nilai t hitung paling besar terjadi pada kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar hijau yakni sebesar dan nilai t hitung terkecil terjadi pada kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah yakni sebesar Berdasarkan nilai t hitung dapat dikatakan bahwa kelimpahan Chlorella sp. sangat berpengaruh terhadap pemantulan sinar hijau dan biru Jarak antar partikel (konsentrasi Chlorella sp.) dengan kemampuan pemantulan sinar RGB Jarak antar sel mempengaruhi pemantulan cahaya. Partikel-partikel akan lebih efektif memantulkan energi pada saat partikel-partikel tersusun secara acak. Jika diasumsikan Chlorella sp. tercampur merata, dan volume dinyatakan dalam m 3. Maka kepadatan Chlorella sp. yang ditemukan dalam kolam pengamatan dinyatakan dalam n cm 3. Kepadatan per cm jarak dapat dinyatakan dengan mencari nilai akar pangkat 3 dari jumlah Chlorella sp. Jarak antar sel dinyatakan dengan satu per kepadatan tiap satuan jarak. Jarak antar sel yang terdekat terhadap sinar RGB terjadi pada jarak partikel sampai cm (Gambar 23). Cahaya RGB akan efektif dipantulkan pada jarak partikel lebih kecil dari cm. Meningkatnya kelimpahan fitoplankton, jarak antar partikel semakin sempit. Pada kelimpahan yang maksimum, cahaya tidak mampu menembus partikel sampai ke dasar perairan dan cahaya lebih banyak dipantulkan kembali oleh partikel yang berada dekat permukaan perairan.

60 48 Log Frekuensi Kejadian Sinar Merah (Count/ms) Log Frekuensi Kejadian Sinar Hijau (Count/ms) Log Frekuensi Kejadian Sinar Biru (Count/ms) logr r = = , *x *x^2 p = 0.009; y = *x Jarak antar sel (cm) (a) r = logg , = *x *x^2 p = 0.008; y = *x Jarak antar sel (cm) (b) logb r = , = *x *x^2 p = 0.011; y = *x Jarak antar sel (cm) (c) Gambar 23. Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap RGB (Lampiran 3)

61 Penggunaan energi sinar RGB oleh partikel (konsentrasi Chlorella sp.) Pada proses penyerapan cahaya oleh partikel (Chlorella sp.) membutuhkan sejumlah energi untuk bisa melepaskan energi tersebut dalam bentuk cahaya (pendaran). Energi tersebut akan dilepaskan dengan panjang gelombang yang lebih panjang dari panjang gelombang cahaya yang mengenai partikel. Besarnya penggunaan energi bergantung kepada konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. (Gambar 24). 6.0 R: r = , Log R p = *x *x^ ; y = *x G: r = , Log G p = *x *x^ ; y = *x B: r = , Log p B = ; *x+0.292*x^2 y = *x Log Frekuensi Kejadian Sinar RGB (Count/ms) Log Kelimpahan Chlorella sp. (sel/ml) Log R Log G Log B Gambar 24. Chlorella sp. membutuhkan energi untuk memendarkan cahaya fluorescence dengan tingkat penggunaan yang berbeda-beda pada sinar RGB (Lampiran 10) Pada Gambar 24, dapat dilihat bahwa penggunaan energi paling tinggi adalah energi pada sinar hijau dengan korelasi Tingginya penggunaan energi pada sinar hijau disebabkan karena adanya eksitasi dari lampu UV untuk memendarkan cahaya dari pigmen Chlorella sp. Emisi cahaya dari molekul yang sedang diiradiasi sebagai akibat dari penurunan elektron dari orbit 1 ke orbit

62 50 dasar. Proses ini tidak tergantung suhu dan berlangsung cepat. Energi pada sinar biru kedua tertinggi digunakan untuk memancarkan cahaya fluorescence dengan korelasi Energi sinar merah paling sedikit digunakan untuk memendarkan efek tersebut dengan korelasi hanya sebesar karena energi yang ditransmisikan ke perairan lebih banyak diserap oleh air dan partikel-partikel di perairan tersebut. Penggunaan energi sinar merah, hijau, dan biru efektif dimulai pada logaritma konsentrasi 6.4 sel/ml. Peningkatan penggunaan energi sejalan dengan peningkatan konsentrasi kelimpahan Chlorella sp.

63 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Lampu UV dengan panjang gelombang 300 nm sampai 1100 nm memiliki efek fluorescence yang erat antara kelimpahan Chlorella sp. dengan sinar RGB. Kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh nyata dan positif terhadap sinar RGB. Semakin tinggi kelimpahan Chlorella sp.dan jarak antar partikel yang menyempit maka semakin besar sinar RGB yang dipantulkan. Peningkatan penggunaan energi sinar RGB sejalan dengan peningkatan konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. Efek fluorescence mengidentifikasikan kelimpahan fitoplankton lebih akurat daripada tanpa efek fluorescence dengan lampu TL. Hal ini dikarenakan efek fluorescence akan memendarkan cahaya hijau lebih jelas daripada lampu TL yang lebih memancarkan sinar biru Saran Saran yang diberikan antara lain perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan intensitas sinar RGB terhadap kelimpahan plankton multispesies dengan menggunakan efek fluorescence. Selain itu perlu diwujudkan juga perakitan instrumen pengukur kelimpahan fitoplankton yang sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. 51

64 DAFTAR PUSTAKA Alim, I. dan Kurniastuty Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. hlm Arinardi, O.H., Sutomo, A. B., Yusuf, S.A., Trianingsih, Asnaryanti, E., dan Riyono, S. H Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. P3O-LIPI. Jakarta. hlm Barus, T. A Pengantar Limnologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Jakarta. hlm Basmi, J Planktonologi : Bioekologi Plankton Algae. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hlm Bold, H. C. dan Wynne, M. J Introduction to the Algae Structure & Reproduction. 2 nd ed. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N. J. hlm Brotowidjoyo, M. D., Djoko, T., dan M. Eko Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Hal. Liberty. Yogyakarta Bullefuille, M. dan Case, N Selection of High Performance Microalga for Bioremediation of Nitrat Contaminated Groundwater. Report 2003AZ15B. Report/2003AZ15B.pdf. [9 September 2008]. Christian, W. dan Iris, W Energy transfer and pigment composition in three chlorophyll b-containing light-harvesting complexes isolated from Mantoniella squamata (Prasinophyceae), Chlorella fusca (Chlorophyceae) and Sinapis alba. Institut für Allgemeine Botanik, Johannes Gutenberg-University of Mainz. hlm Curran, P. J Principles of Remote Sensing. Longman Scientific and Technical. England. hlm Davidson, M. W. dan Spring, K. R Nikon Microscopy Fluorescence. [19 April 2008]. Davis, C.C The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State University Press, USA. hlm

65 53 Davis, E.A., Dedrick, J., French, C. S., Milner, H. W., Myers, J., Smith, J. H. C., dan Spoehr, H. A Laboratory Experiments on Chlorella culture at the Carnagie Institution of Washington Department of Plant Biology. In: Algal culture from laboratory to pilot plant. Burlew, J.S. (Ed), Carnagie Institution of Washington Publication 600, Washington D.C. 105 h. Deviana Karakteristik Reflektansi Lampu Ultraviolet pada Hewan Karang Guna Pengembangan Teknik Fluorescence Imaging dalam Pendeteksian Kesehatan Karang. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dwijoseputro, D Pengantar Fisiologi Tumbuhan. P. T. Gramedia. Jakarta. hlm 29. Eaton, A. D., L. S. Clesceri, E. W. Rice, dan A. E. Greenberg Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association. Washington D.C. hlm Finkenthal, D Introduction to The Electromagnetic Spectrum General Atomics. [14 Oktober 2008]. Grant, M. S The Use of Ultraviolet induced Visible-Fluorescence In The Examination of Museum Objects. Part I. [14 Oktober 2008]. Hartati, S.S Kultur Makanan Alami. INFIS Manual 34:1. Kinne, O Marine ecology. A Comprehensive, Integrated Treatise onlife in Oceans and Coastal Water. Volume 1. Wiley- Interscience. London. hlm Kishino, M Interrelationships Between Light and Phytoplankton In The Sea. Ocean Optics. Clarendon - Oxford University Press. New York. hlm Kordi dan Tanchung Algae Photosynthesis. Thesis. Photosynthesis.pdf.[9 September 2008] Lillesand, T.M. dan Kiefer, R. W Remote Sensing and Image Interpretation. John Willey and Sons. New York. hlm 132. Loudon, G. M Molecul Shift. Purdue University. Januari 2009]

66 54 Mays, L. W Water resourcess handbook. Mc Graw, Hill. New York h. McNaughton. S.J., dan Wolf, L. L Ekologi umum. Diterjemahkan oleh S. Pringgoseputro dan B. Srigandono. Gadjah mada University Press. Yogyakarta, Indonesia. 140 h. Merizawati Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) Untuk Mengukur Kelimpahan Fitoplankton (Chlorella sp.). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nikolav, V. I dan Felix, F. L Photoconversion of long-wavelength protochlorophyll native form Pchl 682/672 into chlorophyll Chl 715/696 in Chlorella vulgaris B-15. Biology Department, Moscow State University. Russia. p.134. Nontji, A Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta Serta Kaitannya dengan Faktor-faktor Lingkungan. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nontji, A Laut Nusantara. Cetakan keempat. Djambatan. Jakarta. hlm 127. Nybakken, J. W Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa H. Muh. Eidman. PT. Gramedia, Jakarta. hlm Pandey, N. dan Triverdi, P.S A textbook of botany vol.i (algae, fungi, bacteria, mycoplasma, viruses,lichens & elementary plant pathology). 10 th revised ed. Vikas Publishing House PVT. Ltd. hlm Rehder, J. B On the Nature of Multispectral Remote Sensing, In: The Surveilland Science Remote Sensing of the Environment, R. K. Holt: ed., John Wiley and Sons. New York. p Retno, W. P., Handojo, A., Nining, B. P., Kurniawan, H. dan Siregar, M. R. T Karakteristik Absorbansi Cahaya Chlorella spp. http// [19 Oktober 2008]. Riley, J. P. dan Robert, C Introduction to Marine Chemistry. Academic Press. London. 465h. Sediadi, A Ekologi Dinoflagellata. Oseana. hlm Simmonds, J. dan Maclennan, D Fisheries Acoustics. Blackwell Publishing Company. Oxford. hlm

67 55 Sumich, J. L An Introduction to The Biology of Marine Life. Fifth Edition. Wm, C. Brown Publisher. Oxford. England. 348 hal. Suriadi, A. dan Siswantoro Sebaran Chlorophyll-a di Perairan Indonesia pada skala 1 : Pusat Survey Sumberdaya Alam Laut Bakosurtanal. Bogor. Tümpling, W.V Biologische Gewässeruntersuchung. Gustav Fischer. Germany. pp Vashistha, P.C Botany for degree students.part 1.algae.7 th ed. S. Chand & Company Ltd. Ram Nagar, New Delhi pp Yentsch, C. S Some Aspect of The Enviromental Physiology of Marine Phytoplankton: A Second Look. Harold Bares (ed), Oceanography and Marine Biology, An Animal Review. Volume 12. George Allen and Unwin Ltd. London. hlm

68 L A M P I R A N

69 57 Lampiran 1. Gambar/citra obyek pengamatan (Chlorella sp.) Agustus 2008 Kontrol Akuarium 1 Akuarium September 2008 Akuarium 3 Akuarium 4 Kontrol Akuarium 1 Akuarium September 2008 Akuarium 3 Akuarium 4 Kontrol Akuarium 1 Akuarium 2

70 September 2008 Akuarium 3 Akuarium 4 Kontrol Akuarium 1 Akuarium September 2008 Akuarium 3 Akuarium 4 Kontrol Akuarium 1 Akuarium 2 Akuarium 3 Akuarium 4

71 59 Lampiran 2. Panjang gelombang dan intensitas lampu UV, sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan menggunakan filter NO. LAMPU UV LAMPU UV LAMPU UV LAMPU UV LAMPU UV λ Int. (10 3 NO. λ Int. (10 3 NO. λ Int. (10 3 NO. λ Int. (10 3 NO. λ Int. (10 3 (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 )

72 60 Panjang gelombang dan intensitas sinar merah No Filter merah Filter merah Filter merah Filter merah Filter merah λ Int. (10 3 No λ Int. (10 3 No λ Int. (10 3 No λ Int. (10 3 No λ Int. (10 3 (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 )

73 61 Panjang gelombang dan intensitas sinar hijau No λ (nm) Filter hijau Filter hijau Filter hijau Filter hijau Filter hijau Int. (10 3 No λ Int. (10 3 No Int. (10 3 No λ Int. (10 3 No λ W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) λ (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) Int. (10 3 W/m 2 )

74 62 Panjang gelombang dan intensitas sinar biru No λ (nm) Filter biru Filter biru Filter biru Filter biru Filter biru Int. (10 3 No Int. (10 3 No λ Int. (10 3 No λ Int. (10 3 No W/m 2 ) λ (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) (nm) W/m 2 ) λ (nm) Int. (10 3 W/m 2 )

75 63 Lampiran 3. Data harian jumlah Chlorella sp. Tanggal 28/8/ /8/ /8/ /8/2008 1/9/2008 2/9/2008 3/9/2008 4/9/2008 5/9/2008 6/9/2008 7/9/2008 Akuarium ke- Jumlah Chlorella sp pada kotak ke Kepadatan (sel/ml) Kepadatan per cm jarak Jarak antar sel (cm)

76 64 8/9/2008 9/9/ /9/ /9/ /9/ /9/ /9/ /9/

77 65 Lampiran 4. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. Tanggal 28 Agustus 2008 Level Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Intensitas R G B R G B R G B R G B R G B

78 66 Lampiran 5. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 1 September 2008 Level Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Intensitas R G B R G B R G B R G B R G B

79 67 Lampiran 6. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 5 September 2008 Level Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Intensitas R G B R G B R G B R G B R G B

80 68 Lampiran 7. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 9 September 2008 Level Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Intensitas R G B R G B R G B R G B R G B

81 69 Lampiran 8. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kelimpahan Chlorella sp. tanggal 13 September 2008 Level Kontrol Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Intensitas R G B R G B R G B R G B R G B

82 70 Lampiran 9. Analisis ragam dan pengujian hipotesis hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp. Intensitas sinar RGB dan nilai kelimpahan Chlorella sp. Kelas R Kelas G Kelas B kelas Chl Kelas logr logg logb , ,423, ,628, ,478, ,342, ,586, ,428, ,605, ,675, ,453, ,536, ,470, ,645, ,520, ,650, ,560, ,830, Analisis Regresi Multivariat : Kelimpahan Chlorella sp. = Intensitas R Intensitas G Intensitas B Predictor Coef SE Coef T P Constant Intensitas R Intensitas G Intensitas B S = R-Sq = 73.4% R-Sq(adj) = 67.2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total

83 71 Analisis regresi intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. X = Kelimpahan Chlorella sp. Y = Intensitas sinar merah 1. Hipotesis H 0 = tidak ada pengaruh intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. H 1 = ada pengaruh intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. H 0 = β1 = 0 H 1 = β α = 0,05 3. Tabel sidik ragam sk db jk kt F hit F tabel Regression Residual Total F hitung > F tabel Keputusan: Tolak H 0, terdapat pengaruh nyata antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah 4. Koefisien korelasi R 2 = JKR x 100% x 100% = % JKT r = korelasi r = JKR JKT = / = Kelimpahan Chlorella sp. mempengaruhi intensitas sinar merah sebesar dan hubungan yang terjadi bersifat sangat erat. 5. Uji t Predictor Coef SE Coef t hit P t tabel Constant ,000 Kelimpahan Chlorella sp , t hitung > t tabel, Keputusan: Tolak H 0, dan ada pengaruh antara nilai intensitas sinar merah dengan kelimpahan Chlorella sp. Analisis regresi intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp. X = Kelimpahan Chlorella sp. Y = Intensitas sinar hijau 1. Hipotesis H 0 = tidak ada pengaruh intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp.

84 72 H 1 = ada pengaruh intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp. 2. H 0 = β1 = 0 H 1 = β α = 0,05 4. Tabel sidik ragam sk db jk kt F hit F tabel Regression Residual Total F hitung > f tabel Keputusan: Tolak H 0, terdapat pengaruh nyata antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar hijau 5. Koefisien korelasi R 2 = JKR x 100% x 100% = % JKT r = korelasi r = JKR = JKT = Kelimpahan Chlorella sp. mempengaruhi intensitas sinar hijau sebesar % dan hubungan yang terjadi bersifat sangat erat. 6. Uji t Predictor Coef SE Coef t hit P t tabel Constant ,000 Kelimpahan Chlorella sp , t hitung > t tabel, Keputusan: Tolak H 0 dan ada pengaruh nyata antara nilai intensitas sinar hijau dengan kelimpahan Chlorella sp. Analisis regresi intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. X = Kelimpahan Chlorella sp. Y = Intensitas sinar biru 1. Hipotesis H 0 = tidak ada pengaruh intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. H 1 = ada pengaruh intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. 2. H 0 = β1 = 0 H 1 = β α = 0,05 4. Tabel sidik ragam sk db jk kt F hit F tabel Regression Residual Total

85 73 F hitung > f tabel Keputusan: Tolak H 0, terdapat pengaruh nyata antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar biru. 5. Koefisien korelasi R 2 = JKR x 100% x 100% = % JKT r = korelasi r = JKR JKT = = Kelimpahan Chlorella sp. mempengaruhi intensitas sinar biru sebesar % dan hubungan yang terjadi bersifat sangat erat 6. Uji t Predictor Coef SE Coef t hit P t tabel Constant ,000 Kelimpahan Chlorella sp , t hitung > t tabel, Keputusan: Tolak H 0, dan ada pengaruh nyata antara nilai intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp.

86 74 Lampiran 10. Data pengolahan energi total RGB No. R G B Kelimpahan Chlorella sp Log R Log G Log B Log Chlo

87

88 76 Lampiran 11. Gambar alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk penelitian Mikroskop Lugol Pipet Inokulan Chlorella sp Pupuk Urea, TSP, dan NPK Haemacytometer Botol sampel Personal Computer Gelas ukur Piringan Kamera CCTV USB 2000 Spektrofotometer

89 77 Akuarium Aerator Lampu UV Lampu TL Timbangan

90 78 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 17 Januari 1986, dari pasangan H. Iskandar Jusuf, SE. dan Hj. R. Nani Mardiani. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah di IPB penulis menjadi Asisten Dosen Biologi Laut periode dan Oseanografi Kimia tahun Penulis aktif di berbagai organisasi seperti Sekretaris Umum HIMITEKA periode , Badan Pengurus Harian HIMITEKINDO periode , Staff Marine Instrument and Telemetry (MIT) Club dan anggota Forum Indonesia Muda. Dalam bidang jurnalistik penulis menjabat Pimpinan Redaksi Buletin ITK OCEANIC. Penulis pernah bekerja sebagai guide di Taman Budidaya Perikanan Jakarta Selatan tahun Pada tahun 2005 penulis menjadi juara II dalam Lomba Kemah Riset Kelautan GENTAR, juara II LKTM Ilmiah IPB tahun 2006, juara III LOKARINA ITS Perkapalan pada tahun 2007 dan menjadi peserta Arung Sejarah Bahari 3 ke Maluku Utara. Penulis memiliki sertifikat one star SCUBA DIVER sertifikat CMAS dan MST Training Course (IPB-DAAD). Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan, penulis menyusun Skripsi dengan judul Pengembangan Instrumentasi Pengukur Kelimpahan Chlorella sp. Berdasarkan Analisis RGB Dengan Menggunakan Efek Fluorescence.

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE

PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI PENGUKUR KELIMPAHAN CHLORELLA SP. BERDASARKAN ANALISIS RGB DENGAN MENGGUNAKAN EFEK FLUORESCENCE Oleh: Dini Janiariska C64104059 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C64104004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C64104004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia yang 75% luas wilayahnya merupakan lautan memiliki potensi kekayaan yang tak ternilai. Oleh karenanya diperlukan perhatian serta penanganan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Perairan Pantai Cilincing, Jakarta Utara. Sampel plankton diambil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Bayam Dalam 100 g bayam mengandung 426 mg nitrat dan 557 mg fosfor dan konsentrasi nitrat yang optimum dalam perkembangbiakan fitoplankton adalah 0,9-3,5

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

YUDI MIFTAHUL ROHMANI

YUDI MIFTAHUL ROHMANI Faktor Pembatas OLEH: YUDI MIFTAHUL ROHMANI Pendahuluan Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN Tanggal Praktikum : Jumat, Oktober 010 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat, 9 Oktober 010 Disusun oleh Nama : Annisa Hijriani Nim

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 TUGAS AKHIR SB 091358 PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI MEDIA EKSTRAK TAUGE (MET) DENGAN PUPUK UREA TERHADAP KADAR PROTEIN Spirulina sp. PADA MEDIA DASAR AIR LAUT Dwi Riesya Amanatin (1509100063) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades, 9 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biakan murni Spirulina platensis yang diambil

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kultivasi Spirulina fusiformis Pertumbuhan Spirulina fusiformis berlangsung selama 86 hari. Proses pertumbuhan diketahui dengan mengukur nilai kerapatan optik (Optical Density).

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. Pendahuluan Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan enegi matahari oleh tumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

MAKALAH Spektrofotometer

MAKALAH Spektrofotometer MAKALAH Spektrofotometer Nama Kelompok : Adhitiya Oprasena 201430100 Zulfikar Adli Manzila 201430100 Henky Gustian 201430100 Riyan Andre.P 201430100 Muhammad Khairul Huda 20143010029 Kelas : A Jurusan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 3. Pengenceran Proses pengenceran dilakukan dengan menambahkan 0,5-1 ml akuades secara terus menerus setiap interval waktu tertentu hingga mencapai nilai transmisi yang stabil (pengenceran hingga penambahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) WIDIA NUR ULFAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA A. TUJUAN 1. Mempersiapkan larutan blanko dan sampel untuk digunakan pengukuran panjang gelombang maksimum larutan sampel. 2. Menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan Saptosari dan desa Karangasem kecamatan Paliyan, kabupaten Gunungkidul. B. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

IV METODOLOGI. Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 1 31 Mei 2012 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. 4.2 Materi Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air relatif bersih sangat didambakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, Ancol, Jakarta yang meliputi dua tahap yaitu persiapan dan fragmentasi Lobophytum

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci