I. PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di dunia. Mulai dari gempa bumi, banjir, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir dan tanah longsor. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB) dalam laporannya menyebutkan bahwa 644 bencana alam terjadi di negeri ini pada tahun 2010, dan 81,5 persennya adalah bencana hidrometeorologi seperti tanah longsor. BNPB juga memprediksi bahwa sebanyak 154 kabupaten atau kota rawan terhadap bencana tanah longsor. Direktorat Jendral Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial (Ditjen BPDASPS) kementrian kehutanan merupakan salah satu instansi pemeritahan yang memiliki kewajiban untuk memberikan informasi mengenai lokasi yang rawan terhadap tanah longsor kepada pemerintah setempat. Hal ini karena Ditjen BPDASPS memiliki unit pelaksana teknis (UPT) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) di seluruh provinsi di Indonesia yang memiliki kemampuan untuk menganalisa dan memprediksi lokasi rawan tanah longsor. Untuk mempercepat kemampuan BPDAS menganalisa lokasi daerah rawan tanah longsor, maka Ditjen BPDAS mengembangkan suatu aplikasi yang disebut Sistem Standart Operasi Prosedur (SSOP), selain dapat menganalisa lokasi rawan tanah longsor, aplikasi ini juga dilengkapi dengan kemampuan untuk memberikan arahan fungsi terhadap DAS atau Sub DAS tersebut sesuai dengan kondisi fisik wilayah dan hidrometeorologinya sehingga pengelolaan DAS yang baik akan terwujud, yang berarti akan semakin meminimalisasi kejadian tanah longsor. 1

2 Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan bencana tanah longsor. Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Dengan demikian bila ada bencana tanah longsor, penanggulangannya dapat dilakukan secara meyeluruh yang meliputi DAS mulai dari daerah hulu ke hilir. Untuk mendapat daerah rawan longsor pemecahan masalah yang pertama digunakan adalah mengambil data skunder di BPDAS, data skunder yang di ambil yaitu peta curah hujan, peta tanah, peta pengunaan lahan, peta kemiringan lereng dan peta geologi, dan data ini di olah denga program ArcGIS dan SSOP, kemudian baru terbentuk peta daerah tanah longsor dan ini merupakan standar dari pemerintah karena BPDAS termasuk badan pemerintah. Sebenarnya kerusakan di bumi dapat dibaca dalam Q.S. Ar-Rum ayat yang artinya telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah). (Q.S. Ar Rum (30) : 41-42), maknanya adalah semua kerusakan di bumi adalah perbuatan tangan manusia dan mereka akan merasakan akibatnya. 2

3 1.2. Tujuan 1. Terinformasikannya pemerintah daerah setempat tentang lokasi rawan bencana tanah longsor di wilayah Air Haji Kabupaten Pesisir Selatan. 2. Menginformasikan kepada masyarakat setempat tentang lokasi daerah rawan bencana tanah longsor Manfaat 1. Mahasiswa mendapatkan ilmu serta pengalaman kerja dalam pembuatan peta. 2. Bisa memperbandingkan teori yang di dapat selama menjalankan perkuliahan dengan keadaan yang ada di lapangan melalui PKPM. 3. Dari Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja. 3

4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsor Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh: a. Erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungaisungai atau gelombang laut yang mengikis kaki lereng bertambah curam. b. Lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat. c. Gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut. d. Gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu. e. Getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir. f. Berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju. 4

5 2.2. Gambaran Umum Aplikasi SSOP Aplikasi SSOP dikembangkan oleh Direktorat Jendral Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial bekerjasama dengan PUSPICS Universitas Gajah Mada sejak tahun Pada awalnya aplikasi ini dibuat untuk mempermudah Balai Pengelolaan DAS dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya yaitu merencanakan dan memantau serta mengevaluasi pengelolaan DAS, dimana kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS di Indonesia semakin banyak terindentifikasi kritis, seperti ditunjukkannya dengan sering terjadinya erosi, sedimentasi, banjir dan tanah longsor. Dalam PP No. 7 (2005) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun , disebutkan bahwa DAS berkondisi kritis semakin meningkat dari 22 DAS (1984) menjadi 39 DAS (1994) dan kemudian 62 DAS (1999). Proses penanganan bencana tanah longsor pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian : 1. Sebelum terjadi bencana. 2. Pada saat terjadi bencana. 3. Setelah (pasca) bencana. Pengembangan aplikasi SSOP di Balai Pengelolaan DAS ini lebih diutamakan pada kejadian sebelum terjadi bencana. Parameter dan kriteria seluruh analisa yang terdapat dalam aplikasi SSOP ini mengacu kepada semua pedoman dan petunjuk teknis yang dihasilkan oleh Direktorat Jendral Bina Pengelolaan DAS dan perhutanan Sosial dan juga Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementrian kehutanan. 5

6 Dalam perjalananya, aplikasi ini terus mengalami penyempurnaan. Hal ini disebabkan adanya berbagai masalah yang dihadapiterkait proses pengerjaan database serta kriteria atau pedoman yang digunakan dalam proses analisa aplikasi tersebut. Aplikasi ini terbagi menjadi lima perangkat utama yang disusun berdasarkan urutan proses penggunaannya, yaitu : 1. Tipologi, untuk melihat deskripsi umum tipologi DAS 2. Kekritisan, untuk melihat kekritisan DAS secara umum (unsur spasial belum disertakan) 3. SIMDAS, (SIMDAS AV untuk versi ArcView GIS 3.X dan SIMDAS AG untuk versi ArcGIS 9.x), digunakan untuk identifikasi kerusakan dan pewilayahan DAS secara lebih detil dalam bentuk analisis spasial, langkah ini dilakukan untuk mendetilkan hasil dari proses pertama dan kedua. 4. Manajemen, digunakan untuk mengetahui alternatif manajemen berbasis satuan lahan setelah proses pemodelan spasial longsor, erosi, lahan kritis, kemampuan lahan dan menggunakan SIMDAS sampai selesai digunakan. 5. EWS-Banjir, sebagai catatan perangkat didalam proses uji coba pada beberapa DAS dan masih dalam tahap pengembangan SIMDAS Identifikasi kerusakan dan pewilayahan DAS secara lebih detil dalam bentuk analisis spasial dilakukan dengan melalui menu SIMDAS mempunyai dua pilihan yaitu SIMDAS AV untuk menjalankan di perangkat lunak ArcView GIS 3.x, dan SIMDAS AG untuk menjalankan perangkat lunak ArcGIS 9.x. 6

7 2.3.1 SIMDAS AG (ArcGIS 9.x) Untuk menjalankan program SIMDAS AG, diperlukan adanya perangkat lunak ArcGIS 9.x karena perangkat lunak SIMDAS AG dibuat dalam lingkungan ArcGIS 9.x mengunakan bahasa pemrograman Visual Basic application dan phyton. Selain kebutuhan perangkat lunak tersebut, database spasial yang digunakan juga harus sesuai dengan standarisasi data spasial yang digunakan juga harus sesuai dengan stadarisasi data spasial yang digunakan juga harus sesuai dengan standarisasi data spasial yang diperlukan oleh perangkat lunak ini. SIMDAS ini memiliki empat kapasitas utama, yaitu : untuk menampilkan grafis peta, identifikasi dan penelusuran objek pada peta, pemodelan spasial, dan operasi pada data atribut. Jendela utama SIMDAS AG terdiri dari empat komponen utama yaitu : 1. Jendela peta (view) yang berfungsi untuk menampilkan peta/grafis, Jendela legenda berfungsi sebagai penjelasan dari peta dalam bentuk legenda peta. 2. Toolbar menu menyediakan perangkat yang berhubungan dengan operasi pada jendela view 3. Menu bar, menyediakan perintah dalam bentuk menu. 4. Menu utama menyediakan perintah-perintah dan fasilitas penunjang SIMDAS. Menu utama dari SIMDAS terdiri dari menu data grafis, data atribut dan pemodelan. Data grafis terdiri dari peta dasar dan peta tematik. Tampilan peta tematik terlebih dahulu baru menampilkan peta dasar, dengan demikian layer peta tematik seperti peta tanah sebagai contoh akan berada pada layer paling bawah selanjutnya diatasnya adalah layer peta dasar. 7

8 Sebuah data spasial memiliki data grafis dan data atribut, begitu pula dalam SIMDAS ini juga memiliki data grafis dan atribut. Cara menampilkan data atribut, pilih layer grafis yang akan dilihat data atributnya, kemudian pilih menu, data atribut dan buka tabel atribut sehingga tabel atribut. Menu pemodelan terdiri dari pemodelan : arahan penggunaan lahan, kemampuan lahan, limpasan permukaan, erosi, longsor,lahan kritis dan monitoring penggunaan lahan input tiap parameter dan standarisasi data tiap input parameter. Hasil dari proses tiap pemodelan akan berwujud sebuah file output dengan format shapefile (*.shp). File output pemodelan berada pada folder, diikuti dengan nama file untuk masing masing pemodelan. Peta hasil pemodelan selanjutnya dapat dipilih legendanya dengan menggunakan simbology dan ditambah peta dasar berurutan dari pemanggilan data berbentuk polygon (batas DAS dan Peta Admnistrasi), selanjutnya data garis (batas administrasi, sungai dan jalan), dan terakhir data titik (ibu kota administarasi). Selanjutnya bisa dibuat layout dan di cetak sebagai peta hasil untuk laporan Standarisasi Data Spasial : Data Aplikasi Pemodelan untuk longsor Agar suatu proses dalam aplikasi berjalan dengan baik, maka diperlukan standarisasi data spasial yang digunakan, seperti tabel 1 dibawah ini : 8

9 Tabel 1. Penentuan file untuk daerah rawan longsor Nama Nama Type Jenis Keterangan file field field unsur R0001 D_HUJ Numeric Skor curah hujan untuk pemodelan polygon longsor SL0001 D_LER Numeric Skor lereng untuk pemodelan longsor polygon G0001 D_GEO Numeric Skor geologi untuk pemodelan longsor polygon S0001 D_KD Numeric Skor kedalaman solum untuk pemodelan longsor polygon L0001 D_MAN Numeric Skor manajemen untuk pemodelan polygon (M0001) longsor Agar aplikasi berjalan lancar sesuaikan parameter dengan skor yang ada pada tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Penentuan skor dan cara perolehannya untuk daerah rawan longsor. Parameter Besaran Kategori nilai Skor Hujan <50 Rendah 1 harian Agak rendah 2 kumulatif Sedang 3 3 hari Agak tinggi 4 berurutan >300 Tinggi 5 (mm/3 hari) Teknik perolehan data Data curah hujan stasiun hujan yang ada di DAS, dipilih curah hujanberurut an 3 hari tertinggi Keterangan Data 10 tahun terakhir, dihitung rata-ratanya, jika >1 stasiun hujan 9

10 Parameter Besaran Kategori nilai Skor Lereng <15 Rendah 1 lahan (%) Agak rendah Sedang Agak tinggi 4 >65 Tinggi 5 Teknik perolehan data Secara manual dengan peta topografi : S = (cxl) /A, secara otomatis dengan peta RBI digital & program ArcView Keterangan C= internal kontur (m), I = total panj.kontur (m) A luas DAS (m2) Geologi Dataran Rendah 1 Jenis bahan Peta geologi DAS (batuan) alluvial Agak rendah 2 batuan Perbukitan Sedang 3 induk kapur Agak tinggi 4 Perbukitan Tinggi 5 granit Perbukitan bat. Sedimen Kedalaman <1 Rendah 1 Identifikasi Peta jenis tanah, tanah 1 2 Agak rendah 2 kedalaman profil tanah, dan (regolit) 2 3 Sedang 3 regolit bor tanah sampai 3 5 Agak tinggi 4 (m)pada lapisan >5 Tinggi 5 jenis tanah kedap (m) yang ada di DAS - 10

11 Parameter Besaran Kategori nilai Skor Penggunaa Hutan alam Rendah 1 n lahan Hutan atau Agak rendah 2 perkebunan Sedang 3 Semak/beluka Agak tinggi 4 r/rumput Tinggi 5 Tegal/pekaran gan Sawah/permu kiman Teknik perolehan data Data jenis & luas penutupan lahan di DAS Keterangan - Peta Landuse/RBI - Citra satelit/ foto udara Kisaran angka untuk perkiraan skor untuk daerah rawan longsor seperti pada tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Perkiraan skor untuk daerah rawan longsor Kisaran angka keterangan Rawan Agak rawan Sedang Tidak rawan 11

12 III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) ini di laksanakan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Agam Kuantan Provinsi Sumatera Barat. Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) dilaksanakan pada awal semester VI yaitu pada bulan 16 Maret 13 Juni tahun Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan PKPM ini adalah : Tabel 4. Alat dan bahan pembuatan peta tanah longsor No Alat / Bahan Fungsi Kebutuhan Satuan 1 Komputer Peta tanah, peta geologi, peta kemiringan lereng, 2 peta curah hujan, peta pengunaan lahan Pembuatan peta dengan aplikasi ArcGIS Pembuatan peta untuk mengetahui daerah rawan longsor 1 Buah 5 Buah 3 Peta RBI SUMBAR Penentuan nama lokasi 1 Buah 12

13 3.3. Prosedur Pelaksanaan Proses pembuatan peta daerah longsor Add data peta Peta tanah Peta geologi Peta kemiringan lereng Peta penggunaan lahan Peta curah hujan Rektifikasi peta Pendigitasian Attribut data Export data Overlay peta ke 5 peta tersebut Exsport data Layout Gambar 1. Bagan pelaksanaan pembuatan peta daerah longsor 13

14 1. Penginstalan ArcGIS 2. Setelah di instal maka akan keluar tampilan seperti di bawah ini : Gambar 2. Tampilan layar setelah di instal 3. Untuk memunculkan data tekan add data maka akan muncul tampilan Gambar 3. Cara pemanggilan peta 4. klik add maka akan muncul 14

15 Gambar 4. Tampilan pilihan untuk pemanggilan peta 5. klik ok akan keluar item seperti di bawah ini Gambar 5. Tampilan setelah pemanggilan peta 6. Langkah selanjutnya adalah rektifiasi peta dengan cara perbesar titik yang akan di rektifikasi kemudian lakukan seperti di bawah ini 15

16 Gambar 6. Cara rektifikasi Tekan OK maka peta akan menghilang, jika peta hilang maka klik kanan pada layer kemudian klik zoom to layer dan akan muncul Gambar 7. Tampilan rektifikasi yang benar Tanda tambah yang berwarna merah menandakan peta telah di ratifikasi, 16

17 kemudian lakukan penyimpanan data rektifikasi dengan cara klik georeferensi dan akan muncul gambar seperti dibawah ini Gambar 8. Cara penyimpanan peta setelah di rektifikasi Ganti images menjadi tiff klik save. 7. Setelah selesai di rektifikasi peta akan siap di digitasi, dengan cara seperti gambar di bawah ini Gambar 9. Pembuatan shapefile dan pengeditannya 17

18 a. Klik edit, pilih select, pilih geographic coordinate systems, pilih wordl, pilih WGS 1984,apply kemudian ok b. Pilih editor, klik star editing c. Ganti task menjadi create new feature, ganti target menjadi polygon kemiringan lereng. d. Klik sketch tool, mulai mendigitasi Gambar 10. Pendigitasian peta e. Jika ada pemotongan pada polygon ganti task menjadi cut polygon feature. 8. Atribut data dengan cara sebagai berikut : a. Klik kanan pada peta yang telah jadi poligon. b. Klik open atribut tabel. c. Klik kanan option pada tabel atribut. d. Klik add file, ganti nama sessuai ketentuan ganti tipe menjadi text, klik ok dan akan muncul sepeti dibawah ini 18

19 Gambar 11. Pembuatan attribut data 9. Mengexport data dengan contoh sebagai berikut : a. Klik kanan pada poligon kemiringaan lereng b. Klik data, pilih export data Gambar 12. Tampilan pengexporan data c. Pilih tempat penyimpanan 19

20 d. Ganti nama menjadi S0001, pilih save, klik ok, kemudian akan muncul layar armap, klik yes untuk memunculkan pada layer. e. Klik kanan pada S0001 yang muncul pada layer Gambar 13. Tampilan pengisian attribut data dengan ketentuan scor f. Klik open atribut tabel g. Klik kanan option pada tabel atribut. h. Untuk scor klik add file, ganti nama menjadi D_LER i. ganti tipe menjadi short integer, klik ok j. Edit D_LER sesuai ketentuan scor yang ada k. Klik tanda X dan akan tersimpan dengan sendirinya 10. Overlay peta dengan contoh sebagai berikut : a. Klik show/hide arc toolbox window b. Klik index pada bagian bawah c. Klik intersect (analysis) 20

21 Gambar 14. Overlay peta d. Input feature S0001,SL0001,R0001,G0001,L0001/M0001 Gambar 15. Tampilan menginput data e. Klik ok. 11. Export data ke SSOP a. Copi data S0001,SL0001,R0001,G0001,L0001/M0001 ke program SSOP 21

22 b. Munculkan dengan cara Gambar 16. Tampilan SSOP sebelum pemodelan Hasilnya akan menjadi Gambar 17.Tampilan SSOP Pangil data dari RBI SUMBAR untuk menentukan nama lokasi 22

23 Gambar 18. Tampilan peta setelah pemanggilan peta RBI SUMBAR 12. Layout peta a. Pindahkan ke layout view, klik view > layout view Gambar 19. Tampilan layout peta Ubah data ke UTM untuk mengetahui luas daerah rawan longsor 23

24 Gambar 20. Penentuan luas wilayah 3.4. Metode Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan PKPM ini metoda yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan dan data yang diperlukan adalah dengan meminta dan mengumpulkan data spasial Provinsi Sumatera Barat di BPDAS Agam Kuantan, Padang Provinsi Sumatera Barat meliputi peta kemiringan lereng, peta tanah, peta pengunaan lahan, peta curah hujan dan peta geologi. Overlay peta dilakukan untuk peruntukan dan menganalisa daerah rawan tanah longsor di Provinsi Sumatera Barat. 24

25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Instansi Satuan Wilayah Penglolaan (SWP) DAS Agam Kuantan terletak di Provinsi Sumatera Barat pada posisi Lintang Utara 2 30 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Sesuai dengan Intruksi Menteri Kehutanan Nomor : INS.3/Menhut-II/2009 tanggal 20 April 2009 tentang Wilayah Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Balai Pengelolaan DAS, secara administrasi wilayah SWP DAS Agam Kuantan terdiri dari 10 (sepuluh) kabupaten yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai dan 5 (lima) Kota yaitu Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Solok, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang serta sebagian wilayah di Provinsi Bengkulu. Luas Total SWP DAS Agam Kuantan berdasarkan hasil analisa digital dalam rangka penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Wilayah BPDAS Agam Kuantan 2010 adalah Ha, dengan rincian yaitu seluas berada didaratan Pulau Sumatera dan seluas Ha berada di Kepulauan Mentawai. Secara umum batas SWP DAS Agam Kuantan adalah : Utara : berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat Timur : berbatasan dengan DAS Rokan, DAS Kampar, DAS Batang Kuantan, DAS Batanghari yang secara administrasi masih berada di Provinsi Sumatera Barat Selatan : berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Bengkulu Barat : berbatasan dengan Samudera Indonesia 25

26 4.2. Sejarah BPDAS Agam Kuantan Kerusakan hutan dan lahan di Indonesia berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Tahun 2009 adalah Ha yang terdiri dari Ha kategori kritis sampai dengan sangat kritis dan Ha kategori agak kritis. Kondisi hutan dan lahan ini menjadi sasaran indikatif Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang diprioritaskan untuk segera ditangani. Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal didesa didalam dan sekitar hutan yang kehidupannya tergantung pada sumber daya hutan cukup banyak, yaitu sekitar 48,8 juta jiwa diantaranya 10,2 juta jiwa dikategorikan penduduk miskin (Ditjen RLPS 2007). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2009 jumlah penduduk miskin tercatat 32,53 juta jiwa (14,15%). Dari jumlah tersebut sekitar 20,65 juta jiwa berada dipedesaan mata pencarian disektor pertanian. Pada ketidakseimbangan dan kerusakan ekosistem dalam tatanan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta terganggunya kehidupan masyarakat didalam DAS terutama dibagian hilir Tujuan Instansi Badan Pengelolaan DAS Agam Kuantan, Padang Sumatera Barat berfungsi sebagai wadah pengkajian, konsultasi, koordinasi dan komunikasi para pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS, dan bertujuan untuk : Menyelenggarakan pengkajian, konsultasi, koordinasi dan komunikasi dalam rangka terwujudnya keterpaduan dan keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS sebagai masukan kepada pengambil keputusan baik kepada eksekutif maupun legislatif di tingkat Pusat dan Daerah. 26

27 4.4. Stuktur Organisasi BPDAS Agam Kuantan dipimpin oleh Kepala Balai yakni Ir. Usman Asmar, MM dan dibantu oleh Kepala Subbag Tata Usaha yakni Ahmanuddin Bayer, SP yang bertugas memeriksa dan menyetujui segala administrasi berupa korespondensi, laporan, tata hubungan, pencatatan, perhubungan, kearsipan dan lain-lain. BPDAS Agam Kuantan terbagi atas tiga seksi yaitu Seksi Program, Seksi Kelembagaan dan Seksi Evaluasi. Masing-masing seksi dipimpin oleh kepala seksi dan memiliki beberapa staf yang setiap seksi memiliki tugas pokok masingmasing Letak Geografis Air Haji Secara geografis letak Air Haji berada pada ,6 LS dan , BT. Secara administratif Nagari Air Haji berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Punggasan Kec. Linggo Sari Baganti 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Inderapura Kec. Pancung So al 3. Sebelah Barat berbatas dengan Samudera Indonesia 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat Luas wilayah Nagari Air Haji adalah 143,67 km². Sebagian besar wilayah Air Haji merupakan hutan negara yaitu 40,89%. Lahan untuk budidaya pertanian sebesar 39,38%. Sementara lahan untuk pemukiman atau perumahan hanya 1,97%. Sisanya yaitu sebesar 17,76% terdiri dari semak/padang alang-alang/rawa dan lainnya. Topografi Nagari Air Haji terdiri dari daratan dan perbukitan dengan 27

28 ketinggian dari permukaan laut berkisar 2,5 17 meter kondisi lainnya wilayah Air Haji memiliki sebuah sungai besar yaitu batang Air Haji Hasil Peta Air Haji dengan Menggunakan Aplikasi SSOP Tabel 5. Luas wilayah daerah tanah longsor Kondisi Luas (Ha) Daerah Agak rawan 14341,845 Punggusan Timur, Air Haji Tenggara, Rantau Simalenang, Pasa Bk Air Haji Rawan 973,442 Lagan Mudiak Punggasan Sedang 7013,859 Padang XI Plunggasan Tidak rawan 19587,706 Pasa Air Haji, Air Haji Barat, Air Haji Tengah, Palangai Timur, Palagai Timur, Lagan Mudiak Punggasan Hasil klasifikasi terdiri atas 4 bagian yaitu daerah rawan, daerah agak rawan, daerah dalam keadaan sedang dan daerah tidak rawan. Dari hasil analisis dari data yang sudah ada daerah kejadian bencana tanah longsor tersebut dipengaruhi kelerengan, penggunaan lahan, curah hujan tinggi dan jenis tanah. Pada peta daerah Air Haji dapat dilihat persebaran tanah longsornya adalah Daerah rawan longsor berada pada daerah Lagan Mudiak Punggasan dengan luas 973,442 Ha, daerah agak rawan longsor berada pada daerah Punggusan Timur, Air Haji Tenggara, Rantau Simalenang, Pasa Bk Air Haji dengan luas 14341,845 Ha, daerah tidak rawan longsor berada pada daerah Pasa Air Haji, Air Haji Barat, Air Haji Tengah, Palangai Timur, Lagan Mudiak Punggasan dengan luas 19587,706 Ha dan daerah yang sedang rawan longsor berada pada daerah Padang XI Plunggasan dengan luas 7013,859 Ha. Dari hasil perhitungan luas lahan tanah 28

29 longsor yang paling dominan adalah daerah wilayak tidak rawan yaitu 19587,706 Ha, dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Tidak rawan 47% Agak rawan 34% Sedang 17% Rawan 2% Gambar 21. Persentase luas daerah tanah longsor Dapat dilihat pada grafik daerah yang paling dominan pada wilayah Air Haji adalah tidak rawan dengan persentasi 47%, dengan daerah agak rawan 34%, sedang 17% dan rawan hanya 2 %. Dengan menggunakan aplikasi SSOP dapat memudahkan untuk melakukan pengolahan data, pembuatan peta mengacu kepada spesifikasi pengajian peta standart nasional (SNI) yang berhubungan dengan warna, simbol yang digunakan seperti jalan, danau, sungai, dll. Peta daerah tanah longsor menggunakan ukuran kertas A4 dengan skala 1 :

PETUNJUK TEKNIS SISTEM STANDAR OPERASI PROSEDUR (SSOP) PENANGGULANGAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR

PETUNJUK TEKNIS SISTEM STANDAR OPERASI PROSEDUR (SSOP) PENANGGULANGAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL No. P.7/DAS-V/2011 PETUNJUK TEKNIS SISTEM STANDAR OPERASI PROSEDUR (SSOP) PENANGGULANGAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR DIREKTORAT

Lebih terperinci

Pengenalan Hardware dan Software GIS. Spesifikasi Hardware ArcGIS

Pengenalan Hardware dan Software GIS. Spesifikasi Hardware ArcGIS Software SIG/GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Spesifikasi Hardware ArcGIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Table Of

Lebih terperinci

BAB 4 DIGITASI. Akan muncul jendela Create New Shapefile

BAB 4 DIGITASI. Akan muncul jendela Create New Shapefile BAB 4 DIGITASI 4.1. Membuat Data Spasial Baru Pada bagian ini, akan dipelajari bagaimana membuat data spasial baru dengan format shapefile yang merupakan format standard Arc View. Buka ArcCatalog Tentukan

Lebih terperinci

MEMBUAT PETA POTENSI LONGSOR DAN RAWAN BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ArcGIS 10.0

MEMBUAT PETA POTENSI LONGSOR DAN RAWAN BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ArcGIS 10.0 MODUL PELATIHAN MEMBUAT PETA POTENSI LONGSOR DAN RAWAN BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ArcGIS 10.0 Februari 2012 Versi 2.1 DAFTAR ISI I. Mempersiapkan Data... 1 I.1. Digitasi area longsor dan mikrotopografi

Lebih terperinci

LAMPIRAN PROSEDUR ANALISA DENGAN ARCGIS

LAMPIRAN PROSEDUR ANALISA DENGAN ARCGIS LAMPIRAN PROSEDUR ANALISA DENGAN ARCGIS Prosedur Pengolahan Pemetaan Dengan ArcGIS Software Arcgis berperan penting dalam analisis perhitungan sedimentasi pada penelitian ini, dikarenakan data-data yang

Lebih terperinci

3 MEMBUAT DATA SPASIAL

3 MEMBUAT DATA SPASIAL 3 MEMBUAT DATA SPASIAL 3.1 Pengertian Digitasi Peta Digitasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses konversi data analog ke dalam format digital. Objek-objek tertentu seperti jalan, rumah, sawah

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV. BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK 3.1. Persiapan 3.1.1.Persiapan Administrasi a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas lampung kepada CV. Geoplan Nusantara b. Transkrip nilai semester

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

Penyusunan PETA RISIKO

Penyusunan PETA RISIKO Penyusunan PETA RISIKO LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM NAHDATUL ULAMA Humanitarian OpenStreetMap Team 1 PETA RISIKO adalah peta yang menunjukkan tingkat risiko suatu wilayah dan/atau

Lebih terperinci

NUR MARTIA

NUR MARTIA SIDANG TUGAS AKHIR Studi Sistem Informasi Geografis Kawasan Longsor Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat NUR MARTIA 3507100431 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Provinsi Sumatera Barat berada di antara

Lebih terperinci

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut BAB VI MENGEDIT DATA VEKTOR Ringkasan Modul Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut 6.1. Mengedit Data Vektor Langkah awal

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. Berbagai potensi bencana alam seperti gempa, gelombang tsunami, gerakan tanah, banjir, dan

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap persiapan disusun hal hal yang harus dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Daftar Gambar... 4 Bab 1. Pendahuluan... 5 Bab 2. Metode Prediksi Iklim, Pola Tanam dan... 6 2.1 Pemodelan Prediksi Iklim... 6 2.2 Pengembangan Peta Prediksi Curah Hujan... 8

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN III.1. Data Penelitian Data yang digunakan dalam pelaksanaan Evaluasi Kesesuaian Tata Letak Bangunan Terhadap Sempadan Jalan Di Kawasan Central Business District Kota Semarang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN Untuk keperluan penelitian ini, sangat penting untuk membangun basis data SIG yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan variabel yang

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

Instruksi Kerja Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan INSTRUKSI KERJA. PROGRAM ArcGIS 9.3

Instruksi Kerja Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan INSTRUKSI KERJA. PROGRAM ArcGIS 9.3 INSTRUKSI KERJA PROGRAM ArcGIS 9.3 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011 i Instruksi Kerja PROGRAM ArcGIS 9.3 Laboratorium Pedologi & Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

16) Setelah layer contour masuk pilihan, pada kolom height_field pilih Elevation, dan pada kolom tag_field pilih <None>. Klik tombol OK.

16) Setelah layer contour masuk pilihan, pada kolom height_field pilih Elevation, dan pada kolom tag_field pilih <None>. Klik tombol OK. 16) Setelah layer contour masuk pilihan, pada kolom height_field pilih Elevation, dan pada kolom tag_field pilih . Klik tombol OK. 17) Proses pembuatan TIN memakan waktu cukup lama. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).

Lebih terperinci

(Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama)

(Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama) SISTEM ELEKTRONIK DAS (e-das) WILAYAH KERJA BPDAS CITARUM-CILIWUNG (Oleh : Heru Ruhendi, S.Hut/ Fungsional PEH Pertama) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan Derah Aliran Sungai (DAS) secara terpadu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang

Lebih terperinci

MODUL DASAR ArcGIS ver Pelatihan Software Himpunan Mahasiswa Sipil UNS

MODUL DASAR ArcGIS ver Pelatihan Software Himpunan Mahasiswa Sipil UNS MODUL DASAR ArcGIS ver 10.1 Pelatihan Software Himpunan Mahasiswa Sipil UNS 2015 Modul Dasar ArcGIS 10.1 1. Deskripsi Umum ArcGIS merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat menunjang Sistem Informasi

Lebih terperinci

ARCVIEW GIS 3.3. Gambar 1. Tampilan awal Arcview 3.3

ARCVIEW GIS 3.3. Gambar 1. Tampilan awal Arcview 3.3 ARCVIEW GIS 3.3 1. Pengantar GIS GIS (Geographic Information System) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial atau data yang bereferensi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

M O D U L PENYUSUNAN PETA STATUS KERUSAKAN TANAH

M O D U L PENYUSUNAN PETA STATUS KERUSAKAN TANAH M O D U L PENYUSUNAN PETA STATUS KERUSAKAN TANAH MENGGUNAKAN QUANTUM GIS 1.8.0 LISBOA 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION SULAWESI DAN MALUKU KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Membuat Folder Baru di Windows

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Sarana prasarana yang ada di Sungai Progo, yang melintasi dua Propinsi dan empat Kabupaten yaitu Kabupaten Magelang di Propinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Menurut Asdak (2010), daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

C. Prosedur Pelaksanaan

C. Prosedur Pelaksanaan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan peta-peta digital beserta data tabulernya, yaitu peta administrasi, peta tanah, peta geologi, peta penggunaan Lahan (Landuse), peta lereng,

Lebih terperinci

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim Program Magister Teknik Sipil Minat Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

LATIHAN : DIJITASI PETA

LATIHAN : DIJITASI PETA LATIHAN : DIJITASI PETA 2-2 Membuat shapefile baru 2-2 Melihat struktur data pada shapefile 2-6 Add Data 2-7 Memulai Dijitasi Peta 2-7 Dijitasi Peta 2-8 Save Hasil Dijitasi 2-9 hal 2-1 LATIHAN : DIJITASI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan 27 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas ruang sifatnya

Lebih terperinci

3. DIGITASI ON SCREEN. 1. Pastikan data raster yang akan didigitasi telah melalui proses Geo Referencing

3. DIGITASI ON SCREEN. 1. Pastikan data raster yang akan didigitasi telah melalui proses Geo Referencing D i g i t a s i o n S c r e e n 20 3. DIGITASI ON SCREEN A. Persiapan File 1. Pastikan data raster yang akan didigitasi telah melalui proses Geo Referencing 2. Sebelum malakukan digitasi pada layar ArcMap,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan lahan untuk pembangunan berbagai sektor berbasis lahan.

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan lahan untuk pembangunan berbagai sektor berbasis lahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengguna lahan maupun penentu kebijakan di Indonesia dihadapkan pada tantangan agar pembangunan di berbagai bidang dapat terus dilakukan, dengan tanpa mengorbankan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2 Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Spesifikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk aplikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). 4.1.1

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ArcGIS 10.2 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ArcGIS 10.2 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ArcGIS 10.2 Oleh: Deni Ratnasari 3513100040 Rizky Annisa Putri 3513100041 Cristian Febrianto 3513100051 Dody Pambudhi 3513100054 Kelas : Sistem Informasi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Umum Kabupten Bantul a. Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah seluruhnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Letak dan Batas Letak suatu wilayah adalah lokasi atau posisi suatu tempat yang terdapat di permukaan bumi. Letak suatu wilayah merupakan faktor yang sangat

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA VII Buffer, Dissolve, Union, Intersect

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA VII Buffer, Dissolve, Union, Intersect LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA VII Buffer, Dissolve, Union, Intersect Disusun oleh : NAMA : NUR SIDIK NIM : 11405244001 HARI : SELASA, 28 APRIL 2014 JAM : 07.30-10.00 JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. 4.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Pera ngkat Lunak. program aplikasi dengan baik adalah sebagai berikut:

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. 4.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Pera ngkat Lunak. program aplikasi dengan baik adalah sebagai berikut: BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Pera ngkat Lunak 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Spesifikasi minimum hardware yang digunakan untuk menjalankan program aplikasi dengan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Artikel Ilmiah Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL Febriana Yogyasari, Dedy Kurnia Sunaryo, ST.,MT., Ir. Leo Pantimena, MSc. Program Studi

Lebih terperinci

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ALDILA DEA AYU PERMATA - 3509 100 022 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: JOKO SUSILO L2D 004 326 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

LOCUS GIS. Oleh : IWAN SETIAWAN

LOCUS GIS. Oleh : IWAN SETIAWAN LOCUS GIS Oleh : IWAN SETIAWAN FORUM FUNGSIONAL TERTENTU PROVINSI SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2016 LOCUS GIS Locus GIS adalah program GIS berbasis Android yang dibuat oleh Asamm Software, Praha, Republik

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek fisik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4 Andi Panguriseng 1, Muh. Altin Massinai 1, Paharuddin 1 1 Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SPASIAL

BAB V ANALISIS SPASIAL BAB V ANALISIS SPASIAL Setelah data spasial parameter penentu lahan kritis disusun dengan cara ataupun prosedur seperti telah dijelaskan dalam bagian I, data tersebut selanjutnya dianalisis untuk memperoleh

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan 35 BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK 3.1. Tahapan Pelaksanaan Secara khusus tahapan pelaksanaan pembuatan Peta Lahan Investasi ini dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini : Persiapan Administrasi Situasi

Lebih terperinci

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo DATA DEM DALAM ANALISIS MORFOMETRI (Aryadi Nurfalaq, S.Si., M.T) 3.1 Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFI LAPORAN PRAKTIKUM 7 BUFFER

PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFI LAPORAN PRAKTIKUM 7 BUFFER PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFI LAPORAN PRAKTIKUM 7 BUFFER OLEH ORIZA STEVA ANDRA (1201575) JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

Registrasi Image dengan ARC VIEW

Registrasi Image dengan ARC VIEW MODUL 5 DIGITASI dengan Arc View Registrasi Image dengan ARC VIEW Aktifkan extension image analysis, TIFF or JPEG Add Theme, pilih gambar yang mau didigitasi. Tool Align akan aktif. Pilih Tool Align Klik

Lebih terperinci