BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE"

Transkripsi

1 BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE Runner merupakan bagian dari turbin francis. Keberadaan runner dinilai sangat penting karena dibagian inilah sebuah usaha gerak akan diperoleh oleh sebuah runner sehingga menghasilkan daya listrik. Oleh karena itu sebuah runner harus dibuat sebaik mungkin dengan geometri yang sesuai dengan rancangan. Sebuah runner dapat diproduksi oleh tiga jenis cara yaitu one-piece casting (satu kesatuan), two-piece casting (dua bagian dalam satu kesatuan) dan three-piece casting (bagian terpisahkan). Pada penelitian ini akan dilakukan three-piece casting yaitu produksi secara terpisahkan, runner dibagi menjadi tiga bagian terpisahkan berupa cone, ring dan blade. Cone dan ring adalah bagian yang menyatu dengan rumah turbin sedangkan blade merupakan bagian yang menyatu dengan cone dan ring. Geometri cone dan ring tingkat presisi harus sesuai dengan housing sedangkan blade dengan bentuk profil sebuah sudu maka perlu disesuaikan. Blade merupakan bagian dari runner turbin francis. Blade yang biasanya dikenal dengan nama sudu ini dapat diproduksi dengan beberapa cara salah satunya yaitu dengan cara pengecoran. Sebenarnya pengecoran bisa dilakukan secara kesatuan dan utuh tetapi kondisi tersebut lebih sulit dalam melakukan proses finishing walaupun dengan proses itu memakan ongkos produksi yang rendah. Pengecoran secara bagian-bagian ini dapat dirakit dengan proses pengelasan dengan cara menghubungkan bagian blade dengan bagian ring dan cone sehingga bagian utuhnya disebut runner. Berikut ini perlu adanya tahapan-tahapan perancangan cetakan sampai dengan produksi pada Gambar Modeling 2D dan 3D runner 2. Perancangan Cetakan Casting a. Perancangan penambah b. Perancangan sistem saluran

2 Gambar 3.1 Flowchart perancangan cetakan 3.1 Data dan Literatur Runner turbin francis dibuat dengan sistem three-piece casting yaitu membagi runner menjadi tiga komponen utama yaitu cone, ring dan blade sehingga dapat disambung dengan cara pengelasan. Berdasarkan fungsinya sebagai turbin francis maka sebuah runner harus memiliki beberapa sifat, yaitu: a. Mempunyai ketahanan korosi terhadap air, uap, air garam, dan amonia. b. Mempunyai ketahanan aus terhadap kavitasi, c. Mempunyai kemampuan dengan pengelasan (weldability) d. Mempunyai kemampucorannya bagus.

3 Berdasarkan sifat-sifat yang harus dipenuhi diatas maka dapat didapatkan di literatur dan sumber yang lain seperti internet, bahan material yang cocok adalah jenis baja cor tahan karat atau cast steel. Material ini dinamakan Ca6NM berdasarkan ASTM atau Sweden : 2385 Germany (W.Nr) : Germany (DIN) : X 6 CrNi 13 4, G-X 5 CrNi 13 4 France (Afnor) : Z5CN 13.4, Z4CND 13.4 M Great Britain(B.S) : 425 C 11 Italy(UNI) : GX 6 CrNi USA (AISI/SAE/ATM) : CA 6-NM Komposisi Ca6NM ini adalah 0.06% C,13 % Cr, 4%Ni, 0.5 Mo dan 0.8 Mn. Range komposisi dalam Ca6NM dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini: Tabel 3.1 Batas maksimum dan minimum Ca6NM C Mn Si Cr Ni Mo P S Cu+W+V Min % `Max % Aplikasi material ini diperuntukkan untuk Pump casings, bowls, impellers and diffusers, valve bodies, water turbine components, ships propellers. Sifat-sifat fisik material Ca6NM dapat dilihat pada Tabel 3.2

4 Tabel 3.2 Sifat-sifat fisik Ca6NM No Sifat-Sifat Nilai 1. Density 7.85 kg/m3 2. Liquidus C 3. Solidus C 4. Thermal conductivity (212 F) W/m K Thermal conductivity (1000 F) 28.9 W/m K 5 Thermal Expansion (212 F) 6e-6 in/in F Thermal Expansion (1000 F) 7 e-6in/in F 6. Kekuatan Mpa 7. Magnetic Permeability feromagnetik Sifat-sifat mekanik material Ca6NM dapat dilihat pada Tabel 3.3 Tabel 3.3 Sifat-sifat Mekanik CA6NM Material Yield (Mpa) Tensile Elong Hadrness State (Mpa) (%) (Brinell) Ca6NM Tempered 3.2 Sketch 2D dan Modeling 3D Runner Sebelum sketch dan modeling runner, dalam merancang sebuah turbin air berdasarkan referensi Meerwarth, Wasserkraftmaschinen, Springer-Verlag, Berlin, 1963 perlu diketahui lima data seperti tinggi air jatuh (Head), kapasitas aliran rencana (Qn), putaran poros turbin (n), efisiensi total (η ) dan tekanan atsmosfer. Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung daya maksimum turbin (Nn), putaran spesifik (ns), putaran normalisasi (n1), debit normalisasi (Q1), diameter tip masuk (D1), tinggi pemasukan (b1), diameter draft tube (Ds), diameter hub masuk (D1i), diameter hub keluar (D2i), diameter tip keluar (D2a),

5 kecepatan meridian masuk (cm1) dan tinggi hisap maksimal (Hs) seperti pada Gambar 3.2. Setelah data runner diketahui maka dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya yaitu pemodelan runner. Pemodelan runner ini berguna untuk memberikan gambaran bentuk geometri benda yang akan dicor kepada perancang cetakan. Langkah pertama yang dilakukan dari pemodelan runner turbin francis berupa gambar dua dimensi (2D). Gambar 2D tersebut kemudian diubah menjadi model solid tiga dimensi (3D) dengan menggunakan software Pro/Engineer yang berbasis fasilitas atau fitur. D1 D1i b1 Cm1 D2i D2a Ds Cs Gambar 3.2 Runner turbin francis Pemodelan solid 3D runner turbin francis menggunakan sejumlah fitur seperti: protrusion, revolve, mirror, cut, chamfer, dan round. Gambar 3.3 menunjukkan bahwa setelah sketch 2D maka ditempuh penggunaan protrusionrevolve yang digunakan untuk menghasilkan model solid 3D dengan memutar sketsa 2D sebesar mengelilingi sumbu referensi-putar. Pembuatan runner ini dibagi menjadi 3 bagian komponen yaitu ring, cone dan blade seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3. dan gambar solid 3D runner ditunjukkan pada gambar 3.4.

6 (a) Ring (b) Cone Gambar 3.3 Sketsa 2D runner turbin Francis. (a) Ring (b) Cone Gambar 3.4 Solid 3D Runner Turbin Francis

7 3.3 Perancangan Cetakan Proses perancangan cetakan membutuhkan model acuan yang lebih dikenal dengan model pengecoran. Model acuan ini dibuat dengan sebenarbenarnya model yang benar dalam segi geometri, dimensi maupun toleransi. Dalam merancang sebuah proses cetakan diperbolehkan mengubah geometri dari sebuah model acuan tetapi hal ini perlu diklarifikasi terlebih dahulu kepada perancang runner karena dalam pertimbangan adanya cacat atau hasil coran berkualitas buruk apabila proses pengecoran tetap dilanjutkan perlu adanya proses selanjutnya seperti proses finishing dengan proses pemesinan. Oleh karena itu perlu menjadi pertimbangan dalam membuat model pengecoran yaitu: Kompensasi penyusutan (shrinkage) material ketika mengalami pemadatan sehingga volume harus diperbesar. Pada penelitian ini menggunakan cast steel yang mengalami penyusutan sebesar 1.8%. Menghindari dan mengubah sudut, pojok, dan sisi-sisi tajam pada model pengecoran yang dapat menyebabkan retak pada produk. Menghindari ketebalan penampang yang tidak seragam dan dinding tipis yang luas pada model pengecoran. Ketebalan yang tidak seragam menyebabkan rongga penyusutan sedangkan dinding menyebabkan produk melengkung pada saat pemadatan. Penambahan dimensi pada bagian-bagian tertentu pada model pengecoran untuk proses finishing dengan mesin. Fitur-fitur dalam (internal features) pada model pengecoran seperti lubang hendaknya dibuat sesedikit mungkin. Karena fitur-fitur tersebut dapat memperlama proses pembuatan cetakan dan menyebabkan masalah baru ketika proses penuangan. Setelah pertimbangan tersebut maka dirancang sebuah model pengecoran yang dapat ditambahkan sistem penambah, sistem saluran maupun chill. Dalam merancang cetakan perlu data awal berupa volume dan luas permukaan efektif (CSA) pada model pengecoran. Oleh karena itu diperlukan software Pro engineer lagi untuk menghasilkan data tersebut. Input yang dimasukkan berupa massa jenis produk coran sehingga diperoleh hasil volume dan luas permukaan efektif.

8 3.3.1 Perancangan Sistem Penambah Sistem penambah dalam proses pengecoran berperan sangat penting walaupun terlihat seperti boros dalam hal material baku. Akan tetapi peran sistem penambah dalam suatu cetakan berfungsi sebagai penyuplai logam cair ke produk coran yang mengalami penyusutan selama proses pemadatan dan pendinginan berlangsung. Besarnya penyusutan tergantung oleh jenis logam cair tersebut. Dalam merancang sistem penambah, hal yang perlu diperhatikan adalah arah proses pemadatan sehingga dapat diperkirakan letak produk yang mengalami pemadatan terakhir. Ketebalan produk perlu diperhatikan karena penyusutan terjadi pada produk yang mempunyai ketebalan yang extra dibandingkan yang lainnya. Dua bagian utama sistem penambah yaitu penambah dan leher penambah. Penambah berguna sebagai tempat menampung logam cair penyuplai sedangkan leher penambah sebagai saluran untuk mengalirkan logam cair menuju produk coran. Pada material cast steel leher diameter leher penambah dan diameter penambah dirancang memiliki dimensi yang tidak jauh berbeda dengan tetap berdasarkan ketentuan leher penambah mempunyai ukuran yang lebih kecil. Proses pemadatan harus mengarah ke penambah dengan pengertian bahwa produk coran mengalami pemadatan awal, diikuti leher penambah dan yang terakhir penambah. Ujung leher penambah yang akan menempel pada produk haruslah dirancang sedemikian rupa dengan acuan standar agar penambah mudah untuk dilepas dari produk tanpa merusak produk itu sendiri. Biasanya di lapangan untuk melepaskan penambah dengan cara hammer atau dipukul. Selain itu ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam merancang sistem penambah yaitu meliputi lokasi penambah, metode penambah yang sesuai, dimensi penambah dan penentuan jumlah penambah. Gambar 3.5 Sistem Penambah [17]

9 Lokasi Penambah Dalam merencanakan penambah yang harus diperhatikan adalah arah proses pemadatan. Sistem penambah harus diletakkan di lokasi yang mengalami proses pemadatan paling akhir berdasarkan geometri berupa ketebalan antara volume dan luas permukaan. Berdasarkan hal tersebut dapat diamati lokasi atau letak penambah. Ring hanya diberi top riser saja sedangkan pada cone diberi top riser dan side riser pada sisinya. Blade ditambahkan riser yang menyatu pada pengalir (runner) dan cawan tuang (pouring). Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.12 mengenai lokasi penambah pada ring, cone dan blade Metode Sistem Penambah Metode penambah yang dapat digunakan pada sebuah cetakan adalah pressure control risering (PCR) atau bottle riser, directly applied risering (DAR) dan riserless.. Diagram alir untuk memilih metode penambah yang sesuai dapat dilihat pada Gambar 3.6. Gambar 3.6 Diagram Alir Metode Penambah (cetakan lemah yaitu green sand, shell non-compacted chemically bonded sand dan cetakan kuat yaitu well compacted chemically bonded sand, cement sand, dry sand, permanent mould) [17] Penelitian ini menggunakan sebuah runner turbin francis yang dibagi menjadi tiga bagian berupa ring, cone dan blade. Ring dan cone menggunakan proses pengecoran sand casting (pengecoran pasir) sedangkan blade

10 menggunakan pengecoran berpola lilin (invesment casting). Berdasarkan data tersebut maka metode yang sesuai dapat diperoleh melalui diagram alir metoda sistem penambah yaitu pada ring dan cone termasuk kategori cetakan lemah sedangkan blade termasuk kategori cetakan kuat. Modulus pengecoran ring, cone dan blade ditunjukkan pada Tabel 3.4 Tabel 3.4 Nilai Modulus Pengecoran Runner No Bagian Runner 1. Ring 2. Cone Lokasi A Lokasi B 3. Blade Modulus pengecoran (Mc=V/CSA) CSA = mm2 Volume= mm3 Massa = Kg Mc = 1.02 CSA = mm2 Volume = mm3 Massa = Kg Mc =2.70 CSA = mm2 Volume = mm3 Massa = Kg Mc =0.92 CSA = mm2 Volume = mm3 Massa = Kg Mc =0.51 Jenis Cetakan Sand Casting (cetakan lemah) Sand Casting (cetakan lemah) Invesment Casting (Cetakan kuat) Berdasarkan hasil cetakan dan nilai modulus pengecoran, maka metode penambah yang sesuai untuk cetakan ring dan cone yaitu pressure control risering (PCR) sedangkan blade menggunakan Riserless Design. Prinsip PCR (ring dan cone), metode ini dipilih karena proses pengecoran sand casting pada cone dan ring merupakan cetakan pasir yang tergolong cetakan lemah berdasarkan diagram alir gambar 3.6. Selain itu, berdasarkan perhitungan di software Pro-Engineering pada tabel 3.1 mempunyai modulus >1. Prinsip metode ini adalah setelah proses

11 penuangan logam cair ke cetakan selesai, logam cair di rongga cetakan akan menyusut (contraction) saat proses pemadatan berlangsung sehingga akan terjadi rongga. Logam cair yang ada di dalam penambah akan mengalir ke rongga tersebut untuk menghindari cacat rongga akibat logam cair yang menyusut. Selain itu, temperatur logam cair yang tinggi saat proses penuangan menyebabkan cetakan dapat membesar (expansion), sehingga logam cair akan terdorong keluar. Logam cair ini akan ditampung oleh sistem penambah kemudian dialirkan kembali saat proses pendinginan berlangsung. Prinsip Riserless (blade), metoda ini dipilih karena proses pengecoran invesment casting pada blade merupakan cetakan keramik yang tergolong cetakan kuat berdasarkan diagram alir gambar 3.6. Selain itu, berdasarkan perhitungan di software Pro-Engineering pada tabel 3.1 mempunyai modulus >1. Prinsip metode ini adalah ketika penuangan logam cair ke cetakan maka logam cair akan menyusut cepat sehingga dengan adanya sistem penambah maka proses penyusutan dapat dihindari. Sedangkan cetakan cenderung kuat sehingga sulit untuk mengalami pembesaran. Meskipun ada pembesaran, nilainya kecil Perhitungan Dimensi dan Jumlah Penambah Nilai dimensi sistem penambah ditentukan oleh nilai modulus pengecoran (Mc). Nilai modulus pengecoran masing-masing lokasi penambah yang merupakan perbandingan antara volume dan luas permukaan untuk perpindahan panas ditunjukkan. Setelah diketahui nilai modulus pengecoran masing-masing lokasi, maka dimensi sistem penambah (penambah dan leher penambah) dapat dihitung. Proses perhitungan dimensi sistem penambah berdasarkan diagram alir yang ditunjukkan pada gambar 3.7

12 Gambar 3.7 Diagram Alir Perhitungan Dimensi Penambah a. Menghitung Modulus Riser dan Modulus Leher Modulus adalah rasio volume terhadap luas permukaan. Pada baja ada ketentuan khusus yaitu perbandingan antara modulus coran (Mc) : modulus leher riser (Mr) : Modulus riser = 1: 1.2: 1.2. Pada tabel 3.5 dapat dilihat hasil perhitungan modulus riser dan modulus leher riser. Tabel 3.5 Perhitungan modulus leher riser (Mn) dan modulus riser (Mr) No 1. Ring 2. Cone 3. Blade Bagian Runner Lokasi A Lokasi B Modulus pengecoran Mc :Mr :Mn = 1:1.2:1.2 Mr = 1.23 Mn = 1.23 Mr = 3.25 Mn = 3.25 Mr = 1.10 Mn = 1.10 Mr = 0.60 Mn = 0.60 b. Menghitung Diameter Penambah, Tinggi Penambah dan Diameter Leher Pertama kali untuk menghitung diameter, tinggi penambah dan diameter leher maka haruslah menentukan jenis penambah apa yang sesuai dengan produk coran. Metoda PCR mempunyai tiga jenis penambah yaitu top riser, side riser (kontak pada cope) dan side riser (kontak pada drag). Ring menggunakan side riser, cone pada lokasi A menggunakan top riser

13 sedangkan lokasi B menggunakan side riser (kontak pada drag). Blade yang menggunakan riserless design menggunakan riser yang menyatu dengan runner dan pouring. Berdasarkan tabel 2.3 maka dapat dihitung volume penambah, modulus penambah sesuai tipe penambah. Ring yang menggunakan top riser mempunyai modulus riser 1.23 dan modulus leher riser sebesar 1.23 maka dapat diperoleh volume penambah yaitu; V R = 1.04 X D 3 = 1.04 X = cm3 Besarnya diameter penambah dan diameter leher penambah jenis top riser Besarnya tinggi penambah, D R = 4.53 X Mc = 4.53 X = cm D NR = D R = cm H R = 1.5 X D R = cm Adapun hasil perhitungan dimensi ring, cone dan blade pada tabel 3.6 Tabel 3.6 Perhitungan Dimensi Sistem Penambah (V R : Volume Penambah, H: Tinggi Penambah, D R : Diameter Penambah, D NR : Diameter Leher Penambah) No Bagian Runner V R (cm3) D R (cm) D NR (cm) H R (cm) 1. Ring 2. Cone A B Blade c. Menghitung Jangkauan penambah dan Jumlah Penambah Jumlah penambah yang digunakan pada suatu cetakan harus disesuaikan dengan jangkauan penambah dan besar penyusutan yang terjadi selama proses pemadatan dan pendinginan berlangsung. Untuk menghitung

14 jumlah penambah berdasarkan jangkauan, maka digunakan persamaan (2.7) untuk menghitung jangkuan penambah dan persamaan (2.8) untuk menghitung jumlah penambah. Tabel 3.7 Perhitungan jumlah penambah (N P : Jumlah penambah, K: Panjang coran atau keliling lingkaran coran,j P : Jangkauan penambah) No Bagian Runner b(cm) K(cm) Jp(cm) N R (cm) 1. Ring Cone Lokasi A Lokasi B 3` Perancangan Sistem Saluran Setelah saluran penambah ditentukan letak dan jumlah penambah pada sebuah runner maka ditentukan sistem saluran masuk yang berfungsi mengantarkan logam cair dari ladel menuju rongga cetakan. Sistem saluran turun terdiri dari saluran masuk (in-gate), pengalir (runner), saluran turun (sprue) dan cawan tuang (pouring). Semua perancangan dihitung dengan data berupa volume produk dan penambah. Perancang sistem saluran tidaklah mudah, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu ukuran dimensi harus sesuai agar sistem saluran dapat mengantarkan logam cair ke rongga cetakan secepat mungkin karena proses penuangan logam cair dari ladel ke cetakan dilakukan dengan cepat. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan panas yang hilang (heat loss) dari logam cair sewaktu proses penuangan. Penuangan yang cepat juga dapat meminimalkan terjadinya proses oksidasi yang dapat meminimalkan terjadinya aliran turbulen yang dapat menyebabkan terkikisnya cetakan pasir, mencegah cacat coran. Berikut ini adalah diiagram alir perhitungan sistem saluran pada gambar 3.8.

15 Gambar 3.8 Diagram Alir Perhitungan Saluran Cetakan Perhitungan Massa, friksi dan time pouring Langkah awal yang dilakukan dalam perancangan sistem saluran adalah menghitung gesekan pada saluran berupa friksi (f) dan waktu tuang yang efektif (t). Data yang perlu diketahui sebelum menghitung friksi dan waktu tuang adalah massa logam cair tersebut. Massa logam cair dan volume (coran dan penambah) dapat diperoleh dari proses measurement oleh software Pro Engineering. Gambar 3.9 (a) Tabel Friksi (b) Kurva massa (kg) terhadap Pouring time (s) [17] Berdasarkan gambar massa cetakan dan gambar 3.9 maka diperoleh nilai gesekan dan waktu tuang pada tabel 3.8.

16 Tabel 3.8 Perhitungan friksi dan waktu tuang sistem saluran cetakan No Bagian Runner Massa Total (kg) friksi (fr) Waktu tuang (sekon) 1. Ring Cone Blade Penentuan tinggi saluran turun dan tinggi coran Selain faktor gesekan dan waktu tuang, untuk menghitung luas penampang pencekik, juga perlu ditetapkan jenis sistem saluran, tinggi saluran turun (H), dan tinggi coran (b). Gambar ketinggian coran ditunjukkan pada gambar Sistem saluran yang dipilih adalah sistem saluran gate-runner yang menempatkan pencekik di antara saluran masuk dan saluran pengalir. Tinggi saluran turun dan tinggi coran cone, ring dan blade pada tabel 3.6. Gambar 3.10 Gambar perbandingan ketinggian saluran turun terhadap bidang runner.

17 Tabel 3.9 Penentuan ketinggian saluran turun dan tinggi coran No Bagian Runner Tinggi Saluran Turun H (cm) Tinggi Coran b (cm) 1. Ring Cone Blade Perhitungan Luas Penampang Pencekik (Choke) Dari data-data pada tabel 3.9 maka dapat diperoleh diperoleh kecepatan aliran logam sebesar: V C = f r x cm 2 g H = 0,73 x 2 (980 ) (28cm) 2 = 152 cm/det det Proses pengecoran cone, ring dan blade menempatkan seluruh coran di bagian kup (cope), sehingga untuk mencari luas penampang pencekik digunakan persamaan (2.12). Besar luas penampang pencekik pada ring yang diperoleh yaitu: A C = t f r = 152 cm 2 2 g 1,5 b V C 3 3 [ H ( H b) ] Luas penampang pencekik selengkapnya ditunjukkan pada tabel 3.10 Tabel 3.10 Perhitungan Luas Pencekik (A C ) No Bagian Runner Kecepatan Aliran Vc (cm/det) Luas Pencekik A C (cm 2 ) 1. Ring Cone Blade Perhitungan Luas Penampang Sistem Saluran Setelah luas penampang pencekik telah diketahui maka dapat diperoleh proses perhitungan luas penampang sistem saluran dapat dilakukan. Untuk menghitung luas penampang saluran masuk dan saluran pengalir dibutuhkan luas

18 penampang pencekik saja, namun untuk menghitung luas penampang saluran turun diperlukan data tambahan mengenai tinggi saluran turun dan tinggi cawan tuang. Tinggi saluran turun dan tinggi cawan tuang umumnya diambil ¼ dari tinggi saluran turun. Proses perhitungan saluran masuk berdasarkan persamaan (2.) dan nilai luas pencekik pada tabel 3.10 maka diperoleh besar saluran masuk (gate) pada ring adalah, A G = A c 2 = 1.74 cm 2 Sedangkan luas saluran pengalir (runner) adalah A R = 3 x 2. A G = cm 2 Sedangkan saluran turun (sprue) adalah A S = A C x (3.86) 1/2 = cm 2 Luas penampang saluran turun, pengalir dan saluran masuk pada cone, ring dan blade ditunjukkan pada tabel Tabel 3.11 Perhitungan luas saluran penampang No Bagian Runner A G (cm 2 ) A G\R (cm 2 ) A S (cm 2 ) 1. Ring Cone Blade Perhitungan Dimensi Sistem Saluran Langkah terakhir dalam merancang sebuah sistem saluran adalah menentukan dimensi dari luas penampang masing-masing saluran. Aturan dimensi sistem saluran mengikuti ditunjukkan pada Gambar Aturan dimensi saluran masuk adalah ukuran panjang sama dengan empat kali lebarnya (p = 4 x l) agar agar proses pendinginannya cepat sehingga saluran masuk mengalami proses pemadatan cepat yang dapat mencegah mengalirnya logam dari produk coran ke pengalir sedangkan saluran pengalir memiliki dimensi dengan panjang yang sama

19 dengan dua kali lebarnya. Besar dimensi penampang sistem saluran dapat dilihat pada tabel Gambar 3.11 Aturan Dimensi Luas Penampang Tabel 3.12 Perhitungan dimensi luas saluran No Bagian A G A R A S Runner (cm 2 ) (cm 2 ) (cm 2 ) 1. Ring 2. Cone Hasil Perhitungan perancangan coran berupa model coran dapat dilihat pada gambar 3.12 dan tabel Model coran tersebut berupa 3D yang disimpan dalam bentuk.*stl yang dilihat dan dibuka di program Coyu Viewer. Dari perhitungan pengecoran belum dapat dipastikan apakah pengecoran tersebut menghasilkan produk coran yang bagus atau tidak. Oleh karena itu perlu software casting agar membantu secara visualisasi pengecoran layaknya proses pengecoran sebenarnya.

20 Tabel 3.13 Hasil Perancangan Cetakan No Bagian Runner Geometri 1 Ring Volume = e+07 mm3 Surface Area = e+06 mm2 Density = 7.85e-06 kg /mm3 Massa = e+01 Kg 2. Cone Volume = e+07 mm3 Surface Area = e+06 mm2 Density = 7.85e-06 kg/mm3 Massa = e+02 Kg 3. Blade Volume = e+06 mm3 Surface Area = e+05 mm2 Density = 7.85e-06 kg /mm33 Massa = e+00 Kg (a) (b)

21 (c) Gambar Model Coran (a) Ring, (b) Cone (c) Blade

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE Hasil perancangan cetakan sistem penambah dan sistem saluran pada bab III yang menghasilkan model cetakan dalam proses pengecoran belum dapat dipastikan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

PERANCANGAN CETAKAN DAN SIMULASI PEMBUATAN RUNNER TURBIN FRANCIS DENGAN METODA THREE-PIECE CASTING. Aris Muhammad Ridwan

PERANCANGAN CETAKAN DAN SIMULASI PEMBUATAN RUNNER TURBIN FRANCIS DENGAN METODA THREE-PIECE CASTING. Aris Muhammad Ridwan PERANCANGAN CETAKAN DAN SIMULASI PEMBUATAN RUNNER TURBIN FRANCIS DENGAN METODA THREE-PIECE CASTING TUGAS SARJANA Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN Oleh: M.Nawarul Fuad Shibu lijack LATAR BELAKANG Fungsi velg sebagai roda

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING TUGAS AKHIR Surabaya, 15 Juli 2014 PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING Oleh : Muhammad MisbahulMunir NRP. 2112 105 026 Dosen

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING Sidang Tugas Akhir (TM 091486) STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING oleh : Rachmadi Norcahyo

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING Oleh: Agung Tri Hatmoko 2111 105 017 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM 1 PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

MODIFIKASI GATING SYSTEM UNTUK MENGATASI CACAT SHRINKAGE PADA BAGIAN GROOVE PADA PRODUK PUMP CASING F-60 DENGAN MATERIAL AISI 304

MODIFIKASI GATING SYSTEM UNTUK MENGATASI CACAT SHRINKAGE PADA BAGIAN GROOVE PADA PRODUK PUMP CASING F-60 DENGAN MATERIAL AISI 304 MODIFIKASI GATING SYSTEM UNTUK MENGATASI CACAT SHRINKAGE PADA BAGIAN GROOVE PADA PRODUK PUMP CASING F-60 DENGAN MATERIAL AISI 304 Dony Perdana 1*, Eddy Gunawan 2 dan Miftahul Munif 3 1 Dosen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan Aluminium dan Logam paduan Aluminium didunia industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat ini, menuntut manusia untuk melaksanakan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (4) ISSN: 7-59 (-97 Print) F-66 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu dengan Pengikat Semen pada Pasir Cetak terhadap Cacat Porositas dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir (Soejono Tjitro) Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir Soejono Tjitro Dosen

Lebih terperinci

PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor gaya normal gravitasi selama berputar

PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor gaya normal gravitasi selama berputar PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) Kecepatan Putar Centrifugal Casting Kecepatan putar dapat dihitung melalui perumusan sebagai berikut [7]: dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN Sebelum melakukan perancangan mould untuk Tutup Botol ini, penulis menetapkan beberapa tahapan kerja sesuai dengan literatur yang ada dan berdasarkan pengalaman para pembuat

Lebih terperinci

TI-2121: Proses Manufaktur

TI-2121: Proses Manufaktur TI-11: Proses Manufaktur Dasar-dasar Pengecoran Logam Laboratorium Sistem Produksi www.lspitb.org 003 1. Hasil Pembelajaran Umum: Memberikan mahasiswa pengetahuan yang komprehensif tentang dasar-dasar

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turbin Air Turbin air memanfaatkan energi potensial air untuk menggerakkan generator yang selanjutnya diubah menjadi energi listrik. Pemakaian turbin air di pusat pembangkit

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04 Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : 24410682 KELAS : 4IC04 ABSTRAKSI Muhammad Faisal. 24410682 PROSES PELEBURAN HINGGA

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

Merencanakan Pembuatan Pola

Merencanakan Pembuatan Pola SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

REKAYASA PERANCANGAN CORAN BAJA MENGGUNAKAN BANTUAN PERANGKAT LUNAK SIMULASI SOLIDCAST STUDY KASUS PRODUK LINK TRACK

REKAYASA PERANCANGAN CORAN BAJA MENGGUNAKAN BANTUAN PERANGKAT LUNAK SIMULASI SOLIDCAST STUDY KASUS PRODUK LINK TRACK REKAYASA PERANCANGAN CORAN BAJA MENGGUNAKAN BANTUAN PERANGKAT LUNAK SIMULASI SOLIDCAST 8.2.5 STUDY KASUS PRODUK LINK TRACK ( ) ( ) ( ) (1) Dosen Jurusan Teknik Pengecoran Logam (2) Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Riser 2.1.1 Defenisi Riser Riser atau penambah adalah suatu wadah yang berbentuk seperti silinder ataupun kerucut terpancung yang mana fungsinya adalah memberikan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Nurhadi

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Bab 4 ini akan membahas setiap pengambilan keputusan yang dilakukan di Bab 3 disertai dengan alasan dan logika berpikirnya.

BAB 4 PEMBAHASAN. Bab 4 ini akan membahas setiap pengambilan keputusan yang dilakukan di Bab 3 disertai dengan alasan dan logika berpikirnya. BAB 4 PEMBAHASAN Bab 4 ini akan membahas setiap pengambilan keputusan yang dilakukan di Bab 3 disertai dengan alasan dan logika berpikirnya. 4.1 Pembahasan Pemodelan Runner Turbin 4.1.1 Penggunaan Pro/Engineer

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

PERANCANGAN RISER PENGECORAN BAJA PADUAN

PERANCANGAN RISER PENGECORAN BAJA PADUAN TUGAS SARJANA FOUNDRY PERANCANGAN RISER PENGECORAN BAJA PADUAN OLEH : ABDUL SAMAD NIM: 090421004 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 ABSTRAK Optimalisasi perancangan

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR

PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR 125 PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR I Harmonic Krisnawan 1, Bambang Kusharjanta 2, Wahyu Purwo Raharjo 2 1 Mahasiswa Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flow Chart Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Mulai Studi Literatur Perencanaan dan Desain Perhitungan Penentuan dan Pembelian Komponen Proses Pengerjaan Proses Perakitan

Lebih terperinci

Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat

Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat melalui saluran lebih dari satu dan dengan penampang sempit, yang mana banyak terdapat

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR OLEH : HENDRA

Lebih terperinci

PENGARUH CETAKAN SILLICONE RUBBER DAN TEMPERATUR TUANG LILIN TERHADAP KUALITAS POLA LILIN PADA INVESTMENT CASTING

PENGARUH CETAKAN SILLICONE RUBBER DAN TEMPERATUR TUANG LILIN TERHADAP KUALITAS POLA LILIN PADA INVESTMENT CASTING PENGARUH CETAKAN SILLICONE RUBBER DAN TEMPERATUR TUANG LILIN TERHADAP KUALITAS POLA LILIN PADA INVESTMENT CASTING Harrianda Hudaya 1, Warman Fatra 2, Dedy Masnur 3 Casting and Solidification Technology

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SPROKET CONVEYOR YANG MEMPUNYAI DAYA 11 KW DAN PUTARAN 32 RPM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang Standar Nasional Indonesia Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang ICS 91.100.30; 77.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... 1 Daftar tabel... Error!

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., () ISSN: -97 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu Dengan Pengikat Semen Pada Pasir Cetak Terhadap Cacat Porositas Dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran Aluminium Alloy

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-271 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam ( Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras

Lebih terperinci

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION Agus Dwi Anggono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartosura, 57102 E-mail : agusda@indosat-m3.net

Lebih terperinci

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan 5.1 Hasil Percobaan TUGAS AKHIR METALURGI BAB 5 HASIL DAN ANALISA DATA Hasil percobaan yang telah dilakukan di dapatkan cacat shrinkage yang cukup besar pada bagian pertemuan bagian silinder dan balok.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI PERANCANGAN ULANG TURBIN FRANCIS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) STUDI KASUS DI SUNGAI SUKU BAJO, DESA LAMANABI, KECAMATAN TANJUNG BUNGA, KABUPATEN

Lebih terperinci

(Indra Wibawa D.S. Teknik Kimia. Universitas Lampung) POMPA

(Indra Wibawa D.S. Teknik Kimia. Universitas Lampung) POMPA POMPA Kriteria pemilihan pompa (Pelatihan Pegawai PUSRI) Pompa reciprocating o Proses yang memerlukan head tinggi o Kapasitas fluida yang rendah o Liquid yang kental (viscous liquid) dan slurrie (lumpur)

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA

2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA 2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA HASIL PEMBELAJARAN Umum: Memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang dasardasar proses foundry, proses

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI Outline: JUDUL LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PERANCANGAN METODOLOGI PERANCANGAN SPESIFIKASI PRODUK DAN SPESIFIKASI MESIN PERENCANAAN JUMLAH CAVITY DIMENSI SISTEM SALURAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

Desain Sistem Saluran Coran Arbor Press Frame Dengan Metode Resin Coated Sand Untuk Penerapan Pada Mesin Universal Resin Coated Sand Mold Maker

Desain Sistem Saluran Coran Arbor Press Frame Dengan Metode Resin Coated Sand Untuk Penerapan Pada Mesin Universal Resin Coated Sand Mold Maker Desain Sistem Saluran Coran Arbor Press Frame Dengan Metode Resin Coated Sand Untuk Penerapan Pada Mesin Universal Resin Coated Sand Mold Maker Rachmad Syafikri 1, Bayu Wiro K. 2, dan Rizal Indrawan 3

Lebih terperinci

Rancang Bangun Alat Bantu Potong Plat Bentuk Lingkaran Menggunakan Plasma Cutting

Rancang Bangun Alat Bantu Potong Plat Bentuk Lingkaran Menggunakan Plasma Cutting Rancang Bangun Alat Bantu Potong Plat Bentuk Lingkaran Menggunakan Plasma Cutting M. Naufal Falah 1, Budianto 2 dan Mukhlis 3 1 Program Studi Teknik Desain dan Manufaktur, Jurusan Permesinan Kapal, Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era modernisasi yang terjadi saat ini menuntut manusia untuk melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISA IMPELER POMPA SCALE WELL

BAB III ANALISA IMPELER POMPA SCALE WELL BAB III ANALISA IMPELER POMPA SCALE WELL 3.1 Metode Perancangan Pada Analisa Impeller Didalam melakukan dibutuhkan metode perancangan yang digunakan untuk menentukan proses penelitian guna mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Rem Sepeda Motor Rem merupakan salah satu bagian dari kendaraan yang mempunyai peran yang sangat penting untuk kenyamanan dan keselamatan pengendara sepeda motor. Rem terbagi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM SUHADA AMIR MUKMININ 123030037 Pembimbing : IR. BUKTI TARIGAN.MT IR. ENDANG ACHDI.MT Latar Belakang CACAT CACAT PENGECORAN Mempelajari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 1-8 1 PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING Muhammad M Munir, Indra Sidharta, Soeharto

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini di dunia industri pengecoran logam di Indonesia masih banyak menggunakan metode sand casting. Metode sand casting adalah sebuah metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pengaruh titanium..., Caing, FMIPA UI., 2009.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pengaruh titanium..., Caing, FMIPA UI., 2009. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi kemasan kaleng, khususnya kaleng dua bagian yang terbuat dari aluminium (two-piece aluminum can) bergerak sangat pesat, baik dari segi teknologi mesin,

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan faktor-faktor atau variable yang memungkinkan menjadi penyebab terjadinya cacat susut ( Shrinkage ).

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Perpipaan Dalam pembuatan suatu sistem sirkulasi harus memiliki sistem perpipaan yang baik. Sistem perpipaan yang dipakai mulai dari sistem pipa tunggal yang sederhana

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352 PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM Hera Setiawan 1* 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352 * Email: herasetiawan6969@yahoo.com

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

SIMULASI PERANCANGAN SALURAN TUANG PADA PEMBUATAN PIPE REDUCER Ø 12'' KE Ø 10'' FC25 DENGAN PERANGKAT LUNAK SOLIDCAST

SIMULASI PERANCANGAN SALURAN TUANG PADA PEMBUATAN PIPE REDUCER Ø 12'' KE Ø 10'' FC25 DENGAN PERANGKAT LUNAK SOLIDCAST SIMULASI PERANCANGAN SALURAN TUANG PADA PEMBUATAN PIPE REDUCER Ø 2'' KE Ø 0'' FC25 DENGAN PERANGKAT LUNAK SOLIDCAST (SIMULATION DESIGN POUR ON LINE MAKING PIPE REDUCER Ø 2 TO Ø 0 '' FC25 WITH THE SOFTWARE

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan Seperti halnya pada baja, bahwa besi cor adalah paduan antara besi dengan kandungan karbon (C), Silisium (Si), Mangan (Mn), phosfor (P), dan Belerang (S), termasuk kandungan lain yang terdapat didalamnya.

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP ADANYA CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450

ANALISA PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP ADANYA CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 1 ANALISA PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP ADANYA CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 Agung Tri H, Soeharto, Bambang Sudarmanta, Putu Suwarta Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

: Teknologi Industri Pembimbing : 1.Dr. Rr Sri Poernomo Sari, ST., MT. : 2.Irwansyah, ST., MT

: Teknologi Industri Pembimbing : 1.Dr. Rr Sri Poernomo Sari, ST., MT. : 2.Irwansyah, ST., MT ANALISIS PEMBUATAN JIG PENGUBAH SUDUT KEMIRINGAN VALVE SILINDER HEAD SEPEDA MOTOR MATIC Nama NPM : 20410985 Jurusan Fakultas : Ardi Adetya Prabowo : Teknik Mesin : Teknologi Industri Pembimbing : 1.Dr.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Rotating Disk

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Rotating Disk BAB II DASAR TEORI.1 Konsep Dasar Rotating Disk Rotating disk adalah istilah lain dari piringan bertingkat yang mempunyai kemampuan untuk berputar. Namun dalam aplikasinya, penggunaan elemen ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

BAB I PENDAHULUAN. pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plunger tip adalah salah satu rangkaian komponen penting pada mesin high pressure die casting type cold chamber yang berfungsi sebagai sepatu pendorong cairan

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN

KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN KAJIAN EKSPERIMEN COOLING WATER DENGAN SISTEM FAN Nama : Arief Wibowo NPM : 21411117 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari, ST., MT. Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Turbin Air Secara sederhana turbin air adalah suatu alat penggerak mula dengan air sebagai fluida kerjanya yang berfungsi mengubah energi hidrolik dari aliran

Lebih terperinci

OPTIMASI DESAIN CETAKAN DIE CASTING UNTUK MENGHILANGKAN CACAT CORAN PADA KHASUS PENGECORAN PISTON ALUMINIUM

OPTIMASI DESAIN CETAKAN DIE CASTING UNTUK MENGHILANGKAN CACAT CORAN PADA KHASUS PENGECORAN PISTON ALUMINIUM Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi OPTIMASI DESAIN CETAKAN DIE CASTING UNTUK MENGHILANGKAN CACAT CORAN PADA KHASUS PENGECORAN PISTON ALUMINIUM Susilo Adi Widyanto*,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si Pengaruh Temperatur Tuang dan Kandungan Silicon Terhadap Nilai Kekerasan Paduan Al-Si (Bahtiar & Leo Soemardji) PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si Bahtiar

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing.

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing. PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA Idris Prasojo 23411466 Teknik Mesin Dr.-Ing. Mohamad Yamin Latar Belakang Berkembangnya teknologi pada industri kereta api. Beragam

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Al-Si-Cu

Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Al-Si-Cu Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Cu Bambang Tjiroso 1, Agus Dwi Iskandar 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga tempat, yaitu: 1. Pembuatan alat dan bahan di Laboratorium Proses Produksi Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

PROSES MACHINING PEMBUATAN ZINC CAN BATTERY TYPE UM-1 DI PT. PANASONIC GOBEL ENERGI INDONESIA

PROSES MACHINING PEMBUATAN ZINC CAN BATTERY TYPE UM-1 DI PT. PANASONIC GOBEL ENERGI INDONESIA PROSES MACHINING PEMBUATAN ZINC CAN BATTERY TYPE UM-1 DI PT. PANASONIC GOBEL ENERGI INDONESIA Nama : Eirene Marten S. NPM : 22411340 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Ir. Arifuddin, MM. MSC Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kehidupan manusia semakin maju sehingga menuntut manusia untuk berkembang. Karena kehidupan manusia yang bertambah maju maka berbagai bidang teknologi

Lebih terperinci

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Jurnal Mechanical, Volume 5, Nomor 2, September 214 Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A111 Menggunakan Mata Bor HSS Arinal Hamni, Anjar Tri Gunadi, Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB IV DESIGN DAN ANALISA

BAB IV DESIGN DAN ANALISA BAB IV DESIGN DAN ANALISA Pada bab ini penulis hendak menampilkan desain turbin air secara keseluruhan mulai dari profil sudu, perhitungan dan pengecekan kekuatan bagian-bagian utama dari desain turbin

Lebih terperinci

MODUL 2 PERANCANGAN POLA PRODUK PENGECORAN

MODUL 2 PERANCANGAN POLA PRODUK PENGECORAN TI 2002 PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI 1 MR 2001 PRAKTIKUM MANAJEMEN REKAYASA 1 MODUL 2 PERANCANGAN POLA PRODUK PENGECORAN Teknik Industri dan Manajemen Rekayasa Industri Fakultas Teknologi

Lebih terperinci