PETUNJUK TEKNIS SISTEM STANDAR OPERASI PROSEDUR (SSOP) PENANGGULANGAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PETUNJUK TEKNIS SISTEM STANDAR OPERASI PROSEDUR (SSOP) PENANGGULANGAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR"

Transkripsi

1 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL No. P.7/DAS-V/2011 PETUNJUK TEKNIS SISTEM STANDAR OPERASI PROSEDUR (SSOP) PENANGGULANGAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR DIREKTORAT PERENCANAAN DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAS DITJEN BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL KEMENTERIAN KEHUTANAN

2 Lampiran Juknis SSOP Banjir dan Tanah Longsor KATA PENGANTAR Banjir dan tanah longsor merupakan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Informasi yang cepat dan tepat kepada pemerintah daerah setempat dalam penentuan lokasi rawan bencana alam dan arahan fungsi ruang di wilayah sekitar kawasan bencana alam tersebut dapat meminimalisasi dampak korban jiwa dan kerugian material. Pengelolaan DAS yang baik merupakan salah satu prasyarat untuk mencegah kejadian bencana banjir dan tanah longsor di DAS tersebut. Dalam kaitan itu, Ditjen BPDASPS mengembangkan aplikasi SSOP Bantal (Sistim Standar Operasi Prosedur Banjir dan Tanah Longsor) yang berbasis satuan analisa DAS. Selain untuk mengetahui lokasi rawan banjir dan tanah longsor, aplikasi ini juga dapat memberikan arahan fungsi untuk wilayah di sekitar rawan bencana tersebut, sehingga pemerintah daerah setempat dapat terbantu menyiagakan penanggulangan bencana banjir dan tanah longsor. Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya aplikasi dan petunjuk teknis ini, terutama tim PUSPICS UGM kami ucapkan penghargaan dan terima kasih. Semoga petunjuk teknis ini bermanfaat. DIREKTUR JENDERAL, Dr. Ir. HARRY SANTOSO NIP Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial i

3 DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI. ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv BAB. I. PENDAHULUAN. 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Maksud dan Tujuan.. 3 I.3. Gambaran Umum Aplikasi SSOP Bantal... 3 BAB. II. MANUAL SSOP BANTAL II.1. Tipologi II.2. Kekritisan II.3. SIMDAS (Sistim Informasi Manajemen DAS) II.4. Manajemen II.5. EWS (Early Warning System) BAB. III. STANDARISASI DATA DAN PENYESUAIAN PATH BAB. IV. PARAMETER BAB. V. FORMAT PELAPORAN Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial ii

4 DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Menu mengakses SSOP Gambar 2. Tampilan Awal SSOP Gambar 3. Tampilan Perangkat Tipologi DAS Gambar 4. Tampilan Perangkat Kekritisan DAS Gambar 5. Tampilan Jendela Awal Password SIMDAS AV Gambar 6. Jendela Utama SIMDAS AV Gambar 7. Dialog Box Penelusuran Data Lahan Kritis Gambar 8. Tampilan Awal Jendela Password SIMDAS AG Gambar 9. Jendela Utama SIMDAS AG Gambar 10. Menu Utama SIMDAS AG Gambar 11. Proses Menampilkan Peta Tematik dan Peta Dasar.. 24 Gambar 12. Menampilkan Data Atribut Gambar 13. Isi Menu Pada Menu Pemodelan Gambar 14. Proses Pemodelan Longsor Gambar 15. Pemberian Legenda Symbologi Pada Hasil Gambar 16. Contoh Hasil Peta Pemodelan Longsor Gambar 17. Tampilan Menu Manajemen Berbasis Satuan DAS Gambar 18. Validasi Pengguna Melalui Jendela Password Gambar 19. Tampilan EWS Banjir Dalam Menu Utama SSOP Gambar 20. Perangkat Lunak Table Grabber Gambar 21. Perangkat Lunak Promis Gambar 22. Database mdb Microsoft Access Gambar 23. EWS Banjir Menunjukkan Status Banjir Gambar 24. EWS Banjir Menunjukkan Status Tidak Banjir Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial iii

5 DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Standarisasi Data Spasial : Data Dasar Tabel 2. Standarisasi Data Spasial : Data Aplikasi Pemodelan Tabel 3. Standarisasi Data Pemodelan RHL Tabel 4. Contoh Pengisian Tabel Pemodelan RHL Tabel 5. Faktor Karakteristik DAS Sebagai Penciri Daerah Rawan Banjir Limpasan dan Perolehan Datanya Tabel 6. Data dan Cara Perolehan Daerah Rawan Erosi Tabel 7. Penilaian Kelas Kemiringan Lereng (LS) Tabel 8. Penilaian Kelas CP Tabel 9. Data dan Cara Perolehan Daerah Rawan Longsor Tabel 10. Arahan Fungsi Tabel 11. Data dan Cara Perolehan Data Lahan Kritis pada Kawasan Lindung di dalam Kawasan Hutan Tabel 12. Data dan Cara Perolehan Data Lahan Kritis pada Kawasan Budidaya Pertanian Tabel 13. Data dan Cara Perolehan Data Lahan Kritis pada Kawasan Lindung di luar Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial iv

6 BAB. I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di dunia. Dari mulai gempa bumi, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir, tanah longsor dan banjir bandang. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) dalam laporannya menyebutkan bahwa 644 bencana alam terjadi di negeri ini pada tahun 2010, dan 81,5 persennya adalah bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan banjir bandang. BNPB juga memprediksi bahwa sebanyak 176 kabupaten/ kota di Indonesia rawan terhadap bencana banjir dan sebanyak 154 kabupaten/kota rawan terhadap bencana tanah longsor. Walaupun menurut BNPB kejadian letusan gunung berapi yang paling banyak menimbulkan korban dan kerugian material, tetapi kerugian baik jiwa maupun harta benda dalam kejadian bencana banjir dan tanah longsor juga tidaklah sedikit. Hal ini salah satunya disebabkan oleh ketidaksiapan pemerintah daerah setempat dalam mengantisipasi kejadian bencana banjir dan tanah longsor, karena kurang atau tidak adanya informasi mengenai lokasi yang rawan dan waktu kemungkinan kejadian bencana banjir dan tanah longsor tersebut di wilayahnya. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (Ditjen BPDASPS) Kementerian Kehutanan merupakan salah satu instansi pemerintah yang memiliki kewajiban untuk memberikan informasi mengenai lokasi yang rawan terhadap bencana banjir dan tanah longsor kepada pemerintah daerah setempat. Hal ini karena Ditjen BPDASPS memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) di seluruh provinsi di Indonesia yang memiliki kemampuan untuk menganalisa dan memprediksi lokasi rawan bencana banjir dan tanah longsor. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 1

7 Untuk mempercepat kemampuan BPDAS menganalisa lokasi rawan bencana banjir dan tanah longsor, maka Ditjen BPDASPS mengembangkan suatu aplikasi yang disebut Sistim Standar Operasi Prosedur Banjir dan Tanah Longsor (SSOP Bantal). Dalam prosesnya, aplikasi tersebut melakukan analisa dengan satuan unit DAS atau Sub DAS, karena selain dapat menganalisa lokasi rawan bencana banjir dan tanah longsor, aplikasi ini juga dilengkapi dengan kemampuan untuk memberikan arahan fungsi terhadap DAS atau Sub DAS tersebut sesuai dengan kondisi fisik wilayah dan hidrometeorologinya sehingga pengelolaan DAS yang baik akan terwujud, yang berarti akan semakin meminimalisasi kejadian bencana banjir dan tanah longsor. Berdasarkan Undang-Undang Sumberdaya Air Nomor 7 Tahun 2004, maka yang dimaksud Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan. DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Bagian hulu dan hilir DAS mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transport sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya bentuk keterkaitan daerah hulu hilir seperti tersebut di atas maka kondisi suatu DAS dapat digunakan sebagai satuan unit perencanaan sumberdaya alam termasuk pembangunan yang berkelanjutan. Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 2

8 adanya degradasi DAS yang mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor seperti yang dikemukakan di atas. Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu, diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Dengan demikian bila ada bencana banjir dan tanah longsor, penanggulangannya dapat dilakukan secara menyeluruh yang meliputi DAS mulai dari daerah hulu sampai hilir. I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari pembuatan petunjuk teknis ini adalah untuk memudahkan Balai Pengelolaan DAS dalam mengoperasikan aplikasi SSOP Bantal yang sudah dikembangkan oleh Direktorat Jenderal BPDASPS guna penentuan secara cepat dan tepat lokasi wilayah rawan bencana banjir dan tanah longsor dan melaporkan hasil analisanya sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsi Tujuan disusunnya petunjuk teknis ini adalah terinformasikannya pemerintah daerah setempat secara detail tentang lokasi wilayah rawan bencana banjir dan tanah longsor serta penanganannya berdasarkan arahan fungsi, sehingga penanggulangan kejadian bencana banjir dan tanah longsor akan semakin baik yang akhirnya akan semakin meminimalisasi dampak korban jiwa dan kerugian material yang akan diderita oleh masyarakat di sekitar wilayah bencana. I. 3. Gambaran Umum Aplikasi SSOP Bantal Aplikasi SSOP Bantal dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial bekerjasama dengan PUSPICS Universitas Gajahmada sejak tahun Pada awalnya aplikasi ini dibuat untuk mempermudah Balai Pengelolaan DAS dalam menjalankan tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 3

9 dan fungsinya, yaitu merencanakan dan memantau serta mengevaluasi pengelolaan DAS, dimana kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS di Indonesia semakin banyak teridentifikasi kritis, seperti ditunjukkan dengan sering terjadinya banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor. Dalam PP No. 7 (2005) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun , disebutkan bahwa DAS berkondisi kritis semakin meningkat dari 22 DAS (1984) menjadi 39 DAS (1994), dan kemudian 62 DAS (1999). Proses penanganan bencana banjir dan tanah longsor pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) sebelum terjadi bencana, (2) pada saat terjadi bencana, dan (3) setelah (pasca) terjadi bencana. Pengembangan aplikasi SSOP Bantal di Balai Pengelolaan DAS ini lebih diutamakan pada kejadian sebelum terjadi bencana. Parameter dan kriteria seluruh analisa yang terdapat dalam aplikasi SSOP Bantal ini mengacu kepada semua pedoman dan petunjuk teknis yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial dan juga Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan. Dalam perjalanannya, aplikasi ini terus mengalami penyempurnaan. Hal ini disebabkan adanya perkembangan teknologi perangkat lunak sistim informasi geografis dan juga adanya berbagai masalah yang dihadapi terkait proses pengerjaan database serta kriteria atau pedoman yang digunakan dalam proses analisa aplikasi tersebut. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 4

10 BAB. II. MANUAL SSOP BANTAL Setelah diinstal, perangkat lunak SSOP Pengendalian Banjir dan Longsor dapat diakses dari menu All Programs SSOP ExpertSystem_SIMDAS atau dari All Programs SSOP&EWS SSOP & EWS-Banjir, seperti gambar di bawah ini. atau Gambar 1. Menu mengakses SSOP. Untuk menjalankan perangkat lunak ini tidak membutuhkan dukungan perangkat lunak lain, setelah mengakses program seperti pada gambar di atas maka pada tampilan awal/pembuka SSOP, pengguna akan dihadapkan pada suatu jendela password yang berfungsi sebagai pengaman perangkat lunak SSOP. Ketikkan admin untuk Nama, dan kemudian ketik 1234 untuk password dan selanjutnya klik Login, maka program SSOP akan tampil di layar monitor seperti berikut ini. Gambar 2. Tampilan awal SSOP. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 5

11 Aplikasi ini terbagi menjadi 5 (lima) perangkat utama yang disusun berdasarkan urutan proses penggunaannya, yaitu: 1. Tipologi, untuk melihat deskripsi umum tipologi DAS 2. Kekritisan, untuk melihat kekritisan DAS secara umum (unsur spasial belum disertakan); 3. SIMDAS, (SIMDAS AV untuk versi ArcView GIS 3.x dan SIMDAS AG untuk versi ArcGIS 9.x), digunakan untuk identifikasi kerusakan dan pewilayahan DAS secara lebih detil dalam bentuk analisis spasial, langkah ini dilakukan untuk mendetilkan hasil dari proses pertama dan kedua; 4. Manajemen, digunakan untuk mengetahui alternatif manajemen berbasis satuan lahan setelah proses pemodelan spasial longsor, banjir, erosi, lahan kritis, kemampuan lahan dan sosek menggunakan SIMDAS selesai digunakan; 5. EWS-Banjir, sebagai catatan perangkat ini dalam proses uji coba pada beberapa DAS dan masih dalam tahap pengembangan. Lebih jelasnya mengenai 5 perangkat tersebut adalah sebagai berikut: II.1. Tipologi Gambar 3. Tampilan perangkat Tipologi DAS. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 6

12 Penelusuran tipologi DAS dapat dilakukan pada menu Tipologi DAS. Pada menu tersebut, pengguna diminta untuk memasukkan data-data parameter penyusun tipologi DAS yaitu: Bentuk DAS, Luas DAS, dan Kemiringan Lereng DAS yang dapat diperoleh dari data-data statistik yang sudah ada ataupun dengan pengukuran-pengukuran terhadap parameter DAS secara sederhana. Setelah itu SIMDAS akan mengkalkulasi secara otomatis parameter-parameter tersebut untuk menentukan tipologi DAS tersebut yang siap untuk dianalisis lebih lanjut ataupun dicetak. II.2. Kekritisan Gambar 4. Tampilan perangkat Kekritisan DAS. Suatu DAS dikategorikan sangat kritis apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Adanya endapan sedimen di lembah sungai, b. Tidak adanya aliran air (baseflow) di musim kemarau, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 7

13 c. Sering terjadi luapan air pada sungai di daerah hilir, pada musim penghujan, d. Banyak kejadian/kenampakan longsor di daerah hulu, e. Banyak ditemukan alur-alur erosi baru dan atau root exposure, f. Prosentase lahan terbuka non budidaya dan rumput/alang-alang besar, g. Perambahan lereng atas (hulu) dengan pertanian tanaman semusim intensif/banyak, h. Ditemukan banyak tanda-tanda torehan limpasan permukaan, i. Warna air sungai sangat keruh saat banjir, j. Indeks koefisien limpasan sesaat tinggi, k. Indeks Qmax/Qmin tinggi, l. Indeks Qmin/Q rata-rata Rendah, dan m. Indeks Qmaks/Luas DAS besar. Dalam SSOP, penelusuran kekritisan DAS dapat dilakukan pada menu Kekritisan DAS. Pada menu tersebut, pengguna diminta untuk memasukkan data-data parameter penentu kekritisan DAS yang dapat diperoleh dari datadata statistik yang sudah ada ataupun dengan pengukuran-pengukuran terhadap parameter DAS secara sederhana. Setelah itu SIMDAS akan mengkalkulasi secara otomatis parameter-parameter tersebut untuk menentukan tingkat kekritisan DAS tersebut yang siap untuk dianalisis lebih lanjut ataupun dicetak. II.3. SIMDAS (Sistem Informasi Manajemen DAS) Identifikasi kerusakan dan pewilayahan DAS secara lebih detil dalam bentuk analisis spasial dilakukan dengan melalui menu SIMDAS. Pada SSOP v5 ini, SIMDAS mempunyai 2 pilihan: SIMDAS AV untuk menjalankannya di perangkat lunak ArcView GIS 3.x, dan SIMDAS AG untuk menjalankannya di perangkat lunak ArcGIS 9.x. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 8

14 II.3.1. SIMDAS AV (ArcView GIS 3.x) Gambar 5. Tampilan awal jendela password. Untuk menjalankan program SIMDAS AV, diperlukan adanya perangkat lunak ArcView 3.x. Karena perangkat lunak SIMDAS AV dibuat dalam lingkungan ArcView menggunakan bahasa pemrograman avenue. Selain kebutuhan perangkat lunak tersebut, database spasial yang digunakan juga harus sesuai dengan standarisasi data spasial yang diperlukan oleh perangkat lunak ini, lihat LAMPIRAN untuk lebih jelas mengenai standarisasi data spasial. SIMDAS ini memiliki empat kapasitas utama, yaitu: untuk menampilkan grafis peta, identifikasi dan penelusuran objek pada peta, pemodelan spasial, dan operasi pada data attribut (tabel). Pada tampilan awal/pembuka SIMDAS, pengguna akan dihadapkan pada suatu jendela password yang berfungsi sebagai pengaman SIMDAS. Ketikkan SIMDAS pada jendela password, dan kemudian klik OK, maka program SIMDAS akan tampil di layar monitor. Jendela utama SIMDAS terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu: jendela view yang berfungsi untuk menampilkan peta/grafis, toolbar menu menyediakan perangkat yang berhubungan dengan operasi pada jendela view, button menu menyediakan perintah dalam bentuk icon, dan menu utama yang menyediakan perintah-perintah dan fasilitas penunjang SIMDAS. Letak komponen tersebut ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 9

15 Toolbar menu Menu utama Button menu Jendela View Gambar 6. Jendela utama SIMDAS Menu File Untuk mencetak (print) peta Setting / pengaturan cetak peta Untuk menutup aplikasi SIMDAS 2. Menu View Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 10

16 3. Menu Data Attribut Berfungsi untuk menampilkan data attribut (tabel). 4. Menu Data Grafis Menu Data Grafis menyediakan perintah-perintah untuk memanggil data grafis peta yang nantinya ditampilkan pada jendela view. 5. Menu Edit Menu ini menyediakan perintah-perintah untuk menjalankan editing pada data spasial. 6. Menu Sistem Menu ini menyediakan perintah-perintah untuk menjalankan beberapa pemodelan spasial. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 11

17 7. Menu Penelusuran Data Penelusuran data merupakan fasilitas yang dapat digunakan untuk mencari lokasi sebaran attribut tertentu pada peta. Dalam SIMDAS ini disediakan penelusuran data untuk mencari lokasi sebaran kelas kekritisan lahan dan kelas erosi. Gambar 7. Dialog box penelusuran data lahan kritis. 8. Menu Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Menyediakan perintah untuk pemodelan RHL. 9. Menu Tentang Program SIMDAS. Berisikan informasi mengenai pengembang dan pembuat aplikasi Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 12

18 Toolbar menu dan Button menu Keterangan: 1 : Untuk melihat data attribut dalam bentuk tabel. 2 : Perbesaran seluruh peta. 3 : Perbesaran pada peta yang aktif di view. 4 : Perbesaran pada objek yang dipilih. 5 : Perbesaran. 6 : Perkecilan. 7 : Perbesaran sebelumnya. 8 : Membersihkan layar. 9 : Men-clear objek yang dipilih. 10 : Menutup aplikasi SIMDAS. 11 : Mengganti Map Unit. 12 : Editing data attribut pada objek yang dipilih. 13 : Identifikasi objek. 14 : kursor untuk memilih objek. 15 : Perbesaran interaktif. 16 : Perkecilan interaktif. 17 : Menggeser view. 18 : Mengukur jarak. 19 : Fasilitas hotlink foto (aktif ketika masuk ke fasilitas hotlink foto). 20 : Penelusuran satuan lahan bermasalah. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 13

19 Fungsi-fungsi Interaktif Pada SIMDAS AV I. Data Grafis. Untuk menampilkan tema peta tertentu, dapat menggunakan fasilitas yang terdapat di menu Data Grafis Pilih salah satu peta... Peta-peta yang tampil di jendela view, dapat diketahui informasi attributnya menggunakan button tool yang ingin diketahui attributnya di atas peta., dengan jalan men-klik kursor pada objek II. Data Attribut. Tiap data grafis di dalam view, dapat ditampilkan data attributnya dalam bentuk tabel (tabular) dengan jalan men-klik pada icon. Jendela view akan berubah menjadi tampilan sebuah tabel. Pada jendela tabel ini, pengguna dapat menambah kolom dan menghapus kolom, serta dapat juga mengetahui statistik dari suatu kolom tertentu. Untuk kestabilan data, tidak disarankan untuk menghapus kolom tertentu. Untuk menambahkan informasi jenis attribut, dapat menambahkan kolom pada tabel menggunakan icon, kemudian akan tampil dialog seperti dibawah ini: Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 14

20 Lalu, isikan parameter sesuai dengan petunjuk di dalam dialog box tersebut, dan kemudian klik OK. Seperti telah dijelaskan di atas, pada jendela tabel ini, terdapat juga fasilitas untuk menampilkan statistik kolom tertentu. Langkahnya adalah sebagaui berikut; aktifkan kolom yang akan di hitung stastiknya dengan jalan men-klik pada nama kolom tersebut sehingga background warnanya berubah seperti, kemudian klik-lah pada icon untuk menampilkan statistik dari kolom terpilih tersebut, sehingga tampil jendela statistik seperti di bawah ini : Untuk keluar dari jendela tabel dan kembali ke peta, gunakan tombol icon. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 15

21 III. Editing Data Fasilitas editing yang disediakan pada SIMDAS ini terbatas pada editing data attribut. Ada 2 (dua) fasilitas editing yang sediakan, yaitu editing data attribut pada peta yang muncul di jendela view, dan memasukkan data titik dari tabel format *.dbf menjadi sebuah peta titik. Untuk men-update attribut, klik-lah pada icon dan kemudian arahkan kursor pada suatu objek tertentu di atas peta dan klik-lah tepat pada poligon/garis/titik yang akan di edit, sehingga muncul jendela seperti ini; Untuk editing cukup ketikan pada salah satu attribut (kolom) yang tersedia dan kemudian klik OK. Catatan: tidak disarankan merubah kolom yang berisi bilangan / angka, karena akan mempengaruhi kestabilan data. Untuk membuat peta titik dari data tabel *.dbf adalah dengan jalan klik pada menu Edit Import Data Titik Dari Tabel, kemudian pilih file *.dbf dan klik OK. Kemudian pilihlah kolom koordinat x dan y sesuai dengan kolom yang disediakan dan kemudian klik Lanjut. IV. Pemodelan Untuk pemodelan, fasilitas pemodelan yang disediakan antara lain; pemodelan monitoring penggunaan lahan, pemodelan erosi, longsor, koefisien aliran, arahan fungsi penggunaan lahan, dan lahan kritis. Untuk menjalankannya, klik pada menu Sistem Pilih salah satu pemodelan.... Misalnya pemodelan koefisien aliran, tampilannya akan seperti ini : Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 16

22 Klik-lah pada tombol yang disediakan dan sudah diberi petunjuk, sehingga akan masuk ke dalam dialog box seperti di bawah ini; Klik-lah atau centang pada tema-tema peta yang akan digunakan, dan kemudian eksekusi pada tombol Klik Disini Untuk Memulai Proses. Setelah peta tampil, maka untuk menutup view gunakan tombol Tutup Peta Hasil Proses, maka view akan kembali bersih. Contoh lain, adalah untuk pemodelan arahan fungsi lahan yang menggunakan button adalah sebagai berikut; Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 17

23 Klik pada tombol yang disediakan untuk menampilkan tema-tema peta yang dibutuhkan dan kemudian klik proses. V. Penelusuran Data Penelusuran data menyediakan fasilitas tambahan pada SIMDAS untuk mengetahui morfometri DAS, mengetahui lokasi lahan pada DAS yang kritis, dan untuk mengetahui lokasi pada DAS yang ter-erosi. Untuk mengetahui morfometri DAS, cukup klik pada menu Penelusuran Data Morfometri DAS, maka akan muncul tampilan seperti ini; Sistem akan memberikan secara otomatis informasi mengenai morfometri DAS, yaitu luas DAS dan panjang sungai utama. Pada background View, peta yang ditampilkan adalah peta administrasi DAS. Untuk penelusuran erosi dan lahan kritis, hanya akan aktif apabila data yang ditampilkan adalah data grafis erosi dan lahan kritis. Contoh; untuk menggunakan fasilitas ini, klik-lah pada menu Data Grafis Peta Erosi, sehingga tampil peta kelas erosi. Setelah itu klik-lah menu Penelusuran Data Penelusuran Erosi, maka akan tampil dialog box seperti dibawah ini; Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 18

24 Untuk mencari lokasi dari attribut tingkatan erosi tersebut, maka kliklah pada salah satu attribut, hingga muncul bulatan hitam pada salah attribut tersebut, dan kemudian klik pada tombol Cari di Peta, maka pada peta akan muncul objek berwarna hijau cerah, yang menunjukkan lokasi dan sebaran jenis attribut yang dimaksud. Attribut yang terpilih VI. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Konsep RHL merupakan suatu upaya memulihkan lahan dengan melakukan rehabilitasi lahan. RHL bertujuan untuk mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 19

25 keseimbangan lingkungan dan tata air DAS (Daerah Aliran Sungai), serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Tools RHL pada SIMDAS SSOP ada pada menu Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang berada pada menu sebelah kanan. Penggunaan tools ini harus urut dan tidak boleh dibolak balik dari Daya Dukung Lahan, Kerentanan Lahan, Pengelolaan Lahan, Prioritas Lokasi RHL, dan selanjutnya Prioritas Penanganan Pengelolaan Lokasi RHL, karena urutan tersebut merupakan rangkaian proses yang saling berkesinambungan. Daya Dukung Lahan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 20

26 Proses pembuatan peta Daya Dukung Lahan membutuhkan input Peta Lahan Kritis, Peta Produktifitas Lahan, dan Peta Kemampuan Lahan. Kerentanan Lahan Proses pembuatan Peta Kerentanan Lahan membutuhkan input Peta Erosi, Peta Longsor, dan Peta Banjir. Pengelolaan Lahan Proses pembuatan Peta Pengelolaan Lahan hanya membutuhkan input Peta Manajemen. Prioritas Lokasi RHL Peta Prioritas Lokasi RHL membutuhkan input Peta Daya Dukung Lahan, Peta Kerentanan Lahan, dan Peta Manajemen (Pengelolaan Lahan) yang merupakan hasil dari proses-proses sebelumnya. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 21

27 Prioritas Penanganan Pengelolaan Lokasi RHL Peta Prioritas Penanganan Pengelolaan Lokasi RHL merupakan peta dari hasil overlay antara Peta Prioritas Lokasi RHL (dari hasil proses sebelumnya) dengan Peta Arahan Fungsi Lahan yang merupakan bagian dari menut Sistem Pemodelan Arahan Fungsi Lahan. II.3.2. SIMDAS AG (ArcGIS 9.x) Gambar 8. Tampilan awal jendela password. Untuk menjalankan program SIMDAS AG, diperlukan adanya perangkat lunak ArcGIS 9.x. Karena perangkat lunak SIMDAS AG dibuat dalam lingkungan ArcGIS 9.x menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic Application dan Python. Selain kebutuhan perangkat lunak tersebut, database spasial yang digunakan juga harus sesuai dengan standarisasi data spasial yang diperlukan oleh perangkat lunak ini, lihat LAMPIRAN untuk lebih jelas mengenai standarisasi data spasial. SIMDAS ini memiliki empat kapasitas utama, yaitu: untuk menampilkan grafis peta, identifikasi dan penelusuran objek pada peta, pemodelan spasial, dan operasi pada data attribut (tabel). Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 22

28 Pada tampilan awal/pembuka SIMDAS, pengguna akan dihadapkan pada suatu jendela password yang berfungsi sebagai pengaman SIMDAS. Ketikkan password pada jendela password, dan kemudian klik OK, maka program SIMDAS akan tampil di layar monitor. Jendela utama SIMDAS AG terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu: jendela peta (view) yang berfungsi untuk menampilkan peta/grafis, jendela legenda berfungsi sebagai penjelasan dari peta dalam bentuk legenda peta, toolbar menu menyediakan perangkat yang berhubungan dengan operasi pada jendela view, Menu bar menyediakan perintah dalam bentuk menu, dan menu utama yang menyediakan perintah-perintah dan fasilitas penunjang SIMDAS. Letak komponen tersebut ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Menu Bar Menu Utama Toolbar menu Jendela Legenda Jendela Peta Gambar 9. Jendela utama SIMDAS AG Menu utama dari SIMDAS terdiri dari menu Data Grafis, Data Atribut, dan Pemodelan. Menu Tipologi, Kekritisan, dan Manajemen merupakan menu tambahan yang sebenarnya sudah ada pada menu utama SSOP. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 23

29 Gambar 10. Menu utama SIMDAS. Data Grafis terdiri dari Peta Dasar dan Peta Tematik. Tampilkan peta tematik terlebih dahulu baru menampilkan peta dasar, dengan demikian layer peta tematik seperti peta tanah sebagai contoh akan berada pada layer paling bawah selanjutnya di atasnya adalah layer peta dasar. Lihat Gambar 11, sebagai ilustrasi menampilkan peta dasar dan peta tematik. 2. Tampilkan peta tematik 1. Tampilkan peta dasar 3. Atur legenda peta. Gambar 11. Proses menampilkan peta tematik dan peta dasar. Sebuah data spasial memiliki data grafis dan data atribut, begitu pula dalam SIMDAS ini juga memiliki data grafis dan atribut. Cara menampilkan data grafis sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Untuk menampilkan data atribut, pilih layer grafis yang akan dilihat data atributnya, kemudian pilih Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 24

30 menu Data Atribut dan Buka Tabel Atribut sehingga tampil tabel atribut seperti yang terlihat pada Gambar di bawah ini. Gambar 12. Menampilkan data atribut. Menu Pemodelan terdiri dari pemodelan: Arahan Penggunaan Lahan, Kemampuan Lahan, Limpasan Permukaan, Erosi, Longsor, Lahan Kritis, dan Monitoring Penggunaan Lahan. Input tiap parameter dan standarisasi data tiap input parameter bisa dilihat pada LAMPIRAN. Berikut di bawah ini contoh pemodelan pada menu: Pemodelan Longosor. Gambar 13. Isi menu pada menu Pemodelan (Arahan Penggunaan Lahan, Kemampuan Lahan, Limpasan Permukaan, Erosi, Longsor, Lahan Kritis, dan Monitoring Penggunaan Lahan). Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 25

31 Gambar 14. Proses Pemodelan Longsor. Hasil dari proses tiap pemodelan akan berwujud sebuah file output dengan format shapefile (*.shp). File output pemodelan berada pada folder C:\SSOP \temp\ diikuti dengan nama file untuk masing-masing pemodelan. Gambar 15. Pemberian legenda Symbology pada hasil pemodelan. Peta hasil pemodelan selanjutnya dapat dipilih legenda-nya dengan menggunakan Symbology dan ditambah peta dasar berurutan dari Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial 26

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo JL. Raya Telang

Lebih terperinci

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ALDILA DEA AYU PERMATA - 3509 100 022 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 ANALISIS SPASIAL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEKRITISAN LAHAN SUB DAS KRUENG JREUE Siti Mechram dan Dewi Sri Jayanti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan

I. PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di dunia. Mulai dari gempa bumi, banjir, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir dan tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG Sidang Ujian PW 09-1333 ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG IKA RACHMAWATI SURATNO 3606100051 DOSEN PEMBIMBING Ir. SARDJITO, MT 1 Latar belakang Luasnya lahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan 27 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas ruang sifatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78 Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

Penyusunan PETA RISIKO

Penyusunan PETA RISIKO Penyusunan PETA RISIKO LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM NAHDATUL ULAMA Humanitarian OpenStreetMap Team 1 PETA RISIKO adalah peta yang menunjukkan tingkat risiko suatu wilayah dan/atau

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Pengenalan Hardware dan Software GIS. Spesifikasi Hardware ArcGIS

Pengenalan Hardware dan Software GIS. Spesifikasi Hardware ArcGIS Software SIG/GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Spesifikasi Hardware ArcGIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Table Of

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek fisik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani

PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PETUNJUK PRAKTIKUM KARTOGRAFI TEMATIK (DIGITAL) Oleh : Prima Widayani PROGRAM STUDI KARTOGRAFI PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 TEM PEMBUATAN PETA TEMATIK KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian

III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian 16 III. METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup dan Batasan Kajian Ruang lingkup dan batasan-batasan kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah wilayah administratif Kabupaten b.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka dan Way Semung, Wonosobo Kabupaten Tanggamus. DAS Sungai Way Semaka mempunyai

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lingkup Sistem Sistem Informasi Prediksi Laju Erosi disusun dengan kombinasi bahasa pemrograman yaitu PHP, HTML, JavaScript. Sistem ini juga disusun dengan bantuan framework

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

MEMBUAT PETA POTENSI LONGSOR DAN RAWAN BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ArcGIS 10.0

MEMBUAT PETA POTENSI LONGSOR DAN RAWAN BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ArcGIS 10.0 MODUL PELATIHAN MEMBUAT PETA POTENSI LONGSOR DAN RAWAN BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ArcGIS 10.0 Februari 2012 Versi 2.1 DAFTAR ISI I. Mempersiapkan Data... 1 I.1. Digitasi area longsor dan mikrotopografi

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan)

Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian (PA-C Pasekan) BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di sub DAS Kali Pabelan wilayah Gunung Merapi di Jawa Tengah, batas hilir dibatasi oleh sabo dam PA-C Pasekan yang terletak

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

Identifikasi Daerah Rawan Longsor Identifikasi Daerah Rawan Longsor Oleh : Idung Risdiyanto Longsor dan erosi adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air,

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Spesifikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk aplikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). 4.1.1

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo DATA DEM DALAM ANALISIS MORFOMETRI (Aryadi Nurfalaq, S.Si., M.T) 3.1 Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem 4.1.1 Dukungan Perangkat Keras (Hardware) Perangkat keras yang diperlukan untuk menjalankan aplikasi Sistem Informasi Geografi Prediksi Banjir ini

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING)

10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING) S k o r i n g 56 10. PEMBOBOTAN (WEIGHTING) Pembobotan merupakan teknik pengambilan keputusan pada suatu proses yang melibatkan berbagai faktor secara bersama-sama dengan cara memberi bobot pada masing-masing

Lebih terperinci

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK Ria Gafuri 1, Ichsan Ridwan 1, Nurlina 1 ABSTRAK. Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci