SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH PERBATASAN NTT: PENELITIAN SIKAP BAHASA PADA DESA SILAWAN, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH PERBATASAN NTT: PENELITIAN SIKAP BAHASA PADA DESA SILAWAN, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR"

Transkripsi

1 SRI WINARTI: SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH... SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH PERBATASAN NTT: PENELITIAN SIKAP BAHASA PADA DESA SILAWAN, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (LANGUAGE ATTITUDE OF THE PEOPLE AROUND THE BORDER OF EAST NUSA TENGGARA AND TIMOR LESTE: A LANGUAGE ATTITUDE STUDY IN SILAWAN VILLAGE, THE PROVINCE OF EAST NUSA TENGGARA) Sri Winarti Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat Pos-el: sriwinarti2013@gmail.com Tanggal naskah masuk: 28 Mei 2015 Tanggal revisi terakhir: 30 November 2015 Abstract THIS writing discusses people's language attitude in the border area of East Nusa Tenggara -Timor Leste, particularly in Silawan village, East Tasifeto district, Belu regency, the Province of East Nusa Tenggara. This study aims to describe the people's language attitude in the border area on the Indonesian language, local language, and foreign language using a survey method. The samples are taken from the population and the data are collected via questionnaires. It is a quantitative study correlating respondent social features with their opinion to some language attitude parameters, namely their language attitude on the Indonesian language, local language, and foreign language. It is found that people living around the border area of East Nusa Tenggara have more positive attitude towards the local language than towards the Indonesian language, or the foreign language. The social features of speakers, such as gender, ages, education levels, spouse ethnicities, marital statuses, and residences influence one's language attitude. The language attitude of people living around the border area, either on the Indonesian language, on local language, or on foreign language, based on their social features displays various results. Key words: language attitude, positivity of language attitude, social features of speakers Abstrak MAKALAH ini mengkaji sikap bahasa masyarakat perbatasan NTT, lebih tepatnya masyarakat di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sikap bahasa masyarakat di wilayah perbatasan tersebut, terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu suatu penelitian yang mengambil sampel penelitian dari populasi dan mengumpulkan data melalui penyebaran kuesioner. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menghubungkan ciri sosial responden dengan pendapatnya terhadap sejumlah parameter sikap bahasa, baik sikap terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Temuan penelitian ini adalah bahwa masyarakat di wilayah perbatasan NTT 215

2 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: mempunyai sikap yang lebih positif terhadap bahasa daerah jika dibandingkan dengan sikap mereka terhadap bahasa Indonesia, terlebih lagi sikap mereka terhadap bahasa asing. Ciri sosial penutur, seperti jenis kelamin, tingkat usia, jenjang pendidikan, etnis pasangan, status perkawinan, dan tempat tinggal mempunyai pengaruh terhadap sikap bahasa seseorang. Sikap bahasa masyarakat perbatasan NTT, baik terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing, berdasarkan ciri sosialnya menunjukkan hasil yang beragam. Kata kunci: sikap bahasa, kepositifan sikap bahasa, ciri sosial penutur 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Wilayah perbatasan merupakan suatu wilayah yang secara geografis maupun administratif berbatasan langsung dengan suatu negara. Wilayah perbatasan itu ada yang berupa daratan dan ada juga yang berupa lautan. Banyak problematika yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan, seperti kemiskinan, keterasingan akses informasi, infrastruktur kualitas pendidikan yang kurang baik, dan layanan kesehatan yang kurang baik jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal lebih dekat dengan kota. Akibat kurangnya perhatian pemerintah, penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan sering berintegrasi dengan negara tetangga untuk mendapatkan kebutuhan hidup ataupun untuk mencari lapangan pekerjaan. Hal itulah yang menyebabkan masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan memiliki kemampuan menguasai dua bahasa atau lebih. Ketidaksetiaan masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan terhadap bahasa daerah maupun bahasa nasionalnya dapat menimbulkan pemudaran rasa nasionalisme mereka. Bahasa dapat mencerminkan jati diri pemakainya atau dapat mencerminkan ciri-ciri, gambaran, atau identitas pemakainya. Sikap negatif yang tumbuh terhadap bahasa daerah dan bahasa Indonesia dapat mengakibatkan hilangnya identitas dan kesadaran akan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan memiliki bahasa daerah dan bahasa Indonesia berkaitan erat dengan pencerminan dan perwujudan cinta tanah air, cinta budaya Indonesia, serta cinta terhadap keseluruhan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat dan berbangsa Indonesia. Oleh karena itu, usaha pembinaan sikap bahasa perlu diarahkan pada (1) peningkatan dan pemantapan sikap berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia dan (2) peningkatan dan pemantapan rasa kebanggaan memiliki bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Penggunaan suatu bahasa tidak hanya tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan pembicaraan, tetapi juga tergantung pada sikap bahasa tersebut. Menurut Kridalaksana (1993:197), sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Fasold (1984:148) menyatakan bahwa sikap bahasa adalah segala macam perilaku tentang bagaimana bahasa diperlakukan, termasuk sikap terhadap usaha perencanaan dan pelestarian bahasa. Sementara itu, Chaer dan Agustina (2010:152) menyatakan bahwa sikap negatif terhadap suatu bahasa bisa terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya sendiri, atau lebih mempunyai rasa bangga terhadap bahasa lain yang bukan miliknya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri, di antaranya adalah faktor politik, ras, etnis, dan gengsi. Dengan demikian, situasi kebahasaan di wilayah perbatasan perlu diteliti untuk mengetahui sikap bahasa masyarakat di wilayah perbatasan terhadap bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Hal itulah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. 216

3 SRI WINARTI: SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Bagaimanakah sikap bahasa masyarakat di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing? (2) Seberapa positifkah sikap masyarakat tersebut terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing? (3) Ciri sosial penutur apakah yang memengaruhi sikap bahasa tersebut? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan sikap bahasa masyarakat di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing; (2) mengetahui seberapa positif sikap masyarakat di wilayah tersebut terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing; (3) mengetahui ciri sosial penutur yang memengaruhi sikap bahasa tersebut. 1.4 Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu suatu penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan mengumpulkan data melalui kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penerapan metode itu bertujuan untuk menggambarkan dan menafsirkan hal yang berkenaan dengan suatu kondisi atau gejala seperti apa adanya atau mendeskripsikan gejala faktual dan kaitan berbagai variabel masalah yang diteliti secara sistematis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan teoritis dan metodologis. Pendekatan teoretis mengacu pada pendekatan sosiolinguistik karena sosiolinguistik termasuk teori atau ilmu yang berkaitan dengan pemakaian bahasa dalam kaitan dengan masyarakat (Chaer dan Agustina, 2004:3), sedangkan pendekatan metodologis menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif (Prasetyo dan Jannah, 2005), yaitu penafsiran data yang berkenaan dengan fakta, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyajikan apa adanya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menghubungkan ciri sosial responden dengan pendapatnya terhadap sejumlah parameter sikap bahasa, baik sikap terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Dari data penelitian ini dapat diketahui bagaimana tanggapan responden sesungguhnya dalam menyikapi kondisi kebahasaan di wilayah tempat tinggalnya, dalam penelitian ini di Desa Silawan, Kecamatan Tasiveto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi NTT. Sikap responden terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing harus dilihat sebagai satu kesatuan dengan asumsi bahwa sikap bahasa seseorang terhadap bahasa tertentu berkorelasi positif atau negatif dengan sikap bahasa orang itu terhadap bahasa lain. Ciri sosial responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah (1) jenis kelamin, (2) usia, (3), kelompok pendidikan, (4) ciri etnisitas pasangan, (5) status perkawinan, dan (6) tempat tinggal. Tempat penelitian adalah di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi NTT. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni Yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah kelompok subjek yang harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik bersama yang membedakannya dengan kelompok subjek lain. Populasi penelitian ini adalah masyarakat bahasa di Desa Silawan, Provinsi NTT, yang lahir dan berdomisili tetap di daerah tersebut. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah penelitian, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam penelitian bahasa, sampel yang besar tidak diperlukan karena perilaku linguistik cenderung lebih homogen jika dibandingkan dengan perilakuperilaku lainnya (Mahsun, 2005:210). Ahsen 217

4 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: (dalam Mahsun, 2005: 210) menyebutkan bahwa penelitian sosiolinguistik yang hasilnya telah diterbitkan ternyata menggunakan sampel dalam jumlah yang tidak besar. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 108 orang dari populasi yang mewakili masyarakat bahasa di desa tersebut. Ciri Sosial responden dalam penelitian ini mencakup jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (usia dewasa awal,(< 25 tahun), usia dewasa menengah (26 50) tahun, dan usia dewasa akhir (> 51 tahun), kelompok pendidikan ( tidak sekolah/sd, pendidikan menengah, dan perguruan tinggi), etnisitas pasangan, status perkawinan (menikah dan belum menikah), dan tempat tinggal. Komposisi responden dilihat dari jenis kelaminnya tidak berimbang. Responden perempuan lebih banyak daripada responden laki-laki. Responden perempuan berjumlah 62 orang atau 56,9%, sedangkan responden lakilaki berjumlah 46 orang atau 42,2%, Komposisi responden berdasarkan ciri sosial lainnya dapat dilihat dalam Tabel 1 sampai dengan Tabel 5 di bawah ini. Tabel 1 Komposisi Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Usia Laki-laki Perempuan Total <25 tahun tahun >51 tahun Total Tabel 2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Tidak Sekolah/SD Menengah Total Tabel 3 Komposisi Responden Berdasarkan Etnis Pasangan Responden dan Jenis Kelamin Pasangan Responden Ya (etnis yang sama) Etnis yang tidak sama Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Tabel 4 Komposisi Responden Berdasarkan Status Perkawinan dan Jenis Kelamin Status Kawin Belum Kawin Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Tabel 5 Komposisi Responden Berdasarkan Tinggal di Tempat yang Sama dengan Bahasa Ibu Responden dan Jenis Kelamin Tinggal di Tempat yang Sama dengan Bahasa Ibu ya tidak Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Data dikumpulkan dengan memperhatikan ciri sosial responden, yaitu jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, etnis pasangan, status perkawinan, dan tempat tinggal. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dilengkapi dengan wawancara, observasi, dan studi pustaka untuk menunjang pendalaman penelitian. Angket dalam penelitian ini disusun dengan skala sikap yang sering digunakan, yaitu skala Likert. Skala Likert ini berguna untuk mengukur sikap, pendapat, dan pandangan seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial dengan rentang nilai 1 5 dengan kategori bobot nilai, yaitu Sangat Setuju (SS) = 5; Setuju (S) = 4; Ragu-ragu/Netral = 3; Tidak Setuju (TS) = 2; Sangat Tidak Setuju (STS) = 1. Seseorang dianggap bersifat positif terhadap sebuah bahasa apabila orang itu mempunyai kemampuan yang baik terhadap bahasa itu, mempunyai impressi yang baik, masih menggunakan bahasa itu dalam berbagai ranah, dan mampu menurunkan penggunaan bahasa itu kepada generasi di bawahnya (Sugiyono dan Sasangka, 2011:68). Derajat sikap diwujudkan dalam rentang indeks 0 sampai 1. Artinya, angka 0 menunjukkan sikap yang paling rendah atau negatif, sedangkan angka 1 menunjukkan sikap yang paling tinggi atau positif. Untuk keperluan penafsiran indeks, dalam penelitian ini penulis mengikuti pendapat Sugiyono dan Sasangka 218

5 SRI WINARTI: SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH... (2011:68 69) yang ditetapkan rentang indeks seperti dalam tabel berikut. Tabel 6 Julat Sikap <0,2 Negatif 0,2 0,4 Cukup Positif 0,5 0,8 Positif >0,8 Sangat Positif itu merupakan bentuk lain dari skala Likert. Konversi skala Likert ke dalam indeks itu dimaksudkan untuk memberikan acuan yang lebih dapat dibaca secara umum dalam bentuk persentase atau dalam bentuk pembagian biner. Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dengan pengeditan data, pengodean data, dan pemrosesan. Teknik pengolahan data adalah proses data yang dimulai dengan melakukan pemasukan data dalam bentuk tabulasi pada program Exel. Selanjutnya, data diolah dengan program SPSS. Pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen penelitian ada lima pilihan jawaban. Pilihan sangat tidak setuju dikuantifikasi menjadi nilai 1, tidak setuju menjadi nilai 2, ragu-ragu menjadi nilai 3, setuju menjadi nilai 4, dan sangat setuju menjadi nilai 5. Dua rerata atau lebih dianggap berbeda apabila sekurang-kurangnya hasil statistik menunjukkan angka signifikansi 0,1. Hal itu berarti bahwa kebenaran simpulan tentang perbedaan indeks sikap itu 90% benar. Kebenaran simpulan yang kurang dari 90% dianggap tidak berarti atau tidak signifikan. Pengelompokan signifikansi dalam penelitian ini mengikuti pendapat Sugiyono dan Sasangka (2011:72), seperti tampak dalam tabel berikut. Tabel 7 Angka Signifikansi Julat Signifikan Arti < 0,005 Sangat Signifikan 0,005 0,054 Signifikan 0,055 0,14 Cukup signifikan >0,15 Tidak Signifikan Data tersebut kemudian dianalis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang dilakukan dan diberi bobot berdasarkan skala Likert. Materi kuesioner terdiri atas data ciri sosial responden, sikap bahasa masyarakat terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Sementara itu, analisis kualitatif dilakukan berdasarkan pada pernyataan-pernyataan responden, baik terhadap tanggapan atas pertanyaan maupun wawancara. 2. Kerangka Teori Penelitian sikap bahasa merupakan penelitian yang melibatkan dua disiplin ilmu. Dengan demikian, ada beberapa teori yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut. 2.1 Sosiolinguistik Teori sosioliguistik berkaitan dengan teori sikap bahasa karena sosiolinguistik memandang bahasa sebagai suatu institusi sosial, baik individu maupun kelompok masyarakat yang melakukan interaksi sosial. Menurut Hudson (1996:1 2), sosiolinguistik mencakupi bidang kajian yang sangat luas, tidak hanya menyangkut wujud formal bahasa dan variasinya, tetapi juga penggunaan bahasa di masyarakat. Penggunaan bahasa tersebut mencakupi faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Atas dasar itu, sosiolinguistik memandang suatu bahasa itu terdiri atas ragamragam yang terbentuk dari kelompok-kelompok sosial yang ada. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada tiap kelompok masyarakat terdapat nilai-nilai sosial dan budaya yang khusus pada penggunaan bahasa mereka yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Sosiolinguistik sebagai ilmu yang dianggap baru dan menuntut kehadirannya sejajar dengan ilmu-ilmu lain. Sosiolinguistik menuntut keikutsertaannya dalam memberikan informasi untuk pengambilan kebijakan-kebijakan kebahasaan, termasuk kebijakan kebahasaan dalam dunia pendidikan. Hal ini disebabkan oleh kajian-kajian sosiolinguistik yang menghubungkan bahasa dengan fenomena sosial dan kultural. 219

6 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: Sikap Bahasa Anderson (1974 dalam Chaer dan Leonie Agustina, 2010:51) membagi sikap atas dua macam, yaitu: (1) sikap kebahasaan, dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap itu dapat menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai bahasa. Sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Sementara itu, menurut Fasold (1987), sikap bahasa dibedakan dari sikap yang lain karena sikap bahasa semata-mata tentang bahasa. Sebagian penelitian berpendapat bahwa sikap bahasa hanya terbatas pada sikap terhadap bahasa itu sendiri. Namun, seringkali definisi sikap bahasa diperluas untuk menyertakan sikap terhadap penutur bahasa atau dialek tertentu. Perluasan lebih jauh terhadap sikap bahasa memungkinkan segala macam perilaku tentang bagaimana bahasa diperlakukan, termasuk sikap terhadap pemertahanan bahasa dan upaya-upaya perencanaan bahasa. Garvin dan Mathiot dalam Chaer dan Leonie Agustina (2010:152) mengatakan bahwa ada tiga ciri yang berhubungan dengan sikap bahasa, yaitu sebagai berikut. 1) Kesetiaan bahasa (language loyality) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain. 2) Kebanggaan bahasa (language pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas atau kesatuan masyarakat. 3) Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun; dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan, yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use). Sama dengan pendapat Garvin dan Mathiot, Suhardi (1996:14) juga mengatakan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif mengacu pada struktur kepercayaan atau keyakinan individu. Komponen afektif mengacu pada reaksi emosional individu. Adapun komponen konatif berkaitan dengan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap sikap. Sikap terbentuk dari interaksi sosial yang dialami seseorang yang dalam berinteraksi individu akan membentuk suatu pola tertentu terhadap berbagai objek yang dihadapinya. Ada bermacam-macam faktor yang dapat memengaruhi terbentuknya sikap, antara lain pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, pendidikan, dan agama (Sugiyono dan Sasangka, 2011:38). Menurut Sugiyono dan Sasangka (2011:40), ada empat fungsi sikap bagi individu, yaitu sebagai berikut. Pertama, sikap berfungsi instrumental yang ditunjukkan oleh sikap positif atau sikap negatif individu. Sikap positif individu terhadap individu ialah membantu atau menguntungkan individu, sedangkan sikap negatif atau sikap tidak suka individu terhadap objek ialah menghalangi atau menghukum individu. Kedua, sikap berfungsi sebagai pengetahuan karena sikap merupakan pengetahuan individu terhadap lingkungan yang berarti terstruktur. Ketiga, sikap berfungsi untuk mengungkapkan nilai dasar yang dimiliki seseorang dan berfungsi untuk meningkatkan citra diri. Keempat, sikap berfungsi untuk melindungi individu dari pikiran dan perasaan yang mengancam citra diri atau penilaian mereka. 3. Hasil dan Pembahasan Uraian dalam bagian ini dikelompokkan atas dua bagian, yaitu (1) kepositifan sikap bahasa masyarakat di perbatasan NTT dan (2) sikap bahasa menurut ciri sosial penutur terhadap bahasa Indonesia (BI), bahasa daerah (BD), dan bahasa asing (BA). Berikut uraian kedua bagian itu. 220

7 SRI WINARTI: SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH Kepositifan Sikap Bahasa Masyarakat Perbatasan NTT Pada masyarakat yang dwibahasawan, kemampuan bahasa-bahasa yang mereka kuasai jarang yang berimbang. Biasanya, kemampuan penggunaan bahasa yang satu lebih baik daripada bahasa yang lain. Hal itu salah satunya mungkin disebabkan oleh seringnya bahasa tersebut digunakan. Keseringan penggunaan bahasa oleh seorang dwibahasawan akan mengasah kemahiran orang tersebut dalam berbahasa. Sikap bahasa masyarakat di wilayah perbatasan NTT terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dapat dideskripsikan dengan melihat ada atau tidaknya perbedaan indeks sikap bahasa antara kelompok sosial yang satu dan kelompok sosial yang lain. Berikut akan ditampilkan data yang berupa tabel indeks sikap bahasa masyarakat di daerah perbatasan NTT terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Tabel 8 Sikap Bahasa terhadap BI, BD, dan BA Minimum Maksimum Rerata Simpangan Baku _BI _BD _BA Hasil olahan statistik menunjukkan bahwa rerata indeks sikap terhadap bahasa Indonesia adalah 0,708 dengan simpangan baku 0,124. Sementara itu, rerata indeks sikap terhadap bahasa daerah adalah 0,710 dengan simpangan baku 0,086. Adapun rerata indeks sikap terhadap bahasa asing adalah 0,517 dengan simpangan baku 0,068. Distribusi indeks sikap terhadap bahasa Indonesia terentang antara 0,350 dan 0,983 dengan rerata 0,708. sikap terhadap bahasa daerah terentang antara 0,344 dan 0,944 dengan rerata 0,710. Adapun indeks sikap terhadap bahasa asing terentang antara 0,321 dan 0,891 dengan rerata 0,517. Dari tabel itu dapat diketahui bahwa simpangan baku untuk semua indeks kecil, yaitu kurang dari 0,13. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa indeks sikap bahasa masyarakat di daerah perbatasan NTT terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing terentang antara 0,321 dan 0,983. Data dalam Tabel 8 tersebut membuktikan bahwa secara umum indeks sikap bahasa masyarakat di daerah perbatasan NTT terhadap bahasa daerah tidak jauh berbeda atau hampir berimbang dengan sikap mereka terhadap bahasa Indonesia. Akan tetapi, sikap mereka terhadap bahasa asing lebih rendah jika dibandingkan dengan sikap mereka terhadap bahasa daerah maupun terhadap bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil perbandingan itu, tampaknya sikap masyarakat di daerah perbatasan NTT terhadap bahasa asing kurang positif jika dibandingkan dengan sikap mereka terhadap bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Sementara itu, sikap masyarakat di daerah perbatasan NTT terhadap bahasa Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan sikap mereka terhadap bahasa daerah. Dengan demikian, pola perbedaan sikap bahasa secara umum dapat dirumuskan dengan pola bahasa asing (BA) lebih kecil jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia (BI) dan BI lebih kecil jika dibandingkan dengan bahasa daerah (BD) atau BA<BI<BD. 3.2 Sikap Bahasa Menurut Ciri Sosial Berikut ini dideskripsikan sikap bahasa masyarakat di daerah perbatasan NTT berdasarkan ciri-ciri sosial penutur, yaitu (1) sikap bahasa menurut jenis kelamin, (2) sikap bahasa menurut usia, (3) sikap bahasa menurut tingkat pendidikan, (4) sikap bahasa menurut etnis pasangan penutur (5) sikap bahasa menurut status perkawinan, dan (6) sikap bahasa menurut tempat tinggal yang sama dengan penutur. Berikut uraian keenam sikap bahasa tersebut. A. Sikap Bahasa Menurut Jenis Kelamin Penutur Salah satu variabel sosial yang sangat penting dalam menentukan sikap bahasa adalah jenis kelamin penutur. Dari hasil analisis diketahui bahwa sikap bahasa penutur laki-laki lebih positif 221

8 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: daripada sikap bahasa penutur perempuan, baik terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Tabel 9 Sikap Menurut Jenis Kelamin Penutur Dalam hal sikap terhadap bahasa Indonesia, indeks sikap bahasa penutur laki-laki (0,750) lebih tinggi daripada indeks sikap bahasa penutur perempuan (0,677). Hal yang sama juga terjadi pada sikap terhadap bahasa daerah. sikap bahasa penutur laki-laki (0,745) lebih tinggi daripada indeks sikap bahasa penutur perempuan (0,684). Demikian juga dalam hal sikap terhadap bahasa asing, perbedaan antara indeks sikap bahasa penutur lakilaki dan indeks sikap bahasa penutur perempuan tidak begitu jauh. sikap bahasa penutur lakilaki (0,533) lebih tinggi daripada indeks sikap bahasa penutur perempuan (0,506). Data Tabel 9 itu membuktikan bahwa penutur laki-laki lebih mempunyai kesetiaan terhadap bahasa Indonesia, kemudian terhadap bahasa daerah, dan selanjutnya terhadap bahasa asing. Sebaliknya, sikap bahasa penutur perempuan lebih mempunyai kesetiaan terhadap bahasa daerah, kemudian terhadap bahasa Indonesia, dan selanjutnya terhadap bahasa asing. Sikap bahasa penutur laki-laki dan sikap bahasa penutur perempuan terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dapat digambarkan seperti grafiks berikut ini Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan S i k a p Ba h a s a M e n u r u t J e n i s Ke l a m i n P e n u t u r Laki-laki _BI _BD Perempuan _BA INDEKS_BI INDEKS_BD INDEKS_BA B. Sikap Bahasa Menurut Usia Penutur Selain jenis kelamin, kelompok usia juga mempunyai peran yang sangat penting dalam membedakan sikap bahasa penutur. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel 10 berikut. Tabel 10 Sikap Menurut Usia Penutur Usia <25 tahun tahun >51 tahun _BI _BD _BA Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa indeks sikap terhadap bahasa Indonesia pada penutur yang berusia tahun lebih tinggi daripada indeks sikap bahasa penutur yang berusia > 51 tahun dan penutur yang berusia <25 tahun. Akan tetapi, indeks sikap terhadap bahasa daerah, justru penutur yang berusia > 51 tahun yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutur berusia tahun dan penutur yang berusia <25 tahun. Dengan demikian, dari hasil analisis data itu dapat dibuktikan bahwa penutur yang berusia produktif (26 50 tahun), lebih positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia dan kurang positif terhadap bahasa daerah, apalagi terhadap bahasa asing. Sebaliknya, penutur yang berusia tua (>51 tahun), lebih positif sikapnya terhadap bahasa daerah dan kurang positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia, apalagi terhadap bahasa asing. Sementara itu, dalam hal sikap terhadap bahasa asing, jika dibandingkan ketiga kelompok penutur itu, indeks sikap bahasa penutur yang berusia >51 tahun lebih tinggi daripada indeks sikap bahasa penutur yang berusia tahun dan indeks sikap bahasa penutur yang berusia <25 tahun. Dengan demikian, dalam hal sikap terhadap bahasa asing, penutur yang berusia >51 tahun yang lebih positif sikapnya jika dibandingkan dengan penutur yang berusia tahun dan penutur yang berusia <25 tahun. sikap bahasa ketiga kelompok penutur itu dapat digambarkan seperti grafiks berikut ini. 222

9 SRI WINARTI: SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH Sikap Bahasa Menurut Usia Penutur <25 tahun tahun >51 tahun I NDEK S_BI I NDEK S_BD INDEKS_BA Grafiks di atas menunjukkan bahwa penutur generasi muda, yaitu penutur yang berusia <25 tahun, cenderung mempunyai sikap stabil terhadap ketiga bahasa. Kecenderungan yang diperlihatkan dari grafiks itu adalah semakin tua usia penutur, semakin besar perbedaan sikapnya terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. C. Sikap Bahasa Menurut Tingkat Pendidikan Penutur Tingkat pendidikan juga mempunyai peran yang sangat penting dalam membedakan sikap bahasa penutur. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel 11 berikut. Tabel 11 Sikap Bahasa Menurut Tingkat Pendidikan Penutur Pendidikan Tidak Sekolah/ SD Menengah _BI _BD _BA Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa indeks sikap terhadap bahasa Indonesia pada penutur yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA) lebih tinggi daripada sikap bahasa penutur yang berpendidikan rendah (tidak bersekolah atau SD). Akan tetapi, indeks sikap terhadap bahasa daerah, justru penutur yang berpendidikan rendah (tidak bersekolah atau SD) lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutur yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA). Dengan demikian, dari hasil analisis data itu dapat dibuktikan bahwa penutur yang berpendidikan rendah (tidak bersekolah SD) lebih positif sikapnya terhadap bahasa daerah dan kurang positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia, apalagi sikapnya terhadap bahasa asing. Akan tetapi, sebaliknya, penutur yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA) lebih positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia dan kurang positif sikapnya terhadap bahasa daerah, apalagi terhadap bahasa asing. Sementara itu, dalam hal sikap terhadap bahasa asing, jika dibandingkan kedua kelompok tingkat pendidikan penutur itu, indeks sikap bahasa penutur yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA) lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutur yang berpendidikan rendah (tidak bersekolah atau SD). Data itu menunjukkan bahwa penutur yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA) lebih positif sikapnya terhadap bahasa asing jika dibandingkan dengan penutur yang berpendidikan rendah (tidak sekolah/sd). Sikap bahasa kedua kelompok penutur itu dapat digambarkan seperti grafiks berikut Sikap Bahasa Menurut Tingkat Pendidikan Penutur _BI _BD _BA Tidak Sekolah/ SD Menengah Lebih rendahnya indeks sikap bahasa penutur yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA), terhadap bahasa daerah jika dibandingkan dengan indeks sikapnya terhadap bahasa Indonesia, memberikan bukti bahwa bahasa Indonesia terlalu dominan bagi penutur yang berpendididkan menengah. Artinya, penutur yng berpendidikan menengah cenderung mempunyai sikap yang lebih positif terhadap bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan sikapnya terhadap bahasa daerah. Kecenderungan yang diperlihatkan dari grafiks itu adalah semakin tinggi tingkat pendidikan penutur, semakin besar perbedaan sikapnya terhadap bahasa daerah. 223

10 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: D. Sikap Bahasa Menurut Etnis Pasangan Penutur Variabel sosial lain yang ikut menentukan sikap bahasa penutur adalah etnis pasangan penutur. Sikap penutur terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing menurut etnis pasangan penutur sangat berbedabeda, seperti dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Sikap Bahasa Menurut Etnis Pasangan Penutur Etnis Pasangan Sama etnis (ya) Tidak sama etnis (tidak) _BI _BD _BA Berdasarkan penghitungan statistik, sikap terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing menurut etnis pasangan penutur, sikap bahasa yang cukup positif ditunjukkan oleh penutur yang memiliki pasangan yang beretnis sama jika dibandingkan dengan penutur yang memiliki pasangan yang beretnis berbeda. sikap bahasa penutur yang memiliki pasangan yang seetnis lebih tinggi jika dibandingkan dengan indeks sikap bahasa penutur yang memiliki pasangan yang tidak seetnis, baik terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. sikap bahasa tertinggi ditunjukkan oleh indeks sikap terhadap bahasa daerah pada penutur yang memiliki pasangan yang seetnis (0,721). Adapun indeks sikap bahasa terendah ditunjukkan oleh indeks sikap terhadap bahasa asing pada penutur yang memiliki pasangan yang tidak seetnis (0,505). Jika dibandingkan dengan indeks sikap terhadap ketiga bahasa, indeks sikap terhadap bahasa daerah pada penutur yang memiliki pasangan seetnis lebih tinggi (0,721) daripada indeks sikapnya terhadap bahasa Indonesia (0,711), apalagi indeks sikapnya terhadap bahasa asing (0,525). Hal yang berbeda ditunjukkan pada penutur yang memiliki pasangan yang tidak seetnis. sikap terhadap bahasa Indonesia pada bahasa penutur yang memiliki pasangan yang tidak seetnis lebih tinggi (0,704) daripada indeks sikapnya terhadap bahasa daerah (0,691), apalagi indeks sikapnya terhadap bahasa asing (0,505). Hal ini menunjukkan bahwa sikap bahasa penutur yang memiliki pasangan seetnis lebih positif terhadap bahasa daerah daripada terhadap bahasa Indonesia, apalagi terhadap bahasa asing. Sebaliknya, penutur yang memiliki pasangan yang tidak seetnis menunjukkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia dibandingkan sikapnya terhadap bahasa daerah, apalagi terhadap bahasa asing. Sikap bahasa penutur menurut etnis pasangan penutur dapat digambarkan seperti grafiks berikut Sikap Bahasa Menurut Etnis Pasangan Penutur ya tidak INDEKS_BI INDEK S_BD INDEKS_BA E. Sikap Bahasa Menurut Status Perkawinan Penutur Sikap bahasa menurut status perkawinan juga diamati dalam penelitian ini. Berdasarkan penghitungan statistik, sikap terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing menurut status perkawinan cukup positif ditunjukkan oleh penutur yang menikah jika dibandingkan dengan penutur yang belum menikah. sikap bahasa tertinggi ditunjukkan oleh indeks sikap terhadap bahasa daerah pada penutur yang sudah menikah (0,712). Adapun indeks terendah ditunjukkan oleh indeks sikap terhadap bahasa asing pada penutur yang belum menikah (0,495). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status perkawinan penutur juga ikut berperan dalam menentukan sikap bahasa penutur, seperti dapat dilihat dalam Tabel 13 berikut. 224

11 SRI WINARTI: SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH... Tabel 13 Sikap Menurut Status Perkawinan Penutur sikap bahasa penutur yang sudah menikah lebih tinggi jika dibandingkan dengan indeks sikap bahasa penutur yang belum menikah, baik terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Perbedaan indeks ini menunjukkan bahwa sikap bahasa penutur yang sudah menikah lebih positif atau menunjukkan kesetiaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sikap bahasa penutur yang belum menikah. Sikap bahasa penutur yang sudah menikah terhadap bahasa daerah (0,712) lebih tinggi daripada indeks sikapnya terhadap bahasa Indonesia (0,710), apalagi indeks sikapnya terhadap bahasa asing (0,520). Hal yang sama juga ditunjukkan pada penutur yang belum menikah. sikap terhadap bahasa daerah pada penutur yang belum menikah lebih tinggi (0,694) daripada indeks sikapnya terhadap bahasa Indonesia (0,692), apalagi indeks sikap terhadap bahasa asing (0,495). Hal ini menunjukkan bahwa sikap bahasa penutur yang sudah menikah dan penutur yang belum menikah sama-sama menunjukkan sikap yang positif terhadap bahasa daerah. Sikap bahasa penutur menurut status perkawinan dapat digambarkan seperti grafiks berikut Status Kawin Belum Kawin _BI Sikap Bahasa Menurut Status Perkawinan Penutur Kawin _BD Belum Kawin _BA INDEKS_BI INDEKS_BD INDEKS_BA F. Sikap Bahasa Menurut Tempat Tinggal yang Sama dengan Bahasa Ibu Penutur Tempat tinggal juga dapat menentukan sikap bahasa seseorang, baik terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Dalam penelitian, tempat tinggal dikelompokkan atas dua, yaitu tempat tinggal yang sama dengan bahasa ibu penutur dan tempat tinggal yang tidak sama dengan bahasa ibu penutur. Seseorang dianggap tinggal di tempat yang sama dengan bahasa ibu penutur apabila ia bertempat tinggal di daerah yang semua penduduknya atau mayoritas penduduknya satu etnis dengannya, sedangkan seseorang dianggap tidak tinggal di daerah yang tidak sama dengan bahasa ibu penutur apabila ia bertempat tinggal di daerah yang dihuni oleh beragam etnis. sikap bahasa menurut tempat tinggal yang sama dengan bahasa ibu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 14 Sikap Menurut Tempat Tinggal yang Sama dengan Bahasa Ibu Penutur Tempat Tinggal Sama (ya) Tidak Sama _BI _BD _BA sikap terhadap bahasa Indonesia pada masyarakat yang tinggal di tempat yang sama dengan bahasa ibunya lebih tinggi (0,711) jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di tempat yang berbeda dengan bahasa ibunya (0,696). Perbedaan seperti itu juga ditemukan dalam perbandingan indeks sikap terhadap bahasa asing. sikap terhadap bahasa asing pada masyarakat yang tinggal di tempat yang sama dengan bahasa ibunya lebih tinggi (0,519) jika dibandingkan dengan indeks sikap bahasa pada masyarakat yang tinggal di tempat yang berbeda dengan bahasa ibunya (0,510). Sebaliknya, indeks sikap terhadap bahasa daerah pada masyarakat yang tinggal di tempat yang berbeda dengan bahasa ibunya, justru lebih tinggi (0,723) jika 225

12 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015: dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di tempat yang sama dengan bahasa ibunya (0,707). sikap bahasa menurut tempat tinggal yang sama dan yang berbeda dengan bahasa ibunya dapat digambarkan seperti tampak dalam grafiks berikut Sikap Bahasa Menurut Tempat Tinggal Yang Sama dengan Bahasa Ibu Penutur 4. Penutup 4.1 Simpulan ya tidak INDEKS_BI I NDE KS_BD IND EKS_BA Simpulan sikap bahasa masyarakat di wilayah perbatasan NTT adalah sebagai berikut. Masyarakat perbatasan NTT mempunyai sikap yang cukup positif, baik terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Jika dilihat dari hasil perbandingan indeks, sikap bahasa masyarakat di daerah perbatasan NTT terhadap bahasa daerah lebih positif jika dibandingkan dengan indeks sikap bahasa mereka terhadap bahasa Indonesia. sikap bahasa yang paling rendah adalah indeks sikap bahasa mereka terhadap bahasa asing. Ciri sosial penutur, seperti jenis kelamin, tingkat usia, jenjang pendidikan, status perkawinan penutur, etnis pasangan penutur, mempunyai pengaruh terhadap sikap bahasa seseorang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa (1) sikap bahasa penutur laki-laki lebih positif jika dibandingkan dengan sikap bahasa penutur perempuan; (2) penutur yang berusia produktif (26 50 tahun), lebih positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia dan kurang positif terhadap bahasa daerah, apalagi terhadap bahasa asing; sebaliknya, penutur yang berusia tua (>51 tahun), lebih positif sikapnya terhadap bahasa daerah dan kurang positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia, apalagi terhadap bahasa asing; (3) penutur yang berpendidikan rendah (tidak bersekolah SD) lebih positif sikapnya terhadap bahasa daerah dan kurang positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia, apalagi sikapnya terhadap bahasa asing; sebaliknya, penutur yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA) lebih positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia dan kurang positif sikapnya terhadap bahasa daerah, apalagi terhadap bahasa asing; (4) sikap bahasa penutur yang memiliki pasangan seetnis lebih positif sikapnya terhadap bahasa daerah jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia; sebaliknya, penutur yang memiliki pasangan yang tidak seetnis lebih positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan sikapnya terhadap bahasa daerah, apalagi terhadap bahasa asing; (5) sikap bahasa penutur yang sudah menikah lebih positif atau menunjukkan kesetiaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sikap bahasa penutur yang belum menikah; (6) sikap terhadap bahasa Indonesia dan bahasa asing pada masyarakat yang tinggal di tempat yang sama dengan bahasa ibunya lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di tempat yang berbeda dengan bahasa ibunya. Sebaliknya, indeks sikap terhadap bahasa daerah pada masyarakat yang tinggal di tempat yang berbeda dengan bahasa ibunya, justru lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di tempat yang sama dengan bahasa ibunya. 4.2 Saran Wilayah Indonesia berbatasan dengan beberapa negara. Sikap bahasa masyarakat pada masing-masing wilayah perbatasan kemungkinan tidak sama. Penelitian ini baru meneliti sikap bahasa masyarakat di perbatasan Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sikap bahasa masyarakat di wilayah perbatasan yang lain. 226

13 SRI WINARTI: SIKAP BAHASA MASYARAKAT DI WILAYAH... Daftar Pustaka Chaer, Abdul dan Leonie Agustina Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta. Fasold, Ralp The Sociolinguistics of Language. Oxford: Basil Blackwell. Fasold, Ralp Sociolinguistics of Society. New York: Basil Blak Well Inc. Hudson, R.A Sociolinguistics. Great Britain: Cambridge University Press. Kridalaksana, Harimurti Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mahsun Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Palmer, F.R Sematics: A New Introduction. Cambridge: University Press. Prasetyo, Bambang dan Lina M. Jannah Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono dan Sry Satria Tjatur Wisnu S Sikap Masyarakat Indonesia terhadap Bahasanya. Yogyakarta: Elmatera Publishing. Suhardi, Basuki Sikap Bahasa: Suatu Telaah Eksploratif atas Sekelompok Sarjana dan Mahasiswa di Jakarta. Jakarta: FSUI. 227

14 Metalingua, Vol. 13 No. 2, Desember 2015:

MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK

MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK 153 SIKAP BAHASA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MAHASISWA SEMESTER 1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Sikap Terhadap Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMAN 2 TBU dan Implikasinya. Oleh

Sikap Terhadap Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMAN 2 TBU dan Implikasinya. Oleh Sikap Terhadap Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMAN 2 TBU dan Implikasinya Oleh Wahyu Riyanti Munaris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan e-mail: Wahyu_Riyanti.batrasia@yahoo.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian dari laporan penelitian yang relevan. Menurut Triandis (melalui Suhardi, 1996: 22) sikap didefinisikan sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian dari laporan penelitian yang relevan. Menurut Triandis (melalui Suhardi, 1996: 22) sikap didefinisikan sebagai BAB II KAJIAN TEORI Pada bab kajian teori akan dijelaskan landasan teori yang mendukung penelitian sikap bahasa siswa. Teori yang akan dijelaskan antara lain mengenai sikap, sikap bahasa, serta pembelajaran

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau Kajian Dialektologi dan Sikap Bahasa Minang Pada Pedagang Rantau di Jakarta 1 Erni Hastuti, 2 Teddy Oswari 1 Fakultas Sastra dan Bahasa, Universitas Gunadarma 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

ABSTRAK SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX DAN IMPLIKASINYATERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

ABSTRAK SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX DAN IMPLIKASINYATERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA ABSTRAK SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS IX DAN IMPLIKASINYATERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Oleh Nur Fasila Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

SIKAP BAHASA SISWA KELAS VII SMP DARMA BANGSA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

SIKAP BAHASA SISWA KELAS VII SMP DARMA BANGSA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SIKAP BAHASA SISWA KELAS VII SMP DARMA BANGSA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN Oleh Laili Apriana Karomani Wini Tarmini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung e-mail: apriliana-lely@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Pemerintahan, Ranah Transaksi, dan Ranah Tetangga)

PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Pemerintahan, Ranah Transaksi, dan Ranah Tetangga) 176 PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Pemerintahan, Ranah Transaksi, dan Ranah Tetangga) Novia Winda dan Siti Aulia STKIP PGRI Banjarmasin Email: noviawinda05stikipbjm.ac.id

Lebih terperinci

SIKAP BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA INTERNASIONAL BUDI MULIA DUA YOGYAKARTA

SIKAP BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA INTERNASIONAL BUDI MULIA DUA YOGYAKARTA SIKAP BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA INTERNASIONAL BUDI MULIA DUA YOGYAKARTA Rizki Amalia Sholihah Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo rizkiamalias88@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Keluarga, Pergaulan, Pekerjaan, dan Ranah Pendidikan)

PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Keluarga, Pergaulan, Pekerjaan, dan Ranah Pendidikan) 1 PEMERTAHANAN BAHASA BANJAR HULU DI KOTA BANJARMASIN PADA UMUR DEWASA (Ranah Keluarga, Pergaulan, Pekerjaan, dan Ranah Pendidikan) Novia Winda dan Dana Aswadi STKIP PGRI Banjarmasin Email: noviawinda05@stikipbjm.ac.id

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini dilakukan untuk mengetahui sikap bahasa siswa kelas VII di SMPN 9

BAB V PENUTUP. ini dilakukan untuk mengetahui sikap bahasa siswa kelas VII di SMPN 9 BAB V PENUTUP A. Simpulan Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sikap bahasa siswa kelas VII di SMPN 9 Yogyakarta terhadap bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON. Oleh. Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M.

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON. Oleh. Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M. PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON Oleh Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M. Husen Muttaqin Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UNSWAGATI

Lebih terperinci

SIKAP BERBAHASA PARA REMAJA BERBAHASA SUNDA DI KABUPATEN BANDUNG: SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

SIKAP BERBAHASA PARA REMAJA BERBAHASA SUNDA DI KABUPATEN BANDUNG: SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Wagiati et al.: Sikap Berbahasa para Remaja... SIKAP BERBAHASA PARA REMAJA BERBAHASA SUNDA DI KABUPATEN BANDUNG: SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK (THE LANGUAGE ATTITUDE OF SUNDANESE-SPEAKING TEENAGERS IN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antarteman, murid dengan guru, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesan dan tujuan kepada orang lain. Bahasa dijadikan sebagai mediasi dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG. Ratih Rahayu

SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG. Ratih Rahayu SIKAP BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG Ratih Rahayu Kantor Bahasa Provinsi Lampung Jalan Beringin II No.40 Kompleks Gubernuran Telukbetung, Bandarlampung Pos-el:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Ibrahim (1993:125 126), berpendapat bahwa semua kelompok manusia mempunyai bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk mengacu

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN 1 KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN Putu Sosiawan Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstrak The

Lebih terperinci

SIKAP BAHASA SISWA SMPN 2 SIMANINDO DI SIMARMATA KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR TERHADAP BAHASA INDONESIA

SIKAP BAHASA SISWA SMPN 2 SIMANINDO DI SIMARMATA KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR TERHADAP BAHASA INDONESIA SIKAP BAHASA SISWA SMPN 2 SIMANINDO DI SIMARMATA KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR TERHADAP BAHASA INDONESIA Oleh: AFRITA SIDABARIBA NIM 072222710002 ABSTRACT The purpose of this study was to determine

Lebih terperinci

Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan

Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan LOYALITAS BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X MA MAARIF KADUGEDE TAHUN AJARAN 2013/2014 DILIHAT DARI INTERFERENSI BAHASA DAERAH PADA KARANGAN NARASI SISWA Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi

Lebih terperinci

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014.

3. Belum ada yang meneliti tentang kesadaran gender siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2013/2014. 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung. Sekolah ini beralamat di Jalan Dr. Setiabudhi No

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis disini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu merupakan penelitian yang hasilnya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah salah satu faktor yang menjadi ciri pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Bahasa merupakan alat dalam komunikasi dan interaksi yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) 1 of 8 SILABUS Fakultas : Bahasa dan Seni Jurusan/Prodi : Bahasa dan Sastra Indonesia/Sastra Indoesia Mata Kuliah : Sosiolinguistik Kode Mata Kuliah : SAS 311 SKS : 2 SKS Standar Kompetensi : Memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang banyak dituntut

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang banyak dituntut BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan 30 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti, untuk menjelaskan hubungan antara religiusitas dengan sikap terhadap

Lebih terperinci

KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA. Siti Chadijah ABSTRAK

KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA. Siti Chadijah ABSTRAK KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA Siti Chadijah chadijah165@gmail.com ABSTRAK Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa selalu dijaga, salah satunya dengan menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ari Kartini, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ari Kartini, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Hal ini dibuktikan dengan disusunnya UU yang membahas

Lebih terperinci

Berikut ini akan dijelaskan batasan variabel penelitian dan indikatornya, seperti dalam Tabel. 1, berikut ini:

Berikut ini akan dijelaskan batasan variabel penelitian dan indikatornya, seperti dalam Tabel. 1, berikut ini: METODA PENELITIAN Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada auditor internal IGE Timor Leste, alasannya bahwa IGE merupakan satu-satunya internal auditor pemerintah di Timor Leste. Desain Penelitian

Lebih terperinci

ASEP HIDAYATULLAH, 2016 PENGARUH SIKAP BERBAHASA INDONESIA TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA AKADEMIK

ASEP HIDAYATULLAH, 2016 PENGARUH SIKAP BERBAHASA INDONESIA TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA AKADEMIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sering digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Sebagian besar kegiatan berkomunikasi didominasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam penelitian pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan data yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketunarunguan merentang dari yang ringan sampai yang sangat berat. Keadaan ini, dalam mengoptimalkan potensinya mengindikasikan perlu adanya suatu perlakuan

Lebih terperinci

SIKAP BAHASA MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM) TERHADAP BAHASA MADURA

SIKAP BAHASA MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM) TERHADAP BAHASA MADURA SIKAP BAHASA MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM) TERHADAP BAHASA MADURA Students Language Attitude of Madura Trunojoyo University toward Madurese YUYUN KARTINI Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG PERATURAN KEBAHASAAN TERHADAP SIKAP BAHASA PENGUSAHA KULINER DI KABUPATEN PRINGSEWU

PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG PERATURAN KEBAHASAAN TERHADAP SIKAP BAHASA PENGUSAHA KULINER DI KABUPATEN PRINGSEWU Pengaruh Pengetahuan tentang Peraturan... PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG PERATURAN KEBAHASAAN TERHADAP SIKAP BAHASA PENGUSAHA KULINER DI KABUPATEN PRINGSEWU The Inflence of The Knowledge of The Legislation

Lebih terperinci

SIKAP MAHASISWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA

SIKAP MAHASISWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA Zuhriyah, Sikap Mahasiswa dan Pencapaian Kompetensi Dasar 85 SIKAP MAHASISWA TERHADAP BAHASA INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA Ainu Zuhriyah Akademi Kesehatan

Lebih terperinci

SIKAP MASYARAKAT MEDAN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA ASING DI RUANG PUBLIK

SIKAP MASYARAKAT MEDAN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA ASING DI RUANG PUBLIK T. SYARFINA: SIKAP MASYARAKAT MEDAN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA... SIKAP MASYARAKAT MEDAN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA ASING DI RUANG PUBLIK (THE ATTITUDE OF MEDAN SOCIETY TOWARDS THE USE OF FOREIGN LANGUAGE

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 44 BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bagian ini peneliti memaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian diperoleh dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA

PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini dilakukan selama tujuh bulan terdiri dari. seminar proposal, perbaikan proposal.

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini dilakukan selama tujuh bulan terdiri dari. seminar proposal, perbaikan proposal. 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Penyusunan skripsi ini dilakukan selama tujuh bulan terdiri dari a. Dua bulan pertama: persiapan proposal, seminar proposal

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode survey. Menurut Singarimbun (1987:3) Metode penelitian survey adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian lapangan. Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan Kuantitaif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan.perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya.perkembangan bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian adalah satu cara untuk mencari kebenaran. Terdapat berbagai cara bagaimana kita bisa mengungkapkan sesuatu sehingga sesuatu itu dianggap benar. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK. PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK Leli Triana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. 36 Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. 36 Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau sifat dari penelitian ini menggunakan jenis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS CAMPUR KODE DALAM NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY ARTIKEL E-JOURNAL

ANALISIS CAMPUR KODE DALAM NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY ARTIKEL E-JOURNAL ANALISIS CAMPUR KODE DALAM NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY ARTIKEL E-JOURNAL Oleh TIARA CITRA IDILA NIM 090388201337 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN Bab III membahas mengenai lokasi, populasi, sampel, desain penelitian, metode penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. atau menggambarkan permasalahan yang akan dibahas. Metode penelitian juga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. atau menggambarkan permasalahan yang akan dibahas. Metode penelitian juga 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian sangat diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, dimana metode ini merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk mencari jawaban

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Pada penelitian ini dilakukan kajian mengenai motivasi belajar siswa yangmenggunakan

Lebih terperinci

SIKAP KERJA SISWA PROGRAM STUDI KONSTRUKSI KAYU JURUSAN BANGUNAN SMK N 1 PADANG SETELAH MELAKSANAKAN PRAKERIN

SIKAP KERJA SISWA PROGRAM STUDI KONSTRUKSI KAYU JURUSAN BANGUNAN SMK N 1 PADANG SETELAH MELAKSANAKAN PRAKERIN 190 SIKAP KERJA SISWA PROGRAM STUDI KONSTRUKSI KAYU JURUSAN BANGUNAN SMK N 1 PADANG SETELAH MELAKSANAKAN PRAKERIN Afria Ulfa*,Juniman Silalahi**,An Arizal*** Email : Afria_ulfa@ymail.com ABSTRACT This

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHASA PADA MULTIBAHASAWAN: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK PEMILIHAN BAHASA PADA MAHASISWA KEBUMEN DI UI MAKALAH NON-SEMINAR

PEMILIHAN BAHASA PADA MULTIBAHASAWAN: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK PEMILIHAN BAHASA PADA MAHASISWA KEBUMEN DI UI MAKALAH NON-SEMINAR PEMILIHAN BAHASA PADA MULTIBAHASAWAN: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK PEMILIHAN BAHASA PADA MAHASISWA KEBUMEN DI UI MAKALAH NON-SEMINAR Ratna Kurniasari Sastra Inggris 0806356162 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini yaitu research and development atau penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini yaitu research and development atau penelitian III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian ini yaitu research and development atau penelitian pengembangan. Pengembangan yang dilakukan adalah pembuatan instrumen penilaian sikap ilmiah

Lebih terperinci

EJOURNAL. diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) SRI TULARSIH NIM

EJOURNAL. diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) SRI TULARSIH NIM KORELASI KEBIASAAN MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA TERHADAP KEMAHIRAN MENULIS TEKS NARASI SISWA KELAS X SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MAITREYAWIRA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 EJOURNAL diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

Volume 1 (1) Desember 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-7

Volume 1 (1) Desember 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-7 PERGESERAN BENTUK KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT JAWA DI DESA REJOAGUNG, KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER THE SHIFT OF ADDRESS WORD IN JAVANESE SOCIETY AT REJOAGUNG VILLAGE, SEMBORO DISTRICT JEMBER REGENCY

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. nikah, peneliti menggunakan tipe penelitian eksplanatori dengan metode

METODE PENELITIAN. nikah, peneliti menggunakan tipe penelitian eksplanatori dengan metode 50 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Pada penelitian hubungan virginitas dengan intensitas melakukan seks pra nikah, peneliti menggunakan tipe penelitian eksplanatori dengan metode kuantitatif.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pokok yang harus diperhatikan yaitu dilaksanakan secara sistematis,

III. METODOLOGI PENELITIAN. pokok yang harus diperhatikan yaitu dilaksanakan secara sistematis, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Suatu penelitian yang dilakukan dengan baik pada dasarnya ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan yaitu dilaksanakan secara sistematis, berencana

Lebih terperinci

agar penelitian yang dilakukan benar-benar mendapatkan data sesuai yang dan menjadi objek inferensi, Statistika inferensi mendasarkan diri pada dua

agar penelitian yang dilakukan benar-benar mendapatkan data sesuai yang dan menjadi objek inferensi, Statistika inferensi mendasarkan diri pada dua 68 3.3 Populasi dan Sampel Jenuh (Sampel Sensus) Populasi dan sampel dalam suatu penelitian perlu ditetapkan dengan tujuan agar penelitian yang dilakukan benar-benar mendapatkan data sesuai yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Pada dasarnya penelitian dilakukan untuk mendapatkan data demi tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yang bersangkutan. Oleh sebab itu untuk memperolehnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan dan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden. BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran umum responden Responden dalam penelitian ini adalah anggota dari organisasi nonprofit yang berjumlah 40 orang. Pada bab ini akan dijelaskan tentang

Lebih terperinci

SIKAP MAHASISWA TERHADAP BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI PERGURUAN TINGGI SE-CIREBON)

SIKAP MAHASISWA TERHADAP BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI PERGURUAN TINGGI SE-CIREBON) SIKAP MAHASISWA TERHADAP BAHASA INDONESIA (STUDI KASUS DI PERGURUAN TINGGI SE-CIREBON) Indrya Mulyaningsih IAIN Syekh Nurjati Cirebon indrya.m@gmail.com Abstrak Banyak mahasiswa yang berusaha belajar bahasa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan berbentuk penelitian kebijakan (Policy

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sebenarnya tentang gejala dari permasalahan yang timbul di lapangan. Kajiannya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sebenarnya tentang gejala dari permasalahan yang timbul di lapangan. Kajiannya 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif survey yaitu sebuah penelitian untuk mendapatkan fakta sebenarnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. Desain Penelitian Menurut Husein Umar (2008 : 4), Desain penelitian merupakan suatu cetak biru (blue print) dalam hal bagaimana data dikumpulkan, diukur, dan dianalisis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bentuk komunikasi masyarakat untuk saling berinteraksi sosial. Berbagai macam kelas sosial memengaruhi perkembangan bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. didik kelas VII di SMP Negeri 2 Pariaman, maka dalam penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. didik kelas VII di SMP Negeri 2 Pariaman, maka dalam penelitian ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui hubungan signifikan keharmonisan keluarga Islami dengan penyesuaian diri pada peserta didik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini menggambarkan mengenai kemampuan mahasiswa dalam penerapan problem based learning

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan kesiapan dalam menghadapi dunia kerja, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

Iin Pratiwi Ningsih Manurung Drs. Azhar Umar, M.Pd. ABSTRAK

Iin Pratiwi Ningsih Manurung Drs. Azhar Umar, M.Pd. ABSTRAK 1 2 Hubungan Penguasaan Struktur dan Ciri Kebahasaan Teks dengan Kemampuan Menulis Teks Deskripsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 23 Medan Tahun Pembelajaran 2014/2015 Iin Pratiwi Ningsih Manurung Drs. Azhar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu suatu pendekatan ilmiah yang dirancang untuk menjawab pernyataan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Yakni penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada pola-pola numerikal (angka)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penelitian didahului dengan meneliti penguasaan matematika dan konten pedagogik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Masih dari

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Masih dari BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2008: 7), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang data penelitian berupa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan serangkaian startegi, yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang diperlukan, untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 40 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Identitas Responden Sebelumnya akan dijelaskan dahulu karakteristik responden yang meliputi usia, jumlah anak yang dimiliki, dan pendidikan terakhir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan dua sisi mata uang (Sumarsono, 2011). Fenomena tersebut merupakan fenomena yang dapat terjadi secara bersamaan. Pemertahanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Jurusan Bimbingan Konseling FKIP UNP Kediri Oleh: SUCI

Lebih terperinci

Dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, yang dimaksud. dengan guru honorer adalah pegawai non PNS Departemen Pendidikan Nasional

Dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, yang dimaksud. dengan guru honorer adalah pegawai non PNS Departemen Pendidikan Nasional LAMPIRAN 1 Lampiran 1 Guru Honorer 1 Pengertian Guru Honorer Dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, yang dimaksud dengan guru honorer adalah pegawai non PNS Departemen Pendidikan Nasional yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menggunakan kuesioner. Umumnya, penelitian survei dibatasi pada penelitian

METODE PENELITIAN. menggunakan kuesioner. Umumnya, penelitian survei dibatasi pada penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei. Dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA TUTURAN MASYARAKAT DESA PANGKE KECAMATANMERAL BARAT KABUPATEN KARIMUN ARTIKEL E-JOURNAL

ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA TUTURAN MASYARAKAT DESA PANGKE KECAMATANMERAL BARAT KABUPATEN KARIMUN ARTIKEL E-JOURNAL ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA TUTURAN MASYARAKAT DESA PANGKE KECAMATANMERAL BARAT KABUPATEN KARIMUN ARTIKEL E-JOURNAL Oleh ASNANI NIM 100388201311 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, sesuai dengan permasalahan

Lebih terperinci

SILABI. I. Identitas Mata Kuliah

SILABI. I. Identitas Mata Kuliah I. Identitas Mata Kuliah SILABI Mata Kuliah : Sosiolinguistik Kode mata kuliah : INA 207 SKS : 2 SKS Semester : VI Jurusan/Program Studi : PBSI/ PBSI dan BSI Jumlah Pertemuan : Dosen Pengampu : Dr. Zamzani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Variabel Tergantung : Minat Belajar. 2. Variabel Bebas : Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Variabel Tergantung : Minat Belajar. 2. Variabel Bebas : Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian Untuk menguji hipotesis penelitian, akan dilakukan pengidentifikasian variabel-variabel yang diambil dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

Pasca Berdirinya PT. Semen Indonesia, Tbk. Kajian Ketenagakerjaan di Kecamatan Kerek dan Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban

Pasca Berdirinya PT. Semen Indonesia, Tbk. Kajian Ketenagakerjaan di Kecamatan Kerek dan Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban Kajian Ketenagakerjaan di Kecamatan Kerek dan Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban. Hendri Candra S Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi, hendricandra999@gmail.com Wiwik Sri Utami Dosen Pembimbing Mahasiswa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN ANALISIS HASIL

4. HASIL DAN ANALISIS HASIL 4. HASIL DAN ANALISIS HASIL Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil yang diperolah dari penelitian. Hasil ini penelitian diperoleh berdasarkan pengolahan data kuesioner dengan menggunakan program

Lebih terperinci

PEMERTAHANAN BAHASA BUGIS DALAM RANAH KELUARGA DI NEGERI RANTAU SULAWESI TENGAH

PEMERTAHANAN BAHASA BUGIS DALAM RANAH KELUARGA DI NEGERI RANTAU SULAWESI TENGAH SAWERIGADING Volume 20 No. 3, Desember 2014 Halaman 403 412 PEMERTAHANAN BAHASA BUGIS DALAM RANAH KELUARGA DI NEGERI RANTAU SULAWESI TENGAH (The Buginese Language Preservation of Family Domain in Central

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek/Objek Penelitian Penelitian ini difokuskan pada konstruksi alat ukur penilaian literasi sains/kimia pada konten sel Volta menggunakan konteks baterai Li-ion

Lebih terperinci

ANALISIS CAMPUR KODE BAHASA PENYIAR PROGRAM SEMBANG SEKAMPUNG RADIO PANDAWA EDISI MARET-APRIL 2015 ARTIKEL E-JOURNAL

ANALISIS CAMPUR KODE BAHASA PENYIAR PROGRAM SEMBANG SEKAMPUNG RADIO PANDAWA EDISI MARET-APRIL 2015 ARTIKEL E-JOURNAL ANALISIS CAMPUR KODE BAHASA PENYIAR PROGRAM SEMBANG SEKAMPUNG RADIO PANDAWA EDISI MARET-APRIL 2015 ARTIKEL E-JOURNAL diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian dan Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian dan Metode Penelitian 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi Pada penelitian ini populasi penelitiannya adalah siswa kelas VIII SMP Yayasan Atikan Sunda (YAS) Bandung tahun ajaran 2012/201, hal ini merujuk pada pendapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun alokasi waktu pengumpulan data penelitian ini telah

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun alokasi waktu pengumpulan data penelitian ini telah BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Adapun alokasi waktu pengumpulan data penelitian ini telah dilaksanakan selama 2 (dua) bulan (terhitung sejak tanggal 9 April

Lebih terperinci

ROSI SUSANTI NIM

ROSI SUSANTI NIM INTERFERENSI SUB DIALEK MELAYU MANTANG TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA MASYARAKAT KAMPUNG CENUT KABUPATEN BINTAN ARTIKEL E-JOURNAL ROSI SUSANTI NIM 120388201236 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN

Lebih terperinci

: Perlakuan (Pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS),

: Perlakuan (Pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS), 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen. Dikarenakan subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan

Lebih terperinci

STUDI KASUS SIKAP BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

STUDI KASUS SIKAP BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA SEKOLAH DASAR STUDI KASUS SIKAP BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA SEKOLAH DASAR I. PENDAHULUAN Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang dijadikan status sebagai bahasa persatuan sangat penting untuk diajarkan sejak

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEMAHIRAN MENULIS TEKS PROSEDUR TERHADAP KEMAHIRAN MENULIS LAPORAN PERJALANAN SISWA KELAS VIII MTs MIFTAHUL ULUM TANJUNGPINANG

PERBEDAAN KEMAHIRAN MENULIS TEKS PROSEDUR TERHADAP KEMAHIRAN MENULIS LAPORAN PERJALANAN SISWA KELAS VIII MTs MIFTAHUL ULUM TANJUNGPINANG PERBEDAAN KEMAHIRAN MENULIS TEKS PROSEDUR TERHADAP KEMAHIRAN MENULIS LAPORAN PERJALANAN SISWA KELAS VIII MTs MIFTAHUL ULUM TANJUNGPINANG ARTIKEL E-JOURNAL Oleh Mahdalisa NIM 110388201063 JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci