Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia."

Transkripsi

1 Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Konversi Utang Menjadi Saham (Debt to Equity Swap) sebagai Upaya Menyelamatkan Perusahaan dari Kepailitan, Studi Kasus: PT Istaka Karya (Persero) Winandya Almira Nurinasari, Teddy Anggoro Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan konversi utang menjadi saham (debt to equity swap) oleh PT Istaka Karya (Persero) untuk menyelamatkan perusahaan tersebut dari kepailitan. Konversi utang menjadi saham adalah salah satu alternatif yang lazim dilaksanakan oleh perusahaan yang berada dalam ancaman kepailitan. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menemukan bahwa konversi utang menjadi saham tidak terhindar dari hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa konversi utang menjadi saham dilaksanakan dalam perdamaian dengan para kreditor dan menimbulkan akibat hukum seperti berubahnya kedudukan kreditor menjadi pemegang saham. Legal Analysis on Debt to Equity Swap as an Effort to Save a Company from Bakruptcy, Case Study: PT Istaka Karya (Persero) Abstract This thesis discusses about debt to equity swap conducted by PT Istaka Karya (Persero) as an effort to save the company from bankruptcy. Debt to equity swap is one of the alternatives that a company on the verge of bankruptcy often choose. This thesis uses a normative juridicial study and found that there are a few obstacles that may arise during the debt conversion process. This thesis concludes that debt to equity swap is a part of reconciliation process and causes legal consequenses such as the changed status of creditors to shareholders. Keywords: Bankruptcy, Debt to Equity Swap, PT Istaka Karya (Persero), Postponement of Debt Payment Obligation, State Owned Company Pendahuluan Kepailitan merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu lazimnya disebabkan oleh kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor. Permohonan pailit tersebut dapat diajukan oleh pihak-pihak yang diatur di dalam Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, untuk selanjutnya disebut sebagai UU K-PKPU. Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

2 UU K-PKPU mengatur bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah sebagai berikut: a. Debitor yang bersangkutan; b. Kreditor atau para kreditor; c. Kejaksaan untuk kepentingan umum; d. Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank; e. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian; atau f. Menteri Keuangan dalam hal debitor adalah perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Debitor yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya dalam kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, dapat memilih untuk mengajukan proposal perdamaian kepada kreditor. Proses perdamaian dapat dilaksanakan di dalam kepailitan atau dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Restukturisasi utang merupakan suatu proses yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang mengalami kesulitan pemenuhan kewajiban utangnya. Salah satu pola yang lazim digunakan dalam restrukturisasi utang adalah konversi utang menjadi saham atau debt to equity swap. Konversi utang menjadi saham adalah sebuah pola restrukturisasi utang dengan cara mengkonversi utang menjadi penyertaan saham. Tujuan dari konversi utang menjadi saham adalah untuk memperbaiki struktur permodalan debitor yang tidak mampu menanggung beban terlalu besar. Salah satu perusahaan di Indonesia yang menggunakan pola konversi utang menjadi saham sebagai upaya untuk menyelamatkan perusahaan dari kepailitan adalah PT Istaka Karya (Persero), untuk selanjutnya disebut sebagai Istaka Karya. Dalam kasusnya, Istaka Karya digugat oleh salah satu kreditornya yaitu PT Japan Asia Investment Company, untuk selanjutnya disebut sebagai JAIC, atas utang Istaka Karya yang telah jatuh tempo. Pada awalnya, JAIC menggugat Istaka Karya dengan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian dalam putusannya memutuskan agar Istaka Karya membayar utang beserta bunga kepada JAIC sebesar US $7,645,000. Namun, karena Istaka Karya tidak kunjung melunasi utangnya, JAIC kemudian mengajukan permohonan pailit atas Istaka Karya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

3 Permohonan JAIC tersebut ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam Putusan No. 73/PAILIT/2010/PN/JKT/PST tertanggal 16 Desember Atas dikeluarkannya putusan tersebut, JAIC kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian memutuskan bahwa Istaka Karya dinyatakan pailit. Atas status pailit tersebut, Istaka Karya kemudian mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali sekaligus mengajukan proposal perdamaian kepada para kreditornya. Di dalam proposal perdamaian tersebut, Istaka Karya mengajukan proposal perdamaian salah satu upaya perdamaiannya berupa konversi utang menjadi saham. Dengan demikian, para kreditornya dapat mengkonversi piutang yang dimilikinya menjadi kepemilikan saham di dalam Istaka Karya. Tinjauan Teoritis Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan mendefinisikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang. 1 Selanjutnya, utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. 2 Di dalam kepailitan dapat dilakukan perdamaian, yaitu upaya yang dilakukan debitor dengan para kreditor konkuren yang digunakan sebagai sarana dan upaya untuk menyelesaikan kredit macet. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif, di mana data penulisan skripsi ini diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan (library research), 1 Indonesia (1), Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443, Ps. 1 angka 1. 2 Ibid., Ps. 1 angka 6.

4 yaitu penelitian dengan cara menelusuri dan menganalisis bahan pustaka dan dokumen yang berhubungan dengan substansi penelitian. 3 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. 4 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan di dalam skripsi ini. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang isinya memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 5 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku, jurnal, skripsi, tesis, dan data dari internet. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya ensiklopedia dan kamus. Dari sudut sifatnya, penulisan ini tergolong dalam penulisan deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis suatu gejala atau keadaan secara teliti dan menganalisis keadaan tersebut. 6 Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan dinyatakan secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. 7 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet 8, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. 1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal Ibid. 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 2008), hal Ibid., hal. 67.

5 Pembahasan Di dalam hukum kepailitan, debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. 8 Perdamaian dalam proses kepailitan dapat diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara debitor dengan para kreditornya, di mana diadakan suatu ketentuan, bahwa si pailit dengan membayar suatu prosentase tertentu (dari utangnya), ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya. 9 UU K-PKPU mengatur bahwa rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor dapat diterima apabila mendapatkan 10 : a. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dalam rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersamasama mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Dalam kepailitannya, Istaka Karya mengajukan rencana perdamaian kepada para kreditornya. Hal ini dikarenakan jumlah aset yang dimiliki oleh Istaka Karya tidak cukup untuk melunasi utang yang dimilikinya. Rapat kreditor diadakan pada tanggal 7 Oktober 2011, 4 November 2011, 18 November 2011, dan 9 Desember Setelah dilakukan pemungutan suara atas usulan rencana perdamaian tersebut pada tanggal 9 Desember 2011, hasilnya diperoleh bahwa mayoritas kreditor yang hadir dalam rapat kreditor menyetujui proposal perdamaian yang diajukan. Dengan demikian, Istaka Karya dan para kreditor setuju dan sepakat untuk tunduk dan terikat dalam perjanjian perdamaian yang dibuat. 8 Indonesia (a), Op.Cit., Ps Zainal Asikin, Op. Cit. 10 Indonesia (a), Op. Cit., Ps. 281 ayat (1).

6 Berdasarkan perjanjian perdamaian yang disepakati, penyelesaian kewajiban Istaka Karya kepada para kreditor adalah sebagai berikut: 1) Penyelesaian Tagihan Kreditor Konkuren: a. Utang pokok dalam bentuk promissory notes (USD) kepada JAIC dengan pembayaran 16% dari nilai nominal promissory notes atau senilai USD dibayarkan tunai dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah perdamaian disahkan, sisa 84% disepakati sebagai pemotongan, dan atas pembayaran terhadap JAIC tersebut akan menambahkan hak investor sejumlah 6% saham yang merupakan bagian dari 49% saham kepemilikan kreditor konkuren di Istaka Karya; b. Utang konkuren lainnya dikelompokkan sebagai berikut Utang di bawah atau sama dengan Rp250,000, (dua ratus lima puluh juta rupiah), tidak ada pemotongan dan pembayarannya akan dilakukan dengan cara: pembayaran pertama sebesar 20% dalam waktu 2 (dua) bulan setelah perjanjian perdamaian disahkan (homologasi) dan sisanya akan dibayar secara angsuran tanpa bunga dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak tahun 2013 secara proporsional setiap 3 (tiga) bulan; Utang di atas Rp250,000, (dua ratus lima puluh juta rupiah), dengan pemotongan 20% dan pembayarannya akan dilakukan dengan cara pembayaran pertama sebesar 20% setelah dikurangi pemotongan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah perjanjian perdamaian disahkan (homologasi), dan sisanya akan dikonversi dalam bentuk saham (debt to equity swap) pada Istaka Karya; Atas pembayaran tunai kepada seluruh kreditor konkuren, maka investor mendapatkan minimal 51% kepemilikan saham di Istaka Karya; c. Pembayaran kepada seluruh kreditor konkuren sebagaimana disebutkan dalam poin a dan b akan dilaksanakan setelah pengambilalihan Istaka Karya oleh investor dan para kreditor sah dan seluruh dokumen perizinan terpenuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7 2) Penyelesaian Tagihan Kreditor Separatis: a. Utang terhadap Bank Bukopin melalui asset settlement/penjualan terhadap aset yang merupakan barang jaminan atas utang Istaka Karya; b. Utang terhadap Bank Syariah Mandiri akan dilakukan penjadwalan kembali angsuran utang pokok selama 14 tahun; c. Utang terhadap Bank Jabar Banten akan dilakukan pembayaran pokok tunai di awal sebesar Rp8,000,000, (delapan miliar rupiah) dari pencairan piutang yang dijaminkan atas Proyek Semarang (PT Marga Jateng) dan sisanya akan dijadwalkan kembali dalam jangka waktu 12 tahun; d. Utang terhadap Bank Permata akan dilunasi seluruhnya secara tunai dan sekaligus sebesar 25% dari total tagihan Bank Permata dan atas pembayaran terhadap Bank Permata tersebut akan menambahkan hak investor sejumlah 16% saham yang merupakan bagian kepemilikan saham 49% saham kreditor konkuren di Istaka Karya; e. Pembayaran kepada seluruh kreditor separatis sebagaimana disebutkan dalam poin c dan d akan dilaksanakan setelah pengambilalihan Istaka Karya oleh investor dan para kreditor sah dan seluruh dokumen perizinan terpenuhi sesuai peraturan perundang-undangan. Pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, perjanjian perdamaian yang telah disepakati oleh Istaka Karya dan para kreditornya tersebut mendapatkan penolakan. Penolakan tersebut dilakukan atas beberapa pertimbangan, di antaranya: 1) Bahwa di dalam perjanjian perdamaian yang dibuat, diatur mengenai hak-hak kreditor separatis. Sementara, berdasarkan Pasal 149 UU K-PKPU, kreditor separatis tidak boleh memberikan suaranya berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut; 2) Perjanjian perdamaian hanya ditandatangani oleh JAIC, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero), dan PT Waskita Karya (Persero). Sedangkan, kreditor lainnya hanya menandatangani persetujuan terhadap rencana perdamaian; 3) Bahwa oleh karena Istaka Karya merupakan perseroan BUMN, maka di dalam konversi dalam bentuk saham terlebih dahulu harus ada izin dari menteri terkait; 4) Berdasarkan pendapat dari kurator, Istaka Karya dan beberapa kreditor yang hadir di persidangan, sebelum mengadakan perdamaian yang usulannya adalah mengkonversi

8 utang dan pembayaran saham dalam bentuk saham Istaka Karya, ternyata Istaka Karya belum mendapat izin secara tertulis dari Menteri, namun kurator, secara lisan Menteri telah memberikan izin untuk itu; 5) Izin dari Menteri secara lisan untuk mengkonversi utang dan pembayaran saham dalam bentuk saham tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum; 6) Bahwa ternyata di dalam perjanjian tersebut tidak ditentukan atau diperjanjikan mengenai jumlah nominal saham yang dimaksud. Setelah terjadi penolakan tersebut, Istaka Karya kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Bersama dengan permohonan kasasi tersebut, Istaka Karya juga menyerahkan izin tertulis dari Kementerian BUMN mengenai izin untuk melakukan konversi utang menjadi saham. Namun demikian, Mahkamah Agung kembali menolak pengesahan perdamaian Istaka Karya dengan para kreditornya melalui Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor: 80 K/Pdt.Sus/2012 dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Bahwa Judex Facti yang telah menolak pengesahan terhadap perjanjian perdamaian tanggal 9 Desember 2011 sudah tepat, karena konversi saham yang diusulkan tidak memuat nilai nominalnya sehingga tidak memberikan jaminan dalam pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (2) UU K-PKPU; dan 2) Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Istaka Karya harus ditolak. Jaminan pelaksanaan konversi utang menjadi saham memang sangat penting dalam pelaksanaan konversi utang menjadi saham. Hal ini dikarenakan kreditor membutuhkan kepastian mengenai tagihannya yang hendak dikonversi menjadi utang. Tidak dicantumkannya nilai nominal konversi saham dalam perjanjian perdamaian memberikan ketidakpastian bagi kreditor dalam mengkonversi tagihan mereka menjadi penyertaan saham. Istaka Karya kemudian ditetapkan sebagai termohon PKPU oleh Sumber Rahayu Prima berdasarkan Putusan No. 23/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST.jo. Sumber Rahayu Prima adalah sub-kontraktor dari Istaka Karya atas pengerjaan sebagian proyek pembangunan dan peningkatan busway koridor Pulogadung-Hotel Indonesia. Majelis hakim kemudian mengabulkan permohonan PKPU sementara selama 45 hari terhitung sejak tanggal putusan

9 PKPU diucapkan. Melalui putusan tersebut, majelis hakim juga mengangkat tim pengurus dalam PKPU tersebut. Permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Sumber Rahayu Prima didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 23 Mei 2012 dengan Register Perkara Nomor: 23/PKPU/2012/PN.NIAGAJKT.PST. Pasal 222 ayat (1) UU K-PKPU mengatur bahwa PKPU diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor atau oleh kreditor. Terhadap PKPU yang diajukan oleh kreditor, Pasal 222 ayat (3) UU K-PKPU mengatur sebagai berikut: Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya. Dalam hal ini, pihak yang memohonkan PKPU terhadap Istaka Karya adalah PT Sumber Rahayu Prima. Berkaitan dengan hal tersebut, maka PT Sumber Rahayu Prima harus membuktikan hal-hal sebagai berikut: a. Adanya Hubungan Hukum Antara Debitor dan Kreditor Pemohon PKPU harus dapat membuktikan bahwa terdapat hubungan hukum antara debitor dan kreditor dalam suatu perjanjian utang piutang. Dalam hal ini, PT Sumber Rahayu Prima yang berkedudukan sebagai pemohon PKPU dalam permohonan yang diajukannya menyatakan bahwa ia merupakan sub-kontraktor dari Istaka Karya atas pengerjaan sebagian proyek pembangunan dan peningkatan busway koridor Pulogadung-Hotel Indonesia berdasarkan Surat Perintah Kerja No. 003/SPK- IK/VIII/2005. Istaka Karya memiliki utang sebesar Rp879,870, (delapan ratus tujuh puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh juta seratus empat puluh satu rupiah) terhadap PT Sumber Rahayu Prima terkait dengan proyek yang dikerjakan. Selain dari sisa utang proyek tersebut, Istaka Karya juga memiliki utang terhadap PT Sumber Rahayu Prima di luar proyek sebesar +/- Rp2,593,536, (dua miliar lima ratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tiga puluh enam ribu rupiah). Dengan demikian, terdapat hubungan hukum debitor-kreditor antara Istaka Karya dengan PT Sumber Rahayu Prima.

10 b. Utang Yang Telah Jatuh Waktu dan Dapat Ditagih Dalam hal hendak mengajukan permohonan PKPU, pemohon harus dapat membuktikan unsur utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. UU K-PKPU menerangkan bahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh tempo, baik karena telah diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan Pengadilan Arbitrase atau Majelis Arbitrase. Istaka Karya memiliki sisa utang proyek kepada PT Sumber Rahayu Prima sebesar Rp879,870, (delapan ratus tujuh puluh sembilan juta delapan ratus tujuh puluh juta seratus empat puluh satu rupiah) yang jatuh tempo pada Agustus Selain dari sisa utang proyek tersebut, Istaka Karya juga memiliki utang terhadap PT Sumber Rahayu Prima di luar proyek sebesar +/- Rp2,593,536, (dua miliar lima ratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tiga puluh enam ribu rupiah) yang akan dibayarkan secara mencicil selama satu tahun dan jatuh tempo akhir pembayarannya adalah tanggal 31 Juli Berdasarkan hal tersebut, sisa utang pokok Istaka Karya tertanggal 20 Mei 2011 adalah sebesar Rp492,507, (empat ratus sembilan puluh dua juta lima ratus tujuh ribu delapan ratus empat puluh lima rupiah) dengan rincian sebagai berikut: Sisa Utang Pokok = Rp250,000, Interest = Rp242,507, berikut: Dasar perhitungan nilai utang sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai 1) Utang pokok sebesar Rp250,000, Sisa akhir utang pokok Istaka Karya kepada PT Sumber Rahayu Prima per-maret 2011 adalah sebesar Rp312,763, (tiga ratus dua belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh tiga rupiah). Istaka Karya telah berjanji akan melunasi utang tersebut pada Mei 2011, dengan catatan Istaka Karya meminta diskon kepada pemohon sebesar Rp150,000, (seratus lima puluh juta rupiah). Sehingga, utang yang akan dibayarkan oleh Istaka Karya kepada PT Sumber Rahayu Prima sisanya adalah

11 sebesar Rp150,000, Namun, ternyata Istaka Karya tidak memenuhi kewajibannya dan hanya membayar sebesar Rp50,000, (lima puluh juta rupiah) pada tanggal 20 Mei 2011, sehingga PT Sumber Rahayu Prima menarik kembali diskon sebesar Rp150,000, tersebut dan sisa utang kembali pada perhitungan tanggal 31 Maret 2011, yaitu sebesar Rp312,763, (tiga ratus dua belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh tiga rupiah) dikurangi pembayaran sebesar Rp50,000, (lima puluh juta rupiah) dan sisa utang pokok dibulatkan menjadi Rp250,000, (dua ratus lima puluh juta rupiah). 2) Perhitungan interest berdasarkan bunga Perhitungan interest berdasarkan bunga mengacu pada Notulen Rapat tanggal 28 Desember 2007, yang isinya antara lain menyebutkan bahwa PT Sumber Rahayu Prima sepakat akan mengenakan bunga terhadap Istaka Karya yang besarnya dihitung berdasarkan bunga komersial perbankan. Bedasarkan hal-hal tersebut, maka terbukti secara hukum bahwa unsur utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih telah terpenuhi. c. Debitor Tidak Membayar Utang Tersebut Dalam hal hendak mengajukan permohonan PKPU, pemohon harus dapat membuktikan bahwa debitor tidak membayar utang. Dalam hubungannya dengan PKPU yang diajukan oleh PT Sumber Rahayu Prima, PT Sumber Rahayu Prima menyatakan dalam permohonan PKPU yang diajukannya bahwa Istaka Karya tidak melaksanakan kewajibannya terhadap PT Sumber Rahayu Prima. Hingga tanggal 20 Mei 2011, Istaka Karya masih memiliki kewajiban sebesar Rp492,507, (empat ratus sembilan puluh dua juta lima ratus tujuh ribu delapan ratus empat puluh lima rupiah) kepada PT Sumber Rahayu Prima. d. Adanya Lebih Dari Satu Kreditor Untuk mengajukan permohonan PKPU, pemohon harus dapat membuktikan bahwa termohon PKPU memiliki lebih dari satu kreditor. Dalam hal ini, PT Sumber

12 Rahayu Prima selaku salah satu kreditor dari Istaka Karya harus dapat membuktikan adanya kreditor lain dari Istaka Karya. Di dalam permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Sumber Rahyu Prima, PT Sumber Rahayu Prima membuktikan bahwa Istaka Karya memiliki kreditor lain selain PT Sumber Rahayu Prima, di antaranya PT Pratama Gemilang dengan tagihan sebesar Rp723,067, (tujuh ratus dua puluh tiga juta enam puluh tujuh ribu sembilan ratus empat puluh tujuh rupiah) dan para kreditor lainnya yang telah terdaftar dalam Daftar Piutang Kreditor Konkuren Tetap yang diakui, yang jumlah seluruhnya hampir 800 kreditor. Dengan demikian, unsur adanya lebih dari satu kreditor telah dipenuhi oleh PT Sumber Rahayu Prima selaku pihak yang mengajukan permohonan PKPU. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut, maka PT Sumber Rahayu Prima memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan PKPU terhadap Istaka Karya. Oleh karena itu, permohonan PKPU tersebut diterima oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 265 UU K-PKPU, debitor berhak pada waktu mengajukan permohonan PKPU atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada kreditor. Tim Pengurus dalam laporannya tertanggal 22 Januari 2012 menyampaikan bahwa telah terjadi perdamaian antara Istaka Karya dengan para kreditor dan di dalam permohonannya memohon agar majelis hakim mengesahkan perjanjian perdamaian tersebut. Perjanjian perdamaian antara Istaka Karya dan para kreditor tersebut ditandatangani pada tanggal 19 Desember Jumlah 93% suara yang menyetujui rencana perdamaian tertanggal 19 Desember tersebut telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU K-PKPU. Berdasarkan perjanjian perdamaian tersebut, penyelesaian kewajiban Istaka Karya dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Khusus utang konkuren dan karyawan akan dilakukan pembayaran di awal yang bersumber dari piutang perusahaan (pembayaran pada saat piutang diterima/cari); 2) Saldo utang kreditor konkuren dan karyawan dikonversi menjadi equity (penyertaan saham sementara) dengan ketentuan sebagai berikut: a. Saham yang dikeluarkan untuk mengkonversi utang adalah saham tanpa hak suara dan untuk ditarik kembali pada saat posisi saldo akumulasi laba perusahaan positif atau diproyeksikan pada tahun ke 8;

13 b. Selama utang menjadi equity dan saldo akumulasi laba masih negatif, tidak ada pembagian deviden (deviden dibagikan sesuai dan pada saat akumulasi laba positif); c. Saham ditarik kembali sekaligus tahun ke-9 menjadi utang senilai saldo utang saat konversi; d. Pembayaran utang dilakukan secara bertahap sampai dengan maksimal lima tahun; 3) Saldo utang kreditor separatis diselesaikan dengan cara: a. Bank Bukopin, diselesaikan secara asset settlement; b. Bank Permata, diselesaikan dengan pembayaran sebagian (ex Gratia) sebesar 25% selama satu tahun; c. Bank Syariah Mandiri dan Bank Jabar Banten, diselesaikan dengan konversi menjadi equity (penyertaan saham sementara) dengan ketentuan sama dengan poin 2; 4) Paska PKPU, perusahaan dapat mengikuti tender (operasi); 5) Operasional perusahaan, pada tahun ke-1 sampai dengan 3, manajemen akan mengupayakan melalui sinergi dengan beberapa BUMN infrastruktur sebagai Subkontraktor/KSO dan pendanaan proyek (project financing) dari PPA. Sehubungan dengan perdamaian Istaka Karya dengan para kreditornya, konversi utang menjadi saham dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kreditor Konkuren Seluruh sisa utang kreditor konkuren dikonversi menjadi modal saham (sebagai penyertaan sementara tanpa hak suara), yang akan ditarik kembali setelah akumulasi saldo laba positif, yang diproyeksikan pada tahun ke Kreditor Separatis Terhadap Bank Jabar Banten dan Bank Syariah Mandiri, utang diselesaikan dengan cara konversi utang menjadi saham (sebagai penyertaan sementara tanpa hak suara), yang akan ditarik kembali setelah akumulasi laba perusahaan positif yang diproyeksikan tahun ke-8.

14 3. Utang Karyawan Utang karyawan pensiun dan aktif akan diberikan pembayaran sebesar 7,5 %. Sisa utangnya akan dikonversi menjadi saham dan bisa ditarik kembali setelah saldo laba perusahaan positif. Konversi utang menjadi saham yang dilakukan tersebut menimbulkan akibat-akibat hukum sebagai berikut: 1. Perubahan Kedudukan Kreditor Menjadi Pemegang Saham Istaka Karya dalam perdamaiannya dengan para kreditor memilih konversi utang menjadi penyertaan saham sementara sebagai salah satu pola penyelesaian kewajibannya dengan para kreditor di mana kepemilikan saham oleh para kreditor tersebut dibatasi jangka waktunya hingga akumulasi laba perusahaan positif. Akibat hukum dari dilakukannya konversi saham tersebut di antaranya adalah berubahnya kedudukan para kreditor menjadi pemegang saham. Perubahan kedudukan kreditor menjadi pemegang saham tersebut tentunya menimbulkan akibat-akibat tertentu. Sebagai pemegang saham, mereka memiliki hak dan kewajiban sebagaimana diatur di dalam UUPT. Perlu diingat bahwa konversi utang menjadi saham tidak membuat kreditor yang kemudian berubah statusnya menjadi pemegang saham turut menanggung utang perusahaan. Pasal 3 ayat (1) dengan tegas mengatur bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Artinya, tanggung jawab pemegang saham di dalam perseroan hanya sebatas penyetoran yang dilakukan olehnya. Dengan demikian, para kreditor yang kemudian berubah kedudukannya menjadi pemegang saham Istaka Karya bertanggung jawab sebatas pada penyetoran mereka. 2. Kepemilikan Saham oleh Pemegang Saham Terdilusi Konversi utang menjadi saham dapat mengakibatkan kepemilikan saham oleh pemegang saham sebelumnya menjadi terdilusi. Berkurangnya porsi kepemilikan

15 saham tersebut merupakan akibat dari dikeluarkannya saham baru terhadap para kreditor yang kemudian berkedudukan sebagai pemegang saham. Istaka Karya merupakan BUMN Persero. Sebelum dilakukannya konversi utang menjadi saham, 100% di dalam Istaka Karya dimiliki oleh Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara qq. Negara Republik Indonesia. Konversi utang menjadi saham yang dilakukan oleh Istaka Karya mengakibatkan porsi kepemilikan pemerintah menjadi terdilusi. Porsi kepemilikan saham pemerintah setelah dilakukan konversi akan tersisa 9,33% dengan hak suara tetap 100%. Berdasarkan perjanjian perdamaian antara Istaka Karya dengan para kreditornya, konversi utang menjadi saham hanya akan dilakukan sementara hingga akumulasi laba perusahaan positif. Setelah akumulasi laba perusahaan positif, sebagaimana diperkirakan pada tahun 2020, saham akan ditarik kembali sekaligus menjadi utang sehingga kepemilikan pemerintah kembali menjadi 100%. Kesimpulan Setelah dilakukan analisa terhadap pelaksanaan restrukturisasi utang dengan pola konversi utang menjadi saham (debt to equity swap) berdasarkan dengan teori yang ada, maka Penulis merumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan restrukturisasi utang dengan pola konversi utang menjadi saham dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk penyelesaian kewajiban perusahaan yang mengalami kesulitan finansial terhadap para kreditor. Perdamaian tersebut dibuat dalam suatu perjanjian perdamaian yang disepakati dalam rapat kreditor. Namun demikian, pelaksanaan konversi utang tidak luput dari adanya hambatan-hambatan, seperti yang dialami oleh Istaka Karya. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah tidak diperolehnya pengesahan perdamaian dari pengadilan sebagai akibat dari tidak diserahkannya izin tertulis untuk melaksanakan konversi utang menjadi saham dari menteri dan tidak dicantumkannya nilai nominal utang yang akan dikonversi, sehingga kreditor tidak mendapatkan cukup kepastian dalam pelaksanaan konversi utang menjadi saham tersebut. 2. Akibat hukum dari pelaksanaan restrukturisasi utang dengan pola konversi utang menjadi saham yang utama adalah perubahan kedudukan kreditor menjadi pemegang

16 saham. Sebagai pemegang saham, para eks-kreditor tersebut memiliki hak, kewajiban, serta tanggung jawab yang diatur di dalam UUPT. Akibat hukum lainnya dari pelaksanaan konversi utang menjadi saham adalah terjadinya dilusi terhadap saham dari pemegang saham sebelumnya. Konversi utang yang dilakukan oleh Istaka Karya mengakibatkan terdilusinya kepemilikan saham pemerintah di dalam Istaka Karya. Porsi kepemilikan saham pemerintah yang semula sebesar 100% terdilusi menjadi hanya tersisa 9,33%. Saran Berdasarkan hasil penelitian hukum dan kesimpulan yang telah dijabarkan, maka Penulis mencoba untuk memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Usulan rencana perdamaian yang memuat rencana konversi utang menjadi saham harus dapat memberikan jaminan bagi kreditor dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, perjanjian perdamaian yang memuat mengenai konversi utang menjadi saham harus memuat informasi yang terperinci dan sejelas mungkin mengenai konversi utang menjadi saham yang hendak dilakukan, terutama mengenai nilai nominal dari utang yang akan dikonversi. Dengan demikian, konversi utang menjadi saham yang dilakukan dapat memberikan jaminan bagi kreditor dalam pelaksanaannya. 2. Agar perusahaan yang hendak mengkonversi tagihan utangnya menjadi saham dapat membuat suatu perjanjian tambahan dengan para eks-kreditor yang dapat membuat pelaksanaan konversi utang menjadi saham menjadi lebih terjamin. Hal ini dikarenakan Penulis melihat bahwa konversi utang menjadi saham yang dilakukan oleh Istaka Karya kurang memberikan jaminan dalam pelaksanaannya. Terlebih lagi piutang para kreditor tidak memiliki hak suara atas saham yang dimilikinya. Oleh karena itu, akan sangat sulit bagi eks-kreditor untuk mengawasi kondisi perusahaan. Daftar Referensi Buku Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet 8. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

17 Mamudji, Sri. Et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. 1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet.3. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), Regulasi Indonesia (1), Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443, Ps. 1 angka 1.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 I. TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN Putusan perkara kepailitan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung. 103 DAFTAR PUSTAKA Buku-buku AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung. Abdurrachman,1982, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, dan Perdagangan, Pradnya

Lebih terperinci

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA 20 BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU Istilah PKPU (suspension of payment) sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.349, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BUMN. Persero. Saham Negara. Kepemilikan. Perubahan. PT Pelayaran Samudera Djakarta Lloyd. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti

Lebih terperinci

PENGERTIAN PERDAMAIAN

PENGERTIAN PERDAMAIAN 1 PENGERTIAN PERDAMAIAN Suatu Perdamaian dalam kepailitan pada dasarnya adalah suatu kesepakatan antara debitur dan kreditor utk merestrukturisasi utang secara paksa (kreditur konkuren). Penyelesaian utang-piutang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Putusan pernyataan pailit adalah putusan yang diberikan oleh pengadilan niaga atas permohonan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.371, 2016 KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan Jasa. Pedoman.Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,

BAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis merupakan suatu dunia yang sulit untuk ditebak, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik dan seringkali keadaan keuangan perusahaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO: 01/ PEMBATALAN PERDAMAIAN/ 2006/ PN. NIAGA.JKT. PST. TENTANG PEMBATALAN PERDAMAIAN TERHADAP P.T. GORO BATARA SAKTI (SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk atau dikenal dengan nama bank BRI merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang perbankan mempunyai fungsi intermediary

Lebih terperinci

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU 21 BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS (PT) SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU Debitor yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya berada dalam kesulitan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 511 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus permohonan tentang Keberatan

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU.

II. Tinjauan Pustaka. 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan. PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU. II. Tinjauan Pustaka A. Tinjauan Umum Terhadap Permohonan PKPU 1. PKPU sebagai upaya untuk menghindari kepailitan PKPU diatur dalam Bab II dari Pasal 222 sampai dengan Pasal 298 UUK PKPU. Lembaga PKPU

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 -----------------------NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ------------------------ --------------------------------------------- Pasal 1 ------------------------------------------- 1. Perseroan Terbatas ini bernama

Lebih terperinci

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY

PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 137-157. PERDAMAIAN ANTARA DEBITOR DAN KREDITOR KONKUREN DALAM KEPAILITAN PEACEFUL SETTLEMENT BETWEEN DEBTORS AND CREDITORS CONCURENT IN BANKRUPTCY Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepailitan 1. Pengertian Pailit dan Kepailitan Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata Belanda yaitu failliet yang mempunyai

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN Dhevi Nayasari Sastradinata *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Berlatar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates Kepailitan Miko Kamal Principal, Miko Kamal & Associates Sejarah Kepailitan Pada masa Hindia- Belanda: Faillissements- verordening Staatblad 1905:217 juncto Staatblad 1906: 348) Masa merdeka: - Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 421 K/Pdt.Sus-Pailit/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus permohonan PKPU atas pernyataan

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika

Lebih terperinci

ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN WISHNU KURNIAWAN SEPTEMBER 2007

ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN WISHNU KURNIAWAN SEPTEMBER 2007 ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN WISHNU KURNIAWAN SEPTEMBER 2007 LITERATUR Kitab Undang Undang Hukum Perusahaan ( Prof. Drs. C.S.T. Kansil dan Christie S.T. Kansil, S.H., M.H.) Hukum Perusahaan Perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam penyelesaian permasalahan utang

Lebih terperinci

Penundaan kewajiban pembayaran utang

Penundaan kewajiban pembayaran utang Penundaan kewajiban pembayaran utang PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor atau kreditor Debitor mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas mempunyai peranan penting dalam menggerakkan dan mengarahkan pembangunan ekonomi dan perdagangan. Untuk mengelola perseroan perlu adanya modal, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun.

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk. Inovasi yang berkembang akhir-akhir ini adalah. dikenal dengan istilah rumah susun. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk memang menjadi suatu problem yang harus dihadapi oleh pemerintah selaku pelaksana Negara, terlebih lagi pada tingkat daerah, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup financial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang (orang perseorangan dan badan hukum) yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari berbagai kebutuhan, seiring dengan meningkatnya kehidupan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan. Oleh karena

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PT BANK CIMB NIAGA ------------------ NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN -------------------- -------------------------------------- PASAL 1 -------------------------------------- 1.1. Perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis

BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis BAB V KESIMPULAN, KETERBATAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan Hasil Penelitian dan Pembahasan yang telah penulis paparkan dalam tulisan ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Akibat

Lebih terperinci

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK

Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*, Paramita Prananingtyas. Hukum Perdata Dagang ABSTRAK PUTUSAN PAILIT ATAS PERUSAHAAN ASURANSI DAN AKIBAT HUKUMNYA DI INDONESIA ( KAJIAN YURIDIS ATAS PUTUSAN NO. 10/PAILIT/2002/PN.JKT.PST DAN PUTUSAN MA NO. 021/K/N/2002 ) Annisa Chaula Rahayu,Herman Susetyo*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu

Lebih terperinci

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) 1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Utang piutang acap kali menjadi suatu permasalahan pada debitor. Masalah kepailitan tentunya juga tidak pernah lepas dari masalah utang piutang. Debitor tersebut

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 72 PK/Pdt.Sus-Pailit/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus permohonan tentang Keberatan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H A. PENGANTAR Disaat pertama kali kita mendengar Pailit, maka yang pertama kali ada di dalam bentak kita adalah bangkrut. Bangkrut, diidentikkan dengan keadaan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR. PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk Pasal

ANGGARAN DASAR. PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk Pasal ANGGARAN DASAR PT LOTTE CHEMICAL TITAN Tbk ----------------------------------------------- Pasal 1 ---------------------------------------------- 1. Perseroan Terbatas ini bernama PT LOTTE CHEMICAL TITAN

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci