BAB I PENDAHULUAN. Smith, et al. (2015), meyakini bahwa pembangunan infrastruktur Indonesia semakin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Smith, et al. (2015), meyakini bahwa pembangunan infrastruktur Indonesia semakin"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus membangun infrastrukturnya. Smith, et al. (2015), meyakini bahwa pembangunan infrastruktur Indonesia semakin bertumbuh dari 6,4 persen PDB pada tahun 2014 menjadi 7,7 persen PDB pada tahun Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur akan mendapatkan manfaat dari bertumbuhnya pembangunan infrastruktur. Pembangunan tol dan juga properti yang terus menerus, seiring dengan masih cepatnya pertumbuhan penduduk, juga memicu percepatan pembangunan. Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak komponen usaha, seperti perusahaan kontraktor, semen, besi baja, arsitektur, dan masih banyak lagi. Pembangunan ini juga merupakan proses yang padat modal dan juga padat karya sehingga memberikan efek berlipat pada pertumbuhan ekonomi. Dalam pembahasan penelitian ini, penulis membahas mengenai perusahaan semen. Perusahaan Semen LH adalah perusahaan terbuka yang menyediakan layanan dan bahan bangunan berbasis semen yang kegiatan usahanya berlangsung di dua negara, Indonesia dan Malaysia. LH memasok produk semen untuk memenuhi kebutuhan pasar ritel, perumahan dan proyek pembangunan prasarana umum di dalam negeri. Kapasitas produksi gabungan LH dan entitas anak di Indonesia mencapai 9,1 juta ton. Melalui MB, anak perusahaan LH di Malaysia, LH memasok 13 1

2 kebutuhan semen dan beton jadi untuk pengembangan kawasan ekonomi Malaysia sebesar 1,2 juta ton. Unit usaha Perusahaan LH adalah tiga pabrik semen di Pulau Jawa: di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta dua fasilitas penggilingan semen di Malaysia dan di Jawa Barat. Perusahaan LH juga memiliki entitas anak, seperti BTN yang mengoperasikan beberapa tambang agregat terbesar di Indonesia, dan jaringan unit yang memproduksi beton siap pakai maupun DA yang berkonsentrasi dalam bidang penambangan batu kapur. Pasar utama grup LH di Indonesia adalah Pulau Jawa yang jumlah penduduknya mencapai 145 juta jiwa sehingga membutuhkan pembangunan kawasan perumahan, niaga, dan membutuhkan berbagai infrastruktur umum termasuk instalasi pembangkit listrik, pelabuhan, jalan tol serta prasarana transportasi air. LH terus berinovasi dalam rangkaian value chain. Inovasi menghasilkan produk dan layanan yang efisien dan mudah digunakan oleh pelanggan sekaligus menyederhanakan proses produksi. Selain sebagai produsen semen, LH juga memiliki anak perusahaan dengan bidang usaha yang masih berhubungan dengan industri semen. Pada tahun 2012, LH telah melakukan penggabungan usaha dengan salah satu anak perusahaannya yaitu PT DA. PT DA merupakan entitas anak LH yang memiliki konsesi pertambangan lempung serta konsesi pertambangan batu kapur. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, mengapa LH perlu bergabung kembali dengan DA, anak perusahaan yang baru dilepas selama 4 tahun dan bahkan belum beroperasi? 14 2

3 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian ini bersumber pada teori yang diperkenalkan Trautwein (1990) mengenai motivasi penggabungan usaha. Dalam artikel yang ditulisnya, Trautwein mengumpulkan teori-teori yang ada mengenai penggabungan usaha untuk mencoba memahami alasan dan strategi dalam penggabungan usaha. Penelitian ini akan berusaha memahami alasan dilakukannya penggabungan usaha antara perusahaan LH dengan DA. Hajbaba dan Donnelly (2013) meneliti bahwa penggabungan usaha sering dilakukan pada waktu harga saham perusahaan yang mengambil bersifat lebih tinggi dari nilai fundamentalnya. Penelitian ini bersandarkan pada teori perilaku (behavioral theory) pada saat banyak penggabungan usaha di Amerika. Akan tetapi, mengingat kondisi penggabungan usaha PT LH yang dilakukan merupakan penggabungan usaha dengan anak perusahaannya sendiri, maka kami tidak menggunakan metodologi yang dilakukan Hajbaba dan Donnelly. 1.3 Rumusan Masalah Suatu perusahaan pasti membentuk anak perusahaan demi menggenapkan suatu tujuan, demikian pula saat perusahaan itu melakukan aksi korporasi. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mencari faktor penyebab PT LH perlu menggabungkan usahanya dengan PT DA, anak perusahaannya sendiri yang baru dibentuk tahun 2008? 1.4 Pertanyaan Penelitian 1. Apa saja faktor yang mendukung penggabungan usaha ini? 15 3

4 2. Apa saja risiko kualitatif dari penggabungan usaha ini? 3. Berapa Nilai Pasar dari PT LH dengan anak perusahaannya (tanpa PT DA)? 4. Berapa Nilai Pasar dari PT DA? 5. Berapa Nilai Sinergi antara PT LH dengan PT DA? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian adalah menganalisis faktor apa saja yang biasanya dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan mengenai penggabungan usaha. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian adalah pendekatan studi kasus mengenai faktor apa saja yang berperan dalam pengambilan keputusan penggabungan usaha antara PT LH dengan PT DA. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu manajemen ekonomi dan menambah kajian ilmu manajemen ekonomi khususnya dalam hal penggabungan usaha. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi bagi pihak manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan 16 4

5 penggabungan usaha. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat mendorong pihak lain dalam mengadakan penelitian serupa. 1.7 Sistematika Penelitian Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I Pendahuluan membahas secara singkat mengenai tesis ini yang mencakup latar belakang masalah yang dihadapi, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II Landasan Teori berisi teori pendirian PT, teori, motivasi dan peraturan mengenai Penggabungan Usaha, kebutuhan penilaian dalam proses penggabungan usaha, ringkasan mengenai industri semen, kondisi industri semen di Indonesia, kondisi makro dan mikro ekonomi di Indonesia serta prospek industri semen ke depan. Bab III Metodologi Penelitian berisi metode penelitian yang memberikan definisi Dasar Penilaian dan Nilai yang akan digunakan serta peraturan perpajakan yang akan digunakan. Bab IV Hasil Penelitian berisi Asumsi Penilaian dan juga proses perhitungan Penilaian Saham PT LH dan anak perusahaannya tanpa DA, DA dan LH dengan seluruh anak perusahaannya (dengan DA) serta Pajak yang harus dibayar dengan atau tanpa transaksi juga akan disimulasikan pada Bab Keempat ini. Bab V Kesimpulan dan Saran berisi faktor pendukung dan risiko dari transaksi penggabungan usaha ini serta ringkasan penilaian dan saran untuk penelitian mengenai penggabungan usaha selanjutnya. 17 5

6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Pendirian PT Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, Perseroan Terbatas atau dapat disebut juga Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Di dalam undang-undang tersebut juga mengatur tentang kebutuhan untuk pendirian Perseroan, baik badan yang harus dimiliki dan juga kelengkapan dokumen, seperti pengesahan dari Notaris, persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM. 2.2 Konsep Dasar Tentang Penggabungan Usaha di Indonesia Penggabungan Usaha menurut Undang Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada, yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan, dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Secara ringkas, penggabungan usaha ini dapat dilihat pada Gambar

7 Gambar 2.1 Skema Penggabungan Usaha Penggabungan usaha menurut Peraturan Bapepam IX.G.1 adalah adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Penggabungan usaha atau peleburan usaha untuk perusahaan publik, seperti yang dikutip dalam IX.G.1, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut. 1. Direksi dan komisaris Perusahaan Publik atau Emiten yang akan melakukan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha wajib membuat pernyataan kepada OJK dan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bahwa penggabungan usaha atau peleburan usaha tersebut tetap memperhatikan kepentingan perseroan, 19 7

8 masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha, serta ada jaminan tetap terpenuhinya hak-hak pemegang saham publik dan karyawan perseroan. 2. Pernyataan pada point 1 harus dikuatkan oleh pendapat yang diberikan pihak independen. 3. Mendapatkan persetujuan RUPS Emiten. 4. Emiten yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha wajib menyampaikan pernyataan penggabungan usaha atau pernyataan peleburan usaha kepada OJK dengan disertai pendapat pihak independen profesi penunjang pasar modal. Penggabungan usaha atau peleburan usaha untuk perusahaan publik wajib dilaksanakan dengan memenuhi tata cara sebagai berikut. 1. Direksi masing-masing perseroan, setelah memperoleh persetujuan komisaris, wajib menguji kelayakan penggabungan usaha atau peleburan usaha, yang terdiri atas studi mengenai : a. keadaan usaha perseroan dan perkembangan hasil usaha perseroan, dengan memperhatikan pula laporan keuangan perseroan selama 3 tahun terakhir yang telah diaudit oleh Akuntan yang terdaftar di OJK; b. hasil analisis pihak independen mengenai kewajaran nilai saham dan aset tetap perseroan serta aspek hukum penggabungan usaha atau peleburan usaha; c. metode dan tata cara konversi saham yang akan dipakai dan didukung oleh keterangan dari pihak independen; d. cara penyelesaian kewajiban perseroan terhadap pihak ketiga yang masih ada; 20 8

9 e. cara penyelesaian hak-hak pemegang saham yang tidak menyetujui penggabungan usaha atau peleburan usaha; f. struktur organisasi dan sumber daya manusia perseroan yang terbaru setelah penggabungan usaha atau peleburan usaha dilaksanakan; g. Rencana manajemen terhadap kondisi perseroan setelah penggabungan usaha atau peleburan usaha dilaksanakan. 2. Direksi masing-masing perseroan wajib bersama-sama menyusun Rancangan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha yang telah disetujui komisaris dan setidaknya wajib memasukkan hal-hal sebagai berikut. a. Nama dan tempat kedudukan seluruh perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha. b. Alasan dan penjelasan dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha. c. Tata cara konversi masing-masing saham perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha terhadap saham perseroan hasil penggabungan usaha atau peleburan usaha. d. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil penggabungan usaha (jika memungkinkan) atau rancangan akta pendirian perseroan baru hasil peleburan usaha. e. Laporan keuangan 3 tahun buku terakhir dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha yang telah diaudit oleh akuntan yang terdaftar di OJK. 21 9

10 f. Jika pernyataan penggabungan usaha atau peleburan usaha melebihi 180 hari dari laporan keuangan tahunan terakhir, maka laporan keuangan tersebut juga harus dilengkapi dengan laporan keuangan interim yang telah diaudit. Jangka waktu antara tanggal efektif pernyataan penggabungan usaha atau peleburan usaha dan tanggal laporan keuangan interim tidak boleh melampaui 180 hari. g. Nama dan tempat kedudukan perseroan hasil penggabungan usaha atau peleburan usaha ini. h. Laporan keuangan proforma perseroan hasil penggabungan usaha atau peleburan usaha yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum oleh akuntan yang terdaftar di OJK. i. Hasil penilaian pihak independen tentang kewajaran nilai saham dan kekayaan perseroan hasil Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha. j. Hasil penilaian tenaga ahli tentang aspek tertentu dari penggabungan usaha atau peleburan usaha (hanya jika diperlukan). k. Pendapat akuntan yang terdaftar di OJK mengenai metode dan tata cara konversi saham yang termuat dalam rancangan penggabungan usaha atau peleburan usaha. l. Pendapat hukum dari konsultan hukum independen yang terdaftar di OJK mengenai aspek hukum dari penggabungan usaha atau peleburan usaha. m. Cara penyelesaian status karyawan masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha. n. Cara penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha terhadap pihak ketiga

11 o. Cara penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui penggabungan usaha atau peleburan usaha. p. Susunan direksi dan komisaris dari perseroan hasil penggabungan usaha atau peleburan usaha. q. Perkiraan mengenai hal-hal yang terkait dengan manfaat, kerugian dan rencana masa depan perseroan hasil dari penggabungan usaha atau peleburan usaha. r. Perkiraan waktu pelaksanaan penggabungan usaha atau peleburan usaha. 2.3 Peraturan di Indonesia yang Mengatur Penggabungan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah salah satu badan pemerintah yang bertugas mengawasi proses penggabungan usaha untuk menjaga kemungkinan terjadinya monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. beberapa peraturan yang harus ditaati dalam melakukan penggabungan usaha adalah sebagai berikut. 1. Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2010 tentang Penggabungan Usaha dan Akuisisi. 2. Peraturan KPPU Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Formulir Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan Badan Usaha, dan Pengambilalihan Saham Perusahaan. 3. Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan. 4. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 tahun 2010 Tentang Pedoman 11 23

12 Pelaksanaan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 5. Peraturan Bapepam IX.G 1 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten (khusus untuk perusahaan terbuka). KPPU berhak memberikan pendapat tentang dugaan adanya praktek monopoli atau persaingan tidak sehat pada Penggabungan Usaha apabila gabungan kedua perusahaan itu memiliki nilai aset sebesar Rp ,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah) dan atau nilai penjualan sebesar Rp ,00 (lima triliun rupiah). Hanya saja, oleh karena penggabungan kedua perusahaan merupakan transaksi terafiliasi, maka menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 2010, Transaksi Penggabungan LH dan DA dikecualikan dari kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis. 2.4 Motivasi Penggabungan Usaha Trautwein (1990) memberikan kepada peneliti tujuh teori mengenai motivasi perusahaan melakukan penggabungan usaha, yang terlihat pada Gambar

13 Sumber: Trautwein (1990) Gambar 2.2 Motivasi Penggabungan Usaha Teori efisiensi mengemukakan bahwa perusahaan melakukan penggabungan usaha untuk mendapatkan sinergi dengan perusahaan yang menggabungkan dirinya. Ada tiga tipe sinergi yang dapat diperoleh dari penggabungan usaha ini. 1. Sinergi keuangan mengakibatkan biaya modal yang lebih rendah. Salah satu cara untuk mencapai ini adalah dengan menurunkan risiko sistematis dari portofolio investasi perusahaan dengan berinvestasi dalam berhubungan bisnis yang tidak terkait. Metode lain adalah dengan meningkatkan ukuran perusahaan, sehingga memberikan akses permodalan yang lebih murah. Cara ketiga adalah membuat 13 25

14 pasar modal internal. Sebuah pasar internal beroperasi pada informasi yang lebih akurat dan karena itu dapat mengalokasikan modal dengan lebih efisien. 2. Sinergi operasional dapat berasal dari menggabungkan berbagai operasi unit yang sampai sekarang terpisah (misalnya tenaga penjualan gabungan) atau dari Transfer Pengetahuan (Porter, 1985). Kedua jenis sinergi operasional dapat menurunkan biaya unit usaha yang terlibat atau dapat memungkinkan perusahaan untuk menawarkan produk dan jasa yang unik. Potensi keuntungan ini harus dihitung terhadap biaya menggabungkan atau mengalihkan aset. 3. Sinergi manajemen terwujud ketika perusahaan awal memiliki perencanaan yang unggul dan kemampuan untuk menaikkan kinerja perusahaan target. Alasan dari argumen ini adalah efek motivasi positif yang dianggap berasal dari Leveraged Buy Out (Jensen dan Murphy, 1988). Teori monopoli adalah menyatakan bahwa suatu perusahaan dapat bergabung untuk menguasai mayoritas pasar secara bersama-sama sehingga dapat mengendalikan pasar tersebut. Penggabungan usaha ini memungkinkan perusahaan dapat: 1. melakukan subsidi silang antarproduk yang dimiliki; 2. membatasi lawan di lebih dari satu jenis pasar; 3. mencegah pesaing baru memasuki pasar yang sudah dikuasainya. Teori peningkatan nilai mengasumsikan bahwa penggabungan usaha yang direncanakan dan dilaksanakan oleh manajer yang memiliki informasi yang lebih baik mengenai nilai target dari pasar saham. Teori penaklukan menyatakan bahwa motivasi untuk melakukan penggabungan adalah untuk mengambil kekayaan dari 26 14

15 pemegang saham perusahaan yang digabungkan, baik lewat ancaman pengambil alihan perusahaan maupun penambahan nilai setelah mendapatkan perusahaan tersebut. Teori imperium adalah teori yang mengemukakan bahwa penggabungan direncanakan dan dilaksanakan oleh manajer yang berniat memaksimalkan hasil bagi manajer sendiri dan bukan dari nilai pemegang saham perusahaan. Teori proses mengatakan bahwa penggabungan usaha bukanlah hasil keputusan rasional, tetapi hasil dari proses di luar perhitungan finansial, antara lain sebagai berikut. 1. Hasil dari keputusan yang bersumber dari informasi yang kurang lengkap. 2. Usaha untuk mengembangkan organisasi yang ada. 3. Tekanan politik yang mungkin diterima oleh masing-masing perseroan. Teori Gangguan menyatakan bahwa proses penggabungan perusahaan merupakan akibat dari kondisi makro ekonomi dan pasar yang tidak stabil sehingga mengakibatkan penggabungan perusahaan. 2.5 Penilaian sebagai Persyaratan Transaksi Penggabungan Usaha Dalam Peraturan Bapepam-LK VIII.C.3, aksi korporasi perusahaan terbuka harus dipertanggungjawabkan kepada publik dengan melaporkan hasil penilaian saham dari perusahaan konsultan independen sehingga sesuai juga dengan prinsip good corporate governance (GCG). Penilaian saham ini bertujuan untuk memberikan laporan kepada pihak pemegang saham minoritas, yaitu publik, bahwa aksi korporasi yang dilakukan adalah bermanfaat bagi perusahaan dan juga untuk seluruh pemegang saham, tidak hanya pemegang saham mayoritas saja

16 Menurut Standar Penilaian Indonesia , Penilaian Bisnis dapat digunakan untuk melakukan penggabungan usaha. Dari standar yang ada, Penilaian Bisnis meliputi penilaian entitas, penilaian ekuitas dan penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu. Di dalam kasus transaksi ini, penilaian bisnis yang digunakan adalah penilaian ekuitas, mengingat yang dinilai adalah saham dari PT LH beserta anak-anak perusahaannya (kecuali PT DA), PT DA dan PT LH beserta seluruh anak perusahaannya (termasuk PT DA). Gilbertson dan Preston (2005), mengemukakan bahwa tujuan penilaian adalah memberikan opini tentang nilai penjualan suatu aset bila dijual di pasar atau nilai aset tersebut bagi pemiliknya. Dengan demikian, penilaian harus menggunakan asumsiasumsi yang ada di pasar agar dapat menghasilkan nilai pasar. 2.6 Industri Semen Semen adalah salah satu bahan utama dalam pembangunan. Semen dibuat dari campuran batu kapur, besi, silika dan alumina, yang sering terdapat dalam tanah liat (Davis, 1911). Penemu semen modern pertama kali adalah Edgar Dobbs pada tahun Akan tetapi, penemu semen Portland, yang sampai sekarang masih dipakai mayoritas industri, adalah Joseph Aspdin, yang mematenkan resep pembuatan semen miliknya pada 15 Desember Komposisi semen Portland adalah seperti di Tabel 2.1 dan komposisi mineral di clinker semen Portland ada di Tabel

17 Tabel 2.1 Komposisi Kimia Semen Portland Rumus Kimia Rumus Oksida Rumus Singkat Nama Komposis i Normal Fungsi Mineral Ca 3 SiO 5 (CaO) 3 SiO 2 C 3 S Tricalcium 50-70% Cepat terhidrasi dan Silicate memengaruhi kekuatan (Alite) jangka pendek. Ca 2 SiO 4 (CaO) 2 SiO 2 C 2 S Dicalcium 10-30% Lambat terhidrasi dan Silicate memengaruhi kekuatan (Belite) jangka panjang (setelah 1 minggu). Ca 2 Al 2 O 6 (CaO) 3 Al 2 O C 3 A Tricalcium 3-13% Terhidrasi dengan 3 Aluminate seketika dan mengeluarkan panas. Mempengaruhi kekuatan jangka pendek. Ca 2 Al 2 Fe 2 O (CaO) 4 Al 2 O C 4 AF Tetracalcium 5-15% Cepat terhidrasi Fe 2 O 3 aluminoferrit Bertindak sebagai e campuran dalam pembuatan clinker. Menyumbang warna kelabu pada semen. CaSO 4.2H 2 (CaO)(SO 3 ). C H 2 Calcium 3-7% Digabungkan dengan O (H 2 O) 2 sulfate clinker untuk dihydrate menghasilkan semen (gypsum) Portland. Dapat menggantikan C. Memengaruhi kekuatan jangka pendek. CaSO 4 (CaO)(SO 3 ) C Anhydrous calcium sulfate 0,2-2% Sumber: van Oss, 2005 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Mineral di Clinker Tipe Semen Komposisi Mineral di Clinker* Kegunaan di Semen ASTM C-150 C 3 S C 2 S C 3 A C 4 AF I 50-65% 10-30% 6-14% 7-10% Umum. II 45-65% 7-30% 2-8% 10-12% Mengeluarkan panas sewaktu hidrasi. Menahan erosi karena senyawa sulfat. III 55-65% 5-25% 5-12% 5-12% Memberikan kekuatan awal.** IV 35-45% 28-35% 3-4% 11-18% Mengeluarkan sedikit panas saat hidrasi. V 40-65% 15-30% 1-5% 10-17% Sangat kuat mencegah erosi sulfat. * Hal ini lebih kepada perkiraan dan bukan merupakan definisi yang mengikat ** Kekuatan awal yang tinggi biasanya diperoleh dengan menghaluskan Semen Tipe I Sumber: van Oss, 2005 Secara umum, proses produksi semen dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini

18 Sumber: van Oss, 2005 Gambar 2.3 Proses Manufaktur Semen 2.7 Kondisi Makro Ekonomi dan Industri Produk Domestik Bruto (PDB) dunia tumbuh 4,0 persen pada tahun PDB Indonesia tahun 2011 tumbuh 6,5 persen meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 6,1 persen. Nilai tukar rupiah sebesar Rp8.768/US$ dan cadangan devisa sebesar US$111,3 miliar. Inflasi Indonesia sebesar 3,79 persen dan suku bunga BI sebesar 6,0 persen turun dari tahun 2010 yang sebesar 6,5 persen. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia, jumlah produsen semen di Indonesia hingga tahun 2011 yaitu 9 perusahaan, terbagi dalam 2 kelompok, yaitu 5 perusahaan milik pemerintah dan 4 perusahaan milik swasta. Data produsen dan perkembangan produksi semen di Indonesia disajikan pada Tabel

19 Tabel 2.3 Perkembangan Kapasitas Produksi Semen di Indonesia Tahun (Ribu Ton/Tahun) Produsen BUMN - PT Semen Gresik PT Semen Padang PT Semen Tonasa PT Semen Baturaja PT Semen Kupang SWASTA - PT Indocement Tunggal PT Holcim Indonesia. Tbk PT Semen Andalas *) PT Semen Bosowa TOTAL *) sedang merekonstruksi pabrik baru pada tahun 2011 Sumber : Annual Report PT LH (Kapasitas Produksi Semen PT LH), 2012 dan Asosiasi Semen Indonesia (29 Maret 2012). Berdasarkan kapasitas produksinya, perusahaan semen swasta saat ini mempunyai kapasitas produksi yang lebih besar, yaitu mencapai 61 persen dari total kapasitas produksi nasional sedangkan perusahaan semen milik pemerintah hanya mencapai 39 persen. Kapasitas produksi semen nasional dari tahun 2006 sampai dengan 2011 meningkat dengan rata-rata 5,18 persen pertahun. Konsumsi semen setiap tahunnya meningkat rata-rata sebesar 7,36 persen per tahun. Semen Gresik Group dan Indocement sebagai market leader industri semen di Indonesia. Semen Gresik Group menguasai pangsa pasar sebesar 36,32 persen dan Indocement sebesar 37,15 persen dari pasar domestik industri semen. PT. Holcim Indonesia Tbk. menempati peringkat ketiga dengan kapasitas produksi sebesar 15,32 persen dari total kapasitas produksi semen nasional

20 Amstrong (2013), menyatakan bahwa pada tahun 2012, konsumsi semen dunia mencapai 3,7 miliar ton sehingga menjadi 2 kali lipat dari 1,8 miliar ton pada tahun Pertumbuhan yang positif ini didorong oleh kenaikan konsumsi semen yang tinggi di beberapa negara berkembang di dunia, terutama Republik Rakyat China, yang disebabkan oleh meningkatnya tingkat pendapatan dan fokus pada pembangunan infrastruktur. Berdasarkan alasan di atas maka industri semen masih memiliki prospek kedepannya, dan hal ini memberikan dampak positif terhadap perusahaan produsen semen nasional. Data perkembangan produksi semen di Indonesia adalah sebagai berikut. Tahun Tabel 2.4 Produksi Semen di Indonesia Tahun Produksi Semen (000 Ton) Pertumbuhan (%) (2,61) , , (4,28) , , ,57 Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (29 Maret 2012 dan 28 November 2014) Produksi semen nasional meningkat dengan rata-rata sebesar 5,22 persen per tahun dari tahun 2005 sampai dengan tahun Akan tetapi, pada tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 4,28 persen, hal ini disebabkan krisis ekonomi global yang terjadi sejak tahun 2008 akhir, yang berdampak pula terhadap kegiatan industri semen dalam negeri

21 Seiring dengan meningkatnya konsumsi semen di dalam negeri pada tahun 2011, produksi semen nasional meningkat menjadi 45 juta ton atau naik 19,54 persen dibandingkan tahun Berdasarkan informasi dari Manajemen Perusahaan LH, produksi semen LH pada tahun 2010 sebesar 8,24 juta ton, atau sama dengan 21,78 persen dari total produksi semen di Indonesia. Pada tahun 2011 produksi Perusahaan LH sudah mencapai 8,49 juta ton atau turun menjadi 18,76 persen dari total produksi semen di Indonesia. 2.8 Perkembangan Konsumsi, Ekspor dan Impor Industri Semen Indonesia Data perkembangan konsumsi, ekspor dan impor semen di Indonesia disajikan pada Tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5 Perkembangan Konsumsi, Ekspor dan Impor Semen Nasional Tahun Volume Penjualan Konsumsi Tahun Perusahaan LH Ekspor (Ton) Impor (Ton) (Ton) (Ton) na Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (29 Maret 2012), Laporan Keuangan LH 31 Desember 2010 (2010) dan Manajemen Perusahaan LH Konsumsi semen setiap tahunnya meningkat rata-rata sebesar 7,36 persen per tahun sejak tahun 2005 sampai tahun Hal ini disebabkan banyaknya pembangunan infrastruktur di dalam negeri terlebih di luar Pulau Jawa sehingga terjadi pengalihan fokus pembangunan infrastruktur dari Jawa ke luar Jawa dan pemberian kewenangan pengelolaan uang dari pemerintah pusat ke daerah sehingga 21 33

22 permintaan atas semen meningkat. Volume penjualan Perusahaan LH sejak tahun 2006 sampai dengan 2011 rata-rata sebesar 15,49 persen per tahun terhadap total konsumsi semen di Indonesia. Kenaikan permintaan semen dalam negeri tidak seiring dengan kenaikan permintaan pasar semen untuk luar negeri. Ekspor semen justru menurun setiap tahunnya, hal ini disebabkan ekspor semen dari Indonesia banyak mengalami kesulitan karena ketatnya kompetisi dari negara-negara lain, seperti Cina. Begitu pula dengan harga yang tertekan sehingga kebanyakan produsen di Indonesia lebih berorientasi kepada pasar dalam negeri. Selain itu, produk yang terlalu berat juga membutuhkan biaya transportasi yang tinggi. 2.9 Prospek Industri Semen Industri semen memiliki prospek sebagai berikut. 1. Permintaan semen di dalam negeri meningkat dalam setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi semen domestik meningkat rata-rata sebesar 7,36 persen per tahun. Peningkatan konsumsi ini dikarenakan banyaknya pembangunan infrastruktur di dalam negeri terutama pembangunan di luar Pulau Jawa. 2. Produsen semen di Indonesia kebanyakan lebih berorientasi kepada pasar dalam negeri karena ekspor semen Indonesia banyak mengalami kesulitan, seperti ketatnya kompetisi dari negara lain dan harga yang tertekan. 3. Produksi semen nasional dari tahun 2005 sampai 2011 meningkat rata-rata sebesar 5,22 persen per tahunnya

23 4. Untuk mengantisipasi melonjaknya permintaan semen nasional, beberapa perusahaan telah merencanakan menambahkan kapasitas produksinya dengan membangun pabrik baru. 5. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan industri semen memiliki prospek yang cerah sehingga persentase peningkatan permintaan akan semen di dalam negeri lebih besar dibandingkan dengan persentase peningkatan kapasitas produksi

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih mengarah kepada pertumbuhan yang positif, sehingga hal ini memicu terjadinya persaingan yang sangat ketat baik dari investor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-52/PM/1997 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN PUBLIK ATAU EMITEN

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-52/PM/1997 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN PUBLIK ATAU EMITEN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-52/PM/1997 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN PUBLIK ATAU EMITEN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi INTISARI... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan suatu lembaga yang memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan suatu lembaga yang memiliki peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan suatu lembaga yang memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian suatu negara. Seiring pesatnya perkembangan dunia usaha dalam

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membaik sehingga persaingan bisnis juga akan semakin ketat yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. membaik sehingga persaingan bisnis juga akan semakin ketat yang menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dan industri di Indonesia diprediksi akan semakin membaik sehingga persaingan bisnis juga akan semakin ketat yang menuntut perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) khususnya di industri perbankan dibutuhkan sebuah bank nasional yang besar, kuat, kompeten, maju,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, Direksi dan Dewan Komisaris PT Nusantara Pelabuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA DAFTAR ISI BAB I PROSPEK INDUSTRI SEMEN 1 1.1. BERITA DAN ISU TERBARU 2 1.2. PELUANG INDUSTRI SEMEN 3 Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2010-2017

Lebih terperinci

POKOK POKOK PERUBAHAN ISI PROSPEKTUS HMETD

POKOK POKOK PERUBAHAN ISI PROSPEKTUS HMETD SOSIALISASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU Jakarta,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-614/BL/2011 TENTANG TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA No.45, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Prospektus. Efek Bersifat Ekuitas. Bentuk dan Isi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6029) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama tahun tersebut. Menurunnya daya beli masyarakat yang dipicu dari

BAB I PENDAHULUAN. selama tahun tersebut. Menurunnya daya beli masyarakat yang dipicu dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlambatan ekonomi sepanjang tahun 2015 memberikan pengaruh tersendiri terhadap pertumbuhan beberapa sektor industri dalam negeri, tak terkecuali bagi sektor properti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara sangat memengaruhi tingkat konsumsi baja nasionalnya. Sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.E.2 : TRANSAKSI MATERIAL DAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA UTAMA

PERATURAN NOMOR IX.E.2 : TRANSAKSI MATERIAL DAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA UTAMA PERATURAN NOMOR IX.E.2 : TRANSAKSI MATERIAL DAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA UTAMA 1. KETENTUAN UMUM a. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1) Perusahaan adalah Emiten yang telah melakukan Penawaran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha 1. Bentuk Penggabungan Usaha Penggabungan usaha yang dilakukan oleh PT MB Tbk, PT KS, PT MS dan PT TS, merupakan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR I-D: TENTANG PENCATATAN SERTIFIKAT PENITIPAN EFEK INDONESIA (SPEI) DI BURSA

PERATURAN NOMOR I-D: TENTANG PENCATATAN SERTIFIKAT PENITIPAN EFEK INDONESIA (SPEI) DI BURSA LAMPIRAN Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor : Kep-00389/BEI/06-2009 Tanggal dikeluarkan :12 Juni 2009 Tanggal diberlakukan : 12 Juni 2009 PERATURAN NOMOR I-D: TENTANG PENCATATAN SERTIFIKAT

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DAN PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM EFEK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te No.298, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Perusahaan Publik. Pernyataan Pendaftaran. Bentuk dan Isi. Pedoman (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6166)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selain ditunjang

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selain ditunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5 % tahun ini, yang awalnya hanya ditargetkan 6,4 % oleh pemerintah. Penunjang pertumbuhan ekonomi tahun ini meliputi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2016 KEUANGAN OJK. PT. Peleburan. Penggabungan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5997). PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11011 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT DWIMITRA ENGGANG KHATULISTIWA OLEH PT ANTAM (Persero) Tbk I. LATAR BELAKANG 1.1. Berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. PP No. 45/1995 BAB 1 BURSA EFEK Pasal 1 Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Pasal 2 Modal disetor Bursa Efek sekurang-kurangnya berjumlah Rp7.500.000.000,00 (tujuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perekonomian di dalam negeri maupun di dunia terus mengalami gejolak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perekonomian di dalam negeri maupun di dunia terus mengalami gejolak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perekonomian di dalam negeri maupun di dunia terus mengalami gejolak di berbagai sektor. Perusahaan sebagai salah satu entitas yang terlibat dalam kegiatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan

Lebih terperinci

PT WAHANA PRONATURAL TBK. Check List SEOJK/30/2016 Laporan Tahunan

PT WAHANA PRONATURAL TBK. Check List SEOJK/30/2016 Laporan Tahunan PT WAHANA PRONATURAL TBK Check List SEOJK/30/2016 Laporan Tahunan DAFTAR ISI A. Ikhtisar Data Keuangan Penting B. Informasi Saham C. Laporan Direksi D. Laporan Dewan Komisaris E. Profil Emiten atau Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri semen di Indonesia pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri semen di Indonesia pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri semen di Indonesia pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang pesat. Direktur Pemasaran PT Semen Padang Widodo Santosa di Bengkulu, Selasa (15/12),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi, perusahaan dapat memperoleh dana untuk memperluas usahanya, salah satunya dengan mendaftarkan perusahaan pada pasar modal. Menurut

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 07/KPPU/PDPT/III/2014 TENTANG SALINAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 07/KPPU/PDPT/III/2014 TENTANG SALINAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 07/KPPU/PDPT/III/2014 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT APIRA UTAMA, PT BARA SEJATI DAN PT CAHAYA ALAM OLEH PT BAYAN RESOURCES

Lebih terperinci

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5504 OJK. Pungutan. Kewajiban. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 33) PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PENGGABUNGAN USAHA PERUSAHAAN PUBLIK

PENGGABUNGAN USAHA PERUSAHAAN PUBLIK PENGGABUNGAN USAHA PERUSAHAAN PUBLIK Oleh: R. MUHAMMAD TAUFIQ KURNIADIHARDJA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Penggabungan usaha (merger) adalah perbuatan hukum yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri manufaktur semasa krisis global lalu tahun termasuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri manufaktur semasa krisis global lalu tahun termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri manufaktur semasa krisis global lalu tahun 2008-2009 termasuk salah satu dari beberapa industri yang paling merasakan pahitnya krisis ekonomi global. Industri

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Enterprice (DICE) dan telah memiliki kapasitas produksi terpasang tahunan

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Enterprice (DICE) dan telah memiliki kapasitas produksi terpasang tahunan BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Perusahaan Sejarah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk diawali pada tahun 197 dengan rampungnya pendirian pabrik Indocement yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH BANGUN BANUA KALIMANTAN SELATAN MENJADI PERSEROAN TERBATAS BANGUN BANUA KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20.. TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20.. TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK Yth. Direksi Emiten atau Perusahaan Publik di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20.. TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. Ayat 1 Tidak Ada Perubahan Perubahan Pada Ayat 2 menjadi berbunyi Sbb: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Perseroan dapat membuka kantor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Laba Bersih Kuartal AGII Naik Lebih Dari 10% Year-On-Year dengan total melebihi Rp 30 miliar

Laba Bersih Kuartal AGII Naik Lebih Dari 10% Year-On-Year dengan total melebihi Rp 30 miliar LAPORAN PERS Untuk Segera Didistribusikan Laba Bersih Kuartal 1 2018 AGII Naik Lebih Dari 10% Year-On-Year dengan total melebihi Rp 30 miliar Jakarta, 1 Mei 2018 PT Aneka Gas Industri, Tbk (Stock Code:

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-413/BL/2009 TENTANG TRANSAKSI MATERIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Semen Tiga Roda adalah sebuah merek semen yang diproduksi oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa. Perusahaan ini menjadi salah satu produsen utama semen

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11712 TENTANG

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11712 TENTANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A11712 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT MULTI TAMBANGJAYA UTAMA

Lebih terperinci

KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM TENTANG RENCANA PENAMBAHAN MODAL TANPA MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU

KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM TENTANG RENCANA PENAMBAHAN MODAL TANPA MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM TENTANG RENCANA PENAMBAHAN MODAL TANPA MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU Keterbukaan Informasi ini dibuat dan dilakukan dalam rangka memenuhi Peraturan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada tanggal 16 Januari 1985 berdasarkan akta notaris Ridwan Suselo, S.H., No. 27.

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada tanggal 16 Januari 1985 berdasarkan akta notaris Ridwan Suselo, S.H., No. 27. BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN III.1 Sejarah Perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. ( Perusahaan ) didirikan di Indonesia pada tanggal 16 Januari 1985 berdasarkan akta notaris Ridwan Suselo,

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT. (Audit Committee Charter)

PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT. (Audit Committee Charter) PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT 28 November 2013 PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN... 1 A.1. Latar Belakang Penyusunan... 1 A.2. Tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN BENTUK HUKUM PERUSAHAAN DAERAH PELABUHAN CILEGON MANDIRI MENJADI PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN Dalam rangka menerapkan asas asas Tata Kelola Perseroan yang Baik ( Good Corporate Governance ), yakni: transparansi ( transparency ), akuntabilitas ( accountability

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

Audit Committee Charter- SSI. PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

Audit Committee Charter- SSI. PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) Daftar Isi Halaman I. Pendahuluan Latar belakang..... 1 II. Komite Audit - Arti dan tujuan Komite Audit...... 1 - Komposisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Baja merupakan bahan baku penting dalam proses industri sehingga

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Baja merupakan bahan baku penting dalam proses industri sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja merupakan bahan baku penting dalam proses industri sehingga konsumsi baja dapat digunakan sebagai indikasi kemajuan suatu negara (Hudson, 2010). Kecenderungan konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya I. PENDAHULUAN I.1 latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 hingga 2007 mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya surplus neraca pembayaran serta membaiknya

Lebih terperinci

Laba Bersih AGII Tahun 2017 Naik 52% di atas Rp 90 miliar,

Laba Bersih AGII Tahun 2017 Naik 52% di atas Rp 90 miliar, LAPORAN PERS Untuk Segera Didistribusikan Laba Bersih AGII Tahun 2017 Naik 52% di atas Rp 90 miliar, Jakarta, 29 Maret 2018 PT Aneka Gas Industri, Tbk. (Stock Code: AGII.IJ) merilis laporan keuangan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian yang semakin merosot di Indonesia disebabkan oleh krisis moneter, serta merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DAN PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM EFEK

Lebih terperinci

PENJELASAN MENGENAI AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT PEMBANGUNAN GRAHA LESTARI INDAH, TBK Medan, 25 Mei 2016

PENJELASAN MENGENAI AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT PEMBANGUNAN GRAHA LESTARI INDAH, TBK Medan, 25 Mei 2016 PENJELASAN MENGENAI AGENDA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN PT PEMBANGUNAN GRAHA LESTARI INDAH, TBK Medan, 25 Mei 2016 Sehubungan dengan rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan ( RUPST )

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PERSEROAN TERBATAS (PT) LAMPUNG JASA UTAMA

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PERSEROAN TERBATAS (PT) LAMPUNG JASA UTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PERSEROAN TERBATAS (PT) LAMPUNG JASA UTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-521/BL/2010 TENTANG TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM TERKAIT DENGAN TRANSAKSI AFILIASI DAN TRANSAKSI MATERIAL PT MODERNLAND REALTY Tbk

KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM TERKAIT DENGAN TRANSAKSI AFILIASI DAN TRANSAKSI MATERIAL PT MODERNLAND REALTY Tbk KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM TERKAIT DENGAN TRANSAKSI AFILIASI DAN TRANSAKSI MATERIAL PT MODERNLAND REALTY Tbk INFORMASI SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM KETERBUKAAN INFORMASI INI PENTING DAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.05/2016 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Anotasi. Naskah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN DAN/ATAU TAMBAHAN KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM PT J RESOURCES ASIA PASIFIK

PERUBAHAN DAN/ATAU TAMBAHAN KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM PT J RESOURCES ASIA PASIFIK PERUBAHAN DAN/ATAU TAMBAHAN KETERBUKAAN INFORMASI KEPADA PEMEGANG SAHAM PT J RESOURCES ASIA PASIFIK Tbk. Dalam rangka memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 32/POJK.04/2015 tentang Penambahan Modal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA 1 PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-552/BL/2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PT TIRTA GEMAH RIPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci