PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR"

Transkripsi

1 TESIS PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAST MADE RUSMIASIH ANOM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

2 TESIS PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAST MADE RUSMIASIH ANOM NIM : PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

3 TESIS PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAST Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana Made Rusmiasih Anom NIM : PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 19 APRIL 2011 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.DR.dr. J. Alex Pangkahila, Prof. dr. I.G.M Aman.Sp.FK MSc, Sp.And NIP NIP Mengetahui Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. DR. dr. Wimpie Pangkahila, Sudewi, Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. AA Raka Sp.S(K)

5 NIP : NIP : Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 19 April 2011 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0775/UN14.4/HK/2011 Tanggal 04 April 2011 Ketua : Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc., Sp. And Anggota : 1. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK 2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS. 3. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH. 4. Dr. AAAN. Susraini, Sp.PA

6 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widi Wasa, karena atas rahmat-nya penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul Pemberian Astaxanthin Gel Melindungi Kulit Terhadap Proses Penuaan Dini Akibat Pajanan Sinar UVB Dengan Menurunkan Ekspresi MMP-1 Pada Kultur Fibroblast dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir studi untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp And., selaku pebimbing I sekaligus sebagai pembimbing akademik dan Prof. dr. I Gusti Made Aman, SpFK., selaku pembimbing II atas bimbingan, perhatian, dorongan, serta semangat yang telah diberikan selama mengikuti program studi magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada: 1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program magister di Universitas Udayana.

7 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. AA. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. 3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And., FAACS juga selaku penguji, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program magister ilmu biomedik kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udyana, yang juga telah memberikan semangat, masukan,dan bimbingan untuk segera menyelesaikan tesis ini. 4. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH. Selaku penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini. 5. dr. AAAN. Susraini, Sp. PA selaku penguji dengan sabar membimbing, mengarahkan, serta memberi masukan dalam penyusunan tesis ini. 6. dr. AAGP. Wiraguna, Sp.KK, yang banyak memberi bantuan, bimbingan, dan masukan yang sangat berharga dari awal penyusunan penelitian sampai selesainya tesis ini. 7. Drs. I. Ketut Tunas, Msi yang dengan sabar dan tekun membimbing dalam analisis statistik. 8. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM dan Laboratorium Kulit dan Kelamin FK UGM atas segala sarana, fasilitas, dan segala

8 kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian sehingga penyusunan tesis dapat diselesaikan. 9. Para dosen pengajar Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, teman teman sependidikan, dan seluruh karyawan bagian ilmu biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 10. Ibu Tri Yuliati dan ibu Nur atas segala bantuan serta kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian sehingga penyusunan tesis dapat diselesaikan. 11. Keluarga terkasih, orang tua, suami tercinta Anom Suardika, serta anak anak tersayang Bagus dan Ama, dengan dukungan serta pengertian yang luar biasa memberikan kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Denpasar, April 2011 Penulis

9 ABSTRAK PEMBERIAN ASTAXANTHIN GEL MELINDUNGI KULIT TERHADAP PROSES PENUAAN DINI AKIBAT PAJANAN SINAR UVB DENGAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAST Pajanan sinar ultra violet yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan sutu kerusakan pada struktur dan fungsi kulit, sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan pada kulit yang disebut dengan photoaging. Pajanan UVB pada kulit memicu terbentuknya ROS yang akan mengaktifkan reseptor faktor pertumbuhan dan sitokin di permukaan membran sel. Hal ini akan menstimulasi jalur tranduksi MAP-kinase, selanjutnya akan memicu AP-1 yang mengatur matriks metalloproteinase termasuk salah satunya adalah MMP-1. MMP-1 bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen. Penggunaan antioksidan untuk menghambat jalur tersebut diharapkan dapat mencegah penuaan dini kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah astaxanthin mampu memberikan perlindungan terhadap penuaan dini kulit akibat pajanan UVB yang dilihat dari penurunan ekspresi MMP-1. Rancangan penelitian ini adalah posttest only control group design. Penelitian secara in vitro menggunakan kultur sel fibroblast yang dibiakkan dari kulit preputium pasca sirkumsisi. Terdiri dari 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (yang tidak mendapatkan perlakuan), kelompok sel yang hanya mendapatkan pajanan sinar UVB dengan variasi dosis 25, 50, dan 100 mj/cm², dan kelompok sel yang diberikan astaxanthin gel dengan variasi dosis 3, 5, dan 7 µm sebelum dipajan sinar UVB dengan variasi dosis 25, 50, dan 100 mj/cm². Supernatan dari kultur sel fibroblast dikumpulkan setelah 48 jam dan ekspresi MMP-1 dinilai dengan MMP-1 Human enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kit sesuai protokol. Hasil penelitian didapatkan UVB pada semua variasi dosis mampu meningkatkan MMP-1 secara bermakna (p<0,05). Astaxanthin pada variasi dosis pemberian mampu menurunkan ekspresi MMP-1 akibat pajanan sinar UVB pada kultur sel fibroblast dengan variasi dosis penyinaran secara bermakna (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa astaxanthin gel sebagai antioksidan dapat melindungi kulit dari penuaan dini akibat pajanan UVB dengan menurunkan ekspresi MMP-1. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui efek perlindungan astaxanthin terhadap penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet. Kata kunci: astaxanthin gel, pajanan sinar UVB, penuaan dini, ekspresi MMP-1, kulit.

10 ABSTRACT PROTECTIVE EFFECT OF ASTAXANTHIN GEL AGAINST UVB- INDUCED PREMATURE SKIN AGING BY THE DECREASE OF THE EXPRESSION OF MMP-1 IN FIBROBLAST CELL CULTURE Continous exposure of human skin to UV could cause damage of the skin structure and function, therefore it can lead to premature aging (photoaging). Exposure of the skin to UVB induce reactive oxygen species (ROS) which activate receptors growth factor and cytokine. This increase receptors activation lead to activate MAP signaling kinases, AP-1 ultimately expressed and activated. AP-1 controls transcription of matrix metalloproteinases (MMPs) including MMP-1 which is responsible to degradation of collagen. The use of antioxidant is hoped to prevent premature skin aging. The objective of this study is to investigate the protective effect of astaxanthin gel against UVB-induced premature skin aging by the decrease of the expression of MMP-1 in fibroblast cell culture. This in vitro study used posttest only control group design. The fibroblast cell culture were isolated from circumcised foreskin. There were 3 groups; non treated group as a control group, UVB irradiated group with various doses 25, 50, and 100 mj/cm², astaxanthin treated group with various doses 3, 5, and 7 µm before UVB irradiation with various doses 25, 50 and 100 mj/cm². Expression of MMP-1 was measured in the supernatant of fibroblast cell culture after 48 hours UVB irradiation, using MMP-1 human ELISA kit according to manufacturer s protocol UVB irradiation in various doses resulted in increase of the expression of MMP-1 significantly (p<0,05). Astaxanthin gel in various doses before UVB irradiation in various doses could decrease the expression of MMP-1 significantly (p<0,05). The study concluded that astaxanthin gel had protective effect on UVBinduced premature skin aging by the decrease of the expression of MMP-1 in fibroblast cell culture. Therefore further studies are needed to determine the protective effects of astaxanthin against UV-induced premature skin aging. Key words : astaxanthin gel, UVB radiation, premature aging, MMP-1 expression, skin.

11 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR......ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv UCAPAN TERIMAKASIH...v ABSTRAK... viii ABSTRACT...ix DAFTAR ISI...x DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR TABEL...xv DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...xvi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat penelitian Manfaat Ilmiah Manfaat Praktis...6

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Proses Penuaan ( Aging ) Usia Harapan Hidup Teori Penuaan dan Faktor yang mempengaruhi Mekanisme Aging Proses Penuaan Kulit Mekanisme Penuaan Kulit Fenomena Penuaan Kulit Sinar Ultraviolet Efek radiasi sinar UV Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia Fibroblast Matriks Metalloproteinase Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen Manifestasi Klinis dan Histologis pada kulit yang mengalami Photoaging Radikal bebas dan Antioksidan Radikal bebas Antioksidan Peranan Antioksidan pada Kulit yang mengalami Kerusakankarena pajanan UV Astaxanthin...34 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir...39

13 3.2 Kerangka Konsep Hipotesis Penelitian...42 BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Tempat dan waktu Penelitian Subyek dan Sampel Subyek Penelitian Sampel Penelitian Variabel Penelitian Klasifikasi variabel Definisi operasional variabel Bahan dan Instrumen Penelitian Bahan Utama Penelitian Bahan Penunjang Penelititan Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian In Vitro Pembuatan Kultur Primer dan sekunder Penghitungan jumlah Sel Uji Uji Aktivitas In Vitro Prosedur Pengujian MMP Alur Penelitian Analisis Data...58 BAB V HASIL PENELITIAN...59

14 5.1 Uji Normalitas Data Uji Homogenitas antar kelompok Pajanan UVB 25 mj/cm² Uji Efek Pajanan UVB 25 mj/cm² PajananUVB 50 mj/cm² Uji Efek Pajanan UVB 50 mj/cm² Pajanan UVB 00 mj/cm² Uji Efek Pajanan UVB 100 mj/cm²...65 BAB VI PEMBAHASAN...69 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...77 LAMPIRAN Lampiran 1 : Uji Normalitas data MMP-1 berdasarkan Pajanan UVB 25 mj/cm², 50 mj/cm², dan 100 mj/cm...82 Lampiran 2 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test Kelompok UVB 25 mj/cm²...83 Lampiran 3 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test Kelompok UVB 50 mj/cm².85

15 Lampiran 4 : Uji Homogenitas, Anova Test dan LSD Test Kelompok UVB 100 mj/cm²...87 Lampiran 5 ; Foto Foto Penelitian...89 Keterangan Kelaikan Etik DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 3.2 Gambar 4.1 Gambar 4.4 Gambar 4.7 Gambar 5.1 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV...27 Struktur Kimia Astaxanthin.36 Kerangka Konsep..41 Skema Rancangan Penelitian In Vitro..44 Skema Hubungan antara Variabel Penelitian...48 Alur Penelitian In Vitro...57 Grafik Sesudah Penyinaran UVB 25 mj/cm 2 61 Gambar 5.2 Grafik Sesudah Penyinaran UVB 50 mj/cm Gambar 5.3 Grafik sesudah penyinaran UVB 100 mj/cm

16 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Rerata MMP1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 25 mj/cm²...60 Tabel 5.2 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 25 mj/cm²...62 Tabel 5.3 Rerata MMP-1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 50 mj/cm²...63 Tabel 5.4 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 50 mj/cm²...65 Tabel 5.5 Rerata MMP-1 Antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 100 mj/cm².66 Tabel 5.6 Analisis Komparasi Antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 100 mj/cm² 68

17 DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG MMPs UVB MMP-1 A4M DHEA GH DNA ROS MT1-MMP NF-κB TGFβ AP-1 : Matrix Metalloproteinases : Ultra Violet B : Matriks Metalloproteinase-1 : American Academy of Anti Aging Medicine : Dehydroepiandrosterone : Growth Hormone : Deoxyribonucleic Acid : Reactive Oxygen Species : Membran Type 1 Matrix Metalloproteinase : Nuclear Factor Kappa B : Transforming Growth Factor B : Activator Protein-1

18 IL-1 : Interleukin -1 TNFα mj/cm² SOD MAP-Kinase nm : Tumor Necrosis Factor α : mili joule per senti meter persegi : Superoxide Dismutase : Mitogen Activated Protein-Kinase : nano mol µm : mikro mol TCF : Tissue Culture Flask RPMI 1640 : Rosenthal Park Memorial Institute 1640

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjadi tua adalah suatu kodrat yang harus dijalani oleh semua insan di dunia, namun seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini proses penuaan dapat diperlambat atau dicegah. Di negara maju jumlah proporsi usia lanjut semakin meningkat 31% dari populasi di Amerika Serikat diperkirakan akan berusia > 55 tahun pada th 2040 dan jumlah penduduk usia lanjut akan menjadi dua kali bahkan tiga kali lipat selama awal kuartal pertama pada abad 21 (Smith, 2001). Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia pada tahun , penduduk usia lanjut meningkat dari 4,7% menjadi 8,5 % (BPS, 2005). Dari data Human Development Report 2010 rata-rata usia harapan hidup dunia meningkat, di mana di Jepang yang tertinggi yaitu 83 tahun sedangkan Indonesia 71 tahun (WHO, 2010). Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan medis meningkatnya usia harapan hidup tersebut diharapkan bukan hanya usia bertambah panjang, namun yang terpenting adalah usia harapan hidup yang meningkat dengan kualitas hidup yang meningkat pula. Begitu juga makin banyak orang berusia tua yang ingin tampak lebih muda dan mencari modalitas tindakan yang dapat mengurangi, menunda tanda-tanda penuaan serta mengubah penampilan agar menjadi lebih baik (Yaar, 2006).

20 Pada saat usia bertambah tua, akan terjadi penurunan fungsi dan kemampuan untuk adaptasi terhadap terjadinya kerusakan dalam tubuh. Disertai pula dengan terjadinya penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik pada tingkat seluler maupun pada sistem oleh karena proses penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Banyak faktor yang berperanan pada terjadinya proses tersebut, dimana dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi adanya radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal meliputi diet yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, radiasi, sinar UV, asap rokok, dan stress (Rabe dkk., 2006; Pangkahila, 2007). Sedangkan teori yang mendasari terjadinya proses penuaan tersebut pun beragam antara lain adalah wear and tear theory, dan teori program. Wear and tear theory menyatakan bahwa pada prinsipnya tubuh dan sel menjadi rusak karena terlalu sering digunakan, dimana kerusakan terjadi secara terus menerus tidak hanya pada organ namun juga pada tingkat sel. Sedangkan teori program menyatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat jam biologis, mulai dari proses konsepsi sampai pada kematian dalam suatu model yang telah terprogram. Dari teori-teori tersebut yang paling banyak dianut adalah teori radikal bebas. Teori radikal bebas menyatakan bahwa proses menua diawali dengan inisiasi reaksi radikal bebas yang terus menerus secara progresif dan menyebabkan kerusakan sistem biologi (Pangkahila, 2007).

21 Dari data yang ada menyatakan bahwa pada kenyataannya proses penuaan tersebut merupakan hasil interaksi dari program genetik dan kumulasi proses wear and tear selama hidup (Gilchrest dan Yaar, 2000; Rabe dkk., 2006). Seperti halnya organ lain, kulit pun akan mengalami proses penuaan, faktor lingkungan yang sangat berperanan terhadap proses penuaan tersebut adalah radiasi sinar ultra violet. Pajanan sinar ultra violet yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan suatu keadaan kerusakan pada struktur dan fungsi dari kulit sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan pada kulit oleh sebab itu proses ini disebut penuaan dini kulit atau disebut juga dengan photoaging (Fisher dkk., 2002; Rabe dkk., 2006). Delapan puluh persen dari penuaan pada wajah berkaitan dengan pajanan sinar matahari (Baumann, 2006). Mekanisme ikatan spektrum cahaya matahari dapat menimbulkan photoaging pada manusia, dari hipotesis dinyatakan bahwa sinar UV merangsang MMPs (matriks metalloproteinases) yang berperanan dalam photoaging dimana MMPs merupakan suatu endopeptidase yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen dan elastin dalam jaringan ikat (Young, 2000). Radikal bebas yang terbentuk akibat dari sinar ultra violet mengaktifkan mitogen-activated protein kinase pathways menghasilkan kolagenase (MMP-1) yang dapat menghancurkan kolagen. Penghambatan jalur ini dengan menggunakan antioksidan diperkirakan dapat mencegah photoaging dengan mencegah terbentuknya kolagenase (MMP-1) (Bauman, 2006). Ultra Violet B (UVB) dengan panjang gelombang 290 nm 320 nm merupakan sinar

22 yang paling poten mencapai permukaan bumi dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada kulit (Kaminer, 1995). Sebagai pertahanan dan perlindungan dari pajanan radikal bebas, tubuh secara alami membuat antioksidan antara lain superoksid dismutase (SOD), katalase, glutathione. Perlindungan alami tersebut terkadang tidak cukup adekuat, untuk itu diperlukan tambahan perlindungan antioksidan dari luar tubuh baik yang oral maupun topikal. Tersedia berbagai macam antioksidan baik yang oral maupun topikal. Salah satu yang cukup populer saat ini adalah astaxanthin, yang merupakan salah satu pigmen karotenoid xantophyll yang larut dalam lemak. Astaxanthin memiliki potensi sebagai antioksidan lebih kuat dari golongan karotenoid lain seperti vit E, karena memiliki gugus hidroksil (OH) dan keton (C=O) pada gugus terminalnya yang membuat astaxanthin menjadi lebih polar dan mampu menjadi bentuk ester (Goto dkk., 2001; Lyons dan O Brien, 2002). Astaxanthin melindungi tubuh terhadap proses peroksidasi lipid dan kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada membran sel dan jaringan tubuh (Furr dan Clark, 1997; Winarsi, 2007). Dari penelitian yang dilakukan Lyons dan O Brien (2002) yang menggunakan kultur fibroblast menunjukkan bahwa astaxanthin pada dosis 10 µm mampu memberikan efek perlindungan terhadap pajanan UVA secara signifikan, dibandingkan dosis lebih kecil yaitu 10 nm dan 100 nm. Sedangkan penelitian oleh Suganuma dkk. (2009) menggunakan kultur fibroblast

23 menunjukkan bahwa astaxanthin berperan sebagai antioksidan yang poten terhadap induksi MMP-1 oleh UVA, dimana pada konsentrasi 4-8 µm memberikan efek inhibisi lebih besar terhadap MMP-1 daripada terhadap skin fibroblast elastase. Hingga kini photoaging masih menjadi permasalahan, terutama di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia dimana intensitas sinar matahari cukup tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan penggunaan bahan bahan topikal yang cukup adekuat untuk melindungi kulit dari kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh paparan sinar ultra violet tersebut. Walaupun kini telah banyak bahan topikal sebagai anti penuaan kulit namun banyak hal yang belum diketahui secara pasti mengenai mekanisme kerja bahan tersebut dan efek yang ditimbulkan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian tentang kemampuan astaxanthin sebagai antioksidan topikal untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan sinar ultra violet B yang akan dilakukan secara in vitro pada kultur fibroblast. Sehingga diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya. I.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah penggunaan astaxanthin gel secara in vitro pada kultur fibroblast yang dipajan dengan sinar UVB dapat menurunkan ekspresi MMP-1?

24 I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efek perlindungan astaxanthin gel pada kulit terhadap proses penuaan dini akibat pajanan ultra violet B (UVB). I.3.2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pemberian astaxanthin gel dapat menurunkan ekspresi MMP-1 pada kultur fibroblast yang dipajan dengan sinar UVB. I.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Manfaat Ilmiah 1. Memberi informasi ilmiah tentang fungsi proteksi astaxanthin gel dalam melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan UVB. 2. Sebagai dasar untuk digunakan sebagai penelitian lebih lanjut pada manusia. I.4.2 Manfaat Praktis Memberi informasi pada masyarakat tentang efek penggunaan astaxanthin gel yang dapat memberikan perlindungan pada kulit dari pengaruh kerusakan oleh sinar UVB dan mencegah penuaan dini sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Penuaan (Aging) Secara umum proses penuaan akan dialami oleh semua mahluk yang hidup di muka bumi ini. Proses tersebut adalah hal alamiah yang harus dijalani dan tidak dapat dihindarkan, terjadi pada setiap orang dalam kecepatan yang berbeda tergantung pada keadaan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup yang dilakukan, sehingga proses penuaan tersebut dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003). Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungan dengan aging yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, yang mana dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003) Usia Harapan Hidup Usia harapan hidup manusia berbeda beda di tiap negara maupun tiap jaman, kecenderungan secara global adalah usia harapan hidup manusia (life expectancy) di setiap negara meningkat dari waktu ke waktu baik itu di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Dengan meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka masa pensiun seseorang ditunda akibatnya mereka

26 akan mencari modalitas terapi atau intervensi yang dapat memperbaiki penampilan dan mengurangi tanda-tanda penuaannya. Di negara maju jumlah proporsi usia lanjut semakin meningkat 31% dari populasi, di AS diperkirakan akan berusia > 55 tahun pada th 2040 dan jumlah penduduk usia lanjut akan menjadi dua kali bahkan tiga kali lipat selama awal kuartal pertama pada abad 21 (Smith, 2001). Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia pada tahun , penduduk usia lanjut akan meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% dengan rata rata peningkatan tiap tahunnya sebesar 0,1% - 0,4% (BPS, 2005). Dari data Human Development Report th 2010 rata-rata usia harapan hidup dunia meningkat, dimana di Jepang yang tertinggi yaitu 83 tahun dan Indonesia 71 tahun (WHO, 2010). Dari sebuah laporan pada tahun 2002 dinyatakan sebanyak 60 persen orang AS yang berusia 65 th keatas mencari pengobatan untuk menunda penuaan, jadi tidaklah aneh jika jumlah orang berusia lanjut di AS cukup tinggi yaitu 13%. Begitu juga dengan negara maju lainnya seperti Inggris 16%, Jepang 17%, dan Italia 18% ( Pangkahila, 2007) Teori Penuaan dan Faktor yang Mempengaruhi Penuaan Banyak sekali teori-teori yang menjelaskan proses penuaan namun teori tersebut dapat di kelompokkan menjadi 2, yaitu teori wear and tear dan teori program (Pangkahila, 2007). Prinsip dari teori wear and tear adalah terjadinya kerusakan pada tubuh dan sel karena penggunaan serta kerusakan yang terus menerus. Termasuk dalam teori wear and tear ini adalah terjadinya kerusakan

27 DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Sedangkan teori program menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam biologis, mulai dari konsepsi sampai pada kematian. Teori program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun dan teori neuroendokrin. Banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan, namun pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal (Pangkahila, 2007). Faktor internal antara lain adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress dan kemiskinan Mekanisme Aging Proses penuaan yang terjadi pada individu tidak terjadi begitu saja dengan langsung menunjukkan tanda dan gejala penuaan seperti terjadinya perubahan fisik seperti massa otot berkurang, kulit berkerut, daya ingat berkurang, sulit tidur, mudah tersinggung dan tanda tanda lainnya. Namun proses tersebut terjadi secara bertahap meliputi tahapan sebagai berikut (Fowler, 2003; Pangkahila, 2007). 1. Tahapan subklinik (usia tahun) Di rentangan usia ini sebagian besar hormon dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan estrogen. Pembentukan radikal bebas mulai terjadi, namun kerusakan yang terjadi belum tampak dari luar

28 sehingga pada tahapan ini individu masih merasa dan tampak normal, tanpa tanda dan gejala penuaan. 2. Tahap transisi (usia tahun) Pada tahap ini kadar hormon menurun sebanyak 25%. Massa otot berkurang 1 kg setiap beberapa tahun, akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Mulai muncul gejala penuaan seperti rambut mulai putih, elastisitas kulit menurun, pigmentasi kulit menurun, demikian juga halnya dengan pendengaran, penglihatan, dan dorongan seksual. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, resiko terjadinya penyakit meningkat. Saat ini orang akan mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. 3. Tahap klinik (Usia 45 th ke atas) Penurunan kadar hormon terus berlanjut yaitu DHEA, melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan tiroid. Terjadi penurunan sampai hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar 1 kg setiap tiga tahunnya, akibatnya terjadi ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Sistem organ mulai mengalami kegagalan, penyakit kronis menjadi lebih nyata. Ketidakmampuan menjadi faktor utama. Proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala ataupun keluhan. Apabila tidak terjadi gejala atau keluhan bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Namun saat ini dengan pesatnya perkembangan ilmu

29 pengetahuan proses penuaan dapat dianggap dan diperlakukan sama dengan penyakit, yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula (Pangkahila, 2007). 2.2 Proses Penuaan Pada Kulit Penuaan berkaitan dengan perubahan yang bersifat progresif yang terjadi di semua jaringan termasuk pada kulit. Suatu proses yang merupakan akibat dari penggunaan sel secara terus menerus dan senescense, yang akhirnya akan diakhiri dengan berkurangnya viabilitas dan kematian. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik, akumulasi dari pengaruh faktor lingkungan dan faktor endogen lainnya yang berperanan pada life-span mahluk hidup (Tschachler dan Morizot, 2006; Yaar, 2006). Ada 2 teori dasar penuaan pada kulit yaitu teori programmatik dan teori stokastik (Gilchrest dan Yaar, 2000). Teori programmatik meliputi; 1) terjadinya pemendekan telomere yaitu ujung kromosom eukariotik karena DNA polymerase tak mampu mengadakan replikasi pada ujung akhir; 2) penuaan seluler dimana adanya keterbatasan sel untuk membelah. Teori stokastik meliputi adanya; 1) stress oksidatif yaitu tingkat penggunaan oksigen berkaitan dengan proses penuaan, karena kurangnya efisiensi sistem pertahanan oksidatif maka selama masa kehidupan terjadilah akumulasi kerusakan oksidatif molekuler yang terkadang mengakibatkan terjadinya kematian sel secara apoptosis; 2) Adanya kerusakan DNA ; 3) amino acid racemization: yaitu proses penggantian asam amino-d dengan asam amino-l di dalam protein, terjadi selama

30 proses penuaan serta dapat mempengaruhi fungsi protein dan menyebabkan akumulasi protein yang sudah tidak fungsional lagi pada jaringan; 4) nonenzymatic glycosylation. Proses penuaan berjalan sesuai waktu atau usia seseorang (chronological / intrinsic aging ) dan juga dapat diperberat oleh adanya faktor eksternal termasuk yang paling banyak berperan adalah pajanan sinar ultra violet (exstrinsic aging) Mekanisme Penuaan Kulit Adanya akumulasi Reactive Oxygen Species (ROS) dinyatakan berperanan penting pada proses penuaan kulit, dan hal ini terbukti dari penelitian yang telah dilakukan. Kulit merupakan organ yang paling banyak mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga banyak terpapar dengan ROS yang berasal dari lingkungan termasuk dari udara, radiasi matahari, ozon, dan polusi. Selain itu hasil metabolisme normal pun menghasilkan ROS, dari proses rantai respirasi mitokondria yang mana elektron berlebih akan diberikan pada molekul oksigen untuk kemudian terbentuk anion superoksid. Dengan bertambahnya usia membuat berkurangnya kemampuan aktivitas sistem pertahanan dari enzymatic antioxidant (Chung dkk., 2004). ROS yang terbentuk dari pajanan sinar ultra violet tersebut dapat menekan serta merusak enzymatic antioxidant dan non enzymatic antioxidant yang merupakan mekanisme pertahanan kulit terhadap radikal bebas. Hal ini akan memicu terjadinya kerusakan oksidatif pada komponen seluler dan non seluler yang akan berakibat pada terjadinya supresi sistem imun, penuaan dini kulit,

31 bahkan sampai mengakibatkan kanker kulit. ROS akan mengaktifkan jalur signal tranduksi sitoplasmik pada fibroblast, hal ini berkaitan pada pertumbuhan, diferensiasi, senescence, dan degradasi jaringan ikat, juga menyebabkan perubahan genetik yang permanen (Kim dkk., 2004). Diperkirakan jumlah kolagen di dermis akan berkurang sebanyak 1 % tiap tahunnya pada usia dewasa. Mekanisme berkurangnya kolagen selama proses penuaan alamiah adalah akibat dari peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase (MMP). Peningkatan MMP mempengaruhi sintesis kolagen, dimana dengan bertambahnya umur maka level MMP-1, 2, 9, dan 12 akan makin bertambah sementara ekspresi procollagen mrna lebih rendah dibanding saat masih berusia muda (Chung dkk., 2004). Pada proses penuaan alami terjadi penurunan sintesa kolagen serta peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase sementara pada photoaging tampak peningkatan matriks metalloproteinase yang lebih besar (Chung dkk., 2001) Fenomena Penuaan pada Kulit Proses penuaan pada kulit terdiri dari 2 fenomena yang berbeda secara signifikan namun dapat terjadi secara simultan, yaitu proses penuaan intrinsik (intrinsic aging/chronological aging) dan penuaan ekstrinsik (extrinsic aging /photoaging). Penuaan intrinsik merupakan proses menyeluruh, dan berlangsung secara alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Proses ini disebabkan oleh berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri yaitu faktor genetik, hormonal, dan ras. Pada

32 proses penuaan intrinsik yang terjadi lebih banyak ditandai dengan adanya penurunan fungsi organ oleh karena bertambahnya usia tersebut dibandingkan dengan perubahan morfologi yang tampak. Proses penuaan ekstrinsik (extrinsic aging/photoaging), suatu proses penuaan yang diakibatkan oleh berbagai faktor dari lingkungan di luar tubuh yang terjadi secara terus menerus. Banyak faktor dari lingkungan yang ada di luar tubuh yang dapat mempengaruhi proses penuaan antara lain sinar ultra violet, kelembaban udara, suhu, polusi asap, dan paparan bahan kimiawi. Dari faktor lingkungan tersebut yang paling banyak berperanan dalam penuaan kulit adalah pengaruh dari pajanan sinar ultra violet, oleh karena itu proses penuaan ini disebut juga sebagai photoaging. Faktor yang berpengaruh dari luar tersebut dapat dihindari untuk mencegah terjadinya proses penuaan dini (Gilchrest dan Yaar, 2000 ; Chung dkk., 2004). 2.3 Sinar Ultra Violet Radiasi sinar ultra violet adalah suatu spektrum dari cahaya dengan panjang gelombang yang berkisar antara 100 nm nm, dihasilkan oleh sinar matahari atau dari lampu buatan. Berdasarkan batasan dari Commision Innternationale de l Eclairage (CIE) sinar ultra violet terdiri dari ultra violet A (UVA) dengan panjang gelombang nm, ultra violet B (UVB) dengan panjang gelombang nm, dan ultra violet C (UVC) dengan panjang gelombang nm. UVA dibagi lagi menjadi UVA I ( nm) dan UVA II ( nm) (Young, 2000).

33 Radiasi sinar ultra violet di permukaan bumi ini 95-98% adalah UVA dan 2-5% adalah UVB. UVC tidak mencapai permukaan bumi. UVB adalah sinar yang paling poten yang mencapai permukaan bumi dan paling banyak menyebabkan terjadinya photodamage pada manusia. UVA kira-kira 1000 kali lebih lemah dibandingkan UVB namun 100 kali lebih banyak mencapai permukaan bumi (Kaminer,1995). Sinar UVC diserap oleh lapisan stratosfir ozon, namun dengan semakin menipisnya lapisan ozon akan memungkinkan semakin besarnya jumlah radiasi UV yang sampai ke permukaan bumi. Lapisan ozon merupakan penyerap awal sinar ultra violet di atmosfer, yang mana lapisan ini memblokade semua sinar UVC agar tidak mencapai permukaan bumi, 90% UVB terutama dengan panjang gelombang nm, dan UVA sangat sedikit yang diblokade. Begitu jumlah ozon berkurang maka jumlah gelombang pendek dari UVB yang mencapai permukaan bumi akan makin meningkat, hal yang penting dari hal ini adalah setiap photon UVB pada 290 nm kali lebih karsinogenik dibandingkan photon pada 330 nm. The United States Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan bahwa jumlah rata rata berkurangnya lapisan ozon adalah 8% per dekade, pada setiap 1% kolom ozon berkurang diperkirakan UVB meningkat sebanyak 1,3-1,5% (Young, 2000). Radiasi sinar UVB yang mencapai lapisan kulit, sebanyak 70% diserap oleh stratum korneum, 20% yang mencapai epidermis dan 10% yang mencapai bagian atas dari lapisan dermis. Sedangkan radiasi UVA diserap sebagian oleh epidermis dan 20-30% mencapai lapisan dermis yang dalam, sinar UVA

34 menyerap jauh lebih dalam dibandingkan sinar UVB. Dilihat dari jumlah sinar UVB yang sampai ke lapisan dermis hanya dalam jumlah yang kecil dibandingkan dengan sinar UVA, namun karena sifatnya yang sangat poten mampu menimbulkan kerusakan pada kulit (Fourtanier dan Moyal, 2004) Efek Radiasi Sinar UV Paparan sinar UV dari matahari dapat memicu pembentukan radikal bebas pada kulit. Radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan menurunnya kinerja enzim untuk mempertahankan fungsi sel, merusak protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan elastin. Radiasi sinar ultra violet memiliki rentangan yang luas dalam efek akut yang ditimbulkannya. Efek yang ditimbulkan selain sunburn inflammation (erythema) dan tanning (melanogenesis) juga dapat mengakibatkan DNA photodamage, immunosupresi, dan sintesis vitamin D. Sedangkan paparan kronik dari sinar matahari dapat memicu terjadinya photoaging dan lebih jauh lagi dapat memicu terjadinya kanker kulit seperti squamous cell ca, basal cell ca, dan melanoma maligna (Young, 2000). Eritema (sunburn) adalah suatu reaksi radang akut pada kulit yang berwarna kemerahan akibat pajanan sinar ultra violet yang berlebihan. Eritema atau warna kemerahan yang timbul dapat dengan mudah dilihat dengan metode yang non invasif dan dapat dapat diamati sepanjang waktu. Pada UVB, eritema yang ditimbulkan merupakan respon yang lambat, dimana akan mencapai puncaknya 6-24 jam tergantung pada dosis penyinaran. Dosis terkecil yang dapat menimbulkan warna kemerahan (eritema) dengan batas yang jelas pada daerah

35 yang diberikan penyinaran setelah 24 jam disebut Minimal Erythemal Dose (MED). Respon pigmentasi pada kulit yang terjadi dengan segera pada paparan sinar UV adalah timbulnya warna kecoklatan pada kulit (tanning) dan kemudian akan diikuti dengan terbentuknya melanin baru. Eritema yang diinduksi oleh UVB akan diikuti dengan terjadinya pigmentasi, proses pembentukan melanin (melanization) ini akan hilang bersamaan dengan proses pelepasan epidermis yang terjadi tiap bulannya. Kerusakan DNA (DNA damage) merupakan suatu reaksi yang terjadi akibat radiasi sinar matahari, dimana UVB diserap dan kerusakan terjadi pada basa pirimidine. Kerusakan pada DNA dapat memicu terjadinya mutasi pada onkogen dan gen tumor supresor yang berakibat pada terjadinya disfungsi gen. Imunosupresi dapat terjadi karena paparan sinar UV, fenomena ini disebut dengan photoimmunosuppression yang berakibat lebih jauh terhadap terjadinya kanker kulit, meningkatnya insiden serta derajat beratnya penyakit infeksi dan virus. Photoaging merupakan kerusakan akibat akumulasi paparan sinar ultra violet yang bersifat kronis dan terus menerus, tergantung pada derajat paparan yang terjadi, pigmen kulit, dan kebiasaan aktifitas luar (outdoor life style). Akibat lebih jauh pada akhirnya dapat mengarah kepada terjadinya photocarcinogenesis, oleh karena terjadinya perubahan atau mutasi pada gen.

36 Efek dari paparan sinar matahari pada kulit tergantung pada panjang gelombang dan dosis radiasinya. Faktor-faktor seperti pekerjaan, gaya hidup, pakaian, dan usia berpengaruh pada paparan sinar matahari. Geografi juga berperanan penting, dimana paparan sinar matahari akan bertambah dengan menurunnya garis lintang, dan setiap 1000 kaki diatas permukaan laut paparan akan bertambah 4% (Obagi, 2000). 2.4 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia Kulit adalah organ tubuh yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup dan menyokong penampilan serta kepribadian seseorang, terletak pada lapisan terluar dengan luas 1,5 m² pada orang dewasa dengan berat kira-kira 15% dari berat badan (Wasitaatmadja, 2007). Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Batas antara dermis dan epidermis tidak teratur, dimana tonjolan dermis yang disebut papilla dermis saling mengunci dengan tonjolan epidermis yang disebut epidermal ridges. Sedangkan batas antara dermis dan subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya (Wasitaatmadja, 2007; Junqueira dkk., 1997). Secara histopatologis lapisan kulit dapat dijabarkan sebagai berikut: Lapisan Epidermis terdiri atas: Stratum korneum(lapisan tanduk)

37 Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis selsel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk) Stratum lusidum Berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin Stratum granulosum (lapisan keratohialin) Merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas keratohialin Stratum spinosum (stratum malphigi) Lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, di antara sel-sel terdapat jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans Stratum basale

38 Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini adalah lapisan epidermis paling bawah. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dan sel melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin dengan sitoplasma basofilik dengan inti gelap mengandung butir pigmen (melanosom) Lapisan Dermis Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu Pars papilare Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah Pars retikulare Terdiri dari serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas asam hialuronat dan kondroitin sulfat, terdapat juga fibroblast. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin. Serabut elastin biasanya

39 bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. Retikulin mirip dengan kolagen muda Lapisan Subkutis Kelanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dipisahkan satu sama lainnya dengan trabekula yang fibrosa. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis ( pleksus profunda). Kulit juga memiliki berbagai fungsi bagi tubuh antara lain adalah : 1. Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan yang bersifat fisik atau mekanis, gangguan kimiawi, radiasi sinar ultra violet, gangguan kuman maupun jamur. Fungsi ini terjadi karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan jaringan penunjangnya yang berperanan terhadap gangguan yang bersifat fisik. Adanya melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dari pajanan sinar ultra violet. Keasaman kulit dengan

40 ph 5-6,5 merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan jamur. 2. Fungsi ekskresi Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna dan sisa metabolism dalam tubuh. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada ph 5 6,5. 3. Fungsi persepsi Fungsi persepsi ini disebabkan karena adanya ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. 4. Fungsi pengaturan suhu tubuh Peranan kulit dalam pengaturan suhu tubuh terjadi dengan cara mengeluarkan keringat. 5. Fungsi imunitas 6. Fungsi sintesis vitamin D dan melanin 2.5 Fibroblast Fibroblast adalah sel yang utama di lapisan dermis, berbentuk spindel dengan sitoplasma bercabang cabang tidak teratur, nukleus berbentuk lonjong, besar dan pucat dengan nukleolus yang jelas. Sel fibroblast bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga dari dermis. Selain itu fibroblast juga dapat menghilangkan serat-serat tersebut

41 dengan mensekresikan enzim seperti collagenase (MMP-1) dan elastase (Obagi, 2000 ; Junqueira dkk., 1997). Fibroblast berperanan penting pada proses penyembuhan luka (wound healing process). Adanya suatu kerusakan pada jaringan dapat merangsang sel fibrosit dan mitosis fibroblast. Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi utama fibroblast adalah menjaga integritas struktur jaringan ikat dan mengatur turnover jaringan ikat dengan memproduksi enzim yang dapat mendegradasi kolagen (collagenase), elastin (elastase), proteoglikan dan glikosaminoglikan (stromelysin dan lysosomal hydrolase). Dengan bertambahnya usia, secara umum ukuran fibroblast akan menjadi semakin mengecil dan menjadi berkurang aktivitasnya, sementara pada kulit yang mengalami kerusakan oleh karena pajanan sinar ultra violet fibroblastnya sering menjadi hipertopi. Dari suatu penelitian dinyatakan bahwa sel fibrolast memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap pajanan UVB dibandingkan dengan sel lain seperti keratinosit dan melanosit dengan dosis yang bersifat sitotoksik dari pajanan narrowband UVB (100,200, dan 400 mj/cm²) ataupun broadband UVB (5,10, dan 25 mj/cm² ) (Cho dkk., 2008). 2.6 Matriks Metalloproteinase Matriks metalloproteinase adalah suatu zinc-dependent endopeptidase. MMP gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur dan spesifitas yang berbeda. MMPs berhubungan dengan proses fisiologis dan patologis yang

42 berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler, wound healing, angiogenesis, dan kanker. Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap kolagen tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13, MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP (MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultra violet dan tampaknya paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari. Level MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer & Eisen, 2006). Activator Protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription factor, terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi dari matriks metalloproteinases (MMPs). MMPs merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi dari matriks ekstrasel, termasuk diantaranya adalah MMP-1 (collagenase), MMP-3 (stromelysin), dan MMP-9 (92-kd gelatinase). Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap tejadinya degradasi kolagen. MMP dapat dengan segera timbul hanya dengan dosis minimal sinar ultra violet, di bawah dosis yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritema. Terdapat suatu hubungan dosis dan respon yang ditimbulkan antara paparan UV dan induksi MMP. Paparan terhadap sinar UV yang tidak cukup untuk menimbulkan sunburn dapat memfasilitasi terjadinya degradasi kolagen, dan pada akhirnya menimbulkan photoaging. Paparan minimal yang berulang dengan dosis yang

43 setara dengan 5-15 menit paparan matahari pada tengah hari cukup tuntuk meningkatkan level MMP (Berneburg dkk., 2000; Rabe dkk., 2006). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada kultur fibroblast menunjukkan bahwa radiasi sinar UVB mampu memicu ekspresi MMP pada dosis yang bervariasi antara 10 mj/cm mj/cm 2 ( Kim dkk., 2004; Kim dkk., 2005; Yulianto, 2008; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009). 2.7 Photoaging dan Mekanisme Kerusakan pada Kolagen Photoaging merupakan efek kronis yang timbul akibat pajanan sinar ultra violet yang berulang. Pada proses penuaan itu sendiri terjadi penurunan proporsi dari sel germinatif di epidermis yang dipengaruhi oleh sinar ultra violet yang langsung merusak sel. Pajanan UV akan berakibat pada timbulnya reactive oxygen species (ROS) yang merusak membran lipid, protein seluler, dan DNA. Kerusakan pada protein akan menginaktifkan enzim yang mempengaruhi kemampuan sel tersebut untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar UV dan ini akan berakibat pada kematian sel atau terjadinya mutasi permanen DNA seluler (Yaar dan Gilchrest, 1995). Dilaporkan bahwa penyinaran ultraviolet merusak matriks kolagen kulit melalui dua jalur yang berbeda yaitu terjadinya stimulasi degradasi kolagen dan hambatan produksi kolagen (Fisher dkk., 2004). Dari beberapa penelitian secara in vitro didapatkan bahwa radiasi sinar ultraviolet bekerja menyerupai kerja dari reseptor ligand melalui pembentukan ROS. Dalam waktu 15 menit setelah terjadinya paparan sinar ultra violet,

44 reseptor epidermal growth factor, IL-1, dan TNF-α yang terdapat pada sel keratinosit dan fibroblast akan aktif. Hal ini di perkirakan terjadi karena terjadinya oksidasi ROS yang selanjutnya akan menghambat protein-tyrosin phospatase yang berfungsi mengatur penurunan aktivitas reseptor ini, akibatnya reseptor tersebut akan meningkat. Adanya peningkatan reseptor ini memicu aktivasi signaling kinases pada kulit, dan nuclear transcription factor activator protein-1 (AP-1) akan menjadi aktif. AP-1 merupakan MMP promoter, yang akan mengontrol transkripsi matriks metalloproteinase. MMP-1 merupakan metalloproteinase utama yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi kolagen. AP-1 terdiri dari 2 sub unit yaitu c-fos yang selalu terekspresikan dan c- Jun yang diinduksi oleh UV. Ekspresi yang berlebihan dari komponen c-jun ini dapat mengurangi ekspresi kolagen tipe 1 (Rabe dkk., 2006). Sinar UV juga akan mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB melalui suatu iron-dependent mechanisme. Respon terhadap sinar UV akan dilipatgandakan melalui pembentukan sitokin. NFκB juga dapat meningkatkan ekspresi MMP-9. Pajanan sinar UV juga mengakibatkan ekspresi TGFβ dan reseptornya berkurang, sementara TGFβ adalah promoter yang sangat penting dari sintesis kolagen. Setelah paparan sinar UV procollagen pool berkurang secara nyata. AP-1 dan Transforming Growth Factor (TGF)-β berperanan pada regulasi menurun dari sintesis kolagen akibat sinar UV. Kerusakan kolagen itu sendiri dapat menyebabkan terjadinya regulasi menurun dari sintesis kolagen baru.

45 Dari penelitian yang dilakukan oleh Choi dkk. (2007) pada kultur fibroblast didapatkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi MMP-1 dan penurunan ekspresi TGF-β1 serta protein level mrna kolagen tipe I. Hasil yang didapat lebih besar pada penyinaran dengan broadband UVB 25 mj/cm 2 dibandingkan narrow band UVB mj/cm 2. Dari hasil tesebut disimpulkan bahwa terjadinya penurunan sintesis kolagen tipe 1 akibat inhibisi ekpresi TGF β1 dan stimulasi MMP-1 berakibat lebih lanjut terhadap terjadinya photoaging. Efek photoaging yang ditimbulkan dari narrowband UVB lebih lemah daripada broadband UVB. Gambar 2.1 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV (dikutip dari: Rabe dkk., 2006)

46 Dari penelitian dilaporkan bahwa penyinaran dengan sinar UV berakibat pada TGF β / Smad pathway melalui umpan balik negatif dari TβRII yang mana secara primer akan berdampak pada pengurangan sintesis prokolagen dalam fibroblast, dan ini akan terjadi dalam waktu 8 jam setelah penyinaran (Fisher dkk., 2004). Dari suatu studi eksperimental in vitro pada sel fibroblast yang dipajan dengan sinar ultra violet B berbagai variasi dosis (10 mj/cm², 20 mj/cm², dan 40 mj/cm²) menunjukkan bahwa terjadi kerusakan viabilitas sel fibroblast pada dosis tersebut. Pada dosis 10 mj/cm 2 berakibat kerusakan viabilitas sel fibroblast yang signifikan, dimana dosis ini jauh dibawah dosis minimal pajanan ultra violet yang menimbulkan kejadian eritema ( mj/cm 2 ). Terjadi peningkatan kadar enzim MMP 1 dan MMP 3 sebesar 1,52 kali sampai dengan 8,69 kali dibandingkan dengan kontrol. Puncak peningkatan MMP-1 didapatkan pada dosis 20 mj/cm². Juga terjadi penurunan kadar cdna pro α1 dan 3 kolagen (Yulianto, 2008). Perubahan kolagen ditemukan pada dermis yang mengalami photodamage dimana pada kondisi normal 85% berupa kolagen tipe I dan 10% kolagen tipe III, namun pajanan sinar matahari mengakibatkan hilangnya kolagen matur tipe I dan meningkatnya ratio kolagen III/I. Dilaporkan bahwa perubahan degeneratif pada serat kolagen ini secara primer dipicu oleh UVB (Yaar dan Gilchrest, 1995) Manifestasi Klinis dan Histologis pada Kulit yang Mengalami Photoaging

47 Pada kulit yang mengalami kerusakan akibat pajanan sinar ultraviolet secara klinis akan tampak permukaan kulit kasar menebal (leathery skin), kering, pigmentasi tidak merata (lentigines, hipomelanosis gutata, atau hiperpigmentasi yang persisten), bernodus, timbulnya kerutan dari yang halus sampai dalam, elastisitas berkurang, dan teleangiektasia. Karakteristik yang khas pada kulit yang mengalami kerusakan karena pajanan sinar ultra violet adalah elastotic wrinkle yang sering dijumpai pada kulit tipe III-V (Yaar, 2006). Sedangkan secara histologis tampak adanya penebalan lapisan epidermal yang ireguler. Tepat di bawah epidermis adanya suatu gerombolan materi yang bersifat eosinofilik (Grenz zone), kemungkinan ini merupakan analog dari suatu mikroskar akibat proses perbaikan dari pajanan sinar ultra violet. Pada papilari dermis menunjukkan adanya aggregasi nodular fibrous dengan materi elastotik. Pada dermis jumlah glikosaminoglikan dan proteoglikan meningkat, sementara serat kolagen berkurang menggumpal dan sebagian terdegradasi sebagai akibat dari terpicunya sekresi matriks metalloproteinase oleh sinar ultra violet (Yaar, 2006) Salah satu ciri karakteristik secara histologis pada kulit yang mengalami kerusakan akibat pajanan sinar ultra violet adalah solar elastosis yaitu suatu materi yang terbentuk dari sejumlah besar jaringan elastin yang terdegradasi dan membentuk suatu masa yang kusut. Tampak juga adanya infiltrat radang yang terdiri dari sel mast, histiosit, dan sel mononuklear lainnya (Yaar, 2006 ). 2.9 Radikal Bebas dan Antioksidan

48 2.9.1 Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mempunyai jumlah elektron ganjil atau elektron tidak berpasangan tunggal pada lingkar luarnya. Elektron tidak berpasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan bersifat reaktif, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada disekitarnya. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain menciptakan radikal bebas baru dan akan mengakibatkan suatu perubahan secara fisik dan kimiawi (Cooper, 1997 ; Pham-Huy dkk., 2008). Radikal bebas tersebut diproduksi secara endogen dan juga diperoleh secara eksogen. Secara endogen radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Secara eksogen berasal dari asap rokok, polutan, radiasi, obat obatan, dan pestisida. Reaksi radikal bebas dibagi menjadi 3 tahap yaitu: 1. Tahap inisiasi Adalah tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Cu RH + O 2 R + + HO Tahap Propagasi Adalah tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan membuat reaksi rantai dengan molekul lain. R + + O 2 + RO 2 RO RH R + + ROOH

49 3. Tahap Terminasi Adalah apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas lainnya atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa pembasmi radikal (scavenger) R + + R + R : R Radikal bebas yang terbentuk akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga akan menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas tersebut adalah DNA, lemak, dan protein. Radikal bebas yang merusak DNA dapat mengganggu bagian dari DNA dan menyebabkan pertumbuhan yang tidak terkontrol, dan pada akhirnya akan berakibat pada terjadinya kanker. Tanpa disadari, dalam tubuh kita terbentuk radikal bebas secara terus menerus. Radikal bebas itu terbentuk melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat pengaruh dari luar tubuh seperti polusi lingkungan, sinar ultra violet, asap rokok dan lain lain. Dengan meningkatnya usia pembentukan radikal bebas juga makin meningkat. Secara endogen, hal ini berkaitan dengan laju metabolisme seiring dengan pertambahan usia. Secara eksogen, kemungkinan tubuh terpapar dengan polutan juga semakin tinggi, seiring dengan meningkatnya umur seseorang. Kedua faktor tersebut secara sinergis meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh (Winarsi, 2007; Pham- Huy dkk., 2008).

50 Dalam keadaan fisiologis, radikal bebas yang terbentuk secara normal akan dinetralisasi sebelum terjadinya perusakan yang berat pada sel. Tidak selamanya senyawa oksigen reaktif yang terdapat di dalam tubuh itu merugikan, pada kondisi-kondisi tertentu keberadaannya sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu keberadaannya harus dikendalikan oleh sistem antioksidan dalam tubuh Antioksidan Kehidupan ini merupakan rangkaian reaksi kimia yang berlangsung terus menerus yang melibatkan berbagai jenis molekul. Melalui reaksi kimia dihasilkan berbagai zat yang diperlukan untuk mempertahankan hidup dan juga dihasilkan zat sisa yang tidak berguna, salah satu kumpulan zat yang berguna penting dalam kehidupan adalah antioksidan. Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor) yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat. Antioksidan berfungsi melindungi zat lainnya dari kerusakan karena reaksi oksidasi yang dipicu oleh ROS dan radikal bebas. ROS dan radikal bebas ini memicu terjadinya proses degenerasi (Pham-huy dkk., 2008). Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu antioksidan enzimatis dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis antara lain adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Sedangkan antioksidan non enzimatis dibedakan menjadi dua

51 kelompok yaitu antioksidan non enzimatis yang larut lemak (seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, dan quinon) dan antioksidan non enzimatis yang larut dalam air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme). Kedua golongan antioksidan tersebut bekerja sama untuk memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam tubuh, sehingga terjadinya stress oksidatif dapat dihambat oleh kerja antioksidan tersebut Peranan Antioksidan pada Kulit yang Mengalami Kerusakan karena Pajanan Sinar UV Secara alami kulit bergantung pada antioksidan untuk melindungi dari ROS yang dihasilkan oleh sinar matahari maupun proses metabolisme normal. Antioksidan enzimatis dan non enzimatis akan berinteraksi untuk memberikan perlindungan, termasuk di sini adalah vit E, coenzyme Q10, askorbat, karotenoid, superoksid dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Namun oleh karena paparan ultra violet yang berlebihan, mengakibatkan terjadi deplesi pada suplai antioksidan tersebut, terbentuklah suatu keadaan stress oksidatif. Untuk itu diperlukan juga antioksidan yang diaplikasikan secara topikal untuk menambah cadangan antioksidan kulit. Pada keganasan kulit seperti basal sel ca, ditemukan kadar karotenoid yang rendah, sehingga diperkirakan antioksidan ini sangat penting pada pertahanan kulit terhadap radiasi UV dan photokarsinogenesis (Pinnel, 2003 ; Rabe dkk., 2006). Interaksi antara radiasi matahari pada kulit mengakibatkan terbentuknya radikal bebas. ROS akan mengakibatkan terjadinya hidroksilasi, pemutusan rantai,

52 penambahan radikal pada cincin aromatik, pembentukan aldehid, dan deplesi thiol. Terjadi pula autooksidasi asam lemak tak jenuh ganda pada membran lipid, yang kemungkinan berkaitan dengan singlet oksigen dan radikal hidroksil. Disini antioksidan akan berperanan untuk mengurangi efek dari ROS tersebut melalui 1. Scavenging (mengikat) : R+PH* RH+ P* 2. Inhibisi (penghambatan) : RO2 + PH* ROOH+P 3. Proteksi : (ROOH + PH* ROH + POH Dimana R adalah komponen bervariasi, dan PH adalah antioksidan protektif yang mampu memberikan ion hidrogen Astaxanthin Astaxanthin adalah salah satu antioksidan golongan carotenoid xantophyll yang larut dalam lemak. Secara alami astaxanthin dapat ditemukan pada algae, berbagai jenis makanan yang biasa dikonsumsi seperti jenis udang udangan dan kepiting. Di alam karotenoid ini dihasilkan oleh tumbuhan dan alga renik, sedangkan hewan tidak dapat mensintesis senyawa ini untuk itu harus didapat dari tumbuhan atau alga renik dengan cara mengkonsumsinya. Salah satu alga renik yang dikenal memiliki kandungan astaxanthin tinggi adalahlah Haematococus pluvialis ( Lyons dan O Brien, 2002). Struktur kimia karotenoid terdiri dari rantai 40- karbon polietilen yang menjadi tulang punggung molekul, dan rantai ini diakhiri dengan 6 cincin karbon dengan atau tanpa gugus keton atau hidroksil. Secara umum, molekul astaxanthin

53 serupa dengan molekul β-karoten tetapi struktur molekul astaxanthin memiliki gugus hidroksil (OH) dan keton (C=O) pada gugus terminalnya. Meskipun perbedaan struktur tersebut kecil namun memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat kimiawi dan biologis astaxanthin yaitu pada kemampuannya untuk menjadi bentuk ester, menjadi lebih polar, dan memiliki potensinya sebagai antioksidan yang kuat. Hal inilah yang menjelaskan mengapa potensi antioksidan astaxanthin lebih kuat dibandingkan β-caroten dan vit E (Goto dkk., 2001; Lyons dan O Brien, 2002; Guerin, dkk., 2003). Selain itu juga menyebabkan astaxanthin memiliki aktifitas dan mekanisme perlindungan yang lebih tinggi dan tidak dimiliki oleh antioksidan lainnya yaitu: 1. Mampu melewati membran sel bilayer; 2. Dapat melewati sawar darah otak; 3. Menghambat destruksi asam lemak dan protein pada membran sel dan pada membran mitokondria akibat peroksidasi lemak; 4. Menstabilkan radikal bebas dengan menambahkannya pada struktur molekul daripada mendonasikan elektron atau atom; 5. Lebih tahan terhadap reaksi berantai yang dapat terjadi ketika asam lemak teroksidasi; 6. Menetralisasi singlet dan triplet oksigen; 7. Mampu menangkap lebih banyak tipe radikal (alkoksil, hidroksil, peroksil, singlet dan triplet oksigen);

54 8. Lebih mudah beredar dalam tubuh dan bioavailabilitasnya lebih baik; 9. Mampu menghambat ROS yang menyebabkan inflamasi pada sel. Penyerapan karotenoid pada sel mukosa usus disertai dengan pembentukan asam empedu pada lumen usus kecil, dan terjadi penyerapan pasif. Setelah memasuki peredaran darah, karotenoid terdapat di berbagai jaringan tubuh yaitu hati, lemak, pankreas, ginjal, paru, adrenal, lien, jantung, tiroid, testis ovarium, dan mata. Jumlah terbesar adalah pada hati dan jaringan lemak, dimana merupakan tempat penyimpanan terbesar. Gambar 2.2 struktur kimia astaxanthin Astaxanthin seperti juga golongan karotenoid lainnya bersifat lipofilik. Di dalam plasma sistem transportasi dari astaxanthin adalah oleh Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL). Sistem transport golongan karotenoid lain yang polaritasnya lebih rendah dari astaxanthin seperti alpa, dan beta karoten serta likopen adalah oleh very low density lipoprotein (VLDL) dan low density lipoprotein (LDL). Metabolisme dari karotenoid sangat rumit, dipengaruhi oleh variasi dari fisikokimiawi karotenoid tersebut. Makin

55 polar karotenoid tersebut (Xantophyll) maka absorpsinya akan lebih efisien dibandingkan karotenoid lainnya (Furr dan Clark, 1997). Dari penelitian yang dilakukan Takahashi dkk. (2004), suatu studi tentang distribusi astaxanthin pada jaringan dan plasma lipoprotein pada ayam broiler jantan yang diberi makan phafia rhodozyma dengan kandungan tinggi astaxanthin. Didapatkan bahwa lebih dari 70% astaxanthin terkandung dalam fraksi HDL dalam plasma. Konsentrasi tertinggi terdapat pada usus halus, selanjutnya pada lemak subkutan, lemak abdomen, limpa, liver, jantung, dan kulit. Sedangkan konsentrasi paling rendah adalah pada otot. Di liver, 50% astaxanthin terdeteksi dalam fraksi mikrosomal, dan 15% berada pada fraksi mitokondrial. Astaxanthin yang termasuk dalam golongan karotenoid melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif melalui suatu mekanisme tertentu. Meredam singlet oksigen melalui mekanisme fisik, dimana energi yang berlebih dari singlet oksigen akan di transfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron untuk kemudian diubah menjadi panas. Selain itu juga bereaksi dengan radikal lainnya untuk mencegah dan menghentikan reaksi berantai (Tinkler dkk., 1994). Kemampuan Astaxanthin dalam memberikan efek perlindungan pada sel kulit dibuktikan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah: Lyons dan O Brien, (2002) membandingkan efek proteksi terhadap UVA pada ekstrak algal yang mengandung karotenoid astaxanthin yang tinggi dengan astaxanthin sintetik konsentrasi 10 nm, 100 nm, dan 10 µm menggunakan kultur fibroblast manusia. Didapatkan bahwa ekstrak algal dan astaxanthin sintetik

56 10µM mampu memberikan perlindungan terhadap DNA dari kerusakan oleh sinar UVA secara signifikan (p<0,01). Pada konsentrasi yang lebih kecil yaitu 10 nm dan 100 nm efek proteksi yang diberikan tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Suganuma dkk. (2009) meneliti tentang efek astaxanthin (konsentrasi 4-8 µm) sebagai antioksidan yang poten terhadap induksi MMP-1 dan skin fibroblast elastase oleh UVA pada kultur human dermal fibroblast. Dilaporkan bahwa astaxanthin secara signifikan (p<0,05) memberikan efek lebih besar terhadap inhibisi MMP-1 daripada terhadap skin fibroblast elastase. Pada penelitian yang dilakukan oleh Arakane (2002), menggunakan tikus tanpa bulu menunjukkan kemampuan astaxanthin menghambat pembentukan kerutan akibat sinar UVB. Pajanan sinar UVB dengan dosis mj/cm² diberikan selama 5 kali seminggu dalam jangka waktu 18 minggu, dan setelah pajanan diaplikasikan astaxanthin dengan dosis 350 µm pada area terpajan UVB. Hanya dalam waktu 5 minggu munculnya kerutan yang baru dapat dikurangi secara signifikan sampai periode penelitian berakhir (p<0,01). Pada penelitian dengan subyek manusia, pemberian astaxanthin 2 mg/hari dikombinasi dengan tokotrienol selama 2 minggu menunjukkan perbaikan pada kulit. Menjadi lebih lembab, berkurangnya kerutan halus, elastisitas meningkat, dan pembengkakan kelopak mata berkurang. Sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan tersebut tidak didapatkan perbaikan pada tanda penuaan tersebut (Yamashita, 2002).

57 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Pada proses penuaan akan terjadi penurunan fungsi berbagai organ dan perubahan fisik baik itu di tingkat seluler maupun pada sistem organ. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa antara lain adalah faktor genetik, hormonal, radikal bebas, metilasi, glikosilasi, apoptosis dan sistem imun tubuh. Faktor eksternal meliputi radiasi sinar ultra violet, paparan asap rokok, polusi lingkungan, bahan kimia, obat obatan, stress, gaya hidup tak sehat, dan diet tak sehat. Demikian pula halnya pada kulit, akan mengalami proses penuaan. Diketahui bahwa pajanan sinar ultra violet khususnya sinar ultra violet B karena sifatnya yang poten, walaupun dalam dosis yang kecil yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan kerusakan pada kulit. Pada tahap awal kerusakan yang ditimbulkan masih bersifat akut, terjadi segera setelah terpapar oleh sinar ultra violet, dimana akan tampak warna kemerahan (erythema) pada kulit. Kerusakan lebih lanjut terjadi jika paparan sinar ultra violet berulang terus menerus, dan dapat menimbulkan suatu kerusakan pada lapisan epidermis dan dermis. Hal tersebut diawali dengan terbentuknya radikal bebas pada kulit akibat paparan sinar ultra violet dan selanjutnya akan memicu terjadinya peningkatan

58 enzim matriks metalloproteinases. Salah satu di antaranya adalah enzim MMP-1 yang akan mendegradasi kolagen yang akan mengakibatkan terjadinya proses penuaan pada kulit. Astaxanthin sebagai antioksidan berperanan menghambat dan mencegah terjadinya kerusakan kulit oleh radikal bebas yang ditimbulkan oleh pajanan sinar ultra violet pada kulit, dengan mengikat singlet oksigen dan menghambat peroksidasi lipid. Dengan terjadinya hambatan tersebut, sintesis MMP-1 akan berkurang dan proses degradasi kolagen terhambat sehingga kulit terlindungi dari proses penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet B tersebut.

59 3.2 Kerangka Konsep Berdasarkan perumusan masalah dan kajian pustaka maka disusun suatu kerangka konsep yang digambarkan sebagai berikut : Astaxanthin Gel Faktor Internal -Genetik -Hormon -Radikal bebas -Glikosilasi -Metilasi -Apoptosis -Sistem imun tubuh Faktor Eksternal -Paparan asap rokok -Polusi lingkungan -Bahan kimia -Obat-obatan -Stress -Gaya hidup tidak sehat -Diet tidak sehat Radiasi sinar UVB Kulit Sel Fibroblast Penuaan kulit Ekspresi MMP-1 Gambar 3.2 Kerangka Konsep

60 3.3 HIPOTESIS PENELITIAN Dari uraian dan gambaran kerangka konsep di atas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: Pemberian astaxanthin gel dapat menurunkan ekspresi MMP-1 pada kultur fibroblast yang diberikan pajanan sinar ultra violet B.

61 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah posttest only control group design (Campbell dan Stanley, 1963), Rancangan ini digunakan pada penelitian yang dilakukan secara in vitro. Penelitian in vitro, dilakukan dengan menggunakan kultur sel fibroblast, dimana sel fibroblast diberikan bahan astaxanthin gel dengan variasi dosis 3 µm, 5µM, dan 7µM dan selanjutnya diberikan penyinaran dengan variasi dosis 25 mj/cm², 50 mj/cm 2, dan 100 mj/cm². Supernatan dari kultur sel fibroblast dikumpulkan setelah 48 jam dan ekspresi MMP-1 diamati dengan menggunakan MMP-1 Human enzyme-linked immunorbent assay (ELISA) kit. Skema rancangan penelitian in vitro dapat digambarkan sebagai berikut:

62 O P0 O1 P1 O2 P2 P S R O P3 O3 O4 P4 P5 P6 O5 O6 O7 O P7 P8 P9 P10 P11 P12 O8 O9 O10 O11 O12 O13 Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian In Vitro

63 Keterangan : P = Populasi S = Sampel R = Random O = MMP-1 di awal, sebelum diberikan perlakuan. O1 = MMP-1 Kelompok kontrol di akhir penelitian O2 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 25 mj/cm² O3 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 50 mj/cm² O4 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 100 mj/cm 2 O5 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 25 mj/cm² dan pemberian astaxanthin 3µM O6 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 25 mj/cm² dan pemberian astaxanthin 5µM O7 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 25 mj/cm2 dan pemberian astaxanthin 7 µm O8 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 50 mj/cm² dan pemberian astaxanthin 3µM O9 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 50 mj/cm² dan pemberian astaxanthin 5µM

64 O10 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 50 mj/cm2 dan pemberian astaxanthin 7 µm O11 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 100 mj/cm² dan pemberian astaxanthin 3 µm O12 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 100 mj/cm² dan pemberian astaxanthin 5µM O13 = MMP-1 kelompok UVB setelah pajanan dengan 100 mj/cm² dan pemberian astaxanthin 7 µm P0 = kelompok kontrol ( tidak diberikan perlakuan) P1 = kelompok dengan pajanan UVB dosis 25 mj/cm² P2 = kelompok dengan pajanan UVB dosis 50 mj/cm² P3 = kelompok dengan pajanan UVB dosis 100 mj/cm 2 P4 = kelompok dengan astaxanthin 3 µm dan pajanan UVB dosis 25 mj/cm 2 P5 = kelompok dengan astaxanthin 5 µm dan pajanan UVB dosis 25 mj/cm 2 P6 = kelompok dengan astaxanthin 7 µm dan pajanan UVB dosis 25 mj/cm 2 P7 = kelompok dengan astaxanthin 3 µm dan pajanan UVB dosis 50 mj/cm 2 P8 = kelompok dengan astaxanthin 5 µm dan pajanan UVB dosis 50 mj/cm 2 P9 = kelompok dengan astaxanthin 7 µm dan pajanan UVB dosis 50 mj/cm 2

65 P10 = kelompok dengan astaxanthin 3 µm dan pajanan UVB dosis 100 mj/cm 2 P11 = kelompok dengan astaxanthin 5 µm dan pajanan UVB dosis 100 mj/cm 2 P12 = kelompok dengan astaxanthin 7 µm dan pajanan UVB dosis 100 mj/cm Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada, serta Laboratorium Bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Waktu penelitian dilaksanakan selama 7 minggu. 4.3 Subyek dan Sampel Subyek Penelitian Subyek penelitian secara in vitro ini adalah fibroblast yang diisolasi dari kulit preputium penis (post sirkumsisi) anak berusia 6-10 tahun yang sehat Sampel Penelitian Pada penelitian in vitro ini penghitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Federer (1963). Rumus : ( n-1)(k-1) 15 n = jumlah sampel (mewakili pengulangan perlakuan pada kelompok sampel)

66 k = jumlah kelompok perlakuan (kelompok perlakuan yang akan diberikan adalah 13 macam) sehingga didapatkan hasil: (n-1)(13-1) 15 n= 2,25 (3) jadi akan dilakukan pengulangan sebanyak minimal 3 kali pada masing-masing kelompok perlakuan 4.4 Variabel Penelitian Klasifikasi Variabel a. Variabel bebas : astaxanthin, dosis UVB b. Variabel tergantung : ekspresi MMP-1 c. Variabel kendali : media kultur, sel fibroblast Variabel Bebas Astaxantin UVB Variabel Kendali Sel fibroblast Media kultur Variabel Tergantung Nilai ekspresi MMP-1 Gambar 4.4 Skema hubungan antara variabel penelitian Definisi Operasional Variabel 1. Astaxanthin (Astatrol) adalah bahan dasar gel astaxanthin yang diberikan sebagai bahan uji, diaplikasikan satu kali, dengan variasi dosis 3 µm, 5 µm,

67 dan 7 µm pada kelompok perlakuan dengan astaxanthin, sebelum diberikan perlakuan pajanan sinar UVB. 2. Dosis UVB adalah jumlah intensitas sinar UVB yang diberikan pada kultur sel fibroblast dari sumber UVB berupa solar stimulator (Past Sun B-KIM LIPPI). Dosis energi pajanan, lamanya, serta pancaran watt/detik diatur secara komputerisasi. Intensitas yang diberikan sebanyak 25 mj/cm 2, 50 mj/cm², dan 100 mj/cm². Penyinaran dilakukan satu kali (single dose) pada masing masing kelompok perlakuan. 3. Ekspresi MMP-1 diukur dari nilai absorbansi MMP-1 supernatan kultur sel fibroblast yang dikumpulkan 48 jam setelah penyinaran dengan variasi dosis UVB pada seluruh kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pengukuran menggunakan RayBio human MMP-1 enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kit sesuai dengan protokol. Nilai absorbansi dinilai dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. 4. Kultur Fibroblast adalah kelompok sel fibroblast yang diisolasi dari kulit preputium penis post sirkumsisi anak yang berusia 6-10 tahun yang sehat, dan dibiakkan sebagai kultur primer dan sekunder. 4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian Bahan Utama 1. Bahan dasar gel astaxanthin (Astatrol)

68 2. Kit MMP-1 ( RayBio Human MMP-1 ELISA kit ) adalah suatu bahan yang digunakan untuk proses pengukuran MMP-1 pada manusia dalam bentuk pro dan aktif yang ada dalam serum, plasma, supernatan kultur sel dan urin. Kit ini terdiri dari lempengan mikro dengan 96 sumuran yang sudah dilapisi dengan anti-human MMP-1, larutan buffer untuk pencuci, larutan standar yang mengandung recombinant human MMP-1, assay dilluent, pendeteksi antibody MMP-1 (biotynilated anti-human MMP-1), HRP-conjugated streptavidine, tetramethylbenzidine (TMB) dan Stop Solution Bahan Penunjang Bahan penunjang yang digunakan pada proses kultur fibroblast ini adalah media RPMI 1640 (dengan glutamine, tanpa sodium bicarbonate), Fetal Bovine Serum (FBS), Media komplit 20% (terdiri dari FBS 20 ml, penicillin streptomycin 2 ml, dan fungisone 0,5 ml ditambahkan media RPMI sampai dengan 100 ml), Phospat Buffer Saline (PBS) dan Trypsin. Pelarut organik DMSO 0,025% sebagai bahan untuk melarutkan gel astaxanthin Instrumen Penelitian Alat alat yang digunakan dalam penelitian anatara lain adalah : - Laminar Air Flow safety class II (Labconco) - Inkubator CO2 (Memmer) - Mikroskop inverted (Leitz)

69 - Mikroskop binokuler (Olympus) - Elisa Reader (Bio Rad 680 XR) - Solar stimulator UVB (Past Sun B-KIM LIPPI) - Alat Sentrifus 1500 rpm - Tissue Culture Flask (TCF) - Petri kecil dan besar - 96 Well Plated 8x12 (96 sumuran) - Tabung sentrifuge 15 ml, conicle tube Eppendorff beserta raknya - Pipet mikro (ukuran 20 µl, µl, µl) - Bilik hitung Neubauer - Timbangan (Mettler Telado) - Skalpel, pinset, dan gunting 4.6. Prosedur Penelitian In Vitro Pembuatan Kultur Primer dan Sekunder Kulit preputium penis yang telah disiapkan sebagai kultur primer dimasukkan ke dalam medium komplit, kemudian disimpan satu hari dalam lemari pendingin dengan suhu 4º C. Keesokan harinya kulit preputium penis tersebut diletakkan pada cawan petri, selanjutnya proses dilakukan dalam laminar

70 air flow. Kulit tersebut dipotong dengan ukuran kira-kira 3-4 cm, dipisahkan dari jaringan subkutan dan epidermis. Setelah itu dipotong dengan ukuran sekecilkecilnya menggunakan gunting jaringan dengan bantuan pinset. Selanjutnya potongan-potongan jaringan tersebut dipindahkan ke dalam 3 buah petri kecil, disusun dibagian tengah petri dan ditutup dengan cara agak ditekan menggunakan cover glass. Sisa media komplit di sekitarnya dibuang menggunakan pipet mikro, setelah sisa media komplit tersebut habis, diganti dengan media komplit 20% sebanyak 3 ml pada masing-masing petri, dan dipastikan cover glass yang menutupi potongan jaringan tersebut tidak mengambang dengan menekannya menggunakan ujung tip pipet mikro yang digunakan mengisi larutan media komplit tersebut. Kemudian ketiga petri kecil masing masing ditutup dengan tutup petri, selanjutnya disusun dalam petri besar. Petri besar ditutup dan diberi label. Kultur primer yang ditumbuhkan ini disimpan dalam inkubator CO 2 (37 0 C, 5% CO 2, kelembaban 95%). Setelah 24 jam, kultur diamati setiap hari dengan mikroskop inverted, apakah sudah tampak adanya sel fibroblast. Diamati juga kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri atau jamur yang dapat menghambat pertumbuhan sel fibroblast. Apabila terjadi kontaminasi bakteri proses pertumbuhan kultur sel tidak dapat dilanjutkan dan harus segera diganti dengan yang baru. Media komplit 20% pada kultur diganti setiap 3 hari. Sel fibroblast yang tumbuh mempunyai sifat menempel pada dasar petri sedangkan sel yang mati akan mengambang di permukaan media, sehingga saat penggantian media sel yang mati akan ikut terbuang.

71 Sel fibroblast dari kultur primer yang sudah konfluen 60-70% dapat dipanen dan dibiakkan kembali sebagai sub kultur (kultur sekunder). Supernatan dibuang, sisa larutan FBS yang masih ada dalam petri dibilas menggunakan media RPMI sampai bersih, setelah itu ditambahkan trypsin 0,25% sebanyak 1 ml untuk melepaskan sel yang melekat pada dasar petri, kemudian diinkubasi selama 8 menit. Dengan pemberian trypsin, sel akan berbentuk bulat dan ukurannya menjadi lebih besar. Setelah inkubasi sejumlah sel dapat dibiakkan kembali sebagai sub kultur dengan memindahkan sejumlah sel ke TCF lainnya yang telah diisi media komplit 7 ml, selanjutnya disimpan kembali dalam inkubator CO 2 dan media diganti tiap 3 hari. Apabila sel telah cukup banyak jumlahnya dapat dilakukan panen sel dan penghitungan jumlah sel untuk proses perlakuan yang akan diberikan selanjutnya Penghitungan Jumlah Sel Uji Adapun cara penghitungan sel adalah dengan cara sebagai berikut, terlebih dahulu larutan yang tersisa dalam TCF dibuang, setelah suspensi sel telah bersih dari FBS, dipindahkan ke dalam tabung sentrifus 15 ml yang telah diisi media RPMI, disentrifus 1500 rpm selama 10 menit. Tampak sel menjadi berwarna putih mengendap di bagian dasar, supernatan dibuang. Sel yang telah mengendap ditambahkan media komplit 1 ml dan dihomogenkan. Suspensi sel yang telah homogen diambil sebanyak 20µl, dimasukkan ke dalam well plate, kemudian tambahkan tripan blue 180µl lalu dihomogenkan. Ambil sel sebanyak 10µl masukkan ke dalam bilik hitung Neubauer, selanjutnya dihitung jumlah sel fibroblast dengan menggunakan mikroskop binokuler pembesaran 10x. Cara

72 penghitungannya adalah dengan menghitung seluruh sel fibroblast yang ditemukan dalam 4 buah kotak berukuran 4x4 pada bilik hitung, selanjutnya dilakukan dengan menggunakan perhitungan seperti berikut ini. n1+n2+n3+n4 Jumlah sel / ml = x 10 6 : 10 4 n = jumlah sel dalam masing masing bilik hitung 4 = jumlah bilik hitung 10 6 = konstanta jumlah sel per ml larutan 10 = jumlah pengenceran larutan Uji Aktivitas In Vitro Sel fibroblast yang telah siap untuk diberikan perlakuan dibagi menjadi 3 kelompok dan sub kelompok dengan variasi dosis astaxanthin dan penyinaran UVB yaitu : Kelompok 1 : tanpa perlakuan apapun, sebagai kontrol. Kelompok 2 : dengan perlakuan pajanan UVB dosis bervariasi 25 mj/cm², 50 mj/cm², dan 100 mj/cm². Kelompok 3 : dengan variasi dosis pajanan UVB 25 mj/cm², 50 mj/cm², dan 100 mj/cm² yang sebelumnya telah diberikan astaxanthin dengan variasi dosis 3 µm, 5 µm, dan 7 µm.

73 Untuk memudahkan dalam perlakuan penyinaran UVB, maka sel sel fibroblast ditempatkan pada 4 buah 96-well plate (2x10 4 sel/well), dimana satu buah well plate untuk menempatkan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan apapun, dan 3 buah well plate masing masing untuk menempatkan kelompok sel yang diberikan penyinaran 25 mj/cm 2, 50 mj/cm 2 dan 100 mj/cm 2 (dengan astaxanthin dan tanpa astaxanthin). Setelah pemberian astaxanthin sesuai dosis maka semua kelompok sel tersebut diinkubasi terlebih dahulu selama 24 jam sebelum diberikan penyinaran. Sebelum penyinaran dilakukan media dari semua kelompok yang akan disinari dibilas dengan PBS sebanyak 2 kali, dan selanjutnya media diganti dengan PBS untuk tahap penyinaran. Setelah penyinaran selesai dilakukan sesuai dengan dosis perlakuan pada masing masing well plate, PBS diganti dengan media komplit dan diinkubasi selama 48 jam, dan selanjutnya akan dilakukan pengujian terhadap MMP Prosedur Pengujian MMP-1 Empat puluh delapan jam setelah perlakuan penyinaran, supernatan dari masing masing kelompok tersebut dikumpulkan, ekspresi MMP-1 dinilai dengan menggunakan kit MMP-1 human MMP-1enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan dilakukan prosedur sebagai berikut: 1. Semua reagen dan sampel yang akan diukur diletakkan dalam ruangan dengan suhu kamar (18º- 25ºC). Reagen dipersiapkan terlebih dahulu, diencerkan atau dilarutkan sesuai dengan prosedur yang telah ada.

74 2. Masukkan 100 µl larutan standar dan sampel pada masing masing lubang sumuran. Setelah itu ditutup dengan lembaran penutup lempengan sumuran, dan diinkubasi selama 2,5 jam pada suhu ruangan. 3. Buang semua larutan yang ada dalam lubang sumuran, cuci sebanyak 4 kali dengan larutan buffer pencuci sampai tak ada yang tersisa. 4. Selanjutnya tambahkan 100 µl pendeteksi antibodi MMP-1(biotinylated antibody) pada masing masing lubang sumuran, dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar dan gentle shaking. 5. Buang semua larutan yang ada pada lubang sumuran seperti pada langkah no Tambahkan 100 µl larutan streptavidine pada tiap lubang sumuran, diinkubasi selama 45 menit pada suhu kamar dengan gentle shaking. 7. Buang semua larutan seperti pada langkah no 3 8. Tambahkan 100 µl TMB one-step substrate pada tiap lubang sumuran, diinkubasi selama 30 menit pada ruang gelap dan suhu kamar dengan gentle shaking. 9. Tambahkan 50 µl Stop Solution pada tiap lubang sumuran dan segera dilakukan pembacaan dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm 4.7. Alur Penelitian

75 Adapun alur penelitian yang dilakukan dapat digambarkan sebagai berikut: Kulit Preputium Kultur Fibroblast Kontrol P0 Radiasi UVB ( mj/ cm 2 ) UVB UVB UVB P1 P2 P3 Radiasi UVB ( mj/cm 2 ) ) dan Astaxanthin (µm) UVB 25 UVB 50 UVB 100 Astx Astx Astx Astx Astx Astx Astx Astx Astx P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 NILAI MMP-1 SETELAH 48 JAM Gambar 4.7. Alur Penelitian in vitro 4.8 Analisis Data Data pada penelitian in vitro akan dianalisis sebagai berikut 1. Analisis deskriptif 2. Analisis Normalitas dan Homogenitas :

76 a. Uji Normalitas data dengan Saphiro-Wilk Test didapatkan rerata data sampel berdistribusi normal (p>0.05). b. Uji Homogenitas dengan Levene s test didapatkan data homogen (p> 0,05). 3. Analisis Inferensial : Karena data berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan analisis komparasi dengan Anova test. a. Post test kelompok kontrol, kelompok UVB dengan variasi dosis dan kelompok UVB + astaxanthin (dengan variasi dosis). b. Data beda (selisih) kelompok kontrol, kelompok UVB dengan variasi dosis dan kelompok UVB(dengan variasi dosis) + astaxanthin (dengan variasi dosis). BAB V HASIL PENELITIAN

77 Proses penelitian dimulai dengan pembiakan kultur sel fibroblast selama ± 6 minggu dengan mengikuti prosedur standar pembuatan kultur sel. Setelah jumlah sel fibroblast mencukupi dilakukan pembagian kelompok, menjadi 1 kelompok kontrol dan 12 kelompok perlakuan yang sesuai dengan rancangan penelitian.setelah pemberian perlakuan, pengukuran nilai absorbansi MMP-1 menggunakan ELISA reader, selanjutnya analisis data dan pengolahan data menggunakan Program Statistic Base SPSS 16,0 for Windows didapatkan hasil sebagai berikut 5.1 Uji Normalitas Data Data sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Lampiran Uji Homogenitas Data antar Kelompok Data antar kelompok baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada lampiran 2,3 dan Pajanan UVB 25 mj/cm Uji Efek Pajanan UVB 25 mj/cm 2 Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.1 berikut.

78 Tabel 5.1 Rerata MMP-1 antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 25 mj/cm² Kelompok Subjek N Rerata SB F P Kontrol 4 0,11 0,001 UVB ,32 0,014 UVB 25 + Ax 3 M 4 0,29 0, ,87 0,000 UVB 25 + Ax 5 M 4 0,25 0,002 UVB 25 + Ax 7 M 4 0,22 0,005 Tabel 5.1 diatas menunjukkan rerata MMP-1 pada kelompok kontrol adalah 0,11 ± 0,001, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 25 mj/cm² adalah 0,32 ± 0,014, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 25 mj/cm 2 + astaxanthin 3 µm adalah 0,29 ± 0,005, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 25 mj/cm 2 + astaxanthin 5 µm adalah 0,25 ± 0,002, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 25 mj/cm 2 + astaxanthin 7 µm adalah 0,22 ± 0,005. Tabel 5.1 di atas, dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa kelima kelompok sesudah diberikan perlakuan rerata MMP-1 berbeda secara bermakna (p < 0,05).

79 Gambar 5.1 Grafik Sesudah Pajanan UVB 25 mj/cm 2 Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa dengan pajanan UVB 25 mj/cm² meningkatkan MMP-1, dan dengan pemberian astaxanthin 3 µm, 5 µm, dan 7 µm sebelum dipajan UVB dosis yang sama tampak aktivitas MMP-1 mengalami penurunan. Untuk mengetahui beda rerata kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjutan dengan Least Significant Difference test (LSD). Didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kelompok yang berbeda tersebut, hal tersebut ditunjukkan pada tabel 5.2.dengan uraian sebagai berikut 1. Beda rerata antara kelompok kontrol dan kelompok UVB 25 mj/cm² didapatkan nilai p<0, Beda rerata antara kelompok kontrol dengan kelompok UVB 25 mj/cm² + astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µm) menunjukkan nilai p<0,005.

80 3. Beda rerata antara kelompok UVB 25 mj/cm² dengan kelompok UVB 25 mj/cm² + Astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µm) menunjukkan nilai p<0, Beda rerata antara kelompok UVB 25 mj/cm² + astaxanthin dengan variasi dosis 3, 5, dan 7 µm menunjukkan nilai p<0,005. Hasil uji disajikan pada tabel 5.2 di bawah ini: Tabel 5.2 Analisis Komparasi antar Kelompok setelah pajanan 25 mj/cm² Kelompok Beda Rerata P Interpretasi Kontrol dan UVB 25 Kontrol & UVB 25+Ax 3 Kontrol & UVB 25+Ax 5 Kontrol & UVB 25+Ax 7 UVB 25 & UVB 25+Ax 3 UVB 25 & UVB 25+Ax 5 UVB 25 & UVB 25+Ax 7 UVB25+Ax3 & UVB25+Ax 5 UVB25+Ax3 & UVB25+Ax 7 UVB25+Ax5 & UVB25+Ax 7 0,20 0,18 0,13 0,11 0,02 0,07 0,10 0,05 0,08 0,03 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna 5.4 Pajanan UVB 50 mj/cm Uji Efek Pajanan UVB 50 mj/cm 2 Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa rerata MMP-1 pada

81 kelompok kontrol adalah 0,11 ± 0,001, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 50 mj/cm² adalah 0,28 ± 0,004, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 50 mj/cm² + astaxanthin 3µM adalah 0,25 ± 0,003, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 50 mj/cm² + astaxanthin 5 µm adalah 0,19 ± 0,010, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 50 mj/cm² + astaxanthin 7µM adalah 0,016 ± 0,008. Tabel 5.3 Rerata MMP-1 antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 50 mj/cm² Kelompok Subjek N Rerata SB F P Kontrol 4 0,11 0,001 UVB ,28 0,004 UVB 50 + Astax 3 M 4 0,25 0, ,44 0,000 UVB 50 + Astax 5 M 4 0,19 0,010 UVB 50+ Astax 7 M 4 0,16 0,008 Tabel 5.3 di atas, dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa kelima kelompok sesudah diberikan perlakuan reratanya berbeda secara bermakna (p < 0,05).

82 Gambar 5.2 Grafik Sesudah Pajanan UVB 50 mj/cm 2 Gambar 5.2 di atas menggambarkan bahwa aktivitas MMP-1 mengalami peningkatan setelah dipajan dengan UVB 50 mj/cm², dan tampak MMP-1 mengalami penurunan pada kelompok yang diberikan astaxanthin 3µM, 5 µm, dan 7 µm sebelum dipajan dengan UVB dosis yang sama. Sebagai uji lanjutan untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakukan dengan Least Significant Difference test (LSD), Dimana didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kelompok yang berbeda tersebut. Hasil uji tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Beda rerata antara kelompok kontrol dan kelompok UVB 50 mj/cm² didapatkan nilai p<0, Beda rerata antara kelompok kontrol dengan kelompok UVB 50 mj/cm² + astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µm) menunjukkan nilai p<0,005.

83 3. Beda rerata antara kelompok UVB 50 mj/cm² dengan kelompok UVB 50 mj/cm² + Astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µm) menunjukkan nilai p<0, Beda rerata antara kelompok UVB 50 mj/cm² + astaxanthin dengan variasi dosis 3, 5, dan 7 µm menunjukkan nilai p<0,005. Hasil uji lanjutan LSD-test disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini. Tabel 5.4 Analisis Komparasi Antar Kelompok Setelah Pajanan UVB 50 mj/cm² Kelompok Beda Rerata P Interpretasi Kontrol & UVB 50 Kontrol & UVB50+Ax3 Kontrol & UVB50+Ax5 Kontrol & UVB50+Ax7 UVB 50 & UVB50+Ax3 UVB 50 & UVB50+Ax5 UVB50 & UVB50+Ax7 UVB50+Ax3 & UVB50+Ax 5 UVB50+ Ax3 & UVB50+Ax7 UVB50+Ax5 & UVB50+Ax 7 0,17 0,14 0,07 0,05 0,03 0,10 0,12 0,07 0,09 0,02 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna 5.5 Pajanan UVB 100 mj/cm Uji Efek Pajanan 100 mj/cm 2 Uji efek perlakuan bertujuan untuk membandingkan rerata antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.5, dimana nilai rerata MMP-1 kelompok kontrol

84 adalah 0,11 ± 0,001, rerata MMP-1 pada kelompok yang dipajan UVB 100 mj/cm² adalah 0,12 ± 0,001, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 100 mj/cm² + astaxanthin 3 µm adalah 0,11 ± 0,002, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 100 mj/cm² + astaxanthin 5 µm adalah 0,10 ± 0,02, rerata MMP-1 pada kelompok UVB 100 mj/cm² + astaxanthin 7 µm adalah 0,01 ± 0,02. Tabel 5.5 Rerata antar Kelompok Sesudah Pajanan UVB 100 mj/cm² Kelompok Subjek N Rerata SB F P Kontrol 4 0,11 0,001 UVB ,12 0,001 UVB Ax 3 4 0,11 0, ,82 0,000 UVB Ax 5 4 0,10 0,002 UVB Ax 7 4 0,10 0,002 Tabel 5.5 di atas, dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa kelima kelompok sesudah diberikan perlakuan reratanya berbeda secara bermakna (p < 0,05).

85 Gambar 5.3 Grafik sesudah pajanan UVB 100 mj/cm² Gambar 5.3 di atas menggambarkan bahwa dengan pajanan UVB 100 mj/cm² terjadi peningkatan MMP-1, dan dengan pemberian astaxanthin dosis 3 µm, 5 µm dan 7 µm sebelum pajanan UVB dosis yang sama terjadi penurunan aktivitas MMP-1. Sebagai uji lanjutan untuk mengetahui beda rerata antara kelompok dilakukan dengan Least Significant Difference test (LSD). Dimana didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kelompok yang berbeda tersebut. Hasil uji disajikan pada tabel 5.6 berikut ini. Tabel 5.6 Analisis Komparasi antar Kelompok setelah pajanan UVB 100 mj/cm²

86 Kelompok Beda Rerata P Interpretasi Kontrol & UVB 100 Kontrol & UVB100+Ax 3 Kontrol & UVB100+Ax 5 Kontrol & UVB100+Ax 7 UVB100&UVB100+Ax3 UVB100&UVB100+Ax5 UVB100& UVB100+Ax 7 UVB100+Ax3 & UVB100+Ax 5 UVB100+Ax3 & UVB100+Ax 7 UVB100+Ax5 & UVB 100+Ax7 0,010 0,005 0,010 0,014 0,016 0,018 0,024 0,004 0,008 0,004 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,002 Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbedabermakna Berbeda bermakna Dari tabel di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Beda rerata antara kelompok kontrol dan kelompok UVB 100 mj/cm² didapatkan nilai p<0, Beda rerata antara kelompok kontrol dengan kelompok UVB 100 mj/cm² + astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µm) menunjukkan nilai p<0, Beda rerata antara kelompok UVB 50 mj/cm² dengan kelompok UVB 100 mj/cm² + Astaxanthin (variasi dosis 3, 5 dan 7 µm) menunjukkan nilai p<0, Beda rerata antara kelompok UVB 100 mj/cm² + astaxanthin dengan variasi dosis 3, 5, dan 7 µm menunjukkan nilai p<0,005. BAB VI PEMBAHASAN

87 Berdasarkan pada teori yang telah diuraikan dimana pajanan ultra violet B mampu menimbulkan kerusakan pada nukleus, oleh karena DNA sebagai chromophore dari UVB. Akibat dari pajanan UVB yang menimbulkan keadaan stress pada sel fibroblast memicu pembentukan ROS. Hal tersebut akan mengaktifkan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor) dan sitokin pada permukaan membran sel. Akibatnya terjadi stimulasi jalur sinyal tranduksi MAP-kinase, aktivitas c-jun protein sebagai penyandi dan faktor transkripsi AP-1 meningkat. AP-1 adalah gen yang mengatur matriks metalloproteinase. Meningkatnya AP-1 berakibat pada terjadinya peningkatan sintesis matriks metalloproteinase, termasuk salah satunya adalah MMP-1. MMP-1 sebagai metalloproteinase utama yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi kolagen. Apabila kerusakan pada kulit akibat proses tersebut terjadi terus menerus dan perbaikan yang terjadi tidak sempurna maka hal ini lebih jauh menyebabkan terjadinya photoaging. Dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan pada hasil penelitian in vitro tampak bahwa sinar ultra violet B berpengaruh terhadap terjadinya peningkatan MMP-1 yang dihasilkan oleh sel fibroblast, dimana terjadi peningkatan nilai MMP-1 yang signifikan (p<0,05) pada kelompok kultur sel fibroblast yang disinari UVB dosis 25 mj/cm 2, 50 mj/cm 2, dan 100 mj/cm 2 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan MMP-1 terjadi pada semua dosis. Pada penyinaran UVB 25 mj/cm 2 terjadi peningkatan MMP-1 sebesar 2,82 kali dari kontrol, pada dosis 50 mj/cm 2 meningkat sebesar 2,51 kali

88 dari kontrol dan pada dosis 100 mj/cm 2 meningkat sebesar 1,1 kali dari kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa MMP-1 dapat terbentuk pada berbagai variasi dosis, bahkan hanya dengan dosis yang kecil dibawah daripada dosis terkecil yang menimbulkan eritema (MED) (Bernerburg dkk., 2000; Kim dkk., 2004; Rabe dkk., 2006; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009). Peningkatan MMP-1 tertinggi pada penelitian ini terjadi pada dosis penyinaran 25 mj/cm 2. Peningkatan tampak sebesar 2,82 kali lipat dari MMP-1 pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan penyinaran UVB. Sedangkan pada dosis penyinaran 100 mj/cm2 terjadi peningkatan MMP-1 sebesar 1,1 kali lipat dari kontrol, namun peningkatan pada dosis ini lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan MMP-1 pada dosis lainnya. Hal ini kemungkinan dapat terjadi oleh karena adanya kerusakan sel fibroblast akibat penyinaran dengan dosis yang lebih tinggi. Sebagai photoprotectan, astaxanthin dinyatakan mampu memberikan perlindungan pada kulit terhadap pajanan sinar ultra violet yang dapat memicu pembentukan singlet oksigen, radikal bebas, serta kerusakan yang ditimbulkan akibat pajanan tersebut seperti sunburn, inflamasi, imunosupresi, aging dan bahkan kanker kulit (Guerin dkk., 2003). Efek perlindungan tersebut di atas dapat dilihat dari kelompok kultur sel fibroblast yang mendapatkan perlindungan astaxanthin dengan berbagai variasi dosis sebelum diberikan pajanan sinar UVB dengan variasi dosis, secara umum menunjukkan hambatan ekspresi MMP-1. Hal tersebut terlihat dari penurunan ekspresi MMP-1 pada kelompok ini jika dibandingkan dengan kelompok kultur

89 sel fibroblast yang tidak mendapatkan perlindungan astaxanthin, dan dari hasil analisis menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Tampak hasil yang sigifikan pada kelompok kultur sel fibroblast yang mendapatkan perlindungan astaxanthin 3µM, 5µM, dan 7 µm sebelum dipajan dengan sinar UVB dosis 25 mj/cm 2, 50 mj/cm 2, dan 100 mj/cm 2. Pada kelompok kultur sel fibroblast yang dipajan dengan dosis 25 mj/cm 2 dengan perlindungan astaxanthin 3 µm mengalami penurunan ekspresi MMP-1 sebesar 6,96 %, pada pemberian dosis astaxanthin 5 µm dan 7µM mengalami penurunan ekspresi MMP-1 sebesar 22,15 % dan 30,69 %. Pada kelompok kultur sel fibroblast yang dipajan dengan dosis 50 mj/cm2 dengan perlindungan astaxanthin 3 µm, 5 µm, dan 7 µm tampak terjadi penurunan ekspresi MMP-1 berturut turut sebesar 9,61 %, 33,81 %, dan 40,56 % dibandingkan dengan kelompok kultur sel fibroblast yang tidak mendapatkan perlindungan astaxanthin. Pada kelompok kultur sel fibroblast yang dipajan dengan dosis 100 mj/cm2 tampak dengan perlindungan astaxanthin dosis 3µM, 5 µm, dan 7 µm terjadi penurunan ekspresi MMP-1 berturut turut sebesar 13 %, 16,26 % dan 19,51 %. Dari hasil penelitian tampaknya dengan perlindungan antioksidan astaxanthin terjadi penurunan ekspresi MMP-1 akibat pajanan UVB dengan berbagai variasi dosis. Hal ini sesuai dengan sifat astaxanthin sebagai antioksidan, jika dilihat dari struktur dan mekanisme astaxanthin sebagai antioksidan yang mampu meredam singlet oksigen melalui mekanisme fisik dimana energi yang berlebih dari singlet oksigen akan ditambahkan atau ditransfer ke struktur karotenoid yang kaya akan elektron untuk diubah menjadi panas. Juga bereaksi

90 dengan radikal lainnya untuk mencegah dan menghentikan reaksi berantai (Tinkler dkk., 1994). Mekanisme tersebut menyebabkannya tidak bersifat sebagai prooksidan jika diberikan dalam jumlah yang lebih besar. Dengan pemberian astaxanthin terjadi penurunan ekspresi MMP-1 dan diharapkan semakin kecil pula kerusakan jaringan kolagen yang terjadi sehingga proses penuaan dini pada kulit dapat diperlambat. Kemampuan astaxanthin untuk melindungi kulit dari penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet ini diharapkan dapat digunakan dalam kehidupan sehari hari. Mengingat negara kita memiliki intensitas matahari yang cukup tinggi sepanjang tahun dan aktivitas masyarakat sebagian besar dilakukan di luar ruangan. Penggunaan perlindungan fisik seperti baju lengan panjang, topi, dan payung tentunya akan lebih optimal jika digabungkan penggunaannya dengan astaxanthin gel yang dapat digunakan secara topikal untuk menambah cadangan antioksidan kulit. Hasil penelitian golongan karotenoid lainnya yang dilakukan secara in vitro pada sel fibroblast manusia menyatakan bahwa likopen, β-carotene, dan lutein secara signifikan dapat mengurangi peroksidasi lipid yang disebabkan oleh pajanan sinar UVB pada dosis yang optimal, sementara dengan dosis yang tinggi dapat menimbulkan efek prooksidan. Diperkirakan adanya level optimum yang bermanfaat sebagai efek proteksi pada penggunaan secara in vivo (Eichler dkk., 2002). Penggunaan karotenoid golongan xanthopyll ( lutein dan zeaxanthin) yang diberikan kombinasi oral dan topikal secara bersamaan secara simultan dinyatakan memberikan manfaat ganda, selain melindungi kerusakan pada kulit

91 yang disebabkan karena pembentukan radikal bebas akibat pajanan sinar ultraviolet, mengurangi terjadinya peroksidasi lipid, juga meningkatkan kelembaban dan hidrasi kulit. Efek photoproteksi dari kombinasi penggunaan xanthophylls ini ternyata lebih kuat jika dibandingkan dengan pemberian secara oral atau topikal saja (Palombol dkk.,2007). O Connor dan O Brien (1998) menyatakan astaxantahin mampu mengurangi stress oksidatif yang ditimbulkan akibat pajanan sinar UVA, dan juga lebih efektif kali dibandingkan dengan β-carotene dan lutein sebagai pencegahan terhadap proses photooksidasi lipid oleh pajanan sinar ultraviolet. Dari hasil penelitian oleh Suganuma dkk. (2009) dinyatakan bahwa pemberian perlindungan dengan astaxanthin dosis 4-8 µm segera setelah pajanan UVA secara signifikan mampu melemahkan induksi MMP-1 dan ekspresi Skin Fibroblast Elastase (SFE), astaxanthin memiliki efek perlindungan terhadap pajanan UVA yang dapat memicu terjadinya kerusakan DNA serta photoaging pada kulit. Dengan konsentrasi astaxanthin yang efektif perlindungan terhadap UVA adalah pada efek inhibisi ROS terhadap signaling cascade. Efek perlindungan astaxanthin menjaga integritas lapisan dermis dengan melindungi jaringan kolagen dibuktikan dari hasil penelitian Arakane (2002), dimana munculnya kerutan baru akibat pajanan sinar UVB pada tikus tanpa bulu dapat dikurangi secara signifikan. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamashita (2002 dan 2006), menunjukkan bahwa astaxanthin mampu memperbaiki tanda tanda penuaan dini dimana dengan kombinasi astaxanthin dan tokotrienol ataupun dengan astaxanthin saja mampu

92 memperbaiki kelembaban kulit, mengurangi kerutan, dan memperbaiki elastisitas kulit. Pajanan sinar UV dengan dosis yang sangat rendah yang terjadi secara berulang terus menerus ataupun timbulnya suatu stress oksidatif mampu menimbulkan suatu inflamasi sub klinis, dimana konsekuensi dari hal ini menimbulkan degradasi yang terus menerus dan remodeling matriks ekstrasel yang tak terorganisasi serta akumulasi kerusakan oksidatif pada kulit yang akan memicu premature aging. Paparan UV bahkan pada dosis rendah yang bersifat kronis dapat menimbulkan kerusakan dan memberi akibat yang nyata pada proses penuaan (Angernofer dkk., 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan tampak jelas bahwa dengan dosis tunggal penyinaran yang lebih kecil mampu memicu ekspresi MMP-1 sebagai enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen, apabila hal tersebut terjadi terus menerus dan berlangsung konstan tentunya dapat memicu proses penuaan dini pada kulit, dan dengan penggunaan astaxanthin tampaknya secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan ekspresi MMP-1.

93 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efek pemberian astaxanthin dapat menurunkan ekspresi MMP-1 pada kultur fibroblast yang dipajan dengan sinar UVB dapat disimpulkan bahwa 1. MMP-1 dapat terpicu ekspresinya oleh pajanan sinar UVB dengan berbagai variasi dosis 2. Astaxanthin gel sebagai antioksidan dengan berbagai variasi dosis mampu menurunkan ekspresi MMP-1 pada kultur sel fibroblast yang dipajan dengan sinar UVB. 3. Pajanan sinar UVB dengan dosis minimal dapat memicu peningkatan ekspresi MMP-1 yang berakibat lebih jauh terhadap kerusakan jaringan kolagen. Apabila pajanan tersebut terjadi berulang secara terus menerus dapat berakibat terhadap kerusakan sel kulit, dan jika perbaikan yang terjadi akibat kerusakan yang ditimbulkan tidak sempurna maka lebih lanjut dapat mengakibatkan proses penuaan dini (photoaging), dengan pemberian perlindungan astaxanthin sebagai antioksidan dapat menurunkan ekspresi MMP-1 sehingga proses kerusakan sel kulit yang berdampak pada penuaan dini kulit dapat dihambat.

94 7.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam tentang efek astaxanthin terhadap ekspresi MMP-1 pada kultur sel fibroblast yang dipajan dengan sinar UVB.

95 DAFTAR PUSTAKA Angernofer, C.K., Maes, D., Giacomoni, P.O The Use of Natural Copounds and Botanicals in the Development of Anti Aging Skin Care Product. In: Nava Dayan, editor. Skin Aging Handbook, An Integrated Approach to Biochemistry and Product.William Andrew Inc. p Arakane, K Superior Research vol 5. Skin Protection via Astaxanthin, Carotenoid Baskoro, A., Konthen, P.G Basic Immunology of Aging Process. Naskah Lengkap pada 5 th Bali Endocrine Update 2 nd Bali Aging and Geriatric Update Symposium. Bali April Baumann, L Cosmetic and Skin Care in Dermatology, in : Fitzpatrick T.B. et al, editors. Dermatology in General Medicine, Mc graw-hill Book co. p Berneburg, M., Plettenberg, H., Krutmann, J Photoaging of Human Skin. Photodermatology, Photoimunology, & Photomedicine. 16: Biro Pusat Statistik (BPS) Proyeksi Penduduk Indonesia Badan Perencanaan pembangunan Nasional. BPS. United Population Fund. Jakarta. Campbell, D Experimental and Quasi-Experimental Design for Research. Boston: Houghton Miffin Company. p Cho,T.H., Lee, J.W., Lee, M.H Evaluating the Cytotoxic Doses of Narrowband and Broadband UVB in Human Keratinocytes, Melanocytes, and Fibroblast. Photodermatology, Photoimmunology & Photomedicine. Vol 24. P Choi, C.P., Kim, Y.I., Lee, J.W., Lee, M.H The Effect of Narrowband Ultraviolet B on the Expressions of Matrix Metalloproteinase- 1,Transforming Growth Factor- β1 and Type 1 Collagen in Human Skin Fibroblast. Experimental Dermatology, Original Article. Department of Dermatology, Kyunghee University, Seoul, Korea. Chung, J.H., Cho, S., and Kang, S Why Does the Skin Age? Intrinsic Aging, Photoaging and Their Pathophysiology. in: Rigel, D.S., Weiss, R.A., Lim, H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc. p

96 Chung, J.H., Seo, J.Y., Choi, H.R., Lee, M.K., Youn, C.S., Rhie, G., Cho, K.H., Kim, K.H., Park, K.C., and Eun, H.C Modulation of Skin Collagen Metabolism in aged and Photoaged Human Skin In Vivo. The Journal of Investigative Dermatology. vol 117 no 5: p Cooper, R Oxidant, antioxidant and Free Radicals, in Antioxidant, Woodland Health Series. p.1-8 Eichler, O., Sies, H., Stahl, W Divergent Optimum Level of Lycopene, β- Carotene and Lutein Protecting Against UVB Irradiation in Human Fibroblast. Journal of Photochemistry and Photobiology. 75(5) Federer, W.T Experimental Design. Theory and Aplication. Oxford and IBG Publishing Co. New Delhi, India. Fisher, G.J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z.B., Wan, Y., Datta, S., Voorhees, J.J Mechanism of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatol. Department of Dermatology, University of Michigan, Ann Arbor. Vol 138: p Fisher, G.J., Quan, T., Purohit, T., Shao, Y., Cho, M.K., Varani, J., Kang, S., Voorhess, J.J Collagen Fragmentation Promotes Oxidative Stress and Elevates Matrix Metalloproteinase-1 in Fibroblast in Aged Human Skin. The American Journal of Pathology, vol 174: p Fisher, G.J., Voorhees, J.J., Kang, S., Quan, T., He, T Solar UV Irradiation Reduces Collagen in Photoaged Human Skin by Blocking Transforming Growth Factor-β TypeII Receptor/Smad Signaling. American Journal of Pathology. vol 165: no 3. p Fourtanier, A., Moyal, D Acute and Chronic effect of UV on skin, What Are They and How To Study Then. In: Rigel, D.S., Weiss, R.A., Lim, H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging. New York: Marcel Dekker Inc. p Fowler, B Functional and Biological Markers of Aging in Klatz, R. Anti Aging Medical Therapeutic Vol 5. The A4M Publication.Chicago. p. 43. Furr, H.C., Clark, R.M Intestinal Absorption and Tissue Distribution of Carotenoid. Journal of Nutritional and Biocemistry, vol 8: p Gilchrest, B.A., Yaar, M Aging of Skin. In: Fitzpatrick T.B. et al, editors. Dermatology in General Medicine, Mc Graw-Hill Book Co 2, p Goto, S. Kogure, K. Abe, K Efficient Radical Trapping at The Surface and Inside the Phospholipids Membrane is Responsible for Highly Potent Antioxidant Activity of The Carotenoid Astaxanthin. Biochem, Biophys, Act 1521; p

97 Guerin, M., Huntley, M.E., Olaizola, M Haematococcus Astaxanthin: Application for Human Health and Nutrition. Trends in Biotechnology Vol 2: p Junqueira, L.C., Carneiro, J., Kelley, R.O Histologi Dasar Kulit. Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal Kaminer, M.S Photodamage: Magnitude of the Problem. in: Gilchrest, B.A., editor. Photodamage. Blackwell Science. p.3-9. Kim, Hyeon Ho., Shin, C.M., Park, Chi-Hyun., Kim, K.H., Cho, K.H., Eun, H.C. Chung, Jin Ho Eicosapentaenoic Acid Inhibits UV-Induced MMP-1 Expression in Human Dermal Fibroblast. Journal of Lipid Research, Vol 46: p Kim, S.Y., Kim, S.J., Lee, J.Y., Kim W.G., Park,W.S., Sim Y.C., Lee, S.J Protective Effects of Dietary Soy Isoflavones against UV-Induced Skin Aging in Hairless Mouse Model. Original Research Journal of the American College of Nutrition, vol 23: p Klatz, R Acknowledgement in: Klatz, R Anti Aging medical Therapeutics Vol 5..The A4M publication. Chicago. p. 3. Lee, Young-Rae, Noh, Eun-Mi, Jeong, E.Y., Yun, Eok-Kweon, Kim, J.H., Kwon, K.B., Kim, B.S., Lee, S.H., Park, C., Kim, Jong-Suk Cordycepin Inhibits UVB-Induced Matrix Metalloproteinase Expression by Suppressing the NFκB Pathway in Human Dermal Fibroblast. Experimental and Molecular Biomedicine, Vol 41, p Lyons, Nicole M., Obrien, Nora. M Modulatory effect of an Algal Extract Containing Astaxanthin on UVA-Irradiated Cells in Culture. Journal of dermatological Science,Vol 30: p Moon, Hee Jung, Lee Soon Ryen, Shim, S,N., Jeong, S.H., Stonik, V.A., Rasskavov, Valery A., Zvyagintseva, T., Lee, Y.H Fucoidan inhibits UVB-Induced MMP-1 Expression in Human Skin Fibroblast. Biol.Pharm.Bull.31(2) O Connor, I., O Brien, N Modulation of UVA Light-Induced Oxidative Stress by β-carotene, Lutein, and Astaxanthin in Cultured Fibroblast. Journal Dermatology Science. 16. P Obagi, Z.E Skin Health Concepts, in Obagi Skin Health Restoration & Rejuvenation. Springer. p Palombo, P., Fabrizi, G., Ruocco,V., Ruocco, E., Fluhr, J., Roberts, R., Morganti, P Beneficial Long-Term Effects of Combined Oral/Topical Antioxidant Treatment with the Carotenoids Lutein and Zeaxanthin on

98 Human Skin: a Double-Blind, Placebo-Controlled Study. Original Paper. Skin Pharmacol Physiol 20. p Pangkahila,W Anti Aging Medicine Memperlambat Penuaan Meningkatkan kualitas Hidup. Penerbit Buku Kompas. Jakarta, hal 10-1 Pham-Huy, L.A., He, H., Pham-Huy, C Free Radicals, Antioxidant in Disease and Health. International Journal of Biomedical Science, Vol 4: p Pinnel, R.S Cutaneous Photodamage, Oxidative Stress, and Topical Antioxidant Protection, A Continuing Medical Education, American Academy of Dermatology. p Rabe, J.H., Mamelak, A.J., Mc Elgunn, P., Morison, W.L., Sauder, D.N Photoaging : Mechanism and Repair, Continuing Medical Education, American Academy of Dermatology, Inc. p Seltzer, J.L., Eisen, A.Z The Role of Extracellular Matrix Metalloproteinases in Conective Tissue Remodelling. In: Fitzpatrick T.B. et al, editors. Dermatology. Mc Graw-Hill Book co, p Smith, E.S Demographics of Aging and Skin Disease, in Geriatric Dermatology part I. p. 63. Suganuma, K,. Nakajima, H, Ohtsuki, M. Imokawa, G Astaxanthin Attenuates the UVA-Induced up-regulations of Matrix Metalloproteinase-1 and Skin Fibroblast Elastase in Human Dermal Fibroblast, Journal of Dermatological Science. Takahashi, K., Watanabe, M., Takimoto, T., Akiba, Y Uptake and Distribution of Astaxanthin in Several Tissue and Plasma Lippoprotein in Male Broiler Chickens Fed Yeast (phaffia rhodozyma) with a High Concentration of Astaxanthin. British Poultry Science, Vol 45: p Tinkler, J.H., Bohm, F., Scalch,W., Truscott, T.G Dietary Carotenoid Protect Human Cells from Damage. Journal Photochemical Photobiology, Vol 26: p Tschachler, E., Morizot, F Ethnic Differences in Skin Aging. In: Gilchrest, B.A., Krutmann, J. editors. Skin Aging. Springer. p Wasitaatmadja, S.M Anatomi dan Faal kulit. dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. editor. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai Penerbit FKUI WHO Report WHOSIS (WHO Statistical Information System). Available at: Accesed Januari 9, 2011

99 Winarsi, H Antioksidan alami dan Radikal Bebas, Potensi dan aplikasinya dalam kesehatan. Kanisius. Yaar, M Clinical and Histological Features of Intrinsic versus Extrinsic Skin Agin., in : Gilchrest, B.A., Krutmann, J. editors. Skin Aging. Springer. p Yaar, M., Gilchrest B.A Biochemical and Moleculer Changes in Photoaged Skin. in: Gilchrest, B.A., editor. Photodamage. Blackwell Science.p Yamashita, E Cosmetic Benefit of the Supplement Health Food Combined Astaxanthin and Tocotrienol on Human Skin. Food Style 6(6). P Yamashita, E The Effect of a Dietary Supplement Containing Astaxanthin on Skin Condition.Carotenoid Science.10.p Young, A.R Acute and Chronic Effect of Ultraviolet Radiation on the Skin, in: Fitzpatrick, T.B., et al,editors. Dermatology. Mc Graw-Hill Book Co, Yulianto, I The Changes of Fibroblast Cells due to UVB Irradiation in Various Doses an In Vitro Experimental (disertasi). Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

100 Lampiran 1 Uji Normalitas Data MMP-1 Berdasarkan Dosis Penyinaran 25 mj/cm 2, 50 mj/cm 2, dan 100 mj/cm 2 Normalitas pada UVB 25 mj/cm² Tests of Normality Kelompok Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Data Kontrol uvb 25 mj/cm mj/cm 2, Ax 3 µm mj/cm 2, Ax 5 µm mj/cm 2,Ax 7 µm a. Lilliefors Significance Correction Normalitas pada UVB 50 mj/cm² Tests of Normality Kelompok Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Data Kontrol uvb50 mj/cm mj/cm 2, Ax 3 µm mj/cm 2, Ax 5 µm mj/cm 2, Ax 7 µm a. Lilliefors Significance Correction Normalitas pada UVB 100 mj/cm² Kelompok Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Data Kontrol uvb100 mj/cm mj/cm 2, Ax 3 µm mj/cm 2, Ax 5 µm mj/cm 2,Ax 7 µm a. Lilliefors Significance Correction

101 Lampiran 2: Uji Homogenitas, Anova Test, dan LSD-test kelompok UVB 25 mj/cm² Descriptives Data Kontrol UVB 25 mj/cm2 25 mj/cm2 3 um 25 mj/cm2 5 um 25 mj/cm2 7 um Total 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Homogenitas kelompok UVB 25 mj/cm² Test of Homogeneity of Variances Data Levene Statistic df1 df2 Sig ANOVA Data Between Groups Within Groups Total Sum of Squares df Mean Square F Sig

102 Post Hoc Test Multiple Comparisons Dependent Variable: Data LSD (I) klp2 Kontrol UVB 25 mj/cm2 25 mj/cm2 3 um 25 mj/cm2 5 um 25 mj/cm2 7 um (J) klp2 UVB 25 mj/cm2 25 mj/cm2 3 um 25 mj/cm2 5 um 25 mj/cm2 7 um Kontrol 25 mj/cm2 3 um 25 mj/cm2 5 um 25 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 25 mj/cm2 25 mj/cm2 5 um 25 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 25 mj/cm2 25 mj/cm2 3 um 25 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 25 mj/cm2 25 mj/cm2 3 um 25 mj/cm2 5 um *. The mean difference is significant at the.05 level. Mean Difference 95% Confidence Interval (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

103 Lampiran 3: Uji Homogenitas, Anova test, dan LSD test kelompok UVB 50 mj/cm² Descriptives Data Kontrol UVB 50 mj/cm2 50 mj/cm2 3 um 50 mj/cm2 5 um 50 mj/cm2 7 um Total 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Homogenitas kelompok UVB 50 mj/cm² Test of Homogeneity of Variances Data Levene Statistic df1 df2 Sig Data Between Groups Within Groups Total ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig

104 Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: Data LSD (I) klp2 Kontrol UVB 50 mj/cm2 50 mj/cm2 3 um 50 mj/cm2 5 um 50 mj/cm2 7 um (J) klp2 UVB 50 mj/cm2 50 mj/cm2 3 um 50 mj/cm2 5 um 50 mj/cm2 7 um Kontrol 50 mj/cm2 3 um 50 mj/cm2 5 um 50 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 50 mj/cm2 50 mj/cm2 5 um 50 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 50 mj/cm2 50 mj/cm2 3 um 50 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 50 mj/cm2 50 mj/cm2 3 um 50 mj/cm2 5 um *. The mean difference is significant at the.05 level. Mean Difference 95% Confidence Interval (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

105 Lampiran 4 : Uji Homogenitas, Anova test, dan LSD test kelompok UVB 100 mj/cm² Descriptives Data Kontrol UVB 100 mj/cm2 100 mj/cm2 3 um 100 mj/cm2 5 um 100 mj/cm2 7 um Total 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Tes Homogenitas kelompok UVB 100 mj/cm² Test of Homogeneity of Variances Data Levene Statistic df1 df2 Sig ANOVA Data Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Group Within Groups Total

106 Post Hoc Test Multiple Comparisons Dependent Variable: Data LSD (I) klp2 Kontrol UVB 100 mj/cm2 100 mj/cm2 3 um 100 mj/cm2 5 um 100 mj/cm2 7 um (J) klp2 UVB 100 mj/cm2 100 mj/cm2 3 um 100 mj/cm2 5 um 100 mj/cm2 7 um Kontrol 100 mj/cm2 3 um 100 mj/cm2 5 um 100 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 100 mj/cm2 100 mj/cm2 5 um 100 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 100 mj/cm2 100 mj/cm2 3 um 100 mj/cm2 7 um Kontrol UVB 100 mj/cm2 100 mj/cm2 3 um 100 mj/cm2 5 um *. The mean difference is significant at the.05 level. Mean Difference 95% Confidence Interval (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

107 Lampiran 5 FOTO FOTO PENELITIAN 1. PROSES PEMBUATAN KULTUR PRIMER Kulit preputium bagian dermis kulit yang telah dipotong kecil Potongan jaringan yang siap Media RPMI 1640 untuk di kultur Proses pembuatan media kultur

108 2. Kultur Fibroblast Hari ke V pembiakan sel, sel fibroblast mulai tampak jelas Sel fibroblast sel fibroblast konfluen 3. Penghitungan Sel Sel fibroblast mengendap berwarna putih Bilik hitung Neubauer

109 sel fibroblast tampak dengan mikroskop 4. Pembagian Kelompok dan Pemberian Perlakuan Pembagian kelompok perlakuan dalam well plate Kultur sel siap dipajan UVB Solar Stimulator UVB

110 5. Proses Pengukuran MMP -1 Persiapan Kit MMP-1 koleksi supernatan 48 jam post UVB Proses pengukuran MMP 1 Pembacaan hasil dengan Elisa Reader

ASAM α-lipoat MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAS YANG TERPAPAR EKSTRAK ASAP ROKOK IN VITRO

ASAM α-lipoat MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAS YANG TERPAPAR EKSTRAK ASAP ROKOK IN VITRO TESIS ASAM α-lipoat MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 PADA KULTUR FIBROBLAS YANG TERPAPAR EKSTRAK ASAP ROKOK IN VITRO IRWAN PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penuaan atau aging menjadi salah satu masalah pada setiap orang, terutama pada mereka yang sudah memasuki usia menengah atas. Paparan sinar matahari, polusi udara

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan penuaan seperti penyakit sehingga dapat dicegah, dihindari dan

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan penuaan seperti penyakit sehingga dapat dicegah, dihindari dan 2 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penuaan kini telah mendapat perhatian khusus di ilmu Kedokteran. Konsep Anti Aging Medicine yang dicetuskan pada tahun 1993, mengganggap dan memperlakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 200 tahun. Kenyataannya, Biro Kependudukan Amerika Serikat meramalkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 200 tahun. Kenyataannya, Biro Kependudukan Amerika Serikat meramalkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses yang dialami oleh setiap manusia di dunia, tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi proses penuaan dapat diperlambat. Usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan seluruh organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses penuaan merupakan suatu proses fisiologis yang selalu terjadi pada setiap makhluk hidup. Penuaan atau proses menua/menjadi tua (aging) adalah menghilangnya

Lebih terperinci

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang BAB II Penuaan Dini pada Wanita Jepang 2.1 Penuan Dini Banyak orang berfikir bahwa penuaan merupakan hal yang sangat biasa, bahkan bagi sebagian orang penuaan dianggap tidak terlalu penting untuk kesehatan

Lebih terperinci

Prevention of Aging (especially in dermatology) Marina Haroen Sub departmen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr.

Prevention of Aging (especially in dermatology) Marina Haroen Sub departmen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Prevention of Aging (especially in dermatology) Marina Haroen Sub departmen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSAL dr. Ramelan SURABAYA Aging merupakan suatu proses biologi kompleks berkurangya kapasitas

Lebih terperinci

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit.

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit. Struktur Anatmi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatmi Kulit. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan kulit terluar biasa disebut lapisan ari atau epidermis, di bawah lapisan ari adalah lapisan jangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama kulit. Seiring bertambahnya usia, fungsi kulit ikut menurun. Sel kulit yang mati melekat lebih lama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman COVER DEPAN.. SAMPUL DALAM... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENETAPAN PENGUJI... PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...

DAFTAR ISI. Halaman COVER DEPAN.. SAMPUL DALAM... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENETAPAN PENGUJI... PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... DAFTAR ISI Halaman COVER DEPAN.. SAMPUL DALAM... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENETAPAN PENGUJI... PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... i ii iii iv v UCAPAN TERIMAKASIH... viii ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan adalah proses fisiologis yang akan terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan adalah proses fisiologis yang akan terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan adalah proses fisiologis yang akan terjadi pada semua makhluk hidup. Proses ini meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui konsep Anti Aging Medicine, masalah-masalah penuaan dapat diatasi. sehingga kualitas hidup tetap terjaga dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui konsep Anti Aging Medicine, masalah-masalah penuaan dapat diatasi. sehingga kualitas hidup tetap terjaga dengan baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses yang terjadi dalam kehidupan manusia. Kita berharap dapat melewati penuaan dalam kondisi sehat dan tanpa keluhan penyakit. Penuaan sebenarnya

Lebih terperinci

TESIS PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA

TESIS PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA TESIS PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA (Passiflora edulis) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B DIAN BNIARIE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari adalah sumber utama radiasi sinar ultraviolet (UV) untuk semua sistem kehidupan manusia. Radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga kategori, yaitu radiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aging adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan kendali cuaca serta iklim yang sangat penting dan sebagai sumber energi utama di bumi yang menggerakkan udara dan arus laut. Energi matahari diradiasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapatkan

Lebih terperinci

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BUAH ANGGUR BALI

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BUAH ANGGUR BALI PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BUAH ANGGUR BALI (Vitis vinifera) 4% MENGHAMBAT PENINGKATAN EKSPRESI MMP-1 (Matrix Metaloproteinase 1) DERMIS TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR YANG DIPAPAR SINAR ULTRAVIOLET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan wrinkle/kerutan kulit, kulit yang kasar, kulit kering,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan wrinkle/kerutan kulit, kulit yang kasar, kulit kering, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan dini (PD) adalah proses degeneratif yang melibatkan kulit dan sistem penyokong kulit, 1 berupa perubahan stuktural dan elastilitas kulit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik

Proses Menua Intrinsik Proses Menua Ekstrinsik Perbedaan gel dan emulgel? Emulgel merupakan terdiri dari 2 fase yang dimana gabungan antara fase emulsi dan fase gel.sedangkan gel merupakan terdiri dari satu fase saja yaitu terdiri dari basis gel dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dengan baik. Kulit yang mengalami penuaan oleh karena aging

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dengan baik. Kulit yang mengalami penuaan oleh karena aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan riset dan teknologi bidang kedokteran untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan manusia, ditemukanlah beberapa pembaruan ilmu dan terapan kedokteran

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Ketika kulit mengalami penuaan, akan terjadi berbagai masalah seperti

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Ketika kulit mengalami penuaan, akan terjadi berbagai masalah seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan kulit merupakan proses fisiologis yang terjadi pada semua makhluk hidup. Ketika kulit mengalami penuaan, akan terjadi berbagai masalah seperti kulit menjadi

Lebih terperinci

1.ANATOMI KULIT Lapisan Epidermis

1.ANATOMI KULIT Lapisan Epidermis 1.ANATOMI KULIT Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m 2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ

Lebih terperinci

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut: Histologi kulit Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5 m 2 dan beratnya sekitar 15% dari berat badan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini para dokter yang berada di bidang Anti Aging telah mampu menghambat penuaan

BAB I PENDAHULUAN. ini para dokter yang berada di bidang Anti Aging telah mampu menghambat penuaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses alami yang terjadi pada semua mahluk hidup dan dimulai dari semenjak lahir di dunia ini. Seringkali proses penuaan ini dihubungkan dengan menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV,

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi informasi dan ekonomi telah membawa perubahan pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV, polusi dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas yang

Lebih terperinci

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.

Lebih terperinci

Kulit adalah organ terluar dari tubuh yang melapisi seluruh tubuh manusia. Berat kulit diperkirakan sekitar 7 % dari berat tubuh total.

Kulit adalah organ terluar dari tubuh yang melapisi seluruh tubuh manusia. Berat kulit diperkirakan sekitar 7 % dari berat tubuh total. WIJUMA wt Kulit adalah organ terluar dari tubuh yang melapisi seluruh tubuh manusia. Berat kulit diperkirakan sekitar 7 % dari berat tubuh total. Kulit memiliki fungsi yang sangat penting bagi tubuh, diantaranya:

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KULIT

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KULIT ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KULIT 1. Anatomi dan Fisiologi kulit Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang terdiri atas lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Epidermis terdiri atas beberapa lapis lagi.

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. Tesis Ini Telah Disetujui. Pada Tanggal 27 Desember 2016

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. Tesis Ini Telah Disetujui. Pada Tanggal 27 Desember 2016 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING Tesis Ini Telah Disetujui Pada Tanggal 27 Desember 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP. 194612131971071001 Dr. dr. A.A.G.P.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma merupakan kelainan yang ditandai lesi makula hiperpigmentasi pada kulit yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, atau lengan. Melasma masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pterigium merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang menginvasi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK

Lebih terperinci

IMPLANTASI BENANG POLYDIOXANONE

IMPLANTASI BENANG POLYDIOXANONE TESIS IMPLANTASI BENANG POLYDIOXANONE (PDO) DI LAPISAN DERMIS MENGHAMBAT PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN PADA TIKUS GALUR WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR ULTRA VIOLET-B DEBY INTAN SEPTIADERY PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan, tetapi selain mempunyai manfaat sinar matahari juga dapat

Lebih terperinci

Triple Stemcell kombinasi stemcell tanaman yang berasal dari : 1. Sel induk apel (apple stemcell), 2. Sel induk anggur (grape stemcell) dan 3.

Triple Stemcell kombinasi stemcell tanaman yang berasal dari : 1. Sel induk apel (apple stemcell), 2. Sel induk anggur (grape stemcell) dan 3. TRIPPLE STEMCELL Triple Stemcell kombinasi stemcell tanaman yang berasal dari : 1. Sel induk apel (apple stemcell), 2. Sel induk anggur (grape stemcell) dan 3. Sel induk argan ( Argan stemcell ) Serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah ketidakmampuan pasangan suami istri dengan kehidupan seksual aktif dan tidak memakai alat kontrasepsi untuk hamil dalam kurun waktu satu tahun.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa

BAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini viabilitas sel diperoleh dari rerata optical density (OD) MTT assay dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Viabilitas sel (%) = (OD perlakuan / OD kontrol)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manggis merupakan tumbuhan fungsional karena sebagian besar tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat. Akan tetapi, masih belum diketahui efek sampingnya (Pasaribu

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum lycopersicum L.) terhadap perubahan histologi kelenjar mammae mencit betina yang diinduksi

Lebih terperinci

TESIS PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN

TESIS PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN TESIS PEMBERIAN ORAL EKSTRAK DAUN PEGAGAN ( Centella asiatica) LEBIH BANYAK MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN DAN MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DARIPADA VITAMIN C PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir, pasien dengan transplantasi ginjal mempunyai harapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penampilan kulit adalah indikator utama dari usia. Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah digunakan per tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan lainnya. Buta katarak merupakan suatu penyakit degeneratif yang umumnya terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan lainnya. Buta katarak merupakan suatu penyakit degeneratif yang umumnya terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling besar (0,78 %) di antara penyebab kebutaan lainnya. Buta katarak merupakan suatu penyakit degeneratif yang umumnya terjadi

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

UCAPAN TERIMA KASIH. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, yang melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis yang berjudul KRIM EKSTRAK GINSENG MENGHAMBAT

Lebih terperinci

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU

PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU TESIS PEMBERIAN KRIM EKSTRAK JAGUNG UNGU (Zea Mays) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B RINI DIANASARI PROGRAM

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Proses Penuaan Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.dr Wimpie I. Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP.194612131971071001 Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh :

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh : Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS Oleh : Nama : Sherly Febrianty Surya Nim : G111 16 016 Kelas : Biokimia Tanaman C Dosen Pembimbing : DR. Ir. Muh. Riadi, MP. PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan secara kosmetik tapi juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Vitiligo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tendon merupakan salah satu bagian dari sistem muskulotendinous yang memiliki fungsi utama memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

PEMBERIAN EKSTRAK AIR UBI JALAR UNGU

PEMBERIAN EKSTRAK AIR UBI JALAR UNGU TESIS PEMBERIAN EKSTRAK AIR UBI JALAR UNGU (Ipomoea Batatas) MENGHAMBAT PENUAAN DINI KULIT DENGAN MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR MMP-1 PADA TIKUS YANG DIPAJAN SINAR UVB TRESIA SUSANA PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sinar matahari merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup, namun ternyata

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH LIDAH BUAYA ( ALOE VERA ) TERHADAP PENUAAN KULIT

ABSTRAK PENGARUH LIDAH BUAYA ( ALOE VERA ) TERHADAP PENUAAN KULIT ABSTRAK PENGARUH LIDAH BUAYA ( ALOE VERA ) TERHADAP PENUAAN KULIT Mia Risma Yosmiawati, 2006, Pembimbing I : Savitri R Wardhani, dr., SpKK Pembimbing II : Slamet Santosa, dr., M.Kes Proses menua merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes. Mengetahui, Ketua Program Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK

KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Modul KJP KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.KK(K) PENDAHULUAN kulit merupakan organ tubuh terluar berhubungan dengan lingkungan perubahan lingkungan berdampak pada kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup terutama manusia membutuhkan sinar matahari dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat sinar matahari telah banyak diketahui di antaranya sebagai sumber

Lebih terperinci

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll

Manfaat Terapi Ozon Manfaat Terapi Ozon Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer diabetes, kanker, stroke, dll Manfaat Terapi Ozon Sebagai Pengobatan / Terapi alternatif / komplementer untuk berbagai penyakit. Penyakit yang banyak diderita seperti diabetes, kanker, stroke, dll. Keterangan Rinci tentang manfaat

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun lalu. Sekitar satu milyar penduduk dunia merupakan perokok aktif dan hampir 80% dari total tersebut

Lebih terperinci

Denpasar, 21 Oktober Penulis

Denpasar, 21 Oktober Penulis UCAPAN TERIMAKASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha esa, karena hanya atas kurnia-nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya dan merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci