STUDI KASUS PENYEBAB KETIDAKRATAAN WARNA HASIL PENCELUPAN DENGAN ZAT WARNA REAKTIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KASUS PENYEBAB KETIDAKRATAAN WARNA HASIL PENCELUPAN DENGAN ZAT WARNA REAKTIF"

Transkripsi

1 STUDI KASUS PENYEBAB KETIDAKRATAAN WARNA HASIL PENCELUPAN DENGAN ZAT WARNA REAKTIF Harjito,Supardi Sigit, dan Indrato Harsadi Dosen Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang ABSTRAK Ketidakrataan warna hasil pencelupan pada bahan akan menurunkan nilai suatu bahan tekstil, untuk memperbaikinya selain memerlukan biaya proses yang tinggi, kadang-kadang sulit dilaksanakan. Telah diteliti beberapa penyebab terjadinya ketidak rataan warna selama proses pencelupan. Penelitian dilakukan pada pencelupan zat warna reaktif cara rendam peras pemanggangan (pad dry - cure). Dari hasil penelitian menunjukka bahwa terdapat 18 hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya ketidak rataan warna hasil pencelupan yaitu ; hasil proses persiapan bahan kurang baik, kandungan air pada bahan yang akan dicelup tidak rata, efek peras hasil celup (wet pick/w.p.u) pada bahan tidak rata, pelarutan zat warna atau zat pembantu tidak sempurna, pemakaian zat pembantu merusak zat warna yang digunakan, isi larutan celup pada bak rendam peras (bak padder) habis, permukaan rol pemeras tidak rata, kain mengandung benang berbeda, kualitas zat pembantu kurang baik, kain melipat pada waktu dicelup, konstruksi kain berbeda, kain hasil celup rendam peras terkena air sebelum fiksasi, pencelupan dari bahan hasil pelunturan warna, pengeringan setelah pencelupan tidak rata, mesin berhenti pada waktu proses, kontrol temperatur ruang pemanas pada mesin tidak jalan, kipas sirkulasi udara panas dalam ruangan mesin tidak jalan, pencucian bahan setelah pencelupan kurang bersih. Kata Kunci : Zat Warna Reaktif, Ketidakrataan warna, Proses Pencelupan 49

2 I. PENDAHULUAN Proses pencelupan adalah proses pemberian warna pada bahan secara merata dan bersifat permanen. Secara merata dapat diartikan bahwa kettuaan warnanya sama pada seluruh bahan yang dihasilkan proses pencelupan. Kerataan warna hasil pencelupan dapat menentukan kualitas bahan. Bahan yang mempunyai ketidakrataan warna, warna tua dan muda yang bervariasi pada bahan membuat nilai bahan tersebut turun dan untuk memperbaikinya selain memerlukan biaya proses yang tinggi kadang-kadang sulit dilaksanakan. Ketidakrataan warna hasil pencelupan dapat terjadi pada satu gulungan kain atau terjadi perbedaan warna antar gulungan satu dengan yang lainnya atau antar tumpukan/lot kain. Untuk mengatasi terjadinya ketidakrataan pencelupan harus dilakukan pengawasan yang ketat pada faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidakrataan pencelupan, hal ini dilaksanakan sebelum proses pencelupan. Dalam melaksanakan pengawasn tersebut, perlu diketahui faktor penyebab ketidakrataan dalam proses pencelupan, pengawasan ini juga dapat digunakan untuk mempermudah mencari penyebab apabila terjadi ketidakrataan dalam proses pencelupan sehingga kejadian ini akan cepat diatasi. Pencelupan cara rendam peras banyak digunakan dalam industri tekstil seperti pada pencelupan rendam peras bacam (pad-batching), redam peras pemanggangan (pad- dry - cure), rendam peras termosol (pad dry thermosol). Dalam penelitian ini dicoba diamati hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakrataan warna hasil pencelupan khususnya pada proses cara rendam peras pemanggangan. II. PERCOBAAN 2.1. Bahan - Kain kapas dengan konstruksi sebagai berikut : Anyaman polos ; nomor benang lusi/pakan Ne 1 40; tetal lusi 103,4/inci; tetal pakan 89,9/inci; bert kain/m 2 122,86 gram. Zat yang dipakai : 50

3 1. Zat warna : Remazol Brilliant Blue R. Sp. (CI. ReactiveBlue 19) 2. Zat pembantu ; Urea, natrium bikarbonat, zat anti migrasi (Stabiron B 100) 2.2. Alat - neraca analitik - peralatan gelas - mesin pemeras/padder Werner Mathis AG tipe U.F - mesin pengering Werner Mathis AG tipe DHE buatan Switzerland - mesin Hot Air Jet Test Dryer (Stenter laboratorium) buatan Osaka - Spectrophotometer Milton Roy-Color Graph 2.3. Metode Percobaan Bahan direndam peras dalam larutan zat warna sesuai dengan resep kemudian dilakukan pengeringan C x 2 menit, termofiksasi C x 2 meit, pencucian, penyabunan, pencucian, pengeringan. Pengujian dilakukan dengan mengukur ketuaan warna yang dinyatakan dalam K/S zat warna, dengan menggunakan alat Spektrophotometer Milton Roy Color Graph Resep Pencelupan Kondisi Normal : - Zat warna Remazol Brilliant Blue R.Sp 40 g/l - Urea 150 g/l - Natrium bikarbonat 20 g/l - Stabiron B g/l - Temperatur Temperatur kamar - Efek Peras (WPU) 60 % - III. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN berikut : Hasil pengujian dari penyebab ketidakrataan warna pada proses pencelupan seperti pada Tabel 1 51

4 Tabel 1 Nilai K/S Zat Warna Dari Bahan Hasil Celup Menggunakan Zat Warna Remazol Brill. Blue R. Sp Pada Beberapa Kondisi Pencelupan. NO KONDISI PENCELUPAN KETERANGAN K/S ZAT WARNA 1. Daya serap bahan tidak rata - Kurang dari 1 detik - Lebih dari 15 detik 6, 119 4, % kandungan air pada bahan yang akan dicelup tidak rata 3. Efek peras (% wet pick up) hasil pencelupan tidak rata 4. Pelarutan zat warna atau zat pembantu tidak sempurna 5. Kesalahan pemakaian zat pembantu merusak zat warna yang digunakan 6. Isi larutan celup pada bak celup sedikit (habis) - Kandungan air 0% - Kandungan air 60% - Wet pick up 60% - Wet pick up 50% - Pelarutan sempurna - Pelarutan tidak sempurna - Zat pembantu tidak merusak zat warna - Zat pembantu merusak zat warna Isi bak - penuh - sedikit 5,609 5,399 5,599 0,149 2, Permukaan rol pemeras tidak rata Rol pemeras : - rata - tidak rata 6, Kain mengandung benang dari jenis - Serat kapas 52

5 serat berbeda - Serat Poliester 0, Kualitas zat pembantu pencelupan kurang baik akibat penyimpanan lama dan tidak tertutup 10. Kain melipat pada waktu proses pencelupan 11. Perbedaan konstruksi dari bahan yang dicelup 12. Bahan hasil celup rendam peras terkena air sebelum proses fiksasi 13. Bahan yang dicelup dari hasil beberapa kali pelunturan warna 14. Pengeringan bahan tidak rata setelah pencelupan rendam peras sebelum proses fiksasi 15. Mesin berhenti waktu proses celup Anti migrasi Stabiron B.100 : - Masih baru, tertutup rapat - Sudah lama, tidak tertutup - Kain tidak melipat - Kain melipat Konstruksi bahan : 40 x 40 plat 1/1 103, x 89,9 40/2 x 40/2 105 x 58 Keper runcing 3/1 - Tidak terkena air - Terkena air - Bahan bukan dari pelunturan warna - Hasil pelunturan warna - Bahan kering - Bahan lembab Mesin celup : 6,049 5,599 4,248 1,921 9,709 5,098 karena listrik mati atau kondisi mesin - Tidak berhenti waktu 53

6 kurang baik celup - Berhenti waktu celup 6, Alat kontrol temperatur ruangan mesin tidak jalan tingginya temperatur ruangan hanya perkiraan sehingga bisa kurang atau lebih tinggi dari temperatur yang disarankan 17. Kipas sirkulasi udara dalam ruang proses tidak jalan 18. Pencucian bahan hasil celup tidak bersih Alat kontrol temperatur - Jalan (fiksasi pada C) - Tidak jalan (fiksasi pada temperatur kurang dari C) Kipas sirkulasi udara : - Jalan - Tidak Jalan - Pencucian bersih - Pencucian kurang bersih 5,429 6,049 7, Daya Serap Bahan Salah satu akibat dari proses persiapan yang kurang baik adalah kurang sempurnanya penghilangan kotoran pada bahan yang dapat berupa kanji, lemak dan kotoran lainnya sehingga memungkinkan daya serap pada bahan tidak merata dan kurang baik. Hasil pencelupan dari bahan yang mempunyai daya serap tidak rata seperti pada Tabel 1 nomor 1. Dari data diatas dapat dilihat adanya perbedaan nilai ketuan warna (K/S zat warna) dari bahan yang mempunyai daya serap berbeda. Hasil pencelupan bahan yang mempunyai daya serap tinggi akan menghasilkan warna hasil pencelupan lebih tua dibanding bahan yang mempunyai daya serap rendah. Hal ini dikarenakan pada bahan yang mempunyai daya serap tinggi berarti penyerapan larutan zat warna tidak terhalangi oleh kotoran sehingga zat warna banyak yang terserap, nilai K/S tinggi. Bahan yang masih 54

7 mengandung kotoran akan mempunyai daya serap rendah karena penyerapan terhalang oleh kotoran sehingga larutan zat warna yang terserap sedikit, nilai ketentuan warna (K/S zat warna) rendah. Adanya perbedaan daya serap pada bahan akibat kurang sempurnanya proses persiapan dapat mengakibatkan perbedaan warna pada bahan di dalam satu gulungan, antar gulungan atau antar lot bahan. Untuk menghindari terjadinya ketidak rataan warna pencelupan akibat kurang sempurna pada proses persiapan, dilakukan pengawasan dan pengujian terhadap bahan hasil setiap tahapan proses persiapan sehingga, apabila didapat hasil persiapan yang kurang sempurna dapat langsung diperbaiki Kandungan Air Hasil percobaan pencelupan pengaruh dari bahan yang mempunyai kandungan air tidak rata, dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 2. Dari hasi percobaan di atas dapat dilihat bahwa kandungan air yang berbeda pada bahan yang dicelup dengan cara rendam peras, akan memberikan nilai K/S zat warna yang berbeda. Hal ini diakibatkan kain yang mengandung air akan menyerap larutan zat warna lebih sedikit dari pada bahan yang sudah mengandung air. Adanya air akan mengencerkan larutan zat warna yang terserap sehingga hasil celupnya memberikan nilai K/S zat warna yang kecil. Ketidak samaan kandungan air pada bahan dapat terjadi pada satu gulungan bahan, antar gulungan atau antar lot bahan. Untuk menanggulangi terjadinya ketidak rataan warna pada hasil celup cara rendam peras akibat perbedaan jumlah kandungan air pada bahan, dianjurkan agar kain yang akan dicelup cara rendam peras supay dikeringkan dahulu seperti pengeringan pada mesin stenter Efek Peras (Wet Pick Up/WPU) Hasil pencelupan cara rendam peras dengan efek peras (wpu) pada bahan yang tidak merata dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 3. Persentase efek peras (wpu) adalah jumlah larutan yang terbawa oleh setiap kg bahan setelah bahan melalui rol pemeras. Dari data diatas terlihat adanya perbedaan nilai ketuaan warna (K/S zat warna) pada bahan akibat persen efek peras yang berbeda. 55

8 Nilai persen efek peras yang besar menunjukkan jumlah larutan yang terserap oleh bahan akan lebih banyak, sehingga hasil pencelupan yang mempunyai persen efek peras yang besar, warnanya akan lebih tua. Ketidak rataan persen efek peras pada kain ini dapat diakibatkan oleh : - tekanan rol di kedua bagian pinggir dan bagian tengah yang tidak sama - rol sedikit melengkung Untuk menghindari terjadinya ketidak rataan warna yang disebabkan oleh perbedaan persen efek peras pada kain, maka sebelum pencelupan dimulai dianjurkan agar diperiksa terlebih dahulu kesamaan tekanan pada seluruh bagian rol dan juga periksa apakah rol tersebut melengkung atau tidak Pelarutan Zat Warna atau Zat Pembantu Hasil penelitian pencelupan yang diakibatkan oleh pelarutan zat warna atau zat pembantu yang tidak sempurna dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 4. Dari data dapat dilihat bahwa kesempurnaan dalam pelarutan zat warna dan zat pembantu sangat penting untuk mendapatkan hasil pencelupan yang rata. Zat warna atau zat pembantu yang tidak larut akan menempel pada bahan, menghalangi masuknya larutan zat warna ke dalam bahan. Zat warna dan zat pembantu yang tidak larut juga mengurangi konsentrasi zat tersebut dalam larutan celup sehingga mempengaruhi terhadap ketuaan warna Untuk mendapatkan kesempurnaan dalam pelarutan zat warna dan zat pembantu, disarankan pelarutan dilakukankan menurut prosedur yang ditetapkan dan dibantu pengadukan oleh alat/mesin pengaduk. Juga disarankan agar larutan hasil pelarutan disaring dahulu sebelum digunakan dalam pencelupan untuk menghindari zat yang tidak larut terbawa ke dalam pencelupan Pemakaian Zat Pembantu Merusak Zat Warna Hasil penelitian pencelupan dari penggunaan zat pembantu yang merusak zat warna dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 5. Dari data di atas dapat dilihat bahwa penggunaan zat pembantu pencelupan yang merusak zat warna yang digunakan mengakibatkan ketidak rataan pencelupan. Penambahan zat pembantu yang 56

9 merusak zat warna dapat terjadi akibat kesalahan operator dalam mengambil zat pembantu atau akibat tingkat pengetahuan operator yang kurang. Sebagai gambaran yang jelas dari kesalahan dalam penambahan zat pembantu yang merusak zat warna, pada percobaan pencelupan zat warna reaktif yang ditambahkan natrium hidrosulfit dalam larutan celup. Zat warna reaktif dapat rusak oleh natrium hidrosulfit sehingga hasil pencelupan tidak sempurna. Zat pembantu yang tidak sesuai dapat mempengaruhi zat warna, dengan terjadinya reaksi antara zat warna dengan zat pembantu sehingga zat warna menjadi rusak. Untuk mengatasi kesalahan penggunaan tersebut maka nama/label zat pembantu harus dipasang pada setiap kemasan. Disamping itu perlu diketahui dahulu sifat dari zat pembantu tersebut terhadap zat warna yang digunakan dengan dilakukan tes secara laboratorium sehingga terjadinya ketidak rataan pencelupan dalam proses produksi dapat diatasi Isi Larutan Celup Pada Bak Rendam Peras (Bak Padder) Hasil percobaan pencelupan pengaruh dari akibat larutan celup pada bak rendam peras habis, dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 6. Dari data di atas dilihat bahwa akibat tinggal sedikit atau habisnya larutan celup pada bak redam peras dapat mengakibatkan ketidakrataan hasil pencelupan. Dengan sedikitnya larutan celup dalam bak padder, bahan yang dicelup ditidak terbasahi secara sempurna sehingga warna hasil pencelupan tidak rata. Jumlah stok larutan celup untuk mengisi bak rendam peras biasanya dibuat sesuai dengan daya tampung dari bak penampung, kemudian dari bak penampung ini larutan dialirkan ke bak rendam peras. Terjadinya kekosongan larutan celup pada bak rendam peras dapat terjadi : - Jumlah larutan celup tiap menit yang dialirkan dari bak penampung ke bak rendam peras lebih sedikit dari jumlah larutan celup yang terserap bahan setiap menit. - Larutan celup pada bak penampung habis tidak terkontrol sebelum larutan pengisi yang baru dibuat. Untuk menjaga terjadinya kedu hal diatas maka perlu diperhitungkan jumlah larutan celup yang harus dialirkan tiap menit dari larutan penampung ke bak rendam peras dengan jumlah yang sesuai dengan jumlah larutan celup yang terbawa bahan setiap menit. Untuk menjaga kekosongan dari larutan 57

10 celup dalam bak penampung, maka perlu diperhitungkan kapan larutan celup pengisi bak penampung harus dibuat sebelum isi bak tersebut habis Permukaan Rol Pemeras Hasil penelitian pencelupan akibat permukaan rol pemeras tidak rata dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 7. Dari data di atas dapat dilihat adanya ketidakrataan hasil pencelupan karena rol pemeras tidak rata. Terjadinya ketidakrataan warna hasil pencelupan akibat rol tidak rata seperti cacat lubang pada rol, mengakibatkan rol yang cacat ini tidak dapat menekan larutan celup pada kain pada waktu pemerasan. Akibatnya kandungan zat warna pada bagian kain yang tidak terperas tadi lebih banyak, dan warnanya menjadi lebih tua. Untuk menghindari ketidakrataan warna akibat permukaan rol tidak rata maka sebaiknya rol yang cacat tidak digunakan untuk pencelupan sebelum diperbaiki Kain Mengandung Benang Dari Jenis Serat Berbeda Hasil penelitian pencelupan dari bahan yang mengandung jenis serat yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 8. Dari data diatas terlihat adanya ketidakrataan hasil pencelupan akibat adanya jenis serat yang mempunyai sifat pencelupan berbeda pada satu bahan. Ini terjadi misalnya pada kain kapas terdapat benang lusi atau pakan dari serat poliester dimana serat poliester tidak dapat dicelup dengan zat warna untuk pencelupan serat kapas sehingga benang ini akan memberikan nilai cacat pada kain hasil celup. Untuk mengatasi ini perlu kontrol yang ketat waktu pemisahan benang dari jenis serat yang berbeda diproses persiapan pembuatan kain/pertenunan Kualitas Zat Pembantu Pencelupan Hasil pencelupan dengan menggunakan zat pembantu pencelupan yang kualitasnya kurang baik dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 9. Dari data di atas dapat dilihat adanya ketidakrataan hasil pencelupan akibat penggunaan zat pembantu yang kurang baik. Pada percobaan ini digunakan dua macam zat anti migrasi Stabiron B.100, 58

11 yaitu : pertama yang masih baru dari kemasan gudang yang tersimpan dan tertutup rapat, kedua zat anti migrasi yang diambil dari kemasan tidak tertutup yang telah tersimpan lama di gudang. Adanya penyimpanan yang terbuka lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan dari zat anti migrasi oleh udara atau air sehingga dapat mempengaruhi hasil pencelupan. Untuk menjaga terjadinya hal tersebut disarankan agar zat pembantu yang digunakan dalam pencelupan di uji dahulu keaktifannya dan dalam penyimpanan dihindari dari hal-hal yang dapat menurunkan daya kerja dari zat tersebut Kain Melipat Pada Waktu Proses Pencelupan Rendam Peras Hasil penelitian pengukuran warna akibatnya kain melipat pada waktu proses rendam peras dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 10. Dari data diatas dapat dilihat ketidakrataan warna hasil pencelupan rendam peras akibat kain melipat pada waktu proses pencelupan, ketiakrataan ini dapat terjadi karena adanya lipatan pada kain. Lipatan ini dapat berupa garis yang memanjang. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pengawasan yang ketat pada waktu proses pencelupan Perbedaan Konstruksi Pada Bahan Yang Dicelup Hasil pencelupan dari bahan mengandung konstruksi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 11. Data di atas menunjukkan adanya perbedaan nilai ketuaan warna (K/S zat warna) dari bahan yang mempunyai konstruksi berbeda. Pada proses pencelupan, masuknya larutan zat warna ke dalam serat akan mengalami hambatan oleh konstruksi bahannya sendiri seperti adanya lilitan serat dalam benang dan jalinan benang dalam. Konstruksi bahan berpengaru terhadap besarnya hambatan laju masuknya larutan zat warna ke dalam bahan sehinggaa bahan yang mempunyai konstruksi berbeda memberikan hasil pewarnaan yang berbeda. Untuk mengatasi perbedaan warna yang diakibatkan oleh perbedaan konstruksi bahan, maka pengawasan terhadap kesamaan konstruksi bahan dapat lebih ditingkatkan Bahan Hasil Celupan Terkena Air Sebelum Proses Fiksasi 59

12 Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup rendam peras terkena air sebelum proses fiksasi dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 12. Dalam proses pencelupan cara rendam peras, ikatan at warna dan serat terjadi pada proses fiksasi. Pada percobaan ini, terjadi pada proses pemanggangan (cure). Sebelum proses fiksasi, zat warna beum mengadakan ikatan dengan serat sehingga zat warna akan mudah dihilangkan dari serat. Apabila bahan hasil celup rendam peras terkena air sebelum proses fiksasi, maka pada bagian baha ini terjadi pengenceran zat warna yang memudahkan larutan zat warna ini bermigrasi ke daerah sekeliling bahan, sehingga bagian bahan yang terkena air warnanya menjadi muda. Untuk menjaga terjadinya hal semacam ini dianjurkan agar bahan hasil celup rendam peras yang belum diproses fiksasi, dilindungi dari percikan air dengan menutup dengan plastik dan dijauhkan dari percikan air Bahan Yang Dicelup Merupakan Hasil Proses Pelunturan Warna Pengaruh dari bahan hasil proses pelunturan warna terhadap nilai K/S zat warna dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 13. Pelunturan warna secara keseluruhan dari bahan hasil celup untuk menghasilkan warna bahan putih yang sama dengan warna bahan sebelum dicelup, sulit dicapai terutama untuk zat warna tertentu, sehingga bahan hasil pelunturan masih mengandung sisa warna hasl celupan. Apabila bahan ini dicelup ulang maka kemungkinan timbul efek celupan dengan warna yang lebih tua dibanding bahan yang dicelup dari bahan bukan hasil pelunturan warna. Untuk menghindari ha diatas maka dianjurkan agar bahan hasil celupan dari bahan hasil pelunturan warna dipisahkan. Sedangkan untuk mendapatkan warna hasil celupan yang sama dengan warna standar maka sebaiknya tidak digunakan bahan hasl proses pelunturan warna Pengeringan Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup dengan kekeringan yang tidak rata setelah pencelupan dapat dilihat pada Tabel 1 nomor

13 Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ada perbedaan nilai K/S zat warna bahan hasil celup dengan kekeringan sebelum proses fiksasi yang berbeda. Untuk bahan yang sudah kering begitu bahan masuk ke dalam ruangan fiksasi langsung terjadi ikatan antara zat warna dan serat, seluruh waktu selama bahan dalam ruangan dipergunakan untuk proses fiksasi sehingga warna bahan yang dihasilkan lebih tua. Untuk bahan yang masih basah, waktu fiksasi yang disediakan selama bahan dalam ruang fiksasi sebahagian digunakan untuk penguapan air dari bahan kemudian setelah kering baru terjadi proses fiksasi. Oleh karena sebahagian waktu digunakan untuk penguapan maka waktu untuk fiksasi berkurang, akibatnya fiksasi tidak sempurna sehingga ikatan zat warna dan serat tidak sempurna. Hal ini akan berpengaruh pada ketuaan warna sehingga hasil pencelupan menjadi lebih muda warnanya. Supaya tidak terjadi masalah ini, dianjurkan agar dilakukan pengontrolan terhadap kerataan temperatur udara dalam ruangan tempat pengeringan untuk mendapatkan kekeringan bahan yang rata Akibat Mesin Berhenti Waktu Proses Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup akibat berhentinya mesin dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 15. Mesin berhenti pada waktu proses dapat terjadi pada semua mesin seperti pada mesin rendam peras, mesin pengeringan atau mesin fiksasi. Akibat mesin rendam peras berhenti, maka sebagian bahan tersebut lebih tuah. Berhentinya mesin dapat terjadi antara lain karena listrik mati, atau kondisi mesin yang kurang lancar Alat Kontrol Temperatur Ruangan Mesin Hasil pengukuran warna akibat alat kontrol temperatur ruangan mesin tidak jalan dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 16. Salah satu contoh akibat alat kontrol temperatur pada mesin fiksasi tidak jalan, maka temperatur dalam ruang fiksasi kemungkinan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pada percobaan ini temperatur fiksasi diset pada temperatur di bawah temperatur yang dianjurkan (150 0 C), yaitu fiksasi pada temperatur C, ternyata hasil warnanya lebih muda. Hal ini menunjukkan bahwa temperatur ang berakibat pada ketuaan warna. 61

14 Oleh karena itu pengawasan terhadap temperatur perlu dilakukan agar ketidaksamaan warna hasil pencelupan dapat diatasi sebelumnya Kipas Sirkulsi Udara Dalam Ruang Proses Hasil pengukuran warna akibat kipas sirkulasi udara tidak jalan dapat dilihat pada tabel 1 nomor 17. Fungsi kipas sirkulasi udara pada mesin fiksasi adalah untuk membantu agar temperatur dalam ruang fiksasi dapat homogen. Apabila kipas tidak dijalankan kemungkinan temperatur udara dalam ruang tidak homogen, sehingga temperatur udara di atas dan di bawah permukaan kain tidak sama. Hal ini berakibat tidak meratanya hasil fiksasi, yang berakibatkan pula pada hasil kerataan warna Pencucian Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup sebagai akibat proses pencucian setelah celup kurang bersih terlihat pada tabel 1 nomor 18. Pada data di atas dapat dilihat adanya perbedaan warna dari bahan hasil pencelupan dengan kebersihan hasil pencucian yang berbeda. Dalam proses pencelupan, zat warna yang berada dalam bahan tidak semuanya terfiksasi dengan serat, zat warna yang tidak terfiksasi ini dihilangkan zat warna yang tidak terfiksasi kurang sempurna, maka zat warna ini akan terus menempel pada bahan sehingga warna bahan akan kelihatan lebih tua. IV. KESIMPULAN Dari hasil penelitian penyebab ketidak rataan hasil pencelupan proses Rendam-Peras- Pemanggangan untuk zat warna reaktif, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses persiapan bahan yang akan dicelup kurang baik 2. Kandungan air pada bahan yang akan dicelup tidak rata 3. Efek peras hasil celup pada bahan tidak rata 4. Pelarutan zat warna atau zat pembantu yang tidak sempurna 62

15 5. Pemakaian zat pembantu merusak zat warna yang digunakan 6. Isi larutan celup pada bak rendam peras (bak padder) sedikit/habis 7. Permukaan rol pemeras tidak rata 8. Kain Mengandung benang dari jenis serat yang berbeda 9. Kualitas zat pembantu yang kurang baik 10. Kain melipat pada waktu dicelup 11. Konstruksi kain berbeda 12. Kain hasil celup rendam peras kena air sebelum fiksasi 13. Bahan yang dicelup dari hasil pelunturan warna 14. Pengeringan tidak rata dari bahan setelah pencelupan rendam peras 15. Mesin berhenti pada waktu proses 16. Pengendalian temperatur ruang pemanas pada mesin tidak jalan 17. Kipas sirkulasi udara panas pada mesin tidak jalan DAFTAR PUSTAKA Casperz, Vencent, 19991, Metode Perancangan Percobaan Ilmu Pengetahuan Ilmu Teknik, Bandung : Penerbit CV. Armico. Castino, Ruth. A, 1974, Spinning dan Dyeing the Natural Way, London : Evans Brothers Limited. Chang, Peter M.K, 2002, Pengendalian Mutu Terpadu untuk Industri Tekstil, Jakarta : Pradnya Paramita. Hamby PS. and Grover Eliot B., 1960, Hand Book of Textile and Quality Control, Newyork : Textile Book Publisher. Hanafiah, Kemas Ali, 2005, Rancangan Percobaan Aplikatif, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Juameri, dkk. 1997, Pengetahuan Barang Tekstil, Bandung : Institut Tehnologi Tekstil. 63

16 Klein W. 1987, The Technology of Draw Frame, England : The Textil Institute of Textile Technology. Klein W. 1991, The Technology of Short Staple Fibre in Spinning, Manchester : The Textile Institute. Luwa, Zellweger, Ag, CH, 1999, 8610 Uster, Swizerland. Moerdoko, Wibowo, dkk. 1973, Evaluasi Tekstil Bagian Fisika, Bandung : Institut Tehnologi Tekstil. Robinson, JS, 1980, Spinning Extruding and Processing of Fibres, New Jersey : Noyes Data Corporation. Sudjana, 1996, Metode Statistik Edisi ke-6, Bandung : Penerbit Tarsito Bandung. 64

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGANJIAN BENANG TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA MESIN KANJI MERK TZUDAKOMA JAPAN

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGANJIAN BENANG TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA MESIN KANJI MERK TZUDAKOMA JAPAN PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGANJIAN BENANG TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA MESIN KANJI MERK TZUDAKOMA JAPAN Naufal Affandi, Yus Firdaus, Indrato Harsadi Dosen Fakultas Teknik, Program studi Teknik Industri

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL digilib.uns.ac.id BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL Hasil uji coba/eksperimen dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa kategori sesuai dengan jenisnya yaitu tentang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KEMBALI LARUTAN BEKAS PENCELUPAN

PENGGUNAAN KEMBALI LARUTAN BEKAS PENCELUPAN PENGGUNAAN KEMBALI LARUTAN BEKAS PENCELUPAN PADDING 41 METODA PENCELUPAN TUNGGAL MENGGUNAKAN ZAT WARNA REMASOL PADA SALAH SATU IKM BATIK CAP The Utilization of Former Solution Padding Dyeing with Single

Lebih terperinci

Pengaruh Tekanan dan Diameter Front Top Roller Mesin Ring Spinning Terhadap Ketidakrataan Benang

Pengaruh Tekanan dan Diameter Front Top Roller Mesin Ring Spinning Terhadap Ketidakrataan Benang Pengaruh Tekanan dan Diameter Front Top Roller Mesin Ring Spinning Terhadap Ketidakrataan Benang Giyanto, Indrato Harsadi Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Syekh Yusuf Jalan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan 1. Bahan Bahan yang Digunakan a. Buah mangrove jenis Rhizophora stylosa diperoleh dari daerah Pasar Banggi, Rembang b. Air diperoleh dari Laboratorium Aplikasi Teknik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG. Luftinor. Abstrak

PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG. Luftinor. Abstrak PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG THE USE OF DISPERSE DYES OF HIGH TEMPERATUR SYSTEM FOR POLYESTER YARN PALEMBANG SONGKET Luftinor Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang e-mail:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada penghambatan pertumbuhan jamur (Candida albicans) dan tingkat kerusakan dinding

Lebih terperinci

SNI 0103:2008. Standar Nasional Indonesia. Kertas tisu toilet. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI 0103:2008. Standar Nasional Indonesia. Kertas tisu toilet. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Kertas tisu toilet ICS 85.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN III.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : - Spektrometer serapan atom ( Perkin-Elmer tipe Aanalyst 100 ) - Tungku karbon ( Perkin-Elmer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA DIVISI PROCESSING DI PT BHINEKA KARYA MANUNGGAL I

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA DIVISI PROCESSING DI PT BHINEKA KARYA MANUNGGAL I MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS PADA DIVISI PROCESSING DI PT BHINEKA KARYA MANUNGGAL I Nama : Dewi Wilianti NPM : 31412968 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Rossi Septy Wahyuni, ST., MT. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis tanah

Cara uji berat jenis tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan.. iii 1 Ruang lingkup.. 1 2 Acuan normatif. 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion NACC10 Untuk Penggunaan Rumah Tangga Mohon agar Buku Petunjuk Pemakaian ini dibaca dengan baik sebelum pemakaian, dan pakailah peralatan dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DOKUMENTASI

LAMPIRAN C DOKUMENTASI LAMPIRAN C DOKUMENTASI C.1 Pembuatan Reaktor Pulp 1. Penyiapan peralatan penunjang reaktor pulp Pengaduk Ternokopel Pemarut Pembaca Suhu Digital Pengatur Suhu Pemanas Motor Pengaduk Peralatan Lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah melakukan pengumpulan data yang selanjutnya diolah dan dianalisis sehubungan dengan penelitian pada PT. Gistex Textile Division maka dapat diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif NBID42 Untuk Penggunaan Rumah Tangga Mohon agar Buku Petunjuk Pemakaian ini dibaca dengan baik sebelum pemakaian, dan pakailah peralatan dengan benar.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan November 2011 di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 97 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan dan saran yang dipaparkan berikut ini, disusun berdasarkan seluruh kegiatan penelitian mengenai manfaat hasil belajar pencelupan kain kapas (cotton) sebagai

Lebih terperinci

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3. Preparasi Sampel Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3 siti_marwati@uny.ac.id Penarikan Sampel (Sampling) Tujuan sampling : mengambil sampel yang representatif untuk penyelidikan

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR GRAFIK... vii

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR GRAFIK... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Identifikasi dan Rumusan

Lebih terperinci

adalah benang lusi yaitu benang-benang yang arahnya

adalah benang lusi yaitu benang-benang yang arahnya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masafah Dengan ditemukannya mesin tenun modern yang berteknologi tinggi dan dapat berproduksi dalam skala besar, seperti halnya mesin tenun Air Jet, maka hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan rancangan penelitian pre test and post test control group design

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI EKO-EFISIENSI PADA INDUSTRI PRINTING BATIK

IMPLEMENTASI EKO-EFISIENSI PADA INDUSTRI PRINTING BATIK IMPLEMENTASI EKO-EFISIENSI PADA INDUSTRI PRINTING BATIK Sulaeman 1), Agus Hadiyarto 2) 1) Balai Besar Kerajinan dan Batik, Yogyakarta 2) MIL, Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN TAHAN KUSUT PADA KAIN KAPAS DENGAN KNITEX LE VARIASI KONSENTRASI DAN PENAMBAHAN RESIN PELEMAS SILIKON AMZ-9

PENYEMPURNAAN TAHAN KUSUT PADA KAIN KAPAS DENGAN KNITEX LE VARIASI KONSENTRASI DAN PENAMBAHAN RESIN PELEMAS SILIKON AMZ-9 PENYEMPURNAAN TAHAN KUSUT PADA KAIN KAPAS DENGAN KNITEX LE VARIASI KONSENTRASI DAN PENAMBAHAN RESIN PELEMAS SILIKON AMZ-9 Prihatini (07k40015), Jakariya Nugraha (10020067), Mahasiswa Jurusan Kimia Tekstil,

Lebih terperinci

Proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan menggunakan media air.

Proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan menggunakan media air. MATA KULIAH TEKNOLOGI TEKSTIL TEKNOLOGI PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Oleh: Dr. WIDIHASTUTI, M.PD widihastuti@uny.ac.id PENGERTIAN PENCELUPAN: Proses pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal

Cara uji kelarutan aspal Standar Nasional Indonesia Cara uji kelarutan aspal ICS 91.100.50 Badan Standardisasi Nasional SNI 2438:2015 BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

Selain itu, menyimpan peralatan gelas dalam keadaan kotor, atau dari hasil pencucian yang tidak/kurang bersih akan menyukarkan proses pencucian atau

Selain itu, menyimpan peralatan gelas dalam keadaan kotor, atau dari hasil pencucian yang tidak/kurang bersih akan menyukarkan proses pencucian atau Di laboratorium, kegiatan pencucian, umumnya ditujukan pada peralatan/instrumen, atau benda lainnya yang terbuat dari gelas. Pengetahuan tentang sifat dari suatu bahan atau zat (seperti daya larut di dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Pemeriksaan bahan material harus dilakukan sebelum direncanakannya perhitungan campuran beton (mix design). Adapun hasil pemeriksaanpemeriksaan agregat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dengan metode kromatografi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian a. Motor diesel 4 langkah satu silinder Dalam penelitian ini, mesin yang digunakan untuk pengujian adalah motor disel 4-langkah

Lebih terperinci

PERANAN JASA LAUNDRY Laundry Service

PERANAN JASA LAUNDRY Laundry Service PERANAN JASA LAUNDRY Laundry Service Kepuasan para tamu akan hasil pencucian anda adalah sangat tergantung kepada diri anda, yakinkan proses pencucian yang anda lakukan sudah baik dan benar guna menciptakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen kuantitatif dengan variabel hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT 1. Kertas saring a. Kertas saring biasa b. Kertas saring halus c. Kertas saring Whatman lembar d. Kertas saring Whatman no. 40 e. Kertas saring Whatman no. 42 2. Timbangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan September 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan September 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan September 2013 di laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 17 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: Tahap : Tahap Perlakuan Awal ( Pretreatment ) Pada tahap ini, biji pepaya dibersihkan dan dioven pada suhu dan waktu sesuai variabel.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Umum Perusahaan CV. Makmur Palas merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pendaur ulangan sampah plastik menjadi kantong plastik. Perusahaan ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen murni (True Experimental). Penelitian eksperimen murni bertujuan untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal

Cara uji kelarutan aspal Cara uji kelarutan aspal 1 Ruang lingkup Cara uji kelarutan aspal secara khusus menguraikan alat dan bahan yang digunakan serta prosedur kerja untuk mendapatkan hasil kelarutan aspal. Cara uji ini dilakukan

Lebih terperinci

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Standar Nasional Indonesia Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan metode eksperimen kuasi dimana rancangan penelitiannya adalah after only with

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA 3.6 Proses Pengambilan Serat Kapuk Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang waktu 2 atau 3 pekan, yang pertama kalinya biasanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013. 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2013. Tempat penelitian adalah Laboratorium Botani dan Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Nama : Jakariya Nugraha Noerma Rachamwati Fani Miftah Rizkiyah Boby Fansha Graha : Sukirman S.

Disusun Oleh : Nama : Jakariya Nugraha Noerma Rachamwati Fani Miftah Rizkiyah Boby Fansha Graha : Sukirman S. LAPORAN PRAKTIKUM PENYEMPURNAAN TEKSTIL PROSES PENYEMPURNAAN MENGKERET (KREPING) PADA KAIN KAPAS DAN RAYON VARIASI KONSENTRASI NaOH, WAKTU KONTAK DAN JARAK MOTIF Disusun Oleh : Nama : Jakariya Nugraha

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2012 di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung. Karakaterisasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN Tilupl Gambar A.1 Diagram Alir Metode Penelitian A-1 LAMPIRAN B PROSEDUR PEMBUATAN COCODIESEL MELALUI REAKSI METANOLISIS B.l Susunan Peralatan Reaksi metanolisis

Lebih terperinci

Sifat Fisika dan Kimia Serat Poliester dan Kapas..;.^\rL..., 13

Sifat Fisika dan Kimia Serat Poliester dan Kapas..;.^\rL..., 13 DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI PERSEMBAHAN MOTTO UCAPAN TERIMA KASffl KATA PENGANTAR DAFTARISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ABSTRAKSI i ji jjj iv v vj vii

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ulangan. Faktor pertama adalah jenis pati bahan edible coating (P) yang

BAB III METODE PENELITIAN. ulangan. Faktor pertama adalah jenis pati bahan edible coating (P) yang 48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non equivalent control

Lebih terperinci

1. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 110 cc. Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah sepeda motor

1. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 110 cc. Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah sepeda motor 5 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 0 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah sepeda motor bensin 4-langkah 0 cc, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB XIII PENGECATAN A.

BAB XIII PENGECATAN A. BAB XIII PENGECATAN A. Pekerjaan Pengecatan Pada saat melakukan pengecatan baik itu tembok lama maupun baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih warna yang sesuai dengan fungsi dinding yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum Dalam bab ini menjelaskan cara penelitian yang dilakukan untuk menaikkan kualitas air hujan dengan batu kapur, baru kapur yang dipanaskan 400 C, karbon aktif

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup SNI 01-5009.12-2001 G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan gondorukem, sebagai pedoman pengujian gondorukem yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENGONTROLAN MOTOR LISTRIK PADA INDUSTRI. pengendalian terhadap operasi motor listrik yang di pergunakan untuk

BAB II SISTEM PENGONTROLAN MOTOR LISTRIK PADA INDUSTRI. pengendalian terhadap operasi motor listrik yang di pergunakan untuk BAB II SISTEM PENGONTROLAN MOTOR LISTRIK PADA INDUSTRI 2.1 Pengertian Pengontrolan Pengontrolan dapat diartikan sebagai pengaturan dan pengendalian terhadap operasi motor listrik yang di pergunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BIRO SARANA DAN PRASARANA. Pengadaan Tutup Kepala TA. 2015

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BIRO SARANA DAN PRASARANA. Pengadaan Tutup Kepala TA. 2015 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BIRO SARANA DAN PRASARANA Pengadaan Tutup Kepala TA. 2015 SPESIFIKASI TOPI RIMBA BRIMOB DAN SPN 1. BENTUK/DESAIN Bentuk/desain Topi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL KETAHANAN LUNTUR WARNA KAIN ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL KETAHANAN LUNTUR WARNA KAIN ABSTRAK POLITEKNOSAINS VOL. XI NO. Maret 0 STUDI EKSPERIMENTAL KETAHANAN LUNTUR WARNA KAIN ) Didik Achadi Wedyatmo, ) Arif Setyo Nugroho. )) Akademi Teknologi Warga Surakarta ABSTRAK Value of color fastness to

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Eksperimen Fisika

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

Pembuatan Mesin Produksi Senar (Benang Monofilamen) dalam Pemberdayaan UKM Kain Kasa di Kota Malang

Pembuatan Mesin Produksi Senar (Benang Monofilamen) dalam Pemberdayaan UKM Kain Kasa di Kota Malang Petunjuk Sitasi: Hariyanto, Samsudin, Yuniawan, Dani, & Putra, Aang Fajar Pasha. (2017). Pembuatan Mesin Produksi Senar (Benang Monofilamen) dalam Pemberdayaan UKM Kain Kasa di Kota Malang. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

Tabel 3.3 Proses Pewarnaan Serat Kapuk. Proses Pewarnaan Serat Kapuk/3L air. Pewarna Bahan Durasi Hasil Wanteks Wadah 120 " 1.

Tabel 3.3 Proses Pewarnaan Serat Kapuk. Proses Pewarnaan Serat Kapuk/3L air. Pewarna Bahan Durasi Hasil Wanteks Wadah 120  1. Tabel 3.3 Proses Pewarnaan Serat Kapuk Proses Pewarnaan Serat Kapuk/3L air Pewarna Bahan Durasi Hasil Wanteks Wadah 120 " 1. warna kusam Air Mendidih 2. mudah luntur 3 bungkus 3. bisa diurai 4. bisa dipilin

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus Standar Nasional Indonesia Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus ICS 91.100 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian 49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji efektivitas jamu keputihan dengan parameter zona hambat dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Inti kelapa sawit. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Inti kelapa sawit. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Inti kelapa sawit ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1 3 Istilah... 1 4 Penggolongan... 1 5 Syarat mutu...1

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN No Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru mapel Tekstil Indikator Esensial

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN No Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru mapel Tekstil Indikator Esensial KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHUN 2012 MATA PELAJARAN JENJANG : TEKNIK TEKSTIL : SMA/MA SMK/MAK KOMPETENSI PEDAGOGI No Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru mapel Tekstil Indikator

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi dosis pestisida

Lebih terperinci

Cara uji kadar sari (ekstrak alcohol - benzena) dalam kayu dan pulp

Cara uji kadar sari (ekstrak alcohol - benzena) dalam kayu dan pulp Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar sari (ekstrak alcohol - benzena) dalam kayu dan pulp ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN PELEMASAN PADA KAIN KAPAS, T/C, T/C DAN POLYESTER MENGGUNAKAN SILICON N-150 & SILICON AMZ-9 VARIASI KONSENTRASI SILICON.

PENYEMPURNAAN PELEMASAN PADA KAIN KAPAS, T/C, T/C DAN POLYESTER MENGGUNAKAN SILICON N-150 & SILICON AMZ-9 VARIASI KONSENTRASI SILICON. PENYEMPURNAAN PELEMASAN PADA KAIN KAPAS, T/C, T/C DAN POLYESTER MENGGUNAKAN SILICON N-150 & SILICON AMZ-9 VARIASI KONSENTRASI SILICON. Boby Fansha Graha (07k40015), Fani Miftah Rizkiyah (10020054), Jakariya

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci