KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS BOEDEL PAILIT ATAS BANK YANG TERLIKUIDASI (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 671 K/Pdt.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS BOEDEL PAILIT ATAS BANK YANG TERLIKUIDASI (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 671 K/Pdt."

Transkripsi

1 KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS BOEDEL PAILIT ATAS BANK YANG TERLIKUIDASI (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 671 K/Pdt.Sus/2011) Bramantyo Suryodhahono dan Teddy Anggoro 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia bramantyo.suryodhahono@ui.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan kurator dalam melakukan pemberesan terhadap harta pailit yang ada di bank yang sedang dilikuidasi oleh LPS yang menjadi obyek perkara dalam Putusan Mahkamah Agung No. 671 K/Pdt.sus/2011, serta bagaimana kewajiban LPS terhadap boedel pailit tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku. Hasil dari penelitian ini diperoleh kesimpulan yang menjawab permasalahan, yaitu bahwa Kurator berwenang untuk mengurus dan mengamankan Boedel Pailit harta kekayaan PT Cideng Makmur Pratama, namun dalam hal obyek perkara ini, kurator tidak dapat menjalankan tugasnya karena boedel pailit tersebut tidak ada (fiktif) dan simpanan PT Cideng Makmur Pratama merupakan simpanan yang tidak layak bayar. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh LPS sesuai kewajibannya adalah menolak pembayaran klaim simpanan tersebut. Kata kunci : Kewenangan Kurator; Boedel Pailit; Lembaga Penjamin Simpanan; Kewenangan LPS; Penjaminan Simpanan; Pembayaran Klaim Penjaminan Simpanan. THE AUTHORITY OF CURATOR TO TAKE CARE AND CLEAR BANKRUPTCY DEBTOR S ASSETS IN THE BANK WHICH IS LIQUIDATED (CASE STUDY OF SUPREME COURT VERDICT NUMBER 671/K/Pdt.Sus/2011) Abstract This study aims to determine the authority of the curator to take care and clear the assets of debtor in bank liquidated by LPS (Lembaga Penjamin Simpanan, Indonesian Bank Customer Insurance) which is the object of the case in the Supreme Court Decision Number 671 K/Pdt.sus/2011, and how LPS should act as its obligations against the assets of debtor mentioned before. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation and books. The results of this study is concluded that the Curator is authorized to take care of and secure the assets of bankrupt Boedel PT. Cideng Makmur Pratama (debtor s assets), yet for the subject matter of this case, the curator can not carry out their duties because actually the bankruptcy boedel does not exist (fictitious) and saving PT Cideng Makmur Pratama is categorized as not worth-paying. While the actions taken by LPS as fulfilment of its duty is to reject the claim payment obligations deposits coming from the curator. 1 Karya tulis ini merupakan sebuah ringkasan dari skripsi yang berjudul Kewenangan Kurator dalam Mengurus Boedel Pailit atas Bank yang Terlikuidasi (Studi Kasus atas Putusan Mahkamah Agung No. 671K/Pdt.Sus/2011) yang disusun oleh Bramantyo Suryodhahono sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sedangkan Teddy Anggoro merupakan Dosen Pembimbing Bramantyo di Fakultas Hukum UI dalam penulisan skripsi tersebut.

2 Keywords: Authority of Curator; Curator, Boedel Bankrupt; LPS Authority; the Deposit Insurance Claim Payment. A. Pendahuluan Kurator PT. Cideng Makmur Pratama (dalam pailit) berwenang untuk melakukan pemberesan terhadap boedel pailit sebesar RP ,- yang dikuasai Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka mengurus likuidasi PT. BPR Tripanca Setiadana. Dalam hal ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data Nasabah Penyimpan, selambatlambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut. Seperti itulah secara garis besar putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam putusannya. Sejak putusan pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga, Kurator berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Untuk melakukan tindakannya, kurator harus memperhatikan masalah kewenangan yang dimiliki, dan saat yang tepat (pertimbangan ekonomi) untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu. Kemudian perlu diperhatikan juga apakah untuk dapat melakukan tindakan tertentu tersebut, Kurator harus memperoleh izin (dari hakim pengawas, pengadilan niaga, panitia kreditor dan debitor), dan apakah terhadap tindakan tersebut memerlukan prosedur tertentu, serta apakah tindakan tersebut layak dari segi hukum, kebiasaan, dan sosial. 2 PT. Cideng Makmur Pratama telah dijatuhi putusan pailit oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam Perkara No.: 35/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 5 Agustus 2009 ( Putusan Palit ). Semua hartanya sudah harus segera dilakukan pengurusan dan pemberesan yang kemudian ditangani oleh Sahroni, SH. selaku kurator 3 berdasarkan Penetapan Majelis Hakim No Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2010), hal Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Indonesia (1), Undang-undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No., ps. 69 ayat (1).

3 35/Pailit/2009/PN. Niaga.Jkt.Pst. tanggal 28 Maret 2011, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 10 Juli PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) merupakan salah satu nasabah penyimpan dana PT. BPR Tripanca Setiadana, dengan Nomor Rekening Tabungan sebesar R ,- (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah) yang sejak tanggal 24 Maret 2009 telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Bank Indonesia, Keputusan GBI No.: 11/15//Kep.GBI/2009. Setelah dicabutnya izin usaha PT. BPR Tripanca Setiadana, maka kepengurusan PT. BPR Tripanca Setiadana beralih kepada Lembaga Penjamin Simpanan untuk dilakukan penyelesaian terhadap simpanan PT. BPR Tripanca Setiadanayang dalam kasus ini dianggap LPS tidak berdampak sistemik. 5 Sedangkan Kurator harus segera mengamankan harta PT. Cideng Makmur Pratama yang kini diurus oleh LPS. 6 Bank merupakan lembaga yang sangat tergantung kepada kepercayaan dari masyarakat karena bank tidak dapat menjalankan kegiatan usahanya tanpa kepercayaan dari masyarakat sebagai nasabahnya. Terlebih lagi, dana yang terkumpul dari masyarakat tersebut merupakan sumber dana pokok dalam bank, sehingga sudah sewajarnya apabila Bank memberikan perlindungan hukum atas uang dari masyarakat yang merupakan nasabahnya agar kepercayaan masyarakat diperoleh. 7. Perlindungan hukum tersebut diwujudkan dengan menjaminkan simpanan nasabah kepada LPS, sehingga merupakan perlindungan hukum langsung yang dikenal di sistem perbankan. Bank Indonesia sengaja membentuk LPS agar masyarakat lebih percaya dengan sistem perbankan Indonesia. Apabila kepercayaan sudah berhasil didapatkan, maka diharapkan semakin banyak masyarakat yang mau menyimpan uangnya di Bank. 8 4 Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan Ibid.,ps. 24 ayat (1). 5 Indonesia (2), Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, UU No. 7 Tahun 2009, LN No. 96 Tahun 2004, ps. 21 ayat (2). 6 Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima Ibid.,ps Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. 6, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya, 2006), hal. 143.

4 Dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, kurator PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit.telah diketahui bahwa PT Cideng Makmur Pratama merupakan nasabah PT BPR Tripanca Setiadana. Dengan demikian kurator meminta LPS untuk memberikan uang PT Cideng Makmur Pratama yang dikuasainya sebesar Rp ,- (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah). Jumlah itu tidak mungkin karena maksimum nilai simpanan yang dapat dijamin di LPS adalah senilai RP ,- (dua milyar Rupiah). 9 Dalam pengurusannya, LPS menemukan bahwa terdapat dugaan keterlibatan PT Cideng Makmur Pratama dalam tindak pidana perbankan yang terjadi pada PT Tripanca Setiadana (DL). Dugaan tindak pidana ini terlihat dalam laporan audit investigasi yang menunjukkan adanya aliran dana masuk dan keluar dari dan ke rekening tabungan atas nama PT Cideng Makmur Pratama di PT BPR Tripanca Setiadana (DL) yang berasal dari pencairan kredit topengan di PT BPR Tripanca Setiadana (DL) yang dalam daftar nominatif kredit topengan sebesar Rp ,-. Kemudian terhadap penemuan ini, LPS melakukan audit investigasi dan mengetahui bahwa pemilik asli PT Cideng Makmur Pratama yakni SW telah terbukti melakukan tindak pidana perbankan berupa pembuatan 177 kredit topengan/fiktif pada PT BPR Tripanca Setiadana (DL) berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor 755/ PID.B/2009/PN/TK. Tanggal 24 Juli Dengan adanya indikasi tindak pidana yang terjadi di PT BPR Tripanca Setiadana, LPS menolak permintaan kurator untuk memberikan dana PT Cideng Makmur Pratama karena ada dugaan pemilik PT Cideng Makmur Pratama yakni SW melakukan tindak pidana kredit topengan di PT BPR Tripanca Setiadana. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, LPS membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat melakukan investigasi, mengingat tindak pidana kredit topengan merupakan tindak pidana yang luar biasa dan sulit untuk dibuktikan sehingga LPS harus melakukan investigasi dan audit yang mendalam terhadap aliran dana PT BPR Tripanca Setiadana. Penolakan LPS atas permintaan Kurator untuk memberikan boedel pailit PT Cideng Makmur Pratama akan menghambat proses pailit di Pengadilan Niaga, mengingat masa persidangan di Pengadilan Niaga seharusnya cepat sesuai dengan kebutuhan para pelaku 9 Indonesia (3), Peraturan Pemerintah Tentang Besaran Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, PP No. 66 Tahun 2008, LN No. 144 Tahun 2008, TLN No. 4903, ps. 1.

5 usaha khususnya kreditur, berperkara di pengadilan niaga prosesnya cepat karena memang pembentukannya sejak awal berdasarkan pertimbangan kecepatan dan efektivitas. Upaya hukum yang ada di pengadilan niaga pun hanya kasasi apabila belum puas dengan putusan pengadilan niaga, tanpa adanya upaya banding. 10 Berdasarkan persoalan hukum yang terjadi sebagaimana diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengangkat masalah ini dalam suatu Skripsi. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memahami dan memecahkan permasalahan yang terjadi. a. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang akan dibahas secara mendalam dalam makalah penelitian ini akan berfokus pada pertanyaan: 1. Bagaimanakah kewenangan kurator untuk melakukan pemberesan terhadap harta pailit yang menjadi obyek perkara dalam Putusan Mahkamah Agung No. 671 K/Pdt.sus/2011 berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang? 2. Bagaimanakah kewajiban LPS terhadap dana yang ditanggungnya dalam hal dana tersebut merupakan bagian dari boedel pailit? b. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan agar dapat: 1. Menguraikan kewenangan kurator melakukan pemberesan harta pailit yang sedang menjadi obyek perkara dalam Putusan Mahkamah Agung No. 671 K/Pdt.sus/2011 berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. 2. Menguraikan kewajiban LPS terhadap dana yang ditanggungnya dalam hal dana tersebut merupakan bagian dari boedel pailit. B. TINJAUAN TEORITIS Kurator Pailit 10 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2010), hal. 141.

6 Semenjak putusan pernyataan pailit dijatuhkan kepada seorang debitor, demi hukum debitor telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. 11 Semenjak itu pula pengurusan atas harta kekayaan debitor termasuk juga menjalankan kegiatan usaha debitor dan membayar utang-utang debitor diserahkan kepada kurator. Kurator sendiri menurut Undang-undang Kepailitan dan PKPU adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang kepailitan. 12 1) Pengangkatan, Penggantian, dan Pemberhentian Kurator Sebagaimana diketahui di atas, kurator pailit adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan. Untuk menentukan hal yang demikian, bahwa apakah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan, maka hal itu tergantung dalam hal debitor, kreditor, atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit (Kejaksaan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Menteri Keuangan) telah menunjuk seseorang untuk menjadi kurator atau tidak. Jika tidak mengajukan, maka yang menjadi kurator dalam kepailitan tersebut adalah Balai Harta Peninggalan. 13 Untuk pengangkatannya sendiri, baik debitor, kreditor, dan pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit, semuanya dapat mengusulkan siapa yang dapat menjadi kurator agar ditunjuk oleh pengadilan. Namun tidak menutup kemungkinan pula jika mereka memiliki pendapat yang berbeda tentang siapa yang menjadi kurator, teteapi kata akhir siapa yang menjadi kurator ada di tangan majelis hakim pengadilan niaga. 14 Sesungguhnya perlu diketahui bahwa pengadilan niaga dapat saja mengangkat kurator yang bukan merupakan usulan dari salah satu pihak. Hal ini disebabkan tidak ada ketentuan yang mengatur hal demikian di Undang-undang Kepailitan dan PKPU, namun sebaiknya majelis hakim tidak mengangkat kurator yang bukan usulan dari para pihak agar dapat menghilangkan kecurigaan adanya KKN antara majelis hakim dan kurator yang diangkat sepihak tersebut Indonesia (1), op.cit., ps. 24 ayat (1). 12 Ibid., ps. 1 angka Ibid., ps. 15 ayat (2). 14 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 205.

7 Kurator setelah ditunjuk oleh majes hakim, dapat pula diganti. Adapun penggantian kurator didasarkan adanya prakarsa. Permrakarsa atas penggantian kurator tersebut adalah kurator itu sendiri, kurator lainnya jikaada, hakim pengawas, atau debitor pailit. 16 Di sini memang timbul permasalahan karena beberapa pendapat ahli hukum berpendapat bahwa seharusnya kreditor dan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit seharusnya diberikan juga hak untuk mengajukan usulan penggantian kurator. 17 Sebelum dilakukan penggantian, pengadilan harus terlebih dahulu memanggil dan mendengar kurator. 18 Dalam hal pemberhentian kurator, pengadilan niaga berwenang berdasar Undangundang Kepailitan dan PKPU. Pengadilan Niaga harus memberhentikan kurator yang atas permohonan atau atas usul kreditor konkuren berdasarkan rapat putusan rapat kreditor yang diselenggarakan. Keputusan rapat tersebut harus disetujui olehi kreditor atau kuasanya minimal ½ (setengah) nilai piutang kreditor konkuren yang hadir dalam rapat itu. 19 2) Tugas Kurator Undang-undang Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit. 20 Tugas yang pertama harus dilakukan oleh kurator sejak mulai pengangkatannya adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpang semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. 21 3) Batas-batas Kewenangan Kurator Dalam rangka melakukan tugas pokok di atas, kurator: a. dibebaskan dari kewajiban atau tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ 15 Ibid., hal Indonesia (1), op.cit., ps Sutan Remy Sjahdeini, loc.cit. 18 Indonesia (1), loc.cit. 19 Ibid., ps Ibid., ps. 69 ayat (1). 21 Ibid., ps. 98.

8 debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan; b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatnkan nilai harta pailit. 22 Dalam praktek, perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh kurator tidak selalu disetujui oleh kreditor, panitia kreditor 23, atau debitor pailit. Apabila hal seperti ini terjadi, maka kreditor, panitia kreditor, atau debitor pailit dapat mengajukan surat keberatan kepada hakim pengawas terhadap perbuatan yang dilakukan oleh kurator atau memohon kepada hakim pengawas untuk mengeluarkan surat perintah agar kurator melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan yang sudah direncanakan. 24 Namun demikian kedua hal tersebut tidak dijelaskan harus dalam dua surat yang berbeda, sehingga kedua hal itu dapat diajukan dalam satu surat saja. Lalu setelah menerima surat tersebut, hakim pengawas harus menyampaikan kepada kurator paling lambat tiga hari dan kurator harus memberikan tanggapan paling lambat tiga setelah menerima surat tersebut. 25 4) Kewajiban Kurator untuk Melapor kepada Hakim Pengawas Dalam jangka waktu tiga bulan, kurator wajib memberikan laporan kepada hakim pengawas terhadap keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya. Adapun laporan tersebut terbuka untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma. Sedangkan mengenai jangka waktu tiga bulan tersebut, Hakim Pengawas dapat memperpanjang. 26 5) Wewenang Kurator untuk Menghadap di Sidang Pengadilan 22 Ibid., ps. 69 ayat (2). 23 Panitia kreditor adalah terdiri dari tiga orang kreditor yang telah diverifikasi. Anggota panitia kreditor dibentuk oleh pengadilan niaga dalam rangka membantu memberikan nasihat kepada kurator mengingat jumlah kreditor yang berkepentingan dengan debitor bisa sangat banyak. Sehingga dibentuk lah panitia kreditor tersebut sebagai wakil dari kreditor-kreditor yang jumlahnya banyak. Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal Indonesia (1), op.cit., ps. 77 ayat (1). 25 Ibid., ps. 77 ayat (1) dan (2). 26 Ibid., ps. 74.

9 Kurator tidak memerlukan persetujuan dari debitor atau memberitahukan kepada debitor dalam melaksanakan tugasnya, namun khusus untuk menghadap di muka pengadilan kurator wajib mendapat izin terlebih dahulu dari hakim pengawas. 27 Namun perlu ditekankan bahwa perbuatan menghadap di muka pengadilan yang di maksud ini adalah perkara di luar pencocokan piutang atau dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, pasal 38, pasal 39,dan Pasal 59 ayat (3) Undang-undang Kepailitan dan PKPU. 28 Terkait dengan pasal-pasal yang disebutkan tersebut di atas dalam pasal 69 ayat (5) Undang-undang Kepailitan dan PKPU, pasal 36 merupakan mengenai perjanjian timbal balik antara debitor dan seorang atau lebih kreditornya. Sengketa yang terjadi dalam pasal 36 ini adalah belum terpenuhinya sebagian atau seluruh dari perjanjian timbal balik tersebut. Dalam hal ini kurator hanya dapat melakukan perbuatan untuk dan atas nama debitor sepanjang debitor tidak harus melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan sehingga karena itu tidak dapat menguasakan perbuatan itu kepada pihak lain. Sedangkan Pasal 38 mengatur mengenai perjanjian sewa menyewa dengan debitor sebagai pemberi sewa suatu benda. Kurator berwenang untuk menghentikan secara sepihak perjanjian sewa menyewa tersebut dengan maksud untuk memudahkankurator dalam menjual (melikuidasi) benda milik debitor yang disewakan itu. Untuk itu kurator wajib memberitahukan kepada penyewa benda dalam batas waktu yang dianggap layak menurut ukuran kebiasaan, yaitu setidaknya tidak kurang dari 90 hari apabila tidak diatur dalam perjanjian antara debitor pailit sebagai pemberi sewa dan penyewa. Apabila uang sewa telah dibayarkan penyewa di muka, maka penyewa berhak untuk menikmati nilai benda yang disewakan tersebut sampai dengan jangka waktu sewa yang telah dibayarkan tersebut. Untuk Pasal 39, hal yang diatur adalah mengenai perjanjian kerja dengan debitor pailit di posisi sebagai pemberi kerja (majikan). Pasal ini memberikan kewenangan sepihak kepada debitor sebagai pemberi kerja dan juga bagi para pekerjanya untuk memutuskan perjanjian kerja apabila debitor diputuskan pailit oleh pengadilan. Pasal 59 ayat (3) adalah pasal yang memberikan kewenagan kurator untuk menebus agunan dari tangan kreditor dengan harga yang terengdah antara harga pasar dari benda agunan dan jumlah utang yang dijamin dengan agunan tersebut. Adapun dalam penentuan 27 Ibid., ps. 69 ayat (5). 28 Ibid.

10 harga pasar, sebaiknya kurator dan kreditor separatis ini bersepakat untuk menunjuk perusahaan appraisal untuk menentukan harga pasar agunan tersebut. 29 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Indonesia memerlukan suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil, yaitu yang dipercaya oleh masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya sebagai penyimpan dana yang aman. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan hal tersebut dan membangun trust dari masyarakat, dibentuk sebuah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 30 LPS berbentuk badan hukum Indonesia 31 yang berarti mengemban hak dan kewajiban dan cakap untuk bertindak sebagai subyek hukum termasuk dapat melayangkan gugatan maupun digugat di muka pengadilan. 1) Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan LPS memiliki fungsi untuk menjamin simpanan nasabah bank. Adapun bentuk simpanan yang dijamin oleh LPS adalah yang berbentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 32 Selain itu LPS juga memiliki fungsi untuk turut aktif dalam stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Besarnya jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS adalah paling banyak Rp ,00 (dua miliar rupiah) 33. Hal ini adalah perubahan terakhir dari yang pertama kali hanya Rp ,00 (seratus juta rupiah). Penambahan jumlah maksimal simpanan yang dijamin ini didasarkan pada perkembangan zaman bahwa simpanan yang dilindungi tidak hanya untuk nasabah penyimpan kecil tetapi juga untuk nasabah yang menabung dengan jumlah yang besar Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal Indonesia (4), Undang-undang Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, UU No. 24 Tahun 2004, LN No. 96 Tahun 2004, TLN No. 4420, ps. 2 ayat (2). 32 Ibid., ps Indonesia (3), op.cit., ps Sentosa Sembiring, op.cit., hal. 250.

11 Nasabah yang ingin mencairkan dana yang ditanggung oleh LPS harus melakukan klaim setidaknya kurang dari 5 (lima) tahun terhitung sejak bank dimana ian menyimpan dananya dicabut izin usahanya. Apabila lebih dari lima tahun, maka ia sesungguhnya telah kehilan hak untuk mengajukan klaim tersebut. 35 Namun sebelum dapat melakukan klaim, nasabah penyimpan harus bersabar untuk diverifikasi oleh LPS apakah simpnannya masuk dalam kategori layak atau tidak untuk mendapatkan pembayaran. Simpanan dikatakan tidak layak bayar apabila berdasarkan rekonsiliasi dan/atau verifikasi: a. Data simpanan dimaksud tidak tercata pada bank; b. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau c. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan bank menjadi tidak sehat. Untuk dapat dikatakan bahwa simpanan tercatat pada bank, maka simpanan harus: a. Dalam pembukuan bank terdapat data mengenai simpanan tersebut, antara lain nomor rekening/bilyet, nama nasabah penyimpan, saldo rekening, dan informasi lainnya yang lazim berlaku untuk rekening sejenis; dan/atau b. Terdapat bukti aliran dana yang menunjukkan keberadaan simpanan tersebut. 36 2) Tugas dan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam menjalankan fungsinya untuk turut aktif dalam stabilitas sistem perbankan, LPS memiliki tugas dan kewenangan yang didapatkan berdasarkan peraturan perundangundangan. Adapun kewenangan tersebut adalah dapat melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal 37 dengan: 35 Indonesia (3), op.cit., penjelasan ps. 16 ayat (7). 36 Sentosa Sembiring, op.cit., hal Bank Gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak sehat oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Indonesia (5), Peraturan LPS Tentang Likuidasi Bank, PLPS No. 2 Tahun 2008, BN No. 94 Tahun 2008,, ps. 1 angka 6.

12 a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS; b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan; c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan d. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. 38 Selain itu, LPS juga memiliki kewenangan lain terutama terkait dengan fungsinya untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan bank, yaitu: a. menetapkan dan memungut premi penjaminan; b. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta; c. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS; d. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank,dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d; f. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim; g. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu; h. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan; dan i. menjatuhkan sanksi administratif Indonesia(3), op.cit, ps. 6 ayat (2). 39 Ibid., ps. 6 ayat (1).

13 Dalam hal suatu bank gagal dan izin usahanya dicabut, maka sesuai dengan kewenangannya, LPS akan: a. pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau b. pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS. Untuk selanjutnya tentang likuidasi bank sendiri diatur dalam perautran Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 02/PLPS/2008 tentang Likuidasi Bank. Dalam rangka likuidasi bank, LPS akan membentuk tim likuidasi yang mempunyai tugas: a. menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pembubaran badan hukum bank; b. menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai bank; c. melakukan pemberesan aset dan kewajiban bank; d. menyampaikan laporan berkala dan laporan insidentil apabila diperlukan kepada LPS; e. melakukan pertanggungjawaban pelaksanaan likuidasi bank; f. melakukan penyelesaian atas kewajiban dari pihak-pihak yang melakukan kelalaian dan/atau perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha bank; g. melakukan tugas lainnya yang dianggap perlu untuk melaksanakan likuidasi; dan h. membantu kelancaran pelaksanaan penjamin. 40 C. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif, yang hasilnya berbentuk deskriptif analisis 41 yaitu mencoba mendeskripsikan hasil analisis perkara antara Kurator PT Cideng Makmur Pratama (Dalam pailit) melawan LPS yang sedang melakukan pengurusan 40 Indonesia(5), op.cit., ps Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif analisis yaitu penelitian untuk menggambarkan tentang suatu gejala berdasarkan analisis. Sri Mamudji, Metode Penelitiah dan Penulisan Hukum, Kuliah Perdana Mata Kuliah Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok, 7 September 2012.

14 jumlah. 42 Hasil analisis diharapkan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dan mencoba likuidasi PT BPR Tripanca Setiadana. Sedangkan berdasarkan sifatnya, penelitian eksplanatoris yang memberikan penjelasan secara mendalam tentang hubungan gejala yang satu dengan yang lainnya dan juga memberikan jalan keluar atau solusi. Penemuan fakta dan penyelesaian masalah akan dibahas secara mendalam berdasarkan disiplin ilmu hukum, sehingga hasil yang dicapai merupakan hasil pemikiran yang normatif. Berdasarkan tempatnya peneliti memilih data sekunder atau yang diperoleh berdasarkan penelitian kepustakaan atau studi dokumen, yang meliputi bahan hukum primer berupa undang-undang dan yurisprudensi dan bahan hukum sekunder yang berasal dari buku dan artikel. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif. yaitu metode analisis untuk mendapatkan suatu kepastian dari bobot yang diteliti dan bukan berdasarkan pada memberikan solusi atas pokok permasalahan yang diangkat, dan kemudian ditarik kesimpulan secara induktif, dipadukan dengan analisis dari studi kasus atas Putusan Mahkamah Agung NO. 671 K/Pdt.Sus/2011. D. PEMBAHASAN Analisis Fakta Dalam kronologis di atas sebagaimana pula tertera dalam putusan, terdapat fakta-fakta hukum penting yang perlu diperhatikan sebagai bahan analisi hukum, antara lain: 1. Para pihak yang terlibat dalam perkara ini: a. Kurator PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) sebagai termohon kasasi dahulu adalah penggugat; b. Tim Likuidasi Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pemohon kasasi dahulu adalah tergugat; c. PT. BPR Tripanca Setiadana sebagai turut termohon kasasi dahulu adalah Tergugat I; 2. PT. Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) merupakan salah satu nasabah penyimpan, dengan Nomor Rekening Tabungan sebesar Rp ,00 (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah) di PT BPR Tripanca Setiadana. 42 Hang Raharjo, Penyusunan Usul Penelitian dan Perbedaan, Kuliah Kedua Mata Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Depok, 14 September 2012.

15 3. PT Cideng Makmur Pratama telah dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Perkara No.: 35/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 5 Agustus 2009 oleh karena itu pengurusannya kini dipegang oleh kurator. 4. PT BPR Tripanca Setiadana sejak tanggal 24 Maret 2009 telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Bank Indonesia, Keputusan GBI No.: 11/15//Kep.GBI/2009 oleh karena itu kini pengurusan atas likuidasinya dipegang oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 5. Kurator mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada LPS dan PT BPR Tripanca agar membayar ganti kerugian sejumlah Rp ,00 (dua milyar rupiah) sebagai jumlah maksimal simpanan nasabah yang dijamin oleh LPS. 6. LPS mengekspepsi kewenangan absolut Pengadilan Niaga untuk mengadili perkara pembayaran klaim LPS. 7. Dalam Putusan Sela, Pengadilan Niaga menyatakan berwenang mengadili perkara ini. 8. LPS menolak untuk segera membayar karena masih melakukan audit investigative mengenai pihak yang menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana menjadi bank gagal. 9. LPS menemukan terdapat tindak pidana perbankan yang melibatkan pemilik PT BPR Tripanca Setiadana (dalam likuidasi) yang diduga terdapat aliran dana atas hasil kejahatan tersebut yang mengalir ke rekening PT Cideng Makmur Pratama, sehingga menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. 10. SW sebagai pemegang saham (dibuktikan oleh LPS bahwa SW adalah pemilik sebenarnya) PT Cideng Makmur Pratama yang terlibat dalam tindak pidana perbankan tersebut telah dijatuhkan pidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung KarangNomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 05/Gugatan Lain-lain/2011/ PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 12 September 2011 yang amarnya sebagai berikut: 1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2) Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum ; 3) Memerintahkan kepada Tergugat I untuk mengembalikan uang simpanan PT Cideng Makmur Pratama sejumlah Rp ,- (dua milyar rupiah) kepada Penggugat untuk dimasukkan ke dalam boedel pailit PT Cideng

16 Makmur Pratama (Dalam Pailit) yang harus dibayar oleh Tergugat I setelah dikabulkan gugatan ini; 4) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp ,- (tujuh ratus sembilan puluh satu ribu rupiah) ; 12. LPS diwakili kuasanya menyatakan akan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga. 13. Dalam memori kasasinya, LPS menyatakan bahwa terdapat bukti-bukti yang tidak dipertimbangkan oleh Hakim Pengadilan Niaga, antara lain 1) Bukti Keterangan TI-6i Risalah Indonesia PT.BPR. Bukti ini menerangkan bahwa sebelumdilakukan cabut izin usaha (CIU) oleh Bank Indonesia, Direksi PT BPR Tripanca Setiadana telah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia Bandar Lampung guna melaksanakan langkah-angkah yang harus dilakukan untuk memulihkan kondisi kesehatan keuangan PT BPR Tripanca Setiadana. Dalam risalah pertemuan tersebut disepakati bahwa salah satu pointnya adalah melakukan blokir rekening yang terkait dengan PT.Tripanca Group, PT Cideng Makmur, SW dan PT BPR Tripanca Setiadana. 2) Bukti TI-7 Surat LPS kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) N0.363/DKRB/VI M/2009 Tanggal 4 Agustus2009 Perihal Audit Investigatitif. Bukti ini membuktikan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan meminta dilakukan audit investigasi terhadap dugaan adanya tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan pada PT.BPR Tripanca Setiadana (DL). 3) Bukti TI-8 Foto copy amar putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli Bukti ini membuktikan bahwa terdapat dugaan keterlibatan PT Cideng Makmur Pratama dalam tindak pidana perbankan yang terjadi pada PT Tripanca Setiadana (DL). 14. Mahkamah Agung Menolak permohonan kasasi dari LPS, dengan alasan LPS wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelahmelakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data NasabahPenyimpan, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh)hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut. 15. Dapat dikatakan bahwa Majelis Hakim Kasasi tidak memperhatikan bukti-bukti yang diajukan LPS sebagai Pemohon Kasasi yang menunjukkan bahwa adanya keterlibatan SW sebagai pemegang saham PT Cideng Makmur Pratama atas tindak pidana perbankan kredit fiktif/kredit topengan yang mengalir dari dan ke rekening PT Cideng Makmur

17 Pratama sehingga mengganggu kegiatan bank dan menyebabkan BPR Tripanca Setiadana mengalami kegagalan. Analisis Hukum 1) Legal Standing Para pihak Berdasarkan analisis fakta di atas, sebelumnya perlu ditegaskan bahwa semenjak putusan pernyataan pailit dijatuhkan kepada seorang debitor (PT Cideng Makmur Pratama), demi hukum PT Cideng Makmur Pratama telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. 43 Oleh karena itu sejak saat itu ditunjuk seorang kurator untuk menguasai dan mengurus kekayaan PT Cideng Makmur Pratama, dalam hal ini adalah Kurator Sahroni, SH. Pengangkatan seorang kurator dapat diajukan oleh debitor, kreditor, dan pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit. Namun kata akhir siapa yang menjadi kurator tetap berada di tangan majelis hakim pengadilan niaga. 44 Kurator melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit dalam rangka menjalankan tugasnya,. 45 Tugas yang pertama harus dilakukan oleh kurator sejak mulai pengangkatannya adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpang semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. 46 Berlandaskan tugasnya ini, kurator melakukan klaim ke LPS untuk mengamankan harta pailit setelah mengetahui bahwa PT Cideng Makmur Pratama (dalam pailit) memiliki rekening di PT BPR Tripanca Setiadana (dalam likuidasi) sebesar RP ,- (dua milyar tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah). Namun LPS menolak untuk membayar klaim tersebut. Dalam rangka mengamankan harta pailit tersebut, kurator menggugat LPS dan PT BPR Tripanca Setiadana dengan posita perbuatan melawan hukum. Untuk dapat melakukan gugatan ini, kurator harus mengantongi izin dari hakim pengawas karena perkara ini di luar 43 Indonesia (1), op.cit., ps. 24 ayat (1). 44 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal Indonesia (1), op.cit.,ps. 69 ayat (1). 46 Ibid.,ps. 98.

18 perkara pencocokan piutang. 47 Adapun izin dari hakim pengawas telah didapatkan kurator berdasarkan Penetapan No. 35/Pailit/2009/PN.Niaga. Jkt.Pst.,tertanggal 10 Mei Sedangkan LPS dapat bertindak sebagai pihak dalam perkara di pengadilan karena LPS berbentuk badan hukum Indonesia 48 yang berarti mengemban hak dan kewajiban dan cakap untuk bertindak sebagai subyek hukum termasuk dapat melayangkan gugatan maupun digugat di muka pengadilan, dalam hal ini sebagai pemohon kasasi dahulu tergugat I. LPS bertindak sebagai pihak dalam perkara karena PT BPR Tripanca Setiadana sejak tanggal 24 Maret 2009 telah dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Bank Indonesia, Keputusan GBI No.: 11/15//Kep.GBI/2009, sebagai peserta jaminan simpanan di LPS, maka kepengurusannya dipegang oleh LPS. PT BPR Tripanca Setiadana bertindak selaku Tergugat II dalam gugatan kurator.hal ini sebenarnya tidak tepat karena PT BPR Tripanca Setiadana dalam proses likuidasi sehingga tidak cakap untuk bertindak di depan pengadilan, lagi pula LPS kini sudah mengambil alih kepengurusan PT BPR Tripanca Setiadana. 2) Kewenangan Terhadap Boedel Pailit (Obyek Perkara) Gugatan yang dilayangkan oleh kurator merupakah gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan alasan LPS tidak segera memberikan klaim sebesar Rp ,00 (dua milyar rupiah) sebagai jumlah simpanan terbesar yang ditanggung. 49 Memang benar apa yang dikatakan oleh kurator sebagai pengguugat dan termohon kasasi bahwa ia tidak terlambat dalam mengajukan klaimkarena nasabah yang ingin mencairkan dana yang ditanggung oleh LPS harus melakukan klaim setidaknya kurang dari 5 (lima) tahun terhitung sejak bank dimana ia menyimpan dananya dicabut izin usahanya. Apabila lebih dari lima tahun, maka ia sesungguhnya telah kehilangan hak untuk mengajukan klaim tersebut. 50 Sedangkan kurator tidak sampai habis jangka waktu sudah melakukan klaim. Selain itu untuk mendukung gugatannya kurator menyatakan bahwa LPS wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data Nasabah Penyimpan, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut. Hal ini juga dibenarkan oleh putusan hakim Pengadilan Niaga 47 Ibid.,ps. 69 ayat (5). 48 Indonesia (4), op.cit., ps. 2 ayat (2). 49 Indonesia (3), op.cit., ps Ibid., penjelasan ps. 16 ayat (7).

19 maupun kasasi yang memenangkan pihak kurator dalam perkara ini dan mewajibkan LPS untuk membayar Rp (dua milyar rupiah). Namun hal ini tidak benar karena dalam proses melakukan klaim, LPS dapat menentukan apakah suatu simpanan adalah layak bayar/tidak. Oleh karena itu LPS melakukan verifikasi apakah simpanan tersebut layak bayar/tidak layak bayar. Adapun kriteria Simpanan dikatakan tidak layak bayar apabila berdasarkan rekonsiliasi dan/atau verifikasi: a. Data simpanan dimaksud tidak tercatat pada bank; b. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau c. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan bank menjadi tidak sehat. 51 Berdasarkan fakta yang ditemukan dalam putusan bahwa dalam verifikasi tersebut berdasarkan audit investigasi, LPS mendapatkan tindak pidana perbankan yang melibatkan pemilik PT BPR Tripanca Setiadana (dalam likuidasi) yang diduga terdapat aliran dana atas hasil kejahatan tersebut yang mengalir ke rekening PT Cideng Makmur Pratama, sehingga menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. SW sebagai pemegang saham PT Cideng Makmur Pratama terbukti terlibat dalam tindak pidana perbankan tersebut sehingga atasnya telah dijatuhkan pidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli Selain itu LPS juga memberikan Bukti Keterangan TI-6i Risalah Indonesia PT.BPR yang menerangkan bahwa sebelum dilakukan cabut izin usaha oleh Bank Indonesia, Direksi PT BPR Tripanca Setiadana telah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia Bandar Lampung guna melaksanakan langkah-angkah yang harus dilakukan untuk memulihkan kondisi kesehatan keuangan PT BPR Tripanca Setiadana yang pada intinya salah satu poin dalam risalah tersebut disepakati bahwa akan melakukan blokir rekening, terkait dengan PT Tripanca Group, PT Cideng Makmur, SW dan PT BPR Tripanca Setiadana. LPS juga dapat memberikan bukti TI-7 berupa Surat LPS kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) N0.363/DKRB/VI M/2009 Tanggal 4 Agustus2009 Perihal Audit Investigatitif yang membuktikan bahwa Lembaga Penjamin Simpanan meminta 51 Indonesia (6), Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Tentang Program Penjaminan Simpanan, PLPS No. 2 Tahun 2010, ps. 39 ayat (2) huruf a.

20 dilakukan audit investigasi terhadap dugaan adanya tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan pada PT BPR Tripanca Setiadana (DL). Dengan demikian poin b dan c dalam kriteria simpanan yang tidak layak bayar sebagaimana disebutkan di atas, sudah terpenuhi bahwa PT Cideng Makmur Pratama merupakan pihak yang diuntungkan tidak wajar dan telah menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. Sehingga LPS sudah benar dengan tidak membayar klaim yang diajukan kurator. LPS pun juga berarti tidak melakukan perbuatan melawan hukum karena tindakannya sesuai dengan amanat Perundang-undangan, yaitu Pasal 39 ayat (2) huruf a PLPS No. 2 Tahun 2010 tentang Program Penjaminan Simpanan. 52 Seandainya saja, Kurator dapat memberikan bukti yang sebaliknya seperti Surat Penghentian Penyidikan (SP3) atau Putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa SW tidak terlibat dalam tindak pidana perbankan kredit fiktif, maka LPS wajib membayar klaim jaminan simpanan PT Cideng Makmur Pratama karena berarti LPS telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menolak pembayaran klaim tanpa sebab. Namun pada faktanya, dari pihak Kurator sebagai penggugat dan Termohon Kasasi tidak dapat memberikan bukti yang demikian. Pada kenyataannya, walaupun Kurator tidak dapat memberikan bantahannya dengan memberikan salah satu dari bukti-bukti tersebut, Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung tetap memenangkan pihak kurator dengan alasan bahwa LPS wajib menentukan simpanan yang layak dibayar, setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data NasabahPenyimpan, selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja, terhitung sejak izin usaha Bank dicabut. Sebenarnya terkait dengan kewajiban ini tidak ada masalah karena LPS telah mengumumkan hasil rekonsiliasi dan hasil verifikasi dalam jangka waktu 90 hari tersebut ke dalam empat tahap, termasuk hasil verifikasi PT Cideng Makmur Pratama (dalam pailit) pada tahap keempat tanggal 10 Agustus Dapat dikatakan bahwa majelis hakim, baik Judex Facti maupun Mahkmah Agung sebagai Judex Juris dalam memberikan putusan tidak memperhatikan aspek lainnya, bahwa sesungguhnya dana yang PT Cideng Makmur Pratama (Dalam Pailit) tidak ada di BPR Tripanca Setiadana (Dalam Likuidasi). Saldo yang tertera RP ,- (dua milyar 52 Selain telah taat dengan hukum, perbuatan LPS dengan tidak membayarkan klaim memang sewajarnya dilakukan. Hal ini dikarenakan dana yang diklaim sebagai hak dari PT Cideng Makmur Pratama tidak pernah ada. Saldo yang tertera dalam rekening tersebut hanyalah fiktif dari tindak pidana perbankan kredit fiktif/topengan, yang kemudian hari telah dibuktikan dan dijatuhi pidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

21 tujuh ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus tiga puluh empat ribu seratus empat puluh enam Rupiah) dalam Rekening PT Cideng Makmur Pratama hanyalah fiktif. Berdasarkan temuan LPS dan telah diputuskan bersalah oleh Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang SW sebagai pemegang saham di PT Cideng telah melakukan lebih dari saldo yang tertera dalam rekening, yaitu Rp ,-. Selain itu berarti majelis hakim telah tidak memperhatikan bukti-bukti yang diajukan LPS sebagai Pemohon Kasasi yang menunjukkan bahwa adanya keterlibatan SW sebagai pemegang saham PT Cideng Makmur Pratama atas tindak pidana perbankan kredit fiktif/kredit topengan yang mengalir dari dan ke rekening PT Cideng Makmur Pratama sehingga mengganggu kegiatan bank dan menyebabkan BPR Tripanca Setiadana mengalami kegagalan. Di sini ada catatan besar tentang kinerja Mahkamah Agung yang salah menerapkan hukum, mengingat Mahkamah Agung hanya Judex Juris sedangkan fakta-fakta telah dibuktikan LPS. Apabila hakim memperhatikan bukti-bukti tersebut, maka seharusnya hasil putusan dimenangkan oleh LPS karena LPS tidak melakukan perbuatan melawan hukum, melainkan taat hukum dengan menolak pembayaran klaim. Hal ini mengingat simpanan PT Cideng Makmur Pratama tergolong simpanan yang tidak layak bayar. Dengan demikian Kurator berwenang untuk mengurus dan mengamankan Boedel Pailit harta kekayaan PT Cideng Makmur Pratama, namun dalam hal obyek perkara ini boedel pailit tersebut tidak ada karena simpanan PT Cideng Makmur Pratama merupakan simpanan yang tidak layak bayar. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh LPS adalah benar dengan menolak pembayaran klaim simpanan tersebut, dengan kata lain Penulis tidak setuju dengan putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung. E. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kasus Putusan Majelis Hakim Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara No. 35/Pailit/2009/PN.Jkt.Pst, tertanggal 5 Agustus 2009 secara induktif dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kurator berwenang untuk mengurus dan mengamankan Boedel Pailit harta kekayaan PT Cideng Makmur Pratama. Hal ini dikarenakan semenjak putusan pernyataan pailit dijatuhkan kepada seorang debitor, demi hukum debitor telah kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Oleh karena itu kurator sejak saat itu mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah

22 pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang kepailitan. Namun dalam hal boedel pailit (obyek perkara), kurator yang memang memiliki kewenanganan untuk mengurus dan mengamankannya, tidak dapat menjalankan tugasnya karena boedel pailit yang dimaksud tidak ada karena saldo yang tertera dalam rekening PT Cideng Makmur Sentosa adalah tidak ada (fiktif), sebagaimana terbukti adanya keterlibatan tindak pidana perbankan kredit fiktif/topengan yang dilakukan oleh SW sebagai pemilik PT Cideng Makmur Sentosa. Sehingga rekening tersebut termasuk juga sebagai simpanan yang tidak layak bayar karena PT Cideng Makmur Pratama merupakan pihak yang diuntungkan tidak wajar dan telah menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. Dengan demikian simpanan PT Cideng Makmur Pratama adalah tidak ada (fiktif) dan termasuk simpanan yang tidak layak bayar sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (2) huruf a PLPS No. 2 Tahun 2010 tentang Program Penjaminan Simpanan. 2. Kewajiban Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap dana yang ditanggungnya, dalam hal dana tersebut merupakan bagian dari boedel pailit dalam keadaan normal harus segera dicairkan karena prosedur dan persyaratan telah dipenuhi. Namun dalam hal obyek perkara, apa yang dilakukan LPS dengan menolak membayar klaim simpnan PT Cideng Makmur Pratama adalah benar. Hal ini dikarenakan simpanan yang tertera dalam rekening PT Cideng makmur Pratama adalah fiktif dan termasuk simpanan yang tidak layak bayar. Saldo rekening PT Cideng Makmur fiktif karena jumlah yang tertera dalam rekening tersebut berasal dari pembuatan 177 kredit topengan/fiktif pada bank PT BPR Tripanca Setiadana yang kemudia terbukti dan SW sebagai pelaku sekaligus pemilik PT Cideng Makmur Pratama telah dijatuhkan pidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor : 755/PID.B/2009/PN.TK Tanggal 24 Juli Selain itu simpanan tersebut juga termasuk ke dalam kategori simpanan yang layak bayar karena PT Cideng Makmur Pratama merupakan pihak yang diuntungkan tidak wajar dan telah menyebabkan PT BPR Tripanca Setiadana gagal. Dengan kata lain Penulis tidak setuju dengan putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Judex Facti dan Judex Juris.

23 F. Saran Majelis Hakim Pengadilan Niaga sebagai judex facti, dalam memberikan putusan harus memperhatikan aspek lainnya, misalnya kebenaran dan keberadaan harta pailit terkait kredit topengan yang keberadaan hartanya fiktif belaka. Penolakan LPS atas permintaan Kurator untuk memberikan boedel pailit seharusnya dicermati secara benar, sehingga tidak dianggap sebagai menghambat proses pailit di Pengadilan Niaga, hal ini karena masa proses pailit di Pengadilan Niaga cepat. Selain itu, Majelis Hakim Mahkamah Agung seharusnya lebih cermat dan teliti karena Mahkamah Agung adalah Judex Juris yang dapat dikatakan proses terakhir dalam proses peradilan upaya biasa. Mahkamah Agung seharusnya dapat menerapkan hukum lebih cermat dan teliti dibanding Pengadilan Niaga karena merupakan judex juris, namun kenyataannya putusan yang diberikan Mahkamah Agung tidak berbeda dengan Pengadilan Niaga. Kurator dalam menjalankan tugasnya harus teliti dan tidak ceroboh. Dalam perkara ini, apabila Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung benar dalam memberikan pertimbangan hukum dan putusannya, maka yang akan terjadi adalah sebagian boedel pailit harus menyusut dikarenakan harus membayar biaya-biaya perkara, pengacara, dan sebagainya, sedangkan klaim tidak dibayarkan oleh LPS. Oleh karena itu kurator harus pandai dalam meneliti dan memilih mana saja boedel pailit yang harus diperjuangkan dan yang mana yang sebenarnya boedel pailit tersebut tidak ada (fiktif). G. Daftar Referensi BUKU Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Djumhana, Muhammad.Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya, Farida, Maria. Ilmu Perundang-undangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, Hadi Shubhan, M. Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. Surabaya : Kencana Prenada Media Group, 2007.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, 114 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: a. UU Perbankan, UU Bank Indonesia, PP No.25/1999 dan SK DIR Bank Indonesia No.32/53/KEP/DIR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian 41 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka didapat hasil penelitian sebagai berikut: 1. Nomor Perkara: 615 K/Pdt.Sus/2011 2.

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK PUTUSAN PAILIT ATAS PERUSAHAAN ASURANSI DAN AKIBAT HUKUMNYA DI INDONESIA ( KAJIAN YURIDIS ATAS PUTUSAN NO. 10/PAILIT/2002/PN.JKT.PST DAN PUTUSAN MA NO. 021/K/N/2002 ) Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 38 BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 A. Latar Belakang berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan Industri perbankan merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, R AN SALINAN PERATURAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420]

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420] UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420] BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF DAN PIDANA Pasal 92 (1) LPS menjatuhkan sanksi administratif pada bank yang melanggar

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN BATANG TUBUH PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAH REASURANSI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 I. TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN Putusan perkara kepailitan

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) Dosen: Dr Jamal Wiwoho, dkk 4/9/2012 www.jamalwiwoho.com 1 Sejarah LPS Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 2.1 Likuidasi Bank 2.1.1 Pengertian likuidasi bank Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H A. PENGANTAR Disaat pertama kali kita mendengar Pailit, maka yang pertama kali ada di dalam bentak kita adalah bangkrut. Bangkrut, diidentikkan dengan keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian nasional. Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 3, Sept.- Des. 2013, ISSN 1978-5186 Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Rilda Murniati Bagian Hukum Keperdataan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 907 K/Pdt.Sus-Pailit/2017

P U T U S A N Nomor 907 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 P U T U S A N Nomor 907 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus penundaan kewajiban pembayaran utang (prosedur

Lebih terperinci

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana TINJAUAN YURIDIS PADA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PUTUSAN SERTA MERTA (UIT VOERBAAR BIJ VOORAAD) DAN PROVISIONIL TERHADAP PUTUSAN PAILIT YANG BERSIFAT SERTA MERTA Oleh : A.A.

Lebih terperinci

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Peran Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Yennie Agustin M.R. Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampun Email : yennie.agustin@fh.unila.ac.id Abstrak merupakan penyempurnaan dari

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 77 BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Prosedur pembayaran klaim penjaminan ketika bank gagal

Lebih terperinci

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) 1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK SALINAN PERATURAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa salah satu tugas dan fungsi Lembaga Penjaminan Simpanan adalah turut

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang kadangkala tidak bisa dihindari oleh seseorang atau pun oleh suatu perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 511 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus permohonan tentang Keberatan

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai pendukung pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK Menimbang: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG Oleh : Made Bagoes Wiranegara Wesna Ngakan Ketut Dunia Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015 PERAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM MELINDUNGI SIMPANAN NASABAH AKIBAT LIKUIDASI BANK 1 Oleh: Ruddy P. Haryono 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tugasdan

Lebih terperinci

Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Konversi Utang Menjadi Saham (Debt to Equity Swap) sebagai Upaya Menyelamatkan Perusahaan dari Kepailitan, Studi Kasus: PT Istaka Karya (Persero) Winandya Almira Nurinasari,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, c SALINAN PERATURAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank-Bank di Indonesia dimana bank-bank dinilai oleh Otoritas Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. Bank-Bank di Indonesia dimana bank-bank dinilai oleh Otoritas Perbankan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dampak dari krisis ekonomi yang terjadi dipertengahan tahun 1997 yang telah membawa kesengsaraan bagi perekonomian nasional, khususnya bagi dunia Perbankan, merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TERHADAP NASABAH BANK MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2004 1 Oleh: Putri Pratiwi Gonibala 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam penyelesaian permasalahan utang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015 PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM LIKUIDASI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 1 Oleh: Jeanette Karundeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI. Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet. BAB II 21 TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN DAN PERUSAHAAN ASURANSI 1.1 Kepailitan 1.1.1 Pengertian Kepailitan Kepailitan berasal dari kata pailit dari bahasa Belanda Failliet.Kata Failliet itu sendiri

Lebih terperinci