KETERIKATAN INTERPERSONAL, TRAIT KEPRIBADIAN, DAN PEMAAFAN: SEBUAH KAJIAN TEORITIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERIKATAN INTERPERSONAL, TRAIT KEPRIBADIAN, DAN PEMAAFAN: SEBUAH KAJIAN TEORITIK"

Transkripsi

1 KETERIKATAN INTERPERSONAL, TRAIT KEPRIBADIAN, DAN PEMAAFAN: SEBUAH KAJIAN TEORITIK H. Fuad Nashori* Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia ABSTRACT This article intends to explain the dynamics of individual forgiveness. The dynamics of forgiveness involves interpersonal attachment and personality trait. First, interpersonal attachment influences personality trait are agreeableness and neuroticism. Second, agreeableness and neuroticism personality trait influence forgiveness. Keywords: forgiveness, interpersonal attachment, personality trait Rourke (2006) mengungkapkan bahwa fenomena pemaafan pada diri individu dipengaruhi oleh keterikatan interpersonal antara individu dan pelaku serta antara individu dan orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya. Penulis percaya bahwa pengaruh keterikatan interpersonal terhadap pemaafan tidak bersifat langsung, namun diperantarai trait kepribadian. Pengertian dan Dimensi Keterikatan interpersonal Keterikatan interpersonal, sebagaimana diungkapkan Nashori, Iskandar, Setiono, dan Siswadi (2011), adalah suatu situasi di mana individu sangat mempertimbangkan keberadaan orang lain dalam pengambilan keputusan atas hal-hal yang penting dalam kehidupannya, khususnya yang berkaitan dengan relasi interpersonal dengan orang lain. Sekurang-kurangnya terdapat lima kata kunci, yaitu pertimbangan, * Korespondensi: HP: fuadnashori@yahoo.com, Situs: Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis 1

2 H. Fuad Nashori keberadaan orang lain, pengambilan keputusan, hal-hal penting dalam hidup, dan relasi interpersonal. Pertimbangan adalah penalaran yang dimiliki seseorang dalam memahami dan menjelaskan peristiwaperistiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Keberadaan orang lain adalah kenyataan bahwa orang lain hadir dalam kehidupan individu, memberikan pengaruh kepada individu sekaligus dapat menerima pengaruh individu. Pengambilan keputusan adalah proses mental dalam diri seseorang untuk memilih berbagai alternatif yang dapat menghasilkan keuntungan yang terbaik yang mungkin diperoleh individu. Hal-hal penting adalah tonggak-tonggak penting dalam perjalanan hidup seseorang. Terakhir, relasi interpersonal adalah hubungan antar pribadi yang meliputi berbagai keperluan hidup bagi individu-individu yang terlibat di dalamnya. Keterkaitan interpersonal meliputi persepsi terhadap orang yangorang yang akrab melakukan relasi interpersonal dengannya, kualitas hubungan dengan orang yang pernah terlibat relasi interpersonal, dan tanggapan pihak lain terhadap peristiwa relasi interpersonal penting yang dialami seseorang. Tiga hal di atas memberikan pengaruh terhadap individu dalam hal apakah ia meneruskan langkah berikutnya atau menghentikan relasi dengan orang yang pernah mengganggu kehidupannya. Salah satu dari tiga hal di atas, yaitu tanggapan pihak lain terhadap peristiwa relasi interpersonal penting yang dialami seseorang, akan memberikan pengaruh terhadap individu. Contoh kongkrit yang dapat diberikan adalah apakah individu akan membalas atau tidak fitnah yang diterimanya dari mitra relasinya. Bila orang-orang yang penting (the significant person) dan teman-teman dekat memberikan nasihat agar ia bersikap acuh tak acuh, maka ia akan menjadi nasihat itu sebagai acuannya. Berdasar studi yang dilakukan Nashori dkk (2011-b), diketahui bahwa dimensi-dimensi keterikatan interpersonal meliputi: a. Persepsi individu terhadap sikap dan perilaku dari mitra relasi, yang meliputi persepsi adanya perubahan pada diri pelaku serta persepsi terhadap komitmen pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan yang merugikan. b. Kualitas hubungan individu dan mitra relasi, yang meliputi mengingat kebaikan mitra relasi serta komitmen melanjutkan hubungan yang akrab dengan mitra relasi. 2 Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011

3 Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik c. Pertimbangan pihak ketiga kepada individu, yang meliputi permintaan dari orang lain yang berpengaruh (the significant others) serta dukungan dari lingkungan. Tabel 1. Dimensi Faktor Keterikatan interpersonal No Dimensi Indikator 1 Persepsi terhadap Persepsi adanya perubahan pada mitra sikap dan perilaku relasi dari mitra relasi Persepsi terhadap komitmen mitra relasi untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan 2 Kualitas hubungan Mengingat kebaikan mitra relasi individu dan mitra Komitmen melanjutkan hubungan yang relasi akrab dengan mitra relasi 3 Umpan balik pihak Pertimbangan dari the significant person ketiga kepada korban Pertimbangan dari lingkungan Berikut ini adalah penjelasan atas dimensi-dimensi dan indikator-indikator keterikatan interpersonal: 1. Dimensi persepsi individu terhadap sikap dan perilaku mitra relasi Dimensi pertama dari faktor keterikatan interpersonal adalah persepsi individu terhadap sikap dan perilaku mitra relasi, baik perbuatan yang menyenangkan maupun perbuatan yang tidak menyenangkan. Dimensi ini menunjukkan bahwa tafsir individu atas apa yang dilakukan orang lain, terutama orang lain yang pernah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, menjadi dasar bagi individu untuk melakukan tindakan-tindakan lanjutan terhadap mitra relasinya. Dimensi ini terdiri atas persepsi adanya perubahan pada diri pelaku dan persepsi terhadap komitmen mitra relasi untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan. Bila individu mempersepsikan bahwa orang-orang yang melakukan perbuatan tidak menyenangkan di masa lalu itu berubah menjadi lebih baik, maka individu memiliki kesiapan untuk menghapus kesalahankesalahan mitra di masa lalu dan menjalin hubungan baru yang lebih baik di masa yang akan datang. Perubahan mitra relasi itu bisa pada dataran sikap dan bisa pula pada dataran perilaku. Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis 3

4 H. Fuad Nashori Indikator lain dari dimensi pertama adalah persepsi terhadap komitmen mitra relasi untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan. Bila individu mempersepsikan bahwa mitra relasi berjanji dengan sungguh-sungguh untuk berperilaku yang positif atau lebih positif terhadap individu di masa-masa yang akan datang, maka individu akan lebih siap mempertahankan dan memelihara hubungan yang sudah berlangsung di antara mereka. ator lain dari dimensi ran sikap dan perilaku dari pelaku. pelaku di masa lalu dan menjalin hubungan baru yang lebih baik 2. Dimensi kualias hubungan individu dan mitra relasi Dimensi kedua dari keterikatan interpersonal adalah kualitas hubungan individu dan mitra relasi. Dimensi ini menggambarkan kedekatan personal antara pelaku dan individu, baik kenyataan di masa lalu maupun kemungkinannya di masa depan. Di dalamnya terdapat kekuatan hubungan yang berlangsung antar orang-orang yang terlibat, dalam hal ini adalah antara mitra relasi sebagai pelaku pelanggaran dan individu sebagai korban. Ada dua indikator yang termasuk dalam dimensi ini, yaitu kemampuan individu untuk mengingat kebaikan mitra relasi di masa lalu dan komitmen untuk melanjutkan hubungan di masa-masa yang akan datang. Kebaikan hati ini sangat mungkin ditunjukkan oleh orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan dengan individu, seperti orangtua, anak, saudara, pasangan, sahabat karib, dan sebagainya. Bila mitra relasi melakukan suatu kebaikan yang berkesan di masa lalu kepada individu, maka ada kecenderungan bagi individu untuk membalas kebaikannya itu di suatu kesempatan. Ini sesuai dengan teori pertukaran sosial yang mengungkapkan bahwa individu satu mempertukarkan sumber daya yang dimilikinya ketika berinteraksi dengan individu lain (Baron & Byrne, 2004; Nashori, 2008). Kebaikan hati (tender-mindedness) adalah rekening yang dimiliki pelaku yang dapat dipakainya untuk menebus kesalahan atau perilaku yang tidak menyenangkan. Selain itu, kualitas hubungan individu dengan mitra relasi juga ditunjukkan oleh komitmen untuk melanjutkan hubungan di masamasa yang akan datang. Komitmen ini terlihat dari keinginan dan tekad pada diri individu untuk memelihara dan mengembangkan hubungan yang sudah terbentuk dan terpelihara di masa lalu. 4 Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011

5 Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik Komitmen ini menjadi sangat kuat bila norma agama atau nilai budaya memberi dukungan bagi individu untuk mempertahankan dan memelihara hubungan tersebut. Hubungan persaudaraan akan diusahakan seseorang untuk dilanjutkan karena norma agama mendukung individu untuk memelihara hubungan persaudaraan. Hubungan perkawinan juga akan diusahakan individu untuk dipertahankan dan dipelihara karena keyakinan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Hubungan persahabatan juga akan dipertahankan dan dipelihara karena orang yakin bahwa jalinan hubungan dengan sesama dapat menghasilkan kebaikan di antara orang-orang yang terlibat di dalamnya. 3. Pertimbangan pihak ketiga kepada individu Dimensi ketiga adalah pertimbangan pihak ketiga kepada individu. Pertimbangan pihak ketiga adalah saran, nasihat, umpan balik (feedback) dari pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam persoalan yang dihadapi individu dengan mitra relasi interpersonal, namun memiliki perhatian dan pemahaman atas persoalan yang dihadapi individu. Pertimbangan pihak ketiga ini dapat bersumber dari (a) ungkapan orang-orang berpengaruh (the significant person) dan (b) dapat pula bersumber dari dukungan lingkungan sosial individu. Dalam kehidupan individu, selalu terdapat orang-orang yang dipandang sangat penting (the significant person) kedudukannya bagi diri individu. Orang yang penting itu bisa ayah, ibu, atau orang-orang lain yang diposisikan sebagai pihak yang terhormat bagi diri individu, seperti profesional yang berkaitan dengan penyelesaian problema (psikolog, psikiater, konselor, terapis, ahli agama/kyai/ustadz, dan sebagainya). Permintaan, nasihat atau saran dari orang-orang penting ini menjadi rujukan bagi individu dalam mengambil keputusan. Selain permintaan, nasihat, saran dari orang-orang yang penting, pertimbangan juga dapat bersumber dari dukungan dari orang-orang dekat individu. Permintaan, saran, nasihat dari orang-orang yang berada dalam lingkungan pergaulan individu juga memberikan pengaruh. Mereka adalah teman-teman dalam kelompok (peer group), saudara, teman, sahabat, tetangga, kenalan, baik yang sehari-hari berada di dekat individu secara fisik maupun yang tinggal jauh namun dekat di hati Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis 5

6 H. Fuad Nashori individu. Bila orang-orang dekat ini secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama memberi nasihat atau masukan kepada individu, maka individu akan menjadikannya sebagai salah satu rujukan pengambilan sikap dan perilaku. Keterikatan interpersonal dan Trait Kepribadian Kualitas hubungan yang lebih tinggi berkorelasi positif dengan trait kebersetujuan atau agreeableness, selain berkorelasi dengan trait ekstraversi, dan trait kehati-hatian atau conscientiousness (Kurtz dan Sherker, 2003). Kedekatan hubungan antara individu dengan orang lain (anak, orangtua, kerabat, sahabat) akan membuahkan kedekatan emosi di antara mereka. Kedekatan emosi ini membantu individu untuk berempati terhadap orang lain tersebut. Kalau seseorang sudah berempati kepada orang lain, maka keinginannya untuk menolong orang lain tersebut menjadi tinggi. Ketika orang lain yang dekat itu melakukan perbuatan yang menyakitkan atau tidak menyenangkan, individu lebih mampu untuk memahami dan berempati terhadap pelaku. Dalam kondisi demikian, keterikatan interpersonal akan menghidupkan sifatsifat yang ada dalam pribadi yang memiliki trait agreeableness tinggi, seperti kebaikan hati (tender-mindedness), kerendahhatian (modesty), pemberian pertolongan (altruism), dan sebagainya. Dengan trait agreeableness yang tinggi, maka pintu pemafan menjadi terbuka. Ada suatu penjelasan yang menarik dari McCullough dkk (1998) sehingga hubungan yang dekat dengan orang lain dapat menghidupkan trait agreeableness dan pada gilirannya bersedia memaafkan. Pertama, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan di antara mereka. Seseorang yang merasa dirugikan dalam hubungan interpersonal bisa saja memilih untuk menjalin hubungan dekat karena ia berharap dalam jangka lama hubungan mereka membaik. Hubungan antara suami dan istri, hubungan antara anak dan orangtua, hubungan antar sahabat akrab, adalah hubungan yang diharapkan berjangka panjang. Selain itu, McCullough dkk (1998) menunjukkan bahwa dalam kualitas hubungan yang tinggi, kepentingan satu orang dan pasangannya menyatu. Sebagai contoh, dalam hubungan antara suami dan istri, maka kepentingan mereka dan anak-anak mereka banyak yang bertemu. Masih menurut McCullough dkk, kualitas hubungan memiliki orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat 6 Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011

7 Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka. Selain kualitas hubungan dengan orang lain, pendapat atau tanggapan dari lingkungan juga berpengaruh terhadap tait agreeableness. Dukungan dari the siginificant person sangat penting bagi individu. Dalam tradisi Jawa ada prinsip rukun, hormat dan manut. Prinsip-prinsip tersebut menjadi landasan adanya keterikatan interpersonal pada diri seseorang. Tentang prinsip rukun dan hormat, Geertz (1983) mengungkapkan bahwa dua kaidah nilai di atas merupakan yang paling menentukan dalam pola pergaulan dalam masyarakat Jawa. Mulder (1986) menunjukkan bahwa prinsip kerukunan dimaksudkan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Rukun, menurut Magnis-Suseno (1999), dapat juga berarti dalam keadaan selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu. Dari sini, menurut penilaian penulis, jika seseorang terlibat permasalahan dengan orang lain atau berada dalam posisi disakiti orang lain, maka prinsip rukun akan membantunya berusaha agar hubungan dengan orang lain tidak terganggu. Prinsip hormat juga membantu individu mengembangkan trait agreeableness. Dalam prinsip hormat, setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus dapat menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya (Geertz, 1983). Orangtua, kerabat yang lebih tua, ustadz/kyai, dan pihak-pihak lain adalah beberapa contoh pihak yang umumnya dihormati individu. Bila mereka menyampaikan pendapat, nasihat, saran, maka individu akan merasakan keterikatan untuk mengikutinya. Kemungkinan individu akan mengikuti pandangan orangtua dikarenakan mereka juga memiliki prinsip manut. Menurut Idrus (2004), manut berarti menuruti atau menyetujui kehendak orang lain (Idrus, 2004). Dalam Serat Wulangreh (Taryati, 1995) dinyatakan bahwa kepada orangtua anak seharusnya taat dan patuh tanpa syarat. Ibarat mengabdi kepada raja, harus dengan sepenuh hati dan tanpa syarat. Keterikatan interpersonal dan Trait Neuroticism pada Etnis Jawa Kurtz dan Sherker (2003 menunjukkan hasil penelitian bahwa kualitas hubungan yang lebih tinggi berkorelasi dengan trait neurotisisme (neuroticism). Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis 7

8 H. Fuad Nashori Peran dari umpan balik dari orang lain juga menghidupkan trait neurotisisme (neuroticism). Orang-orang yang ada di sekitar individu tentunya berharap individu dalam keadaan yang baik. Bila orang-orang yang ada di lingkungan individu mengetahui kondisi individu dalam keadaan yang menyedihkan, tentunya mereka akan berupaya memberikan perspektif, pemikiran, saran, atau masukan yang mengarahkan individu pada keseimbangan emosi. Kehadiran orang-orang yang berpengaruh (the significant person) akan lebih besar peranannya dalam menghidupkan sifat-sifat positif individu. Prinsip hormat, manut, akan benar-benar berfungsi bila orang yang berpengaruh yang menyampaikan perspektifnya kepada individu. Perspektif yang mereka berikan diharapkan dapat mengantarkan individu tidak lagi labil, dilanda kegelisahan, dipenuhi kemarahan dan frustrasi, dan sejenisnya. Perspektif yang mereka berikan diharapkan dapat mengantarkan individu menjadi lebih puas dan bergembira dalam hidup. Kondisi emosi yang stabil akan mengantarkan individu untuk memaafkan. Selain itu, kualitas hubungan antara korban dan pelaku akan menjadikan korban mudah atau sebaliknya dalam memaafkan. Seseorang yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi di antara mereka. Menurut McCullough dkk (1998), ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan. Pertama, pasangan yang mau memaafkan pada dasarnya memiliki motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan di antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan pasangannya menyatu. Keempat, kualitas hubungan memiliki orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka. Mudahnya seseorang memaafkan orang lain juga dikarenakan adanya dukungan social dari orang-orang penting terhadap subjek penelitian di atas. Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian Nashori dkk (2011) yang menunjukkan bahwa pertimbangan dari orangorang lain, terutama orang yang penting bagi individu, akan memengaruhi individu untuk memberikan pemaafan. Masukan, usulan, saran, nasihat the significant person serta dukungan dari lingkungan menjadi faktor yang memudahkan individu untuk memaafkan. 8 Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011

9 Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik Trait Kepribadian dan Pemaafan McCullough (2001) adalah ahli yang berpandangan bahwa pemaafan dipengaruhi oleh trait kepribadian. Secara khusus, McCullough mengungkapkan bahwa trait kepribadian yang berpengaruh terhadap pemaafan adalah trait kebersetujuan (agreeableness) dan trait kestabilan emosi (emotional stability). Hasil penelitian yang dilakukan berbagai peneliti menunjukkan hasil yang sebagian konsisten dan sebagian tidak konsisten. Penelitian pemaafan yang berhubungan dengan kepribadian pernah dilakukan oleh Watkins dan Regmi (2004). Penelitian ini mengambil subjek 218 mahasiswa yang terdiri dari 81 wanita dan 137 pria yang berusia sekitar 24 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara lima trait kepribadian yang meliputi ekstraversi (extraversion), trait kebersetujuan (agreeableness), trait kehati-hatian (conscientiousness), trait neurotisisme (neuroticism, emotional stability), dan trait keterbukaan (openness to experience), yang paling mudah memaafkan adalah trait kebersetujuan (agreeableness) dan trait kestabilan emosi (emotional stability). Trait kebersetujuan memiliki pengaruh positif terhadap pemaafan dan trait neurotisisme memiliki pengaruh yang negatif terhadap pemaafan. Hasil yang senada dengan penelitian Watkins dan Regmi (2004) ditunjukkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan Firdaus (2008). Penelitian ini bermaksud menguji kebenaran hipotesis trait kepribadian memengaruhi pemaafan terhadap kebohongan pasangan pada suku Bugis. Subjek penelitian berjumlah 100 orang yang berasal dari etnis Bugis, laki-laki dan perempuan yang telah menikah minimal selama satu tahun, tinggal bersama, telah mempunyai anak, tidak pernah bercerai, suku Bugis dan Makassar dan bertempat tinggal di Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) ada hubungan yang positif antara trait kepribadian ekstraversi (extraversion), kebersetujuan (agreeableness), dan keterbukaan (openness to experience) dengan pemaafan terhadap kebohongan pasangan, dan (b) ada hubungan yang negatif antara trait kepribadian neurotisisme (neuroticism) dan trait kepribadian kehati-hatian (conscientiousness) dengan pemaafan terhadap kebohongan pasangan. Dari beberapa pandangan dan penelitian tentang pengaruh kepribadian terhadap pemaafan, dapat digarisbawahi (1) trait kebersetujuan (agreeableness) secara konsisten berpengaruh secara Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis 9

10 H. Fuad Nashori positif terhadap pemaafan (McCullough, 2001; Firdaus, 2008; Watkins & Regmi, 2004), (2) trait neurotisisme (neuroticism, lawan dari emotional stability) secara konsisten berpengaruh secara negatif terhadap pemaafan (McCullough, 2001; Watkins & Regmi, 2004; Firdaus, 2008), (3) trait keterbukaan (openness) kadang berpengaruh terhadap pemaafan (Firdaus, 2008), kadang tidak (Watkins dan Regmi, 2004), (4) trait ekstraversi (extraversion) kadang berpengaruh terhadap pemaafan (berdasar penelitian Firdaus, 2008), tapi kadang tidak (Watkins & Regmi, 2004), (5) trait kehati-hatian (conscientiousness) secara konsisten tidak berpengaruh terhadap pemaafan (Firdaus, 2008; Watkins & Regmi, 2004). PENUTUP Simpulan yang dapat diberikan terhadap paparan di atas adalah pemaafan yang ada dalam diri individu dipengaruhi oleh keterikatan interpersonal dan trait kepribadian. Keterikatan interpersonal memengaruhi trait kebersetujuan (agreeableness) dan trait neurotisisme. Keterikatan interpersonal memengaruhi pemaafan. Terakhir, kepribadian sendiri, khususnya trait kebersetujuan (agreeableness) dan tipe neurotisme memengaruhi pemaafan. DAFTAR PUSTAKA Baron, R.A. & Byrne, D Social Psychology: Understanding Human Interaction. Boston: Allyn and Bacon. Costa Jr, P. T.& McCrae, R. R Longitudinal stability of adult personality. In R. Hogan, J. A. Johnson, & S. R. Briggs (Eds.), Handbook of Personality Psychology (pp ). Orlando, FL: Academic Press. Firdaus, F Hubungan antara Tipe Kepribadian dan Komitmen Perkawinan dengan Pemaafan terhadap Kebohongan Pasangan dalam Perkawinan Bugis. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Geertz, H Keluarga Jawa. Penerjemah: Hesri. Jakarta: Grafiti Press. Idrus, M Kepercayaan Eksistensial Remaja Jawa (Studi di Desa Tlogorejo, Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah). Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Kurtz, J.E. & Sherker, J.L. (2003). Relationship Quality, Trait Similarity, and Self-Other Agreement on Personality Ratings in College 10 Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011

11 Keterikatan Interpersonal, Trait Kepribadian, dan Pemaafan: Sebuah Kajian Teoritik Roommates. Journal of Personality.71 (1), Magnis-Suseno, F Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafati tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia. McCrae, R.R. & Costa, P.T Personality in Adulthood: A Five-Factor Theory Perspective. New York: The Guilford Press. McCullough, M.E., Worthington, E.L., Rachal, K.C., Sandage, S.J., Brown, S.W., & Hight, T.L Interpersonal Forgiving in Close Relationships II: Theoretical Elaboration and Measurement. Journal of Personality and Social Psychology, 75 (6), McCullough, M.E Forgiveness: Who Does It and How Do They Do it? Current Directions in Psychological Science, 10, Mulder, N Pribadi dan Masyarakat Jawa. Jakarta: Sinar Harapan Nashori, H.F Psikologi Sosial Islami. Bandung: Penerbit Refika. Nashori, H.F, Iskandar, T.Z., Setiono, K., & Siswadi, A.G.P a. Tematema Pemaafan pada Mahasiswa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII. Nashori, H.F, Iskandar, T.Z., Setiono, K., & Siswadi, A.G.P b. Forgiveness among Muslim Student University. The Roles of Islamic Psychology in the Effort of Increasing Life Quality: Proceeding International Conference on Islamic Psychology and the Third of Congress of Association of Islamic Psychology. Malang:Association of Islamic Psychology and Faculty of Psychology State Islamic University Malang. Ohbuchi, K., Kameda, M. & Agarie, N Apology as Aggression Control: Its Role in Mediating Appraisal of and Response to Harm. Journal of Personality and Social Psychology, 56, Rourke, J Forgiving-Seekoing Motives and Behaviors. Dalam Forgiveness: A Sampling Research Result. United States: American Psychological Association. Taryati Pembinaan Budaya Dalam Lingkungan Keluarga. Yogyakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Watkins, D. & Regmi, M Personality and Forgiveness: A Nepalese Perspective. The Journal of Social Psychology, 144 (5), Prestasi dan Kesejahteraan Psikologis 11

12 H. Fuad Nashori 12 Jurnal Psikologi, Vol. IV, No. 2, Desember 2011

13

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN MEMAAFKAN (FORGIVENESS) PADA PASANGAN YANG MELAKUKAN PERSELINGKUHAN. (Studi pada Suatu Hubungan Pacaran) SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN MEMAAFKAN (FORGIVENESS) PADA PASANGAN YANG MELAKUKAN PERSELINGKUHAN. (Studi pada Suatu Hubungan Pacaran) SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN MEMAAFKAN (FORGIVENESS) PADA PASANGAN YANG MELAKUKAN PERSELINGKUHAN (Studi pada Suatu Hubungan Pacaran) SKRIPSI Oleh : Galuh Sekar Sari (06810105) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PERBEDAAN TINGKAT MEMAAFKAN (FORGIVENESS) ANTARA SANTRI YANG HAFAL AL-QUR AN DENGAN SANTRI YANG TIDAK HAFAL AL-QUR AN DI MA HAD SUNAN AMPEL AL- ALY MALANG Ummu Rifa atin Mahmudah_11410009 Jurusan Psikologi-Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami rasa kesepian dalam dirinya, yang menjadi suatu pembeda adalah kadarnya, lamanya,

Lebih terperinci

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan Dyah Astorini Wulandari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email:zamralita@fpsi.untar.ac.id ABSTRAK Dosen adalah salah satu komponen utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil diskusi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Yoanita Fakultas PSIKOLOGI TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG Eliseba, M.Psi Program Studi Psikologi HANS EYSENCK Dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pada era modern saat ini, orang sudah mulai terlena dengan nilai-nilai moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan permissiveness

Lebih terperinci

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Nama : Rifdaturahmi NPM : 16512334 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA 1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH Fransisca Iriani Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta dosenpsikologi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Terdapat enam variabel dalam penelitian ini, yaitu faktor kepribadian yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur nilai dan norma-norma pada masyarakat. Salah satunya, terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. struktur nilai dan norma-norma pada masyarakat. Salah satunya, terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang terjadi, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mendorong terjadinya perubahan yang terjadi pada struktur nilai dan

Lebih terperinci

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi INTUISI 7 (1) (2015) INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/intuisi HUBUNGAN ANTARA ADULT ATTACHMENT STYLE DENGAN KOMITMEN PERNIKAHAN PADA DEWASA AWAL Binti Khumairoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain dilakukan tes psikologi. Salah satu pengukuran yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain dilakukan tes psikologi. Salah satu pengukuran yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan untuk mempelajari proses mental dan perilaku manusia. Untuk mempelajari perilaku manusia, para

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Penelitian ini pada dasarnya adalah membuktikan secara empiris hasil

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Penelitian ini pada dasarnya adalah membuktikan secara empiris hasil BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan Penelitian ini pada dasarnya adalah membuktikan secara empiris hasil penelitian Remus Ilies, et al (2009), yang menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat memediasi

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

vii Universitas Kristen Maranatha

vii Universitas Kristen Maranatha Abstract The purpose of this research is to obtain an overview about the contribution of the five factor of personality/trait (extraversion, neuroticism, agreeableness, openness to experience, and conscientiousness)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Definisi Pemaafan Secara terminologis, kata dasar pemaafan adalah maaf dan kata maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al- Qur an terulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi, 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia yang hidup memiliki tujuan dalam kehidupan mereka. Tujuan hidup manusia pada umumnya selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita berharap pasangannya terus menerus menjadi kekasih, teman, orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua (Santrock, 2002).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di zaman modern dan era globalisasi ini, sangat mudah untuk menemukan individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Compassion 1. Pengertian Self Compassion Menurut pendapat Neff (2011) self compassion adalah mememberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia perlu adanya hubungan yang baik antar sesamanya. Manusia tidak dapat hidup sendiri karena manusia merupakan makhluk sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan menjadi hal yang paling penting dalam fase kehidupan manusia. Tahapan ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

PERBEDAAN PEMAAFAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI

PERBEDAAN PEMAAFAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI PERBEDAAN PEMAAFAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang Oleh : Hestiyani Agustina 03810034

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit X menunjukkan derajat OCB

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Perawat bagian rawat inap Rumah Sakit X menunjukkan derajat OCB BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai OCB terhadap perawat bagian rawat inap Rumah Sakit X di Bandung, maka didapatkan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK

FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK Nama : Yohana Yosephine NPM : 10507259 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Diana Rohayati, S.Psi., M.Psi PENDAHULUAN Kekerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 135 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kepribadian big five dan motivasi terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan Rumah Sakit X Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sarjana Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini menyangkut normalitas dan linieritas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor LSM di Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini termasuk perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas

BAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas Semua orang seperti memahami apa itu agresi, namun pada kenyatannya terdapat perbedaan pendapat tentang definisi agresivitas. agresi identik dengan hal yang buruk.

Lebih terperinci

Kebijakan dan Praktek SDM. Struktur dan Desain organisasi. Kepemimpinan. Struktur kelompok. Kekuasaan dan politik. Persepsi.

Kebijakan dan Praktek SDM. Struktur dan Desain organisasi. Kepemimpinan. Struktur kelompok. Kekuasaan dan politik. Persepsi. PERTEMUAN KE TIGA Dimensi Individu a. Kakteristik individu b. Dasar-dasar perilaku individu c.kepribadian dan pembelajaran d. Persepsi dan pengambilan keputusan individual e.nilai, sikap dan kepuasan kerja

Lebih terperinci