DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Transkripsi

1 PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS NUR IKHWAN KHUSAINI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS NUR IKHWAN KHUSAINI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS NUR IKHWAN KHUSAINI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

4 RINGKASAN Nur Ikhwan Khusaini (E ). Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis. Dibimbing oleh Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS. Kota Bogor mengalami banyak perubahan luas lahan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya. Terbatasnya area untuk pemukiman dan aktivitas penduduk menyebabkan berubahya fungsi lahan. Keadaan ini akan mempengaruhi suhu permukaan Kota Bogor. Pengindraan jarak jauh dilakukan untuk memperoleh data spasial dalam waktu yang singkat dan akurasi yang tinggi. Selain itu, pengindraan jarak jauh akan memudahkan penggunanya untuk mendapatkan informasi tanpa melakukan survey langsung kelapangan, dan akan lebih baik jika dalam penggunaanya digabungkan dengan sistem informasi geografis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan dan hubungan antara keduanya di Kota Bogor dari tahun 1997 dan Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Fakultas Kehutanan, IPB dimulai dari bulan November 2007 hingga Februari Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 5 TM (Path 122 Row 65) tanggal 28 Juli 1997 dan Llandsat 7 ETM (Path 122 Row 65) tanggal 26 Juli 2006, Peta Batas Administratif Kecamatan Kota Bogor, data pendukung berupa data kependudukan. Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra dan analisis data, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan layout peta, Microsoft Excel untuk perekapan data dan pembuatan grafik, GPS untuk pengecekan lapangan. Pengolahan data Landsat meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi. Untuk mengetahui distribusi suhu dilakukan konversi nilai-nilai pixel pada citra Landsat. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kota Bogor mengalami penurunan luas wilayah pada penutupan lahan badan air, vegetasi, ladang,dan semak dan rumput. Penurunan luas wilayah terbesar pada penutupan lahan ladang yaitu sebesar 385,38 Ha. Sedangkan peningkatan luasan terjadi pada wilayah penutupan lahan ladang terbangun. Peningkatan luasan wilayah tebangun sebesar 405,99 Ha. Peningkatan luas terbangun ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk Jiwa dengan pertambahan rumah tangga sebanyak Distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 hingga 2006 terjadi peningkatan luas penyebaran pada kelas suhu O C dan terjadi penurunan luas penyebaran pada kelas suhu O C. Perubahan luas lahan disebabkan oleh penambahan populasi penduduk dan aktivitasnya. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi luas lahan tetapi juga mempengaruhi distribusi suhu permukaan. Akan tetapi, perubahan luas lahan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suhu. Salah satu faktor yang lainnya adalah gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Kata kunci : Perubahan Jumlah Penduduk, Perubahan Penutupan Lahan, Perubahan Distribusi Suhu Permukaan.

5 SUMMARY Nur Ikhwan Khusaini (E ). The Influence of Land Coverage Alteration to Surface Temperatures Distribution in Bogor Using Landsat Image and Geographic Information System. Under Supervision of Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc and Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS. Bogor has many alteration in land coverage this recent years. This condition caused by increasing the number of citizen and their activity. Limited area for residence and human activity make the change of land function. Thus, will influence surface temperature in Bogor. Remote sensing try to get spatial data in a short time and wide area with high accuracy. These will make the user easier to get information without doing any field survey, and better if it is combined with Geographic Information System. The aims of this study are to identify land coverage alteration, distribution of surface temperature and both relation in Bogor from 1997 until The study was conducted in Bogor and then I analyzed the data in Environment Analysis and Spatial Modeling Laboratory, Faculty of Forestry started from November 2007 until February I used landsat 5 TM image (Path 122 Row 65) on July 28 th 1997 and landsat 7 ETM (Path 122 Row 65) on July 26 th 2008., district boundary map of Bogor, and demography data. Besides, I also used computer with ERDAS Imagine 9.0 for analyze the image, Arcview for processing Geographic Information System and map layout, Microsoft Excel for tabulation, and ground check point using GPS. Landsat data processing includes layer stack, geometric correction, subset image, land coverage classification and accuracy test were analyzed. Temperature distribution was known from the value of pixels on landsat images. The result of this study show that Bogor has declined in body water coverage, vegetation, field, bushes and grass. The biggest declining happened on field coverage as wide as 385,38 Ha. While the increasing broad area was in land built area with 405,99 Ha which was equal to the number of human population as much peoples. There were increasing distribution area of the surface temperature from C and decreasing happened in the range of C. Land coverage alteration influenced by increasing the number of human population and their activity. And this alteration not only influence in the point of those land coverage but also will influence the surroundings and the surface temperature. But, the alteration of land coverage not the only factor which influence the surface temperature. There are a lot of factors and one of it is gas house effect which caused global warming. Keywords: Human population total change, land coverage alteration, surface temperature distribution

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2008 Nur Ikhwan Khusaini NRP E

7 Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis : Nur Ikhwan Khusaini : E Menyetujui : Komisi Pembibing Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc. Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS. NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP Tanggal lulus :

8 i KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman dan semoga kita termasuk di dalamnya. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanalan pada bulan November 2007 Februari 2008 adalah Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah yang disusun masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan, kritik dan saran dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2008 Penulis

9 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sragen, 11 Oktober 1985 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Suparlan dan Ibu Sunarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Aisyiah Pantirejo dan diselesaikan Tahun 1991, Sekolah Dasar MI Pantirejo hingga kelas 3 dan melanjutkan di SDN 1 Bendo yang diselesaikan Tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP MTA Gemolong diselesaikan Tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU N 1 Sragen diselesaikan pada Tahun Pada Tahun 2003 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Konssevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan yang selanjutnya memilih bidang minat Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Kuningan pada Tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada Tahun Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis, di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS.

10 iii UCAPAN TERIMA KASIH Sebagai manusia biasa yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diperlukan kritik dan saran dari pembaca sebagai sarana untuk memperbaiki dan menyempurnakan bagi kegiatan penelitian lainnya. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-nya. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 2. Allah SWT, sujud syukur atas segala rahmat dan hidayah-nya 3. Ibu Sunarti, Bapak Suparlan, Kakaku Yunita Eni Ekowati, Adikku Fitria Adi Jaya, dan Saudariku Ambar P. Oentari yang telah memberikan doa, harapan, motivasi dan dukungan baik moril maupun spirituil. 4. Dr Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. 5. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc. selaku Dosen Penguji wakil dari Departemen Teknologi Hasil Hutan. 6. Bappeda Kota Bogor, PPLH-IPB, dan Biotrop atas bantuan data-datanya. 7. Bapak Yudi Setiawan atas bimbingannya dalam pembuatan model distribusi suhu permukaan. 8. Bilaluddin Khalil sebagai teman seperjuangan atas bantuan dan dukungannya. 9. Handy dan Jamal selaku kakak kelas yang telah memberikan masukan dan bimbingan 10. Saudaraku di Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 40: Karlina Fitri, Veronica Mariam, Reni Rahmayulis, Dwi Retno Rahayuni, Dede Hendra, Ardiansyah, Imran dan rekan KSHE 40 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan selama penelitian, seminar dan sidang. 11. Asyrafi, Aziz Hanggumantoro, Ferianto Puri Irwan Radiardi, Edy Saefrudin dan Nunus Subardiyono atas pertemanan selama kuliah.

11 iv 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mencurahkan segala tenaga, waktu maupun pikirannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

12 v DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... viii DAFTAR TABEL... ixii DAFTAR GAMBAR viiix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Latar Belakang... 2 BAB II TNJAUAN PUSTAKA Penutupan Lahan Permukaan Bervegetasi Permukaan Terbuka (Tidak Bervegetasi) Tipe penutupan Lahan Kota Bogor Suhu Pengindraan Jauh Analisis Digital Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM Sistem Informasi Geografis BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Dan Luas Kondisi Fisik Lingkungan Topografi Klimatologi Geologi Keadaan Penduduk BAB IV METODOLOGI... 16

13 vi 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Layer Stack Koreksi Geometrik Pemotongan Citra (Subset) Klasifikasi Penutupan Lahan Uji Akurasi Konversi Band 6 Menjadi Suhu Udara Permukaan Pewarnaan Ulang (Recode) Hasil Analisis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor Lahan Bervegetasi (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon campuran) Ladang Sawah Semak dan Rumput Terbangun Badan Air Tidak Data Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Perubahan Penutupan Lahan Distribusi Suhu Permukaan Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat Band 6 Tahun Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat Saluran 6 Tahun Perubahan Distribusi Suhu Permukaan... 46

14 vii 5.5. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 52

15 viii DAFTAR TABEL No Judul Tabel Halaman 1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor Karakteristik Spektral Landsat TM Data Kependudukan Kota Bogor Tahun Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 1997 dan Distribusi Suhu Permukaan Tahun Distribusi Suhu Permukaan Tahun Suhu Permukaan Pada Setiap Penutupan Lahan... 47

16 ix DAFTAR GAMBAR No Judul Gambar Halaman 1 Peta Lokasi Penelitian Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data Analisis Overlay (a) Hutan CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat (b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah (a) Ladang Singkong di Cimahpar-Bogor Utara (b) Ladang Talas di Situgede-Bogor Barat (a) Sawah belum ditanami di Situgede-Bogor Barat (b) Sawah Siap Panen di Situgede-Bogor Barat (a) Rumput di Halaman Istana Bogor-Bogor Tengah (b) Rumput di Kebun Raya Bogor-Bogor Tengah (a) Bangunan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah (b) Perumahan Taman Yasmin-Bogor Barat Situ Gede di wilayah Kecamatan Bogor Barat Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Grafik Perubahan Penutupan Lahan Peta Distribusi Suhu Permukaan Bogor Tahun Peta Distribusi Suhu Permukaan Kota Bogor Grafik Perubahan Distribusi Suhu Permukaan... 46

17 x DAFTAR LAMPIRAN No Judul Lampiran Halaman 1. Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat TM Hasil Perhitungan Uji Akurasi Citra Landsat ETM Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun Penutupan Lahan Perkecamatan Tahun Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun Distrribusi Suhu Permukaan Perpenutupan Lahan Tahun Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun Distribusi Suhu Permukaan Perkecamatan Tahun

18 I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor dalam perkembangannya hingga masa sekarang ini telah mengalami banyak perubahan, terutama dalam hal penutupan lahan. Kondisi tersebut di sebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya, sehingga untuk dapat menampung peningkatan penduduk dengan berbagai aktivitasnya dibutuhkan lahan tinggal yang semakin luas pula. Terbatasnya lahan yang tersedia untuk tempat tinggal dan aktivitas perekonomian menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dari ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun. Hal inilah yang menjadi dilema di berbagai kota besar di Indonesia tidak terkecuali Kota Bogor. Permasalahan yang ada sekarang adalah bahwa di satu pihak masyarakat perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang indah, nyaman, dan sehat dan dilain pihak, pemerintah dan masyarakat membutuhkan lahan untuk tempat tinggal dan tempat berbagai aktivitas manusia. Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengendali lingkungan perkotaan yang mampu menetralisir polusi, menciptakan iklim mikro, dan menimbulkan kesan indah sangat dibutuhkan masyarakat kota. Perubahan penutupan lahan tidak hanya mengurangi keindahan kota tetapi juga mengurangi kenyamanan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan akibat berkurangnya luasan ruang terbuka hijau adalah perubahan unsur-unsur iklim. Perubahan unsur-unsur iklim yang terjadi antara lain suhu, radiasi, kecepatan angin, dan keawanan. Dari keempat unsur-unsur iklim tersebut suhu merupakan unsur yang dapat dirasakan langsung perubahannya oleh manusia. Menurut Effendy (2007), peningkatan suhu di daerah perkotaan ini menyebabkan perbedaan distribusi suhu permukaan dengan daerah pinggir kota dengan wilayah ruang terbuka hijau yang masih cukup luas. Fenomena perbedaan distribusi suhu di perkotaan dengan daerah pinggiran kota ini biasa disebut Pulau Panas atau Heat Island. Menurut Landsberg (1981) dalam Wisnu (2003) Heat island adalah suatu fenomena suhu udara di daerah yang padat bangunan lebih tinggi dari pada suhu udara terbuka sekitarnya.

19 2 Pemanfaatan data penginderaan jauh beberapa tahun belakangan ini berkembang pesat seiring berkembangnya teknologi. Teknologi penginderaan jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial dalam waktu yang relatif singkat dan areal yang luas dengan ketelitian yang cukup tinggi dibandingknn dengan cara konvensional. Hal ini tentunya sangat memudahkan pengguna data tersebut untuk mendapatkan informasi yang diperlukan tanpa harus datang langsung kelokasi. Apabila digabungkan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) maka akan semakin mempermudah kita untuk mengetahui perubahan iklim yang terjadi akibat penutupan lahan Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perubahan penutupan lahan di Kota Bogor pada Tahun 1997 dan Tahun Mengetahui distribusi suhu permukaan di Kota Bogor pada Tahun 1997 dan Tahun Mengetahui pengaruh perubahan luasan penutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan di Kota Bogor Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi mengenai pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap suhu di Kota Bogor. 2. Bahan masukan dan pertimbangan sebagai dasar kebijakan dalam pengembangan Kota Bogor dan sekitarnya lebih lanjut oleh pihak pemerintah maupun stakeholder. 3. Dalam jangka panjang data ini juga dapat digunakan sebagai bahan studi lanjutan.

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penutupan Lahan Lillseland dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa penggunaan lahan atau tata guna lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu, sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih merupakan perwujudan fisik suatu obyek dan menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut Permukaan Bervegetasi Menurut Griffith (1976) dalam Wisnu (2003) antara vegetasi dan unsur iklim terutama untuk suhu dan curah hujan secara pasti terdapat hubungan yang erat. Namun, secara tidak langsung faktor tanah juga ikut menentukan. Daerah hutan dapat menyebabkan kelembaban tinggi sehingga akan memicu terjadinya hujan. Sehingga suhu disekitarnya relatif rendah jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hasil penelitian Martono (1996) menemukan perubahan penutup lahan hutan, semak belukar, dan tegalan menjadi taman rekreasi di Cangkringan, Sleman, mempunyai pengaruh berarti terhadap kondisi klimatologis. Pengaruh ini sejalan dengan perkembangan daerah padat penduduk dan sarana transportasi yang mempunyai peranan cukup besar. Perubahan parameter iklim diperkirakan terjadi dalam kurun waktu. Oleh karena itu penggunaan lahan perlu dimonitor secara periodik. Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang - sampai ke permukaan tanah akan digunakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu malam dan siang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang vegetasi. Pepohonan merupakan ekosistem kota yang membentuk pengendalian bahang terasa dan penambahan bahang laten (laten heat) serta menjadikan pohon sebagai tempat penyimpanan bahang yang diterimanya. Selain itu pepohonan dapat mengurangi kecepatan angin yang selanjutnya berpengaruh terhadap suhu. Pengurangan kecepatan angin menyebabkan berkurangnya pertukaran termodinarnik antara lapisan udara sehingga menghasilkan suhu yang

21 4 lebih tinggi di daerah yang terlindung baik siang maupun malam hari (Murdiarso dan Suharsono, 1992). Lahan bervegetasi menyerap radiasi matahari dalam proses transpirasi dan fotosintesis. Radiasi yang sampai ke permukaan tanah akan dibsnakan untuk evaporasi. Lahan bervegetasi memiliki suhu lebih mantap (kisaran suhu pada siang dan malam hari yang kecil) jika dibandingkan lahan yang jarang atau tidak bervegetasi (Martono, 1996) Permukaan Terbuka (Tidak bervegetasi) Daerah perkotaan ditandai dengan adanya permukaan berupa parit, selokan dan pipa saluran drainase, sehingga hujan yang jatuh sebagian menjadi aliran permukaan, tidak meresap ke dalam tanah. Akibatnya air untuk evaporasi menjadi kurang tersedia. Penguapan di daerah ini menjadi sedikit meyebabkan keadaan tidak sejuk jika dibandingkan dengan daerah pedesaan yang penuh vegetasi. Bangunan akan memperlambat pergerakan angin dan mengurangi gerak udara secara horisontal. Hal ini akan memicu beberapa gas polutan terkonsentrasi di dekat permukaan karena faktor pendispersian polutan hanya tergantung pada gerak udara vertikal yang selanjutnya mengakibatkan pemanasan di dekat permukaan bangunan (Fardiaz, 1992 dalam Wisnu, 2003). Kota dengan dominasi bangunan dan jalan akan menyimpan kemudian melepaskan panas lebih cepat pada siang hari. Bangunan-bangunan kota dapat mengurangi efek aliran udara sehingga proses pengangkutan dan penumpukan panas kota menjadi lebih lambat. Kondisi iklim pada lapisan perbatas dicirikan oleh tingkat perubahan permukaan. Permukaan yang didominasi oleh bangunan secara aerodinamik merupakan permukaan yang kasar pada lapisan pembatas kota. Konsekuensinya di dalam lapisan pembatas tersebut proses-proses transfer panas massa dan momentum akan berlangsung sangat efektif (Murdiarso dan Suharsono, 1992). Aspal, plesteran, atap seng merupakan material yang cepat menyerap dan melepaskan panas sehingga menyebabkan perbedaan antara perkotaan dan pedesaan. Hilangnya sebagian besar permukaan bervegetasi berlanjut pada berkurangnya air resapan dan menurunkan kelembaban lokal terutama pada kondisi siang hari. Perumahan, gedung, kantor membentuk permukaan yang tidak

22 5 teratur sehingga memperlambat angin dan melewatkan energi lebih besar oleh permukaan (Sutamiharja, 1992) Penelitian Hakim et al. (1993) mendapatkan bahwa pengubahan 10 % wilayah pertanian menjadi pemukiman menyebabkan perubahan albedo sebesar 2 %, radiasi global 2 %, suhu permukaan 2 % dan suhu udara 2 %. Perubahan ketersediaan energi paling sensitif terhadap perubahan suhu permukaan dan suhu udara. Hakim menjelaskan bahwa pada daerah pertanian ketersediaan energi permukaan (Rn) kecil, sebab radiasi diserap oleh kanopi tanaman. Daerah pemukiman yang tanahnya relatif terbuka, radiasi langsung sampai ke permukaan tanah sehingga mengakibatkan Rn lebih besar Tipe Penutupan Lahan Kota Bogor Menurut Haris (2006) melalui hasil analisis data citra Landsat ETM pada bulan Januari 2003 disampaikan bahwa tipe penutupan lahan Kota Bogor terbagi menjadi 10 kelas dengan presentase sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas dan Presentase Tipe Penutupan Lahan di Kota Bogor No Tipe Penutupuan Lahan Luasan (Ha) Presentase (%) 1 Vegetasi rapat 400,83 3,58 2 Vegetasi campuran 3.507,91 31,30 3 Ladang 1.122,99 10,02 4 Sawah 869,37 7,76 5 Semak dan rumput 444,43 3,97 6 Area terbangun 3.961,85 35,35 7 Lahan kosong 397,16 3,54 8 Badan air 17,23 0,15 9 Awan 324,64 2,90 10 Bayangan awan 162,09 1,45 Total ,5 100 Sumber : Haris, Suhu Menurut Handoko (1994) suhu merupakan gambaran umum energi suatu benda. Heat Island adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota. Pada umumnya suhu udara yang tertinggi akan terdapat di pusat kota dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3 K di bandingkan dengan pinggir kota. Heat island atau pulau panas terjadi karena adanya

23 6 perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, dan pertukaran panas antara daerah perkotaan dengan pedesaan (Landsberg, 1981 dalam Wisnu 2003). Menurut Lowry (1966) terjadinya perbedaan suhu udara antara daerah perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi : 1. Bahan Penutup Permukaan Permukaan daerah perkotaan tcrdiri dari beton dan semen yang memiliki konduktivitas kalor sekitar tiga kali lebih tinggi daripada tanah berpasir yang basah. Keadaan ini akan menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi yang lebih banyak daripada pedesaan. 2. Bentuk dan Orientasi Permukaan Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang akan dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan serta disimpan dalam bentuk panas (heat). Sebaliknya, daerah di pinggir kota atau pedesaan yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di perkotaan juga dapat mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi. 3. Sumber Kelembaban Di perkotaan air hujan cenderung manjadi aliran permukaan akibat adanya permukaan semen, parit, selokan dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga tersedia cadangan air untuk penguapan yang dapat menyejukkan udara. Selain itu, air menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1 C, dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya. Hal ini berarti bahwa pohon-pohon yang banyak di pedesaan akan menyerap air dalam jumlah yang banyak dan melepaskannya ke atmosfer sehingga menjaga suhu udara tetap sejuk, serta menyerap lebih banyak panas, dan melepaskannya dalam jangka waktu yang lebih panjang. 4. Sumber Kalor. Kepadatan penduduk kota yang lebih tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk.

24 7 5. Kualitas Udara Udara perkotaan banyak mengandung bahan-bahan pencemaran yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor, sehingga mengakibatkan kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan dengan kualitas udara di pedesaan. Suhu udara berdasarkan estimasi dari Landsat band 7 yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi umum untuk kasus Cekungan Bandung adalah y = 0,011637x + 18,5774 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7 (Mujiasih,1999 dalam Wisnu 2003). Sementara itu, Givoni dalam Wisnu (2003) mengemukakan lima faktor berbeda yang tidak terikat satu sama lain yang menyebabkan berkembangnya heat Island : 1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka di sekitarnya. 2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari. 3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di perkotaan (transportasi, industri dan sebagainya). 4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di perkotaan lebih rendah dibandingkan dengan daerah pedesaan. 5. Sumber panas musiman, yaitu pemanasan dari gedung-gedung pada musim dingin dan pemanasan dari pendingin ruangan pada musim panas, yang akhirnya akan dilepaskan ke udara kota. Teori tersebut sesuai dengan pendapat Owen (1971) yang menyebutkan beberapa faktor yang mendorong terciptanya heat island : 1. Adanya lebih banyak sumber yang menghasilkan panas di perkotaan daripada di lingkungan luar kota. 2. Adanya beberapa bangunan yang meradiasikan panas lebih banyak daripada lapangan hijau atau danau.

25 8 3. Jumlah permukaan air persatuan luas di dalam perkotaan lebih kecil daripada di pedesaan, sehingga di kota lebih banyak panas yang tersedia untuk memanaskan atmosfer dibandingkan dengan di luar kota. Selain itu, keadaan di kota dengan bangunan-bangunan bertingkat dan tingkat pencemaran udara yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya suatu "kubah debu" (dust dome), yaitu semacam selubung polutan (debu dan asap) yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi atmosfir atas kota yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara perkotaan dengan daerah sekitarnya, sehingga udara panas akan berada di atas perkotaan dan udara dingin akan berada di sekitar perkotaan tersebut Penginderaan Jauh Anisis Digital Pada umumnya, informasi yang dapat diekstraksi dari sebuah citra satelit secara geomatris adalah obyek yang dapat berupa garis dan obyek yang berupa area. Analisis merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dari data. Ada dua cara analisis yang dapat diterapkan untuk memperoleh informasi dari data citra, yaitu analisis visual (analog) dan analisis digital (numerik). Analisis secara digital, karena sifatnya kuantitatif dapat menggali kandungan yang sebenarnya dari data yang bentuknya digital (Lillesand dan Kiefer, 1990). Pengolahan data digital meliputi proses transformasi data yang diterima dalam bentuk numerik. Secara garis besar, proses analisis data citra sebagai berikut : 1. Pemulihan Citra (Image Restoration) Kegiatan ini dilakukan untuk memperbaiki data citra yang mengalami distorsi pada saat ditransmisikan ke bumi, ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan gambaran sebenarnya. Nilai digital tidak selalu tepat secara radiometrik dalam kaitannya dengan tingkat energi obyek secara geometrik maka letak kenampakannya pun tidak tepat benar. Teknik koreksi bertugas untuk memperkecil masalah ini dan menciptakan data citra yang lebih bermanfaat bagi analisis. Koreksi ini terdiri atas :

26 9 1. Koreksi Radiometrik Sistem Landsat menggunakan jajaran detektor jamak untuk mengindera beberapa garis citra secara bersama-sama pada tiap satuan cermin. Karena sifat keluaran detektor tidak tepat sama dan keluaran berubah sesuai dengan tingkat perubahan waktu maka diperlukan kalibrasi keluarannya. Nilai kalibrasi ini digunakan untuk mengembangkan fungsi koreksi bagi tiap detektor. 2. Koreksi Geometrik Prosedur yang diterapkan pada koreksi geomatrik biasanya memperlakukan distorsi ke dalam dua kelompok yaitu distorsi yang dipandang sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya dan dan distorsi pada dasarnya dirancang secara acak atau tidak dapat diperlukan sebelumnya. Distorsi sistematik dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan dengan membuat model matematik atas sumber distorsi. 2. Penajaman Citra ( image enhacement ) Teknik penajaman ini dilakukan dengan untuk menonjolkan kontras yang jelas kelihatan diantara objek di permukaan bumi. Pada umumnya kegiatan ini meningkatkan informasi yang dapat di interpretasi secara visual. Proses penajaman citra satelit secara garis besar terdiri dari dua kelompok pengoperasian yaitu penajaman per point dan penajaman lokal. Termasuk kelompok pengoperasian pertama adalah perentangan kontras (contrast stretching) baik dengan peralatan histogram (histogram equalized stretching), penisbahan citra (image rationing) dan utama (principal component transformation). Adapun dari operasi penghalusan (smoothing- operation) dan transformasi komponen penajaman lokal terdiri penajaman tepi (edge enhancement). 3. Klasifikasi Citra ( image classification) Pengenalan pola spektral merupakan salah satu bentuk pengenalan pola secara otomatik. Kelompok titik mencerminkan pemerian multi dimensional tanggapan spektral tiap kelompok jenis tutupan yang di interpretasi. Teknik kuantitatif dapat menerapkan interpretasi secara otomatis data citra digital. Pada proses ini maka tiap pengamatan pixel (picture elemet) dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matrik jenis kategori.

27 10 Klasifikasi adalah proses mengelompokkan pixel-pixel ke dalam kelaskelas atau kategori yang telah ditetapkan berdasarkan nilai kecerahan (Brightness Value/BV) atau Digital Number (DN) pixel yang bersangkutan. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan atas klasifikasi manual dan klasifikasi kuantitatif. Pada klasifikasi manual, pengelompokan pixel ke dalam suatu kelas yang ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai kecerahan DN contoh yang diambil dari area contoh (training area). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), teknik klasifikasi citra secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu klasifikasi secara terbimbing (supervised classification), klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi hibrida (hibrid classfication) yang merupakan gabungan dari dua cara di atas. Pada klasifikasi terbimbing, seorang analis citra mengawasi prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Perhitungan statistik yang dilakukan terhadap contoh-contoh kelas setiap kelas digunakan sebagai dasar klasifikasi. Proses klasifikasi ini akan berhasil bila kelas-kelas spektral yang dipilih dapat dipisahkan dan contoh-contoh kelas yang dipilih mampu mewakili seluruh data. Selanjutnya pendekatan terbimbing disederhanakan menjadi tiga tahap yaitu tahap penentuan kelas contoh (training set), tahap klasifikasi dan ekstrapolasi, serta tahap penyajian hasil (output). Klasifikasi kemiripan kemungkinan maksimum (maximum likehood classification) merupakan metode klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam sebagian besar terapan algoritma klasifikasi ini, nilai peluang (probabilitas) masuknya suatu pixel yang belum dikenal ke setiap kelas dihitung oleh komputer. Kemudian pixel tersebut akan dimasukkan menjadi anggota salah satu kelas yang nilai peluangnya paling tinggi atau dikelaskan sebagai "tak dikenal" (unclassified) bila nilai peluangnya dibawah peluang ambang yang telah ditetapkan oleh analis. Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel tidak dikenal dan membaginya ke

28 11 dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan natural nilai spektral citra. Anggapan dasarnya adalah bahwa nilai di dalam suatu jenis tutupan tertentu seharusnya saling berdekatan pada suatu ruang pengukuran, sedangkan data pada kelas yang berbeda harus dapat dipisahkan secara komparatif. Kelas yang dihasilkan dari klasifkasi tidak terbimbing adalah kelas spektral. Ketelitian klasifikasi merupakan suatu kriteria penting dalam menilai hasil dari pemrosesan citra penginderaan jauh bagi suatu sistem klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun berdasarkan data penginderaan jauh. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah mensyaratkan tingkat ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan atau penggunaan lahan yang disusun yaitu : 1. Tingkat ketelitian klasifikasi / interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %. 2. Ketelitian klasifikasi / interpretasi harus lebih kurang sama untuk beberapa kategori (Lillesand dan Kiefer, 1990) Karakteristik Saluran Spektral / Saluran Landsat TM Sistem Thematic Mapher meliput lebar sapuan (scanning) sebesar 185 km, direkam dengan menggunakan tujuh saluran panjang gelombang, yaitu tiga saluran panjang gelombang tampak, tiga-saluran panjang gelombang inframerah dekat, dan satu saluran panjang gelombang inframerah termal. Panjang gelombang dan karakteristik saluran spektral yang digunakan pada setiap saluran Landsat TM dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Spektral Landsat TM Saluran / Band Panjang Gelombang (m) 1 0,45-0,52 Karakteristik Dirancang untuk membuahkan peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan tanah dan vegetasi. Pada batas kisaran atas adalah puncak penyerapan klorofil yang sangat dibutuhkan untuk membedakan tanah dari vegetasi dan tanaman berdaun lebar dan berdaun jarum

29 12 Saluran / Band Panjang Gelombang (m) Karakteristik 2 0,52-0,60 Terutama dirancang untuk penginderaan puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua spektral serapan klorofil. Tanggapan pada saluran ini dimaksudkan untuk menekankan pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan. 3 0,63-0,69 Merupakan saluran terpenting untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi, juga menajamkan kontras antara kelas vegetasi. Dipilih agar tanggapan terhadap sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah kajian. Hal ini membantu 0,76-0,90 4 identifikasi tanaman dan akan memperkuat kontras antara tanaman-tanah dan lahan-air. Penting untuk menentukan jenis tanaman, kandungan air pada 5 1,55-1,75 tanaman dan kondisi kelembaban tanah. Saluran ini juga penting untuk membedakan antara awan, salju, dan es. 6 2,08-2,35 Saluran ini penting untuk pemisah formasi batuan. Perbandingan saluran 5 dan 7 digunakan untuk pemetakan secara hidrotermal perubahan batuan sehubungan dengan kandungan mineral. 7 10,4-12,5 Saluran infra merah termal yang dikenal bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi, pemisah kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas. Sumber : Lillesand dan Kiefer, Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah cabang dari teknologi informasi yang didefinisikan sebagai sistem informasi berbasis komputer yang dapat melakukan penyimpanan, editing, manipulasi, transformasi analisis, dan penyajian terhadap data bereferensi geografis. Adapun fungsi utama yang terdapat dalam sebuah SIG adalah : 1. Perolehan Data (Data Capture) Fungsi perolehan data dalam citra SIG terbagi dalam dua jenis data, yaitu data grafis (peta melalui proses digitasi, citra dan sebagainya) dan data tabular (entry data dilakukan melalui keyed-in atau dari file yang telah ada). 2. Penyimpanan dan Manipulasi Data (Data Storage and Manipulalion) Fungsi kedua merupakan tempat pengelolaan dan editing data. Semua pekerjaan aktualisasi dan penambahan-penambahan data baru dapat dilakukan dalam sebuah SIG.

30 13 3. Analisis Data (Data Analysis) SIG juga mempunyai kemampuan analisis yang dapat digunakan untuk menghasilkan informasi-informasi baru dan dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan. Beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan adalah database query, analisis spasial dan modeling. 4. Penayangan Data (Data Display) Semua data dan informasi yang tersimpan dalam SIG dapat ditampilkan dalam bentuk peta, laporan-laporan.

31 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Luas Kota Bogor terletak diantara ' 30" BT ' 00" BT dan 06 30' 30" LS ' 00 " LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer. Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,50 km 2 yang terbagi menjadi 6 kecamatan yaitu Kecamatn Bogor Barat, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Timur, dan Kecamatan Bogor Selatan. Adapun batas-batas Kota Bogor adalah: 1. Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. 2. Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. 3. Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. 4. Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kondisi Fisik Lingkungan Topografi Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0-15 % dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara %. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak atau Cianjur juga mcrupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.

32 Klimatologi Kota Bogor mempunyai ketinggian dari permukaan laut minimal 190 meter dan maksimal 330 meter. Keadaan cuaca dan udara yang sejuk dengan suhu rata-rata setiap bulan adalah 26 C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70 %. Suhu terendah di Bogor adalah 21,8 C, paling sering terjadi pada bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei - Maret dipengaruhi angin Muson Barat dengan arah mata angin 6 % terhadap arah Barat Geologi Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah Latosol coklat kemerahan dan sebagian bcsar mengandung tanah liat serta bahan-bahan yang berasal dari letusan gunung berapi, sehingga keadaan tanahnya mengandung tanah liat, batubatuan dan pasir. Ketahanan tanah di daerah ini bisa mencapai 2 sampai 5 kg/cm 2, sedangkan pada tempat yang tidak berbatu masih menahan 1,50 kg/cm Keadaan Penduduk Berdasarkan data kependudukan Kota Bogor yang disajikan pada Tabel 3 diketahui jumlah penduduk Kota Bogor 2006 mencapai jiwa dengan kepadatan rata-rata mencapai 7419 jiwa/km 2. Wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Bogor Selatan namun memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu jiwa/km 2. Kecamatan Bogor Tengah memiliki kepadatan tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain yaitu mencapai Jiwa/km 2. Kepadatan yang tinggi tersebut disebabkan karena wilayah Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat aktivitas pemerintahan, perekonomian, perindustrian dan pariwisata serta terdapatnya sarana dan prasarana yang mendukung sehingga banyak masyarakat bermukim di wilayah ini. Tabel. 3. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 2006 Kepadatan No. Wilayah Jumlah Penduduk Luas (km 2 ) Penduduk (Jiwa/km 2 ) 1 Bogor Selatan , Bogor Timur , Bogor Utara , Tanah Sereal , Bogor Tengah , Bogor Barat , Jumlah , Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2006.

33 16 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data dan pengecekan lapangan dilakukan di Kota Bogor sebagai mana terlihat pada Peta Aministratif Kota Bogor pada Gambar 1 Tahap selanjutnya berupa pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Waktu pelaksanaan penelitian yaitu mulai dari penyusunan proposal, pengambilan data lapangan hingga pengolahan dilaksanakan selama 4 bulan. Penelitian dilakukan pada bulan November 2007 Februari Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Alat yang diperlukan untuk pengolahan data dan analisis data yaitu satu set komputer beserta perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0 untuk pengolahan citra, ArcView untuk pengolahan Sistem Informasi Geografis dan analisis data, Microsoft Excel untuk pengolahan data estimasi suhu, GPS untuk pengecekan lapangan, kamera dan alat tulis.

34 17 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Citra Landsat TM (Path 122 Row 65) tahun penyiaman dari Tahun 1991, Tahun 1997, Tahun 2001 dan Tahun 2006, peta batas administratif kecamatan, data pendukung berupa data kependudukan Metode Penelitian Kegiatan Pengolahan citra Landsat TM dan ETM menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine. Pengolahan citra Landsat TM dan ETM meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi untuk hasil klasifikasi penutupan lahan dan konversi band 6 menjadi suhu udara permukaan Layer stack Layer stack merupakan suatu proses pengkonversian dan penggabungan band. Band yang berbentuk.tiff dikonversi menjadi bentuk.img, dan penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang digabungkan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya dikonversi dari bentuk.tiff menjadi.img Koreksi Geometrik Data citra yang telah dilayer stack kemudian di koreksi berdasarkan koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Proses koreksi geometrik dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi citra ke peta acuan atau koreksi citra ke citra acuan yang telah terkoreksi (Jaya, 1997 dalam Haris, 2006). Pada penelitian kali ini koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sebagai acuan adalah citra Tahun 2006 yang telah terkoreksi. Penggunaan koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah proses analisis. Adapun langkah-langkah pengkoreksian citra adalah sebagai berikut: a. Koreksi geometrik citra menggunakan titik ikat medan (GCP) pada citra Landsat yang akan dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah citra Tahun 2006 yang telah terkoreksi (proses georeferensi dari citra ke citra). Dari citra yang

35 18 akan dikoreksi diambil koordinat filenya, dan citra acuan diambil koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama. b. Pencarian harga error dari titik kontrol agar dapat diketahui tingkat kesalahan pengolahan, dengan harga error maksimum 0,1. c. Jika error mendekati 0,5 maka dapat dilakukan koreksi dengan interpolasi nearest neighbours Pemotongan Citra (Subset) Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan sesuai daerah penelitian. Pada penelitian ini citra yang telah terkoreksi dipotong dengan peta Batas Administratif Kota Bogor yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Bogor Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi merupakan kegiatan proses pengelompokan dari nilai-nilai spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang menggunakan training sample. Adapun langkah yang dilakukan adalah : a. Pengambilan Sampel Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan (training sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam kelas lahan bervegetasi (vegetasi rapat dan campuran), ladang, sawah, semak dan rumput, area terbangun, dan badan air. b. Proses Klasifikasi Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum likehood classification). Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral maksimum suatu objek yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan kedalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas pentupan lahan dan presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas.

36 Uji Akurasi Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan lahan. Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan dilapangan. Uji akurasi dilakukan dengan cara memasukan titik ikat medan (GCP) yaitu titik-titik sample di lapangan pada citra yang telah diklasifikasikan yaitu titik-titik sample di lapangan Konversi Band 6 menjadi Suhu Udara Permukaan Data citra yang dikonversi adalah nilai-nilai pixel pada band 6 citra landsat yang disebut digital number (DN). Menurut USGS dalam Panuju et al. (2003) Konversi data citra menjadi data temperatur menggunakan 2 tahapan konversi yaitu: 1. Konversi Digital Number (DN) menjadi spectral Radiance (L λ ) Radiance (L λ ) = (gain x DN)+ offset Dimana : L λ = Radian Spektral dalam watt Gain merupakan konstanta: 0,05518 DN (Digital Number) berasal dari nilai pixel pada citra Offset merupakan konstanta 1,2378 Rumus diatas merupakan hasil penyederhanaan dari rumus : L λ = ((Lmax-Lmin)/(QCALmax-QCALmin)x (QCAL-QCALmin)+Lmin Dimana: QCALmin=1, QCALmax=255, dan QCAL=Digital Number Lmin dan Lmax adalah radian spektral (spektral radiance) menjadi temperatur. 2. Konversi Radian Spektral (Spectral Radiance) menjadi temperatur. Citra band thermal (band 6) dapat dikonversi menjadi peubah fisik dengan asumsi bahwa emisinya adalah satu. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut: T = K2/ln(K1/ L λ +1) Dimana: T = Temperatur

37 20 K1 = Konstata dalam watts dengan nilai 666,09 ETM+ dan 607,76 untuk TM K2 = Konstata Kelvin dengan nilai 1282,71 untuk ETM+ dan 1260,56 untuk TM L λ = Radian Spektral dalam watt Pewarnaan Ulang (Recode) Hasil dari pengklasifikasian diwarnai ulang (recode) sesuai dengan keinginan. Pewarnaan ulang ini ditujukan untuk mempermudah dalam mengenali kelas-kelas baik dalam penutupan lahan maupun suhu permukaan Hasil Hasil dari semua proses pengolahan citra dihasilkan 2 jenis peta yaitu peta penutupan lahan dan peta distribusi suhu permukaan. Pada tiap jenis peta terdiri dari 2 peta yaitu peta Tahun 1997 dan Tahun Semua peta yang dihasilkan akan dihitung luasannya. Hasil dari perhitungan luasan digunakan untuk proses analisis yaitu dengan membandingkan luasan berdasarkan tahun. Tahapan pengolahan citra ini dapat dilihat pada Gambar 2.

38 21 Gambar 2. Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data Analisis Data Hasil overlay dianalisis untuk mengetahui perkembangan suhu udara permukaan akibat adanya perubahan tutupan lahan di Kota Bogor. Overlay

39 22 dilakukan antara peta penutupan lahan dengan peta administratif kecamatan untuk mengetahui luasan penutupan lahan pada setiap kecamatan di Kota Bogor. Hasil dari overlay tersebut kemudian dibandingkan antara Tahun 1997 dengan Tahun Kemudian dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu dengan peta administratif untuk mengetahui luasan distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan di Kota Bogor. Dari hasil overlay tersebut kemudian dilakukan perbandingan pola distribusi suhu permukaan pada setiap kecamatan. Selain itu, dilakukan pula overlay antara peta distribusi suhu permukaan dengan peta penutupan lahan untuk rnengetahui hubungan penutupan lahan dengan distribusi suhu. Proses overlay peta-peta dapat dijelaskan pada Gambar 3. Gambar 3. Analisis Overlay.

40 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penutupan Lahan Penginderaan jarak jauh dapat digunakan dengan mudah untuk mengenali suatu penutupan lahan pada suatu wilayah di permukaan bumi, hal tersebut sesuai dengan asumsi bahwa suatu objek di permukaan bumi yang memiliki kondisi penutupan lahan yang sama akan mempunyai sifat-sifat reflektansi yang sama pula dan asumsi bahwa variasi variabel ganda (multivariant) nilai digital pada suatu area mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kondisi penutupan lahannya (Lillesand and Kiefer, 1979). Pengolahan citra Landsat TM dan ETM Kota Bogor di analisis dan diklasifikasikan berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan secara umum, Kota Bogor diklasifikasikan menjadi 7 kelas penutupan lahan, yaitu: 1. Lahan bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon jarang) 2. Ladang 3. Sawah 4. Semak dan rumput 5. Area terbangun 6. Badan air 7. Tidak ada data Kategori Kelas Penutupan Lahan Kota Bogor Lahan Bervegetasi pohon (vegetasi pohon rapat dan vegetasi pohon campuran) Lahan bervegetasi pohon pada penelitian ini tidak membedakan antara vegetasi rapat dan vegetasi campuran. Hal tersebut dikarenakan bahwa jenis lahan bervegetasi pohon rapat dan jenis lahan bervegetasi pohon jarang memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap perubahan suhu. Selain itu, dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian mempunyai area yang tidak terlalu luas dan merupakan kawasan perkotaan maka lahan bervegetasi pohon rapat dan lahan bervegetasi pohon jarang tidak perlu dibedakan.

41 24 Berdasarkan penjelasan di atas maka beberapa contoh dari kategori lahan bervegetasi pohon di Kota Bogor adalah hutan tanaman keras (Hutan Litbang CIFOR dan Kebun Raya Bogor) yang disajikan pada Gambar 4, sempadan sungai, tanaman pekarangan rumah berupa tanaman keras dengan luasan yang bisa dideteksi citra landsat TM dan ETM sebagai lahan bervegetasi dan beberapa tempat pemakaman umum. (a) (b) Gambar 4. (a) Hutan Litbang CIFOR di wilayah Kecamatan Bogor Barat. (b) Kebun Raya Bogor di wilayah Kecamatan Bogor Tengah Ladang Ladang yang dimaksud berupa lahan pertanian kering dan pekarangan rumah yang ditanami bukan tanaman keras. Untuk lahan pertanian kering pada musim penghujan atau pada kondisi tertentu ada yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian basah (sawah) yang ditanami dengan tanaman padi dengan kondisi lahan sering tergenang air. Area ladang di Kota Bogor terutama banyak dijumpai di Kecamatan Bogor Utara (Tegal Gundul, Tanah Baru, Ciluar, Cimahpar, dan Katulampa) seperti terlihat pada Gambar 5.

42 25 (a) (b) Gambar 5. (a) Ladang Singkong di Cimahpar-Bogor Utara. (b) Ladang Talas di Situgede-Bogor Barat Sawah Sawah di Kota Bogor berupa sawah beririgasi dan sawah tadah hujan. Secara umum sawah juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu sawah belum ditanami sampai awal masa tanam dan sawah siap panen. Sawah belum ditanami sampai awal masa tanam pada umumnya tegenang air hal ini mungkin sekali sawah pada citra Landsat TM dan Landsat ETM terdeteksi sebagai badan air. Pada kelas penutupan lahan berupa sawah ini hampir sama dengan ladang pada musim kemarau atau pada kondisi tertentu dapat berubah fungsi menjadi ladang. Lahan persawahan banyak dijumpai pada Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Situ Gede, Balumbang Jaya, dan Margajaya) serta Kecamatan Bogor Selatan (Kelurahan Cikaret). Contoh lahan persawahan dapat dilihat pada gambar 6.

43 26 (a) (b) Gambar 6. (a) Sawah belum ditanami di Situgede-Bogor Barat. (b) Sawah Siap Panen di Situgede-Bogor Barat Semak dan Rumput Tipe kelas penutupan lahan semak dan rumput di kategorikan sebagai lahan yang penutupan lahannya di dominasi rumput dan tumbuhan bawah. Di Kota Bogor kelas penutupan lahan ini sebagian besar luasan dijumpai di Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Menteng) berupa lapangan golf dan Kecamatan Bogor Tengah berupa padang rumput di depan halaman Istana Bogor dan padang rumput yang merupakan tempat bermain di Kebun Raya Bogor). Pada Gambar 7 dapat dilihat contoh penutupan lahan semak dan rumput di Kota Bogor.

44 27 (a) (b) Gambar 7. (a) Rumput di Halaman Istana Bogor-Bogor Tengah. (b) Rumput di Kebun Raya Bogor-Bogor Tengah Terbangun Kategori dari kelas penutupan lahan area terbangun ini adalah berupa bangunan dan daerah pengerasan termasuk didalamnya jalan aspal ataupun beton. Kategori dari kelas penutupan lahan area terbangun ini sangat mendominasi kawasan di Kecamatan Bogor tengah diluar area Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor. Contoh gambar penutupan lahan terbangun ini dapat dilihat pada Gambar 8. Seiring pertumbuhan penduduk di Kota Bogor diperkirakan luas area terbangun ini akan semakin bertambah. (a) (b) Gambar 8. (a) Bangunan di wilayah Kecamatan Bogor Tengah. (b) Perumahan Taman Yasmin-Bogor Barat.

45 Badan Air Kategori lahan yang termasuk kedalam kelas penutupan badan air ini adalah danau dan sungai. Kelas penutupan lahan ini berada di sepanjang Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede di Kecamatan Bogor Barat. Contoh gambar badan air ini dapat dilihat pada Gambar 8. Badan air ini keberadaannya sangat mempengaruhi keberadaan sawah yang bertipe irigasi. Di Kecamatan Bogor Barat keberadaan Situ Gede dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk mengairi sawah mereka Tidak Ada Data Gambar 9. Situ Gede di wilayah Kecamatan Bogor Barat. Kelas penutupan lahan Tidak ada data adalah pentupan lahan yang tertutup oleh awan dan bayangan awan sehingga tidak dapat diketahui kondisi sesungguhnya. Kelas penutupan ini disebabkan karena kondisi cuaca pada saat pengambilan citra Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 Dari hasil pengolahan citra Landsat TM pada tanggal 28 Juli 1997 diperoleh luasan dan persentase penutupan lahan di Kota Bogor dengan Overall Classification Accuracy 87,80% sebagaimana disajikan pada tabel 4. Pada Gambar 10 dapat dilihat distribusi suhu permukaan di Kota Bogor Tahun Tabel 4. Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1997 Tahun 1997 No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Badan air 107,73 0,91 2. Vegetasi pohon 2.813,94 23,84 3. Sawah 702,00 5,95 4. Ladang 2.641,23 22,38 5. Semak dan rumput 345,15 2,92 6. Terbangun 5.191,65 43,99 Jumlah ,70 100,00 Overall Classification Accuracy 1997= 87,80%

46 Gambar 10. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor

47 30 Total luas wilayah Kota Bogor pada Tahun 1997 berdasarkan pengolahan citra adalah ,61 Ha. Luasan penutupan lahan terbesar di Kota Bogor Tahun 1997 adalah pada kelas area terbangun yaitu seluas 5.191,65 Ha dengan persentase 43,99 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Kelas penutupan lahan ini tesebar pada seluruh kecamatan di Kota Bogor. Tipe penutupan lahan ini mendominasi sebagian besar wilayah di Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Pada Kecamatan Bogor Tengah di luar area Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor hampir seluruh wilayahnya tertutupi tipe penutupan lahan ini, hal ini dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kota Bogor. Sedangkan luas area terbangun terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Selatan. Luasnya area terbangun di Kota Bogor dikarenakan Kota Bogor merupakan salah kota yang memiliki potensi lebih dibandingkan dengan kota yang lain dengan lokasi yang strategis sekitar 56 km dari DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara. Secara tidak langsung Kota Bogor mendapatkan perhatian lebih sebagai kota penyangga yang sangat mempengaruhi perkembangannya. Sebagai kota penyangga Kota Bogor mempunyai aktivitas perekonomian yang cukup tinggi. Tingginya aktivitas perekonomian ini menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk tinggal disekitar pusat perekonomian dengan tujuan mendapatkan akses yang mudah untuk melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan kondisi Kecamatan Bogor Barat yang sebagian besar wilayahnya ditutupi oleh area terbangun. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Bogor pada Tahun 1997 adalah kelas penutupan lahan bervegetasi pohon yaitu dengan luasan 2.813,94 Ha yang menutupi 23,84 % dari total luasan wilayah Kota Bogor. Kondisi ini dikarenakan Kota Bogor memiliki Hutan CIFOR (Center for International Research) yang berada di Kecamatan Bogor Barat dan Kebun Raya Bogor yang berada Kecamatan Bogor Tengah. Selain itu, kondisi penutupan lahan Kota Bogor pada Tahun 1997 terutama di Kecamatan Bogor Selatan masih banyak tersebar area yang ditutupi vegetasi walaupun itu kemungkinan bukan merupakan hutan melainkan hanya perkebunan saja. Kecamatan Bogor Utara pada Tahun 1997 juga

48 31 pada sebagian wilayahnya yaitu di Kelurahan Tanah Baru masih terdapat beberapa area yang ditutupi dengan vegetasi. Ladang di Kota Bogor pada Tahun 1997 merupakan tutupan lahan terluas ketiga dengan luasan 2.641,23 Ha yang berarti menutupi 22,38 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Ladang tersebar merata di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Barat, Bogor Utara, dan Bogor Selatan. Sedangkan di Bogor Tengah hanya sebagian kecil dari wilayahnya yang ditutupi oleh ladang. Secara umum ladang menyebar pada pinggiran Kota yang letaknya berjauhan dari pusat kota yang berada di Bogor Tengah. Walaupun Kota Bogor mempunyai curah hujan bulanan yang cukup tinggi yaitu mm ternyata kondisi pertaniannya tidak didominasi oleh sawah. Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat TM Tahun 1997 luasan sawah di Kota Bogor adalah sebesar 702 Ha yaitu 5,95 % dari total luasan Kota Bogor. Kondisi persawahan di Kota Bogor ada yang berupa sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Sebagian besar luasan sawah di Kota Bogor berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat. Semak dan rumput memiliki luas penutupan lahan urutan kelima yaitu sebesar 345,15 Ha menutupi 2,29 % dari total luasan Kota Bogor. Semak dan rumput sebagian besar terdapat di padang rumput Istana Bogor dan padang golf di Kecamatan Bogor Barat. Sedangkan luasan penutupan lahan terkecil adalah badan air dengan luasan sebesar 107,73 Ha yang menutupi 0,91 % dari total luasan Kota Bogor. Komponen penyusun Badan air di Kota Bogor ini di dominasi oleh Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede yang terletak di Kecamatan Bogor Barat Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 Dari hasil pengolahan citra Landsat ETM penyiaman 27 Juni 2006 diperoleh penutupan lahan yang disajikan pada Gambar 11. dengan akurasi 90,24 %. Tiap-tiap kelas penutupan lahan menunjukan perbedaan baik presentase maupun luasannya. Berikut ini kelas penutupan lahan, luasan, dan persentase dari luas wilayah Kota Bogor disajikan pada tabel 5.

49 Gambar 11. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

50 33 Tabel 5.Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2006 Tahun 2006 No Penutupan Lahan Luas (Ha) persentase (%) 1. Badan air 92,16 0,78 2. Vegetasi pohon 2.717,28 23,02 3. Sawah 797,31 6,76 4. Ladang 2.255,85 19,11 5. Semak dan rumput 341,46 2,89 6. Terbangun 5.597,64 47,43 Jumlah ,70 100,00 Overall Classification Accuracy 1997= 90,24% Luas penutupan lahan terbesar di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah kelas penutupan lahan terbangun dengan luasan 5.597,70 Ha yaitu 47,43 dari total luasan Kota Bogor. Dari lima kecamatan yang ada di Kota Bogor 4 diantaranya didominasi oleh kelas penutupan terbangun. Kelas penutupan lahan terbangun ini mendosminasi di Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Diperkirakan luasan kelas penutupan lahan terbangun ini akan terus bertambah seiring pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan ruang yang lebih untuk tempat tinggal dan berbagai aktivitasnya. Penutupan lahan terluas kedua di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah kelas penutupan lahan bervegetasi pohon yaitu dengan luasan 2.717,28 Ha yang menutupi 23,02 % dari total luas Kota Bogor. Penutupan lahan vegetasi terletak menyebar di Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Utara, Bogor Timur, dan Bogor Selatan. Di Kecamatan Bogor Barat terletak mengelompok di Hutan CIFOR (Center for International Research) dan di Kecamatan Bogor Tengah terletak mengelompok di Kebun Raya Bogor. Sebagian besar luasan kelas penutupan lahan bervegetasi terdapat di Bogor Selatan. Ladang di Kota Bogor pada Tahun 2006 memiliki luasan 2.255,85 Ha yang berarti menutupi 19,11 % dari total luas Kota Bogor. Kecamatan Bogor Selatan adalah kecamatan yang memiliki luas ladang paling luas. Kecamatan lain yang memiliki luas ladang yang cukup luas juga adalah Kecamatan Bogor Utara. Kecamatan Bogor Tengah memiliki luas penutupan lahan berupa ladang yang paling kecil dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan sebagian luasan di Kecamatan Bogor Tengah telah terbangun untuk menunjang berbagai kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Selain itu, Kecamatan Bogor Tengah berdasarkan

51 34 hasil pengolahan citra memiliki luasan yang paling kecil dibandingkan kecamatan yang lain yaitu hanya seluas 825,21 Ha. Kondisi pertanian berupa ladang ini di Kota Bogor terletak menyebar dipinggiran Kota. Kondisi persebaran ladang ini terlihat jelas pada peta penutupan lahan Tahun 2006 yaitu pada gambar 11. Dari hasil klasifikasi berdasarkan pengecekan lapang kelas penutupan lahan berupa sawah di Kota Bogor pada Tahun 2006 seluas 797,31 Ha menutupi 6,76 % dari total luasan Kota Bogor. Sebagian besar luasan sawah di Kota Bogor pada Tahun 2006 terdapat di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan. Dari hasil survey langsung dilapangan diketahui bahwa kondisi hidrologi pada area pertanian di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan cukup bagus untuk persawahan. Area pertanian di dua kecamatan ini sering tergenang air. Ketersediaan air inilah yang menyebabkan banyak masyarakat yang menjadikan areal pertaniannya menjadi sawah. Berdasarkan rekapitulasi luasan hasil pengolahan citra Landsat ETM 2006 kelas penutupan lahan berupa semak dan rumput di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah seluas 341,46 Ha dengan persentase 2,89 % dari total luasan Kota Bogor. Pada tahun 2006 ini semak dan rumput terluas di Kecamatan Bogor Selatan. Pada peta penutupan lahan 2006 yaitu pada gambar 11. terlihat bahwa semak dan rumput terletak menyebar di Kecamatan Bogor Selatan. Selain di Kecamatan Bogor Selatan semak dan rumput juga terdapat di padang rumput Istana Bogor dan padang golf di Kecamatan Bogor Barat. Kelas penutupan lahan dengan luasan terkecil pada tahun 2006 di Kota Bogor adalah badan air. Luasan badan air di Kota Bogor seluas 92,16 Ha yang berarti menutupi 0,78 % dari total luasan Kota Bogor. Komponen penyusun Badan air di Kota Bogor ini di dominasi oleh Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede yang terletak di Kecamatan Bogor Barat Perubahan Penutupan Lahan Dari hasil pengolahan citra Landsat TM 1997 dan ETM 2006 diketahui bahwa perubahan penutupan lahan di Kota Bogor terjadi pada setiap kelas penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk dengan berbagai aktifitasnya dalam memenuhi kebutuhan

52 35 hidup. Peningkatan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa sawah dan kelas penutupan lahan terbangun. Tabel 6. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 1997 dan 2006 Kepadatan Jumlah Rumah Tangga Jumlah penduduk Luas Penduduk (Jiwa/km2) No. Wilayah (km2) Bogor Selatan , Bogor Timur , Bogor Utara , Tanah Sereal , Bogor Tengah , Bogor Barat , Jumlah , Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 1998 dan Luas (Ha) Badan air Vegetasi Sawah Ladang Semak dan rumput Penutupan Lahan Terbangun Gambar 12. Grafik Perubahan Penutupan Lahan. Pada Gambar 12 terlihat bahwa dari berbagai kelas penutupan lahan di Kota Bogor, yang mengalami peningkatan jumlah luasan paling besar adalah kelas penutupan lahan terbangun. Luasan kelas penutupan lahan bertambah dari 5191,65 Ha pada Tahun 1997 bertambah menjadi 5597,64 Ha. Hal ini berarti luasan penutupan lahan terbangun di Kota Bogor mengalami peningkatan sebesar 405,99 Ha yaitu sebesar 7,82 % dari luasan penutupun lahan terbangun Tahun Peningkatan luasan area terbangun di Kota Bogor ini berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk sebagaimana disajikan pada Tabel 6 Pada Tahun

53 jumlah penduduk Kota Bogor sebesar jiwa dengan kepadatan Jiwa/km 2 yang terdiri dari rumah tangga, sedangkan pada Tahun 2006 jumlah penduduk Kota Bogor mengalami peningkatan menjadi jiwa dengan kepadatan Jiwa/km 2 yang terdiri dari rumah tangga. Walaupun Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kota, namun perubahan luasan menjadi area terbangun tidak begitu besar. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah sudah hampir mencapai kapasitas maksimal terbangun. Peningakatan luasan terbangun terbesar terletak di Kecamatan Bogor Selatan. Pada gambar 10 dan gambar 11 yaitu peta penutupan lahan 1997 dan 2006 terlihat bahwa perkembangan area terbangun terjadi dari pusat kota kearah pinggiran kota. Peningkatan luasan terbangun ini biasanya area yang dibangun untuk pemukiman beserta fasilitasnya berupa jalan dan pengerasan pekarangan. Selain kelas penutupan lahan terbangun, kelas penutupan lahan berupa sawah juga mengalami peningkatan luasan. Luasan kelas penutupan lahan sawah pada Tahun 1997 sebesar 702,00 Ha dan mengalami peningkatan luasan menjadi 797,31 Ha pada Tahun Luasan penutupan lahan berupa sawah meningkat sebesar 95,31 Ha yaitu sebesar 13,58 % dari luasan penutupan lahan berupa sawah pada Tahun Sebagaimana telah dijelaskan diawal yaitu bahwa untuk lahan pertanian kering (ladang) pada musim penghujan atau pada kondisi tertentu ada yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian basah (sawah) yang ditanami dengan tanaman padi dengan kondisi lahan sering tergenang air. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan ini tidak permanen karena pada suatu waktu dengan kondisi yang berbeda dapat berubah fungsi lagi menjadi ladang kembali. Perubahan permanen hanya akan terjadi bila sawah dirubah menjadi lahan terbangun. Penurunan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa badan air, semak dan rumput, ladang, dan vegetasi pohon. Penutupan lahan yang mengalami penurunan luasan terbesar adalah kelas penutupan lahan yang berupa ladang. Penurunan luas penutupan lahan berupa ladang adalah sebesar 385,38 Ha yang berarti mengalami penurunan luasan sebesar 14,59 %. Penurunan luasan ladang ini mungkin terjadi karena makin tingginya kebutuhan

54 37 penduduk Kota Bogor akan tempat tinggal sebagai akibat terjadinya pertumbuhan penduduk. Selain itu, perubahan luas ladang ini juga dikarenakan sebagian luasan mengalami perubahan fungsi menjadi area pertanian basah (sawah). Kondisi perubahan penutupan lahan dari ladang menjadi sawah ini berlaku juga sebaliknya seperti telah dijelaskan sebelumnya. Penutupan lahan berupa vegetasi pohon dalam kurun waktu 1997 hingga 2006 mengalami penurunan luasan sebesar 96,66 Ha yang berarti vegetasi telah terjadi konversi lahan bervegetasi sebesar 3,44 % dari luasan vegetasi pohon Tahun Penurunan luasan penutupan lahan bervegetasi pohon selain karena adanya kebutuhan lahan yang lebih untuk tempat tinggal dan konversi ke kelas penutupan lahan lainnya juga disebabkan karena ditebangnya beberapa pohon peneduh jalan. Ditebangnya pohon peneduh jalan ini biasanya dikarenakan kondisi pohon yang sudah terlalu tua, sehingga agar tidak membahayakan pengguna jalan maka pohon di tebang. Penutupan lahan berupa semak dan rumput juga mengalami penurunan luasan yaitu sebesar 3,6 Ha yang berarti mengalami penurunan luasan sebesar 1,04 % dari luasan penutupan lahan berupa semak dan rumput Tahun penurunan luasan semak dan rumput ini paling sedikit jika dibandingkan dengan kelas penutupan lahan lainnya. Hal ini disebabkan karena semak dan rumput di Kota Bogor sebagian besar luasannya berada pada lapangan golf dan padang rumput Halaman Istana Bogor. Pada kedua tempat ini kemungkinan terjadinya konversi lahan sangat kecil sekali. Berdasarkan citra Landsat TM Tahun 1997 dan ETM 2006 badan air di Kota Bogor juga mengalami penurunan luasan yaitu sebesar 15,57 Ha dengan persentase %. Penurunan luasan badan air di Kota Bogor ini kondisinya berbeda dengan kelas penutupan lahan lainnya. Perubahan luasan badan air di Kota Bogor ini sangat dipengaruhi oleh waktu pengambilan citra karena sebagian besar luasan badan air didominasi oleh sungai yaitu sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Pada dasar permukaan Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane terdapat banyak bebatuan sehingga apabila pada saat pengambilan citra kondisi debit air sungai menurun maka kemungkinan sungai akan terdeteksi sebagai terbangun.

55 Distribusi Suhu Permukaan Pada penelitian ini suhu yang digunakan adalah suhu permukaan yang berarti bahwa suhu yang didapatkan berasal dari hasil pemotretan satelit pada waktu itu juga. Jadi, suhu permukaan ini merupakan suhu pada satu waktu dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan berbagai kondisi. Perlu diketahui juga bahwa suhu ini adalah suhu yang ditangkap citra diatas permukaan suatu benda di permukaan bumi sehingga hasilnya akan sangat berbeda dengan suhu yang didapat dengan pengukuran manual menggunakan termometer. Distribusi suhu permukaan didapatkan dengan cara mengkonversi band 6 citra Landsat menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.0. Pengkonversian band 6 ini dilakukan dengan membuat model pada model maker yang ada pada lunak ERDAS Imagine 9.0. Model maker dibuat untuk mengkonversi nilai-nilai pixel pada band 6. Menurut USGS dalam Panuju et al. (2003) konversi data citra menjadi data temperatur menggunakan 2 tahapan konversi yaitu : 3. Konversi Digital Number (DN) menjadi spectral Radiance (L λ ) Radiance (L λ ) = (gain x DN)+ offset Dimana : L λ = Radian Spektral dalam watt Gain merupakan konstanta: 0,05518 DN (Digital Number) berasal dari nilai pixel pada citra Offset merupakan konstanta 1,2378 Rumus diatas merupakan hasil penyederhanaan dari rumus : L λ = ((Lmax-Lmin)/(QCALmax-QCALmin)x (QCAL-QCALmin)+Lmin Dimana: QCALmin=1, QCALmax=255, dan QCAL=Digital Number Lmin dan Lmax adalah radian spektral (spektral radiance) menjadi temperatur. 4. Konversi Radian Spektral (Spectral Radiance) menjadi temperatur.

56 39 Citra band thermal (band 6) dapat dikonversi menjadi peubah fisik dengan asumsi bahwa emisinya adalah satu. Persamaan konversi radian spektral menjadi temperatur adalah sebagai berikut: T = K2/ln(K1/ L λ +1) Dimana: T = Temperatur K1 = Konstata dalam watts dengan nilai 666,09 ETM+ dan 607,76 untuk TM K2 = Konstata Kelvin dengan nilai 1282,71 untuk ETM+ dan 1260,56 untuk TM L λ = Radian Spektral dalam watt. Proses klasifikasi suhu permukaan dibedakan menjadi 11 kelas suhu permukaan yaitu < 20 O C, O C, O C, O C, O C, O C, O C, O C, O C, O C, 29 O C. Klasifikasi dilakukan secara otomatis oleh model pada model maker ERDAS Imagine 9.0 berdasarkan 11 kelas di atas. Dari hasil klasifikasi citra Landsat TM 1997 dan ETM 2006 didapatkan suhu terendah 20 O C dan suhu tertinggi 29 O C. Pada kelas suhu < 20 O C dan 29 O C dari hasil klasifikasi tidak ditemukan di Kota Bogor Distribusi Suhu Permukaan Berdasarkan Hasil Konversi Citra Landsat Band 6 Tahun 1997 Dari hasil konversi citra Landsat TM 1997 diperoleh 9 kelas distribusi suhu dengan luasan berbeda-beda untuk tiap kelasnya. Hasil perhitungan luasan pada tiap kelas distribusi suhu disajikan pada Tabel 7 sedangkan distribusi suhu dapat dilihat pada gambar 13. Tabel 7. Distribusi Suhu Permukaan Tahun 1997 No. Suhu ( O C) Luas (Ha) Persentase (%) 1. < ,00 1, ,20 6, ,00 27, ,44 18, ,40 16, ,40 19, ,52 7, ,24 2, ,00 0, Jumlah 11914,2 100

57 Gambar 13. Peta Distribusi Suhu Permukaan Bogor Tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013 dengan lokasi penelitian meliputi wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Batuan Kapur Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 di Kabupaten Tuban

Pemetaan Potensi Batuan Kapur Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 di Kabupaten Tuban A630 Pemetaan Potensi Batuan Kapur Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 di Kabupaten Tuban Dhiyaulhaq Al Majid dan Bangun Muljo Sukojo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian 11 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis citra dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND ANALISIS URBAN HEAT ISLAND DALAM KAITANNYA TERHADAP PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KOTA PONTIANAK Indra Rukmana Ardi 1, Mira Sophia Lubis 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG Walbiden Lumbantoruan 1 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: (1) Untuk mengtetahui perubahan ruang sebagai permukiman

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU Disusun oleh : 1. Muhammad Hitori (105040200111056) 2. Astrid Prajamukti Saputra (105040201111075)

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : 1. Muh. Tufiq Wiguna (A14120059) 2. Triawan Wicaksono H (A14120060) 3. Darwin (A14120091) ANALISIS SPEKTRAL Ninda Fitri Yulianti A14150046

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 )

Tabel 3 Aliran energi dan massa III METODOLOGI. Variabel neraca energi. Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Tabel 3 Aliran energi dan massa Variabel neraca energi Vegetasi tinggi (MJm -2 hari -1 ) Rumput (MJm -2 hari -1 ) Rn 11.28±2.74 10.21±2.53 LE 8.41± 6.50 4.21±2.48 LE/Rn 74.56 41.23 H 2.85±6.16 6.00 2.69

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian  3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan 5 Tabel 2 Kisaran nilai albedo (unitless) tiap penutup lahan Penutup Lahan Albedo (Unitless) Min Max Mean Hutan alam 0.043 0.056 0.051 Agroforest Karet 0.048 0.058 0.052 Monokultur 0.051 0.065 0.053 Karet

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci