III. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 . METODOLOG PENELTAN 3.1. Desain Penelitian Secara umum, penelitian ini bersifat deskriptif-analisis. Penelitian ini menggunakan basis data sekunder untuk analisis. Data sekunder yang dimaksud adalah data Kabupaten/Kota, citra satelit dan peta tematik wilayah abodetabek secara time series. Penelitian literatur diperoleh dari pendalaman textbook, hasil penelitian, jurnal, dan makalah seminar. Adapun metode penelitian yang digunakan merupakan gabungan antara studi literatur, analisis data sekunder, dan observasi lapangan.. Keseluruhan metode tersebut akan dibantu dengan teknik pemetaan dan Sistem nformasi Geografis (SG). Penelitian ini dilakukan di wilayah abodetabek yaitu Kota akarta, Kota ogor, Kabupaten ogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota ekasi dan Kabupaten ekasi. Daerah ini diperkirakan telah mengalami transformasi spasial yang berbeda-beda dan diyakini akan berdampak pada perubahan struktur wilayah baik yang bersifat demografis, sosial, ekonomi, maupun lingkungan fisik. Pengembangan pemodelan terpadu system dinamik dan spasial dinamik dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji berbagai model yang telah ada. Kajian ini dibagi ke dalam tiga kategori yakni model ekonomi, model ekologi, dan model sosial. Selanjutnya dikembangkan untuk mencari keterkaitan antar ketiga model tersebut yakni keterkaitan antara ekonomi-ekologi, ekonomi-sosial, ekologi-sosial, dan ekologi-ekonomi-sosial. Keterkaitan dalam ekologi digunakan model keseimbangan ekologi (ecological equilibrium), yang memfokuskan perhatian atas suatu lahan atau wilayah pada empat faktor, yaitu: penduduk, sumberdaya, teknologi, dan kelembagaan yang secara konstan berada dalam keadaan keseimbangan dinamik. Pada konsep ini, perubahan penggunaan lahan merupakan hasil dari perubahan dan distribusi penduduk, inovasi teknologi dan restrukturisasi ekonomi, kebijakan dan organisasi sosial. Keterkaitan aspek ekonomi digunakan model RO.

2 62 Rencana pelaksanaan penelitian secara skematis seperti pada Gambar 4 dimana model terpadu sistem dinamik dan spasial merupakan perpaduan antara model sistem dinamik dengan model spasial dalam satu kesatuan model. Gambar 4. Skema Pelaksanaan Penelitian Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa model sistem dinamik meliputi tiga tahapan yaitu: (a) disain konseptual; (b) disain logis; dan (c) disain fisik. Sedangkan model spasial dinamik merupakan kelanjutan dari model sistem dinamik yang terdiri dari satu tahap yaitu Disain Spasial. Karena model ini merupakan model terpadu, maka dari model spasial dinamik akan ada feedback ke model sistem dinamik, yaitu dari Disain Spasial ke Disain Logis. Adanya keterpaduan model ini akan dapat melihat perubahan secara real time baik dari model sistem dinamik ke model spasial dinamik atau sebaliknya dari model spasial dinamik ke model sistem dinamik. Secara rinci pada bagian berikut akan diuraikan masing-masing model tersebut Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder dan informasi dilakukan dengan cara : menggunakan data sekunder yang tersedia. Data ini dikoleksi dari berbagai lembaga atau dinas yaitu iro Pusat Statistik, appeda Kabupaten dan dinas-dinas terkait yang kemudian diekstraksi sesuai kebutuhan analisis, serta akosurtanal.

3 63 Data yang dipergunakan untuk penelitian dibagi ke dalam dua tahap, yaitu a. Pengumpulan data dasar - Peta-peta abodetabek : (peta administrasi, peta tanah, peta lereng, peta penggunaan lahan dan peta RTRW serta peta lampiran Peraturan Presiden No 54 tahun 2008) sumber data : appeda dan PN, serta akosurtanal. - Citra Satelit TM7 path 122 row 64 dan 65 tahun 2002 dan Data Kabupaten/Kota Kawasan abodetabek dalam angka tahun Data RO tahun 2002 b. Data Spasial Pembuatan unit basis data spasial diharapkan dapat mengumpulkan dan mengelola berbagai data yang berkaitan dengan pembangunan wilayah dalam arti luas. Data dan informasi yang dikumpulkan bukan hanya terbatas pada parameter sosial ekonomi, tetapi uga mencakup data dan informasi spasial, Sistem pengelolaan data dan informasi dapat dikembangkan untuk meningkatkan penggunaan data dan informasi tersebut Teknik Analisis dan Pemodelan Analisis Sistim nformasi Geografi Pendekatan yang dilakukan pada analisis ini yaitu dengan pendekatan data spasial, dengan meng-overlay-kan kebutuhan peta (tanah, topografi, geologi, iklim,dll) atau yang sesuai dan tersedia. Peta dasar telah dilakukan analisis spasial dengan overlay, lalu untuk kondisi eksisting penggunaan lahan yang dianalisis dari citra satelit untuk tutupan lahan, dengan menggunakan Landsat 7+ETM. Hasil yang diperoleh adalah diketahuinya beberapa lahan sesuai untuk berbagai pemanfaatan. Selanjutnya melakukan ekstraksi informasi dari citra untuk mendapatkan sumber informasi, sebagaimana diketahui bahwa teknologi remote sensing merupakan salah satu alternatif teknologi yang dapat dimanfaatkan mengingat kemampuannya dalam menghimpun informasi fisik kebumian secara tepat, cepat dan terkini (up to date) dengan biaya yang relatif lebih murah. Pada tahapan analisis data, yang akan dilakukan sebelum seluruh pendekatan analisis dilakukan adalah mengidentifikasi dan interpretasi keadaan

4 64 lokasi studi dengan menggunakan citra satelit Landsat 7+ETM. Analisis spasial dilakukan baik dengan data vektor maupun raster dilakukan diawal sebelum turun lapangan dan analisis io-geofisik wilayah. Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi awal kondisi wilayah dan jenis penutupan lahan yang mungkin ditemukan di lokasi studi. Data penginderaan jauh yang dipergunakan adalah data citra satelit Landsat 7+ETM. Adapun data dan informasi yang dibutuhkan melalui pengolahan dan analisis citra ini adalah kondisi pemanfaatan ruang (land cover), kondisi bentang alam (geologi dan morfologi lahan), potensi bencana serta identifikasi kondisi dan permasalahan lingkungan Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian komponen lahan yang menurut Arsyad (1989) adalah penilaian komponen-komponen lahan secara sistematis dan pengelompokan ke dalam berbagai kategori berdasar sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaan lahan. ntensitas Penggunaan Lahan ertambah Tinggi Kelas Kemampuan lahan Cagar Alam Hutan Alam Penggembalaan Terbatas Penggembalaan Sedang Penggembalaan ntensif ercocok tanam Terbatas ercocok tanam sedang ercocok tanam ntensif ercocok tanam Sangat ntensif Pembatas dan Ancaman Semakin Meningkat Kebebasan Memilih Semakin erkurang dan Alternatif Penggunaan Lahan Makin terbatas V V V V V Gambar 5. Kelas Kemampuan Lahan dan ntensitas Penggunaan Lahan.

5 65 Tabel 2. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan (Kliengebiel & Montgomery, 1961 dalam Arsyad, 1989) No Ciri lahan Kelas lahan V V V V V 1 Lereng Datar Landai Sedangcuram Curam Landai Curam Sangat curam Sangat curam 2 ahaya erosi t.a. Sedang Tinggi Membaha yakan Membahay akan Membaha yakan Membaha yakan Membaha yakan 3 ahaya banjir t.a. Kadang Sering Sering Sering eluk tanah deal Kurang dari ideal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal Dangkal 5 Struktur tanah dan kemudahan pengolahan aik Kurang mendukung Drainase aik Dapat diperbai ki dg drainas Sangat lambat Menggen ang - Menggen ang Menggen ang Menggen ang 7 WHC aik Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah 8 Salinitas t.a. Sedikitsedang Sedang Membaha yakan - Membaha yakan Membaha yakan Membaha yakan 9 Status hara aik Sedang Rendah klim Menduk ung Sedikit pembatas Sedang Kurang Tidak mendukung Tidak mendukung Tidak mendukung Membaha yakan 11 Pengelolaan iasa Hati-hati Khusus Kadang dapat ditanami Tidak dapat ditanami Tidak dapat ditanami Tidak dapat ditanami Tidak dapat ditanami 12 Kebatuan eberapa Membahay akan Membaha yakan Membaha yakan Membaha yakan Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak dipakai di ndonesia dikemukakan oleh Hockensmith dan Steele (1943 dalam Arsyad, 1989). Menurut sistem ini lahan dikelompokan dalam tiga kategori umum yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan (capability units) atau satuan pengelompokan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat. adi kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau penghambat (degree of limitation) yang sama jika

6 66 digunakan untuk pertanian yang umum. Tanah dikelompokan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf romawi dari sampai V. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari Kelas sampai kelas V, seperti pada Gambar 4. Sedang kriterianya dapat dilihat pada Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan kelas kemampuan mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya. Lahan kelas sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut: (1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%), (2) kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah, (3) tidak mengalami erosi, (4) mempunyai kedalaman efektif yang dalam, (5) umumnya berdrainase baik, (6) mudah diolah, (7) kapasitas menahan air baik, (8) subur atau responsif terhadap pemupukan, (9) tidak terancam banjir, (10) di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya. Kelas Kemampuan Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan memiliki beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau akibatnya memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas memerlukan pengelolaan yang hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman semusim. Hambatan pada lahan kelas sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas adalah salah satu atau kombinasi dari faktor berikut: (1) lereng yang landai atau berombak (>3 % 8 %), (2) kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang, (3) kedalaman

7 67 efetif sedang (4) struktur tanah dan daya olah kurang baik, (5) salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium yang mudah dihilangkan tetapi besar kemungkin akan timbul kembali, (6) kadangkadang terkena banjir yang merusak, (7) kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, atau (8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau pengelolannya. Kelas Kemampuan Tanah-tanah dalam kelas mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas mempunyai pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas dan jika digunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi yang diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa. Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal berikut: (1) lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 15%), (2) kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang, (3) selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam, (4) lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat, (5) kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air, (6) terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase, (7) kapasitas menahan air rendah, (8) salinitas atau kandungan natrium sedang, (9) kerikil dan batuan di permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.

8 68 Kelas kemampuan V Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas V lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. ika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas V dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam kelas V disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) lereng yang miring atau berbukit (> 15% 30%), (2) kepekaan erosi yang sangat tinggi, (3) pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi, (4) tanahnya dangkal, (5) kapasitas menahan air yang rendah, (6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam, (7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk), (8) terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah, (9) salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1) keadaan iklim yang kurang menguntungkan. Kelas Kemampuan V Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang air, selalu terlanda banjir, atau berbatu-

9 69 batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau batuan) atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut. Contoh tanah kelas V adalah: (1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal, (2) tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungknlah produksi tanaman secara normal, (3) tanah datar atau hampir datar yang > 90% permukaannya tertutup batuan atau kerikil, dan atau (4) tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan. Kelas Kemampuan V Tanah-tanah dalam lahan kelas V mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Tanahtanah dalam lahan kelas V mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktorfaktor berikut: (1) terletak pada lereng agak curam (>30% 45%), (2) telah tererosi berat, (3) kedalaman tanah sangat dangkal, (4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat), (5) daerah perakaran sangat dangkal, atau (6) iklim yang tidak sesuai. Tanah-tanah kelas V yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. eberapa tanah di dalam lahan kelas V yang daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi yang berat seperti, pembuatan teras bangku yang baik. Kelas Kemampuan V Lahan kelas V tidak sesuai untuk budidaya pertanian, ika digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam lahan kelas V yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman pertanian harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif untuk

10 70 konservasi tanah, disamping pemupukan. Tanah-tanah kelas V mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang berat dan tidak dapat dihilangkan seperti (1) terletak pada lereng yang curam (>45 % 65%), dan / atau (2) telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki. Kelas kemampuan V Lahan kelas V tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas V bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas V dapat berupa: (1) terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau (2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan (3) kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas V adalah puncak gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir. Tanah pada kelas sampai V dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan setahun), rumput untuk pakan ternak, padang rumput atau hutan. Tanah pada Kelas V, V, dan V sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami. Dalam beberap hal tanah Kelas V dan V dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bungabungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam lahan Kelas V sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami Analisis Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk irigasi, lahan cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau

11 71 setelah diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lag! kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif. Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Pada proses matching hukum minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara, antara lain, dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu mencocokkan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut : Ordo : Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). Kelas : Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. Kelas S1, sangat sesuai : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang

12 72 bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata. Kelas S2, cukup sesuai : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produk-tivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Lahan Pertanian (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2003) No Persyaratan Penggunaan/ Karekteristik Lahan 1 Temperatur (tc) Temperatur rerata ( o C) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm) Klas Kesesuaian Lahan S1 S2 S3 N < 20 > Lama bulan kering (bln) < > 4 3 Ketersediaan Oksigen (oa) Drainase aik, sedang Agak Terhambat, terhambat agak cepat 4 Media perakaran (rc) Tekstur Halus, agak halus, sedang < 1250 > 4000 Sangat terhambat, cepat - Agak kasar Kasar ahan kasar(%) < > 55 Kedalaman tanah (cm) > < 50 5 Gambut Ketebalan (cm) < > 200 Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan < 140 < > 400 Kematangan Saprik Saprik, hemik Hemik, fibrik Fibirik 6 Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) > 16 < 16 Kejenuhan basa (%) > 20 < 20 ph H2O < 4.2 > 7.0 C-Organik > 0.8 < Toksisitas (xc) Salinitas < > 4 8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) ahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > < ahaya erosi (eh) Lereng (%) < > 30 ahaya erosi Sangat rendah Rendah - sedang berat Sangat berat 11 ahaya banjir (fh) Genangan F0 F1 F2 F3 12 Penyiapan lahan (lp) atuan dipermukaan (%) < > 40 Singkapan batuan (%) < > 25

13 73 Kelas S3, sesuai marginal : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Tanpa bantuan tersebut petani tidak mampu mengatasinya. Kelas N, tidak sesuai : Lahan yang tidak sesuai (N) karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Menurut kerangka FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu: Kesesuaian lahan kualitatif dan Kesesuaian lahan kuantitatif. Masing-masing Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun potensial, atau Kesesuaian lahan aktual dan Kesesuaian lahan potensial. Kriteria kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman dan lahan pertanian dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 Tabel 4. Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Kawasan Pemukiman Penduduk No Parameter S1 S2 S3 N 1 Kemiringan (%) >16 2 Ketersediaan air tawar (tr/det) > <10 3 Landuse A C D 4 arak dari Pantai (m) > <50 5 Drainase Tidak tergenang Tidak tergenang Tidak tergenang Tidak tergenang 6 arak dari jalan yang > 1000 >1000 berhubungan dengan sarana dan prasarana penting (m) Keterangan : A. Pengembangan industri, pengembangan perkotaan, sawah. Kebun campuran,sawah, semak belukar, alang-alang C. Cadangan pengembangan, hutan produksi, rawa air asin, rawa air tawar D. Hutan lindung, hutan suaka alam Analisis Daya Tampung Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan

14 74 anggapan luas lahan yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh tertutup (30%) untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya). Kemudian dengan asumsi 1 KK yang terdiri dari 5 orang memerlukan lahan seluas 100 m 2. berdasarkan arahan rasio tutupan lahan ini sebagai berikut : Maka dapat diperoleh daya tampung 50% {n % x luas lahan (m2)} Daya tampung (n) = x 5 (jiwa) Analisis nterregional nput Output (RO) Untuk melihat kinerja perekonomian suatu wilayah atau suatu provinsi biasanya digunakan indikator-indikator makroekonomi, seperti peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan. Dalam konteks analisis input-output regional Nazara (1997), menampilkan struktur ekonomi daerah. Di dalam Model nput-output nterregional (RO), Struktur ekonomi dan keterkaitan ekonomi antar region adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Apa yang terjadi di suatu region besar kemungkinannya berpengaruh kepada region lain, dalam suatu lingkup perekonomian yang lebih besar intensitas interaksinya. Selanjutnya RO, menjelaskan bahwa sektor-sektor usaha di region tersebut diminta untuk mengidentifikasikan bukan saja struktur input antara yang digunakan dan juga mensyaratkan mana input yang berasal dari regionnya sendiri, dan mana input yang berasal dari region lainnya. Tabel RO abodetabek yang tersedia, dihitung pada tahun 2002, oleh karena itu untuk mendapat Tabel RO tahun 2009 yaitu dengan memperbaharui tabel RO yang ada dengan menggunakan metode RAS. erdasarkan struktur dasar tabel RO (Tabel 2) dan dengan menggunakan persamaan dasar yang telah dibahas dalam tahapan analisis O maka kita dapat mengembangkan analisis multiplier untuk Tabel RO. Kelebihan dari analisis RO adalah kemampuan untuk mendekomposisi dampak pembangunan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah terhadap performa kinerja ekonomi di wilayah bersangkutan (lokal) dan wilayah lainnya (interregional).

15 Tabel 5. Struktur Dasar Tabel nter Regional nput-output (RO) dalam Penelitian. nput nternal Wilayah nput Antara Nilai Tambah Wilayah Wilayah Wilayah nput Eksternal Wilayah M M.1 Total nput Wilayah (DK akarta) Permintaan Antara Wilayah (odetabek) Permintaan nternal Wilayah Wilayah (Sisa ndonesia) n n n 1 X X 11 X X 11 X X 11 2 X X 21 X X 21 X X 21 : : X n1.... X nn X n X nn X n X nn n 1 X X 11 X X 11 X X 11 2 X X 21 X X 21 X X 21 : : X n1.... X nn X n X nn X n X nn n X X 11 X X 11 X X 11 X X 21 X X 21 X X : : X n1 n.... X nn X n X nn X n X nn W W W.n W.1... W.n W.1... W.n T T T.n T.1... T.n T.1... T.n S S S.n S.1... S.n S.1... S.n.... M.n M M.n M.1 M.n X X.n X X.n X.1 X.n Permintaan Akhir Wilayah Wilayah Wilayah Permintaan Eksternal Wilayah C G C G C G E C 1 C 2 G 1 G C 1 C 2 G 1 G C 1 C 2 G 1 G C n C 1 C 2 G n G 1 G 2 n 1 2 C n C 1 C 2 G n G 1 G 2 n 1 2 C n C 1 C 2 G n G 1 G C n C 1 C 2 G n G 1 G 2 n 1 2 C n C 1 C 2 G n G 1 G 2 n 1 2 C n C 1 C 2 G n G 1 G C n C W C T C S C M C X G n G W G T G S G M G X n W T S M X C n C W C T C S C M C X G n G W G T G S G M G X n W T S M X C n C W C T C S C M C X G n G W G T G S G M G X Total Output 1 E 1. X 1. 2 n 1 2 n 1 2 n W T E 2. E E n. E 1. E 2. X n. X 1. E E n. E 1. E 2. X n. X 1. E E n. E w E T X n. W T S E S S X E M X

16 76 Keterangan : i, j : Sektor ekonomi, i = 1, 2,..., n; j = 1, 2,... n 1. Sektor pertanian 2. Sektor pertambangan dan penggalian 3. Sektor industri dan pengolahan 4. Sektor industri, gas dan air bersih 5. Sektor bangunan 6. Sektor perdagangan, hotel dan restoran 7. Sektor pengangkutan dan komunikasi 8. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. asa-jasa X ij : banyaknya output sektor i di wilayah (DK akarta) yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah (DK akarta) X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X ij : banyaknya output sektor i di wilayah yang digunakan sebagai input sektor j di wilayah X i : total output sektor i di wilayah X i : total output sektor i di wilayah X i : total output sektor i di wilayah Ei : output sektor i dari wilayah yang diekspor/dijual ke luar wilayah eksternal Ei : output sektor i dari wilayah yang diekspor/dijual ke luar wilayah eksternal Ei : output sektor i dari wilayah yang diekspor/dijual ke luar wilayah eksternal Y i : total permintaan akhir terhadap output sektor i di wilayah : total permintaan akhir terhadap output sektor i di wilayah Y i Y i W j W j : total permintaan akhir terhadap output sektor i di wilayah : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j di wilayah : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j di wilayah

17 77 W j : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j di wilayah T j : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j T j : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j T j : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j S j : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha di wilayah S j : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha di wilayah S j : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha di wilayah M j : impor sektor j di wilayah, komponen input produksi sektor j di wilayah yang diperoleh/dibeli dari luar wilayah M j : impor sektor j di wilayah, komponen input produksi sektor j di wilayah yang diperoleh/dibeli dari luar wilayah M j : impor sektor j di wilayah, komponen input produksi sektor j di wilayah yang diperoleh/dibeli dari luar wilayah Parameter yang paling utama adalah koefisien teknologi yang secara matematis dalam analisis RO. Secara teknis terdapat beberapa persamaan yang dikembangkan dalam analisis RO guna memperoleh kaitan langsung ke depan dan ke belakang (direct bacward and forward linkages) dan berbagai multiplier atau interregional spilover effect yaitu : (1) Kaitan langsung ke belakang (Direct backward linkages) dihitung berdasarkan kaitan langsung ke belakang di dalam wilayah (intraregional) dan antar wilayah (interregional) sehingga diperoleh : persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap input dari wilayah (DK akarta) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (odetabek) terhadap input dari wilayah (DK akarta) persamaan ini menunjukkan keterkaitan

18 78 langsung ke belakang sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap input dari wilayah (DK akarta) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (odetabek) terhadap input dari wilayah (odetabek) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap input dari wilayah (odetabek) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap input dari wilayah (odetabek) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap input dari wilayah (Sisa ndonesia) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap input dari wilayah (Sisa ndonesia) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke belakang sektor j di wilayah (odetabek) terhadap input dari wilayah (Sisa ndonesia) (2) Keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) dihitung erdasarkan kaitan langsung ke depan di dalam wilayah (intraregional) dan antar wilayah(interregional) sehingga diperoleh : persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap output di wilayah (DK akarta)

19 79 persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (odetabek) terhadap output di wilayah (DK akarta) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap output di wilayah (DK akarta) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (odetabek) terhadap output di wilayah (odetabek) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap output di wilayah (odetabek) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap output di wilayah (odetabek) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap output di wilayah (Sisa ndonesia) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap output di wilayah (Sisa ndonesia) persamaan ini menunjukkan keterkaitan langsung ke depan input sektor i di wilayah (odetabek) terhadap output di wilayah (Sisa ndonesia) (3) Kaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (direct and indirect backward llinkage)

20 80 persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (DK akarta), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (DK akarta) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (odetabek), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (DK akarta) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (DK akarta) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (odetabek), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (odetabek) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (DK akarta), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (odetabek) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia),

21 81 pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (odetabek) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (Sisa ndonesia) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (DK akarta), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (Sisa ndonesia) persamaan di atas menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor j di wilayah (odetabek), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (Sisa ndonesia) (4) Kaitan langsung dan tidak langsung ke depan (direct and indirect fordward linkage) persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (DK akarta), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (DK akarta). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (odetabek), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (DK akarta). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu

22 82 unit output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (DK akarta). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (odetabek), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (odetabek). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (DK akarta), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (odetabek). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (odetabek). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (Sisa ndonesia). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (DK akarta), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (Sisa ndonesia). persamaan ini menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir terhadap satu unit output sektor i di wilayah (odetabek), pada peningkatan output seluruh sektor perekonomian di wilayah (Sisa ndonesia). (5) Multiplier: Seperti halnya pada analisis O, dalam analisis RO juga dikenal dua tipe multiplier, yakni: Multiplier Tipe dan Multiplier Tipe. Multiplier

23 83 Tipe dihitung berdasarkan inverse matriks Leontief, (-A) -1, dimana sektor rumah tangga diperlakukan secara exogenous. ila sektor rumah tangga dimasukkan dalam matriks saling ketergantungan, dengan menambah satu baris berupa pendapatan rumah tangga dan satu kolom berupa pengeluaran rumah tangga, yang berarti sektor rumah tangga diperlakukan secara endogenous dalam sistem, maka multiplier yang diperoleh adalah multiplier tipe. Dalam multiplier tipe, bukan hanya dampak langsung dan tidak langsung yang dihitung tetapi termasuk pula dampak induksi, yakni dampak dari perubahan pola konsumsi rumah tangga akibat peningkatan pendapatan terhadap kinerja sistem perekonomian wilayah. (a) Output Multiplier, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah (intra regional) dan dampak terhadap wilayah lain (interegional). yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (DK akarta). Angka yang diperoleh sama dengan angka keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang seperti yang telah diuraikan di atas. Persamaanya adalah sebagai berikut : yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (DK akarta). Persamaanya adalah sebagai berikut yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (DK akarta). Persamaanya adalah sebagai berikut yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output

24 84 sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (odetabek). Persamaanya adalah sebagai berikut yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (odetabek). Persamaanya adalah sebagai berikut yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (odetabek). Persamaanya adalah sebagai berikut yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaanya adalah sebagai berikut yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaanya adalah sebagai berikut yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaanya adalah sebagai berikut (b) ncome Multiplier, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah (intra regional) dan dampak terhadap wilayah lain (interegional). j

25 85 wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta). wilayah (odetabek) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut:

26 86 dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia)

27 87 wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) wilayah (odetabek) terhadap peningkatan total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio pendapatan rumahtangga dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) (c) Total Value-Added Multiplier atau multiplier PDR, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah (intra regional) dan dampak terhadap wilayah lain (interegional)., yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (DK akarta).persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta)

28 88, yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut:

29 89 dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia)

30 90, yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan PDR secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: dimana : : rasio PDR dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) (d) Employment Multiplier, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah (intra regional) dan dampak terhadap wilayah lain (interegional). j wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta) wilayah (odetabek) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja

31 91 secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). sebagai berikut: Persamaannya adalah Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta) wilayah (odetabek) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (odetabek). sebagai berikut: Persamaannya adalah Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) (odetabek) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (odetabek). sebagai berikut: Persamaannya adalah

32 92 Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) wilayah (odetabek) terhadap peningkatan serapan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio serapan tenaga kerja dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia)

33 93 (e) Multiplier Penggunaan Lahan, dihitung berdasarkan dampak di dalam wilayah (intra regional) dan dampak terhadap wilayah lain (interegional). j wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (DK akarta). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (DK akarta), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j

34 94 di wilayah (odetabek) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek), yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j di wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (odetabek). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (odetabek). berikut: Persamaannya adalah sebagai Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (odetabek) wilayah (Sisa ndonesia) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut:

35 95 Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) wilayah (DK akarta) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (DK akarta) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) wilayah (odetabek) terhadap peningkatan penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah (Sisa ndonesia). Persamaannya adalah sebagai berikut: Dimana : rasio penggunaan lahan dari sektor i di wilayah (odetabek) terhadap total output sektor i di wilayah (Sisa ndonesia) Rancang angun Model Pengembangan pemodelan spasial dinamik dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji berbagai model yang telah ada. Kajian ini dibagi ke dalam tiga kategori yakni mode) ekonomi, model ekologi, dan model sosial berdasarkan pembangunan berkelanjutan. udiharsono (2008) mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan pada dasarnya mencakup tiga dimensi penting, yakni ekonomi, sosial (budaya), dan lingkungan. Dimensi ekonomi, antara lain berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, serta mengubah pola produksi dan konsumsi ke arah yang seimbang.

36 96 Dimensi sosial bersangkutan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, dan lain-lain. Adapun dimensi lingkungan, diantaranya mengenai upaya pengurangan dan pencegahan terhadap polusi, pengelolaan limbah, serta konservasi/preservasi sumberdaya alam. Dengan demikian, tujuan Pembangunan erkelanjutan terfokus pada ketiga dimensi, keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi (economic growth), keberlanjutan kesejahteraan sosial yang adil dan merata (social progress), serta keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang (ecological balance). Dalam laporan rundtland tujuan tersebut dinyatakan lebih rinci, antara lain: menata kembali pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kualitasnya; memenuhi berbagai kebutuhan pokok warga akan pekerjaan, makanan, energi, air, dan sanitasi; menjaga perkembangan penduduk agar tetap seimbang dengan daya dukung lingkungan untuk berproduksi; melakukan konservasi dan menambah sumberdaya yang tersedia; reorientasi penggunaan teknologi dan manajemen risiko; serta mengintegrasikan kebijakan ekonomi dengan kebijakan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Guna mencapai tujuan dimaksud maka strategi pembangunan harus memenuhi persyaratan, seperti : sistem politik yang menjamin secara efektif partisipasi warga dalam pengambilan keputusan; system ekonomi dan inovasi teknologi yang mampu menghasilkan surplus secara bekesinambungan; sistem sosial yang menyediakan cara pemecahan secara efektif terhadap permasalahan yang timbul karena ketidakharmonisan dalam pelaksanaan pembangunan; dan system internasional dengan pola berkelanjutan dalam pengelolaan keuangan serta perdagangan. Kondisi berkelanjutan sosial yang mampu mendukung secara penuh kualitas kehidupan yang adil dan sejahtera, sehat, serta produktif bagi semua anggota masyarakat pada masa kini dan masa mendatang merupakan kepentingan utama (core business) Pembangunan erkelanjutan. Hal itu diharapkan dapat dicapai dengan cara bertahap (reformasi) dari pemerintahan yang kini ada menuju pemerintahan baru yang lebih baik (Good Governance). Pemerintahan ini melaksanakan Pembangunan erkelanjutan secara konsisten untuk membrantas kemiskinan (poverty eradication) dan memelihara daya dukung lingkungan

37 97 (natural resource carrying capacity), sehingga pola produksi dan konsumsi masyarakat dapat berlangsung secara berkelanjutan (sustainable basis). Pemantauan atas pembangunan bentuk baru ini perlu dilakukan secara ketat untuk mengetahui dan menilai berhasil atau tidaknya pelaksanaannya dan mendorong pencapaian sasaran yang telah ditentukan. Penilaian difokuskan pada keberhasilan ketiga aspek terkait yang tak terpisahkan, yakni aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hubungan keterkaitan dari sistem digambarkan sebagai sebuah diagram dengan komponen-komponen penyusun (entitas) yang dibentuk dari 3 sub-sistem, yaitu: sub-sistem sosial, sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem ekologi yang saling terkait seperti yang disajikan pada Gambar 6. EKONOM EKOLOG S O S A L PENGGUNAAN LAHAN Gambar 6. Hubungan Keterkaitan antara Dimensi Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Pemodelan yang akan dibangun mempertimbangkan ketiga dimensi di atas dalam satu kesatuan, sehingga akan ada suatu trade-off antara satu dimensi dengan dimensi lainnya. Pemodelan ini nantinya dapat digunakan untuk

38 98 menyusun alternatif-alternatif skenario pembangunan yang mendukung terwujudnya proses pembangunan berkelanjutan. Selain mempertimbangkan ketiga dimensi tersebut dalam penyusunan model tersebut juga dikaitkan dengan perubahan-perubahan penatagunaan lahan (land use changes) akibat adanya pembangunan tersebut Model Sistem Dinamik Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 1999). Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengpenelitian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno 1999). Dalam pelaksanaan metode pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja yang sistematis. Prosedur analisis sistem meliputi tahapan tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi (Eriyatno, 1999). Secara diagramatik, tahapan analisis sistem disajikan pada Gambar 7. Penggunaan ruang untuk berbagai sektor di dalam wilayah abodetabek merupakan sistem yang kompleks dan dinamis. Pembatasan permasalahan dengan menggunakan asumsi-asumsi ilmiah akan dilakukan dalam rangka menyederhanakan sistem perencanaan tata ruang yang kompleks dalam suatu bentuk model. Pembatasan permasalahan akan mulai dilakukan sejak penyusunan skenario penggunaan ruang. Model optimasi akan disimulasi dengan bahasa pemrograman powersim.

39 99 Gambar 7. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno 1999) Program powersim merupakan perangkat lunak untuk pemodelan berbasis flow chart. Powersim termasuk bahasa pemrograman interpreter yang baik untuk menyusun model maupun berinteraksi dengan model. Alat penyusun model yang tersedia dalam powersim adalah: (1) Stocks, yang merupakan hasil suatu akumulasi; fungsinya untuk menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke dalamnya;

40 100 (2) Flows, berfungsi seperti aliran, yaitu menambah dan mengurangi stock; arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut, aliran bisa satu arah maupun dua arah; (3) Converters, berfungsi luas; dapat digunakan untuk menyimpan konstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis (tabulasi x dan y); secara umum fungsinya adalah untuk mengubah suatu input menjadi output; dan (4) Connectors, berfungsi menghubungkan elemen-elemen dari suatu model. Dengan alat penyusun model seperti di atas, program posersim akan mampu menjalankan model dinamis dalam optimasi penataan ruang wilayah abodetabek yang telah diskenariokan; dengan input, nilai parameter, keterkaitan parameter antar aspek, dan output yang telah ditetapkan. Struktur umpan balik dalam model sistem perencanaan tata ruang wilayah abodetabek disusun oleh tiga subsistem yang saling berinteraksi, yaitu subsistem sosial, subsistem ekonomi, dan subsistem lahan atau biofisik. Model perencanaan untuk optimasi tata ruang wilayah abodetabek akan merupakan kombinasi antara subsistem sosial dengan kegiatan ekonomi, subsistem kegiatan ekonomi dan subsistem lahan, dan subsistem sosial dan subsistem lahan. Subsistem sosial. Dalam subsistem sosial, jumlah penduduk diperlakukan sebagai level. umlah penduduk ditentukan oleh pertambahan dan pengurangan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh laju pertambahan penduduk secara alamiah yaitu kelahiran maupun laju pertambahan penduduk karena migrasi ke dalam wilayah. Pengurangan jumlah penduduk dipengaruhi oleh laju pengurangan penduduk baik secara alamiah yaitu kematian maupun migrasi ke luar wilayah. umlah penduduk di wilayah terkait dengan jumlah tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi (subsistem ekonomi). Selain itu, jumlah penduduk juga terkait dengan kebutuhan ruang fasilitas sosial dan fasilitas umum (subsistem lahan). Subsistem ekonomi. Subsistem ekonomi merupakan subsistem yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi yang diusahakan penduduk di suatu wilayah abodetabek. Subsistem ekonomi berkaitan dengan luas lahan produktif yang sesuai digunakan untuk kegiatan usaha dalam melakukan proses produksi.

41 101 Hubungan subsistem ekonomi dengan subsistem penduduk adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia untuk menggarap kegiatan usaha yang kemudian berkaitan dengan pendapatan. Subsistem lahan. Lahan merupakan supply side dalam sistem perencanaan tata ruang wilayah. Lahan yang tersedia merupakan suatu wadah untuk menampung kegiatan penduduk dalam menjalankan kehidupan. Kebutuhan penduduk akan lahan tergantung pada jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi yang diusahakan, terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana serta lahan untutk kegiatan usaha. Lahan di wilayah abodetabek digunakan untuk permukiman, pengembangan sarana dan prasarana wilayah, pengembangan kegiatan pertanian, dan lahan terbangun. Lahan yang digunakan untuk berbagai kegiatan tersebut adalah lahan yang sesuai berdasarkan kesesuaian lahan yang ada atau daya dukung lahan Validasi dan Verifikasi Model Validasi Model Uji validasi yang akan dilakukan adalah uji validasi struktur dan kinerja model. Uji validasi struktur model dilakukan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana struktur model yang telah dibangun dapat menjelaskan struktur sistem nyata yang berlaku. Untuk itu model harus diuji kestabilan strukturnya. Kestabilan struktur adalah kekuatan (robustness) struktur dalam dimensi waktu. Uji validitas kinerja model dilakukan untuk mengetahui apakah model yang dilambangkan dapat diterima sebagai model verifikasi. Verifikasi Model Setelah dilakukan validasi model dan dinyatakan valid dan stabil. Selanjutnya dilakukan verifikasi melalui simulasi. Simulasi adalah aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku suatu sistem melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti pada sistem yang sebenarnya. (Eriyanto, 1999).

42 Skenario dan Analisis Tata Ruang Analisis optimasi akan dilakukan dengan membandingkan nilai manfaat dari beberapa skenario penggunaan ruang dalam suatu unit kawasan di wilayah abodetabek. Skenario penggunaan ruang dengan manfaat tertinggi yang dinilai dari produktivitas wilayah dan pendapatan masyarakat adalah merupakan skenario yang optimum. Perubahan pola penggunaan lahan berhubungan dengan adanya keinginan untuk meningkatkan output terutama sektor non pertanian. Untuk ini di perlukan informasi dasar yang dapat digunakan didalam penyusunan strategi dan kebijakan yang terkait dengan keinginan tersebut. nformasi dasar yangdi perlukan tersebut di peroleh dengan mengembangkan beberpa scenario perkembangan Kawasan abodetabek melalui eksperimen simulasi menggunakan model system dynamics yang telah dikembangkan. Adapun skenario-skenario tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Skenario 1 (Pesimis) Skenario ini, disebut pula sebagai skenario dasar, menggambarkan dinamika perkembangan Kawasan abodetabek seandainya kondisi-kondisi awal pada kurun waktu terus berlanjut sampai tahun ) Skenario 2. (Moderat) Skenario ini adalah Skenario 1 dimana pembatasan pertambahan lahan bangunan DK akarta sehingga lahan pertanian (ruang tata hijau) tetap 10 % dari total luas DK akarta dan penduduk DK akarta tidak melebihi daya tampung. Penduduk yang berpindah ke odetabek tidak sampai melebihi daya dukungnya.. 3) Skenario 3 (Optimis) Skenario 3 adalah skenario 2 yang diperkuat dengan peningkatan laju pertumbuhan investasi sektor non pertanian DK akarta. Pada model dasar, nilai rata-rata pertumbuhan laju investasi sektor non pertanian adalah sebesar 10% (diperoleh berdasarkan data histories statistik) dan pada simulasi dengan skenario ke-3 ini, laju pertumbuhan investasi diasumsikan meningkat hingga 15% per tahun.

43 Analisis pemilihan skenario Alat yang digunakan dalam memilih skenario adalah analisis pembuatan keputusan multikriteria {multicriteria decision making, MCDM), berupa performance index based decision making (pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja). ndeks kinerja merupakan berbagai kriteria dari suatu sistem, yang diolah dengan berbagai teknik atau metode perhitungan, sehingga menghasilkan nilai-nilai numerik sebagai indeks. ndeks tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar bagi pengambilan suatu keputusan. Metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja, adalah composite performance index (CP), karena dapat menggunakan berbagai kriteria yang tidak seragam (Marimin, 2004). CP merupakan indeks gabungan (composite index) dari berbagai kriteria, yang didapat dari pemodelan. Hasil perbandingan kriteria yang ditransformasi dapat digunakan untuk menentukan penilaian atas peringkat dari berbagai alternatif. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: A ij = X ij (min) X ij(min) A (i+1j) = X (i + 1j) X ij(min) ij = A ij P ij i = ij Keterangan : A ij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j X ij (min) = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A (i + lj) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke-j X (i + lj) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke-j P ij = bobot kepentingan kriteria ke-j ij = indeks altenatif ke-i i = indeks gabungan kriteria pada altenatif ke-i Untuk pengambilan keputusan ranking nilai alternatif, dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai alternatif dan standar deviasinya. Skenario dengan ranking nilai alternatif tertinggi () merupakan skenario yang akan dipilih. Penentuan ranking nilai alternatif adalah sebagai berikut:

44 104 1) Ranking adalah: ika nilai alternatif > dari rata-rata nilai" alternatif + standar deviasi; 2) Ranking adalah: ika rata-rata nilai alternative < nilai alternatif < dari rata-rata nilai alternatif + standar deviasi; 3) Ranking adalah: ika nilai alternatif < dari rata-rata nilai alternatif Alokasi Untuk Perubahan Penggunaan Lahan Pemodelan spasial untuk manganalisis perubahan penggunaan lahan di wilayah abodetabek menggunakan program GS (Geografic nformation Sistem) version 3.3, tahap analisis penggunaan lahan pada Gambar 8. Gambar 8. agan Alir Alokasi Penggunaan Lahan Pemodelan spasial ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran hasil penelitian agar mudah dipahami. Alokasi penggunaan lahan dibangun dengan menggabungkan dari parameter-parameter hasil analisis optimasi, dan analisis spasial, (Gambar 9).

45 N m Administrativeoundaries Urban Water/Ponds Agriculture Paddy Forest 105 nput awal bagi pemodelan adalah pola penggunaan lahan saat ini (existing land use) yang merupakan hasil interaksi penggunaan lahan oleh faktor biofisik, ekonomi, sosial dan kebijakan pemerintah. Alokasi penggunaan lahan dibangun dengan menghibridkan antara nilai atribut dari model dinamik dan sistem informasi geografis (spasial) digunakan untuk prediksi penataan dan pemanfaatan lahan di masa mendatang dengan memperhatikan kecenderungan perubahan aktivitas sosial, ekonomi, biofisik, kebijakan, dan peruntukan konservasi sehingga dihasilkan pemanfaatan ruang yang optimum dan berkelanjutan. LANDUSECLASSES Tangerang Northakarta Westakarta Central Tangerang akarta Municipal Eastakarta ekasi Southakarta ekasi Municipal ogor Municipal ogor Gambar 9: Gabungan Sistem Dinamik dan Analisis Non Spasial dengan Analisis Spasial

KONSEP EVALUASI LAHAN

KONSEP EVALUASI LAHAN EVALUASI LAHAN KONSEP EVALUASI LAHAN Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Kepala BB. Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Topik bahasan : KONSEP DASAR EVALUASI LAHAN SYARAT TUMBUH CABAI & BAWANG

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa kesesuaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika dan Brazil. Di Brazil, tanaman ini tumbuh secara liar di tepi sungai. Klasifikasi dan pengenalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Lahan Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2015) 001-004 http://www... Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal Endang

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS 2018 TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS Sudarto, Aditya Nugraha Putra & Yosi Andika Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL) 9/4/2018 TUGAS SURVEI TANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI TOPIC KESESUIAN OF MANUSCRIPT LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2. No.2 (2015) 17-21 http:www... KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI Puspita Handayani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 020-024 http://www.perpustakaan.politanipyk.ac.id Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh Moratuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lahan dapat disebutkan sebagai berikut : manusia baik yang sudah ataupun belum dikelola.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lahan dapat disebutkan sebagai berikut : manusia baik yang sudah ataupun belum dikelola. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan 1. Pengertian Pengertian lahan meliputi seluruh kondisi lingkungan, dan tanah merupakan salah satu bagiannya. Menurut Ritohardoyo, Su (2013) makna lahan dapat disebutkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PERKENALAN SARASWANTI GROUP HEAD OFFICE: AMG Tower Lt.19-21 Jl. Dukuh Menanggal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia Lampiran 2. Struktur organisasi Kebun Helvetia STRUKTUR ORGANISASI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA MANAGER Kadis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. proyek-proyek pengembangan wilayah. Survei dan pemetaan tanah merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. proyek-proyek pengembangan wilayah. Survei dan pemetaan tanah merupakan 15 TINJAUAN PUSTAKA A. Survei Tanah Hakim, dkk, (1986)mengemukakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Persyaratan Penggunaan/Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur ratarata ( 0 C) 1618 14 16 Ketersediaan Air (wa)

Lebih terperinci

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani KESESUAIAN LAHAN Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani Ahmad Tohir 1, Hasnah Wita 1 1 Mahasiswi semester 3 Prodi. Tata Air Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi Kemampuan Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan M10 KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN Widianto, 2010 Klasifikasi Kemampuan Lahan TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Mampu menjelaskan arti kemampuan lahan dan klasifikasi kemampuan lahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability LOGO Contents Potensi Guna Lahan AY 12 1 2 Land Capability Land Suitability Land Capability Klasifikasi Potensi Lahan untuk penggunaan lahan kawasan budidaya ataupun lindung dengan mempertimbangkan faktor-faktor

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember sampai bulan April di lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi terdiri

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Fitriawati Sandri* Mahasiswi semester 6 Prodi. Manajemen Produksi Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan,

Lebih terperinci

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No. 2 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kopi, Sawit, Jagung, Kayu Manis, Kelapa, Tembakau, Kedelai, Kakao

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari hingga Mei 2017 di Kecamatan Playen yang terletak di Kabupaten Gunungkidul serta Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Adeha Suryani1

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat fisik, kimia,

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA, r,. t ' -! '. 2.1. Evaluasi Kesesuaian Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang darat (land scape) yang mencakup lingkungan fisik seperti iklim, topografi, vegetasi alami yang semuanya

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah KUALITAS LAHAN SUNARTO ISMUNANDAR Umum Perlu pertimbangan dalam keputusan penggunaan lahan terbaik Perlunya tahu kemampuan dan kesesuaian untuk penggunaan ttt Perlu tahu potensi dan kendala EL : pendugaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Lahan Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu adanya persamaan dalam hal geologi, geomorfologi,

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan Oleh : Idung Risdiyanto 1. Konsep dan Batasan Evaluasi Lahan dan Zonasi Pertanian 1.1. Pengertian Dasar (dikutip dari Evakuasi Lahan Puslitanak) Dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Singkong 1. Karakteristik Tanaman Singkong Singkong atau cassava (Manihot esculenta) pertama kali dikenal di Amerika Selatan yang dikembangkan di Brasil dan Paraguay pada

Lebih terperinci

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna *

Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna * Kesesuaian LahanTanaman Kelapa Sawit Di lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Lailatul Husna * Mahasiswi semester 6 Prodi. Manajemen Produksi Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA The Evaluation of Land Suitability Onion (Allium ascalonicum L.) in Muara Subdistrict

Lebih terperinci

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO ANALISA POTENSI LAHAN UNTUK KOMODITAS TANAMAN KEDELAI DI KABUPATEN SITUBONDO Kustamar Dosen Teknik Sipil (Teknik Sumber Daya Air) FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN FOTO UDARA Oleh : Hendro Murtianto

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN FOTO UDARA Oleh : Hendro Murtianto EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN FOTO UDARA Oleh : Hendro Murtianto A. Pendahuluan Evaluasi kemampuan lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR 996. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.4, September 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL DI DESA SIHIONG KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR Carlos Samuel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian terletak di Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Secara geografis Kecamatan Membalong terletak di

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2017 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian a b Petunjuk Teknis Pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, 12 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Maret 2017. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia, karena sekitar 70% penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No 338. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No. 2337-6597 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN SAWAH BERIRIGASI DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA Frans Ferdinan 1*, Jamilah

Lebih terperinci

Evaluasi lahan. Pengertian lahan

Evaluasi lahan. Pengertian lahan Evaluasi lahan Komponen evaluasi lahan Evaluasi lahan Lahan Penggunaan lahan Pengertian lahan Bagian dari bentang alam/hamparan permukaan bumi (landscape) yang mencakup komponen iklim, tanah, topografi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah 40 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah Data iklim yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data keadaan wilayah penelitian. Kecamatan Imogiri memiliki satu tipe iklim di

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS LAHAN

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS LAHAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS LAHAN KAWASAN JABODETABEKJUR Tim Studi Jabodetabek Pendahuluan Konsep dan Metode Analisis Status DDL-Lahan Jabodetabekjur Aplikasi DDL terhadap PL dan RTR Pendahuluan Lahan

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan 2.2 Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan 2.2 Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Menurut Hardjowigeno (1986), lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 - Agustus 2006 di wilayah daerah aliran sungai (DAS) Dodokan (34.814 ha) dengan plot pengambilan sampel difokuskan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai Maret 2017 di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Padi Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Lahan Sitorus (1985) menjelaskan ada empat kelompok kualitas lahan utama : (a) Kualitas lahan ekologis yang berhubungan dengan kebutuhan tumbuhan seperti ketersediaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan ekologi. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan ekologi

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L var Kartika Ateng ) Di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara The Evaluation of Land Suitability coffea arabica (Coffea arabica

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU Ni Wayan Suryawardhani a, Atiek Iriany b, Aniek Iriany c, Agus Dwi Sulistyono d a. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Brawijaya

Lebih terperinci

Evaluation Of Land Suitability For Rainfed Paddy Fields (Oryza sativa L.) In Muara Sub District North Tapanuli Regency

Evaluation Of Land Suitability For Rainfed Paddy Fields (Oryza sativa L.) In Muara Sub District North Tapanuli Regency EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PADI SAWAH TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA Evaluation Of Land Suitability For Rainfed Paddy Fields (Oryza sativa L.) In Muara Sub

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei-Agustus 2015 di 5 unit lahan pertanaman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pisang. Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pisang. Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang 6 TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pisang Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang menjadi syarat tumbuh tanaman pisang untuk dapat berproduksi dengan optimal, yaitu : 1. Iklim a. Iklim

Lebih terperinci

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM

8/19/2015 SENAWI SNHB-FKT-UGM 1 PRINSIP ESL-KESESUAIAN LAHAN 1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan macam/jenis penggunaan lahan tertentu. 2. Evaluasi lahan membutuhkan pembandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan masukan

Lebih terperinci