MUHAMMAD IQBAL SYAHPUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MUHAMMAD IQBAL SYAHPUTRA"

Transkripsi

1 EVALUASI PEMANFAATAN RUANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA MUHAMMAD IQBAL SYAHPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2008 M Iqbal Syahputra NIM P

3 ABSTRACT MUHAMMAD IQBAL SYAHPUTRA. The Evaluation of Spatial Utilization for Marine Tourism Development at Coastal Area Kuala Namu International Air Port in Deli Serdang Regency North Sumatera Province. Under direction of ARIS MUNANDAR, and MOCHAMMAD PRIHATNA SOBARI The Implementation of regional policy in Deli Serdang Regency ruling about spatial utilization at coastal area Durian Village, Pantai Labu Village in Pantai Labu District and Beringin Village and Kuala Namu Village in Beringin District, cause the suffering for society in four villages. The main purpose of this research is to evaluate the spatial utilization especially for activity of marine tourism based on biophysical, economic and society aspect for people who live around coastal area International Kuala Namu Air Port. The research was conducted at four villages stated in regional policy, starting from May to July The result showed that based on biophysical analysis that coastal area at Pantai Labu Village is more appropriate area as the spatial for marine tourism development than others, while based on economic analysis, the coastal area has a real economic benefit reaching by Rp ,06 million per year. Based on social analysis, people in each village generally agree if their coastal are developed as marine tourism. Keywords: Evaluation, Spatial Utilization, Marine Tourism.

4 RINGKASAN MUHAMMAD IQBAL SYAHPUTRA. Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR dan MOCHAMMAD PRIHATNA SOBARI. Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki sumber daya pesisir dan lautan yang baik. Kawasan pesisir di Kabupaten Deli Serdang memiliki luas ,44 hektar dengan panjang garis pantainya mencapai meter. Kawasan pesisirnya juga memiliki keindahan pantai dengan kondisi tanah yang datar dan berpasir, sehingga berpotensi menjadi satu unit kegiatan ekonomi berupa wisata bahari yang bila dikelola dengan baik dan profesional akan dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) bagi peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat lokalnya. Salah satu kegiatan pembangunan yang cukup besar dalam memanfaatkan kawasan pesisir di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara saat ini adalah dibangunnya Bandara Internasional Kuala Namu. Bandara yang bernama Kuala Namu ini merupakan sebuah bandara udara baru untuk Kota Medan. Melihat pengalaman di beberapa daerah lain bahwa pembangunan bandara yang berada di wilayah kabupaten yang berbatasan dengan wilayah ibukota provinsi, maka wilayah kabupaten tersebut hanya akan memperoleh manfaat ekonomi yang lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah ibukota provinsi. Sebagai contoh adalah Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Kabupaten Tangerang, Bandara Internasional Hasanuddin di Kabupaten Maros, Bandara Internasional Minangkabau di Kabupaten Pariaman dan lain-lain, maka diduga hal yang sama akan terjadi pada Bandara Internasional Kuala Namu, dimana yang banyak menikmati dampak positifnya adalah Kota Medan yang sudah jauh lebih siap sarana dan prasarananya dibandingkan dengan Kabupaten Deli Serdang. Untuk menyiasati dampak tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang dapat mengeluarkan kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Deli Serdang tentang pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu dengan tujuan agar kawasan tersebut menghasilkan manfaat ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjadi sumber pendapatan baru bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pemanfaatan ruang khususnya untuk kegiatan wisata bahari yang sesuai dengan aspek biofisik, aspek ekonomi serta aspek sosial masyarakat di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Penelitian ini dilaksanakan di empat desa, yaitu di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta di Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara selama tiga bulan, dimulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah (1) analisis kesesuaian lahan yang terdiri atas analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan analisis non tabular yang menggunakan

5 sistem penilaian kelayakan wisata bahari yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, analisis daya dukung dan analisis perubahan lingkungan yang dapat ditoleransi atau Limit of Acceptable Change (LAC) yang menggunakan standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata di wilayah pesisir yang ditetapkan oleh World Tourism Organization (1981), analisis valuasi ekonomi sumber daya alam yang dilakukan terhadap sumber daya pantai, pertanian, pertambakan, pemukiman dengan menggunakan pendekatan Effect On Production (EOP), Travel Cost Method (TCM) dan Hedonic Price (HP) serta analisis sosial masyarakat untuk melihat persepsi dan respon masyarakat setempat. Untuk mengetahui strategi dalam pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari dilakukan analisis SWOT. Berdasarkan aspek biofisik, ekonomi dan sosial, kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu di Desa Durian, Desa Pantai labu Desa Beringin dan Desa Kuala Namu layak dikembangkan kegiatan wisata bahari. Hasil analisis biofisik menunjukkan bahwa kawasan pesisir Desa Pantai Labu merupakan kawasan yang paling sesuai sebagai ruang untuk pengembangan kegiatan wisata bahari dibandingkan dengan kawasan pesisir desa lainnya dengan total skor 355. Secara analisis ekonomi, kawasan pesisir keempat desa tersebut memiliki nilai ekonomi total yang besar, yaitu sebesar Rp ,06 juta per tahun, sehingga berpeluang dalam peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat setempatnya. Secara analisis sosial masyarakat, sebanyak 83% responden masyarakat di pesisir keempat desa menyetujui bila kawasan pantainya dikembangkan kegiatan wisata bahari. Kata Kunci: Evaluasi, Pemanfaatan Ruang, Wisata Bahari

6 Hak cipta milik IPB, Tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar oleh IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 EVALUASI PEMANFAATAN RUANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI KAWASAN PESISIR BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA MUHAMMAD IQBAL SYAHPUTRA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Judul Tesis Nama Mahasiswa NIM : Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara : Muhammad Iqbal Syahputra : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Aris Munandar, M.S. Ketua Ir. Mochammad Prihatna Sobari, M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 20 November 2008 Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2008 ini adalah Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Mochammad Prihatna Sobari, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bupati Kabupaten Deli Serdang beserta jajarannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada istriku Shavtira Della Poetri, papa, mama, umi, kakak, adik-adik dan seluruh keluarga tercinta atas segala do a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2008 M Iqbal Syahputra

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada Tanggal 1 September 1981 dari ayah H. Syaiful Amri, BBA dan ibu Halimatussakdiah. Penulis merupakan putra kedua dari enam bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari MA Negeri 1 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas (Unand) Padang melalui jalur undangan seleksi masuk Unand. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah bergabung dalam kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Andalas Padang pada Tahun Pada Tahun ajaran 2005/2006 penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Evaluasi Gizi dalam Pengolahan dan mata kuliah Teknologi Biji-bijian dan Umbi-umbian.

11 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xii xiv xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Wisata Bahari Sebagai Ekowisata Tata Ruang Wilayah Pesisir Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang Aspek-aspek yang Berkenaan dengan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Aspek Biofisik Aspek Ekonomi Aspek Sosial Masyarakat III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Desain Penelitian Sumber dan Jenis Data Teknik Pengambilan Data Variabel yang Diamati Metode Analisis Data Analisis Biofisik Analisis Valuasi Ekonomi Analisis Sosial Masyarakat Analisis SWOT IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geofisik Kondisi Oseanografi Kondisi Sosial Sarana dan Prasarana Dasar Perekonomian Wilayah x

13 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Biofisik Analisis Valuasi Ekonomi Analisis Sosial Masyarakat Analisis SWOT Rekomendasi Kebijakan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Masing-Masing Desa VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

14 DAFTAR TABEL 1. Jenis Data Primer yang Dibutuhkan Dalam Penelitian Jumlah Responden Penelitian Halaman 3. Variabel Kriteria dan Indikator Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di kawasan pesisir bandara Matriks Kesesuaian untuk Wisata Bahari di Pantai Matriks Sistem Penilaian Kesesuaian Wisata Bahari di Pantai Standar Kebutuhan Ruang Fasilitas Pariwisata di Wilayah Pesisir Matriks SWOT Pengembangan Objek Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Penilaian Bobot Faktor Strategis External Matriks Evaluasi Faktor Internal Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Jumlah Penduduk dan Kepadatannya di Keempat Desa Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Menurut Tingkat Pendidikan di Keempat Desa Jumlah Penduduk Menurut Agama di Keempat Desa Kelas-Kelas Kesesuaian di Masing-Masing Kawasan Pesisir Desa Hasil Evaluasi Pemanfaatan Ruang Estimasi Daya Tampung Wisatawan Berdasarkan Panjang Pantai Hasil Evaluasi Pemanfaatan Ruang Estimasi Daya Tampung Wisatawan Berdasarkan Luas Lahan Akomodasi Hasil Evaluasi Pemanfaatan Ruang Jenis dan Jumlah Perahu/Alat Tangkap Nelayan di Keempat Desa Frekuensi Kunjungan Ke Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara Total Biaya Perjalanan Wisatawan Pantai Cermin Berdasarkan Dearah Asal Nilai Ekonomi Total Sumber Daya Pantai Nilai Ekonomi Total xii

15 23. Matriks IFE Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Matriks EFE Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Matriks SWOT Strategi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Kuala Namu Perankingan Alternatif Strategi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu xiii

16 DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Detil Diagram Analisis Sistem Informasi Geografi Penelitian Diagram Analisis SWOT Halaman 5. Kurva Permintaan Pengunjung Ke Kawasan Wisata Bahari Pantai Cermin Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Durian Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Durian Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Pantai Labu Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Pantai Labu Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Beringin Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Beringin Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Kuala Namu Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Kuala Namu Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Durian Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Pantai Labu Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Beringin Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Kuala Namu Diagram Analisis SWOT Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Kuala Namu xiv

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Penjelasan Kriteria-Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Wisata Bahari Menurut Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001) Penjelasan Penentuan Interval Skor Untuk Kesesuaian Lahan Wisata Bahari di Pantai Data Karaktersitik Lengkap Responden Petani, Petambak dan Pemukim di Keempat Desa Kondisi Parameter Lahan dan Pemberian Skor Masing-Masing parameter di kawasan pesisir keempat desa Hasil Wawancara dengan Masyarakat Terhadap Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Hasil Wawancara dengan Pejabat Pemda dan LSM Terhadap Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Internal Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Ekstrenal Perhitungan Analisis Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pantai Jumlah Kunjungan, Biaya Perjalanan dan Rincian Total Biaya Perjalanan Wisatawan Berdasarkan Pendekatan Individual Hasil Analisis Regresi Fungsi Permintaan Wisatawan Pantai Cermin dengan Menggunakan Softwere Excel Hasil Analisis Surplus Konsumen Wisatawan Menggunakan Software Maple Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel 2003 dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel 2003 dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel 2003 dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen xv

18 16. Peta Lokasi Kawasan Pesisir Keempat Desa Hasil Digitasi Akhir Peta Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai di Masing-Masing Kawasan Pesisir Desa Gambar-Gambar Penelitian xvi

19 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya peningkatan intensitas penyelenggaraan kegiatan pariwisata, menyebabkan intensitas pemanfaatan sumber daya juga semakin meningkat. Lingkup wilayah yang terjamah juga semakin meluas dengan dikembangkannya kawasan-kawasan wisata baru di berbagai negara di dunia (Wisansing 2005). Pertumbuhan pariwisata dunia saat ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan wisatawan internasional pada Tahun 2000 mencapai sekitar 600 juta orang dan meningkat pada Tahun 2005 sebanyak sekitar 806 juta orang. Diperkirakan pada Tahun 2020 jumlah wisatawan akan terus meningkat mendekati 1,6 miliar, sedangkan pertumbuhan wisatawan domestik sebanyak juta orang atau sepuluh kali lipat dibandingkan dengan wisatawan mancanegara pada tahun yang sama (WTO 2006). Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam dengan panjang garis pantainya mencapai km atau sekitar 14% dari panjang garis pantai dunia, memiliki kawasan-kawasan pesisir yang baik dan berpotensi besar dalam pengembangan pariwisata. Menurut Dahuri (2003), terdapat tiga alasan utama mengapa kawasan pesisir Indonesia layak dikembangkan sebagai pariwisata. Pertama, kawasan pesisir Indonesia memiliki beragam ekosistem yang saling berkaitan erat pada wilayah pesisir, seperti hutan mangrove, pantai berpasir, padang lamun dan terumbu karang. Kedua, permintaan akan wisata bahari mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ketiga, dalam industri pariwisata, wisata bahari merupakan komponen yang paling dominan diminati wisatawan. Salah satu pariwisata pesisir yang telah terbukti mampu dan berhasil dikembangkan di Indonesia adalah sektor wisata bahari. Hal ini terlihat dari kontribusinya dalam perekonomian nasional, bahkan telah menjadi sektor unggulan dalam menggerakkan perekonomian di suatu daerah. Fenomena sangat jelas terlihat di Provinsi Bali yang telah terkenal di seluruh dunia dengan wisata baharinya yang sudah demikian maju dan mendapat pengakuan dari berbagai

20 2 lembaga internasional sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang paling disukai oleh wisatawan mancanegara. Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki sumber daya pesisir dan lautan yang baik. Kawasan pesisir di Kabupaten Deli Serdang memiliki luas ,44 hektar dengan panjang garis pantainya mencapai meter. Kawasan pesisirnya juga memiliki keindahan pantai dengan kondisi tanah yang datar dan berpasir, sehingga berpotensi menjadi satu unit kegiatan ekonomi berupa wisata bahari yang bila dikelola dengan baik dan profesional akan dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) bagi peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat lokalnya. Salah satu kegiatan pembangunan yang cukup besar dalam memanfaatkan kawasan pesisir di Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara saat ini adalah dibangunnya Bandara Internasional Kuala Namu. Bandara yang bernama Kuala Namu ini merupakan sebuah bandara udara baru untuk Kota Medan. Lokasinya merupakan bekas areal perkebunan PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kecamatan Pantai Labu yang terdiri atas Desa Durian dan Desa Pantai Labu serta di Kecamatan Beringin yang terdiri atas Desa Beringin, Desa Karang Anyar, Desa Kuala Namu, Desa Aras Kabu dan Desa Sidodadi. Bandara Internasional Kuala Namu ini akan menggantikan Bandara Internasional Polonia yang sudah berusia lebih dari 70 tahun. Pemindahan bandara ke Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang ini, telah direncanakan sejak Tahun 1991, dimana pesatnya pembangunan pemukiman di sekitar Bandara Internasional Polonia di Kota Medan akan dapat membahayakan keselamatan penerbangan. Persiapan pembangunan diawali pada Tahun 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada tahun tersebut telah memaksa rencana pembangunan bandara tersebut ditunda. Sejak saat itu kabar mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga muncul momentum baru saat terjadi kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada Bulan September 2005 yang jatuh sesaat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Polonia. Selain itu, kapasitas Bandara Internasional Polonia yang telah melebihi batas daya dukungnya juga merupakan faktor direncanakannya pemindahan bandara tersebut.

21 3 Pembangunan bandara yang dimulai sejak Tahun 2006 ini dibangun di atas lahan seluas hektar dengan tiga tahapan perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan tahap satu, yaitu pembangunan terminal penumpang seluas 6,5 hektar dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektar dan fasilitas kargo seluas 1,3 hektar dan landasan pacu sepanjang meter, sehingga nantinya akan sanggup didarati oleh pesawat berbadan lebar. Selain itu, juga dibangun jalur kereta api bandara yang menghubungkan Stasiun Aras Kabu yang berada di Kecamatan Beringin dengan Stasiun Medan di Kota Medan dengan jarak 22,96 km. Saat ini pembangunan bandara tahap satu sedang dalam tahap konstruksi dan ditargetkan akan selesai pada Tahun Pembangunan bandara tahap dua dan tiga akan dimulai pada Tahun 2010 dengan pembangunan fasilitas bandara lainnya. Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu ini diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang lebih luas bagi masyarakat dan dunia usaha, karena fasilitas yang dibangun akan lebih lengkap dibandingkan dengan fasilitas yang ada di Bandara Internasional Polonia di Medan. Melihat pengalaman di beberapa daerah lain bahwa pembangunan bandara yang berada di wilayah kabupaten yang berbatasan dengan wilayah ibukota provinsi, maka wilayah kabupaten tersebut hanya akan memperoleh manfaat ekonomi yang lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah ibukota provinsi. Sebagai contoh adalah Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Kabupaten Tangerang, Bandara Internasional Hasanuddin di Kabupaten Maros, Bandara Internasional Minangkabau di Kabupaten Pariaman dan lain-lain, maka diduga hal yang sama akan terjadi pada Bandara Internasional Kuala Namu, dimana yang banyak menikmati dampak positifnya adalah Kota Medan yang sudah jauh lebih siap sarana dan prasarananya dibandingkan dengan Kabupaten Deli Serdang. Untuk menyiasati dampak tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang dapat mengeluarkan kebijakan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Deli Serdang tentang pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu dengan tujuan agar kawasan tersebut menghasilkan manfaat ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjadi sumber pendapatan baru bagi

22 4 Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang. Daerah-daerah yang berpotensi sebagai kawasan pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu antara lain adalah Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin. 1.2 Kerangka Pemikiran Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki sumber daya pesisir dan lautan yang baik. Kawasan pesisir di Kabupaten Deli Serdang memiliki luas ,44 hektar dengan panjang garis pantainya mencapai meter. Kawasan pesisirnya juga memiliki keindahan pantai dengan kondisi tanah yang datar dan berpasir, sehingga berpotensi menjadi satu unit kegiatan ekonomi berupa wisata bahari yang bila dikelola dengan baik dan profesional akan dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) bagi peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat lokalnya. Dalam rencana pembangunan Kabupaten Deli Serdang, pemerintah daerahnya telah menetapkan lima sektor ekonomi unggulan dalam pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang. Sektor pariwisata pesisir merupakan salah satu sektor ekonomi unggulan, disamping empat sektor lainnya, yaitu jasa dan transportasi, perikanan, pertanian dan industri. Salah satu permasalahan utama dalam pemanfaatan kawasan pesisir di sekitar pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu adalah belum terintegrasinya pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu tersebut dalam rangka untuk memperoleh manfaat ekonomi yang baik, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjadi sumber pendapatan baru bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang. Daerah yang berpotensi sebagai kawasan pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu adalah Desa Durian dan Desa Pantai labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin.

23 5 Dengan adanya permasalahan di atas, penulis mencoba membuat suatu kerangka pemikiran dalam upaya memecahkan permasalahan tersebut. Kerangka pemikiran (Gambar 1) yang dibuat dalam penelitian ini ditujukan sebagai upaya memberikan solusi optimal terhadap permasalahan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Triple Bottom Line Benefit: - Kualitas lingkungan - Pertumbuhan ekonomi wilayah - Kesejahteraan sosial masyarakat Isu: resistensi masyarakat lokal di kawasan pesisir Evaluasi Aspek biofisik Aspek ekonomi Aspek sosial masyarakat Hasil evaluasi relevan Ruang untuk wisata bahari Perumusan strategi pemanfaatan ruang wisata bahari Rekomendasi kebijakan pemanfaatan ruang untuk wisata bahari Gambar 1. Kerangka Pemikiran 1.3 Perumusan Masalah Mengingat posisi wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang yang sangat strategis sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara, maka dengan sendirinya wilayah Kabupaten Deli Serdang, merupakan daerah alternatif dalam pembangunan, sehingga permintaan terhadap ruang akan semakin meningkat, baik untuk pemukiman, kawasan industri, perdagangan mau pun untuk pembangunan sarana dan prasarana perhubungan. Selain itu, tekanan terhadap kawasan yang ada juga semakin tinggi.

24 6 Salah satu kawasan yang mendapat tekanan tersebut adalah kawasan pesisir, karena sebagian kawasan atau ruang yang ada di Kabupaten Deli Serdang merupakan kawasan pesisir. Desa Durian dan Desa Pantai labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin adalah desa-desa yang berlokasi di kawasan pesisir Kabupaten Deli Serdang yang saat ini mendapat tekanan terhadap pemenuhan kebutuhan ruang yang cukup tinggi. Saat ini, beberapa kegiatan pembangunan yang sedang dilakukan di kawasan pesisir di empat desa tersebut adalah pariwisata, pertanian, pertambakan, pemukiman dan sarana perhubungan udara berupa Bandara Internasional Kuala Namu. Dibangunnya Bandara Internasional Kuala Namu, dengan sendirinya akan memberikan peluang bagi desa-desa ini untuk lebih berkembang, karena keberadaan sebuah bandara akan membutuhkan berbagai sarana penunjang seperti sarana akomodasi berupa hotel, sarana transportasi, sarana konsumsi dan rekreasi. Apabila dilihat secara seksama, pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari dan pelaksanaan pembangunan dari masing-masing kegiatan yang ada di kawasan pesisir pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu khususnya di Desa Durian dan Desa Pantai labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin, belum terintegrasi satu sama lain. Hal ini disebabkan belum sempurnanya kebijakan tentang pemanfaatan ruang di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Dalam implementasinya, pihak pemda telah memanfaatkan kawasan pantai yang berada kawasan pesisir bandara tersebut sebagai kawasan wisata bahari, padahal kenyataannya di kawasan tersebut masih terdapat pemukiman permanen masyarakat nelayan dan kawasan perikanan tangkap, selain itu juga ada peruntukkan kawasan sebagai areal pertanian dan pertambakan, sedangkan kawasan tersebut merupakan daerah payau yang ditumbuhi oleh tanaman mangrove yang sebagian besar didominasi oleh nipah. Disisi lain juga, pembangunan di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu, lebih memperhatikan kepentingan pihak-pihak tertentu, terutama sekali kepentingan bandara dan pelaku investasi (pengusaha wisata), sehingga kurang berorientasi kepada kepentingan publik (masyarakat setempat). Oleh karena itu, bila kebijakan

25 7 ruang kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu tetap dilaksanakan, maka hanya akan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakatnya. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang terjadi sebagai akibat adanya pemanfaatan ruang di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu sebagai berikut : 1) Apakah pemanfaatan ruang di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu telah sesuai dengan aspek biofisik, aspek ekonomi serta aspek sosial masyarakat di sekitarnya? 2) Pada ruang mana di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu dapat dikembangkan kegiatan wisata bahari yang sesuai dengan aspek biofisik, aspek ekonomi serta aspek sosial masyarakat di sekitarnya? 3) Strategi apa yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Deli terutama dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di sekitar kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah : 1) Memperoleh informasi tentang sumber daya alam yang berpotensi mendukung pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. 2) Mengevaluasi pemanfaatan ruang khususnya untuk kegiatan wisata bahari yang sesuai dengan aspek biofisik, aspek ekonomi serta aspek sosial masyarakat di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. 3) Merumuskan strategi dalam pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para pengambil keputusan di Kabupaten Deli Serdang dalam menetapkan kebijakan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di sekitar kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu.

26 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan di dunia sudah populer sejak akhir Tahun 1980 an. Konsep ini muncul sebagai masukan terhadap paradigma dari konsep pariwisata yang pada awalnya hanya mementingkan segi ekonominya saja, yaitu pemasukan dan banyaknya jumlah pengunjung, padahal potensi ekonomi yang tidak terkendali tanpa memperhatikan faktor kelestarian lingkungan akan dapat merusak kawasan pengembangan itu sendiri. Beberapa bukti telah tampak dengan adanya kerusakan aset-aset lingkungan, hilangnya biodiversity, polusi, kemiskinan dan tersisihnya penduduk lokal. Kondisi tersebut terjadi akibat adanya konsep pembangunan pariwisata yang keliru. Kondisi demikian telah melahirkan kesadaran bersama untuk mencegah dan memperbaikinya. Lembagalembaga dunia, misalnya Commision on Sustainable (CSD) dan World Tourism Organization (WTO), bersepakat menyusun langkah nyata dan sistematis dalam penanggulangannya (Cooper et al. 1998). Meningkatnya popularitas pariwisata berkelanjutan di dunia saat itu berimbas pula ke Indonesia, antara lain ditandai dengan maraknya seminar, mau pun kajian tentang pariwisata berkelanjutan baik yang diprakarsai oleh pemerintah mau pun kalangan perguruan tinggi. Melalui forum diskusi dan hasil kajian, diketahui beberapa karakteristik utama dari konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu (1) pemanfaatan lingkungan secara lestari, (2) berpihak pada pembentukan masyarakat madani dan sensitif terhadap nilai sosial budaya masyarakat, dan (3) mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Ketiga karakteristik tersebut, mendudukkan pariwisata Indonesia sebagai suatu konsep operasional pengembangan pariwisata menuju pembangunan pariwisata yang berkelanjutan (Dephutbun 2000). Pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan suatu konsep operasional pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata yang merujuk pada pengertian sebagaimana yang direkomendasikan oleh Asia-Pasific Ministers Conference in Tourism and Environtment di Maldives pada Tahun 1997, yaitu pemanfaatan lingkungan untuk memenuhi kepentingan pariwisata masa kini dan perbesaran

27 9 peluang di masa mendatang, mengelola pemanfaatan pariwisata untuk kepentingan ekonomi, sosial, keindahan dan peningkatan mutu kehidupan manusia dengan tetap menjaga integritas budaya, proses ekologi, keanekaragaman biologi dan unsur-unsur pendukungnya. Penerapan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan tersebut berlaku bagi pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata di berbagai kawasan wisata termasuk di kawasan pesisir dan lautan (Cooper et al. 1998). Menurut Dahuri (2003), pembangunan pariwisata pesisir dan lautan secara berkelanjutan di Indonesia, pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan berupa kekayaan alam yang indah, keanekaragaman flora dan fauna dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara ekologis, ekonomis dan sosial. Dahuri (2003) menambahkan, suatu kawasan pesisir dan lautan baru dapat dikatakan berkelanjutan secara ekologis apabila basis (ketersediaan stok) sumber daya alamnya dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi ekspoitasi berlebihan terhadap sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resource), tidak terjadi pembuangan limbah yang melampaui kapasitas asimilasi lingkungan dan mengimbangi pemanfaatan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (renewable resource) dengan upaya pengembangan bahan substitusinya secara memadai termasuk di dalamnya pemeliharaan hayati, stabilitas siklus hidrologi, dan kondisi ikllim. Untuk keberlanjutan secara ekonomi, aspek ekonomi merupakan representasi dari permintaan manusia terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan di wilayahnya. Permintaan tersebut dapat berasal dari penduduk yang bermukim di wilayah pesisir atau dari penduduk luarnya. Oleh sebab itu, pembangunan berkelanjutan dari perspektif ekonomi adalah bagaimana mengelola agar permintaan agregat terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tersebut tidak melampaui kemampuan wilayah pesisir dan lautan untuk menyediakannya, sedangkan suatu kawasan pembangunan dianggap berkelanjutan secara sosial adalah apabila kebutuhan dasar (sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan) seluruh penduduknya terpenuhi, terjadi distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha secara adil.

28 10 Gilbert (2003) mengemukakan, bahwa mengingat begitu banyaknya unsur yang berinteraksi dalam satu kegiatan pariwisata, maka dalam upaya mendorong pembangunan dan pengembangan kegiatan pariwisata berkelanjutan, sangat diperlukan keterlibatan pihak swasta dan partisipasi masyarakat setempat baik langsung maupun tak langsung, hal ini bertujuan untuk mengantisipasi berbagai dampak yang ditimbulkan serta memperkecil kemungkinan timbulnya konflik. 2.2 Wisata Bahari Sebagai Ekowisata Menurut Undang-Undang No 9 Tahun 1990 tentang Pariwisata, pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Wisata bahari merupakan salah satu bagian dari pariwisata. Menurut Dahuri (2003), wisata bahari diartikan sebagai kegiatan wisata yang berkaitan langsung dengan sumber daya pesisir dan lautan, baik di daratan pesisir, di atas permukaan perairan pesisir dan laut mau pun kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan perairan pesisir dan laut. Jenis-jenis kegiatan yang termasuk di dalam wisata bahari adalah memancing, berperahu, berenang, berjemur, berolahraga pantai, menyelam, berselancar dan lain-lain. Ekowisata dalam teori dan prakteknya muncul dari adanya anggapan bahwa kegiatan pariwisata cenderung merusak sumber daya alam dan nilai-nilai budaya serta tradisi masyarakat di lokasi objek wisata. Anggapan ini melahirkan berbagai istilah baru dengan beragam konsep yang ditawarkan bagi pariwisata, antara lain pariwisata alternatif, pariwisata yang bertanggung jawab, pariwisata berbasis komunitas dan ekowisata. Diantara konsep-konsep tersebut, ekowisata dianggap paling populer, karena dapat mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan dari gerakan konservasi dan menerjemahkan prinsip-prinsip ekologi ke dalam praktek pengelolaan kegiatan pariwisata yang berkelanjutan (Dephutbun 2000). Konsep ekowisata juga didukung oleh adanya trend pasar terbaru seperti perjalanan pertualangan (adventure travel) dan gaya hidup kembali ke alam (back to nature), sehingga gerakan konservasi lingkungan menganggap konsep ekowisata ini sebagai suatu instrumen konservasi yang bersifat mandiri dengan beberapa alasan, yaitu (1) dapat memodali sendiri kegiatan usahanya, (2)

29 11 menciptakan suatu alternatif untuk menghadapi eksploitasi sumber daya alam, dan (3) sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat dalam menjaga dan memelihara kelestarian sumber daya alam (Dephutbun 2000). Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang berbasis kepada keindahan alam dan membantu dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan utama ekowisata adalah sebagai sumber pendapatan ekonomi baik bagi pemerintah maupun masyarakat lokal, tanpa mengorbankan lingkungan dan bersifat berkelanjutan. Dalam perkembangannya, ada beberapa prinsip penting dalam ekowisata yaitu (1) berbasis lingkungan alami, (2) mendukung konservasi, (3) pemanfaatan yang merujuk pada etika, (4) berdampak minimal, (5) memberikan manfaat sosialekonomi kepada masyarakat, (6) kepuasan wisatawan dan (7) manajemen pengelolaan yang mendukung seluruh unsur-unsur tersebut (Fennell 2001) Salah satu potensi sumber daya pesisir dan lautan yang dapat dikembangkan untuk memperoleh manfaat ekonomi adalah adanya potensi keindahan alam, baik keindahan alam pantai, pulau-pulau kecil dan alam bawah laut berupa keindahan terumbu karang yang dapat dimanfaatkan sebagai pariwisata bahari (Idris 2001). Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekowisata, maka pembangunan pariwisata bahari yang berwawasan lingkungan diharapkan akan dapat tercapai dengan baik. 2.3 Tata Ruang Wilayah Pesisir Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana ruang. Pemanfaatan ruang yang dimaksud adalah upaya mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiyaannya, sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Undang- Undang tersebut juga menegaskan bahwa pemanfaatan ruang yang dilakukan saat ini harus mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, dan harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan penatagunaan tanah,

30 12 penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain yang ada di sekitarnya. Rustiadi et al. (2007) mengemukakan, saat ini urgensi atas penataan ruang timbul sebagai akibat dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya intervensi positif atas kehidupan sosial dan lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Secara lebih spesifik, penataan ruang dilakukan sebagai (1) optimasi pemanfaatan sumber daya guna terpenuhinya efisiensi dan produktivitas, (2) alat dan wujud distribusi sumber daya guna tepenuhinya prinsip pemeataan, keberimbangan dan keadilan, dan (3) menjaga keberlanjutan pembangunan. Perencanaan tata ruang wilayah pesisir hendaknya didasarkan pada pendekatan hierarki yang diklasifikasikan menjadi tiga zona, yaitu zona pemanfaatan, zona konservasi dan zona preservasi. Zona pemanfaatan meliputi pemukiman, industri, pelabuhan, perikanan dan pertambangan, zona konservasi meliputi kawasan hutan mangrove dan terumbu karang, sedangkan zona preservasi meliputi ekosistem alami seperti hutan, sungai, terumbu karang dan lautan (Budiharsono 2001) Tata ruang wilayah pesisir dikelompokkan melalui pengaturan penggunaan lahan wilayah ke dalam unit-unit yang homogen ditinjau dari keseragaman fisik, non fisik, sosial, budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan. Wilayah pesisir dikenal sebagai daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan. Terkonsentrasinya kehidupan dan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah pesisir bukanlah merupakan suatu kebetulan, melainkan disebabkan oleh tiga alasan ekonomi, yaitu (a) wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang secara biologis sangat produktif, (b) wilayah pesisir menyediakan berbagai kemudahan praktis dan relatif lebih mudah bagi kegiatan industri, pemukiman dan kegiatan lainnya dibandingkan dengan yang dapat disediakan oleh daerah lahan atas, (c) wilayah pesisir pada umumnya memiliki panorama keindahan yang dapat dijadikan objek rekreasi dan pariwisata yang menarik dan menguntungkan (Idris 2001). Penataan dan pemanfaatan sumber daya pesisir relatif lebih dinamis dibandingkan dengan sumber daya daratan. Dari ketiga aspek yang mempengaruhi penataan ruang, yaitu aspek ekologi, sosial dan ekonomi, ketiganya relatif lebih

31 13 dinamis pada penataan dan pemanfaatan sumber daya pesisir. Pada penataan dan pemanfaatan sumber daya pesisir, perubahan aspek ekologi harus menjadi perhatian secara khusus, karena sumber daya dan ekosisitem pesisir mempunyai kaitan yang erat satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi pada satu ekosistem pesisir akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Disamping akibat alamiah, wilayah pesisir dapat juga berubah karena akibat perbuatan manusia seperti reklamasi dan konservasi hutan mangrove (Budiharsono 2001). 2.4 Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang Kawasan pantai Kabupaten Deli Serdang merupakan wilayah pesisir yang mempunyai hamparan mangrove yang luas dengan ketebalan yang bervariasi antara meter. Daerah pantai di kawasan Pantai Kabupaten Deli Serdang didominasi oleh pantai berpasir, baik pasir kwarsa maupun feldspar. Keadaan fisik pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh gerakan ombak, khususnya dalam pembentukan ukuran partikel. Luas kawasan pesisir Kabupaten Deli Serdang adalah ,44 hektar. Kawasan ini cukup subur, suhu udara tinggi, kelembaban udara tinggi dan curah hujan relatif tinggi. Topografi pantai umumnya landai dengan perairan laut yang relatif dangkal (Bappeda Sumut 2004) Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dinyatakan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah daratan dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan, sedangkan kewenangan daerah kabupaten/kota sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi. Melalui pelimpahan kewenangan tersebut, maka daerah dapat lebih leluasa dalam merencanakan dan mengelola sumber daya pesisirnya, termasuk jasa lingkungan lainnya bagi kepentingan pembangunan daerah itu sendiri. Dengan semangat otonomi daerah tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang telah melakukan pengelolaan sumber daya pesisirnya melalui tahapan kebijakan pengelolaan pesisir terpadunya, antara lain (1) mengidentifikasi isu-isu pengelolaan sumber daya pesisir, (2) persiapan atau perencanaan program, (3) adopsi program dan pendanaan, (4) pelaksanaan program, dan (5) monitoring dan evaluasi.

32 14 Idris (2001) mengemukakan, bahwa untuk memanfaatkan potensi sumber daya pesisir secara lestari, maka perlu diterapkan prinsip dan mekanisme Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (PWPT) termasuk sumber daya pulau-pulau kecil. Pertimbangan untuk menerapkan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu tersebut antara lain adalah (1) wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan di bumi yang memiliki produktivitas yang sangat tinggi (2) pesisir banyak memiliki jasa lingkungan yang indah dan nyaman untuk tempat rekreasi dan pariwisata (3) wilayah pesisir memiliki tingkat kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan industri yang tinggi, sehingga lingkungan pesisir sering mendapat tekanan manusia yang tinggi. 2.5 Aspek-aspek yang Berkenaan dengan Pemanfaatan Ruang Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Aspek Biofisik Aspek biofisik merupakan kondisi fisik yang berhubungan dengan kesesuaian dan kemampuan lingkungan serta sangat tergantung pada kapasitas sumber daya dan kemampuan lingkungan untuk mengasimilasi dampak seperti kemampuan ekologis lahan, erosi dan iklim seperti pengaruh jumlah curah hujan (Budiharsono 2001). Kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu memiliki pantai yang didominasi oleh pantai berpasir, baik pasir kwarsa maupun feldspar. Keadaan fisik pantai ini dipengaruhi oleh gerakan ombak, khususnya dalam pembentukan ukuran partikel. Kawasan ini cukup subur, suhu udara tinggi, kelembaban udara tinggi dan curah hujan relatif tinggi. Topografi pantai umumnya landai dengan perairan pantai yang relatif dangkal (Bappeda Sumut 2004). Kawasan pesisir di sekitar Bandara Internasional Kuala Namu yang berpotensi sebagai kawasan pengembangan wisata bahari adalah Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin. Keempat desa ini berada di kawasan pesisir dan yang dekat dengan pantai pesisir timur dengan keindahan pantai yang cukup menarik dengan berbagai kegiatan wisata yang bisa dilakukan seperti berperahu, berenang, berjemur dan olahraga pantai. Fasilitas yang dapat dibangun untuk

33 15 mendukung kegiatan wisata tersebut dapat berupa penginapan (hotel), restoran, ketersediaan air bersih dan dermaga kapal sederhana untuk kapal wisatawan. Dahuri (2003) mengemukakan bahwa setiap wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda, sehingga tidak semua jenis wisata bahari dapat dikembangkan sekaligus. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah ketika ingin mengembangkan objek wisata bahari di wilayah pesisirnya, apakah pesisirnya layak atau tidak dikembangkan kegiatan wisata bahari. Demikian pula halnya dengan kawasan pesisir di Desa Durian, Desa Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kabupaten Deli Serdang. Pengukuran penilaian kelayakan secara biofisik untuk melakukan aktifitas wisata bahari di pesisir daratan dan perairan di keempat desa tersebut harus dilakukan untuk mengetahui jenis wisata bahari apa saja yang dapat dilakukan di daerah tersebut. Pengukuran kelayakan dapat diketahui melalui penelitian baik yang dilakukan oleh pemda mau pun pihak pengembang wisata. Salah satu metode yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan wisata bahari di suatu kawasan pesisir adalah dengan menggunakan analisis kesesuaian lahan melalui analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) atau menggunakan standar kriteria yang diperlukan untuk kelayakan wisata bahari yang ditetapkan oleh lembaga nasional/internasional yang berwenang. Dari hasil analisis kesesuaian lahan tersebut akan diketahui kawasan-kawasan mana saja yang layak dikembangkan aktifitas wisata bahari Aspek Ekonomi Adanya rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang yang akan menggunakan sebagian lahan yang ada di Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu untuk kepentingan pembangunan wisata bahari, akan berdampak bagi sumber pendapatan atau per ekonomian di keempat desa tersebut. Menurut Adrianto (2007), eksplorasi sumber daya alam secara ekonomi di wilayah pesisir untuk pengembangan wisata bahari khususnya fasilitas penunjang wisata, akan menyebabkan hilangnya ekosistem atau suatu sumber daya alam kawasan, sehingga hal tersebut akan menjadi masalah ekonomi.

34 16 Hilangnya ekosistem akan mengakibatkan hilangnya kemampuan ekosistem tersebut dalam menyediakan barang dan jasa. Dalam beberapa kasus, hilangnya ekosistem ini tidak dapat kembali, misalnya lahan pertanian, lahan pertambakan dan hutan mangrove, sehingga kuantifikasi manfaat maupun kerugian akibat hilangnya ekosistem atau sumber daya lahan tersebut harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dalam rangka pengembangan wisata pesisir dapat berjalan dengan tetap memperhatikan aspek keadilan (fairness) terhadap masyarakat lokalnya. Salah satu metode yang biasa dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat kerugian maupun manfaat masyarakat lokal dari adanya pengembangan wisata bahari di wilayah pesisir adalah dengan metode analisis valuasi ekonomi. Menurut Dahuri (2003), analisis valuasi ekonomi digunakan untuk mengetahui nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumber daya pesisir, baik nilai guna mau pun nilai fungsional yang perlu diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaan sumber daya alam Aspek Sosial Masyarakat Aspek sosial masyarakat merupakan kondisi sosial masyarakat yang terdapat di dalam suatu kawasan dengan melihat kemampuan dan kondisi sosial masyarakat lokal untuk mendukung pembangunan atau pengembangan yang akan dilakukan di suatu kawasan (Gilbert 2003). Masyarakat lokal di pesisir biasanya sangat rentan terhadap konflik akibat adanya berbagai kepentingan dari pihakpihak tertentu dalam memanfaatkan sumber daya pesisir, sehingga adanya konflik kepentingan antara pemanfaatan dan pelestarian sumber daya pesisir perlu disiasati dengan hati-hati karena kelestarian sumber daya dan pertumbuhan sosial masyarakat sangat bergantung pada pengelolaan sumber daya dan perencanaan pembangunan yang baik (Alfie 2007). Apabila dilihat secara seksama, pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari dan pelaksanaan pembangunan dari masing-masing kegiatan yang ada di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu khususnya di Desa Durian dan Desa Pantai labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin, belum cukup memperhatikan aspek

35 17 sosial masyarakat sekitar. Pemanfaatan ruang kawasan pesisir bandara lebih memperhatikan kepentingan pihak bandara dan pihak pengembang wisata (investor), sehingga kurang berorientasi kepada kepentingan publik. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana persepsi (penolakan atau persetujuan) dan respon masyarakat di keempat desa tersebut dalam upaya untuk mempertahankan keberadaannya dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya melalui metode survei dengan mewawancarai penduduknya.

36 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di empat desa, yaitu di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta di Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli Lokasi keempat desa tempat penelitian dapat dilihat pada Lampiran Desain Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode survei deskriptif melalui pengamatan, pengukuran dan wawancara langsung terhadap para responden untuk memperoleh keterangan-keterangan dalam mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Menurut Nazir (1983), metode survei deskriptif digunakan sebagai kegiatan penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara faktual. Secara umum metode analisis data dilakukan sesuai dengan kerangka pemikiran yang telah disusun. Secara detil, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2. Kerangka pemikiran detil yang dibuat dalam penelitian ini ditujukan sebagai upaya memberikan solusi optimal terhadap permasalahan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Data yang terkumpul kemudian ditabulasikan dan dikelompokkan berdasarkan jenisnya untuk kemudian dianalisis. Metode pengumpulan data terdiri atas sumber data dan jenis data serta teknik pengambilan data.

37 19 Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Triple Bottom Line Benefit: - Kualitas lingkungan - Pertumbuhan ekonomi wilayah - Kesejahteraan sosial masyarakat Isu: resistensi masyarakat lokal di kawasan pesisir Evaluasi Aspek biofisik Aspek ekonomi Aspek sosial masyarakat Identifikasi potensi sumber daya alam Analisis kesesuaian lahan Analisis daya dukung dan Limit of Acceptable Change Analisis valuasi ekonomi (Effect On Production,Travel Cost dan Hedonic Price) Hasil evaluasi relevan Analisis deskriptif sosial masyarakat Ruang untuk wisata bahari Analisis SWOT Perumusan strategi pemanfaatan ruang wisata bahari Rekomendasi kebijakan pemanfaatan ruang untuk wisata bahari Gambar 2. Kerangka Pemikiran Detil Sumber dan Jenis Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Jenis data primer yang dibutuhkan terdiri atas data biofisik, ekonomi dan sosial masyarakat dengan spesifikasinya disajikan pada Tabel 1, sedangkan data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas data tentang monografi kawasan (panjang garis pantai, kualitas air laut dan pasang surut), data rencana tata ruang daerah, peta pesisir dan peta daratan, data tentang rencana pengembangan usaha dan ekonomi kawasan, regulasi peraturan hukum, dll, yang dapat menunjang penelitian yang diperoleh melalui kunjungan ke instansi-instansi terkait di Kabupaten Deli Serdang serta studi pustaka berupa jurnal dan laporan penelitian di perpustakaan.

38 20 Tabel 1. Jenis Data Primer yang Dibutuhkan Dalam Penelitian Spesifikasi Jenis Data Metode Kegunaan Pengumpulan Data (Survei) Topografi, dan oseanografi kawasan Pengukuran dan pengamatan langsung Menganalisis kesesuaian kawasan untuk wisata bahari Identifikasi potensi sumber daya alam Pengamatan langsung Menginventarisir segenap sumber daya alam yang mendukung pengembangan wisata bahari Valuasi ekonomi sumber daya alam Responden (Masyarakat) Mengestimasi nilai manfaat ekonomi dari sumber daya alam di pesisir untuk mendukung pengembangan wisata bahari Persepsi dan respon tentang implementasi kebijakan ruang untuk wisata bahari Sumber daya manusia dan keterlibatan masyarakat lokal Responden (Masyarakat, pemda, wisatawan dan LSM) Responden (Pemda, masyarakat dan LSM) Untuk mengetahui persepsi (penolakan/penerimaan) implemantasi kebijakan ruang di pesisir bandara untuk pengembangan wisata bahari Untuk mengetahui kondisi dan karakteristik sosial masyarakat setempat Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan responden dilakukan dengan cara purposive sampling dengan pertimbangan para responden adalah aktor atau stakeholders yang terlibat langsung dalam pemanfaatan ruang wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu yang mempunyai kemampuan dan mengerti dengan baik permasalahan yang terkait dengan pemanfaatan ruang. Jumlah responden penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Responden Penelitian Responden Jumlah (orang) Masyarakat di masing-masing desa Nelayan 15 Petambak 15 Pemukim 15 Petani 15 Pejabat pemda Kabupaten Deli Serdang dari instansi terkait 5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 2 Wisatawan 30 Total 97

39 Variabel yang Diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas variabel kriteria dan variabel indikator yang akan dijadikan alat ukur dalam mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Variabel kriteria dan indikator pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Variabel Kriteria dan Indikator Evaluasi Pemanfaatan Ruang Aspek Kriteria Indikator Satuan Pengukuran Ekologi Kelestarian SDA Kondisi biofisik kawasan Luasan kawasan Degradasi lingkungan Polusi air, sampah Baku mutu lingkungan Tujuan konservasi Mangrove Hektar Ekonomi Kontribusi perekonomian di daerah Kontribusi nilai valuasi ekonomi sumber daya Rupiah Sosial masyarakat Partisipasi masyarakat Jumlah masyarakat yang Jiwa terlibat dalam kegiatan wisata pesisir Lapangan kerja Jumlah tenaga kerja yang terlibat Jiwa Permintaan Pasar Minat dan tingkat kepuasan % responden wisatawan Persepsi Masyarakat Penolakan/persetujuan % responden 3.4 Metode Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas analisis biofisik, analisis ekonomi dan analisis sosial. Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasikan dan dikelompokkan berdasarkan jenisnya untuk kemudian dianalisis Analisis Biofisik Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata bahari terdiri atas analisis spasial dan analisis tabular. Analisis data spasial dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), yaitu sistem informasi spasial berbasis komputer dengan melibatkan perangkat lunak seperti Arcview 3,3, Erdas Image 8,3, dll dan mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial.

40 22 Pada analisis ini komponen keruangan seperti biofisik, ekonomi dan sosial masyarakat dapat dirumuskan berdasarkan ahli terkait. Masing-masing komponen keruangan dijadikan peta tematik, kemudian dioverlaykan untuk mendapatkan peta komposit. Setelah dapat peta komposit, maka dioverlaykan kembali untuk menghasilkan ruang-ruang yang salah satunya adalah ruang untuk pemanfaatan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Secara diagram, sistem analisis SIG dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Potensi dan permasalahan Data primer Basis data Data sekunder Peta tematik 1 Peta tematik 2 Peta tematik 3 Analisis spasial dan tubular Tata ruang bandara Overlay modelling Peta komposit Overlay modelling Kriteria kesesuaian lahan wisata bahari Pemanfaatan ruang saat ini Ruang wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu Gambar 3. Diagram Analisis Sistem Informasi Geografis Penelitian Sumber: Modifikasi Budiharsono (2001) Analisis tabular adalah analisis non spasial yang dilakukan untuk mencari suatu luasan tertentu di muka bumi dengan memasukkan kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan wisata bahari sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001) seperti yang disajikan dalam bentuk matriks pada Tabel 4. Matriks kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata bahari tersebut dibutuhkan untuk membantu dalam menetapkan peruntukkan lahan sesuai dengan kondisi biofisiknya, hal ini bertujuan agar pemanfaatan ruang atau lahan tidak menimbulkan dampak negatif bagi ruang atau kawasan itu sendiri. Uraian lengkap tentang kriteria-kriteria kesesuaian lahan yang diperlukan untuk kegiatan wisata bahari tersebut disajikan pada Lampiran 1.

41 Tabel 4. Matriks Kesesuaian untuk Wisata Bahari di Pantai Parameter S1 (sangat sesuai) Kelas-Kelas Kesesuaian untuk wisata bahari S2 S3 NS (sesuai) (sesuai bersyarat) (tidak sesuai) Kedalaman perairan (meter) > 12 Substrat Pasir Karang berpasir Pasir berlumpur Karang berlumpur Kecepatan arus 0-0,17 0,17-0,34 0,34-0,51 > 0,51 (meter per detik) Kecerahan perairan (meter) < 5 Tipe pantai Berpasir Berpasir sedikit Berpasir dengan Berlumpur sedikit karang Penutupan lahan Kelapa Cemara Semak belukar rendah Semak belukar tinggi Hutan Bakau, pemukiman, pelabuhan Ketersediaan air bersih < 2 km 2 km 2,5 km > 2,5 km Sumber: Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001) 23 Dari matriks kesesuaian di atas, selanjutnya disusun matriks sistem penilaian kelayakan wisata bahari di pantai seperti yang disajikan pada Tabel 5. Dalam analisis tabular, kriteria kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan wisata bahari diberikan bobot dan dikalikan dengan skor. Dari hasil pengalian ini ditentukan interval nilai untuk menentukan kesesuaian ruang untuk kegiatan wisata bahari. Penjelasan tentang penentuan interval skor untuk kesesuaian lahan wisata pantai disajikan pada Lampiran 2. Tabel 5. Matriks Sistem Penilaian Kesesuaian Wisata Bahari di Pantai Parameter Kedalaman perairan (meter) Bo bot Kelas S 1 S k r Kelas S 2 S k r Kelas S3 S k r Kelas NS >12 1 Substrat 10 Pasir 4 Karang berpasir Kecepatan arus (meter per detik) Kecerahan perairan (meter) 3 Pasir berlumpur 2 Karang berlumpur ,17 4 0,17-0,34 3 0,34-0,51 2 > 0, < 5 1 Tipe pantai 10 Berpasir 4 Berpasir sedikit Penutupan lahan 10 Kelapa Cemara Ketersediaan air bersih 4 Semak belukar rendah 3 Berpasir sedikit karang 3 Semak belukar tinggi S k r 1 2 Berlumpur 1 2 Bakau, pemukiman pelabuhan 10 < 2 km 4 2 km 3 2,5 km 2 > 2,5 km 1 Total Sumber : Modifikasi Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001) 1

42 Analisis Daya Dukung dan Limit Of Acceptable Change (LAC) Menurut Gilbert (2003), analisis daya dukung (carrying capacity analysis) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kawasan dalam menerima sejumlah wisatawan dengan intensitas penggunaan maksimum terhadap sumber daya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak lingkungan. Menurut Cooper et al. (1998), penentuan daya dukung perlu dipertimbangkan secara fisik, lingkungan (ekologi) dan sosial ekonomi budaya masyarakat lokal. Pembangunan suatu kawasan wisata sangat terkait dengan akomodasi, transportasi, sarana komunikasi, pelayanan, dan sarana rekreasi yang dibangun. Kawasan wisata juga membutuhkan ketenangan dan kenyamanan bagi wisatawan yang datang ke tempat tersebut, karena para wisatawan biasanya tidak mau berkunjung bila mereka tidak merasa nyaman dan tenang. Berdasarkan hal tersebut World Tourism Organization (1981) menetapkan standar kebutuhan ruang bagi setiap wisatawan pada kawasan wisata yang mereka kunjungi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 6. Selain analisis daya dukung, analisis biofisik lainnya yang juga dibutuhkan untuk mengevaluasi pemanfaatan ruang wisata adalah analisis Limit of Accaptable Change (LAC). Menurut George et al. (1985), analisis LAC bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sejumlah perubahan rona lingkungan dibolehkan terjadi dalam mengembangkan suatu objek wisata, ditetapkan secara eksplisit melalui standard kuantitatif. Standard kuantitaif yang diacu dalam penelitian ini adalah standar ruang untuk fasilitas pariwisata di wilayah pesisir sebagaimana yang telah ditetapkan oleh WTO (1981) sesuai dengan Tabel 6. Berdasarkan standar tersebut akan dapat diketahui besarnya daya dukung kawasan wisata bahari yang akan dibangun untuk menampung jumlah maksimum wisatawan yang berkunjung dan besarnya perubahan rona lingkungan dalam pengembangan objek wisata di kawasan tersebut, yaitu dengan membandingkan potensi kawasan yang ada dengan standarisasi World Tourism Organization (1981) tersebut.

43 Tabel 6. Standar Kebutuhan Ruang Fasilitas Pariwisata di Wilayah Pesisir Kebutuhan Standar Ruang Panjang pantai berpasir Kelas rendah = 10 (Kapasitas meter per Kelas menengah = 15 segi per orang) Kelas mewah = 20 Kelas istemewa = 30 Air bersih Akomodasi (Kapasitas meter per segi per tempat tidur) Sumber: WTO (1981), diacu dalam Cooper et al. (1998) Penginapan di daerah pantai tropik liter per hari per orang Kelas ekonomi = 10 Kelas menengah = 19 Kelas istimewa = Analisis Valuasi Ekonomi Analisis valuasi ekonomi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis valuasi ekonomi terhadap beberapa sumber daya pesisir. Menurut Dahuri (2003), analisis valuasi ekonomi digunakan untuk mengetahui nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumber daya pesisir, baik nilai guna mau pun nilai fungsional yang perlu diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaan suatu sumber daya alam. Nilai ekonomi total sumber daya pesisir yang akan dihitung merupakan penjumlahan dari nilai manfaat langsung, nilai manfaat tak langsung dan nilai keberadaan yang beberapa diantaranya dapat diperoleh melalui metode EOP (Effect on Production), TC (Travel Cost) dan HP (Hedonic Price) dimana: TEV = UV + NUV TEV = Nilai ekonomi total UV = Nilai manfaat NUV = Nilai bukan manfaat Nilai manfaat langsung adalah nilai yang digunakan untuk merupiahkan komoditas-komoditas yang langsung dapat diperdagangkan. Nilai manfaat langsung dapat berupa potensi kayu mangrove atau kayu pohon kelapa, potensi ikan, potensi satwa liar, sedangkan nilai manfaat tidak langsung adalah nilai yang digunakan untuk merupiahkan komoditas-komoditas yang tidak dapat langsung dijual oleh karena tidak atau belum ada pasarnya. Nilai manfaat tidak langsung

44 26 dapat berupa fungsi ekologis (ekologis udang, ekologis ikan dan ekologis terumbu karang). Analisis valuasi ekonomi dalam penelitian ini, dilakukan dengan beberapa metode valuasi antara lain adalah: 1) Metode Effect On Production (EOP) Pendekatan produktivitas dalam penilaian ekonomi sumber daya alam dilakukan dengan asumsi bahwa sumber daya alam dipandang sebagai input bagi suatu produk final (Final goods) yang bernilai bagi publik, dan kapasitas produksi dari sumber daya alam tersebut dinilai dari seberapa besar kontribusi sumber daya alam tersebut kepada produksi produk final (Adrianto 2007). Adrianto (2007) menyebutkan bahwa untuk menduga nilai ekonomi suatu sumber daya dengan menggunakan metode EOP, diperlukan langkah-langkah pendugaan sebagai berikut: (a) Pendugaan fungsi permintaan β1 1 β 2 βn Q = β Χ X...X...(1) 0 2 n dimana: Q = Jumlah sumber daya yang diminta X 1 = Harga X 2,X 3,...X n = Karateristik sosial ekonomi konsumen/rumah tangga (b) Transformasi intersep baru fungsi permintaan LnQ = β 0 + β1 LnX 1+ β2 LnX βn LnX n...(2) LnQ = (( β 0 + β 2 (LnX 2 )+...+ β n (LnX n )) + β 1 LnX 1...(3) LnQ = β ' + β1 LnX 1...(4) (c) Transformasi fungsi permintaan (4) ke fungsi permintaan asal ' β1 Q = β X...(5) (d) Menduga total kesediaan membayar U = a 0 f (Q)d(Q)...(6)

45 27 dimana: U = Utilitas terhadap sumber daya a = Jumlah sumber daya maksimum Q = Fungsi permintaan (e) Menduga konsumen surplus CS = U b...(7) 2 NET = CS Q...(8) dimana: CS = Konsumen surplus individu b 2 = Harga yang dibayarkan Q = Jumlah sumber daya keseluruhan atau populasi NET = Konsumen surplus populasi 2) Metode Travel Cost (TC) Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) merupakan metode yang biasa digunakan untuk memperkirakan nilai rekreasi (recreational value) dari suatu lokasi atau objek. Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai pasar. Teknik ini mengasumsikan bahwa pengunjung pada suatu tempat wisata menimbulkan atau menanggung biaya ekonomi, dalam bentuk pengeluaran perjalanan dan waktu untuk mengunjungi suatu tempat (Sobari 2007). Sobari (2007) menambahkan, bahwa tujuan melakukan metode biaya perjalanan ini adalah untuk menghitung nilai ekonomi suatu kawasan wisata melalui estimasi rata-rata permintaan terhadap kunjungan wisata di lokasi tersebut. Untuk itu, perlu diestimasi fungsi permintaan terhadap kunjungan wisata dengan formulasi sebagai berikut: dimana: Q C Y S T Q = f (C,Y,S,T) = Jumlah kunjungan individu ke lokasi wisata = Biaya perjalanan individu untuk mengunjungi lokasi wisata = Pendapatan dari individu = Biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif = Biaya waktu yang dikeluarkan individu untuk berkunjung

46 28 Metode biaya perjalanan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan individu, yaitu suatu metode untuk memperkirakan rata-rata kurva permintaan individu terhadap lokasi wisata, dimana pengunjung dikelompokkan berdasarkan pengeluaran. Fungsi permintaan dan konsumer surplus atas kunjungan wisata untuk model individual adalah sebagai berikut: (a) Pendugaan fungsi permintan β1 1 β 2 Q = β C Y S β 3 β T (1) 0 dimana: Q i C i Y i 2 3 = Jumlah kunjungan individu ke-i = Biaya perjalanan individu ke i = Pendapatan individu ke-i S i = Biaya perjalanan ke lokasi wisata substitusi individu ke i T i = Biaya waktu luang individu ke-i (b) Transformasi intersep baru fungsi permintaan LnQ = (( β 0 + β 2 (Ln Y 2 )+( β 3 (Ln S 3 ) +( β 4 Ln T 4 ))+ β1 LnC 1...(2) LnQ = β ' + β1 LnC 1...(3) (c) Transformasi fungsi permintaan (4) ke fungsi permintaan asal ' β1 Q = β C...(4) (d) Menduga total kesediaan membayar U = a 0 f (Q)d(Q)...(5) dimana: U = Utilitas terhadap biaya perjalanan a = Jumlah kunjungan maksimum Q = Fungsi permintaan (e) Menduga konsumen surplus CS = U b...(6) 2 NET = CS Q...(7)

47 29 dimana: CS = Konsumen surplus individu b 2 = Harga yang dibayarkan Q = Jumlah kunjungan polulasi NET = Konsumer surplus populasi 3) Metode Hedonic Price (HP) Pendekatan hedonic price dalam penilaian ekonomi sumber daya alam merupakan penilaian terhadap suatu sumber daya yang tidak memiliki produktivitas berupa produk final yang bernilai bagi publik (Adrianto 2007). Dalam penelitian ini, pendekatan hedonic price dilakukan untuk menghitung nilai ekonomi terhadap penggunaan lahan pemukiman di masing-masing desa. Untuk menduga nilai ekonominya, diperlukan rumusan operasional sebagai berikut: (a) Pendugaan fungsi permintaan β1 1 β 2 βn Q = β Χ X...X...(1) 0 2 n dimana: Q = Jumlah sumber daya yang diminta X 1 = Harga X 2,X 3,...X n = Karateristik sosial ekonomi konsumen/ rumah tangga (b) Transformasi intersep baru fungsi permintaan LnQ = β 0 + β1 LnX 1+ β2 LnX βn LnX n...(2) LnQ = (( β 0 + β 2 (LnX 2 )+...+ β n (LnX n )) + β 1 LnX 1...(3) LnQ = β ' + β1 LnX 1...(4) (c) Transformasi fungsi permintaan (4) ke fungsi permintaan asal ' β1 Q = β X...(5) (d) Menduga total kesediaan membayar

48 30 U = a 0 f dimana: (Q)d(Q)...(6) U = Utilitas terhadap sumber daya a = Jumlah sumber daya maksimum Q = Fungsi permintaan (e) Menduga konsumen surplus CS = U b...(7) 2 NET = CS Q...(8) dimana: CS = Konsumen surplus individu b 2 = Harga yang dibayarkan Q = Jumlah sumber daya keseluruhan atau populasi NET = Konsumen surplus populasi Analisis Sosial Masyarakat Analisis sosial masyarakat ini digunakan untuk melihat sampai sejauh mana persepsi dan respons masyarakat di keempat desa tersebut yang mencerminkan upayaupaya untuk mempertahankan keberadaannya dalam menghadapi perubahanperubahan yang terjadi di sekitarnya. Analisis ini dilakukan secara deskriptif berdasarkan data dan informasi yang diperoleh di lapangan. Tipologi pengunjung dapat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat setempat dan mempengaruhi pemenuhan kepuasan daerah pengembangan kawasan pesisir. Menurut Alfie (2007), masyarakat lokal di pesisir sangat rentan terhadap konflik akibat adanya berbagai kepentingan dari pihak-pihak tertentu dalam memanfaatkan sumber daya pesisir. Untuk itu, adanya konflik kepentingan antara pemanfaatan dan pelestarian sumber daya pesisir perlu disiasati dengan hati-hati karena kelestarian sumber daya dan pertumbuhan sosial masyarakat sangat bergantung pada pengelolaan sumber daya dan perencanaan pembangunan yang baik. Persentase untuk tiap jawaban responden dari analisis sosial masyarakat diperoleh dengan mempergunakan rumus:

49 31 Aj = (Ajw/Erp) x 100% dimana: Aj = Aspirasi jawaban menurut katagori Ajw = Jawaban menurut katagori Erp = Jumlah responden Kriteria penilaiannya adalah: 75% = Mendukung 40-75% = Cukup mendukung 40% = Tidak mendukung Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2005), analisis SWOT merupakan analisis berbagai faktor secara sistematis yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat). Faktor internal dalam analisis SWOT adalah kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness), sedangkan faktor eksternal yang dihadapi adalah peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Keterkaitan faktor internal dan eksternal tersebut digambarkan dalam bentuk matriks SWOT yang nantinya digunakan untuk menentukan alternatif strategi pengembangan wisata bahari. Untuk melakukan analisis strategi pengembangan wisata, data yang diperoleh dianalisis dengan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity dan Threat). Analisis SWOT dapat menggambarkan strategi yang dapat dilakukan dalam perencanaan pengembangan objek wisata dengan menggunakan teknik strategi silang dari keempat faktor SWOT, yaitu: Strategi SO, yaitu strategi memanfaatkan seluruh kekuatan guna merebut peluang. Strategi WO, strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi ST, strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi WT, strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi-strategi tersebut dapat digambarkan di dalam matriks SWOT, seperti yang disajikan pada Tabel 7, sedangkan diagram analisis SWOT disajikan pada Gambar 4.

50 32 Tabel 7. Matriks SWOT Pengembangan Objek Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Faktor Eksternal Faktor Internal Kekuatan kelemahan Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats) Sumber: Rangkuti (2005) SO (kekuatan-peluang) ST (kekuatan-ancaman) WO (peluang-kelemahan) WT (kelemahan-ancaman) Kelemahan Internal Berbagai Peluang 3. Mendukung 1.Mendukung strategi turn strategi agresif -around 4. Mendukung 2.Mendukung strategi defensif strategi diversifikasi Berbagai Ancaman Gambar 4. Diagram Analisis SWOT Kekuatan Internal Sumber: Rangkuti (2005) Kuadran 1: Merupakan situasi yang sangat menguntungkan karena memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy). Kuadran 2 : Meski pun menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus digunakan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara diversifikasi.

51 33 Kuadran 3: Menghadapi peluang pasar yang sangat besar tetapi di lain pihak menghadapi berbagai kendala/kelemahan internal. Fokus strateginya adalah meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik. Kuadran 4: Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan karena menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal Untuk membuat analisis SWOT, dibutuhkan analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi suatu wilayah. Analisis lingkungan internal dan eksternal dilakukan dengan matriks evaluasi faktor internal dan evaluasi faktor eksternal. Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat kedua matriks tersebut adalah: 1) Menyusun daftar faktor-faktor yang dianggap berpengaruh penting sebagai faktor internal dan eksternal dalam pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari. 2) Penilaian bobot setiap faktor strategis internal dan faktor strategis eksternal dalam pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari seperti yang disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Faktor Strategis Internal A B C... Total A B C... Total Tabel 9. Penilaian Bobot Faktor Strategis External Faktor Strategis Eksternal A B C... Total A B C...

52 Total 3) Penentuan bobot setiap variabel diperoleh dengan menggunakan proporsi nilai dari setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan dengan rumus: 34 dimana: a i X i i n a i = = Bobot variabel ke-i = Nilai variabel ke-i = 1,2,3...,n = Jumlah variabel. n X i= 1 i X i Pembobotan di tempatkan pada kolom kedua matriks dengan total bobot sama dengan satu. 4) Penentuan peringkat terhadap variabel-veriabel hasil analisis situasi dilakukan oleh peneliti, dengan skala sebagai berikut: Skala yang digunakan responden untuk menganalisis keterkaitan antar variabel dalam faktor internal: 1 = sangat kuat 3 = lemah 2 = kuat 4 = sangat lemah Skala yang digunakan responden untuk menganalisis keterkaitan antar variabel dalam faktor eksternal: 1 = rendah 3 = tinggi 2 = sedang 4 = sangat tinggi 5) Tiap peringkat dikalikan dengan masing-masing bobotnya untuk setiap variabel, sehingga menjadi skor. 6) Skor dijumlahkan untuk menentukan total skor.

53 35 Tabel 10. Matriks Evaluasi Faktor Internal Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Kekuatan Kelemahan Total Tabel 11. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Peluang Ancaman Total 7) Total skor berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Di bawah 2,5 menunjukkan posisi internal dan eksternalnya lemah, sedangkan total skor di atas 2,5 menunjukkan bahwa posisi internal dan eksternalnya berada pada tingkat yang kuat. Total skor yang berada pada nilai 2,5 menunjukkan situasi eksternal dan internalnya berada pada posisi rata-rata.

54 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geofisik Letak Geografis dan Administrasi Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin merupakan desa-desa yang berada di sekitar kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu yang berpotensi sebagai kawasan pengembangan wisata bahari. Lokasi keempat desa tersebut dapat dilihat pada Lampiran 16. Pada Tahun 2006, Desa Durian memiliki sebelas dusun dengan luas mencapai 793 hektar, Desa Pantai Labu memiliki empat dusun dengan luas 717 hektar, sedangkan Desa Beringin memiliki tiga dusun dengan luas 618 hektar dan Desa Kuala Namu memiliki empat dusun dengan luas 872 hektar. Secara geografis, Kecamatan Beringin terletak pada 2º32-3º11 LU dan 97º24-98º12 BT, sedangkan Kecamatan Pantai Labu terletak pada 2º57-3º16 LU dan 98º37-99º27 BT, sedangkan secara administratif, Kecamatan Beringin berbatasan dengan Selat Malaka dari sebelah utara, berbatasan dengan Kota Lubuk Pakam dari sebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Pantai Labu dari sebelah barat dan berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dari sebelah timur, sedangkan Kecamatan Pantai Labu berbatasan dengan Selat Malaka dari sebelah utara, berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai dari sebelah barat, berbatasan dengan Kecamatan Beringin dari sebelah timur dan berbatasan dengan Kota Lubuk Pakam dari sebelah selatan Kondisi Geologi Kondisi geologi yang terdapat di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin adalah datar dan didominasi oleh pantai berpasir, baik pasir kwarsa maupun feldspar. Keadaan fisik pantai berpasir khususnya di Desa Pantai Labu sangat dipengaruhi oleh gerakan ombak, khususnya dalam pembentukan ukuran partikel. Keempat desa tersebut berada pada dataran rendah dengan ketinggian 0-8 meter di atas permukaan laut (Bappeda Sumut 2004).

55 Kondisi Hidrologi Keadaan topografi wilayah, geomorfologi dan bentuk wilayah secara bersama-sama akan membentuk pola-pola aliran sungai yang ada. Dari pengamatan di lapangan diketahui bahwa Desa Durian di Kecamatan Pantai Labu dan Desa Beringin di Kecamatan Beringin dilalui oleh anak Sungai Deli yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk irigasi dan MCK. Sungai Deli dengan panjang 37 km dan lebar 53 meter tersebut bersumber dari Danau Toba dan bermuara di Selat Malaka. Sebagian penduduk di wilayah pesisir Desa pantai Labu memanfaatkan air tanah untuk keperluan sehari-hari dengan kedalaman air tanah berkisar antara 1,5-2,5 meter dengan kualitas yang cukup baik, namun mengingat lokasinya sangat dekat dengan pantai dan elevasi yang relatif kecil, maka kemungkinan timbulnya intrusi air laut akan sangat besar, untuk itu perlu dicegah penggunaan air tanah secara besar-besaran. Selain menggunakan air tanah, sebagian penduduk di Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu juga memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari melalui saluran PDAM Kabupaten Deli Serdang, dimana saluran PDAM tersebut telah dipasang sejalan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih untuk Bandara Internasional Kuala Namu yang hanya berjarak sekitar 1,5-2 Km dari pesisir masing-masing desa dengan kapasitas 2,5 liter per detik untuk waktu mengalir 24 jam Kondisi Klimatologi Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu berkisar antara 23ºC sampai dengan 34ºC. Kedua musim ini sangat dipengaruhi oleh angin laut yang membawa hujan dan angin gunung yang membawa panas dan lembab. Curah hujan yang menonjol di keempat desa ini adalah pada Bulan Maret, April, September sampai dengan Desember.

56 Kondisi Oseanografi Kedalaman Diperairan nusantara pada umumnya, faktor utama kedalaman perairan dipengaruhi oleh selat atau alaut atau samudera yang ada disekitarnya Pantai di pesisir timur Kabupaten Deli Serdang merupakan pantai landai dengan garis pantai sebagian besar relatif lurus dengan tipe pantai berpasir. Kedalaman perairan pesisir pantai tersebut berkisar antara 1,5-18 meter Suhu Suhu perairan dipengaruhi oleh musim dan intensitas penyinaran matahari. Perubahan suhu perairan dapat mempengaruhi proses-peoses biologis dan ekologis yang terjadi di dalam air dan pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologis di dalamnya (Alfie 2007). Di lapisan permukaan, nilai suhu air relatif hangat dibandingkan dengan di lapisan kedalaman lima meter. Suhu perairan laut di sepanjang pesisir timur Kabupaten Deli Serdang berkisar antara 27 ºC-31 ºC. Suhu minimum 27 ºC terjadi pada Bulan September sampai dengan Bulan Desember, sedangkan suhu maksimum 31 ºC terjadi pada Bulan Januari, Februari, Mei sampai dengan Agustus Kecerahan Kecerahan perairan menunjukkan besarnya intensitas cahaya matahari yang menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Nilai kecerahan dipengaruhi dipengaruhi oleh lumpur, kandungan plankton dan zat-zat terlarut lainnya. Kecerahan perairan pesisir di pantai timur Kabupaten Deli Serdang berkisar antara satu sampai dengan delapan meter, tingkat kecerahan yang terkecil berada di perairan sekitar Desa Pantai Labu yaitu satu sampai dengan dua meter, hal ini dikarenakan kawasan ini berada dekat dengan esturia dan muara Sungai Deli yang banyak mengandung sedimen (lumpur) Kecepatan Arus Kecepatan arus dipengaruhi oleh angin, musim dan kedalaman perairan. Kecepatan arus dan arah arus dari suatu badan air sangat berpengaruh terhadap

57 39 kemampuan badan air untuk mengeleminasi dan mengangkut bahan pencemar. Kecepatan arus di perairan pantai timur Kabupaten Deli Serdang dipengaruhi oleh angin dari Selat Malaka dengan ketinggian gelombang maksimum tiga meter yang biasanya terjadi pada Bulan Mei dan Bulan November. Secara umum pola sirkulasi air di perairan tersebut bergerak dari arah utara-barat laut ke arah tenggara, sejajar dengan orientasi pantai. Kecepatan arus 0,21 meter per detik terjadi disaat air pasang dan 0,48 meter per detik terjadi waktu air surut Salinitas Fluktuasi salinitas di suatu perairan dan perbedaan salinitas satu perairan lainnya terjadi karena adanya pengaruh masuknya air tawar dari sungai. Salinitas rata-rata pada perairan di pantai timur Kabupaten Deli Serdang berkisar antara 26 ppm-33 ppm. Salinitas 26 ppm terdapat pada perairan dekat pantai, karena adanya pengaruh masuknya air tawar dari Sungai Deli, sedangkan salinitas 33 ppm terdapat pada perairan laut lepas. 4.3 Kondisi Sosial Penduduk Jumlah penduduk dan kepadatannya di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin pada Tahun 2006 disajikan pada Tabel 12. Dari Tabel 12 tersebut diketahui bahwa Desa Durian memiliki jumlah penduduk terbesar, sedangkan Desa Beringin memiliki jumlah penduduk terkecil. Tabel 12. Jumlah Penduduk dan Kepadatan di Keempat Desa Tahun 2006 Nama Desa Kecamatan Luas (Km per segi) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan per Km per segi Durian Pantai Labu 7, Pantai Labu Pantai Labu 7, Beringin Beringin 6, Kuala Namu Beringin 8, Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2007)

58 Pendidikan Tingkat kesadaran masyarakat di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta di Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin akan arti pentingnya pendidikan sudah cukup tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah sekolah yang ada serta banyaknya jumlah siswa yang terdaftar bersekolah, mulai dari tingkat pendidikan dasar (SD) sampai dengan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) seperti yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Menurut Tingkat Pendidikan di Keempat Desa Tahun 2006 Nama Desa Kecamatan Tingkat Pendidikan Jumlah Murid Jumlah Sekolah Negeri Jumlah Kelas Sekolah Negeri Jumlah Guru Tetap dan Honor Rasio Murid- Guru Durian Pantai SD Labu SLTP SLTA Pantai Pantai SD Labu Labu SLTP SLTA Beringin Beringin SD SLTP SLTA Kuala Beringin SD Namu SLTP SLTA Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2007) Agama Masyarakat di Desa Durian dan Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin pada umumnya memeluk Agama Islam. Jumlah penduduk menurut agama di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta di Desa Beringin dan Desa Kuala Namu pada Tahun 2006 disajikan pada Tabel 14.

59 Tabel 14. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Keempat Desa Tahun 2006 Nama Desa Kecamatan Agama Jumlah (Jiwa) Durian Pantai Labu Islam Kristen Budha 23 Pantai Labu Pantai Labu Islam Kristen 76 Budha 12 Beringin Beringin Islam Kristen 63 Budha 35 Kuala Namu Beringin Islam Kristen 121 Budha - Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2007) Sarana dan Prasarana Dasar Transportasi dan Aksesibilitas Prasarana jalan yang menghubungkan antar desa di Desa Durian dengan Desa Pantai Labu, Kecamatan Pantai Labu dan antar Desa Beringin dengan Desa Kuala Namu, Kecamatan Beringin serta antar masing-masing desa tersebut, pada umumnya relatif baik. Sejalan dengan pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu, maka pembangunan prasarana jalan di keempat desa tersebut juga meningkat. Sampai Tahun 2007, panjang jalan yang mengubungkan Kota Lubuk Pakam dengan bandara tersebut sekitar 26 km, yang terdiri atas jalan aspal sepanjang 20 km, jalan kerikil 10 km dan jalan tanah 6 km. Untuk kelancaran lalu lintas, antara desa dengan ibu kota kecamatan terdapat sarana angkutan berupa oplet, mobil barang/truk dan ojek (sepeda motor) Jaringan Listrik, Telekomunikasi dan Air Minum Pelayanan listrik di Desa Durian dan Desa Pantai Labu serta di Desa Beringin dan Desa Kuala Namu diselenggarakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah II Cabang Deli Serdang. Daya listrik yang tersedia di keempat desa tersebut sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga, keperluan sosial dan fasilitas umum, sedangkan pelayanan telekomunikasi di keempat desa tersebut diselenggarakan oleh PT Telkom Cabang Kota Lubuk Pakam. Jumlah satuan sambungan telepon yang telah terpasang sampai Tahun 2006 di Desa

60 42 Durian sebanyak 14, Desa Pantai Labu sebanyak 23, Desa Beringin sebanyak 11 dan Desa Kuala Namu sebanyak 19. Sebagian besar masyarakat di keempat desa tersebut memenuhi kebutuhan akan air bersih dengan memanfaatkan air tanah dan sebagian kecil memanfaatkan air bersih yang disediakan oleh Perusahaan Derah Air Minum (PDAM) Kota Lubuk Pakam. Produksi air bersih di keempat desa tersebut sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 4.5 Perekonomian Wilayah Pola Kepemilikan dan Penggunaan Lahan Dari hasil pengamatan dan wawancara, diketahui bahwa saat ini sebagian besar lahan yang ada di Desa Durian dan Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai labu serta di Desa Beringin dan Desa Kuala Namu tersebut berstatus tanah ulayat. Sistem kepemilikan tanah ulayat ini bersifat turun temurun. Penggunaan tanah ulayat ini pada umumnya digunakan untuk pertanian, perkebunan kelapa, pertambakan dan pemukiman, sedangkan untuk kegiatan ekonomi, fasilitas sosial dan bangunan pemerintahan dilakukan dengan cara pelepasan hak lahan/tanah yang disetujui oleh seluruh anggota keluarga dan diganti rugi oleh negara Jenis Mata Pencaharian Seperti pada umumnya masyarakat pedesaan yang tinggal di pesisir, mata pencarian utama penduduk di wilayah Desa Durian dan Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai labu serta di Desa Beringin dan Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin antara lain adalah sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor pertambakan dan sektor perikanan laut yang umumnya digeluti oleh para nelayan di pesisir

61 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Biofisik Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan pesisir di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin memiliki pantai dengan tipe pantai berpasir landai. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap masyarakat setempat, diketahui bahwa kawasan-kawasan ini tidak pernah terjadi banjir selama 20 tahun terakhir. Dalam menentukan kesesuaian lahan bagi pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu, sangat ditentukan oleh jenis kegiatan wisata apa yang akan dikembangkan di kawasan-kawasan tersebut. Jenis kegiatan wisata pantai yang dapat dilakukan di kawasan pesisir keempat desa tersebut antara lain seperti berjalan di sepanjang pantai, permainan pasir, berjemur, olahraga pantai, berenang, berperahu dan bermain air. Untuk menganalisis kesesuaian lahan, digunakan acuan beberapa parameter (faktor pembatas) yang diperlukan untuk kelayakan wisata bahari yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001), antara lain (1) kedalaman perairan, (2) substrat, (3) kecepatan arus, (4) kecerahan perairan, (5) tipe pantai, (6) penutupan lahan dan (7) ketersediaan air bersih. Hasil pengukuran dari masing-masing parameter diberikan bobot dan skor. Parameter kedalaman dasar perairan dan kecepatan arus diberikan bobot paling tinggi, karena kedua parameter tersebut sangat menentukan untuk keselamatan wisatawan yang ingin berenang dan bermain air. Dari hasil pengukuran dan pengamatan yang telah dilakukan di 6 titik stasiun di masing-masing pantai, diperoleh kelas-kelas kesesuaian sebagaimana yang disajikan pada Tabel 15.

62 Tabel 15. Kelas - Kelas Kesesuaian di Masing - Masing Kawasan Pesisir Desa Hasil Evaluasi Pemanfaatan Ruang Desa Kecamatan Luas Panjang Garis Kelas Kesesuaian Skor (hektar) Pantai (meter) Durian Pantai Labu S2 (Sesuai) 325 Pantai Labu Pantai Labu S1 (Sangat sesuai) 355 Beringin Beringin S3 (Sesuai bersyarat) 220 Kuala Namu Beringin S3 (Sesuai bersyarat) 245 Total Sumber: Data Primer Diolah (2008) 44 Dari Tabel 15 di atas, dapat dilihat kelas-kelas kesesuaian kawasan pesisir di keempat desa tempat penelitian sebagai berikut: 1) Sangat Sesuai (S1) Pantai yang termasuk pada kondisi sangat sesuai ini, dapat dikatakan sebagai pantai yang tidak memiliki faktor pembatas yang serius untuk dijadikan sebagai lokasi wisata bahari pantai. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan di pantai ini diantaranya adalah berenang, bermain pasir, olahraga pantai, berjemur dan berkemah. Berdasarkan analisis sistem penilaian kelayakan wisata bahari pantai, diperoleh bahwa kawasan pesisir pantai Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu merupakan kawasan yang sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai wisata bahari dengan panjang garis pantai meter dan luas 338 hektar, dengan skor nilai yang diperoleh adalah 355 (Tabel 15). Semua parameter fisik yang ada membuat kawasan tersebut sangat sesuai untuk pengembangan wisata bahari, meski pun berdasarkan hasil pengukuran di lapangan ada faktor pembatas yang secara individu masuk ke dalam katagori sesuai (S2), namun secara kumulatif kawasan ini masuk ke dalam kelas sangat sesuai (S1). 2) Sesuai (S2) Pantai yang termasuk pada kondisi sesuai ini adalah pantai yang memiliki faktor pembatas yang agak serius untuk dijadikan kawaan wisata bahari pantai, namun masih cukup sesuai untuk dikembangkan. Berdasarkan analisis sistem penilaian kelayakan wisata bahari pantai, diperoleh bahwa kawasan pesisir pantai Desa Durian Kecamatan Pantai Labu merupakan kawasan yang sesuai untuk

63 45 dikembangkan sebagai wisata bahari dengan panjang garis pantai meter dan luas 307 hektar, dengan skor nilai yang diperoleh adalah 325 (Tabel 15). Semua parameter fisik yang ada membuat kawasan tersebut sesuai untuk pengembangan wisata bahari, meski pun berdasarkan hasil pengukuran di lapangan ada faktor pembatas yang secara individu masuk ke dalam katagori sangat sesuai (S1) dan sesuai bersyarat (S3), namun secara kumulatif kawasan ini masuk ke dalam kelas sesuai (S2). 3) Sesuai Bersyarat (S3) Pantai yang termasuk pada kondisi sesuai bersyarat ini adalah pantai yang memiliki faktor pembatas yang serius untuk dijadikan kawasan wisata bahari pantai. Berdasarkan analisis sistem penilaian kelayakan wisata bahari pantai, diperoleh bahwa kawasan pesisir pantai Desa Beringin dengan panjang garis pantai meter dan luas 268 hektar, dan Desa Kuala Namu dengan panjang garis pantai meter dan luas 386 hektar, di Kecamatan Kuala Namu merupakan kawasan yang sesuai bersyarat bila ingin dikembangkan sebagai wisata bahari dengan skor nilai masing-masingnya adalah 220 dan 245 (Tabel 15). Semua parameter fisik yang ada membuat kawasan tersebut sesuai bersyarat untuk pengembangan wisata bahari, meski pun berdasarkan hasil pengukuran di lapangan ada faktor pembatas yang secara individu masuk ke dalam katagori sesuai (S2), namun secara kumulatif kawasan kedua pantai ini masuk ke dalam kelas sesuai bersyarat (S3). 4) Tidak Sesuai (NS) Pantai ini merupakan pantai yang memiliki faktor pembatas permanen yang sangat serius, sehingga kawasan pantai ini tidak layak dikembangkan kegiatan wisata bahari pantai. Berdasarkan analisis sistem penilaian kelayakan wisata bahari pantai, tidak diperoleh pantai yang termasuk ke dalam katagori atau kelas tidak sesuai (NS). Kondisi parameter lahan untuk wisata bahari dan pemberian skor untuk masing-masing parameter di kawasan pesisir keempat desa disajikan pada

64 Lampiran 4. Hasil digitasi akhir peta kesesuaian lahan untuk wisata pantai di masing-masing kawasan pesisir desa disajikan pada Lampiran Analisis Daya Dukung dan Analisis Limit of Acceptable Change (LAC) Istilah daya dukung dalam penelitian ini adalah kemampuan kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin dalam menampung segenap aktifitas manusia yang akan memanfaatkan kawasan-kawasan tersebut sebagai kawaan wisata bahari. Analisis daya dukung untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir keempat desa tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti daya dukung fisik, sosial masyarakat, keamanan, mau pun daya dukung fasilitas sarana dan prasarana wisata. Daya dukung ini akan berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lainnya terkait dengan kegiatan dan sarana prasarana apa yang akan dikembangkan. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya mengevaluasi terhadap daya dukung kawasan secara fisik saja. Mengingat kawasan pesisir di keempat desa tersebut sangat rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas manusia, maka perlu dilakukan langkah yang tepat dan efektif dalam menganalisis daya dukung di kawasan pesisir keempat desa tersebut. Langkah langkah tersebut bisa dilakukan dengan menetapkan beberapa faktor pembatas berupa panjang garis pantai, ketersediaan air bersih dan luas lahan untuk akomodasi, kemudian dibandingkan dengan standar kebutuhan ruang dan fasilitas pariwisata di wilayah pesisir yang dikeluarkan oleh WTO (1981), diacu dalam Cooper et al. (1998) yang disajikan pada Tabel 5. a) Panjang Pantai Berpasir Pantai berpasir merupakan salah satu bentang alam yang dapat dijadikan objek wisata. Banyak wisatawan yang menggemari wilayah pantai untuk berbagai aktivitas wisatanya seperti berjalan di pantai, menikmati keindahan pantai, berjemur dan olahraga pantai. Berikut disajikan Tabel 16 tentang estimasi daya tampung wisatawan kawasan wisata bahari di keempat desa berdasarkan panjang pantai hasil evaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu.

65 Tabel 16. Estimasi Daya Tampung Wisatawan Berdasarkan Panjang Pantai Hasil Evaluasi Pemanfaatan Ruang Estimasi Panjang Pantai Kawasan pesisir Terhadap Daya Tampung Desa Desa Pantai Desa Desa Total Durian Labu Beringin Kuala Namu Panjang pantai berpasir (meter) Daya tampung (orang) - Kelas rendah Kelas menengah Kelas mewah Kelas istimewa (VIP) Sumber: Data Primer Diolah (2008) 47 Berdasarkan Tabel 16 di atas, terlihat bahwa berdasarkan panjang pantai berpasir, kawasan pesisir Desa Pantai Labu merupakan kawasan yang paling banyak dapat menampung wisatawan dengan daya tampung 420 orang untuk kelas rendah, 280 orang untuk kelas menengah, 210 orang untuk kelas mewah dan 140 orang untuk kelas istimewa atau VIP. Apabila diasumsikan bahwa daya dukung pantai digunakan secara penuh dengan intensitas 300 hari per tahun, maka kapasitas bagi wisatawan untuk satu tahun adalah HOW (Hari Orang Wisata) per tahun bagi kelas rendah, HOW per tahun bagi kelas menengah, HOW per tahun bagi kelas mewah dan HOW per tahun bagi kelas istimewa (VIP). Kawasan yang paling sedikit dapat menampung wisatawan adalah kawasan pesisir Desa Kuala Namu dengan daya tampung 260 orang untuk kelas rendah, 173 orang untuk kelas menengah, 130 orang untuk kelas mewah dan 87 orang untuk kelas istimewa atau VIP. Bila diasumsikan bahwa daya dukung pantai digunakan secara penuh dengan intensitas 300 hari per tahun, maka kapasitas bagi wisatawan untuk satu tahun adalah HOW (Hari Orang Wisata) per tahun bagi kelas rendah, HOW per tahun bagi kelas menengah, HOW per tahun bagi kelas mewah dan HOW per tahun bagi kelas istimewa (VIP). b) Ketersediaan Air Bersih Ketersediaan air bersih merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan suatu kawasan wisata bahari. Sebagian masyarakat di kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala

66 48 Namu memenuhi kebutuhan air bersih dengan memanfaatkan air tanah dari sumur dengan kedalaman 1,5-2,5 meter dengan kualitas yang baik, namun demikian dalam jangka waktu menengah dan panjang diperlukan pencegahan yang ketat terhadap usaha pemanfaatan air tanah di kawasan pengembangan wisata bahari, mengingat wilayah pesisir sangat berpeluang terjadinya intrusi air laut. Sebagian masyarakat lainnya juga memenuhi kebutuhan air bersih melalui saluran PDAM Kabupaten Deli Serdang, dimana saluran PDAM tersebut telah dipasang sejalan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih untuk Bandara Inernasional Kuala Namu yang hanya berjarak sekitar 1,5-2 Km dari pesisir masing-masing desa dengan kapasitas 2,5 liter per detik untuk waktu mengalir 24 jam. Apabila air bersih dari PDAM mengalir sebanyak 2,5 liter per detik untuk waktu mengalir 24 jam di masing-masing desa, maka dalam satu hari air akan mengalir sebanyak liter. Jika daya tampung (orang per hari) berdasarkan standar WTO tentang kebutuhan air bersih di daerah pasir pantai tropik adalah sekitar 500 sampai dengan liter per hari per orang, maka dapat diketahui daya tampung wisatawan untuk masing-masing pesisir desa adalah sebanyak orang per hari. Apabila diasumsikan bahwa daya dukung masing-masing pesisir desa digunakan secara penuh dengan intenitas 300 hari per tahun, maka kapasitas bagi wisatawan di masing-masing pesisir desa untuk satu tahun adalah HOW (Hari Orang Wisata) per tahun. Untuk mengantisipasi kebutuhan air bersih dan ketersediaanya, maka dapat dilakukan dengan membatasi jumlah kunjungan wisatawan yang sesuai dengan daya dukung atau mengatur waktu berkunjung wisatawan terutama saat tiba masa peak seasson, sehingga diharapkan ketersediaan air bersih dengan jumlah wisatawan yang akan berkunjung akan dapat diakomodir dengan baik. c) Luas Lahan untuk Akomodasi Ketersediaan lahan untuk dikembangkan menjadi sarana dan prasarana akomodasi wisata bahari di keempat desa dapat dilihat dari luasan lahan yang dapat menampung kegiatan yang ada. Keberlanjutan kegiatan wisata bahari di keempat kawasan tersebut perlu didukung oleh tersedianya fasilitas/akomodasi

67 49 yang baik. Sarana tersebut dapat dibangun pada lokasi yang srategis dan ramah lingkungan dengan kondisi ekologis yang tetap memperhatikan kondisi alami daerah. Luas lahan untuk akomodasi sangat terkait dengan luas daerah, selain itu akomodasi juga harus memberikan rasa aman, dekat dengan objek wisata, nyaman dan sejuk serta mudah menjangkau fasilitas umum seperti telefon, jalan raya, instansi pemerintah, terminal angkutan umum, tempat ibadah dan lain-lain. Berikut disajikan Tabel 17 tentang estimasi daya tampung wisatawan kawasan wisata bahari di keempat desa berdasarkan luas lahan untuk akomodasi. Tabel 17. Estimasi Daya Tampung Wisatawan Berdasarkan Luas Lahan Akomodasi Hasil Evaluasi Pemanfaatan Ruang Estimasi Luas Lahan Kawasan pesisir Terhadap Daya Tampung Desa Desa Desa Desa Total Durian Pantai Labu Beringin Kuala Namu Luas lahan untuk akomodasi (hektar) Daya tampung (ribu orang) - Kelas ekonomi - Kelas menengah Kelas istimewa (VIP) Sumber: Data Primer Diolah (2008) Berdasarkan Tabel 17 di atas, terlihat bahwa berdasarkan luas lahan untuk akomodasi, kawasan pesisir Desa Pantai Labu merupakan kawasan yang paling banyak dapat menampung wisatawan dengan daya tampung orang untuk kelas rendah, orang untuk kelas menengah dan orang untuk kelas istimewa atau VIP. Bila diasumsikan bahwa daya dukung pantai digunakan secara penuh dengan intensitas 300 hari per tahun, maka kapasitas bagi wisatawan untuk satu tahun adalah 147 juta HOW (Hari Orang Wisata) per tahun bagi kelas rendah, 77.4 juta HOW per tahun bagi kelas menengah dan 48.9 juta HOW per tahun bagi kelas istimewa (VIP). Kawasan yang paling sedikit dapat menampung wisatawan adalah kawasan pesisir Desa Kuala Namu dengan daya tampung orang untuk kelas rendah, orang untuk kelas menengah dan orang untuk kelas istimewa atau VIP. Bila diasumsikan bahwa daya dukung pantai digunakan secara penuh dengan

68 50 intenitas 300 hari per tahun, maka kapasitas bagi wisatawan untuk satu tahun adalah 55.5 juta HOW (Hari Orang Wisata) per tahun bagi kelas rendah, 29.1 juta HOW per tahun bagi kelas menengah dan 18.6 juta HOW per tahun bagi kelas istimewa (VIP). Selain analisis daya dukung, analisis biofisik lainnya yang juga dibutuhkan untuk mengevaluasi pemanfaatan ruang wisata adalah analisis limit of accaptable change. Menurut George et al. (1985), analisis limit of accaptable change bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan rona lingkungan dibolehkan terjadi dalam mengembangkan suatu objek wisata dan ditetapkan secara eksplisit melalui standard kuantitatif. Standard kuantitatif yang diacu dalam penelitian ini adalah standar ruang untuk fasilitas pariwisata di wilayah pesisir sebagaimana yang telah ditetapkan oleh World Tourism Organization (WTO) pada Tahun 1981, dimana suatu wilayah administrasi hanya diperbolehkan menggunakan setengah dari luas total lahannya saja untuk pengembangan wisata bahari. Kebutuhan setiap orang akan ruang dan jenis kegiatan yang diinginkan sangat bervariasi dan relatif, bergantung pada latar belakang budaya, kemampuan ekonomi dan gaya hidup. Mengingat kawasan pesisir di keempat desa tersebut sangat rentan terhadap kerusakan akibat aktifitas manusia, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan pengelolaan untuk mencegah perubahan yang lebih jauh dalam memanfaatkan daya dukung di kawasan pesisir di keempat desa tersebut. Tindakan-tindakan tersebut bisa dilakukan dengan menetapkan beberapa faktor pembatas berupa panjang garis pantai, ketersediaan air bersih dan luas lahan untuk akomodasi. Hasil pengamatan di lapangan diperoleh bahwa ketiga faktor pembatas tersebut tidak menjadi kendala bagi pengembangan wisata bahari di kawasan ini, Apabila dilihat dari panjang garis pantai yang dimiliki oleh keempat desa tersebut, hanya sebagian kecil saja yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat, baik sebagai daerah perikanan tangkap, perkebunan, pertambakan dan pemukiman. Untuk kawasan daratan pesisir seluas hektar yang layak sebagai lahan untuk pembangunan akomodasi, pada umumnya merupakan lahan kosong dan semak belukar, sehingga pembangunan sarana akomodasi dengan mudah dapat dilaksanakan dengan kerusakan lingkungan yang minim. Dari hasil pengukuran

69 51 lahan yang layak untuk pengembangan wisata bahari di masing-masing desa, diketahui bahwa luas lahan yang layak untuk pengembangan wisata bahari di masing-masing desa tersebut masih mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi sebagaimana yang disyaratkan oleh WTO, yaitu Desa Durian (57,38%), Desa Pantai Labu (57,18%), Desa Beringin (56,63%) dan Desa Kuala Namu (55,73%). 5.2 Analisis Valuasi Ekonomi Analisis Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pantai Analisis valuasi ekonomi sumber daya pantai dapat terdiri atas nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak langsung dan nilai keberadaan. Nilai manfaat langsung adalah nilai yang langsung dapat dirasakan manfaatnya dari sumber daya alam, misalnya nilai perikanan tangkap. Nilai Manfaat tidak langsung adalah nilai yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya dari sumber daya alam, misalnya rekreasi. Nilai Keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang akan keberadaan sumber daya alam, misalnya habitat. Nilai ekonomi terhadap sumber daya pantai yang ada di sepanjang pantai keempat desa (Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu), antara lain adalah: 1) Manfaat Langsung Manfaat langsung yang dapat diperoleh masyarakat terhadap keberadaan pantai di kawasan pesisir keempat desa tersebut antara lain adalah: (a) Perkebunan Kelapa Perkebunan kelapa merupakan salah satu komoditas utama yang diusahakan masyarakat di sepanjang pantai keempat desa yang dilakukan secara tradisional dengan luas areal keseluruhan adalah 90 hektar, selain menghasilkan buah dan kayu batang kelapa, keberadaan pohon-pohon kelapa ini juga berfungsi melindungi pemukiman penduduk dari terpaan angin dan panas udara laut. Buah kelapa yang dihasilkan, selain memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, sebagian besar hasilnya dijual kepada pedagang pengumpul yang selanjutnya dijual ke Kota Lubuk Pakam. Hasil perhitungan analisis valuasi ekonomi terhadap

70 52 nilai buah kelapa, diketahui total nilai produksi kelapa di sepanjang pantai keempat desa tersebut adalah Rp 135 juta per tahun. Manfaat lain yang dapat diambil secara langsung dari perkebunan kelapa adalah kayu batang kelapa yang dapat digunakan untuk perumahan dan perabot rumah tangga. Hasil perhitungan analisis valuasi ekonomi diketahui bahwa nilai kayu batang kelapa di sepanjang pantai keempat desa tersebut adalah Rp juta. Dengan demikian, nilai manfaat langsung dari perkebunan kelapa di sepanjang pantai Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu adalah sebesar Rp 8.235,00 juta per tahun. (b) Perikanan Tangkap Berdasarkan perkembangan jenis mata pencaharian masyarakat pesisir di, jumlah nelayan tetap adalah 200 orang dan nelayan sambilan sebanyak 450 orang. Pada umumnya, nelayan menggunakan peralatan tradisional dalam menangkap ikan atau hasil laut lainnya. Jumlah dan jenis perahu/ alat tangkap nelayan di keempat desa tersebut disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Jenis dan Jumlah Perahu/Alat Tangkap Nelayan di Keempat Desa Nama Perahu/ Alat Tangkap Desa Desa Durian Desa Pantai Labu Desa Beringin Desa Kuala Namu Perahu tanpa motor Perahu motor 5 GT Perahu motor di atas 5 GT Pukat pantai Pukat cincin Jaring insang hanyut Jaring klitik Pancing Alat pengumpul kerang Sumber: Data Primer Diolah (2008) Hasil perhitungan analisis valuasi ekonomi diketahui bahwa nilai manfaat langsung dari hasil tangkapan nelayan adalah sebesar Rp juta per tahun. Dengan demikian, nilai manfaat langsung di keempat desa, dilihat dari keberadaan perkebunan kelapa dan perikanan tangkap adalah sebesar Rp ,00 juta per tahun. Proses perhitungan analisis valuasi ekonomi sumber daya pantai berdasarkan manfaat langsung disajikan pada Lampiran 9.

71 53 2) Manfaat Tidak Langsung Manfaat tidak langsung dari keberadaan pantai di pantai Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu tersebut adalah adanya keindahan pantai yang dapat dijadikan kawasan wisata. Untuk mengetahui besarnya nilai manfaat keindahan ini dilakukan dengan pendekatan biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung dalam menikmati kawasan wisata tersebut. Penentuan besarnya biaya ini dilakukan dengan cara survei biaya perjalanan (Travel Cost Method) bagi beberapa orang wisatawan yang berkunjung baik lokal maupun luar negeri dengan menggunakan metode benefit transfer. Mengingat kawasan ini belum memiliki sarana/prasarana wisata dan belum memiliki banyak wisatawan terutama wisatawan asing, maka survei dilakukan ke kawasan wisata bahari di kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Serdang Bedagai yang telah berhasil mengembangkan wisata bahari di kawasan pesisir pantainya yaitu kawasan wisata bahari Pantai Cermin. Data biaya perjalanan yang diperoleh dari tiap-tiap responden di kawasan wisata bahari Kabupaten Serdang Bedagai tersebut akan ditransfer menjadi data biaya perjalanan wisatawan ke kawasan pesisir keempat desa. (a) Jumlah Pengunjung Jumlah kunjungan pengunjung atau wisatawan ke suatu lokasi wisata mencerminkan tingkat kesukaannya terhadap objek wisata yang dikunjungi dan tingkat kepuasaan yang diperoleh atas kunjungan yang dilakukan sebelumnya. Semakin banyak frekuensi wisatawan berkunjung ke lokasi wisata, maka kondisi tersebut dapat menggambarkan kesukaan dan kepuasaannya terhadap lokasi wisata. Jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi wisata dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain biaya yang dikeluarkan, tingkat pendapatan wisatawan, daya tarik objek wisata dan akses dari domisili wisatawan. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, hanya terdapat satu faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan (responden), yaitu biaya perjalanan. Untuk faktor lainnya, seperti faktor pendapatan individu dan faktor biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif (substitusi) yang mungkin ada di tempat lain, tidak dapat digunakan

72 54 sebagai variabel peubah, karena responden tidak memberikan informasi yang akurat tentang jumlah pendapatannya setiap bulan dan biaya perjalanan ke lokasi wisata alternatif yang mungkin ada, begitu juga dengan biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu untuk mengunjungi lokasi tidak dapat dihitung, karena seluruh responden tidak memberikan informasi yang akurat tentang waktu kerja dan waktu luang per bulannya. Tabel 19 memperlihatkan frekuensi kunjungan wisatawan (responden), sedangkan data tentang jumlah kunjungan wisatawan (responden) dan rincian total biaya perjalanan wisatawan berdasarkan pendekatan individual disajikan pada Lampiran 10. Tabel 19. Frekuensi Kunjungan Ke Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara Frekuensi Kunjungan (kali) Jumlah Orang Persen (%) Kunjungan pertama 4 13,34 Kunjungan kedua 10 33,33 Kunjungan ketiga 10 33,33 Kunjungan keempat 6 20,00 Jumlah ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008) (b) Biaya Perjalanan Komponen biaya perjalanan merupakan kumulatif biaya yang dikeluarkan wisatawan untuk sampai ke dan kembali dari tempat wisata yang dikunjungi. Biaya perjalanan tersebut terdiri atas biaya transportasi (pergi dan pulang), biaya akomodasi (penginapan) selama berada di lokasi, biaya konsumsi, tiket masuk dan biaya lain-lain. Total biaya perjalanan wisatawan berdasarkan daerah asal disajikan pada Tabel 20.

73 55 Tabel 23. Total Biaya Perjalanan Wisatawan Pantai Cermin Berdasarkan Dearah Asal Biaya ke dan di lokasi (Rp) No Daerah Asal Lama Kunjungan Transportasi (pp) Konsumsi Akomodasi Hotel Tiket Masuk Lain-lain Total (Rp) 1 Sedang Bedagai , , , , ,00 2 Medan , , , , ,00 3 Tebing Tinggi , , , , ,00 4 Binjai , , , , , ,00 5 Deli Serdang , , , , ,00 6 Malaysia , , , , , ,00 7 Cina , , , , , ,34 8 India , , , , ,00 9 Singapura , , , , ,00 Rata-rata 1, , , , , , ,59 Sumber: Data Primer Diolah (2008)

74 56 (c) Surplus Konsumen (Consumer Surplus). Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan pengunjung ke kawasan wisata bahari pantai cermin dengan pendekatan individual sebagai berikut: 2, f (Q): = 0, Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan pengunjung ke kawasan wisata bahari pantai cermin yang disajikan pada Gambar 5. f (Q) Gambar 5. Kurva Permintaan Pengunjung Ke Kawasan Wisata Bahari Pantai Cermin Q Hasil kalkulasi menunjukkan bahwa surplus konsumen per individu dari permintaan pengunjung adalah sebesar Rp ,00, sehingga nilai ekonomi dengan metode benefit transfer dari sumber daya wisata bahari di masing-masing desa adalah Rp ,00 untuk Desa Durian, Rp ,00 untuk Desa Pantai Labu, Rp ,00 untuk Desa Beringin dan Rp ,00 untuk Desa Kuala Namu. Total nilai ekonomi dari sumber daaya wisata bahari di keempat desa tersebut adalah Rp ,00 per tahun atau Rp 2.561,96 juta per tahun. Hasil analisis regresi dari fungsi permintaan wisatwan menggunakan Software Excel 2003 disajikan pada Lampiran 11, sedangkan hasil analisis surplus konsumen dengan menggunakan Software Maple 9.5 disajikan pada Lampiran 12.

75 57 3) Nilai Keberadaan Nilai keberadaan (Existence Value) pantai yang dirasakan masyarakat pesisir di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin adalah keberadaan perkebunan kelapa yang dirasakan oleh masyarakat setempat sebagai pelindung dari terpaan angin laut dan panasnya matahari, sehingga masyarakat yang pemukimannya dikelilingi perkebunan kelapa akan merasa lebih nyaman dibandingkan dengan pemukiman masyarakat yang tidak dikelilingi perkebunan kelapa. Hasil analisis valuasi ekonomi diketahui bahwa nilai keberadaan perkebunan kelapa di sepanjang pantai Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu adalah Rp 91,50 juta per tahun. Proses perhitungan analisis valuasi ekonomi untuk nilai keberadaan disajikan pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil dari nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak langsung dan nilai keberadaan, maka dapat dihitung nilai ekonomi total terhadap sumber daya pantai yang ada di sepanjang pantai keempat desa (Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu) seperti disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Nilai Ekonomi Sumber Daya Pantai Jenis Manfaat Total (Juta Rupiah Per Tahun) Manfaat Langsung ,00 Manfaat Tidak Langsung 2.561,96 Nilai Keberadaan 91,50 Nilai Ekonomi Total ,46 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Analisis Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pertanian, Pertambakan dan Pemukiman Setiap kawasan atau wilayah tentu akan memiliki nilai ekonomi yang berbeda tergantung pada fungsi sumber daya alam, lahan dan lingkungan yang terdapat di dalam setiap kawasan atau wilayah tersebut, sehingga akan sangat penting kiranya dilakukan suatu penilaian yang komprehensif yang mencerminkan

76 58 nilai ekonomi dari kawasan yang dimaksud. Penilaian ekonomi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode valuasi ekonomi. Dalam penelitian ini, akan dihitung nilai ekonomi sumber daya pertanian, pertambakan dan pemukiman dengan menggunakan metode valuasi ekonomi pendekatan Effect On Production (EOP). Berikut diuraikan hasil penilaian ekonomi sumber daya lahan tersebut di masing-masing desa. 1) Desa Durian Kecamatan Pantai Labu (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Durian memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 250 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertanian ini adalah sebanyak 320 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 976,67 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 16 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 3.290,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 36 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petani di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp 2.363,40 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 320 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 250 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Durian disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut:

77 59 fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 6. f (Q) Gambar 6. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Durian Q (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Durian memiliki lahan seluas 106 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 186 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 246,67 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 11 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petambak di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah sebesar Rp 4.329,71 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 186 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 106 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan

78 60 pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah Rp ,36 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertambakan di Desa Durian disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar 7. f (Q) Q Gambar 7. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Durian (c) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman Kawasan pemukiman di Desa Durian memiliki lahan seluas 157 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 946 rumah tangga (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya adalah 101 meter. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga rata-rata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu disajikan pada lampiran 3.

79 61 Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp 115,01 per hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 946 dan luas lahan pemukimannya sebanyak 157 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp ,22 per tahun. Kurva permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Durian disajikan pada Gambar 7. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Durian disajikan pada Lampiran 15. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar 8. f (Q) Q Gambar 8. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Permukiman di Desa Durian Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga sumber daya di atas, maka diperoleh total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu adalah sebesar Rp ,58 per tahun atau Rp 291,52 juta per tahun.

80 62 2) Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Pantai Labu memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 172 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertanian di desa ini adalah sebanyak 278 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 745,34 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 14 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 1.797,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 33 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTA dan besaran keluarga rata-rata sebanyak tiga orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petani di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp 2.775,82 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 278 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 172 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,10 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Pantai Labu disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu adalah sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 9. f(q)

81 63 Gambar 9. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Pantai Labu (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Pantai Labu memiliki lahan seluas 98 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 114 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 249,34 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 12 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 39 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak lima orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petambak di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran3.. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah sebesar Rp 9.413,46 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 114 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 98 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah sebesar Rp ,10 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertambakan di Desa Pantai Labu disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut: fq ( ) := Q Q

82 64 Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar 10. f(q) Gambar 10. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Pantai Labu Q (c) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman Kawasan pemukiman di Desa Pantai Labu memiliki lahan seluas 183 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 773 rumah tangga (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya adalah 106,27 meter. Rata-rata umur responden mencapai 39 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga ratarata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp ,64 per

83 65 hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 773 dan luas lahan pemukimannya sebanyak 183 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Pantai Labu disajikan pada Lampiran 15. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar 11. f(q) Q Gambar 11. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Pantai Labu Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga sumber daya di atas, maka diperoleh total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Pantai Labu adalah sebesar Rp ,20 per tahun atau Rp 6.592,04 juta per tahun. 3) Desa Beringin Kecamatan Beringin (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Beringin memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 94 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha

84 66 pertanian di desa ini adalah sebanyak 180 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 757,34 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 13 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 1.933,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petani di Desa Beringin Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp ,06 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 180 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 94 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,20 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Beringin disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Beringin Kecamatan Beringin sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 12. f(q)

85 67 Gambar 12. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Beringin Q (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Beringin memiliki lahan seluas 77 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 102 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 174,14 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 12 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petambak di Desa Beringin Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah Rp 175,62 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 102 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 77 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah Rp ,48 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertambakan di Desa Beringin disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Beringin Kecamatan Beringin sebagai berikut:

86 68 fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar 13. f (Q) Q Gambar 13. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Beringin (c) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman Kawasan pemukiman di Desa Beringin memiliki lahan seluas 144 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 530 rumah tangga (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya adalah 87,06 meter. Rata-rata umur responden mencapai 40 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga rata-rata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Beringin Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp 107,60 per hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 530 dan luas lahan pemukimannya sebanyak 144 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Beringin disajikan pada Lampiran 15.

87 69 Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Beringin Kecamatan Beringin sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar 14. f(q) Gambar 14. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Beringin Q Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga sumber daya di atas, maka diperoleh total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Beringin adalah sebesar Rp ,68 per tahun atau Rp 332,04 juta per tahun. 4) Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Kuala Namu memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 310 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan

88 70 usaha pertanian di desa ini adalah sebanyak 518 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 1.154,67 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 17 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 2.517,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 39 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petani di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp 5.677,95 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 518 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 310 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Kuala Namu disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 15. f (Q)

89 71 Gambar 15. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Kuala Namu Q (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Kuala Namu memiliki lahan seluas 112 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 227 orang (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 158 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 10 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 36 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak tiga orang per KK. Data tentang karaktersistik lengkap responden petambak di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah Rp 7.985,08 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 227 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 112 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah Rp ,90 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple lahan pertambakan di Desa Kuala Namu disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin sebagai berikut:

90 72 fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar 16. f (Q) Gambar 16. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Kuala Namu Q (c) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman Kawasan pemukiman di Desa Kuala Namu memiliki lahan seluas 193 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 474 rumah tangga (BPSKDS 2007). Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya adalah 102,80 meter. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga ratarata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil kalkulasi menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp ,94 per hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 474 dan luas lahan pemukimannya seluas 193 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp

91 ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Kuala Namu disajikan pada Lampiran 15. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Kuala Namu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar 17. f(q) Q Gambar 17. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Kuala Namu. Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga sumber daya lahan di atas, maka diperoleh total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Kuala Namu adalah sebesar Rp ,90 per tahun Rp 5.085,00 juta per tahun. Dari hasil analisis di atas, dapat dihitung nilai ekonomi total terhadap sumber daya kawasan berupa lahan pertanian, lahan pertambakan dan lahan pemukiman di keempat desa (Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu) seperti disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Nilai Ekonomi Total Sumber Daya Pertanian, Pertambakan dan Pemukiman di Keempat Desa Desa Kecamatan Total (Juta Rupiah Per Tahun) Durian Pantai labu 291,52 Pantai Labu Pantai Labu 6.592,04 Beringin Beringin 322,04 Kuala Namu Beringin 5.085,00

92 74 Nilai Ekonomi Total ,60 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Analisis Valuasi Ekonomi Total Berdasarkan hasil valuasi ekonomi terhadap sumber daya pantai dan sumber daya pertanian, pertambakan serta pemukiman di keempat desa tersebut, diperoleh nilai ekonomi total dari keseluruhan sumber dayanya sebesar Rp ,06 juta per tahun. Nilai ini cukup besar atau mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan nilai total valuasi ekonomi sumber daya pantai dan lahan yang diperoleh Bappeda Kabupaten Deli Serdang dari hasil penelitiannya tentang studi rencana pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir bandara pada Tahun 2006 yang hanya mencapai juta per tahun. Adanya peningkatan ini diduga karena meningkatnya harga jual hasil pertanian dan pertambakan milik petani dan petambak serta harga jual tanah oleh warga di keempat desa seiring melonjaknya harga kebutuhan pokok dan harga bahan bakar minyak selama dua tahun terakhir ini. 5.3 Analisis Sosial Masyarakat Keberhasilan pelaksanaan pembangunan di suatu kawasan sangat ditentukan oleh respon yang timbul dari masyarakat setempat dan pemerintah daerahnya, sehingga dapat diketahui apa dan bagaimana suatu kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan, siapa yang menjadi pelakunya serta pada situasi dan kondisi yang bagaimana hal tersebut dapat dilakukan. Evaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu akan berhasil dengan baik bila ada respon positif dari masyarakat setempat dan pemdanya. Mengingat di kawasan pesisir sepanjang pantai Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu terdapat pemukiman masyarakat, maka dengan sendirinya pengembangan wisata bahari di kawasan ini akan berdampak bagi masyarakatnya, baik dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata bahari secara langsung, maupun dampak dari kegiatan lain akibat dibukanya kegiatan wisata.

93 75 Dampak-dampak yang muncul tersebut sangat berkaitan erat dengan kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan. Semakin besar kegiatan wisata disuatu kawasan, maka semakin luas dampak yang ditimbulkannya. Dengan kesesuaian lahan dan daya dukung yang memadai, maka akan semakin tepat ruang yang dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya, sehingga dengan demikian akan terkendali jumlah wisatawan yang berkunjung dan akan bisa terkelola kegiatan pembangunan fisik bagi penyediaan sarana dan prasarana wisata. Untuk memperoleh data mengenai tinjauan aspek sosial dalam rangka mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di keempat desa tersebut, dilakukan wawancara terhadap beberapa anggota masyarakat, pejabat pemda dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada umumnya, pemahaman masyarakat setempat (responden) baik yang berprofesi sebagai nelayan, petambak, dan petani adalah baik. Mereka menyadari akan arti pentingnya sumber daya pesisir dan lautan bagi kelangsungan kehidupan dan mata pencahariannya. Sebanyak 83% responden masyarakat di keempat desa tersebut menyatakan setuju bila kawasan pantainya dikembangkan kegiatan wisata bahari karena dapat membuka peluang usaha baru, membuka lapangan kerja serta dapat memasarkan industri kerajinannya dan hanya 17 % responden yang menyatakan kurang setuju bila kawasan pantai di desanya dijadikan kegiatan wisata bahari dengan alasan karena dapat merusak nilai-nilai agama dan tradisi budaya masyarakat setempat. Hasil tabulasi wawancara masyarakat untuk mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari disajikan pada Lampiran 5. Masyarakat (responden) yang menyatakan setuju juga menginginkan agar Pemerintah Daerah Kabupatn Deli Serdang selalu melibatkan masyarakat setempat dalam pembangunan serta pengelolaaan wisata bahari di masa mendatang, sehingga kekecewaan masyarakat dalam pembangunan fasilitas bandara dan wisata bahari yang terjadi selama ini di daerah mereka tidak terjadi lagi, karena banyaknya masalah dan konflik yang timbul akibat masyarakat setempat tidak dilibatkan sejak perencanaan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap responden dari instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang (Bapedalda, Bappeda, Dinas Perhubungan, Dinas Perikanan dan Kelautan dan Dinas Tata Ruang) serta

94 76 Lembaga Swadaya Masyarakat, diketahui bahwa Pemda dan LSM menyatakan setuju atau mendukung bila kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu dijadikan sebagai daerah wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Para responden dari pemda dan LSM tersebut beralasan bahwa selain kawasan tersebut berorientasi proyek yang dapat memunculkan manfaat ekonomi berupa sumber pendapatan baru bagi daerah dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat, juga sangat mengharapkan adanya kegiatan konservasi bagi ekosistem dan habitat yang mungkin ada dan langka di kawasan pesisir keempat desa tersebut. Hasil tabulasi wawancara pemda dan LSM untuk mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari disajikan pada Lampiran Analisis SWOT Dari hasil pengamatan di lapangan dan analisis data, diketahui berbagai potensi dan permasalahan dalam mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Dengan menganalisis potensi dan permasalahan tersebut maka dapat diidentifikasi variabel-variabel SWOT yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan strategi pengelolaan wisata bahari dimasa yang akan datang Identifikasi Faktor-Faktor SWOT Adapun unsur-unsur yang terekam dari wawancara dengan responden dalam analisis ini antara lain: 1) Kekuatan (Strengths) (a) Potensi Biofisik Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu memiliki sumber daya alam yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek daya tarik wisata, diantaranya adalah pemandangan alam yang asri, pantai berpasir dan hasil laut. Apabila potensi sumber daya alam tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik menjadi objek wisata, maka akan mampu menghadirkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokalnya.

95 77 (b) Penduduk yang Telah Lama Tinggal Rata-rata penduduk di kawasan pesisir keempat desa tersebut telah lama tinggal bahkan sejak mereka lahir sehingga rasa kepemilikannya terhadap alam akan menjadi lebih besar. Dengan besarnya rasa kepemilikan tersebut, maka akan semakin besar pula kesadaran masyarakat untuk turut memelihara berbagai aset sumber daya alam dan budaya yang dimilikinya. Hal ini dapat menjadi sebuah kekuatan yang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. (c) Potensi Budaya Masyarakat Budaya gotong-royong yang masih terpelihara baik pada masyarakat di kawasan pesisir keempat desa tersebut merupakan suatu unsur kekuatan yang dapat dimaksimalkan dan diandalkan. Selain itu, keadaan desa yang sejuk dan nyaman yang ditunjang oleh sifat masyarakat yang ramah merupakan unsur kekuatan lain yang bisa diandalkan di kawasan ini. (d) Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup baik adalah salah satu kekuatan di kawasan ini. Hal tersebut dapat dilihat dari ketersediaan gedung sekolah, sarana kesehatan berupa puskesmas dan sarana peribadatan berupa mesjid dan gereja. Prasarana jalan yang menghubungkan antar desa di Desa Durian dengan Desa Pantai Labu dan antar Desa Beringin dengan Desa Kuala Namu umumnya relatif baik. Sejalan dengan pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu, maka pembangunan prasarana jalan di keempat desa tersebut juga meningkat, selain itu pelayanan jaringan listrik, telekomunikasi dan air bersih juga menjadi unsur kekuatan lain yang bisa diandalkan di kawasan ini. 2) Kelemahan (Weaknesses) (a) Kurangnya Kualitas Sumber Daya Masyarakat Dalam Manajemen Ekowisata Kegiatan wisata memang diharapkan akan dapat mendatangkan berbagai lapangan pekerjaan yang baik, namun bila kualitas dalam manajemen ekowisata

96 78 kurang memadai, maka pekerjaan yang mungkin dijalankan hanyalah sebagai nelayan biasa atau pedagang. Hal ini menjadi salah satu kendala karena untuk ikut terlibat dalam kegiatan industri wisata yang besar, dibutuhkan kualifikasi tertentu terutama tentang manajemen ekowisata dan kemampuan berbahasa asing yang baik. Manejemen ekowisata dibutuhkan agar masyarakat juga dapat mengelola wisata dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. (b) Kurangnya Modal Usaha Sebagian besar masyarakat setuju bahwa peluang wisata bahari di kawasan pesisir keempat desa tersebut sangat baik, namun keterbatasan modal mengakibatkan masyarakatnya kurang bisa melibatkan diri dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang ada. Dukungan modal tentunya sangat diharapkan bagi masyarakat setempat untuk bisa secara maksimal menangkap peluang wisata. 3) Peluang (Opportunities) (a) Kesempatan Kerja Dengan mulai dikembangkannya kegiatan wisata bahari di kawasan pesisir keempat desa tersebut, diharapkan perekonomian masyarakat akan semakin meningkat, selain itu masyarakat juga dapat menjual kerajinan tangan berupa sovenir pada wisatawan yang berkunjung. Adanya kesempatan kerja akan membuka harapan baru bagi masyarakat untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya. (b) Kebijakan Pemerintah Daerah Dengan dikeluarkannya kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Deli Serdang yang didalamnya mengatur tentang ruang wisata di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu, maka menjadi keharusan bagi pemda untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki untuk meningkatkan Pendapatan Asli Dearah (PAD) dan mensejahterakan masyarakat

97 79 lokal di kawasan pesisir tersebut. Kebijakan tersebut tidak akan berhasil tanpa dukungan oleh masyarakat lokal dan pihak pengembang wisata. (c) Penelitian dan Pengembangan Banyak hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan oleh pemda mau pun kalangan perguruan tinggi yang mengarahkan para pihak yang berkepentingan dalam pengembangan wisata bahari di kawasan ini untuk senantiasa menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada, seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove yang harus dilakukan konservasi. Konservasi perlu dilakukan agar sumber daya alam yang ada tetap terjaga kelestariannya, sehingga pengembangan wisata berbasis lingkungan (ekowisata) dapat dikembangkan di kawasan pesisir keempat desa ini. 4) Ancaman (Threats) (a) Konflik Pemanfatan Ruang Kecenderungan perkembangan fisik perkotaan dalam konteks konsep Kota Metropolitan Medan Binjai-Deli Serdang ditambah dengan telah dimulainya pembangunan Bandara Udara Internasional Kuala Namu di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, menyebabkan lahan-lahan di sepanjang garis pantai Deli Serdang, mulai dari Belawan hingga Pantai Labu telah mulai menjadi lahan yang bernilai ekonomis tinggi karena berpotensi untuk dijadikan sebagai objek bisnis pariwisata, pelabuhan komersial dan pelabuhan pendaratan ikan. Kondisi tersebut sering menimbulkan konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang yang ada. Dari pengamatan lapangan, diketahui ada tiga stakeholders yang memanfaatkan kawasan pesisir di Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu, yaitu nelayan, Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata bersama investor swasta yang sedang mengambangkan proyek wisata bahari. (b) Kerusakan Sumber Daya Alam Pemanfaatan sumber daya alam yang kurang mengindahkan faktor daya dukung sumber daya alam dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan atau bahkan musnahnya sumber daya alam. Apabila kegiatan wisata bahari

98 80 dilakukan dengan tidak bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan disekitarnya seperti merusak mangrove, terumbu karang, membuang limbah di perairan pantai, akan menyebabkan kerusakan sember daya alam dan secara tidak langsung akan mematikan kegiatan wisata itu sendiri. (c) Pergeseran Nilai Budaya Kunjungan wisatawan tidak saja dapat mendatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar, namun juga bisa mendatangkan dampak-dampak yang dapat menggeser tatanan nilai budaya masyarakatnya. Faktor ancaman degredasi budaya merupakan sesuatu yang paling mungkin terjadi, sehingga proteksi kepada masyarakat terhadap budaya asing yang masuk perlu dilakukan Matriks SWOT Setelah melakukan pengamatan terhadap lingkungan internal dan mengidentifikasi faktor-faktor strategi dalam mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu, langkah selanjutnya adalah membuat matriks SWOT yang terdiri atas matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan matriks EFE (External Factor Evaluation). Kedua matriks tersebut perlu dibuat untuk memperoleh strategi SWOT Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai fungsional dari suatu wilayah. Matriks IFE juga dikenal dengan istilah IFAS (Internal Factor Analysis Summary). Matriks IFE dari penelitian ini disajikan pada Tabel 26. Berdasarkan matriks tersebut diperoleh total skor sebesar 2,64. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu cukup kuat untuk mengantisipasi kelemahan yang ada. Penentuan bobot setiap faktor strategi internal dapat dilihat pada Lampiran 7.

99 81 Tabel 26. Matriks IFE Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu No Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 Potensi Biofisik (S1) 0,16 4 0,64 2 Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (S2) 0,17 3 0,51 3 Potensi Budaya Masyarakat (S3) 0,17 2 0,34 4 Sarana dan Prasarana (S4) 0,16 2 0,32 5 Kurangnya Kualitas SDM Dalam Manajemn 0,17 3 0,51 Ekowisata (W1) 6 Kurangnya Modal Usaha (W2) 0,16 2 0,32 Total 1,00-2,64 Sumber: Data Primer Diolah Keterangan: S = Strength (Kekuatan) W= Weaknesses (Kelemahan) Matriks EFE (External Factor Evaluation) Matriks EFE merupakan alat untuk mengukur seberapa baik manajemen (rating) menanggapi faktor tertentu dalam hal tingkat pentingnya (bobot) faktor tersebut bagi suatu wilayah, sehingga dengan demikian matriks ini membantu mengorganisir faktor-faktor srategi eksternal kedalam katagori-katagori peluang dan ancaman. Matriks EFE dikenal juga dengan nama istilah EFAS (External Factor Analysis Summary). Matriks EFE dari penelitian ini disajikan pada Tabel 27. Penentuan bobot setiap faktor strategi ekstrenal dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 27. Matriks EFE Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu No Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 Kesempatan Kerja (O1) 0,17 3 0,51 2 Kebijakan Pemerintah Daerah (O2) 0,16 3 0,48 3 Penelitian dan Pengembangan (O3) 0,16 2 0,32 4 Konflik Pemanfatan Ruang (T1) 0,17 3 0,51 5 Kerusakan Sumber Daya Alam (T2) 0,17 2 0,34 6 Pergeseran Nilai Budaya (T3) 0,16 2 0,32

100 82 Total 1,00-2,48 Sumber: Data Primer Diolah Keterangan: O = Opportunities (Peluang) T = Threats (Ancaman) Berdasarkan matriks EFE tersebut diperoleh total skor sebesar 2,48. Nilai tersebut menunjukkan bahwa strategi yang dijalankan pemda dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu (di kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu) belum cukup efektif untuk meminimalisir atau menghindari pengaruh ancaman yang menghadang Matriks Strategi SWOT Untuk memperoleh strategi pengembangan wisata bahari, data atau informasi yang diperoleh dianalisis dengan dengan menggunakan teknik strategi silang dari keempat faktor SWOT, yaitu: Strategi SO, yaitu strategi memanfaatkan seluruh kekuatan guna merebut peluang. Strategi WO, strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi ST, strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi WT, strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Strategi-strategi tersebut dapat digambarkan di dalam matriks SWOT, seperti yang disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Matriks Analisis SWOT Faktor Eksternal Pengembangan Wisata Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats) Faktor Internal Pengembangan Wisata Kekuatan kelemahan SO WO (kekuatan-peluang) (peluang-kelemahan) ST WT (kekuatan-ancaman) (kelemahan-ancaman) Alternatif strategi dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan

101 83 Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin dirangkum dalam matriks SWOT. Matriks alternatif strategi SWOT dari hasil penelitian disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Matriks SWOT Strategi Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Internal Kekuatan (Strengths) 1. Potensi biofisik 2. Penduduk yang telah lama tinggal 3. Potensi budaya masyarakat Kelemahan (Weaknesses) 1. Kurangnya kualitas masyarakat dalam manajemen ekowisata 2. Kurangnya modal usaha Ekstrenal 4. Sarana dan prasarana Peluang (Opportunities) 1. Kesempatan kerja 2. Kebijakan pemda 3. Penelitian & pengembangan Ancaman (Threats) 1. Konflik Pemanfatan Ruang 2. Kerusakan Sumber Daya Alam 3. Pergeseran Nilai Budaya Strategi SO 1. Mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan berbasis ekowisata (S1,S2,S3,S4,01) 2. Melakukan berbagai upaya promosi tentang daerah wisata (S1,S2,S4,01,O2,03) Strategi ST 1. Melakukan pembinaan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan (S1, S4,T1,T2) 2. Memperkuat sistem kelembagaan desa (S2,S3,T3) Strategi WO 1. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lokal dalam manajemen ekowisata (W1,01,03) 2. Mendirikan lembaga keuangan non bank (W2,02) Strategi WT 1. Meningkatkan sosialisasi perda tentang ruang wisata bahari (W1,T1) 2. Menegakan hukum yang tegas bagi pelaku kerusakan SDA (W2,T2,T3) Sumber: Data Primer Diolah (2008) Perumusan Strategi Utama Strategi utama atau grand strategy dirumuskan dengan cara memilih prioritas strategi apa yang paling cocok dengan kondisi internal dan kondisi eksternal dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu berdasarkan tingkat kepentingannya (perankingan). Hasil perankingan dari setiap alternatif strategi dapat dilihat pada Tabel 30.

102 84 Tabel 30. Perankingan Alternatif Strategi Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu No Alternatif Unsusr-unsur yang Jumlah Pembobotan Skor Ranking Strategi terkait 1 SO1 S1,S2,S3,S4,01 0,16+0,17+0,17+0,16+0,17 0, SO2 S1,S2,S4,01,O2,03 0,16+0,17+0,16+0,17+0,16+0,16 0, WO1 W1,01,03 0,17+0,17+0,16 0, WO2 W2,02 0,16+0,16 0, ST1 S1,S4,T1,T2 0,16+0,16+0,17+0,17 0, ST2 S2,S3,T3 0,17+0,17+0,16 0, WT1 W1,T1 0,17+ 0,17 0, WT2 W2,T2,T3 0,16+0,17+0,16 0,49 5 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Berdasarkan Tabel 30, dapat diketahui dua alternatif strategi utama dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu, yaitu pertama, melakukan berbagai upaya promosi tentang potensi kawasan pesisir keempat desa sebagai kawasan wisata bahari untuk menarik para wisatawan dan investor. Kedua, mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut berbasiskan ekowisata. Diagram analisis SWOT dari penelitian ini disajikan pada Gambar 17. Berdasarkan Gambar 17, diketahui bahwa strategi yang mendukung dalam pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu adalah strategi agresif. Penentuan strategi tersebut dapat diketahui dari posisi kuadran dalam diagram SWOT yang diperoleh dengan menghitung selisih total skor antara kekuatan dan kelemahan internal (sumbu horizontal), serta menghitung selisih total skor antara peluang dan ancaman (sumbu vertikal) sebagai faktor eksternal. Peluang Strategi Agresif Kelemahan Internal (0,98;0,14) Kekuatan Internal

103 85 Berbagai Ancaman Gambar 17. Diagram Analisis SWOT Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Dari perhitungan tersebut diperoleh koordinat titik absis dan titik ordinat, yaitu (0,98;0,14) yang terletak pada kuadran 1. Posisi ini merupakan kondisi yang menguntungkan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang, karena kebijakan perda tentang pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu didukung oleh kekuatan internal yang dimiliki serta dengan memanfaatkan peluang yang ada untuk melaksanakan strategi pemanfaatan ruang yang tepat di kawasan pesisir bandara. Strategi yang harus diterapkan adalah mendukung kebijakan yang agresif. 5.4 Arahan Kebijakan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Deli Serdang (RUTRKDS) yang disusun dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah No 11 Tahun 2006, kawasan pesisir Desa Durian dan Desa Pantai labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin merupakan kawasan strategis untuk pengembangan pariwisata di Kabupaten Deli Serdang, hal ini tidak terlepas dari keindahan pantai yang cukup menarik dengan berbagai kegiatan wisata yang bisa dilakukan seperti berperahu, berenang, berjemur dan olahraga pantai. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap aspek biofisik, aspek ekonomi, aspek sosial masyarakat dan SWOT, terlihat bahwa sektor wisata bahari memiliki potensi untuk dapat dikembangkan di kawasan pesisir keempat desa tersebut, khususnya di Desa Pantai Labu, namun mengingat keterbatasan keuangan daerah dan dalam upaya mengatasi konflik yang timbul, terutama sekali dengan masyarakat lokal, maka arahan kebijakan ruang untuk pengembangan wisata bahari yang bisa direkomendasikan peneliti kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang antara lain adalah:

104 86 a) Mendorong atau mendukung pemda dan swasta dalam membangun dan mengembangkan objek wisata bahari yang berbasiskan ekowisata. b) Meningkatkan peran serta masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam pelaksanaan Rencana Umum Tata Ruang kawasan pesisir bandara serta pelaksanaan program-program pengelolaan pesisir lainnya. c) Diperlukan beberapa perubahan peraturan agar kawasan tersebut dapat menarik investor asing, diantaranya adalah dengan mengevaluasi peraturan-peraturan tentang perizinan dan perpajakan yang menuju prinsip win-win solution. d) Melakukan pembinaan terhadap masyarakat setempat dalam pemanfaatan ruang secara baik sesuai dengan peruntukannya dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan melalui penyuluhan lingkungan dan diversifikasi usaha serta penegakan hukum yang tegas bagi yang melanggarnya. Adapun program-program wisata bahari yang dapat direkomendasikan antara lain adalah: a) Membuat dermaga sederhana bagi kapal wisatawan yang ingin berkeliling menelusuri pantai atau perairan atau pergi ke objek wisata yang ada di wilayah pesisir kabupaten tetangga (Kabupaten Serdang Bedagai) seperti di kawasan Pantai Cermin yang terkenal dengan wisata pantai modern dengan fasilitas water boom nya dan berkunjung ke Pulau Berhala yang hanya berjarak sekitar 1 mil dari pesisir Desa Kuala Namu. b) Menawarkan kegiatan pariwisata perikanan, yaitu kegiatan wisata yang memanfaatkan kegiatan perikanan laut sebagai objek wisata, mulai dari kegiatan penangkapan ikan sampai dengan kegiatan pendaratan c) Membangun pasar untuk pemasaran hasil kerajinan tradisional masyarakat setempat. d) Membangun pusat kesenian daerah yang dapat dinikmati wisatawan dengan nyaman dan menjalin kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism

105 87 partnership yang dapat dilakukan sejak perencanaan, manajemen hingga ke pemasaran e) Melaksanakan program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan wisatawan tentang manajemen wisata di pantai, seperti olah raga pantai, berenang, berperahu, menyelam dan mempelajari habitat/ekosistem di pesisir.

106 Tabel 20. Total Biaya Perjalanan Wisatawan Pantai Cermin Berdasarkan Dearah Asal Daerah Asal Lama Kunjungan Transportasi (pp) Biaya ke dan di lokasi (Rp) Akomodasi Konsumsi Hotel Tiket Masuk Lain-lain Total (Rp) Sedang Bedagai , , , , ,00 Medan , , , , ,00 Tebing Tinggi , , , , ,00 Binjai , , , , , ,00 Deli Serdang , , , , ,00 Malaysia , , , , , ,00 Cina , , , , , ,34 India , , , , ,00 Singapura , , , , ,00 Rata-rata 1, , , , , , ,59 Sumber: Data Primer Diolah (2008) 55

107 56 (c) Surplus Konsumen (Consumer Surplus) Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan pengunjung ke kawasan wisata bahari pantai cermin dengan pendekatan individual sebagai berikut: 2, f (Q): = 0, Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan pengunjung ke kawasan wisata bahari pantai cermin yang disajikan pada Gambar 5. f (Q) Gambar 5. Kurva Permintaan Pengunjung Ke Kawasan Wisata Bahari Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Q Hasil perhitungan menunjukkan bahwa surplus konsumen per individu dari permintaan pengunjung adalah sebesar Rp ,00, sehingga nilai ekonomi dengan metode benefit transfer dari sumber daya wisata bahari di masing-masing desa adalah Rp ,00 untuk Desa Durian, Rp ,00 untuk Desa Pantai Labu, Rp ,00 untuk Desa Beringin dan Rp ,00 untuk Desa Kuala Namu. Total nilai ekonomi dari sumber daaya wisata bahari di keempat desa tersebut adalah Rp ,00 per tahun atau Rp 2.561,96 juta per tahun. Hasil analisis regresi dari fungsi permintaan wisatwan menggunakan Software Excel 2003 disajikan pada Lampiran 11, sedangkan hasil analisis surplus konsumen dengan menggunakan Software Maple 9.5 disajikan pada Lampiran 12.

108 57 3) Nilai Keberadaan Nilai keberadaan (Existence Value) pantai yang dirasakan masyarakat pesisir di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin adalah keberadaan perkebunan kelapa yang dirasakan oleh masyarakat setempat sebagai pelindung dari terpaan angin laut dan panasnya matahari, sehingga masyarakat yang pemukimannya dikelilingi perkebunan kelapa akan merasa lebih nyaman dibandingkan dengan pemukiman masyarakat yang tidak dikelilingi perkebunan kelapa. Hasil analisis valuasi ekonomi diketahui bahwa nilai keberadaan perkebunan kelapa di sepanjang pantai Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu adalah Rp 91,50 juta per tahun. Proses perhitungan analisis valuasi ekonomi untuk nilai keberadaan disajikan pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil dari nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak langsung dan nilai keberadaan, maka dapat dihitung nilai ekonomi total terhadap sumber daya pantai yang ada di sepanjang pantai keempat desa (Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu) seperti disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Nilai Ekonomi Sumber Daya Pantai Jenis Manfaat Total (Juta Rupiah Per Tahun) Manfaat Langsung ,00 Manfaat Tidak Langsung 2.561,96 Nilai Keberadaan 91,50 Nilai Ekonomi Total ,46 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Analisis Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pertanian dan Pertambakan dengan Metode Effect on Production Analisis valuasi ekonomi dengan pendekatan effect on production dilakukan terhadap sumber daya lahan yang memiliki produktivitas berupa produk final yang bernilai bagi publik. Berikut diuraikan hasil valuasi ekonominya untuk masing-masing kawasan pesisir desa.

109 58 1) Desa Durian Kecamatan Pantai Labu (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Durian memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 250 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertanian ini adalah sebanyak 320 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 976,67 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 16 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 3.290,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 36 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petani di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp 2.363,40 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 320 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 250 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Durian disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 6.

110 59 f (Q) Gambar 6. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Durian Q (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Durian memiliki lahan seluas 106 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 186 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 246,67 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 11 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petambak di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah sebesar Rp 4.329,71 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 186 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 106 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah Rp ,36 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertambakan di Desa Durian disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut:

111 60 fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar 7. f (Q) Q Gambar 7. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Durian Dari kedua sumber daya di atas, diketahui total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu dengan pendekatan effect on production adalah sebesar Rp ,36 per tahun. 2) Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Pantai Labu memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 172 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertanian di desa ini adalah sebanyak 278 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 745,34 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 14 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 1.797,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 33 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTA dan besaran keluarga rata-rata sebanyak tiga orang per KK. Data tentang

112 61 karakteristik lengkap responden petani di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp 2.775,82 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 278 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 172 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,10 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Pantai Labu disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu adalah sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 8. f(q) Q Gambar 8. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Pantai Labu (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Pantai Labu memiliki lahan seluas 98 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 114 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 249,34 kilogram per hektar per orang per tahun

113 62 dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 12 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 39 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak lima orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petambak di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah sebesar Rp 9.413,46 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 114 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 98 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah sebesar Rp ,10 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertambakan di Desa Pantai Labu disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar 9. f(q) Q Gambar 9. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa P. Labu

114 63 Dari kedua sumber daya di atas, diketahui total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu dengan pendekatan effect on production adalah sebesar Rp ,20 per tahun 3) Desa Beringin Kecamatan Beringin (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Beringin memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 94 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertanian di desa ini adalah sebanyak 180 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 757,34 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 13 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 1.933,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp per tahunnya. Ratarata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petani di Desa Beringin Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp ,06 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 180 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 94 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,20 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Beringin disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Beringin Kecamatan Beringin sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 10.

115 64 f(q) Gambar 10. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Beringin Q (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Beringin memiliki lahan seluas 77 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 102 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 174,14 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 12 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang karakteristik lengkap responden petambak di Desa Beringin Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah Rp 175,62 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 102 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 77 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah Rp ,48 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertambakan di Desa Beringin disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Beringin Kecamatan Beringin sebagai berikut:

116 65 fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar 11. f (Q) Q Gambar 11. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa Beringin Dari kedua sumber daya di atas, diketahui total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Beringin Kecamatan Beringin dengan pendekatan effect on production adalah sebesar Rp ,68 per tahun. 4) Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin (a) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertanian Kawasan pertanian di Desa Kuala Namu memiliki lahan sawah tadah hujan seluas 310 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertanian di desa ini adalah sebanyak 518 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa produksi rata-rata mencapai sebanyak 1.154,67 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertani rata-rata mencapai 17 tahun, sedangkan harga rata-rata padi per satuan kilogram mencapai Rp 2.517,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 39 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak empat orang per KK. Data tentang

117 66 karakteristik lengkap responden petani di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertanian adalah sebesar Rp 5.677,95 per hektar per tahun, dengan jumlah petani sebanyak 518 orang dan luas lahan pertaniannya sebanyak 310 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertanian dari fungsinya sebagai lahan pertanian adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pertanian Desa Kuala Namu disajikan pada Lampiran 13. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertanian di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertaniannya yang disajikan pada Gambar 12. f (Q) Q Gambar 12. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Kuala Namu (b) Penilaian Ekonomi Kawasan Pertambakan Kawasan pertambakan di Desa Kuala Namu memiliki lahan seluas 112 hektar. Jumlah penduduk yang tercatat melakukan kegiatan usaha pertambakan ini adalah sebanyak 227 orang. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa

118 produksi rata-rata mencapai sebanyak 158 kilogram per hektar per orang per tahun dengan pengalaman bertambak rata-rata mencapai 10 tahun, sedangkan harga rata-rata hasil tambak per satuan kilogram mencapai Rp ,00 dengan tingkat pendapatan rata-rata mencapai Rp ,00 per tahunnya. Rata-rata umur responden mencapai 36 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan besaran keluarga rata-rata sebanyak tiga orang per KK. Data tentang karaktersistik lengkap responden petambak di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pertambakan adalah Rp 7.985,08 per hektar per tahun, dengan jumlah petambak sebanyak 227 orang dan luas lahan pertambakannya sebanyak 112 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pertambakan dari fungsinya sebagai lahan pertambakan adalah Rp ,90 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple lahan pertambakan di Desa Kuala Namu disajikan pada Lampiran 14. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pertambakan di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pertambakannya yang disajikan pada Gambar f (Q) Q Gambar 13. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pertambakan di Desa K. Namu

119 68 Dari kedua sumber daya di atas, diketahui total nilai ekonomi sumber daya kawasan di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin dengan pendekatan effect on production adalah sebesar Rp ,90 per tahun Analisis Valuasi Ekonomi dengan Metode Hedonic Price Analisis valuasi ekonomi dengan metode hedonic price dilakukan terhadap penggunaan lahan perumahan atau pemukiman di masing-masing desa yang akan digunakan untuk pengembangan wisata bahari. Berikut diuraikan hasil valuasi ekonomi dengan metode hedonic price di masing-masing desa. 1) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman di Desa Durian Kawasan pemukiman di Desa Durian memiliki lahan seluas 157 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 946 rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya adalah 101 meter. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga rata-rata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu disajikan pada lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp 115,01 per hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 946 dan luas lahan pemukimannya sebanyak 157 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp ,22 per tahun. Kurva permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Durian disajikan pada Gambar 7. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Durian disajikan pada Lampiran 15. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut:

120 69 fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar 14. f (Q) Gambar 14. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Permukiman di Desa Durian Q 2) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman di Desa Pantai Labu Kawasan pemukiman di Desa Pantai Labu memiliki lahan seluas 183 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 773 rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya adalah 106,27 meter. Rata-rata umur responden mencapai 39 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga rata-rata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp ,64 per hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 773 dan luas lahan pemukimannya sebanyak 183 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp

121 ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Pantai Labu disajikan pada Lampiran 15. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar 15. f(q) Gambar 15. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa P. Labu Q 3) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman di Desa Beringin Kawasan pemukiman di Desa Beringin memiliki lahan seluas 144 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 530 rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya adalah 87,06 meter. Rata-rata umur responden mencapai 40 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga rata-rata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Beringin Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3.

122 71 Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp 107,60 per hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 530 dan luas lahan pemukimannya sebanyak 144 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Beringin disajikan pada Lampiran 15. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Beringin Kecamatan Beringin sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar 16. f(q) Q Gambar 16. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa Beringin 4) Penilaian Ekonomi Kawasan Pemukiman di Desa Kuala Namu Kawasan pemukiman di Desa Kuala Namu memiliki lahan seluas 193 hektar. Jumlah rumah tangga yang tercatat bermukim di desa ini adalah sebanyak 474 rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa rata-rata responden mau menerima senilai Rp ,00 untuk melepas setiap meter per segi lahan pemukiman miliknya, sedangkan luas rata rata lahan pemukimannya

123 adalah 102,80 meter. Rata-rata umur responden mencapai 37 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan penghasilan keluarga rata-rata sebesar Rp ,00 per tahun. Data tentang karakteristik lengkap responden yang bermukim di Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin disajikan pada Lampiran 3. Hasil perhitungan menggunakan Software Maple 9,5, diperoleh surplus konsumen per individu dari kawasan pemukiman adalah sebesar Rp ,94 per hektar per tahun, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 474 dan luas lahan pemukimannya seluas 193 hektar, maka nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman dari fungsinya sebagai lahan pemukiman adalah sebesar Rp ,00 per tahun. Hasil analisis regresi dan analisis maple kawasan pemukiman di Desa Kuala Namu disajikan pada Lampiran 15. Dengan menggunakan Software Maple 9,5, dapat diperoleh consumer surplus dari fungsi permintaan penggunaan lahan pemukiman di Desa Kuala Namu sebagai berikut: fq ( ) := Q Selanjutnya diperoleh kurva permintaan penggunaan lahan pemukimannya yang disajikan pada Gambar f(q) Q Gambar 17. Kurva Permintaan Penggunaan Lahan Pemukiman di Desa K. Namu Dari hasil valuasi ekonomi di atas, diketahui total nilai ekonomi sumber daya kawasan pemukiman di keempat desa dengan pendekatan hedonic price adalah sebesar Rp ,22 per tahun.

124 Nilai Ekonomi Total Dari hasil analisis valuasi ekonomi sumber daya kawasan yang dilakukan, diketahui nilai ekonomi total terhadap sumber daya penggunaan lahan pertanian, lahan pertambakan dan lahan pemukiman di keempat desa (Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu) seperti disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Nilai Ekonomi Total Penggunaan Lahan Pertanian, Pertambakan dan Pemukiman di Keempat Desa Desa Kecamatan Total (Juta Rupiah Per Tahun) Durian Pantai labu 291,52 Pantai Labu Pantai Labu 6.592,04 Beringin Beringin 322,04 Kuala Namu Beringin 5.085,00 Nilai Ekonomi Total ,60 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Dengan demikian maka diketahui nilai ekonomi total dari keseluruhan sumber daya pantai, sumber daya lahan berupa lahan pertanian, pertambakan serta pemukiman di keempat desa tersebut adalah sebesar Rp ,06 juta per tahun. 5.3 Analisis Sosial Masyarakat Keberhasilan pelaksanaan pembangunan di suatu kawasan sangat ditentukan oleh respon yang timbul dari masyarakat setempat dan pemerintah daerahnya, sehingga dapat diketahui apa dan bagaimana suatu kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan, siapa yang menjadi pelakunya serta pada situasi dan kondisi yang bagaimana hal tersebut dapat dilakukan. Evaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu akan berhasil dengan baik bila ada respon positif dari masyarakat setempat dan pemdanya. Mengingat di kawasan pesisir sepanjang pantai Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu terdapat pemukiman masyarakat, maka dengan sendirinya pengembangan wisata bahari di kawasan ini akan berdampak bagi masyarakatnya, baik dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata bahari secara langsung, maupun dampak dari kegiatan lain akibat dibukanya kegiatan wisata.

125 74 Dampak-dampak yang muncul tersebut sangat berkaitan erat dengan kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan. Semakin besar kegiatan wisata disuatu kawasan, maka semakin luas dampak yang ditimbulkannya. Dengan kesesuaian lahan dan daya dukung yang memadai, maka akan semakin tepat ruang yang dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya, sehingga dengan demikian akan terkendali jumlah wisatawan yang berkunjung dan akan bisa terkelola kegiatan pembangunan fisik bagi penyediaan sarana dan prasarana wisata. Untuk memperoleh data mengenai tinjauan aspek sosial dalam rangka mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di keempat desa tersebut, dilakukan wawancara terhadap beberapa anggota masyarakat, pejabat pemda dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada umumnya, pemahaman masyarakat setempat (responden) baik yang berprofesi sebagai nelayan, petambak, dan petani adalah baik. Masyarakat menyadari akan arti pentingnya sumber daya pesisir dan lautan bagi kelangsungan kehidupan dan mata pencahariannya. Sebanyak 83% responden masyarakat di keempat desa tersebut menyatakan setuju bila kawasan pantainya dikembangkan kegiatan wisata bahari karena dapat membuka peluang usaha baru, membuka lapangan kerja serta dapat memasarkan industri kerajinannya dan hanya 17 % responden yang menyatakan kurang setuju bila kawasan pantai di desanya dijadikan kegiatan wisata bahari dengan alasan karena dapat merusak nilai-nilai agama dan tradisi budaya masyarakat setempat. Hasil tabulasi wawancara masyarakat untuk mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari disajikan pada Lampiran 5. Masyarakat (responden) yang menyatakan setuju juga menginginkan agar Pemerintah Daerah Kabupatn Deli Serdang selalu melibatkan masyarakat setempat dalam pembangunan serta pengelolaaan wisata bahari di masa mendatang, sehingga kekecewaan masyarakat dalam pembangunan fasilitas bandara dan wisata bahari yang terjadi selama ini di daerah mereka tidak terjadi lagi, karena banyaknya masalah dan konflik yang timbul akibat masyarakat setempat tidak dilibatkan sejak perencanaan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap responden dari instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang (Bapedalda, Bappeda, Dinas Perhubungan, Dinas Perikanan dan Kelautan dan Dinas Tata Ruang) serta

126 75 Lembaga Swadaya Masyarakat, diketahui bahwa Pemda dan LSM menyatakan setuju atau mendukung bila kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu dijadikan sebagai daerah wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Para responden dari pemda dan LSM tersebut beralasan bahwa selain kawasan tersebut berorientasi proyek yang dapat memunculkan manfaat ekonomi berupa sumber pendapatan baru bagi daerah dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat, juga sangat mengharapkan adanya kegiatan konservasi bagi ekosistem dan habitat yang mungkin ada dan langka di kawasan pesisir keempat desa tersebut. Hasil tabulasi wawancara pemda dan LSM untuk mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari disajikan pada Lampiran Analisis SWOT Dari hasil pengamatan di lapangan dan analisis data, diketahui berbagai potensi dan permasalahan dalam mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu. Dengan menganalisis potensi dan permasalahan tersebut, maka dapat diidentifikasi variabel-variabel SWOT yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan strategi pengelolaan wisata bahari dimasa yang akan datang Identifikasi Faktor-Faktor SWOT Adapun unsur-unsur yang terekam dari wawancara dengan responden dalam analisis ini antara lain: 1) Kekuatan (Strengths) (a) Potensi Biofisik Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kawasan pesisir keempat desa memiliki sumber daya alam yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek daya tarik wisata, diantaranya adalah pemandangan alam yang asri, pantai berpasir dan hasil laut. Apabila potensi sumber daya alam tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik menjadi objek wisata, maka akan mampu menghadirkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokalnya.

127 76 (b) Penduduk yang Telah Lama Tinggal Rata-rata penduduk di kawasan pesisir keempat desa tersebut telah lama tinggal bahkan sejak mereka lahir sehingga rasa kepemilikannya terhadap alam akan menjadi lebih besar. Dengan besarnya rasa kepemilikan tersebut, maka akan semakin besar pula kesadaran masyarakat untuk turut memelihara berbagai aset sumber daya alam dan budaya yang dimilikinya. Hal ini dapat menjadi sebuah kekuatan yang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. (c) Potensi Budaya Masyarakat Budaya gotong-royong yang masih terpelihara baik pada masyarakat di kawasan pesisir keempat desa tersebut merupakan suatu unsur kekuatan yang dapat dimaksimalkan dan diandalkan. Selain itu, keadaan desa yang sejuk dan nyaman yang ditunjang oleh sifat masyarakat yang ramah merupakan unsur kekuatan lain yang bisa diandalkan di kawasan ini. (d) Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup baik adalah salah satu kekuatan di kawasan ini. Hal tersebut dapat dilihat dari ketersediaan gedung sekolah, sarana kesehatan berupa puskesmas dan sarana peribadatan berupa mesjid dan gereja. Prasarana jalan yang menghubungkan antar desa di Desa Durian dengan Desa Pantai Labu dan antar Desa Beringin dengan Desa Kuala Namu umumnya relatif baik. Sejalan dengan pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu, maka pembangunan prasarana jalan di keempat desa tersebut juga meningkat, selain itu pelayanan jaringan listrik, telekomunikasi dan air bersih juga menjadi unsur kekuatan lain yang bisa diandalkan di kawasan ini. 2) Kelemahan (Weaknesses) (a) Kurangnya Kualitas Sumber Daya Manusia Dalam Manajemen Ekowisata Kegiatan wisata memang diharapkan akan dapat mendatangkan berbagai lapangan pekerjaan yang baik, namun bila kualitas dalam manajemen ekowisata kurang memadai, maka pekerjaan yang mungkin dijalankan hanyalah sebagai nelayan biasa atau pedagang. Hal ini menjadi salah satu kendala karena untuk ikut

128 77 terlibat dalam kegiatan industri wisata yang besar, dibutuhkan kualifikasi tertentu terutama tentang manajemen ekowisata dan kemampuan berbahasa asing yang baik. Manejemen ekowisata dibutuhkan agar masyarakat juga dapat mengelola wisata dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. (b) Kurangnya Modal Usaha Sebagian besar masyarakat setuju bahwa peluang wisata bahari di kawasan pesisir keempat desa tersebut sangat baik, namun keterbatasan modal mengakibatkan masyarakatnya kurang bisa melibatkan diri dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang ada. Dukungan modal tentunya sangat diharapkan bagi masyarakat setempat untuk bisa secara maksimal menangkap peluang wisata. 3) Peluang (Opportunities) (a) Kesempatan Kerja Dengan mulai dikembangkannya kegiatan wisata bahari di kawasan pesisir keempat desa tersebut, diharapkan perekonomian masyarakat akan semakin meningkat, selain itu masyarakat juga dapat menjual kerajinan tangan berupa sovenir pada wisatawan yang berkunjung. Adanya kesempatan kerja akan membuka harapan baru bagi masyarakat untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya. (b) Kebijakan Pemerintah Daerah Dengan adanya kebijakan pemda tentang pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir bandara, maka menjadi keharusan bagi pemda untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki untuk meningkatkan Pendapatan Asli Dearah (PAD) dan mensejahterakan masyarakat lokal di kawasan pesisir tersebut. Kebijakan tersebut tidak akan berhasil tanpa dukungan oleh masyarakat lokal dan pihak pengembang wisata. (c) Penelitian dan Pengembangan Banyak hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan oleh pemda mau pun kalangan perguruan tinggi yang mengarahkan para pihak yang

129 78 berkepentingan dalam pengembangan wisata bahari di kawasan ini untuk senantiasa menjaga kelestarian sumber daya alam yang ada, seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove yang harus dilakukan konservasi. Konservasi perlu dilakukan agar sumber daya alam yang ada tetap terjaga kelestariannya, sehingga pengembangan wisata berbasis lingkungan (ekowisata) dapat dikembangkan di kawasan pesisir keempat desa ini. 4) Ancaman (Threats) (a) Konflik Pemanfatan Ruang Kecenderungan perkembangan fisik perkotaan dalam konteks konsep Kota Metropolitan Medan Binjai-Deli Serdang ditambah dengan telah dibangunnya Bandara Udara Internasional Kuala Namu di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, menyebabkan lahan-lahan di sepanjang garis pantai Kabupaten Deli Serdang, mulai dari Belawan hingga Pantai Labu telah mulai menjadi lahan yang bernilai ekonomis tinggi karena berpotensi untuk dijadikan sebagai objek bisnis pariwisata, pelabuhan komersial dan pelabuhan pendaratan ikan. Kondisi tersebut sering menimbulkan konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang yang ada. Dari pengamatan lapangan, diketahui ada tiga stakeholders yang memanfaatkan kawasan pesisir di Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu, yaitu nelayan, Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata bersama investor swasta yang sedang mengembangkan proyek wisata bahari. (b) Kerusakan Sumber Daya Alam Pemanfaatan sumber daya alam yang kurang mengindahkan faktor daya dukung sumber daya alam dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan atau bahkan musnahnya sumber daya alam. Apabila kegiatan wisata bahari dilakukan dengan tidak bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan disekitarnya seperti merusak mangrove, membuang limbah di perairan pantai, akan menyebabkan kerusakan sember daya alam dan secara tidak langsung akan mematikan kegiatan wisata itu sendiri.

130 79 (c) Pergeseran Nilai Budaya Kunjungan wisatawan tidak saja dapat mendatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar, namun juga bisa mendatangkan dampak-dampak yang dapat menggeser tatanan nilai budaya masyarakatnya. Faktor ancaman degredasi budaya merupakan sesuatu yang paling mungkin terjadi, sehingga proteksi kepada masyarakat terhadap budaya asing yang masuk perlu dilakukan Matriks SWOT Setelah melakukan pengamatan terhadap lingkungan internal dan mengidentifikasi faktor-faktor strategi dalam mengevaluasi pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu, langkah selanjutnya adalah membuat matriks SWOT yang terdiri atas matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan matriks EFE (External Factor Evaluation). Kedua matriks tersebut perlu dibuat untuk memperoleh strategi SWOT Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai fungsional dari suatu wilayah. Matriks IFE juga dikenal dengan istilah IFAS (Internal Factor Analysis Summary). Matriks IFE dari penelitian ini disajikan pada Tabel 23. Berdasarkan matriks tersebut diperoleh total skor sebesar 2,64. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu cukup kuat untuk mengantisipasi kelemahan yang ada. Penentuan bobot setiap faktor strategi internal dapat dilihat pada Lampiran 7.

131 Tabel 23. Matriks IFE Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Potensi Biofisik (S1) 0,16 4 0,64 Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (S2) 0,17 3 0,51 Potensi Budaya Masyarakat (S3) 0,17 2 0,34 Sarana dan Prasarana (S4) 0,16 2 0,32 Kurangnya Kualitas SDM Dalam Manajemen Ekowisata (W1) 0,17 3 0,51 Kurangnya Modal Usaha (W2) 0,16 2 0,32 Total 1,00-2,64 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Keterangan: S = Strength (Kekuatan) W= Weaknesses (Kelemahan) Matriks EFE (External Factor Evaluation) Matriks EFE merupakan alat untuk mengukur seberapa baik manajemen (rating) menanggapi faktor tertentu dalam hal tingkat pentingnya (bobot) faktor tersebut bagi suatu wilayah, sehingga dengan demikian matriks ini membantu mengorganisir faktor-faktor srategi eksternal kedalam katagori-katagori peluang dan ancaman. Matriks EFE dikenal juga dengan nama istilah EFAS (External Factor Analysis Summary). Matriks EFE dari penelitian ini disajikan pada Tabel 24. Penentuan bobot setiap faktor strategi ekstrenal dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 24. Matriks EFE Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Kesempatan Kerja (01) 0,17 3 0,51 Kebijakan Pemerintah Daerah (O2) 0,16 3 0,48 Penelitian dan Pengembangan (O3) 0,16 2 0,32 Konflik Pemanfatan Ruang (T1) 0,17 3 0,51 Kerusakan Sumber Daya Alam (T2) 0,17 2 0,34 Pergeseran Nilai Budaya (T3) 0,16 2 0,32 Total 1,00-2,48 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Keterangan: O = Opportunities (Peluang) T = Threats (Ancaman) Berdasarkan matriks EFE tersebut diperoleh total skor sebesar 2,48. Nilai tersebut menunjukkan bahwa strategi yang dijalankan pemda dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir

132 81 Bandara Internasional Kuala Namu (di kawasan pesisir Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin dan Desa Kuala Namu) belum cukup efektif untuk meminimalisir atau menghindari pengaruh ancaman yang menghadang Matriks Strategi SWOT Untuk memperoleh strategi pengembangan wisata bahari, data atau informasi yang diperoleh dianalisis dengan dengan menggunakan teknik strategi silang dari keempat faktor SWOT. Alternatif strategi dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir di Desa Durian dan Desa Pantai Labu di Kecamatan Pantai Labu serta Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin dirangkum dalam matriks SWOT. Matriks alternatif strategi SWOT hasil penelitian disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Matriks SWOT Strategi Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Internal Kekuatan (Strengths) 1. Potensi biofisik 2. Penduduk yang telah lama tinggal 3. Potensi budaya Kelemahan (Weaknesses) 1. Kurangnya kualitas masyarakat dalam manajemen ekowisata 2. Kurangnya modal usaha Ekstrenal masyarakat 4. Sarana dan prasarana Peluang (Opportunities) 1. Kesempatan kerja 2. Kebijakan pemda 3. Penelitian & pengembangan Ancaman (Threats) 1. Konflik Pemanfatan Ruang 2. Kerusakan Sumber Daya Alam 3. Pergeseran Nilai Budaya Strategi SO 1. Mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan berbasis ekowisata (S1,S2,S3,S4,01) 2. Melakukan berbagai upaya promosi tentang daerah wisata (S1,S2,S4,01,O2,03) Strategi ST 1. Melakukan pembinaan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan (S1, S4,T1,T2) 2. Memperkuat sistem kelembagaan desa (S2,S3,T3) Strategi WO 1. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lokal dalam manajemen ekowisata (W1,01,03) 2. Mendirikan lembaga keuangan non bank (W2,02) Strategi WT 1. Meningkatkan sosialisasi perda tentang ruang wisata bahari (W1,T1) 2. Menegakan hukum yang tegas bagi pelaku kerusakan SDA (W2,T2,T3) Sumber: Data Primer Diolah (2008)

133 Perumusan Strategi Utama Strategi utama atau grand strategy dirumuskan dengan cara memilih prioritas strategi apa yang paling cocok dengan kondisi internal dan kondisi eksternal dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu berdasarkan tingkat kepentingannya (perankingan). Hasil perankingan dari setiap alternatif strategi dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Perankingan Alternatif Strategi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Alternatif Unsusr-unsur yang Jumlah Pembobotan Skor Ranking Strategi terkait SO1 S1,S2,S3,S4,01 0,16+0,17+0,17+0,16+0,17 0,83 2 SO2 S1,S2,S4,01,O2,03 0,16+0,17+0,16+0,17+0,16+0,16 0,98 1 WO1 W1,01,03 0,17+0,17+0,16 0,50 4 WO2 W2,02 0,16+0,16 0,32 7 ST1 S1,S4,T1,T2 0,16+0,16+0,17+0,17 0,66 3 ST2 S2,S3,T3 0,17+0,17+0,16 0,50 4 WT1 W1,T1 0,17+ 0,17 0,34 6 WT2 W2,T2,T3 0,16+0,17+0,16 0,49 5 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Berdasarkan Tabel 26, dapat diketahui dua alternatif strategi utama dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu, yaitu pertama, melakukan berbagai upaya promosi tentang potensi kawasan pesisir keempat desa sebagai kawasan wisata bahari untuk menarik para wisatawan dan investor. Kedua, mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut berbasiskan ekowisata. Diagram analisis SWOT dari penelitian ini disajikan pada Gambar 18. Berdasarkan Gambar 18, diketahui bahwa strategi yang mendukung dalam pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu adalah strategi agresif. Penentuan strategi tersebut dapat diketahui dari posisi kuadran dalam diagram SWOT yang diperoleh dengan menghitung selisih total skor antara kekuatan dan kelemahan internal (sumbu horizontal), serta menghitung selisih total skor antara peluang dan ancaman (sumbu vertikal) sebagai faktor eksternal.

134 83 Peluang Strategi Agresif Kelemahan Internal (0,98;0,14) Kekuatan Internal Berbagai Ancaman Gambar 18. Diagram Analisis SWOT Pemanfaatan Ruang Untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Dari perhitungan tersebut diperoleh koordinat titik absis dan titik ordinat, yaitu (0,98;0,14) yang terletak pada kuadran 1. Posisi ini merupakan kondisi yang menguntungkan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang, karena kebijakan perda tentang pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu didukung oleh kekuatan internal yang dimiliki serta dengan memanfaatkan peluang yang ada untuk melaksanakan strategi pemanfaatan ruang yang tepat di kawasan pesisir bandara. Strategi yang harus diterapkan adalah mendukung kebijakan yang agresif. 5.5 Rekomendasi Kebijakan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Masing-Masing Kawasan Pesisir Desa Hasil analisis aspek biofisik, aspek ekonomi, aspek sosial masyarakat, terlihat bahwa kegiatan wisata bahari berpotensi untuk dikembangkan di kawasan pesisir keempat desa tersebut, namun tidak semua jenis wisata dapat dikembangkan di masing-masing desa, mengingat masing-masing desa memiliki karakteristik alam yang berbeda-beda. Berikut akan diuraikan kekuatan dan kelemahan kawasan pesisir di masing-masing desa untuk pengembangan wisata bahari ditinjau dari identifikasi potensi sumber daya alam, analisis biofisik, analisis ekonomi dan analisis sosial masyarakat. Berdasarkan analisis-analisis tersebut dapat direkomendasikan kebijakan pemanfaatan ruang yang terintegrasi

135 kepada pemda Kabupaten Deli Serdang untuk pengembangan wisata bahari di masing-masing kawasan pesisir desa. 84 1) Desa Durian Desa ini memiliki sumber daya alam berupa mangrove yang kondisinya masih relatif baik, sehingga berpotensi mendukung pengembangan wisata bahari. Secara parameter kelayakan wisata bahari, kawasan pesisir desa ini memiliki kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan wisata bahari. Kekuatan yang dimiliki antara lain adalah keindahan pantai, berpasir putih, kedalaman perairan yang relatif dangkal, substrat perairan yang berpasir dan sedikit karang dan ketersediaan air bersih yang relatif masih terjangkau oleh wisatawan (Lampiran 4), sedangkan kelemahannya adalah pantai ini memiliki kecepatan arus yang agak tinggi, kecerahan yang rendah dan penutupan lahan berupa semak belukar rendah (Lampiran 4). Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa kawasan pesisir desa ini masuk ke dalam kelas sesuai (S2) dengan luas lahan yang layak untuk pengembangan wisata bahari adalah sebesar 307 hektar dan panjang garis pantai meter (Tabel 15). Secara analisis daya dukung dan Limit of Acceptable Change (LAC), kawasan pesisir desa ini merupakan kawasan kedua yang paling banyak dapat menampung jumlah wisatawan setelah kawasan pesisir Desa Pantai Labu baik berdasarkan panjang pantai berpasir (Tabel 17), ketersediaan air bersih, mau pun luas lahan untuk akomodasi (Tabel 19). Secara analisis ekonomi, kawasan pesisir desa ini memiliki nilai ekonomi penggunaan lahan sebesar Rp 291,52 juta rupiah per tahun atau paling kecil dibandingkan dengan nilai ekonomi total kawasan pesisir desa lain (Tabel 25). Secara analisis sosial, sebanyak 76% responden (Lampiran 5) menyatakan setuju atau mendukung bila kawasan pesisir desanya dikembangkan aktivitas wisata bahari karena dapat membuka lapangan kerja dan dapat memasarkan hasil kerajinan tradisional masyarakatnya. Berdasarkan hasil analisis-analisis tersebut, dapat direkomendasikan kebijakan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir desa ini, antara lain:

136 85 a) Jenis wisata bahari yang dapat dilakukan di kawasan pesisir desa ini adalah berjemur, olahraga pantai, bermain pasir, berjalan santai di pantai dan bermain air. b) Diperlukan konservasi terhadap mangrove untuk menjaga kelestariannya sehingga sumber daya alam ini dapat menjadi daya tarik wisata. c) Mendorong atau mendukung pemda Kabupaten Deli Serdang dan swasta dalam membangun dan mengembangkan objek wisata bahari yang berbasiskan ekowisata serta membangun pasar untuk memasarkan hasil kerajinan tradisional masyarakat lokalnya. 2) Desa Pantai Labu Desa ini memiliki sumber daya alam berupa mangrove yang kondisinya masih relatif baik, sehingga berpotensi mendukung pengembangan wisata bahari. Secara parameter kelayakan wisata bahari, kawasan pesisir desa ini memiliki banyak kekuatan dan sedikit kelemahan yang masih dapat ditolerir dalam pengembangan wisata bahari. Kekuatan yang dimiliki antara lain adalah keindahan pantai, berpasir putih, kedalaman perairan yang relatif dangkal, substrat perairan yang berpasir dan sedikit karang, penutupan lahan berupa pohon kelapa dan ketersediaan air bersih yang terjangkau oleh wisatawan (Lampiran 4), sedangkan kelemahannya adalah pantai ini memiliki kecepatan arus yang agak tinggi dan kecerahan yang agak rendah (Lampiran 4). Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa kawasan pesisir desa ini masuk ke dalam kelas sangat sesuai (S1) dengan luas lahan yang layak untuk pengembangan wisata bahari adalah sebesar 338 hektar dan panjang garis pantai meter (Tabel 15). Secara analisis daya dukung dan Limit of Acceptable Change (LAC), kawasan pesisir desa ini merupakan kawasan yang paling banyak dapat menampung jumlah wisatawan baik berdasarkan panjang pantai berpasir (Tabel 17), ketersediaan air bersih, mau pun luas lahan untuk akomodasi (Tabel 19) dibandingkan dengan kawasan pesisir desa lainnya. Secara analisis ekonomi, kawasan pesisir desa ini memiliki nilai ekonomi penggunaan lahan sebesar Rp 6.592,04 juta rupiah per tahun atau paling besar dibandingkan dengan nilai ekonomi total kawasan pesisir desa lain (Tabel 25). Secara analisis sosial,

137 86 sebanyak 89% responden (Lampiran 5) menyatakan setuju atau mendukung bila kawasan pesisir desanya dikembangkan aktivitas wisata bahari karena dapat membuka lapangan kerja dan dapat memasarkan hasil kerajinan tradisional masyarakatnya. Berdasarkan hasil analisis-analisis tersebut, dapat direkomendasikan kebijakan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir desa ini, antara lain: a. Jenis wisata bahari yang dapat dilakukan di kawasan pesisir desa ini adalah berjemur, olahraga pantai, bermain pasir, berjalan santai di pantai, bermain air, berenang dan berperahu. b. Diperlukan konservasi terhadap mangrove untuk menjaga kelestariannya sehingga sumber daya alam ini dapat menjadi daya tarik wisata. c. Mengingat kawasan pesisir desa ini masuk ke dalam kelas kesesuaian yang sangat sesuai atau sangat layak untuk pengembangan wisata bahari serta memilki nilai ekonomi yang paling besar, maka pemda Kabupaten Deli Serdang dan swasta didorong untuk membangun dan mengembangkan objek dan daya tarik wisata bahari berbasiskan ekowisata. Selain itu, pemda juga di dorong untuk melakukan berbagai upaya promosi memasarkan kawasan pesisir desa ini, baik karakteristik landscape mau pun identitas masyarakat dan budaya khas yang dimilikinya yang berguna untuk menghadirkan investor dan wisatawan d. Membangun pasar untuk memasarkan hasil kerajinan tradisional masyarakat lokalnya. e. Menawarkan kegiatan pariwisata perikanan, yaitu kegiatan wisata yang memanfaatkan kegiatan perikanan laut sebagai objek wisata, mulai dari kegiatan penangkapan ikan sampai dengan kegiatan pendaratan. f. Membangun pusat kesenian daerah dan menggelar atraksi kesenian yang dapat dinikmati wisatawan dan menjalin kerja sama dalam wisata budaya antara wisatawan dan masyarakat lokalnya.

138 87 3) Desa Beringin Desa ini memiliki sumber daya alam berupa mangrove yang kondisinya sudah rusak, sehingga sumber daya alam tersebut tidak dapat diandalkan untuk mendukung pengembangan wisata bahari. Secara parameter kelayakan wisata bahari, kawasan pesisir desa ini memiliki sedikit kekuatan dan banyak kelemahan dalam pengembangan wisata bahari. Kekuatan yang dimiliki adalah keindahan pantai dan substrat perairan yang berpasir sedikit karang (Lampiran 4), sedangkan kelemahannya antara lain adalah pantai ini memiliki kedalaman perairan yang relatif dalam, kecepatan arus yang tinggi, kecerahan perairan yang rendah, substrat daratan pantai yang berpasir sedikit karang, penutupan lahan berupa semak belukar rendah dan jarak air bersih yang agak jauh dari pantai (Lampiran 4). Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa kawasan pesisir desa ini masuk ke dalam kelas sesuai bersyarat (S3) dengan luas lahan yang layak untuk pengembangan wisata bahari adalah sebesar 268 hektar dan panjang garis pantai meter (Tabel 15). Secara analisis daya dukung dan Limit of Acceptable Change (LAC), kawasan pesisir desa ini merupakan kawasan kedua yang paling sedikit dapat menampung jumlah wisatawan setelah kawasan pesisir Desa Kuala Namu baik berdasarkan panjang pantai berpasir (Tabel 17), ketersediaan air bersih, mau pun luas lahan untuk akomodasi (Tabel 19). Secara analisis ekonomi, kawasan pesisir desa ini memiliki nilai ekonomi penggunaan lahan sebesar Rp 322,04 juta rupiah per tahun (Tabel 25). Secara analisis sosial, sebanyak 79% responden (Lampiran 5) menyatakan setuju atau mendukung bila kawasan pesisir desanya dikembangkan aktivitas wisata bahari karena dapat membuka lapangan kerja dan dapat memasarkan hasil kerajinan tradisional masyarakatnya. Berdasarkan hasil analisis-analisis tersebut, dapat direkomendasikan kebijakan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir desa ini, antara lain: a) Jenis wisata bahari yang dapat dilakukan di kawasan pesisir desa ini hanya berjemur dan berjalan santai di pantai. b) Meskipun didukung secara sosial dan ekonomi, namun mengingat kawasan pesisir desa ini masuk ke dalam kelas kesesuaian yang sesuai bersyarat untuk

139 88 pengembangan wisata bahari, maka sebaiknya pemda Kabupaten Deli Serdang menunda kegiatan pengembangan wisata baharinya hingga beberapa tahun kedepan sampai kondisi parameter kelayakan wisata bahari di desa ini memperbolehkan atau mendukung untuk pengembangan wisata bahari. Seiring masa penundaan tersebut, pemda dihimbau untuk melakukan langkah-langkah yang tepat dan efektif terhadap parameter-parameter kelayakan wisata bahari agar kawasan yang saat ini berkelas sesuai bersyarat dapat memenuhi syarat menjadi kelas yang sangat sesuai untuk pengembangan wisata bahari di masa mendatang. 4) Desa Kuala Namu Desa ini memiliki sumber daya alam berupa mangrove yang kondisinya juga sudah rusak, sehingga sumber daya alam tersebut tidak dapat diandalkan untuk mendukung pengembangan wisata bahari. Secara parameter kelayakan wisata bahari, kawasan pesisir desa ini juga memiliki sedikit kekuatan dan banyak kelemahan dalam pengembangan wisata bahari. Kekuatan yang dimiliki adalah keindahan pantai dan substrat perairan yang berpasir sedikit karang (Lampiran 4), sedangkan kelemahannya antara lain adalah pantai ini memiliki kedalaman perairan yang relatif dalam, kecepatan arus yang tinggi, kecerahan perairan yang rendah, substrat daratan pantai yang berpasir sedikit karang, penutupan lahan berupa semak belukar rendah dan jarak air bersih yang agak jauh dari pantai (Lampiran 4). Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan bahwa kawasan pesisir desa ini masuk ke dalam kelas sesuai bersyarat (S3) dengan luas lahan yang layak untuk pengembangan wisata bahari adalah sebesar 386 hektar dan panjang garis pantai meter (Tabel 15). Secara analisis daya dukung dan Limit of Acceptable Change (LAC), kawasan pesisir desa ini merupakan kawasan yang paling sedikit dapat menampung jumlah wisatawan baik berdasarkan panjang pantai berpasir (Tabel 17), ketersediaan air bersih, mau pun luas lahan untuk akomodasi (Tabel 19) dibandingkan dengan kawasan pesisir desa lainnya. Secara analisis ekonomi, kawasan pesisir desa ini memiliki nilai ekonomi penggunaan lahan sebesar Rp 5.085,00 juta rupiah per tahun (Tabel 25). Secara analisis sosial, sebanyak 88%

140 89 responden (Lampiran 5) menyatakan setuju atau mendukung bila kawasan pesisir desanya dikembangkan aktivitas wisata bahari karena dapat membuka lapangan kerja dan dapat memasarkan hasil kerajinan tradisional masyarakatnya. Berdasarkan hasil analisis-analisis tersebut, dapat direkomendasikan kebijakan pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir desa ini, antara lain: a) Jenis wisata bahari yang dapat dilakukan di kawasan pesisir desa ini hanya berjemur dan berjalan santai di pantai. b) Meskipun didukung secara sosial dan ekonomi, namun mengingat kawasan pesisir desa ini masuk ke dalam kelas kesesuaian yang sesuai bersyarat untuk pengembangan wisata bahari, maka sebaiknya pemda Kabupaten Deli Serdang menunda kegiatan pengembangan wisata baharinya hingga beberapa tahun kedepan sampai kondisi parameter kelayakan wisata bahari di desa ini memperbolehkan atau mendukung untuk pengembangan wisata bahari. Seiring masa penundaan tersebut, pemda di himbau untuk melakukan langkah-langkah yang tepat dan efektif terhadap parameter-parameter kelayakan wisata bahari agar kawasan yang saat ini berkelas sesuai bersyarat dapat memenuhi syarat menjadi kelas yang sangat sesuai di masa mendatang.

141 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu di Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu memiliki sumber daya alam berupa mangrove, hasil laut dan keindahan pantai yang baik sehingga lebih mendukung untuk pengembangan wisata bahari dibandingkan dengan kawasan pesisir desa lainnya. 2) Hasil analisis biofisik menunjukkan bahwa kawasan pesisir Desa Pantai Labu merupakan kawasan yang sangat sesuai sebagai ruang untuk pengembangan kegiatan wisata bahari dibandingkan dengan kawasan pesisir desa lainnya (skor 355), sedangkan kawasan pesisir Desa Durian merupakan kawasan yang sesuai sebagai ruang untuk pengembangan wisata bahari (skor 325) dan kawasan pesisir Desa Beringin dan Desa Kuala Namu merupakan kawasan yang sesuai bersyarat untuk pengembangan wisata bahari (skor 220 dan 245). Secara analisis ekonomi, kawasan pesisir di keempat desa tersebut memiliki nilai ekonomi total yang besar, yaitu sebesar Rp ,06 juta per tahun, sehingga berpeluang dalam peningkatan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat setempatnya. Secara analisis sosial masyarakat, sebanyak 83% responden masyarakat di pesisir keempat desa tersebut menyetujui bila kawasan pesisir desanya dikembangkan kegiatan wisata bahari. 3) Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang mendukung dalam memanfaatkan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Internasional Kuala Namu adalah strategi agresif Saran Agar implementasi pemanfaatan ruang wisata di pesisir Bandara Kuala Namu dapat berjalan dengan baik, maka pemda Kabupaten Deli Serdang sebaiknya merevisi kembali Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Deli Serdang secara lebih terintegrasi khususnya yang berkenaan dengan ruang wisata di kawasan tersebut.

142 DAFTAR PUSTAKA Adrianto L Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pesisir dan Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB. Alfie AGS Dampak Kunjungan Wisata Terhadap Perubahan Kondisi Terumbu Karang di Pulau Bunaken Provinsi Sulawesi Utara [tesis] Program Studi Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Arifin T Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir dan Arahan Pengembangannya Bagi Pariwisata Bahari di Teluk Palu Provinsi Sulawesi Tengah [tesis] Program Studi Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [Bappeda Sumut] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara Rencana Strategis Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Utara Medan: Bappeda Sumut. Budiharsono S Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramitha. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia Dalam Angka Jakarta: BPS. [BPSKDS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang Deli Serdang Dalam Angka Lubuk Pakam: BPSKDS. Cooper C, F John, G Ross and W Sally Tourism Principles and Practice. Second Edition. New York: Addison Wesley and Logman Publishing. Dahuri R Paradigma Baru pembangunan Indonesia Berbasis Kelanjutan [orasi ilmiah guru besar tetap Fakultas Perikanan dan Kelautan]. Bogor: IPB Press. [Dephutbun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan Studi Awal Pengembangan Ekoturisme di Kawasan Konservasi di Indonesia. Jakarta: Dephutbun. Fennell DA A Content Analysis of Ecotourism Definitions: Current Issues in Tourism. New York: CAB International. George H, DN Stankey, RC Cole, ME Lucas, S Petersen and Frissell The Limit of Acceptable Change (LAC) System for Wilderness Planning. New York: United States Departement of Agriculture.

143 Gilbert R Ecotourism and Education for Sustainability: A Critical Approach. J. Int. Envirm. Strat. 4 (1): Japan: Institut For Global Environtmental Strategies. Idris I Kebijakan Pengelolaan Pesisir Terpadu di Indonesia. Di dalam: Forum Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Pesisir. Prosiding Pertemuan Ilmiah; Graha Sucofindo, 12 September Jakarta: Pusat Riset Teknologi Kelautan Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Nazir, M Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rustiadi E, S Sunsun dan RP Dyah Perencanaan dan Pembangunan Wilayah. Bogor: Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sobari MP Modul Training: Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pesisir dan Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta: Setneg. Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Pariwisata. Jakarta: Setneg. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Jakarta: Setneg. Wisansing J A Review of Marketing Ideas Within The Evolution of Tourism Planning Thought. J. ABAC. 2: [WTO] World Tourism Organization WTO Tourism Highlights st edition. Madrid: WTO. 92

144 L A M P I R A N

145

146 Lampiran 1. Penjelasan kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk wisata bahari menurut Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001) 94 1) Faktor Fisik Perairan Pantai (a) Kedalaman Perairan Kedalaman perairan suatu pantai sangat menentukan apakah suatu kawasan cocok dikembangkan kegiatan wisatawan atau tidak. Perairan yang relatif dangkal merupakan kondisi yang sangat menunjang untuk rekreasi di pantai, dimana para pengunjung dapat bermain air dan berenang dengan aman. Kedalaman perairan 0-4 meter serta topologi dasar laut landai (< 25 ) merupakan kondisi yang paling sesuai untuk wisata pantai. Sementara perairan dengan kedalaman 4-8 meter dan 8-12 meter merupakan kawasan yang masih bisa diberi toleransi, sedangkan kedalaman lebih dari 12 meter merupakan kawasan yang kurang ideal untuk kegiatan wisata. (b) Substrat Substrat dasar perairan sangat berpengaruh terhadap kecerahan mau pun tingkat turbiditas suatu perairan, selain itu substrat dasar perairan juga akan berpengaruh terhadap kebersihan perairan. Dengan demikian pantai dengan substrat pasir merupakan lokasi yang sangat ideal untuk kegiatan wisata. Toleransi diberikan kepada pantai dengan substrat pasir berkarang dengan hancuran karang yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan karangnya mau pun pasir berlumpur. Pantai dengan substrat lumpur merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk kegiatan berenang dan bermain air, karena berpengaruh terhadap keselamatan dan kebersihan pengunjung. (c) Kecepatan Arus Kecepatan arus dan gelombang sangat berpengaruh terhadap keselamatan para wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata. Pantai dengan kecepatan arus yang relatif lemah yaitu berkisar 0-0,17 meter perdetik dan gelombang kecil (arus menyusur pantai) merupakan kawasan yang ideal untuk kegiatan wisata pantai seperti berenang, berperahu, olah raga air dan sebagainya. Toleransi diberikan bagi pantai dengan kecepatan arus 0,17-0,34 meter per detik dan 0,17-0,51 per detik, sedangkan pantai yang mempunyai kecepatan arus lebih dari 0,51 meter perdetik merupakan kecepatan arus yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata pantai.

147 Lanjutan Lampiran 1. Penjelasan kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk wisata bahari menurut Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001) 95 (d) Kecerahan Perairan Kecerahan perairan merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan dalam menikmati wisata pantai seperti berenang dan bermain air. Pantai yang memiliki kecerahan perairan meter merupakan kawasan yang sangat cocok untuk kegiatan wisata pantai, kecerahan perairan meter dan 5-10 meter merupakan toleransi yang dapat diberikan bagi suatu pantai untuk kegiatan wisata bahari, sedangkan pantai yang mempunyai kecerahan perairan kurang dari 5 meter merupakan lokasi yang tidak sesuai bagi kegiatan wisata. 2) Faktor Fisik Daratan Pantai (a) Tipe Pantai Pantai dengan tipe pantai berpasir merupakan kawasan yang paling ideal untuk kegiatan wisata, hal ini memungkinkan para wisatawan melakukan berbagai aktifitas rekreasi seperti berjemur, berolah raga, berenang dan sebagainya. Toleransi dapat diberikan pada pantai berpasir dan pantai berpasir dengan sedikit karang, sedangkan pantai berlumpur merupakan kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata. (b) Penutupan Lahan Penutupan lahan pantai merupakan salah satu faktor sekunder yang menentukan kesesuaian kegiatan wisata bahari di pantai. Penutupan lahan ini dapat diubah sesuai dengan kemauan pengelola, namun pantai dengan penutupan lahan berupa tanaman alam pantai seperti kelapa dan cemara laut, merupakan kawasan yang sangat sesuai untuk kegiatan wisata. Toleransi diberikan bagi pantai dengan penutupan lahan berupa semak belukar rendah dan semak belukar tinggi, sedangkan pantai dengan penutupan lahan berupa pemukiman dan pelabuhan merupakan kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata bahari di pantai.

148 Lanjutan Lampiran 1. Penjelasan kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk wisata bahari menurut Bakosurtanal (1996), diacu dalam Arifin (2001) 96 (c) Ketersediaan Air Bersih Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan wisata di suatu pantai adalah ketersediaan air bersih. Air bersih selain untuk konsumsi juga digunakan untuk MCK dan bilas setelah mandi, bermain air laut dan bermain pasir. Ketersediaan air tawar dilihat dari seberapa jauh jarak sumber air tersebut terhadap pantai. Pantai yang mempunyai sumber daya air bersih dengan jarak kurang dari 2 km merupakan kawasan yang ideal untuk kawasan wisata, sedangkan pantai yang mempunyai sumber air berjarak lebih dari 2,5 km merupakan kawasan yang kurang baik untuk kegiatan wisata. Dari berbagai faktor kesesuaian lahan untuk wisata bahari di atas, dapat disusun kelas-kelas kesesuaian yang menggambarkan tingkat kecocokan suatu kawasan untuk kegiatan wisata. Dalam penelitian ini kelas kesesuaian dibagi ke dalam empat kelas, sebagai berikut: Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3 Kelas NS : Sangat sesuai (Highly Suitable) Daerah ini tidak mempunyai pembatas (penghambat) yang serius untuk menetapkan perlakuan yang diberikan. : Sesuai (Moderately Suitable) Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang agak serius untuk menetapkan perlakuan yang diberikan. : Sesuai bersyarat (Marginally Suistable) Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) yang serius untuk menetapkan perlakuan. : Tidak sesuai (Not Suitable) Daerah ini mempunyai pembatas (penghambat) permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan

149 Lampiran 2. Penjelasan penentuan interval skor untuk kesesuaian lahan wisata bahari di pantai 97 Interval skor dalam penentuan kriteria kesesuaian wisata pantai ditentukan berdasarkan teori statistika, yaitu dengan memanfaatkan nilai maksimum dan nilai minimum total skor dari masing-masing kelas kesesuaian, dengan menentukan lebar kelasnya. Rumus yang digunakan adalah: Lebar kelas = Nilai Maksimum Nilai Minimum 2 Selanjutnya tentukan nilai limit kelas tersebut dengan rumus: Limit Kelas = Nilai Minimum + Lebar Kelas (a) Interval skor kelas sangat sesuai (S1) - Total skor kelas sangat sesuai = Total skor kelas sesuai = 300 Lebar kelas = = 50 2 Limit Kelas = = 350 Range Interval = (b) Interval skor kelas sesuai (S2) - Total skor kelas sesuai = Total skor kelas sesuai bersyarat = 200 Lebar kelas = = 50 2 Limit Kelas = = 250 Range Interval =

150 Lanjutan Lampiran 2. Penjelasan penentuan interval skor untuk kesesuaian lahan wisata bahari di pantai 98 (c) Interval skor kelas sesuai bersyarat ( S3) - Total skor kelas sesuai bersyarat = Total skor kelas tidak sesuai = 100 Lebar kelas = = 50 2 Limit Kelas = = 150 Range Interval = (d) Interval skor kelas tidak sesuai (N) Lebar kelas = 149 Dengan demikian, maka untuk pariwisata pantai, wilayah yang ada akan termasuk kedalam katagori-katagori tersebut bila berada pada kisaran: S 1 (Sangat sesuai) = S 2 (Sesuai) = S 3 (Sesuai bersyarat) = N (Tidak sesuai) = 149

151 Lampiran 3. Data Karakteristik Lengkap Responden Petani, Petambak dan Pemukim di Keempat Desa 99 a) Desa Durian Kecamatan Pantai Labu Responden Petani No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertani (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) , ,00 40 SD , , ,00 30 SD , , ,00 35 SLTP , , ,00 41 SD , , ,00 35 SD , , ,00 47 SD , , ,00 32 SD , , ,00 37 SLTP , , ,00 33 SD , , ,00 42 SD , , ,00 37 SD , , ,00 33 SLTP , , ,00 35 SD , , ,00 37 SD , , ,00 36 SLTP ,00 Rerata 976, ,00 36 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Responden Petambak No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertambak (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) 1 230, ,00 45 SD , , ,00 35 SLTP , , ,00 49 SD , , ,00 32 SLTP , , ,00 34 SLTP , , ,00 32 SLTA , , ,00 38 SLTP , , ,00 40 SLTP , , ,00 37 SD , , ,00 35 SD , , ,00 35 SLTP , , ,00 36 SLTP , , ,00 42 SLTP , , ,00 33 SLTA , , ,00 39 SD ,00 Rerata 246, ,00 37 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008)

152 100 Lanjutan Lampiran 3. Data Karakteristik Lengkap Responden Petani, Petambak dan Pemukim di Keempat Desa Responden Pemukim No Total Luas Bangunan/Tanah (Meter) Total Harga Bangunan/ Tanah Per Meter Per Segi (Rp) Umur Pendidikan Penghasilan (Rp/Thn) 1 108, ,00 34 SLTA , , ,00 36 SLTP , , ,00 42 SLTP , , ,00 44 SD , , ,00 30 SLTA , , ,00 37 SLTP , , ,00 39 SD , , ,00 38 SLTA , , ,00 40 SD , , ,00 45 SD , , ,00 33 SLTP , , ,00 32 SD , , ,00 41 SLTP , , ,00 37 SLTP , , ,00 32 SLTP ,00 Rerata 101, ,00 37 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008) b) Desa Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu Responden Petani No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertani (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) 1 670, ,00 35 SD , , ,00 32 SLTA , , ,00 29 SLTA , , ,00 25 SLTA , , ,00 25 SLTA , , ,00 27 SLTA , , ,00 34 SD , , ,00 28 SLTA , , ,00 35 SLTA , , ,00 37 SD , , ,00 40 SD , , ,00 42 SD , ,00 900,00 44 SD , , ,00 35 SLTA , , ,00 33 SLTA ,00 Rerata 745, ,00 33 SLTA ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008)

153 101 Lanjutan Lampiran 3. Data Karakteristik Lengkap Responden Petani, Petambak dan Pemukim di Keempat Desa Responden Petambak No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertambak (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) 1 250, ,00 44 SLTP , , ,00 42 SD , , ,00 35 SLTP , , ,00 47 SD , , ,00 42 SD , , ,00 38 SLTP , , ,00 34 SLTP , , ,00 43 SLTP , , ,00 36 SLTP , , ,00 38 SD , , ,00 45 SD , , ,00 38 SLTA , , ,00 33 SLTA , , ,00 33 SD , , ,00 31 SD ,00 Rerata 249, ,00 39 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Responden Pemukim No Total Luas Bangunan/Tanah (Meter) Total Harga Bangunan/ Tanah Per Meter Per Segi (Rp) Umur Pendidikan Penghasilan (Rp/Thn) 1 102, ,00 39 SD , , ,00 33 SLTP , , ,00 35 SLTP , , ,00 35 SLTP , , ,00 38 SLTP , , ,00 45 SD , , ,00 45 SD , , ,00 32 SLTA , , ,00 47 SD , , ,00 48 SD , , ,00 42 SLTA , , ,00 36 SD , , ,00 35 SLTA , , ,00 38 SD , , ,00 31 SLTA ,00 Rerata 106, ,00 39 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008)

154 102 Lanjutan Lampiran 3. Data Karakteristik Lengkap Responden Petani, Petambak dan Pemukim di Keempat Desa c) Desa Beringin Kecamatan Beringin Responden Petani No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertani (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) 1 850, ,00 31 SLTP , , ,00 32 SLTP , , ,00 36 SLTP , , ,00 37 SLTP , , ,00 35 SLTP , , ,00 37 SD , , ,00 44 SD , , ,00 38 SD , , ,00 35 SD , , ,00 37 SD , , ,00 43 SD , , ,00 32 SLTP , , ,00 47 SD , , ,00 35 SLTP , , ,00 43 SD ,00 Rerata 757, ,00 37 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Responden Petambak No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertambak (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) 1 170, ,00 33 SLTP , , ,00 36 SLTP , , ,00 38 SLTP , , ,00 39 SD , , ,00 41 SD , , ,00 43 SD , , ,00 37 SLTP , , ,00 37 SLTP , , ,00 35 SLTP , , ,00 33 SLTP , , ,00 40 SD , , ,00 39 SLTP , , ,00 38 SLTP , , ,00 32 SLTP , , ,00 30 SLTP ,00 Rerata 174, ,00 37 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008)

155 103 Lanjutan Lampiran 3. Data Karakteristik Lengkap Responden Petani, Petambak dan Pemukim di Keempat Desa Responden Pemukim No Total Luas Bangunan/Tanah (Meter) Total Harga Bangunan/ Tanah Per Meter Per Segi (Rp) Umur Pendidikan Penghasilan (Rp/Thn) 1 75, ,00 33 SLTP , , ,00 45 SD , , ,00 35 SLTP , , ,00 35 SLTP , , ,00 37 SLTP , , ,00 31 SLTA , , ,00 43 SLTP , , ,00 36 SLTA , , ,00 46 SD , , ,00 32 SLTP , , ,00 50 SD , , ,00 52 SD , , ,00 55 SD , , ,00 32 SLTA , , ,00 39 SLTP ,00 Rerata 87, ,00 40 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008) d) Desa Kuala Namu Kecamatan Beringin Responden Petani No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertani (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) 1 980, ,00 43 SD , , ,00 45 SD , , ,00 41 SD , , ,00 41 SLTP , , ,00 42 SD , , ,00 47 SD , , ,00 43 SLTP , , ,00 38 SD , , ,00 35 SD , , ,00 36 SD , , ,00 33 SD , , ,00 39 SD , , ,00 32 SD , , ,00 30 SLTP , , ,00 46 SLTP ,00 Rerata 1.154, ,00 39 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008)

156 104 Lanjutan Lampiran 3. Data Karakteristik Lengkap Responden Petani, Petambak dan Pemukim di Keempat Desa Responden Petambak No Produksi (Kg/Ha) Harga (Rp/Kg) Umur Tingkat Pendidikan Besaran Keluarga (Jiwa/KK) Pengalaman Bertambak (Thn) Pendapatan Keluarga (Rp/Thn) 1 170, ,00 35 SLTA , , ,00 35 SLTA , , ,00 34 SLTA , , ,00 37 SLTP , , ,00 38 SD , , ,00 42 SLTP , , ,00 39 SLTP , , ,00 33 SLTA , , ,00 33 SD , , ,00 37 SD , , ,00 36 SD , , ,00 38 SLTP , , ,00 39 SLTP , , ,00 37 SLTP , , ,00 34 SLTA ,00 Rerata 158, ,00 36 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008) Responden Pemukim No Total Luas Bangunan/Tanah (Meter) Total Harga Bangunan/ Tanah Per Meter Per Segi (Rp) Umur Pendidikan Penghasilan (Rp/Thn) 1 105, ,00 41 SLTP , , ,00 30 SLTP , , ,00 32 SLTP , , ,00 41 SLTP , , ,00 35 SLTP , , ,00 47 SD , , ,00 32 SD , , ,00 35 SD , , ,00 33 SD , , ,00 43 SD , , ,00 37 SD , , ,00 33 SLTP , , ,00 36 SD , , ,00 37 SLTP , , ,00 38 SLTP ,00 Rerata 102, ,00 37 SLTP ,00 Sumber: Data Primer Diolah (2008)

157 Lampiran 4. Kondisi Parameter dan Pmberian Skor Lahan untuk Wisata Bahari di Masing-Masing Pesisir Desa a) Kondisi Parameter Lahan untuk Wisata Bahari di Masing-Masing Pesisir Desa Desa Kecamatan Kedalaman Perairan (meter) Substrat Kecepatan Arus (meter per detik) Kecerahan Perairan (meter) Tipe Pantai Penutupan Lahan Ketersediaan Air Bersih Kondisi Kls Kondisi Kls Kondisi Kls Kondisi Kls Kondisi Kls Kondisi Kls Kondisi Kls Durian Pantai Labu 3,9 S1 Karang berpasir S2 0,31 S2 7 S3 Berpasir S1 Semak belukar rendah S2 2 Km S2 Pantai Labu Pantai Labu 3,6 S1 Karang berpasir Beringin Beringin 8,2 S3 Karang berpasir Kuala Namu Beingin 7,8 S2 Karang berpasir Sumber: Data Primer Diolah (2008) S2 0,23 S2 10 S2 Berpasir S1 lahan terbuka kelapa S2 0,47 S3 7,5 S3 Berpasir sedikit karang S2 0,38 S3 7,5 S3 Berpasir sedikit karang S3 S3 Semak belukar rendah Semak belukar rendah S1 < 2 km S1 S2 >2,5 Km S3 S2 >2,5 Km S3 b) Pemberian Skor pada Masing-Masing Parameter Kesesuaian Desa Kecamatan Kedalaman Perairan (meter) Substrat Kecepatan Arus (meter per detik) Kecerahan Perairan (meter) Tipe Pantai Penutupan Lahan Ketersediaan Air Bersih Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Durian Pantai Labu S1 4 S2 3 S2 3 S3 2 S1 4 S2 3 S2 3 Pantai Pantai Labu S1 4 S2 3 S2 3 S2 3 S1 4 S1 4 S1 4 Labu Beringin Beringin S3 2 S2 3 S3 2 S3 2 S3 2 S2 3 S3 2 K. Namu Beingin S2 3 S2 3 S3 2 S3 2 S3 2 S2 3 S3 2 Sumber: Data Primer Diolah (2008) 105

158 Lampiran 5. Hasil Wawancara dengan Masyarakat Terhadap Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Pertanyaan Mengambil sesuatu di laut atau di kawasan pesisir bandara merupakan kegiatan yang merusak? Setuju kawasan pesisir Bandara Kuala Namu (Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin, Desa Kuala Namu) dikembangkan menjadi kawasan wisata bahari Diantara prioritas pemanfaatan perikanan, pemukiman, perkebunan, pariwisata dan konservasi di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu, apakah pariwisata yang lebih diprioritaskan oleh masyarakat Kebijakan pemda yang mengatur tentang pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu sudah memadai? Diantara aspek lingkungan (biofisik), ekonomi dan sosial budaya, yang lebih penting diutamakan untuk mencapai tujuan mencari prioritas pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu adalah aspek lingkungan Jawaban responden (%) Ya (%) Tidak Durian Pantai Beringin Kuala Rata Durian Pantai Beringin Kuala Rata Labu Namu Labu Namu

159 Lampiran 6. Hasil Wawancara dengan Pejabat Pemda Kabupaten Deli Serdang dan LSM Terhadap Evaluasi Pemanfaatan Ruang untuk Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Pertanyaan Jawaban Responden (%) Ya (%) Tidak Pemda LSM Pemda LSM Mengerti dengan istilah ekowisata Mengambil sesuatu di laut atau di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu merupakan kegiatan yang merusak Setuju Kawasan pesisir Bandara Kuala Namu (Desa Durian, Desa Pantai Labu, Desa Beringin, Desa Kuala Namu) dikembangkan menjadi kawasan wisata bahari Diantara prioritas pemanfaatan perikanan, pemukiman, perkebunan, pariwisata dan konservasi di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu, apakah pariwisata yang lebih diprioritaskan oleh pemda atau LSM Kebijakan pemda yang mengatur tentang pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu sudah memadai? Diantara aspek lingkungan (biofisik), ekonomi dan sosial budaya, yang lebih penting diutamakan untuk mencapai tujuan mencari prioritas pemanfaatan ruang untuk pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir Bandara Kuala Namu adalah aspek lingkungan

160 Lampiran 7. Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Internal Responden 1 (Nelayan) Faktor penentu Strategi Internal A B C D E F Total Bobot Kekuatan (Strength) Potensi Biofisik (A) Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (B) Potensi Budaya Masyarakat (C) Sarana dan Prasarana (D) Kelemahan (Weaknesses) Kurangnya Keterampilan Masyarakat Dalam Bidang Wisata (E) Kurangnya Modal Usaha (F) Total Responden 2 (Tokoh Masyarakat) Faktor penentu Strategi Internal A B C D E F Total Bobot Kekuatan (Strength) Potensi Biofisik (A) Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (B) Potensi Budaya Masyarakat (C) Sarana dan Prasarana (D) Kelemahan (Weaknesses) Kurangnya Keterampilan Masyarakat Dalam Bidang Wisata (E) Kurangnya Modal Usaha (F) Total

161 Lanjutan Lampiran 7. Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Internal Responden 3 (Sekretaris Camat Kecamatan Pantai Labu) Faktor penentu Strategi Internal A B C D E F Total Bobot Kekuatan (Strength) Potensi Biofisik (A) Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (B) Potensi Budaya Masyarakat (C) Sarana dan Prasarana (D) Kelemahan (Weaknesses) Kurangnya Keterampilan Masyarakat Dalam Bidang Wisata (E) Kurangnya Modal Usaha (F) Total Responden 4 (Sekretaris Camat Kecamatan Beringin) Faktor penentu Strategi Internal A B C D E F Total Bobot Kekuatan (Strength) Potensi Biofisik (A) Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (B) Potensi Budaya Masyarakat (C) Sarana dan Prasarana (D) Kelemahan (Weaknesses) Kurangnya Keterampilan Masyarakat Dalam Bidang Wisata (E) Kurangnya Modal Usaha (F) Total

162 Lanjutan Lampiran 7. Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Internal Responden 5 (Staff Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Deli Serdang) Faktor penentu Strategi Internal A B C D E F Total Bobot Kekuatan (Strength) Potensi Biofisik (A) Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (B) Potensi Budaya Masyarakat (C) Sarana dan Prasarana (D) Kelemahan (Weaknesses) Kurangnya Keterampilan Masyarakat Dalam Bidang Wisata (E) Kurangnya Modal Usaha (F) Total Responden 6 (Pengusaha Wisata Pantai) Faktor penentu Strategi Internal A B C D E F Total Bobot Kekuatan (Strength) Potensi Biofisik (A) Penduduk yang Sudah Lama Tinggal (B) Potensi Budaya Masyarakat (C) Sarana dan Prasarana (D) Kelemahan (Weaknesses) Kurangnya Keterampilan Masyarakat Dalam Bidang Wisata (E) Kurangnya Modal Usaha (F) Total

163 Lampiran 8 Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Ekstrenal Responden 1 (Nelayan) Faktor Penentu Strategi Ekstrenal A B C D E F Total Bobot Peluang (Opportunities) Kesempatan Kerja (A) Kebijakan Pemerintah Daerah (B) Penelitian dan Pengembangan (C) Ancaman (Threats) Konflik Pemanfatan Ruang (D) Kerusakan Sumber Daya Alam (E) Pergeseran Nilai Budaya (F) Total Responden 2 (Tokoh Masyarakat) Faktor Penentu Strategi Ekstrenal A B C D E F Total Bobot Peluang (Opportunities) Kesempatan Kerja (A) Kebijakan Pemerintah Daerah (B) Penelitian dan Pengembangan (C) Ancaman (Threats) Konflik Pemanfatan Ruang (D) Kerusakan Sumber Daya Alam (E) Pergeseran Nilai Budaya (F) Total

164 Lanjutan Lampiran 8. Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Eksternal Responden 3 (Sekretaris Camat Kecamatan Pantai Labu) Faktor Penentu Strategi Ekstrenal A B C D E F Total Bobot Peluang (Opportunities) Kesempatan Kerja (A) Kebijakan Pemerintah Daerah (B) Penelitian dan Pengembangan (C) Ancaman (Threats) Konflik Pemanfatan Ruang (D) Kerusakan Sumber Daya Alam (E) Pergeseran Nilai Budaya (F) Total Responden 4 (Sekretaris Camat Kecamatan Beringin) Faktor Penentu Strategi Ekstrenal A B C D E F Total Bobot Peluang (Opportunities) Kesempatan Kerja (A) Kebijakan Pemerintah Daerah (B) Penelitian dan Pengembangan (C) Ancaman (Threats) Konflik Pemanfatan Ruang (D) Kerusakan Sumber Daya Alam (E) Pergeseran Nilai Budaya (F) Total

165 Lanjutan Lampiran 8. Penentuan Bobot Setiap Faktor Strategi Eksternal Responden 5 (Staff Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Deli Serdang) Faktor Penentu Strategi Ekstrenal A B C D E F Total Bobot Peluang (Opportunities) Kesempatan Kerja (A) Kebijakan Pemerintah Daerah (B) Penelitian dan Pengembangan (C) Ancaman (Threats) Konflik Pemanfatan Ruang (D) Kerusakan Sumber Daya Alam (E) Pergeseran Nilai Budaya (F) Total Responden 6 (Pengusaha Wisata Pantai) Faktor Penentu Strategi Ekstrenal A B C D E F Total Bobot Peluang (Opportunities) Kesempatan Kerja (A) Kebijakan Pemerintah Daerah (B) Penelitian dan Pengembangan (C) Ancaman (Threats) Konflik Pemanfatan Ruang (D) Kerusakan Sumber Daya Alam (E) Pergeseran Nilai Budaya (F) Total

166 114

167 114 Lampiran 9. Perhitungan Analisis Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pantai 1) Manfaat Langsung a. Nilai Buah Kelapa - Luas keseluruhan perkebunan kelapa disepanjang pantai di keempat desa adalah 90 hektar - Hasil panen satu hektar kebun kelapa 750 buah per hektar, dengan harga jual Rp 1.500,00 per buah - Lama masa panen empat bulan sekali dalam satu tahun - Biaya upah tukang panjat Rp 500,00 per buah - Biaya pengolahan untuk mengumpul dan mengupas Rp 500,00 per buah Nilai buah kelapa adalah 750 buah x 4 (Rp 1.500,00 Rp 1.000,00) x 90 hektar = Rp ,00 per tahun b. Nilai Kayu Batang Kelapa - Dari satu batang kelapa dapat dihasilkan 0,5 m³ kayu - Dalam satu hektar terdapat 150 batang - Harga kayu kelapa Rp ,00 perkubik - Biaya pengolahan (dari penebangan sampai kayu jadi 50% dari harga jual) = Rp ,00 per kubik - Masa tebang empat bulan sekali dalam setahun Nilai kayu batang kelapa adalah 150 batang x 0,5 m³ x (Rp ,00 - Rp ,00) x 90 hektar x 4 = Rp ,00 per tahun c. Nilai Kegiatan Perikanan Tangkap - Jumlah nelayan tetap 200 orang dan nelayan sambilan 450 orang - Pendapatan rata-rata nelayan tetap Rp ,00 per bulan atau Rp ,00 per tahun - Pendapatan rata-rata nelayan sambilan Rp ,00 per setiap kali melaut, dengan frekuensi melaut rata - rata satu kali per minggu.

168 115 Lanjutan Lampiran 9. Perhitungan Analisis Valuasi Ekonomi Pantai Penghasilan rata-rata tiap tahunnya adalah Rp ,00 x satu hari x 52 minggu = Rp ,00 per tahun. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka total nilai manfaat langsung dari nelayan tradisional adalah (200 x Rp ,00) + ( 450 x Rp ,00) = Rp ,00 per tahun 2) Nilai Keberadaan - Responden terdiri atas 30 orang - Rata-rata responden memberi penilaian sebesar Rp ,00 per hektar per tahun untuk manfaat keberadaan perkebunan kelapa terhadap angin laut dan panas matahari. Nilai Keberadaan akan perkebunan kelapa di pesisir keempat desa adalah Rp ,00 x 90 hektar = Rp ,00 per tahun.

169 116 Lampiran 10. Jumlah Kunjungan, Biaya Perjalanan dan Rincian Total Biaya Perjalanan Wisatawan Berdasarkan Pendekatan Individual Responden Wisatawan Jumlah Kunjungan (Q) Biaya Perjalanan (C) Ln Q Ln C , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Rata-Rata , ,

170 Lampiran 11. Hasil Analisis Regresi Fungsi Permintaan Wisatawan Pantai Cermin dengan Menggunakan Softwere Excel SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 30 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 1 2, , , , Residual 28 3, , Total 29 5, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Intercept 3, , , ,95536E-06 2, , , X Variable 1-0, , , , , , ,

171 Lampiran 12. Hasil Analisis Surplus Konsumen Wisatawan dengan Menggunakan Software Maple 9.5 > restart; > a:=4;b0:= ;b1:= ; a := 4 > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); > plot(f(q),q=0...a); b0 := b1 := fq ( ) := Q U := > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

172 Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 1) Desa Durian (a) SUMMARY OUTPUT Analisis Regresi Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 11, , , , , , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3 0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , , X Variable 5 0, , , , , , X Variable 6-0, , , , , ,

173 Lanjutan Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=1500;b0:= ;b1:= ; a := 1500 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

174 Lanjutan Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 2) Desa Pantai Labu (a) Analisis Regresi SUMMARY OUT PUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 13, , , ,54471E-06 10, , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3-0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , , X Variable 5 0, , , , , , X Variable 6-0, , , , , ,

175 Lanjutan Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5. untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=1100;b0:= ;b1:= ; a := 1100 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; P := fq ( ) := b2 := > CS:=U-b2;

176 CS :=

177 Lanjutan Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen. 3) Desa Beringin (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 10, , , ,42173E-07 8, , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3-0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , , X Variable 5-0, , , , , , X Variable 6-0, , , , , ,

178 Lanjutan Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=850;b0:= ;b1:= ; a := 850 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; P := fq ( ) := b2 := > CS:=U-b2;

179 CS :=

180 Lanjutan Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 4) Desa Kuala Namu (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square -0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 6, , , , , , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2 1, , , , , , X Variable 3-0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , , X Variable 5-0, , , , , , X Variable 6 0, , , , , ,

181 Lanjutan Lampiran 13. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertanian dengan menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=1700;b0:= ;b1:= ; a := 1700 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; P := fq ( ) := b2 := > CS:=U-b2;

182 CS :=

183 Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 1) Desa Durian (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 20, , , , , , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3-0, , , , , , X Variable 4-0, , , , , , X Variable 5 0, , , , , , X Variable 6-0, , , , , ,

184 Lanjutan Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=350;b0:= ;b1:= ; a := 350 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

185 Lanjutan Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 2) Desa Pantai Labu (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 17, , , , , , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3 0, , , , , , X Variable 4-0, , , , , , X Variable 5 0, , , , , , X Variable 6-0, , , , , ,

186 Lanjutan Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=350;b0:= ;b1:= ; a := 350 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

187 Lanjutan Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 3) Desa Beringin (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 8, , , ,34755E-07 7, , X Variable 1-0, , , ,69401E-05-0, , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3-0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , , X Variable 5-0, , , , , , X Variable 6 0, , , , , ,

188 Lanjutan Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=190;b0:= ;b1:= ; a := 190 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

189 Lanjutan Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 4) Desa Kuala Namu (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 6 0, , , , Residual 8 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 16, , , , , , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3 0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , , X Variable 5 0, , , , , , X Variable 6-0, , , , , ,

190 Lanjutan Lampiran 14. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pertambakan dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=230;b0:= ;b1:= ; a := 230 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

191 Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 1) Desa Durian (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 4 0, , , , Residual 10 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 7, , , , , , X Variable 1-0, , , ,95116E-05-0, , X Variable 2 0, , , , , , X Variable 3 0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , ,

192 Lanjutan Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=118;b0:= ;b1:= ; a := 118 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

193 Lanjutan Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen. 2) Desa Pantai Labu (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 4 0, , , , Residual 10 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 12, , , , , , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2 0, , , , , , X Variable 3 0, , , , , , X Variable 4-0, , , , , ,

194 Lanjutan Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=127;b0:= ;b1:= ; a := 127 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1): > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

195 Lanjutan Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 3) Desa Beringin (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 4 0, , , , Residual 10 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 7, , , , , , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2 0, , , , , , X Variable 3 0, , , , , , X Variable 4 0, , , , , ,

196 Lanjutan Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=102;b0:= ;b1:= ; a := 102 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

197 Lanjutan Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen 4) Desa Kuala Namu (a) Analisis Regresi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0, R Square 0, Adjusted R Square 0, Standard Error 0, Observations 15 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 4 0, , , , Residual 10 0, , Total 14 0, Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Intercept 14, , , ,76618E-05 9, , X Variable 1-0, , , , , , X Variable 2-0, , , , , , X Variable 3-0, , , , , , X Variable 4-0, , , , , ,

198 Lanjutan Lampiran 15. Hasil Analisis Regresi dan Maple Kawasan Pemukiman dengan Menggunakan Software Excel dan Software Maple 9.5 untuk Menduga Fungsi Permintaan dan Surplus Konsumen (b) Analisis Maple > restart; > a:=133;b0:= ;b1:= ; a := 133 b0 := b1 := > f(q):=(q/b0)^(b1); > U:=int(f(Q),Q=0...a); fq ( ) := Q U := > plot(f(q),q=0...a); > P:=U/a; > f(q):=(a/b0)^(b1); > b2:=f(q)*a; > CS:=U-b2; P := fq ( ) := b2 := CS :=

199

200

201

202

203 Lampiran 16. Peta Lokasi Keempat Desa Tempat Penelitian Lokasi Penelitian terdiri atas: Desa Beringin dan Desa Kuala Namu di Kecamatan Beringin, serta Desa Pantai Labu dan Desa Durian di Kecamatan Pantai Labu Peta Administrasi Kab. Deli Serdang Prov. Sumut Lokasi Keempat Desa

204 Lampiran 17. Hasil Digitasi Akhir Peta Kesesuaian Lahan Untuk Wisata Pantai di Masing-Masing Kawasan Pesisir Desa KETERANGAN : Dusun di masing masing desa : Jalan dusun : Batas Dusun : Batas Adm. Desa S1 : Sangat Sesuai S2 : Sesuai S3 : Sesuai Bersyarat 144

205 145 Lampiran 18. Gambar-Gambar Penelitian Pesisir Bandara Internasional Kuala Namu Dari Ketinggian Kaki Di atas Permukaan Laut (DPL) Perkebunan Kelapa di Pesisir Pantai Bandara

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan di dunia sudah populer sejak akhir Tahun 1980 an. Konsep ini muncul sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan karakteristik keberadaan jumlah penduduk yang lebih banyak tinggal di desa dan jumlah desa yang lebih banyak

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan garis pantai sepanjang 95.18 km, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Bungus yang luasnya ± 17 km 2 atau 1383,86 Ha berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini merupakan kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota Padang

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beribu pulau dengan area pesisir yang indah, sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan pariwisata bahari. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 Pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci