Dari-Dimensi-Kesehatan-Hingga-Hubungan-Internasional- 1http://

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dari-Dimensi-Kesehatan-Hingga-Hubungan-Internasional- 1http://www.rmol.co/read/2015/09/10/216711/Dampak-Bencana-Kabut-Asap:-"

Transkripsi

1 LAPORAN TEMATIK TENTANG BISNIS DAN HAM Kabut Asap dan Urgensi Adopsi United Nations Guiding Principles (UNGP) dalam Hukum Indonesia SETARA Institute, Jakarta 1 November 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF I. Latar Belakang Ekonomi politik Indonesia oleh banyak kalangan yang bekerja di isu lingkungan, agraria, pertambangan, perkebunan, hak asasi manusia, dll., diyakini banyak tidak berpihak pada rakyat dan tidak berpijak pada Konstitusi RI. Ketidakpatuhan pada Konstitusi RI dalam penyelenggaraan ekonomi Indonesia, selain berpotensi menimbulkan ketegangan sosial juga merupakan pelanggaran prinsip penyelenggaraan ekonomi yang diatur dalam Pasal 33 UUD Negara RI Pembubaran BP Migas (2012), sebagai konsekuensi dari pembatalan sejumlah pasal dalam UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, adalah salah satu contoh, bahwa politik ekonomi Indonesia masih belum sepenuhnya patuh pada prinsip-prinsip penyelenggaraan ekonomi konstitusional. Dalam konstruksi politik ekonomi yang demikian, setiap paket kebijakan ekonomi berpotensi mengundang persoalan hukum, pelanggaran hak-hak warga negara, dan ketidakpastian dunia usaha. Situasi ini akan diperburuk dengan kebijakan ekonomi Indonesia dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang tidak mengintegrasikan perspektif hak asasi manusia dan pemenuhan hak ekonomi sosial budaya bagi rakyat. MP3EI adalah jalan lapang bagi perluasan industri-industri pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak. Atas nama percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, berbagai regulasi yang tidak pro-investasi akan diubah. Sementara regulasi yang menghambat investasi akan dipangkas. Dalam konteks kebijakan ini pula, maka tragedi Mesuji Lampung (2011), kerusuhan Bima, NTB (2011), akan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di 6 koridor ekonomi yang masuk dalam peta MP3EI. MP3EI adalah upaya khusus pemerintah meningkatkan pendapatan negara. Saat ini Indonesia berada di urutan ke-17 dalam ekonomi dunia, targetnya pada 2025 jadi urutan ke-6. Ironisnya, upaya ini akan ditempuh dengan mengandalkan pada sektor eksploitasi kekayaan alam: timah, nikel, bauksit, batubara, kakao, sawit, gas alam, panas bumi, serta kelautan dan perikanan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa upaya ini bukan sekadar bisnis pada umumnya. Oleh karena itu, MP3EI juga memasukkan pembangunan infrastruktur sebagai penopang percepatan dan perluasan pembangunan ini. Bahkan, MP3EI mengundang investor-investor asing untuk turut serta dalam percepatan ini. Tanpa tata kelola yang konstitusional dan respect pada hak-hak asasi manusia, obesesi 1

2 pembangunan yang terdapat dalam MP3EI hanya akan menjadi ancaman serius bagi warga negara. Prinsip hak asasi manusia harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam paket kebiajakan MP3EI. Penegasan perlunya integrasi HAM dalam dunia bisnis adalah sejalan dengan gagasan pemenuhan tanggung jawab moral dan sosial perusahaan dalam memajukan HAM. perkembangan diskurus HAM telah menempatkan dunia usaha secara strategis dalam sebuah komitmen global pada wadah United Nations Global Compact (GC). GC adalah program yang disponsori Sekjen PBB Kofi Annan dan diluncurkan pada 26 Juli GC bertujuan menyusun perilaku yang standar bagi korporasi global. Fokusnya adalah agar korporasi global memperbaiki praktik bisnis dengan memperhatikan HAM, standar perburuhan, lingkungan hidup, dan anti korupsi di dalam dan di luar perusahaan. Setelah Global Compact diluncurkan, sejak 2011, PBB telah mengeluarkan Prinsip Panduan atas Bisnis dan HAM: Pelaksanaan Kerangka Kerja PBB untuk Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan, sebagai upaya pewajiban elemen non negara menjadi bagian untuk mengambil peran dan tanggung jawab dalam pemajuan HAM. Dalam konstruksi hukum hak asasi manusia, negara berkewajiban mendorong dunia bisnis menghormati HAM, tetapi melalui tangan negara, seluruh kebijakan ekonomi negara ditujukan semata-mata untuk memenuhi hak-hak asasi manusia. II. Tentang Laporan Laporan tentang Kabut Asap dan Urgensi Adopsi United Nations Guiding Principles (UNGP) merupakan laporan tematik SETARA Institute yang diproduksi oleh Kelompok Peneliti SETARA Institute yang membidangi isu Bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM). Pilihan tema tentang kabut asap ditujukan untuk menjawab kebutuhan aktual tentang langkah komprehensif dan berkelanjutan bagaimana pemerintah dan sektor bisnis mendesain suatu regulasi dan tata laksana yang akuntabel dalam mengelola dan mengembangkan usaha, khususnya pada sektor perkebunan dan kehutanan. III. Penyebab Kabut Asap Kabut asap yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia, bukanlah peristiwa pertama yang terjadi di kawasan hutan dan lahan gambut. Lebih kurang sudah 18 tahun peristiwa kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan terjadi. Pada 2015 peristiwa ini mengundang perhatian meluas karena eskalasi kebakaran dan volume asap yang melampaui batas kewajaran. 1 Dari berbagai sumber, diidentifikasi beberapa penyebab kebakaran, (a) suhu yang terlalu panas sebagai dampak pemanasan global, (b) adanya pembakaran oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab, (c) lahan gambut yang disulap jadi area perkebunan, (d) tidak 1http:// Dari-Dimensi-Kesehatan-Hingga-Hubungan-Internasional- 2

3 ada pencegahan signifikan oleh aparat, (e) kelambanan penanganan, khususnya pemadaman api, dan (f) penegakan hukum yang lemah. Pihak lain menyebut bahwa kebakaran merupakan dampak dari ketidakpatuhan pengusahan dan petani dalam memahami regulasi serta rendahnya pengawasan lapangan. Kelompok pegiat lingkungan memastikan bahwa penyebab kebakaran hutan adalah akibat ulah korporasi yang menjadi modus pembakaran sebagai cara efektif membuka lahan baru, membersihkan lahan, termasuk argumen klaim asuransi. Dari sisi regulasi UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menyisakan masalah. Pasal 69 ayat 1 (h) UU a quo menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan secara dibakar. Tapi kontradiksi itu muncul pada pasal yang sama pada ayat 2 yang menyebutkan bahwa larangan pembakaran bergantung pada kearifan lokal, yang oleh penjelasan UU a quo disebutkan bahwa melakukan pembakaran dibolehkan untuk membuka lahan maksimal 2 ha. per Kepala Keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Setidaknya terdapat 4 regulasi yang membolehkan pembakaran bersyarat dalam membuka lahan. Dari semua penyebab itu, yang bisa dipastikan adalah bahwa penyebab kebakaran tidaklah tunggal dan karena itu semua pihak harus mengambil peran dan tanggung jawab. Hingga 27 Oktober 2015, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, luas area kebakaran huan dan lahan (karhutla) yang terjadi tahun 2015 mencapai hektare. Dari jumlah tersebut Menurut data BNPB, karhutla tahun 2015 sebenarnya tidak didominasi lahan gambut. Lahan non-gambut yang terbakar hingga 20 Oktober lalu telah mencapai hektare, dengan titik api per 21 Oktober IV. Tentang Dampak dan Penanganan Kerugian materiil yang dapat diidentifikasi jangka pendek adalah lebih dari Rp20 triliun. Sedangkan pemerintah telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp500 miliar. Dana tersebut terbagi untuk dana penyewaan pesawat dan helikopter, pelaksanaan hujan buatan, pengerahan personel hingga aktivasi posko. Sedangkan jumlah korban jiwa hingga Oktober mencapai 19 orang dan orang terserang penyakit ISPA. Kerugian lain yang tidak teriidentifikasi termasuk kerugian sosial dan immateriil dipastikan lebih luas dari yang sudah diperhitungkan. Menyimak data yang teridentifikasi, laporan ini utamanya tidak ditujukan untuk memberikan masukan teknis penanganan pada saat ini, tetapi lebih utama ditujukan bagaimana dalam jangka panjang peristiwa serupa tidak berulang. Laporan ini meyakini bahwa prinsip-prinsip internasional tentang standar etika 2 3

4 bisnis yang akuntabel sebagaimana dituangkan dalam UN Global Compact dan United Nations Guiding Principles for Business and Human Rights (Ruggie s Principles), jika diadopsi dan sungguh-sungguh ditegakkan dapat menjadi jalan tengah antara kebutuhan korporasi memperluas lahan sebagai penopang industri nasional dan pemenuhan tanggung jawab etis dan tanggung jawab hukum korporasi yang dalam skema Ruggi s Principles memiliki kewajiban menghormati HAM (to respect) dan penyediaan mekanisme pemulihan (acces to remedy). Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah secara seksama dan sungguh-sungguh menangani kebakaran hutan dan lahan. Selain menyediakan alokasi anggaran Rp. 500 miliar, BNPB juga masih memiliki alokasi dana on call sebesar 2,5 triliun. 3 Kinerja lintas kementerian/ lembaga secara umum telah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani bencana asap. Selain TNI/Polri, sejumlah perusahaan juga telah menunjukkan keterlibatannya dalam penanganan asap, khususnya dalam hal pemadaman api di area konsesi masing-masing. Namun, menurut sebagian kalangan, pemerintah justru dinilai terlambat menangani bencana ini, khususnya dalam hal mematikan sumber-sumber api (hot spot) sehingga kebakaran menjadi semakin meluas. Terkait penegakan hukum lingkungan, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah memerankannya, sebagai penegak hukum lingkungan dengan menerbitkan tiga jenis sanksi, setidaknya terhadap 14 perusahaan. 4 Namun demikian, bagi sebagian kalangan, penegakan hukum lingkungan ini pun juga tidak luput dari kritik, khususnya karena tidak dilakukan secara akuntabel. Betapapun sejumlah perusahaan diidentifikasi melakukan pembakaran, tetapi proses penegakan hukum lingkungan tetap harus mengedepankan proses yang fair, terbuka, dan akuntabel, sehingga tidak kontraproduktif dengan upaya Pemerintahan Jokowi-JK yang mengutamakan pembangunan ekonomi. Proses penegakan hukum lingkungan umumnya diprotes oleh sejumlah perusahaan, karena tidak adanya proses obyektivikasi yang fair. VI. UNGC dan UNGP Gagasan bisnis dan HAM merupakan gagasan etis untuk memastikan keberlangsungan usaha, pembangunan, dan dunia yang berkelanjutan. Kehendak manusia dan korporasi yang tanpa batas mendorong berbagai korporasi, utamanya perusahaan-perusahaan dalam kategori Multinational Coorporations (MNCs)/ Transnational Coorporations (TNCs), melakukan ekspansi global untuk merengkuh sebesar-besarnya keuntungan. MNCs/TNCs bahka memiliki kekuasaan dan daya rusak yang melampaui kekuatan negara. Karena posisinya yang sangat sentral, maka gagasan meletakkan dunia usaha sebagai subyek hukum atau subyek standar etik yang mengikat menjadi kebutuhan. Studi yang dilakukan 3 tuk.tangani.kabut.asap 4 4

5 oleh International Work Group for Indigenous Affairs (IWGIA) pada 1997 menunjukkan bagaimana MNCs/TNCs beroperasi dan mengabaikan hak asasi manusia. 5 Peragaan yang sama, bisa disimak dalam berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi akibat beroperasinya korporasi di Indonesia. Subyek hukum hak asasi manusia adalah negara. Karena itu, tanggung jawab pelanggaran HAM yang terjadi akibat beroperasinya sebuah korporasi tetap melekat kepada negara. Namun, kekuasaan dan daya rusak yang sangat besar dari MNCs/TNCs maka muncul dorongan agar subyek hukum HAM diperluas menjangkau juga kepada korporasi. Beberapa diskursus mutakhir tentang subyek hukum HAM internasional yang diperluas inilah yang kemudian berhasil menungkan dua prinsip internasional UN Global Compact (1999) dan UNGC (2011) sebagai pihak yang pantas dianggap sebagai subyek hukum HAM internasional. Akan tetapi, diskursus inipun tidak tuntas, karena secara generik pihak dalam perjanjian HAM internasional tetap meletakkan negara sebagai subyek utama. Atas dasar itu pula, maka daya ikat dari UNGC dan UNGP adalah voluntary atau sukarela. Pada dasarnya, isu bisnis dan hak asasi telah dimulai sejak lama dengan berbagai inisiatif yang dilakukan oleh berbagai pihak dengan mengeluarkan kesepakatankeseapakatan yang diharapkan diakui secara universal yakni : 6 5 K Robert Hitchock Indegenous Peoples, Multinational Corporations and Human Rights. Indigenous Affairs, IWGIA, No.2. dalam Ifdhal Kasim Tanggungjawab Perusahaan terhadap Pemenuhan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (paper dalam Lokakarya Nasional Komnas HAM, tidak diterbitkan). 5

6 1. UNGC (United Nation Global Compact); 2. OECD Guidelines for Multinational Corporations and Principles of Corporate Governance; 3. the World Bank Policy on Indigenous Peoples and Draft Policy on Involuntary Resettlement; 4. Amnesty International s Human Rights Guidelines for Companies; 5. the Global Sullivan Principles; 6. the Australian Non- Government Organisations Principles for the Conduct of Company Operations within the Minerals Industry; and 7. the German NGO network s Principles for the Conduct of Company Operations within the Oil and Gas Industry. Berbagai prakarsa internasional itu kemudian dilanjutkan oleh sebuah badan di bawah PBB pada tahun 1998 dengan mengeluarkan Rancangan Norma tentang Tanggung jawab Perusahaan terkait HAM. Rancangan itu diterbitkan pada 2003 bertajuk Norms on the Responsibilities of Transnational Corporations and Other Business Enterprises with Regard to Human Rights, yang dikenal dengan sebutan the Draft Norms. 7 Perdebatan terjadi antara aktivis HAM yang mendukung draft tersebut dengan kalangan bisnis yang menolaknya. Hingga pada akhirnya PBB batal mengadopsi draft tersebut padahal mereka sendiri mengatakan bahwa draft dimaksud adalah sebuah elemen yang berguna. Setelah perdebatan yang berujung pada terbuangnya the Draft Norms, Koffi Anan selaku Sekjen PBB saat itu menunjuk John Ruggie untuk mempertemukan para stakeholder kembali membahas tentang perkembangan bisnis dan hak asasi manusia dari pendekatan yang berbeda. Pada akhirnya John Ruggie mampu membuat laporan kepada Dewan HAM PBB berupa pedoman prinsip hak asasi yang bernama Guiding Principles on Business and Human Rights, Implementing the United Nations Protect, Respect, and Remedy Framework atau lebih dikenal dengan nama Ruggie s Principles, 8 yang diadopsi menjadi Resolusi Dewan HAM PBB No. 17/4 16 Juni Dalam tataran hukum internasional, resolusi adalah suatu rekomendasi dari suatu masalah yang telah disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang bersangkutan. Istilah resolusi sebagaimana yang digunakan 6 Crish Ballard, Human Rights and the Mining Sector in Indonesia: A Baseline Study, 2001, MMSD, Canberra, hlm IWGIA European Network On Indigenous Peoples, Business And Human Rights; Interpreting The Un Guiding Principles For Indigenous Peoples; Report 16, Hlm Business & Human Rights Initiative (2010), How to Do Business with Respect for Human Rights: A Guidance Tool for Companies, The Hague: Global Compact Network Netherlands. hlm,

7 oleh PBB memiliki arti yang luas, yakni tidak hanya mencakup akan suatu rekomendasi melainkan juga keputusan. 9 Berbeda dengan deklarasi yang keberlakuannya menuntut adanya proses ratifikasi oleh negara, resolusi yang dikeluarkan Dewan HAM PBB ini bersifat morallybinding yang kekuatannya baru mengikat apabila negara yang bersangkutan menyatakan diri mendukung resolusi tersebut dan melakukan aksi nyata berupa adopsi resolusi ke dalam sistem hukum nasional. Melalui Simposium Nasional Mengenai Bisnis dan HAM, Direktorat Jendral Hak Asasi Manusia Kementerian Luar Negeri, menyatakan spirit yang ada dalam Ruggie s Principle sejalan dengan apa yang dikehendaki Indonesia. 10 Indonesia dalam menyikapi Ruggie s Principles menyatakan dukungannya untuk menjadikan prinsip tersebut sebagai acuan bagi perusahaan di Indonesia untuk menghormati HAM. Dalam hukum Indonesia, sebuah hukum internasional yang diakui oleh Indonesia harus diimplementasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan nasional. Setelah proses adopsi itu, barulah norma tersebut dapat berlaku efektif. Begitu juga dengan Ruggie s Principles. Prinsip-prinsip yang dikandung di dalamnya harus diadopsi dalam berbagai peraturan-perundang-undangan di Indonesia barulah bisa berlaku secara efektif. Karena pada dasarnya, Ruggie s Principles tidak membebankan tanggung jawab hukum atas pedoman yang ada di dalamnya, maka butuh langkah nyata dari negara untuk merealisasikannya. Ruggie s Principles mendasari panduan prinsip untuk bisnis dan HAM dengan tiga pilar yakni perlindungan, penghormatan, serta pemulihan hak asasi manusia sebagai berikut : 11 a) Kewajiban negara untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak asasi manusia dan kebebasan dasar. b) Peran perusahaan bisnis sebagai organ khusus dari masyarakat yang melakukan fungsi-fungsi khusus, sehingga harus mengikuti peraturan yang berlaku dan menghormati hak asasi manusia. c) Kebutuhan akan hak dan kewajiban yang sesuai dengan pemulihan yang layak dan efektif ketika dilanggar. Pada dasarnya, keberadaan pedoman ini adalah untuk mengklarifikasi berbagai tindakan negara dan perusahaan tentang apa yang harus dilakukan dalam 9 Marko Divac Oberg, The Legal Effect of Resolution of The UN Security Council and General Assembly in The Jurisprudence of The ICJ, 16 Eur.J.Int l.l hal diakses pada 12 September 2015, pukul Guiding Principles on Business and Human Rights, Implementing the United Nations Protect, Respect, and Remedy Framework. UNHRC, 2011, hlm. 7

8 menjalankan bisnis yang selaras dengan HAM. Pedoman ini juga digunakan untuk mengklasifikasi tindakan atau kondisi apa saja yang merupakan bentuk penghambatan atas penghormatan, perlindungan, serta pemulihan HAM. Sedangkan Global Compact (GC) adalah panduan untuk mewujudkan praktik bisnis yang compliance/ memenuhi empat (4) prinsip: hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, dan antikorupsi, yang diluncurkan oleh PBB pada Empat (4) prinsip di atas kemudian diturunkan ke dalam 10 prinsip operasional yaitu: 12 Prinsip 1 Prinsip 2 Prinsip 3 Prinsip 4 Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7 Prinsip 8 Prinsip 9 Dunia Usaha harus mendukung dan menghormati perlindungan atas hak asasi manusia yang diproklamirkan secara internasional. Dunia Usaha harus memastikan bahwa kegiatan mereka tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Dunia Usaha harus menegakkan kebebasan berserikat dan pengakuan secara efektif atas hak untuk melakukan perundingan bersama. Dunia Usaha harus menegakkan penghapusan kerja paksa atau kerja wajib. Dunia Usaha harus menegakkan penghapusan pekerja anak. Dunia Usaha harus menegakkan penghapusan diskriminasi pekerjaan dan jabatan. Dunia Usaha harus mendukung pendekatan yang bersifat preventif terhadap masalah lingkungan. Dunia Usaha harus melaksanakan upaya untuk mempromosikan tanggungjawab yang lebih besar terhadap lingkungan hidup. Dunia Usaha harus mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi yang ramah lingkungan. Prinsip 10 Dunia Usaha harus melawan segala bentuk korupsi, termasuk tindak pemerasan dan penyuapan. UNGP atau Ruggie s Principles,Ruggie s Principles adalah sebuah referensi yang dikeluarkan dan disahkan oleh Dewan Hak Asasi Manusia untuk negara dan perusahaan mengintegrasikan penghormatan, perlindungan, dan pemulihan HAM dalam setiap bisnis yang beroperasi di dunia. Prinsip ini kemudian diterima dengan suara bulat dan diadopsi menjadi Resolusi Dewan HAM PBB (UNHRC) No. 17/4 16 Juni Global Compact Perserikatan Bangsa Bangsa, Prinsip-prinsip Ketenagakerjaan: Panduan untuk Dunia Usaha, Jakarta: ILO, Hlm Guiding Principles on Business and Human Rights, Implementing the United Nations Protect, Respect, and Remedy Framework. UNHRC, 2011, hlm. iv. 8

9 Ruggie s Principles dan Global Compact mendukung satu sama lain di dalam dua area khusus : 1. Minimum dan lebih dari minimum: Ruggie menyediakan standar dasar bagi tanggung jawab hak asasi manusia perusahaan, tidak memandang apakah perusahaan tersebut sudah menjadi anggota GC atau tidak. Dengan bergabung dengan GC, perusahaan tidak hanya secara eksplisit mengetahui tanggung jawab ini, mereka juga berkomitmen untuk berusaha melebihi standar dan membantu memajukan hak asasi manusia sebagai bagian pembangunan yang berkelanjutan secara lebih luas. 2. Menjalankan tanggung jawab untuk menghormati: Dengan memperkenalkan konsep uji tuntas hak asasi manusia, Kerangka Kerja Perlindungan, Penghormatan dan Pemulihanmenyediakan pedoman lebih lanjut tentang bagaimana menerapkan komponen penghormatan yang merupakan prinsip pertama dari Global Compact, dalam praktik nyata. Ruggie juga menyatakan bahwa uji tuntas hak asasi manusia dapat membantu perusahaan menghindari keterlibatan dalam pelanggaran hak asasi manusia (sebagaimana Prinsip GC kedua). Tabel di bawah ini (Tabel 1) menunjukan komponen-komponen uji tuntas hak asasi manusia sejalan dengan langkahlangkah yang direkomendasikan oleh Global Compact untuk mengimplementasikan prinsip-prinsipnya. Antara UNGC dan UNGP memilki perbedaan konseptual dalam beberapa prinsipnya seperti berikut : 14 Tabel 1: Perbandingan UNGP dan UNGC Istilah Dasar Subyek Keberlakuan nya Tingkat Harapan Ruang Lingkup Ruggie's Principles Menghormati Hak Asasi Manusia Semua Perusahaan, di manapun Dasar Konteks Negara; Kegiatan Sendiri; Global Compact Menghormati dan Mendukung Hak Asasi Manusia Yang menandatangani Global Compact Dasar melebihi standar minimum Lingkaran Pengaruh (sphere of influence) 14 Inisiatif Bisnis dan Hak Asasi Manusia (2010), Bagaimana Menjalankan Bisnis dengan Menghormati Hak Asasi Manusia: Sebuah Alat Panduan bagi Perusahaan, Den Haag: Global Compact Network Netherlands. Jakarta: Elsam. Hlm

10 Ruggie's Principles Hubungan-hubungan. Global Compact Kata-kata yang digunakan Tindakan yang diharapkan Perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia yang berarti menghindari pelanggaran hakhak orang lain; perusahaan bisa menghindari terlibat dalam pelanggaran dengan melakukan uji tuntas hak asasi manusia Human Rights Due Diligence meliputi : a. Pernyataan Kebijakan; b. penilaian dampak; c. integrasi; d. Melacak dan melaporkan kinerja; Perusahaan juga seharusnya memiliki mekanisme penanganan keluhan yang efektif. Bisnis seharusnya mendukung dan menghormati Hak Asasi Manusiayang diakui secara Internasional; Memastikan bahwa mereka tidak terlibat pelanggaran Hak Asasi Manusia. Menerima, mendukung, dan melaksanakan prinsip-prinsip Global Compact (di dalam lingkup kemampuan mereka) dengan: 1. membuat GC menjadi bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari bisnis; 2. menggunakan prinsip tersebut dalam pengambilan keputusan; 3. berkontribusi melalui hubungan-hubungan kerjasama; 4. komunikasi yang sedang berjalan; 5. advokasi dan penjangkauan aktif. Harus dicatat bahwa GC atau Ruggie s Principles tidak bertujuan untuk menjabarkan tanggung jawab hukum perusahaan. Keduanya terbatas memandu secara volunatary bagaimana perusahaan memenuhi tanggung jawab etisnya. Menyangkut penegakannya dalam suatu negara, hal itu sangat bergantung pada 10

11 konstruksi hukum nasional negara masing-masing. Addressaat norm dari Ruggie s Principles dan Global Compact yang utama mengarah pada negara. Karena prilaku dunia usaha dalam bentuk apapun adalah tanggung jawab negara. 15 Sesuai dengan tiga pilar yang dikandung dalam Ruggie s Principles, ada tiga cara mekanisme penerapan prinsip-prinsip tersebut. yakni: rtate duty to protect, corporate responsibility to respect, and acces to remedy. 16 Ketiga pilar tersebut bersinergi dalam fungsi preventif serta pemulihan terhadap pelanggaran HAM. a. State Duty to Protect Negara di bawah hukum Internasional telah sepakat untuk melindungi seluruh warganya dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh negara itu sekalipun. Meskipun titik tekan dari Ruggie s Principles adalah untuk membebankan tanggung jawab kepada perusahaan, namun hal itu tidak mengesampingkan kewajiban negara sebagai penanggung jawab utama untuk menciptakan dan menghadirkan pemenuhan HAM bagi setiap warganya. Dalam melaksanakan pemenuhan HAM, Ruggie s Principles memberikan pedoman kepada negara untuk melakukan pencegahan, penyelidikan, penghukuman dan pemulihan atas pelanggaran HAM melalui kebijakan, legislasi, peraturan, dan sistem peradilan yang efektif. Serta dengan penyampaian ekspektasi bahwa seluruh perusahaan di negara tersebut menghormati HAM. 17 Ada hal yang menarik dalam Ruggie s Principlesmengenai keberadaan perusahaan yang terkait dengan pemerintah. Negara harus mengambil langkah-langkah tambahan untuk melindungi dari pelanggaran HAM oleh perusahaan bisnis yang dimiliki atau dikontrol oleh negara, seperti BUMN atau yang menerima dukungan substansial dan layanan jasa dari negara seperti kredit ekspor, penjaminan, dan lain-lain. Langkah tambahan tersebut salah satunya adalah dengan mensyaratkan adanya uji tuntas hak asasi manusia (Human Rights Due Diligence). Tidak hanya pada perusahaan yang dikontrol oleh negara, perusahaan yang mengikat kontrak dengan pemerintah pun harus diawasi oleh negara. 18 Pengawasan tersebut dapat berbentuk laporan kepada negara secara berkala. Terkhusus bagi wilayah yang terkena konflik, negara dituntut untuk memastikan bahwa perusahaan tidak terlibat dalam pelanggaran HAM. Hal ini membuktikan bahwa negara tidak dikurangi 15 Ibid, hlm Business & Human Rights Initiative (2010), How to Do Business with Respect for Human Rights: A Guidance Tool for Companies, The Hague: Global Compact Network Netherlands. Hlm John Gerrard Rugie, Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia: Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan Jakarta: Elsam. Hlm Ibid, hlm

12 perannya dalam perlindungan terhadap HAM. Artinya, selain mendorong legislasi nasional untuk mengikat kepatuhan perusahaan-perusahaan pada Ruggie s Principles,sekurang-kurangnya, negara pertama-tama diwajibkan untuk segera menerapkan prinsip-prinsip tersebut pada perusahaanperusahaan BUMN atau perusahaan yang mengikatkan diri dengan negara dalam berbisnis. b. Coorporate Responsibility to Respect Pada dasarnya Ruggie s Principles menuntut perusahaan untuk menghormati HAM dalam setiap operasi bisnis yang ia lakukan. Meskipun tanggung jawab untuk menghormati tersebut terbatas sebagai standar tindakan yang diharapkan diakui dalam setiap instrumen secara sukarela, dan tidak mengikat yang terkait dengan tanggung jawab perusahaan. Akan tetapi, hal ini bukan membebaskan perusahaan begitu saja dari penghormatan HAM. Sebagaian unsur tanggung jawab tetap dapat dibebankan kepada perusahaan melalui instrumen hukum nasional. 19 Hal yang paling nyata dalam Ruggie sprinciples terkait keharusan perusahaan untuk menghormati HAM adalah dengan diterapkannya uji tuntas hak asasi manusia (HR Due Diligent)dalam mekanisme internal perusahaan, yang mana unsur-unsusr inti dari uji tuntas tersebut adalah sebagai berikut : kebijakan HAM, penilaian dampak, integrasi dalam operasional perusahaan, melacak kinerja untuk mengetahui dan menunjukkan kinerja perusahaan, dan mekanisme penanganan komplain sedini mungkin dengan solusi yang efektif. Berikut adalah garis besar unsur-unsur dari Human Rights Due Diligence secara lebih rinci : Kebijakan Hak Asasi Manusia Mengatur Nada. a) Melibatkan manajemen senior dan mencari persetujuan; b) Mengidentifikasi dan mengevaluasi kebijakan dan komitmen yang ada; c) Mempertimbangkan untuk melakukan pemetaan resiko hak asasi manusia; d) Melibatkan pemangku kepentingan internal dan eksternal dalam proses tersebut; e) Membuat pernyataan kebijakan mengenai hak asasi manusia. 2. Menilai Dampak Dari Reaktif ke Proaktif. a) Memahami dampak-dampak pada hak asasi manusia; 19 Inisiatif Bisnis dan Hak Asasi Manusia (2010), Bagaimana Menjalankan Bisnis dengan Menghormati Hak Asasi Manusia: Sebuah Alat Panduan bagi Perusahaan, Den Haag: Global Compact Network Netherlands. Jakarta: Elsam. Hlm Ibid, hlm. xvii. 12

13 b) Membedakan ragam proses dari penilaian dampak ; c) Melakukan pemetaan resiko hak asasi manusia; d) Melibatkan fungsi manajemen resiko yang ada; e) Mengidentifikasi resiko-resiko terhadap hak asasi manusia; f) Memprioritaskan tindakan-tindakan yang mengurangi resiko tersebut; g) Memasukan hasil-hasil penilaian dalam operasi bisnis. 3. Mengintegrasikan Tidak Sekedar Bicara/Walking the Talk. a) Memberikan tanggungjawab untuk hak asasi manusia; b) Mengatur kepemimpinan dari atas; c) Melibatkan hak asasi manusia dalam perekrutan dan pemberian kerja; d) Membuat hak asasi manusia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya perusahaan; e) Melatih manajer dan karyawan utama; f) Membangun insentif dan disinsentif; g) Membangun kapasitas untuk merespon dilema dan kondisi yang tidak diperkirakan. 4. Melacak Kinerja Mengetahui dan Menunjukkan. a) Memulai pelacakan dan pelaporan kinerja; b) Membangun indikator kinerja utama yang spesifik bagi perusahaan; c) Mempertimbangkan jenis-jenis Indikator yang berbeda; d) Memantau kinerja pemasok dan hubungan-hubungan lainnya; e) Melakukan verifikasi kinerja dengan menggunakan beragam instrumen; f) Mempertimbangkan bagaimana melaporkan kinerja; g) Mempertimbangkan bagaimana memperbaharui kinerja dan uji tuntas hak asasi manusia. 5. Mekanisme Penanganan keluhan Peringatan Dini, Solusi Efektif. a) Mengambil manfaat penuh dari mekanisme penanganan keluhan; b) Membuat analisa kesenjangan dari mekanisme penanganan keluhan; c) Menyesuaikan mekanisme penanganan keluhan dengan prinsip-prinsip Ruggie; d) Mempertimbangkan bagaimana berkontribusi pada mekanisme bagi pemangku kepentingan eksternal; e) Mengintegrasikan mekanisme penanganan keluhan pada manajemen pemangku kepentingan; f) Memperbaiki efektifitas mekanisme penanganan keluhan. 13

14 c. Acces to Remedy Pemulihan adalah inti dari penyelesaian pelanggaran HAM, yang mana memiliki 2 aspek penting yakni prosedural dan substansial. Secara substansial, pemulihan bertujuan untuk menghilangkan atau menyelesaikan kerugian HAM yang telah terjadi. Pemulihan dilakukan dengan cara yudisial, admisnistratif, legislatif, atau lainnya. Bentuk pemulihan dapat berupa permintaan maaf, restitusi, rehabilitasi, kompensasi finansial atau nonfinansial, dan sanksi hukuman. Sedangkan secara prosedural, ketentuan tata cara pemulihan harus imparsial, terhindar dari kepentingan politik, korupsi, serta usaha apapun untuk menghalanginya. 21 Dalam mekanisme pemulihan (access to remedy) Ruggie s Principlesmemperkenalkan terdapat tiga (3) mekanismepemulihan HAM, yaitu : 22 1) Mekanisme Hukum Berbasis Negara Mekanisme ini disediakan oleh negara sebagai langkah untuk pemulihan terhadap pelanggaran HAM melalui jalur hukum domestik seperti badan peradilan, ataupun komisi. Negara juga wajib menjamin bahwa mekanisme ini berjalan efektif dengan tidak ada hambatan. 2) Mekanisme Pengaduan Non-Hukum Berbasis Negara Hal ini berupa proses berbasis mediasi, ajudikatif, atau mengikuti cara lainnya sesuai dengan budaya dan cocok dengan hak atau melibatkan beberapa kombinasinya tergantung dari isu terkait, setiap kepentingan publik yang terlibat, dan kebutuhan potensial dari pihak-pihak. Dalam mekanisme ini, institusi HAM nasional memiliki peran yang sangat penting. 3) Mekanisme Pengaduan Bukan Berbasis Negara Satu kategori dari mekanisme pengaduan bukan berbasis negara mencakup semua yang diatur oleh sebuah perusahaan bisnis sendiri atau dengan pihak terkait, oleh sebuah asosiasi industri atau sebuah kelompok pihak-pihak terkait. Mekanisme ini non-hukum, tetapi dapat menggunakan proses ajudikatif, dialog atau lainnya sesuai dengan budaya dan sesuai dengan hak. Mekanismetersebut dapat menawarkan benefit seperti kecepatan akses dan pemulihan, mengurangi biaya dan/atau capaian transnasional. Perusahaan yang menyediakan mekanisme pengaduan non hukum harus memenuhi kriteria antara lain: a) Legitimate: mendapatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan; 21 John Gerrard Rugie, Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia: Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan Jakarta: Elsam. Hlm Ibid, hlm

15 b) Aksesibel: diketahui dan dapat diakses oleh semua kelompok pemangku kepentingan dan memberikan bantuan yang memadai jika ada halangan akses; c) Dapat diprediksi: menyediakan prosedur yang jelas dan diketahui dengan indikasi waktu pada setiap tahap; d) Equitabel: menyediakan akses ke sumber informasi; e) Transparan; f) Kompatibel dengan prinsip-prinsip HAM yang diakui secara internasional; g) Sumber pembelajaran berlanjut: yang tergambar dalam tindakan untuk h) meningkatkan mekanisme dan mencegah kegagalan dan pengaduan di kemudian hari; i) Berdasarkan keterlibatan dan dialog: mengkonsultasikan kelompok pemangku kepentingan yang dituju pada kinerja dan disain, dan fokus pada dialog sebagai cara untuk mengatasi dan menyelesaikan pengaduan. 23 V. Status Pemajuan dalam Hukum Indonesia Global Compact dan Ruggie s Principles secara limitatif belumd diadopsi dalam hukum Indonesia. Laporan yang dirilis oleh HRRCA (Human Rights Resources Center ASEAN) mengenai Indonesia, dikatakan bahwa Indonesia merespon dengan sangat positif keberadaan Ruggie s Principles. Indonesia meletakkan dua (2) isu utama yakni kewajiban negara dalam mengambil pertimbangan dalam melakukan persetujuan bisnis dengan pihak ketiga dan memperbaiki sistem peradilan yang independen, 24 guna menopang potensi pelanggaran HAM. Tetapi, policy scanning yang dilakukan dalam studi ini menunjukkan meskipun sejumlah peraturan perundang-undangan telah dianggap mengadopsi sebagian prinsipprinsip etika bisnis, masih mengandung kontradiksi. [Lihat Matrik Terlampir Daftar Peraturan Perundang-undangan yang Kompatibel/Compliance dan Tidak Kompatibel dengan Ruggie s Principles]. Dalam banyak peraturan perundang-undangan, pemerintah memilih mengadopsi kebijakan pemidanaan terhadap korporasi dibanding dengan meyakinkan koorporasi untuk memenuhi tanggung jawab acces to remedy dari dampak peristiwa pelanggaran HAM. Dalam UU 32/2009 tentang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diatur bagaimana seseorang dan badan hukum korporasi dapat dipidana akibat pelanggaran HAM yang diduga terjadi karena tindakan seseorang atau badan hukum korporasi tersebut. Pilihan ini jelas memungkinkan tidak diperolehnya pemulihan bagi warga terkena dampak. 23 Ibid, hlm Human Rights Resources Center ASEAN, Business and Human Rights in ASEAN A Baseline Study. Hlm

16 Namun demikian, sebagai sebuah kebijakan, pemidaan dengan mengadopsi strict liability untuk menjerat korporasi, dari satu sisi dapat dipahami sebagai tanggung jawab negara secara sungguh-sungguh memproteksi hak-hak warga negara, meski berpotensi mengganggu iklim investasi. UN Global Compact saat ini beranggotakan lebih dari 8.300companies dari 162 countries dan di Indonesia tercatat 114 korporasi, NGO dan individu sebagai anggota. Selain Global Compact, sejumlah perusahaan perkebunan juga terhimpun dalam wadah-wadah yang pada pokoknya mempromosikan pemajuan pembangunan yang berkelanjutan dengan sejumlah standar etik dalam berbisnis, seperti Roundtable on Sustainble Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) yang memiliki standard prinsip dan kriteria keberlanjutan dan lestari yang tinggi.perusahaan-perusahaan besar di bidang perkebunan juga sebagiannya terlibat aktif dalam Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), yang memiliki komitmen sama untuk mempromosikan bisnis dan pembangunan yang berkelanjutan. Semua komitmen dalam berbagai perkumpulan bisnis itu tetap merupakan kemajuan sekalipun yang jauh lebih utama, bagaiamana akuntailitas komitmen itu bisa dipenuhi. Atas komitmennya selama ini, gerakan lingkungan hidup kelas dunia, seperti Greenpeace pun terpikat untuk membangun strategi engagement dengan IPOP. Dalam konteks adopsi Ruggie s Principles, pilihan strategi pelibatan ini merupakan keharusan, karena baik Global Compact maupun Ruggie s Principles menuntut kesukarelaan dunia usaha untuk mematuhinya. Jika pun negara telah mengadopsi dan memaksa perusahaan untuk patuh, pemenuhan acces to remedy sebagai pilar ketiga pun, menuntut adanya engagement dengan korporasi itu. Keberadaan UNGP meskipun bersifat voluntary duties tapi telah memberikan perubahan positif dalam perjalanan HAM internasional. Terbukti dengan adanya perubahan-perubahan mengenai instrumen hukum internasional yang bersifat mengikat maupun tidak seperti OECD Guidelines for Multinational Enterprises direvisi dengan mengadopsi kerangka UNGP ke dalam sebuah Chapter khusus yang mengatur HAM. OECD Common Approaches for Export Credit Agencies 2012, sebuah instrumen yang mengatur akses permodalan di negara-negara OECD juga telah mengadopsi dan mengakui kerangka UNGP. Berikutnya adalah International Finance Corporation (IFC) Sustainability Principles and Performance Standards, memperkuat ketentuan mengenai penghormatan HAM dengan menggunakan UNGP sebagai role model. Internasional Standards Association (ISA) mengeluarkan ISO26000, yang berisi bagian tentang HAM dengan merujuk pada kerangka UNGP. 25 European Commission menyebut UNGP sebagai rujukan pelaksanaan Corporate Social Responsibility bagi korporasi asal EU dalam EU Strategy for Corporate Social Responsibility. Terakhir, The Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) pada tahun 2013 mengeluarkan dokumen mengenai petunjuk 25 Schoemaker (2011), dalam Imam Prihandono, Kerangka Hukum Pengaturan Bisnis dan HAM di Indonesia, hlm 3. 16

17 penyampaian komplain oleh CSOs dan masyarakat lokal terhadap kegiatan usaha kelapa sawit. Petunjuk komplain ini secara tegas menyebutkan mengadopsi prinsip penyelesaian sengketa dan pemulihan luar-pengadilan dalam UNGP, termasuk menggunakannya sebagai instrumen. 26 Bagaimana statusnya di Indonesia? Sebagai dokumen yang bersifat voluntary duty, maka keberlakuan UNGP terbatas mengikat secara moral (morally binding), karena Indonesia merupakan bagian komunitas internasional yang mengakui dan mendukung UNGP. Positivisasi prinsip-prinsip Rugie kedalam hukum nasional menjadi kebutuhan bagi pemajuan tanggung jawab negara dan korporasi dalam berbisnis di Indonesia. Sejalan dengan prioritas pembangunan yang menjadi mainstream dalam kepemimpinan Jokowi-JK, berbagai potensi pelanggaran HAM sangat mungkin terjadi, misalnya dalam konteks pengadaan tanah untuk pembangunan, kemudahan akses perizinan dalam usaha perkebunan, kehutanan, minyak, gas bumi, dll. Karena itu, paper ini hendak memeriksa status mutakhir diseminasi UNGP dan mengidentifikasi langkah-langkah pemajuannya di Indonesia. Secara aktual, diskursus bisnis dan HAM belum menunjukkan kemajuan signifikan. Kondisi ini menyebabkan dorongan untuk terjadi proses adopsi/integrasi dalam produk hukum nasional, masih jauh dari harapan. Semenjak disahkannya UN Guiding Principle oleh UNHCR pada tahun 2011, beberapa usaha telah dilakukan oleh sejumlah lembaga riset dan advokasi, seperti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), yang giat memprakrasai dialog-dialog perihal UNGP, termasuk dengan menerjemahkan panduan PBB tersebut. Baseline study secara umum juga telah disediakan oleh The Human Rights Resources Center for ASEAN (HRRCA). Sedangkan Komnas HAM bersama ELSAM tengah merancang sejumlah agenda pemajuan bisnis dan HAM ini. Pada tahun 2013, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan HAM, mengadakan seminar dengan tema Hak Asasi Manusia dan Bisnis yang diselenggarakan bekerjasama dengan Raoul Wallenberg Institute of Human Rights Swedia. 27 Pada tahun yang sama, Komnas HAM juga sempat mendesimenasikan Ruggie Principle melalui seminar yang diselenggarakan bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dalam rangka kompetisi peradilan semu nasional. 28 Kementerian Hukum dan HAM tampaknya juga menaruh perhatian terhadap desimenasi UNGP untuk menjadi acuan bisnis dan HAM di Indonesia. Pada Sepetember 2015 ini melalui Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, 26 Sophie Chao (2013), dalam Imam Prihandono, Kerangka Hukum Pengaturan Bisnis dan HAM di Indonesia, hlm

18 mengadakan simposium nasional dengan tema Bisnis dan Hak Asasi Manusia yang menghadirkan pembicara yang merepresentasikan beberapa kalangan seperti pemerintah, korporasi, komnas HAM, serta perwakilan masyarakat. Dalam pembahasan simposium tersebut UNGP kembali mendapat perhatian untuk menyoroti berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia yang sampai saat ini tidak memiliki landasan penanganan yang jelas. 29 VII. Tanggung Jawab Negara Jaminan atas hak asasi manusia yang termaktub dalam UUD Dalam konteks bencana asap Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Negara sebagai pemikul utama tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan di tengah masyarakat wajib melakukan berbagai upaya untuk menjamin hak-hak rakyat tetap terjamin. Sehingga, dalam setiap segi aktivitas yang dilakukan oleh pihak lain tidak boleh melanggar hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Upaya itu secara normatif telah terakomodir dalam berbagai Undang-undang yang mengatur di bidang kehutanan dan perkebunan yang melarang pembukaan lahan dengan cara pembakaran, yang mana cara tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan menganggu masyarakat dalam menjalankan hidup dan kehidupannya. Penanganan kabut asap oleh berbagai jajaran pemerintahan sampai saat ini tetap harus diapresiasi, meskipun kelambanan begitu jelas terlihat, karena kelemahan koordinasi antarsektor. Hingga Oktober ini kabut asap akibat pembakaran dan kebakaran yang tidak terkendali telah menimbulkan korban yang semakin luas. Rilis Mabes Polri (22/10) mencatat 230 orang menjadi tersangka 17 korporasi yang dijerat dan 3 telah dibekukan izin usahanya. Baik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Mabes Polri telah berupaya menegakkan hukum lingkungan, sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab yang harus ditanggung oleh perusahaan yang diduga melakukan tindak pidana lingkungan. Namun demikian, dalam situasi darurat upaya pemerintah belum cukup, utamanya terkait perlindungan hak warga negara. Dalam konstruksi hak asasi manusia, termasuk dalam prinsip-prinsip bisnis dan HAM sebagaimana dikemukakan di atas, tanggung jawab utama atas dampak beroperasinya korporasi tetap melekat kepada negara. Karena itu, selain upaya pemadaman, pemerintah didorong untuk fokus pada penanganan korban asap dan perlindungan warga. Segala upaya untuk melindungi hak asasi manusia harus dilakukan. Pararel dengan kerja penanganan bencana dan pemadaman, upaya penegakan hukum yang adil, fair, dan obyektif juga bisa terus dilakukan. Proses ini penting dilalui agar dampak lanjutan dari penanganan hukum itu tidak menjadi masalah baru, di kemudian hari, dimana Presiden Jokowi-JK sekuat tenaga menciptakan

19 iklim usaha dan investasi yang kondusif. Pemulihan korban dan masyarakat terdampak adalah yang utama, karena di situlah tuga negara. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan pilihan untuk meminta pertanggungjawaban pemulihan dari perusahaan-perusahaan yang terbukti telah melakukan pembakaran, di banding dengan pilihan pemidanaan atau pengenaan sanksi yang menyebabkan hilangnya akses pemulihan. Tetapi, pilihan-pilihan itu harus disampaikan kepada publik secara rasional sehingga tidak memunculkan dugaan-dugaan abusive karena Presiden dikelilingi oleh politis-pengusaha yang dianggap bermasalah. Dalam waktu yang segera, pemerintah didorong untuk melakukan revisi berbagai regulasi yang dianggap sumir dan membuka ruang dan kesempatan orang/badan hukum melakukan pembakaran. Pararel dengan revisi itu adposi Ruggie s Principles secara holistik adalah pilihan rasional dan mendesak untuk mengantisipasi bencana asap serupa di masa yang akan datang. Pemerintah juga melalui Kementerian terkait, seperti Menteri Perindustrian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Hukum dan HAM segera memformulasikan ketentuan keharusan adanya human rights due diligence oleh suatu komisi independen atau oleh expert group/ counsultant yang kredibel dan tersertifikasi. VIII. Status BUMN dalam diskursus Business and Human Rights BUMN (state owned coorporation) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang bertujuan untuk mencari keuntungan. 30 Sebagai badan yang profitable, kegiatan operasi BUMN demi mencapai tujuan itu tidak jarang bersinggungan dengan kepentingan lain, khususnya dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Data penerimaan laporan oleh Komnas HAM hingga tahun 2012, terdapat 305 laporan pelanggaran HAM yang diterima dengan pihak yang dilaporkan adalah BUMN. 31 Laporan ini menunjukkan bahwa BUMN yang merupakan organ negara juga memiliki potensi yang sama dengan korporasi terkait dengan kepatuhan pada prinsipprinsip etis dalam berbisnis. Karena itu penting dikemukakan, bagaimana status BUMN dalam kaitannya dengan business and human rights, termasuk memintai pertanggungjawabannya secara berlapis ketika terjadi pelanggaran HAM. Terdapat tiga (3) teori utama pertanggungjawaban yang dapat dibebankan terhadap korporasi. Pertama, korporasi merupakan aktor utama dalam perekonomian dunia, sehingga kehadiran hukum pidana dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk mempengaruhi tindakan-tindakan aktor rasional 30 Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Miliki Negara 31 Komnas HAM RI, Laporan Data Pengaduan Tahun 2012 Subbagian Penerimaan Dan Pemilahan Pengaduan. 19

20 korporasi. 32 Kedua, keuntungan yang diterima oleh korporasi dan kerugian yang diderita oleh rakyat sangat tidak sebanding, sehingga menjadi tidak efektif apabila korporasi hanya dijatuhkan sanksi keperdataan. 33 Ketiga, kegiatan operasi korporasi melalui agen-agennya seringkali menimbulkan kerugian yang mendalam bagi masyarakat, sehingga pembebanan sanksi pidana dapat menjadi fungsi pencegahan dalam hal pengulangan terhadap tindakannya yang merugikan. 34 Menjadi pertanyaan bagaimana sebuah badan (perseroan) yang merupakan rechtpersoon, no body to kick, dapat dijerat dengan pertanggung jawaban pidana? Von Gierke telah menjelaskan dalam teori organ, 35 bahwa keberadaan perseoran yang bersifat artifisialdijalankan oleh organ-organ seperti direksi, komisaris, dan pemegang saham yang bersifat real sebagai otak yang menentukan dan menjalankan perseoranlah sebagai pihak yang dapat dibebani tanggungjawab pidana yang bersifat penjara. Sedangkan untuk perseoran itu sendiri sebagai badan hukum dapat dikenakan denda yang diambil langsung dari harta kekayaan perseroan. Pesan yang coba disampaikan di atas adalah bahwa usaha untuk menarik pertanggungjawaban korporasi ke ranah pidana sudah disuarakan demi meningkatkan fungsi pencegahan pelanggaran HAM yang dilakukan korporasi, karena jika hanya membebankan pada ranah perdata, dengan modal luar biasa yang dimiliki korporasi, tentu hal itu tidak akan menjadi peringatan bagi korporasi untuk kembali dan terus melakukan pelanggaran HAM. Dalam Ruggie s Principle, pada pilar ketiga mengenai acces to remedy, pertanggungjawaban korporasi lebih diarahkan agar perusahaan menyediakan mekanisme pengaduan atas kegiatan operasi yang berdampak negatif bagi para penikmat HAM. Hal ini diharapkan agar upaya pemulihan dapat berjalan lebih cepat dan efektif. Dengan kata lain, upaya untuk menerapkan Ruggie s Principles di setiap perusahaan di Indonesia tentu bukan merupakan hal yang sulit. Mengingat upaya untuk pembebanan pidana saja sudah sering untuk disuarakan bahkan telah diadopsi dalam UU Lingkungan Hidup. Saat ini, status BUMN yang pure milik negara (state-actor) ataupun yang sudah diprivatisasi (non state-actor) tetap dalam satu payung hukum yang sama mengenai tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga, yakni mendasarkan pada UU PT dan UU BUMN. 36 Dengan menacu pada UU tersebut, secara konseptual BUMN ditempatkan sebagai perseroan dan merupakan entitas yang terpisah dari 32 Pamela H. Bucy, Trends In Corporate Criminal Prosecutions, American Criminal Law Review, 2007, hlm Beth Stephens, The Amorality of Profit: Transnational Corporations and Human Rights, Berkeley Journal of International Law, 2002, hlm Geraldine Szott Moohr, On The Prospects Of Deterring Corporate Crime, Journal of Business & Technology Law, 2007, hlm Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Ed. 1, Cetakan Ketiga, Jakarta: Ikrar Mandiri, Hlm Lihat pasal 11 UU nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Miliki Negara. 20

21 setiap orang yang menjalankan BUMN tersebut. 37 Artinya BUMN sebagai rechtpersoon dapat mempertanggungjawabkan secara badan atas operasi perusahaan yang merugikan pihak ketiga, termasuk pelanggaran HAM. Bahkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan telah secara eksplisit menyebutkan badan hukum dapat menjadi pihak yang dimintai pertanggungjawaban atas sebuah perbuatan melanggar hukum. Namun, yang menjadi masalah adalah ketidakjelasan norma yang mengatur penghormatan dan perlindungan HAM oleh korporasi berjenis BUMN ini menyebabkan pelanggaran HAM yang terjadi minim penyelesaian. Menyerahkan mekanisme pertanggungjawaban BUMN atas pelanggaran HAM kepada mekanisme yang ada dalam hukum perusahaan saat ini (UU PT, UU Ketenagakerjaan, UU lingkungan, dan UU sektoral lainnya) tentu tidak akan menciptakan keadilan substansial. Selama ini pemulihan lebih banyak bergantung pada mekanisme pengadilan yang memakan biaya besar dan waktu lama. 38 Apalagi rendahnya kemauan politik para penegak hukum serta kadar pembelaan pada rakyat yang rendah, menjadikan keadilan semakin jauh. Dalam Ruggie s Principles, pilar pertama yakni tugas negara untuk melindungi hak asasi manusia, pada huruf ke empat tentang hubungan negara-bisnis telah sangat tegas dinyatakan sebagai berikut : Negara-negara harus mengambil langkah-langkah tambahan untuk melindungi dari pelanggaran hak asasi manusia oleh perusahaan bisnis yang dimiliki atau dikontrol oleh Negara, atau yang menerima dukungan substansial dan layanan jasa dari badan-badan negara seperti badan kredit ekspor dan badan penjaminan atau asuransi investasi resmi, termasuk, ketika pantas, dengan mensyaratkan uji tuntas hak asasi manusia. 39 Dalam Ruggie s Principles di atas terdapat 3 klasifikasi perusahaan yang harus diberikan langkah tambahan oleh negara dalam penghormatan terhadap hak asasi manusia, yakni : (1) perusahaan yang dimiliki pemerintah; (2) perusahaan yang dikontrol pemerintah; dan (3) perusahaan yang menerima dukungan substansial dan layanan jasa dari pemerintah. BUMN yang secara yuridis memiliki pengertian sebagai perusahaan yang modalnya sebagian atau keseluruhan dimiliki oleh negara, berarti termasuk ke dalam klasifikasi pertama, dan juga memungkinkan untuk masuk ke klasifikasi kedua, karena penyertaan modal dalam sebuah perusahaan ditandai dengan saham yang berarti andil/turut serta. 40 Dengan kata lain, pemerintah berandil dalam Elsam. 37 Lihat pasal 3 UU nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 38 Iman Prihandono, Kerangka Hukum Pengaturan Bisnis dan HAM di Indonesia, Jakarta, 39 John Gerrard Rugie, Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia: Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan Jakarta: Elsam. Hlm

LAPORAN TEMATIK TENTANG BISNIS DAN HAM. Kabut Asap dan Urgensi Adopsi United Nations Guiding Principles (UNGP) dalam Hukum Indonesia

LAPORAN TEMATIK TENTANG BISNIS DAN HAM. Kabut Asap dan Urgensi Adopsi United Nations Guiding Principles (UNGP) dalam Hukum Indonesia LAPORAN TEMATIK TENTANG BISNIS DAN HAM Kabut Asap dan Urgensi Adopsi United Nations Guiding Principles (UNGP) dalam Hukum Indonesia SETARA Institute, Jakarta 1 November 2015 RINGKASAN EKSEKUTIF I. Tentang

Lebih terperinci

Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM

Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM Iman Prihandono, Ph.D Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum, Universitas Airlangga email: iprihandono@fh.unair.ac.id Bagaimanakah bisnis mempengaruhi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI KURSUS HAM ELSAM - BOGOR, 16 JANUARI 2015 NUR KHOLIS Special Rapporteur on Human Rights and Business INDONESIAN NATIONAL COMMISSION ON HUMAN RIGHTS

Lebih terperinci

Marzuki Usman PENDIRI FIHRRST

Marzuki Usman PENDIRI FIHRRST HUMAN RIGHTS ON SUSTAINABLE BUSINESS Marzuki Usman PENDIRI FIHRRST J a k a r t a, 1 6 M a r e t 2017 fihrrst.org Improving Sustainable Business Actions: Exploring Alternative Way of Public Private Partnership

Lebih terperinci

Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015):

Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015): Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015): Panel 1 Intinya tidak ada pertentangan antara The GP dengan legally binding treaty process,

Lebih terperinci

Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact

Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact Materi ini adalah terjemahan dari buku Martje Theuws and Mariette van Huijstee, Corporate Responsibility

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Ditetapkan September 2005 Direvisi April 2012 Direvisi Oktober 2017 Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Epson akan memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan melaksanakan prinsip prinsip sebagaimana di bawah

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER Kami meyakini bahwa bisnis hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Kami sadar bahwa bisnis memiliki tanggung

Lebih terperinci

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia RISALAH KEBIJAKAN Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia LBH Jakarta November 2015 Tim Penyusun: Alldo Fellix Januardy, Yunita, & Riesqi Rahmadhiansyah RISALAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama POL-GEN-STA-010-00 Printed copies of this document are uncontrolled Page 1 of 9 Kode Etik PT PBU & UN Global Compact Sebagai pelopor katering di Indonesia, perusahaan

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat ketat, hal itu juga berdampak pada perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) 1 PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) Tbk. Pedoman Kebijakan Code of Conduct sebagaimana dimaksud pada lampiran Peraturan Direksi ini terdiri dari 5 (lima) bagian, yaitu:

Lebih terperinci

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan H. R. Bowen (1953), muncul sebagai akibat karakter perusahaan yang

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. 1 Oktober 2016.

MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. 1 Oktober 2016. MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA 1 Oktober 2016.. DAFTAR ISI Pendahuluan 4 Cara kami menerapkan standar kami 5 Standar-standar kami 5 Karyawan 5 Nasabah 6 Komunitas

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk Perseroan meyakini bahwa pembentukan dan penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahan Yang Baik ( Pedoman GCG ) secara konsisten dan berkesinambungan

Lebih terperinci

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Kode etik bisnis ini berlaku pada semua bisnis dan karyawan Smiths Group di seluruh dunia. Kepatuhan kepada Kode ini membantu menjaga dan meningkatkan

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH 3.1 Kegagalan Suatu Akad (kontrak) Kontrak sebagai instrumen pertukaran hak dan kewajiban diharapkan dapat berlangsung

Lebih terperinci

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH RISALAH KEBIJAKAN MENDORONG JAMINAN HAK ATAS BANTUAN HUKUM BAGI BURUH MIGRAN DALAM REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PENYUSUN:

Lebih terperinci

Pedoman Perilaku BSCI 1

Pedoman Perilaku BSCI 1 Pedoman Perilaku BSCI 1 Kehadiran Pedoman Perilaku BSCI versi 1/2014 bertujuan mendirikan nilai-nilai dan prinsipprinsip bahwa para Peserta BSCI berusaha untuk menerapkan dalam rantai pasokan mereka. Pedoman

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era yang sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

Lebih terperinci

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS I. LATAR BELAKANG Dewan Komisaris diangkat oleh Pemegang Saham untuk melakukan pengawasan serta

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

ECD Watch. Panduan OECD. untuk Perusahaan Multi Nasional. alat Bantu untuk pelaksanaan Bisnis yang Bertanggung Jawab

ECD Watch. Panduan OECD. untuk Perusahaan Multi Nasional. alat Bantu untuk pelaksanaan Bisnis yang Bertanggung Jawab ECD Watch Panduan OECD untuk Perusahaan Multi Nasional alat Bantu untuk pelaksanaan Bisnis yang Bertanggung Jawab Tentang Panduan OECD untuk perusahaan Multi nasional Panduan OECD untuk Perusahaan Multi

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

Pembangunan Integritas Bisnis

Pembangunan Integritas Bisnis AKSI KOLABORATIF Pembangunan Integritas Bisnis Panduan Bagi Pelaku Bisnis, Regulator, dan Penegak Hukum DEKLARASI DEKLARASI Kami; para pelaku bisnis, instansi pemerintah, aparat penegak hukum dan perwakilan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik adalah bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran

Lebih terperinci

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014 Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kode Perilaku Pemasok... 3 Pendahuluan... 3 Hak Asasi Manusia dan Tenaga

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

Jalan Perubahan Ketiga: Pemberantasan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup PEMBANGUNAN SEBAGAI HAK RAKYAT

Jalan Perubahan Ketiga: Pemberantasan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup PEMBANGUNAN SEBAGAI HAK RAKYAT Jalan Perubahan Ketiga: Pemberantasan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup PEMBANGUNAN SEBAGAI HAK RAKYAT Permasalahan Terkait Kejahatan SDA-LH Karakteristik kejahatan SDA-LH: Kejahatan sumber

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK.

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. PENDAHULUAN Tata kelola perusahaan yang baik merupakan suatu persyaratan dalam pengembangan global dari kegiatan usaha perusahaan dan peningkatan citra perusahaan. PT Duta

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA

KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA Kebijakan Pengungkap Fakta KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA Pernyataan Etika Perusahaan (Statement of Corporate Ethics) Amcor Limited menetapkan kebijakannya terhadap pengungkapan fakta dan komitmennya untuk

Lebih terperinci

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAN MASYARAKAT 24 08 2010 PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAFTAR ISI PENDAHULUAN 3 BAGAIMANA KAMI MENERAPKAN STANDAR KAMI 4 STANDAR HAK ASASI MANUSIA KAMI 4 SISTEM MANAJEMEN KAMI 6 3 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Inisiatif Accountability Framework

Inisiatif Accountability Framework Inisiatif Accountability Framework Menyampaikan komitmen rantai pasokan yang etis Pengantar untuk periode konsultasi publik 10 Oktober 11 Desember, 2017 Selamat Datang! Terimakasih untuk perhatian anda

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII. KEBERLAKUAN

Lebih terperinci

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Diskriminasi dan kesetaraan: 4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Mengidentifikasi kebijakan dan tindakan

Lebih terperinci

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Makalah WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Yogyakarta, 13-15 November 2007 Mengembangkan Tanggung Jawab Hak Asasi Manusia Perusahaan Transnasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya disebut CSR sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai

Lebih terperinci

Indorama Ventures Public Company Limited

Indorama Ventures Public Company Limited Indorama Ventures Public Company Limited Kode Etik untuk Pemasok (Sebagaimana yang di setujui pada Desember 2014) Revisi 1 (Sebagaimana yang di setujui pada Mei 2017) Catatan Dalam hal ketentuan apa pun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths Kode Smiths Pengantar dari Philip Bowman, Kepala Eksekutif Sebagai sebuah perusahaan global, Smiths Group berinteraksi dengan pelanggan, pemegang saham, dan pemasok di seluruh dunia. Para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Profil Perusahaan PT. TELKOM CDC PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., yang selanjutnya disebut TELKOM atau Perseroan, merupakan perusahaan informasi dan komunikasi (InfoCom)

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya Corporate Social Responsibility (CSR) harus dilandasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya Corporate Social Responsibility (CSR) harus dilandasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya Corporate Social Responsibility (CSR) harus dilandasi oleh kesadaran perusahaan terhadap fakta tentang adanya jurang pemisah yang semakin lebar antara

Lebih terperinci

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20%

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20% Kode Perilaku 2 Vesuvius / Kode Perilaku 3 Pesan dari Direktur Utama Kode Perilaku ini menegaskan komitmen kita terhadap etika dan kepatuhan Rekan-rekan yang Terhormat Kode Perilaku Vesuvius menguraikan

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA 1 R-198 Rekomendasi Mengenai Hubungan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

Indorama Ventures Public Company Limited

Indorama Ventures Public Company Limited Indorama Ventures Public Company Limited Kebijakan Anti Korupsi (Sebagaimana yang telah disetujui oleh pertemuan anggota Direksi No.1/2014 tertanggal 12 January 2014) Revisi 1 (Sebagaimana yang telah disetujui

Lebih terperinci

TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara mengakui, menghormati dan melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan sistem informasi yang mengidentifikasi, merekam dan mengkomunikasikan kejadian ekonomik dari suatu entitas pada pengguna yang berkepentingan

Lebih terperinci

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola BP 2013 Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1. Pendahuluan Kami mengirimkan energi kepada dunia.

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci