PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN"

Transkripsi

1 PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 i

2 RINGKASAN KOMARUDIN. D Penampilan Anak Itik yang Dipelihara Berdasarkan Kelompok Bobot Tetas Kecil, Besar dan Campuran. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS : Prof. Emer. Peni S. Hardjosworo, M.Sc Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot tetas dan metode pemeliharaan berdasarkan kelompok bobot tetas kecil, besar dan campuran terhadap penampilan itik umur enam minggu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2006 di Laboratorium Penetasan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Laboratorium Penetasan dan Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian menggunakan anak itik betina lokal sebanyak 122 ekor. Anak itik dengan bobot tetas > 42 gram digolongkan sebagai kelompok besar dan anak itik yang memiliki bobot tetas 42 gram digolongkan sebagai kelompok kecil. Kelompok campuran merupakan kelompok itik yang terdiri dari itik dengan bobot tetas kecil dan besar yang diambil secara acak dari kelompok asalnya. Itik dipelihara dan diamati dari menetas hingga berumur enam minggu. Pengamatan dilakukan pada konsumsi dan konversi pakan itik, pertambahan bobot badan dan bobot badan umur enam minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok. Bobot badan umur enam minggu dan pertambahan bobot badan menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01). Kelompok campuran memiliki bobot badan umur enam minggu yang nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok kecil dan pertambahan bobot badan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok kecil dan besar. Bobot badan umur enam minggu ketiga kelompok (kecil, besar dan campuran) masing-masing sebesar 857,31±129,53; 883,44±137,51; 952,94±91,17 gram dan pertambahan bobot badan selama enam minggu masing-masing sebesar 819,51±129,02; 837,21±137,51; 909,88±90,26 gram. Konsumsi dan konversi pakan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Konsumsi dan konversi pakan ketiga kelompok (kecil, besar dan campuran) masing-masing sebesar 2.929,1±214,7; 2.922,4±452,3; 3.186,6±241,8 gram dan 3,57±0,34; 3,48±0,24; 3,59±0,26. Anak itik dengan bobot tetas kecil dapat mengalami pertumbuhan kompensatori dan menyamai pertumbuhan anak itik dengan bobot tetas besar apabila dipelihara dengan lingkungan pemeliharaan yang baik dan pakan yang cukup. Anak itik dengan bobot tetas kecil juga mengalami pertumbuhan kompensatori jika dipelihara bercampur dengan anak itik yang memiliki bobot tetas besar, sehingga bobot badan pada umur enam minggu itik dengan bobot tetas kecil dapat menyamai itik dengan bobot tetas besar. Bobot tetas pada itik tidak mempengaruhi konsumsi dan konversi pakan, pertambahan bobot badan dan bobot badan itik pada umur enam minggu. Kata-kata kunci : itik, bobot tetas, pertumbuhan, konsumsi pakan, konversi pakan ii

3 ABSTRACT Performance of Duckling Which Kept Based On Small, Big and Mix Groups of Birth Weight Komarudin, Rukmiasih dan P. S. Hardjosworo This research was conducted to determine the effect of birth weight and keeping method based on small, big and mix groups birth weight on performance six weeks of age ducks. It used 122 Day Old Duck (DOD) and partitioned based on birth weight. Day Old Duck with more than 42 grams was classified as a big group and less or equal 42 grams were classified as small group. Then from those two groups were take some DOD s randomly and classified as mix group. Those groups were kept until six weeks of age ducks. Feed consumption and conversion, growth and six weeks weight ducks were measured. This research used randomized block design. The result were showed significant different (P<0.01) on growth and six weeks weight. Mix group had higher six weeks weight than small group and had higher growth than small and big group. Average growth of small, big and mix groups in succession were ±129.02; ±137.51; ±90.26 grams and the six weeks weight were ±129.53; ±137.51; ±91.17 grams. Feed consumption and conversion of each groups (small, big and mix) did not showed the differences. The amounts in succession were 2,929.1±214.7; 2,922.4±452.3; 3,186.6±241.8 grams of feed consumption and 3.57±0.34; 3.48±0.24; 3.59±0.26 of feed conversion. Duckling with small birth weight had compensatory growth and could be equal with big birth weight if maintained on good environment and enough feed. It would be also had compensatory growth if maintained with big birth weight duckling, therefore it could be equal with big birth weight in six weeks weight. Birth weight did not influence feed consumption and conversion, growth and six weeks weight ducks. Keywords : duck, birth weight, growth, feed consumption, feed conversion iii

4 PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN KOMARUDIN D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 iv

5 PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN Oleh KOMARUDIN D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 4 Juli 2007 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Rukmiasih, MS NIP Prof. Emer. Peni S. Hardjosworo, M.Sc NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc NIP v

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 1985 dari pasangan Ayahanda Sauwan dan Ibunda Salmah. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai saat penulis masuk SDN 08 Jakarta Timur pada tahun 1991 dan lulus pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 128 Jakarta dan pendidikan menengah umum di SMUN 67 Jakarta pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di Koperasi Mahasiswa IPB (periode 2003/2004), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (periode 2004/2005 dan 2005/2006) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (periode 2006/2007). Penulis juga mendapat kesempatan menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak pada semester genap periode 2005/2006 dan asisten praktikum Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam pada semester gasal dan genap periode 2006/2007. vi

7 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang senantiasa melimpahkan nikmat yang begitu besar dan tidak terhitung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada qudwah hasanah umat manusia, Nabi Muhammad SAW dan semoga sholawat dan salam juga tercurah kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga hari akhir. Skripsi yang berjudul Penampilan Anak Itik yang Dipelihara Berdasarkan Kelompok Bobot Tetas Kecil, Besar dan Campuran ini adalah salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot tetas dan metode pemeliharaan berdasarkan bobot tetas terhadap penampilan itik pada umur enam minggu. Penampilan yang diamati meliputi konsumsi dan konversi pakan, pertambahan bobot badan dan bobot badan itik umur enam minggu. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi bobot tetas itik yang masih cukup beragam di kalangan peternak. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan rekomendasi untuk kalangan peternak dan akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis baik dari segi isi maupun penyajian. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun agar karya tulis ini dapat menjadi lebih baik. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan dan tercatat sebagai amal sholeh. Amien. Bogor, Juli 2007 Penulis vii

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Itik... 3 Bobot Tetas... 4 Bobot Badan... 5 Pertambahan Bobot Badan... 5 Pakan... 6 Konsumsi dan Konversi Pakan... 7 METODE... 9 Lokasi dan Waktu... 9 Materi... 9 Ternak... 9 Pakan... 9 Kandang dan Perlengkapan Rancangan Perlakuan Model Percobaan Analisis Data Peubah yang Diamati Prosedur Persiapan Kandang Seksing dan Pengelompokan Pelaksanaan Pemeliharaan HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Konversi Pakan Pertambahan Bobot Badan Bobot Badan Umur Enam Minggu viii

9 KESIMPULAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Gizi Pakan untuk Itik Petelur Hasil Analisis Proksimat Pakan Penampilan Itik Umur Enam Minggu Berdasarkan Kelompok Bobot Tetas Penampilan Itik Kelompok Campuran Umur Enam Minggu x

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ketiga Kelompok Itik Grafik Bobot Badan Mingguan Ketiga Kelompok Itik xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Bobot Tetas Itik Analisis Ragam Konsumsi Pakan Itik Selama Enam Minggu Analisis Ragam Konversi Pakan Itik Selama Enam Minggu Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Itik Selama Enam Minggu Analisis Ragam Bobot Badan Itik Umur Enam Minggu Analisis Ragam Bobot Tetas Itik Kelompok Campuran Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Itik Kelompok Campuran Selama Enam Minggu Analisis Ragam Bobot Badan Itik Umur Enam Minggu Kelompok Campuran xii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas air yang telah lama dikenal masyarakat dan berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Ternak itik memiliki peran strategis dalam mensuplai kebutuhan protein hewani baik dari produksi telur maupun dari produksi daging terutama di wilayah pedesaan. Budidaya itik pada wilayah pedesaan juga memberikan kontribusi dalam peningkatan perekonomian masyarakat. Ketika krisis moneter melanda Indonesia, unggas air ternyata mampu menjadi penyelamat perekonomian masyarakat pedesaan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan yang positif (Prasetyo et al., 2004). Sifat pemeliharaan itik yang lebih murah dan mudah serta lebih tahan penyakit dibandingkan jenis unggas lain juga mendukung perkembangan itik. Menurut laporan Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan tahun 2005, populasi sementara itik sebanyak ekor. Angka ini jauh meningkat dibandingkan tahun 2004 yang hanya ekor. Demikian juga halnya dengan produksi telur dan daging itik yang masing-masing meningkat dari ton dan ton pada tahun 2004 menjadi ton dan ton pada tahun Kenyataan ini menunjukkan ternak itik potensial dalam mensuplai kebutuhan protein hewani dalam negeri sehingga perlu mendapatkan perhatian lebih besar untuk dikembangkan. Pengembangan itik harus diikuti dengan sistem manajemen pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan ternak itik yang masih secara tradisional saat ini menyebabkan percepatan pengembangan dan proses seleksi untuk mendapatkan ternak itik unggul berjalan lambat dibandingkan ayam ras. Salah satu indikasinya yakni keragaman bobot tetas anak itik umur sehari atau Day Old Duck (DOD) hasil penetasan telur tetas di kalangan peternak cukup tinggi dan belum memiliki standar bobot tetas seperti pada ayam ras. Walaupun belum memiliki standar bobot tetas, berdasarkan hasil pengamatan lapang Hardjosworo (1985) bobot tetas rata-rata itik betina lokal sebesar 42 gram. Saat ini, metode pemeliharan itik di kalangan peternak masih belum menerapkan pemisahan itik berdasarkan bobot tetas. Itik yang dipelihara berasal dari itik-itik yang memiliki bobot tetas beragam, baik besar maupun kecil (bercampur).

14 Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh metode pemeliharaan itik yang bercampur tersebut dibandingkan metode pemeliharaan itik berdasarkan bobot tetas kecil dan besar secara terpisah. Pemilihan metode pemeliharaan itik yang tepat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi produksi pemeliharaan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot tetas dan metode pemeliharaan itik berdasarkan kelompok bobot tetas besar, kecil dan campuran terhadap penampilan itik umur enam minggu. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Itik Itik diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia, sub-kerajaan Metazoa, filum Chordata, sub-filum Vertebrata, kelas Aves, Ordo Anseriformes, famili Anatidae, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos (Campbell dan Lack, 1985). Menurut Samosir (1983) dalam keadaan liar, itik bersifat monogamous, yaitu hidup berpasangan. Akan tetapi, setelah jinak (diternakkan) menjadi bersifat polygamous. Itik bersifat omnivorous (pemakan segalanya), yakni memakan biji-bijian, rumputrumputan, umbi-umbian dan makanan yang berasal dari hewan atau binatang. Ternak itik yang diternakkan sekarang ini atau Anas domesticus, berasal dari itik liar (Wild Mallard), kecuali itik Manila (entok) atau Muscovy Duck (Anas Moschata) (Samosir, 1983). Itik asli di Indonesia dapat dikatakan menyerupai itik Indian Runner (itik Indonesia). Itik Indian Runner merupakan itik tipe petelur. Bobot badan dewasa jantan dan betina itik Indian Runner masing-masing 2,043 kg dan 1,816 kg (Samosir, 1983). Menurut Raharjo dan Wibowo (2002) secara umum itik yang ada di Indonesia ditujukan sebagai penghasil telur. Produksi daging itik biasanya berasal dari itik jantan atau itik betina tua yang sudah tidak produktif. Saat ini di Indonesia terdapat berbagai bangsa itik lokal yang telah beradaptasi dengan baik pada lingkungan dimana mereka dikembangkan dan dinamakan berdasarkan letak geografis asalnya (Prasetyo et al., 2004). Beberapa jenis itik lokal yang diberi nama sesuai dengan lokasinya mempunyai ciri morfologi yang khas, sebagai contoh itik Tegal, Alabio, Bali, Cirebon, Magelang, Tasikmalaya, Tangerang, Medan, Lombok dan Mojokerto. Namun itik-itik yang ada di pulau Jawa sangat sulit dibedakan bila hanya dari bentuk luarnya (Setioko et al., 1997). Menurut Tanabe et al. (1984) itik di Jawa Barat memiliki kesamaan genetik dengan itik di Jawa Tengah, namun berbeda dengan itik yang terdapat di Jawa Timur, Bali dan Lombok. Salah satu contoh itik lokal yakni itik Cihateup. Wulandari (2005) menyatakan itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Selain dikembangbiakan di daerah asalnya, itik Cihateup juga telah dikembangbiakan di daerah-daerah di sekitar Tasikmalaya seperti Garut. 3

16 Bobot Tetas Susanti (2003) melaporkan bobot DOD dipengaruhi oleh produksi telur dan umur pertama bertelur induk. Umur pertama bertelur yang relatif lebih cepat akan menyebabkan rendahnya bobot telur yang pada gilirannya akan menyebabkan rendahnya bobot DOD. Peningkatan produksi telur juga akan menurunkan bobot DOD yang dihasilkan. Kelembaban udara selama proses penetasan juga berpengaruh terhadap bobot tetas (North dan Bell, 1990). Menurut Leeson (2000) bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur karena bobot tetas rata-rata adalah 62 % bobot telur. Bobot tetas ayam memiliki korelasi positif terhadap bobot badan ayam pada umur 42 hari. Setiap penambahan satu gram bobot tetas pada ayam mengakibatkan penambahan 10 gram pada bobot ayam umur 42 hari. Hardjosworo (1989) menyatakan bobot telur merupakan sifat yang dipengaruhi oleh kebakaan (genetik) dan protein dalam pakan. Hal yang sama dikemukakan oleh North dan Bell (1990) bahwa bobot telur dipengaruhi oleh faktor genetik dan kandungan protein pakan. Bobot telur juga dipengaruhi oleh jumlah produksi telur, suhu lingkungan, umur dewasa kelamin induk, jenis kandang, penyakit dan waktu bertelur. Berdasarkan hasil penelitian Tona et al. (2002) bobot badan anak ayam umur sehari yang berasal dari telur tetas yang dihasilkan sebelum rontok bulu lebih besar dibandingkan setelah rontok bulu. Telur yang dihasilkan ketika induk pertama kali bertelur memiliki bobot yang relatif lebih kecil dibandingkan telur yang dihasilkan selanjutnya (Ensminger, 1992). Rakhman (1985) melaporkan pada itik Tegal, pemeliharaan itik berdasarkan bobot tetas (kecil, sedang dan besar) dengan metode pemeliharaan terpisah tidak mempengaruhi laju pertumbuhan dan bobot badan umur delapan minggu. Kurniawan (2005) melaporkan rataan bobot badan DOD itik betina Cihateup lebih kecil dari itik jantan Cihateup. Rataan bobot tetas itik Cihateup jantan dan betina masing-masing 46,00±3,52 dan 43,33±3,14 gram. Hasil penelitian Prasetyo et al. (2004) menunjukkan rataan bobot tetas itik Alabio jantan dan betina pada generasi ketiga masing-masing 43,0 dan 42,7 gram, sedangkan rataan bobot tetas itik Mojosari jantan dan betina masing-masing 44,1 dan 44,8 gram. Suparyanto (2005) 4

17 menyatakan seleksi terhadap bobot tetas anak itik calon galur induk mendalung akan membawa pengaruh terhadap pertambahan bobot badan mingguan. Bobot Badan Bobot badan dipengaruhi oleh galur, mutu pakan, jenis kelamin, sistem pemeliharaan dan kondisi lingkungan (North, 1984). Kepadatan kandang juga dapat mempengaruhi bobot badan itik (Margawati, 1985). Menurut Ensminger (1992) ukuran (bobot) badan merupakan sifat yang diwariskan, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dalam penampakannya. Bobot badan ayam broiler umur enam minggu memiliki korelasi yang erat dengan bobot induknya pada umur yang sama (North dan Bell, 1990). Hasil penelitian Dewi (2003) menunjukkan nilai heretabilitas tertinggi bobot badan itik Alabio dan Mojosari terjadi pada umur enam minggu, sehingga akan lebih baik melakukan seleksi bobot badan pada umur enam minggu. Heretabilitas bobot badan umur enam minggu pada itik persilangan antara itik CV2000 dengan itik Alabio juga menunjukkan nilai tertinggi (Gunawan et al., 1992). Pada itik mandalung, bobot badan pada umur enam minggu tidak dipengaruhi oleh bobot tetas (Muliana, 2001). Hasil penelitian Dewi (2003) menunjukkan rataan bobot badan yang dicapai itik Alabio jantan dan betina pada umur enam minggu masing-masing 984,4±12 dan 800,0±12 gram. Rataan bobot badan itik Mojosari jantan dan betina pada saat yang sama adalah masing-masing seberat 944,9±18 dan 769,9 ±12 gram. Pertambahan Bobot Badan Menurut Suparyanto (2005) pertambahan bobot badan masih merupakan parameter penting yang digunakan untuk menaksir ternak, pada saat pertambahan bobot badan tinggi ada dugaan kuat bagi itik dara untuk cepat mulai bertelur. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Ensminger (1992) mendefinisikan pertumbuhan sebagai peningkatan ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian lain dari tubuh. Pertumbuhan merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak unggas terutama pada periode awal. Oleh karena itu, pertambahan bobot badan menjadi penting pada periode ini untuk menunjang pertumbuhan dan proses produksi selanjutnya (Margawati, 1985). 5

18 Menurut Soeparno (1992) ternak yang kekurangan makanan atau gizi, pertumbuhannya akan melambat atau berhenti dan kehilangan bobot badan. Tetapi setelah mendapat makanan yang cukup, ternak tersebut sering mampu tumbuh kembali dengan cepat dan bahkan lebih cepat dari laju pertumbuhan normalnya. Pertumbuhan ini disebut pertumbuhan kompensatori atau pertumbuhan yang bersifat menyusul. Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi (pakan), umur, galur, jenis kelamin dan penyakit (Ensminger, 1992). Menurut Setioko et al. (2002) pertumbuhan itik sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, lingkungan sekitar, sistem perkandangan dan potensi genetiknya. Wulandari (2005) melaporkan pertambahan bobot badan itik Cihateup asal Garut terus meningkat sampai dengan minggu ke-4 dan selanjutnya mengalami penurunan. Pakan Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan produksi. Agar pertumbuhan dan produksi maksimal, jumlah dan kandungan zat-zat makanan yang diperlukan ternak harus memadai (Suprijatna et al., 2005). Menurut North dan Bell (1990) zat makanan (nutrisi) dalam pakan digunakan tubuh unggas untuk menjaga keberlangsungan proses fisiologis yang secara umum berupa kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi bulu, produksi telur dan deposit lemak. Berdasarkan bentuknya, pakan untuk itik dapat diberikan dalam bentuk tepung (mash), bentuk butiran (crumbles) dan bentuk pil (pellet). Di antara ketiga bentuk pakan tadi, bentuk butiran (crumbles) adalah bentuk pakan yang terbaik. Hal ini karena pakan tercampur secara merata, mudah dijepit paruh ternak itik dan tidak banyak tercecer (Samosir, 1983). Pakan sebaiknya diberikan 2-3 kali sehari atau ad libitum (selalu disediakan di kandang), tetapi jangan sampai terlalu lama sehingga berjamur. Menurut Hardjosworo dan Rukmiasih (2001) sebaiknya dalam sekali pemberian, pakan itik dapat dihabiskan dalam waktu 15 menit. Menurut Samosir (1983) pakan basah yang tidak habis akan cepat tengik dan berjamur. Pakan tengik tidak disukai ternak dan kandungan energinya menurun. Kandungan protein yang tinggi pada pakan dapat 6

19 meningkatkan bobot badan itik (Mahata, 1993). Kandungan gizi pakan untuk itik petelur seperti yang disajikan pada Tabel 1 dapat mendukung pertumbuhan anak itik sampai mencapai bobot badan masak kelamin sesuai dengan standar itik lokal. Menurut Samosir (1983) pada pemeliharan terkurung, pemberian pakan perlu dilakukan 3-4 kali sehari pada periode permulaan pertumbuhan (brooding period). Pakan tersebut diberi dengan keadaan basah (wet mash), agar hasil yang diperoleh cukup baik. Jika diberikan pakan kering, maka air minum terus selalu tersedia dalam jarak yang cukup dekat. Tabel 1. Kandungan Gizi Pakan untuk Itik Petelur Zat gizi Umur itik (minggu) > 16 Energi metabolis (Kkal/kg) Protein (%) Serat kasar (%) Ca (%) 0,9 1,2 0,9 1,2 0,9 1,2 3,5 4 P (%) 0,7 0,9 0,7 0,9 0,7-0,9 0,7-0,9 Sumber : Hardjosworo dan Rukmiasih (2001) Konsumsi dan Konversi Pakan Konsumsi pakan dipengaruhi oleh bangsa, genetik, besar tubuh, jenis kelamin, umur, tingkat produksi telur, besar telur, aktivitas, tipe kandang, palatabilitas pakan, kandungan energi pakan, kualitas kecernaan pakan, konsumsi air, suhu tubuh, kandungan lemak tubuh dan tingkat stress (North dan Bell, 1990). Perilaku kanibal juga dapat menurunkan konsumsi pakan, pertumbuhan dan konversi pakan. Konsumsi pakan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan (Ensminger, 1992). Hasil penelitian Margawati (1985) menunjukkan konsumsi dan konversi pakan dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang. Menurut Suparyanto (2005) prestasi produktivitas itik bukanlah dilihat dari bobot badanya saja, tetapi harus memiliki pertimbangan nilai konversi pakan. Konversi pakan sebagai tolak ukur untuk menilai seberapa banyak pakan yang dikonsumsi itik menjadi jaringan tubuh, yang dinyatakan dengan besarnya bobot badan adalah cara yang masih dianggap terbaik. Semakin rendah nilai konversi 7

20 pakan maka ternak tersebut semakin efisien dalam merubah pakan menjadi jaringan tubuh. Nilai konversi pakan rendah pada minggu pertama dan meningkat pada minggu-minggu berikutnya (North dan Bell, 1990). Menurut Ensminger (1992) konversi pakan sangat berkorelasi dengan laju pertumbuhan. Kandungan nutrisi pakan yang diperlukan untuk pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, laju pertumbuhan dan penyakit. Kesehatan unggas juga mempengaruhi nilai konversi pakan. Unggas yang sehat akan memiliki konversi pakan yang lebih baik dibandingkan unggas yang sakit. Menurut North and Bell (1990) konversi pakan juga dipengaruhi oleh kandungan energi pakan. Semakin rendah kandungan energi pakan maka konversi pakan semakin buruk. Hasil penelitian Susanti et al. (1998) membuktikan semakin tinggi kepadatan gizi pakan, maka nilai konversi pakan yang diperoleh semakin baik. Wulandari (2005) melaporkan nilai konversi pakan itik Cihateup betina yang berasal dari Garut berkisar antara 2,47 sampai 5,66 dengan rataan 3,48. 8

21 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Laboratorium Penetasan dan Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai Mei Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah itik betina umur sehari yang berasal dari telur tetas hasil penetasan Laboratorium Penetasan Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor, sebanyak 122 ekor. Setiap anak itik ditandai dengan pemasangan wing band pada sayap itik. Telur tetas yang ditetaskan berasal dari Garut, Jawa Barat. Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan komersial broiler starter BR1 CP511-B berbentuk crumble yang diproduksi PT. Charoen Pokhpand Indonesia. Susunan kandungan gizi pakan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Pakan Kandungan Jumlah Kadar air 11,7 % Abu 6,47% Protein kasar 20,86% Lemak kasar 5,61% Serat kasar 5,82% Kalsium 1,04% Pospor 0,84% Energi bruto 4199 kal/gram Keterangan : Hasil analisa Labolatorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2006) 9

22 Kandang dan Perlengkapan Kandang yang digunakan adalah kandang boks dengan panjang, lebar dan tinggi masing-masing sebesar 100 cm, 100 cm dan 75 cm. Kandang boks yang digunakan sebanyak 20 buah. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan, air minum dan lampu pijar 60 watt. Perlengkapan yang digunakan adalah wing band, timbangan digital, kain, plastik pakan dan ember. Rancangan Perlakuan Perlakuan yang diberikan yakni pengelompokkan DOD berdasarkan bobot tetasnya yakni bobot tetas kecil, bobot tetas besar dan bobot tetas campuran antara bobot tetas kecil dan besar. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan berupa waktu penetasan dengan jumlah itik bervariasi sesuai dengan hasil penetasan. Model Percobaan Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga taraf perlakuan. Model matematika yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut : Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan : Yij : Penampilan itik kelompok bobot tetas ke-i pada ulangan ke-j µ : Rataan umum αi : Pengaruh bobot tetas itik ke-i βj : Pengaruh periode penetasan itik ke-j εij : Pengaruh galat percobaan bobot tetas itik ke-i pada periode penetasan itik ke-j Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan untuk mengetahui perbedaan rataan antar perlakuan dilakukan uji Tukey (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). 10

23 Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu konsumsi dan konversi pakan, pertambahan bobot badan dan bobot badan umur enam minggu. Konsumsi pakan yakni jumlah pakan yang diberikan dikurangi pakan sisa per hari kemudian dibagi dengan jumlah itik dalam kandang. Konversi pakan dihitung dengan membagi jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan. Konversi pakan diamati per minggu hingga itik berumur enam minggu. Bobot tetas didapatkan dari hasil penimbangan itik yang baru menetas. Bobot badan didapatkan dari hasil penimbangan itik satu minggu sekali hingga itik berumur enam minggu. Pertambahan bobot badan didapatkan dari pengurangan bobot badan umur enam minggu dengan bobot tetas itik. Prosedur Persiapan Kandang Kandang dibersihkan dengan menggunakan air hingga bersih, dikapur dan didiamkan selama tiga hari. Setiap kandang diberi lampu 60 watt sebagai sumber pemanas buatan dan penerangan, tempat minum dan tempat pakan. Tempat minum diletakkan di atas tempat pakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pakan yang tercecer. Pemilihan kandang boks untuk DOD dilakukan secara acak. Seksing dan Pengelompokkan Seksing dilakukan setelah telur menetas untuk menentukan itik betina yang akan digunakan dalam penelitian. Menentukan jenis kelamin betina pada itik yaitu dengan memastikan tidak adanya phalus pada kloaka. Seksing juga dilakukan dengan melihat pola warna paruh dan kedua kaki itik dan suara itik. Warna yang lebih terang (kecoklatan) menunjukkan jenis kelamin betina dan yang gelap menunjukkan jenis kelamin jantan. Suara yang lebih nyaring menunjukkan jenis kelamin betina. Setelah jenis kelamin diketahui, itik betina yang digunakan dalam penelitian ditimbang bobot tetasnya dan diberi nomor pada sayap dengan menggunakan wing band. Itik dikelompokkan berdasarkan bobot tetasnya. Itik dengan bobot tetas lebih dari 42 gram digolongkan sebagai kelompok besar dan itik yang memiliki bobot tetas dibawah atau sama dengan 42 gram digolongkan sebagai kelompok kecil. Kemudian 11

24 dari kelompok besar dan kecil, diambil sejumlah itik secara acak untuk digolongkan sebagai kelompok campuran. Pelaksanaan Pemeliharaan Itik dipelihara sampai umur enam minggu. Pakan dan minum diberikan ad libitum setiap hari pada pagi, siang dan sore. Setiap hari tempat pakan, tempat minum dan kandang dibersihkan. Pakan yang diberikan ditimbang dan sisa pakan dikumpulkan kemudian dikeringkan dan ditimbang setiap hari. Pengambilan data dilakukan setiap minggu meliputi konsumsi pakan, konversi pakan dan bobot badan hingga itik berumur enam minggu. Bobot tetas diperoleh dengan penimbangan itik setelah menetas. Sebelum penimbangan bobot badan, itik dipuasakan kurang lebih 12 jam agar saluran pencernaan itik kosong sehingga didapatkan data bobot badan yang lebih akurat. 12

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh metode pemeliharaan itik berdasarkan kelompok bobot tetas besar, kecil dan campuran dapat dilihat pada Tabel 3 dan penampilan itik-itik kelompok campuran secara terpisah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3. Penampilan Itik Umur Enam Minggu Berdasarkan Kelompok Bobot Tetas Peubah Bobot Tetas (g) Kelompok Kecil x ± SB (KK) 37,81±2,66 A (7,04 %) Kelompok Bobot Tetas Kelompok Kelompok Besar Campuran n x ± SB n x ± SB (KK) (KK) 51 46,23±2,62 B 39 43,06±3,39 C (5,67 %) (7,87 %) n 32 Konsumsi Pakan (g/ekor) 2.929,1±214,7 (7,33 %) ,4±452,3 (15,48 %) ,6±241,8 (7,59 %) 32 Konversi Pakan (g/ekor) 3,57±0,34 (9,51 %) 51 3,48±0,24 (7,015 %) 39 3,59±0,26 (7,14 %) 32 Pertambahan Bobot Badan (g) 819,51±129,02 A (15,74 %) ,21±137,51 A (16,42 %) ,88±90,26 B (9,92 %) 32 BB Umur Enam Minggu (g) 857,31±129,53 A (15,12 %) ,44±137,51 AB (15,56 %) ,94±91,17 B (9,57) 32 Keterangan : Superscript yang berbeda pada nilai rataan baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata pada taraf 5 % (P<0,05) Tabel 4. Penampilan Itik Kelompok Campuran Umur Enam Minggu Peubah Kelompok Campuran Itik dengan Bobot Tetas Kecil Itik dengan Bobot Tetas Besar x ± SB n x ± SB n (KK) (KK) Bobot Tetas (g) 40,14±1,61 A 14 45,33±2,54 B 18 (4,01 %) (5,6 %) Pertambahan Bobot Badan (g) 899,29±98,33 (10,93 %) ,11±85,43 (9,3 %) 18 BB Umur Enam Minggu (g) 939,43±99,15 (10,55 %) ,44±85,83 (8,91 %) Keterangan : Superscript yang berbeda pada nilai rataan baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata pada taraf 5 % (P<0,05) 18 13

26 Konsumsi dan Konversi Pakan Rataan konsumsi pakan ketiga kelompok itik (kecil, besar dan campuran) selama enam minggu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan metode pemeliharaan itik berdasarkan bobot tetasnya tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan itik. Menurut Mahata (1993) ternak akan mengkonsumsi pakan sesuai dengan batas kemampuan biologisnya sekalipun diberikan pakan yang berprotein tinggi. Pakan yang diberikan pada penelitian ini sama pada tiap perlakuan yakni ad libitum, sehingga itik dengan bobot tetas kecil maupun itik dengan bobot tetas besar mendapat kesempatan yang sama dalam mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, pakan yang diberikan selalu dalam kondisi baik dan diganti setiap hari. Sistem pemberian ini menyebabkan palatabilitas pakan terjaga. Rataan konsumsi pakan itik kelompok campuran sebesar 3.186,6 gram per ekor, sedangkan rataan konsumsi pakan kelompok kecil dan besar masing-masing sebesar 2.929,1 dan 2.922,4 gram per ekor. Konsumsi pakan itik dengan bobot tetas yang berbeda (kecil dan besar) pada penelitian menunjukkan hasil yang sama. Hasil ini sama dengan yang didapatkan Rakhman (1985) pada itik Tegal. Itik-itik dengan bobot tetas kecil pada dasarnya memiliki kemampuan konsumsi pakan yang sama dengan itik-itik dengan bobot tetas besar. Konversi pakan pada ketiga kelompok menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hasil ini juga menunjukkan bahwa metode pemeliharaan itik tidak berpengaruh terhadap konversi pakan itik. Itik ketiga kelompok memiliki potensi efisiensi yang sama dalam merubah pakan untuk pertumbuhan jaringan tubuh. Nilai konversi pakan ketiga kelompok berkisar antara 3,24 sampai 3,91 dengan rataan 3,55. Nilai konversi pakan yang didapatkan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan nilai konversi pakan yang didapatkan Wulandari (2005) pada itik Cihateup. Pertambahan Bobot Badan Rataan pertambahan bobot badan pada ketiga kelompok menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (Tabel 3). Rataan pertambahan bobot badan kelompok campuran lebih besar dibandingkan kelompok kecil dan besar, sedangkan kelompok itik dengan bobot tetas kecil memiliki rataan pertambahan bobot badan yang sama dengan kelompok besar. Itik-itik dengan bobot tetas kecil terbukti memiliki potensi 14

27 pertumbuhan yang dapat menyamai itik-itik dengan bobot tetas besar. Itik dengan bobot tetas kecil mengalami pertumbuhan kompensatori sehingga dapat menyamai pertumbuhan itik dengan bobot tetas besar. Hal ini juga dikuatkan dari hasil pengamatan yang didapatkan pada kelompok campuran (Tabel 4). Itik-itik yang memiliki bobot tetas kecil memiliki rataan pertambahan bobot badan yang sama dengan itik-itik dengan bobot tetas besar. Hasil ini sama dengan yang didapatkan Rakhman (1985). Itik-itik dengan bobot tetas kecil karena berasal dari bobot telur tetas kecil. Bobot tetas itik memiliki hubungan erat dengan bobot telurnya, semakin besar bobot telur maka anak itik yang menetas semakin besar (Gunawan, 2001). Bobot tetas kecil dapat terjadi karena tatalaksana pada pemeliharaan induk-induk itik yang dilakukan peternak kurang baik. Kualitas dan kuantitas pakan induk yang rendah dapat menyebabkan telur yang dihasilkan oleh induk itik menjadi kecil. Defisiensi asam linoleat pada pakan dapat mengakibatkan bobot telur yang dihasilkan rendah, sehingga menyebabkan embrio yang dihasilkan juga kecil. Pada defisiensi parah, telur yang dihasilkan ayam dewasa kelamin, beratnya hanya sekitar 40 gram dibandingkan berat telur yang berasal dari ayam kontrol seberat 60 gram (Anggorodi, 1985). Besar telur dipengaruhi oleh pakan yang diberikan, protein yang rendah dalam pakan dapat menyebabkan telur yang dihasilkan kecil (Ensminger, 1992). Laju pertumbuhan merupakan sifat yang diturunkan (terkait genetik) dan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan lingkungan (Ensminger, 1992). Tata laksana pada penelitian ini dilaksanakan seragam pada setiap perlakuan dan pakan yang diberikan memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi (20,86 %) serta ad libitum. Kondisi ini memungkinkan itik-itik dengan bobot tetas kecil dapat memunculkan potensi genetik yang sebenarnya sehingga memiliki pertambahan bobot badan yang sama dengan itik-itik dengan bobot tetas besar. Mahata (1993) melaporkan kadar protein pakan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan. Itik-itik yang diberikan pakan dengan protein 20 % dan 22 % memiliki pertambahan bobot badan yang lebih baik dibandingkan itik-itik yang diberikan pakan dengan protein 16 % dan 18 %. Tingkat produksi telur yang tinggi juga dapat menurunkan bobot telur yang dihasilkan dan pada akhirnya dapat menurunkan bobot tetas itik. Hal ini terbukti 15

28 pada penelitian. Jumlah telur pada periode ketiga penelitian lebih banyak dibandingkan pada dua periode lainnya. Hal ini menyebabkan pada periode ini banyak dihasilkan anak itik dengan bobot tetas kecil. Rataan pertambahan bobot badan kelompok campuran menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelompok besar dan kecil. Hasil ini disebabkan persaingan dalam kelompok campuran lebih besar dibandingkan persaingan pada dua kelompok lainnya. Persaingan yang lebih besar ini menstimulasi itik untuk lebih berusaha dalam mendapatkan makanan. Menurut Ensminger (1992) kompetisi antara ternak menyebabkan peningkatan konsumsi pakan. Konsumsi pakan itik kelompok campuran relatif lebih banyak dibandingkan kedua kelompok lainnya, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, sehingga pertambahan bobot badan itik pada kelompok ini lebih besar. Grafik pertambahan bobot badan ketiga kelompok itik dapat dilihat pada Gambar Umur (Minggu) Kelompok Besar Kelompok Kecil Kelompok Campuran Gambar 1. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ketiga Kelompok Itik Sifat imprinting yang merupakan sifat khas unggas yang terlihat dalam penelitian diduga juga menjadi faktor yang menyebabkan hasil yang diperoleh pada kelompok campuran lebih tinggi dibandingkan kelompok kecil dan besar. Tingkat keberagaman itik kelompok campuran lebih besar daripada kelompok itik dengan bobot tetas yang sama (kecil dan besar). Hal ini menyebabkan stimulasi imprinting itik-itik dalam kelompok ini lebih besar dibandingkan kelompok lain. Itik-itik dengan bobot tetas kecil maupun besar yang dipelihara secara tercampur pada kelompok 16

29 campuran terbukti memiliki pencapaian pertambahan bobot badan yang relatif lebih besar dibandingkan dipelihara secara terpisah menurut kelompoknya. Hasil pengamatan menunjukkan pertambahan bobot badan itik meningkat pesat (fase akselerasi) dari minggu pertama dan mencapai titik infleksi antara umur 4-5 minggu. Setelah itu, pertambahan bobot badan itik mulai melambat (fase retardasi). Hal ini sama dengan yang dilaporkan Hardjosworo (1989) pada itik Tegal yang mengalami late growth (fase retadasi) pada umur lima minggu. Rataan pertambahan bobot badan kelompok campuran sebesar 909,88 gram. Hasil ini jauh lebih besar dari yang didapatkan Rakhman (1985) pada itik Tegal dengan pemeliharaan berdasarkan bobot tetas kecil, sedang dan besar yang masing-masing sebesar 798,35; 814,49 dan 808,58 gram. Hasil ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapatkan Wulandari (2005) pada itik Cihateup betina asal Tasikmalaya dan Garut yang masing-masing sebesar 927,8 dan 902,31 gram serta Hardjosworo (1989) sebesar 920,95 gram pada itik Tegal. Bobot Badan Umur Enam Minggu Hasil analisa statistik menunjukkan rataan bobot badan itik umur enam minggu ketiga kelompok sangat berbeda nyata (Tabel 3). Rataan bobot badan itik kelompok campuran menunjukkan hasil yang sama dengan kelompok besar dan lebih baik dibandingkan itik kelompok kecil. Rataan bobot badan kelompok campuran mencapai sebesar 952,94 gram. Hasil ini lebih baik dari yang didapatkan Rakhman (1985) pada itik Tegal dengan pemeliharaan berdasarkan bobot tetas kecil, sedang dan besar yang masing-masing sebesar 837,62; 857,47 dan 868,72 gram pada umur yang sama. Hasil ini juga lebih baik dari yang didapatkan Dewi (2003) pada itik Alabio dan Mojosari betina dan tidak berbeda jauh dengan yang didapatkan Wulandari (2005) pada itik Cihateup betina asal Garut dan Tasikmalaya yang masing-masing sebesar 942,91 dan 971,33 gram. Rataan bobot badan kelompok kecil dan besar penelitian ini masing-masing sebesar 857,31 dan 883,44 gram. Metode pemeliharaan itik secara tercampur (kelompok campuran) pada penelitian ini mampu memberikan pencapaian bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode pemeliharaan secara terpisah berdasarkan bobot tetasnya. 17

30 Itik dengan bobot tetas kecil dan bobot tetas besar pada kelompok campuran memiliki bobot badan masing-masing sebesar 939,43 dan 963,44 gram, sedangkan bobot badan itik dengan bobot tetas kecil dan bobot tetas besar pada pemeliharaan secara terpisah masing-masing sebesar 857,31 dan 883,44 gram. Itik dengan bobot tetas kecil dan besar yang dipelihara tercampur (kelompok campuran) memiliki pencapaian bobot badan lebih tinggi dibandingkan dengan itik-itik yang dipelihara terpisah berdasarkan kelompoknya yakni kelompok besar dan kelompok kecil. Metode pemeliharaan tercampur menyebabkan persaingan antar itik besar sehingga menstimulasi itik-itik pada kelompok tersebut untuk memiliki pertumbuhan yang tinggi terutama pada itik dengan bobot tetas kecil. Grafik bobot badan ketiga kelompok itik dapat dilihat pada Gambar Umur (Minggu) Kelompok Besar Kelompok Kecil Kelompok Campuran Gambar 2. Grafik Bobot Badan Mingguan Ketiga Kelompok Itik Hasil penelitian menunjukkan itik kelompok besar memiliki rataan bobot badan umur enam minggu yang sama dengan kelompok kecil. Itik-itik yang berasal dari bobot tetas besar dan bobot tetas kecil pada kelompok campuran juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada bobot badan umur enam minggu itik (Tabel 4). Hal ini membuktikan bahwa bobot badan itik pada umur enam minggu tidak dipengaruhi bobot tetasnya. Hasil ini sama dengan yang didapatkan Rakhman (1985) pada itik Tegal dan Muliana (2001) pada itik Mandalung. Gunawan et al. (1992) juga melaporkan antara bobot tetas dengan bobot badan umur enam minggu 18

31 pada itik CV2000 dan itik Alabio murni serta persilangannya memiliki nilai korelasi phenotipik yang rendah (0,06 0,16). 19

32 KESIMPULAN Metode pemeliharaan itik berdasarkan bobot tetas berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan bobot badan umur enam minggu. Kelompok campuran memiliki bobot umur enam minggu yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kecil dan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kecil dan besar. Itik dengan bobot tetas kecil maupun bobot tetas besar yang dipelihara bercampur memiliki pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemeliharaan terpisah sesuai dengan bobot tetasnya. Anak itik dengan bobot tetas kecil dapat mengalami pertumbuhan kompensatori dan menyamai pertumbuhan anak itik dengan bobot tetas besar apabila dipelihara dengan lingkungan pemeliharaan yang baik dan pakan yang cukup. Anak itik dengan bobot tetas kecil juga mengalami pertumbuhan kompensatori jika dipelihara bercampur dengan anak itik yang memiliki bobot tetas besar, sehingga bobot badan pada umur enam minggu itik dengan bobot tetas kecil dapat menyamai itik dengan bobot tetas besar. Bobot tetas pada itik tidak mempengaruhi konsumsi dan konversi pakan, pertambahan bobot badan dan bobot badan itik pada umur enam minggu. SARAN Populasi kelompok itik dalam penelitian ini kecil sehingga perlu diteliti lebih lanjut dengan menggunakan populasi itik yang lebih besar. 20

33 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-nya yang tidak terhingga kepada penulis dan hanya dengan pertolongan-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada suri tauladan terbaik umat manusia, Nabi Muhammad SAW dan semoga juga tetap tercurah kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang tetap istiqomah hingga hari akhir. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ir. Rukmiasih, MS dan Prof. Emer. Peni S. Hardjosworo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan masukan kepada penulis di tengah-tengah kesibukan yang sangat menyita waktu, tenaga dan pikiran masingmasing para pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Epi Taufik, S.Pt atas bimbingan akademik dan motivasi serta saran kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis dengan balasan kebaikan yang banyak. Terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ayahanda dan ibunda tercinta yang telah membimbing, membina dan memberikan pengorbanan luar biasa kepada penulis yang pasti tidak akan bisa dibalas oleh penulis. Semoga Allah SWT menyayangi, menjaga mereka dan mengumpulkan kami di dalam jannah-nya. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Segenap dosen dan staf Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan, terutama Ir. Niken Ulupi, MS, Bapak Eka, S.Pt dan Bapak Rahmat yang telah memberikan banyak masukan dan motivasi kepada penulis. 2. Kakak-kakak dan adik-adik tercinta : Maulana Yusuf, Resi Mulyono, Nuraini, Mardiana, Ahmad Fauzi dan Nur Fitriani serta Ida Rosida. Terima kasih atas dukungan, motivasi dan kebersamaan yang sangat membantu penulis selama ini. 21

34 3. Para Murrobbi yang telah memberikan bimbingan, nasehat, arahan, motivasi dan semangat kepada penulis selama ini. Semoga Allah SWT meneguhkan kaki kita untuk tetap istiqomah berada di jalan-nya. 4. Teman-teman TPT 40. Terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. 5. Rekan-rekan seperjuangan penulis : teman-teman di BEM Fapet IPB (periode 2004/2005 dan 2005/2006) dan teman-teman di BEM KM IPB (periode 2006/2007). 6. Sahabat-sahabat yang menorehkan warna-warni tersendiri di dalam kehidupan penulis : Ishak, Teguh, Dekri, Adit, Yanuar, rekan-rekan di Ademia Kos dan Wisma Dolphin, rekan-rekan TPT 39, THT 39, THT 40, SEIP 40 dan INMT 40 serta sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Juli 2007 Penulis 22

35 DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R Ilmu Makanan Ternak Umum Kemajuan Mutakhir. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Campbell, B. dan E. Lack A Dictionary of Bird. Buteo Books, Vermillion. Dewi, Y Pendugaan parameter genetik bobot badan itik alabio dan mojosari pada periode starter. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Buku Statistik Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Ensminger, M. A Poultry Science (Animal Agriculture Series). 3 th Edition. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illionis. Gunawan, B, I. M. Mastika, H. Martojo, P. Hutabarat dan Komarudin Estimasi parameter phenotipik dan genotipik itik CV 2000 dan silangannya pada pemeliharaan sistem intensif. Prosiding Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Unggas dan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Hlm Gunawan, H Pengaruh bobot telur terhadap daya tetas serta hubungan antara bobot telur dan bobot tetas itik mojosari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosworo, P. S Konservasi ternak asli (Laporan Penelitian). Fakultas Peternakan Institut Petanian Bogor, Bogor. Hardjosworo, P. S Respon biologik itik tegal terhadap pakan pertumbuhan dengan berbagai kadar protein. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosworo, P. S. dan Rukmiasih Itik, Permasalahan dan Pemecahan. Penebar Swadaya, Jakarta. Kurniawan, I Morfometri kelompok itik cihateup pada masa pertumbuhan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Leeson, S Egg numbers and size both influence broiler yields. Service Bulletin. No. 13. University of Georgia, Georgia. Mahata, M. E Kebutuhan protein itik lokal berdasarkan efisiensi penggunaan protein pada periode pertumbuhan. Tesis. Pendidikan Pasca Sarjana. KPK- IPB Unand. Universitas Andalas, Padang. Margawati, E. T Pengaruh tingkat kepadatan kandang itik dalam sangkar terhadap pertambahan berat badan pada periode awal pertumbuhan. Prosiding Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak. Pusat Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hlm Mattjik, A. A. dan Sumertajaya I. M Perancangan Percobaan Jilid I. Edisi ke-2.ipb Press, Bogor. 23

36 Muliana Pengaruh bobot tetas terhadap bobot potong itik mandalung pada umur 6, 8, 10 dan 12 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. North, M. O Commercial Chicken Production Manual. 3 th Ed. The Avi Publishing Co. Inc., Wesport, Connecticut. North, M. O. dan D. D. Bell Commercial Chicken Production Manual. 4 th Ed. Chapman and Hall, London. Rakhman, B Pengaruh bobot tetas terhadap mortalitas, bobot akhir, laju pertumbuhan itik tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prasetyo, L. H, T. Susanti, P. P. Kataren, E. Juwarini dan M. Purba Pembentukan itik lokal petelur MA G3 dan pedaging seleksi dalam galur pada bibit induk alabio dan itik mojosari generasi F3. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Tahun Anggaran Balai PenelitianTernak Ciawi, Bogor. Hal Raharjo, Y. C dan B. Wibowo Effects of nutrient density, growing phase and raising system on the performance and feather production and quality of male ducks. Proceedings 3 rd International seminar on Tropical Animal Production October 15-16, 2002, Yogyakarta, Indonesia. Samosir, D. J Ilmu Ternak Itik. PT Gramedia, Jakarta. Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, B. Brahmantiyo dan M. Purba Koleksi dan karakterisasi sifat-sifat beberapa jenis itik. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, Y. C. Rahardjo, P. Setiadi, T. Murtisari dan Wiloeto Program seleksi itik magelang pada village breeding centre: Pembuatan Populasi Dasar dan Program Seleksi. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor. Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suparyanto, A Peningkatan produktivitas daging itik mandalung melalui pembentukan galur induk. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana Ilmu dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Susanti, R. D. T Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susanti, T, L. H. Prasetyo, Yono C. Raharjo dan Wahyuning K. S Pertumbuhan galur persilangan timbal balik itik Alabio dan Mojosari. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Hlm Tanabe, Y, Hetzel D. J. S, Kizaki T., dan Gunawan B Biochemical studies on phylogenetic relationships of Indonesia and other Asian Duck Breeds. Proc. 24

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN (Performance of Duck Based on Small, Big and Mix Groups of Birth Weight) KOMARUDIN 1, RUKIMASIH 2 dan P.S. HARDJOSWORO

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN (PHISICAL CHARACTERISTICS OF MANDALUNG HATCHING EGGS AND THE MALE AND FEMALE RATIO OF THEIR DUCKLING) Yarwin

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan

Lebih terperinci

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 29-34 ISSN 2303 1093 Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging Rukmiasih 1, P.R.

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA

KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA KOMPOSISI KIMIA DAGING DAN KULIT PAHA ITIK LOKAL JANTAN YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG DAUN BELUNTAS(Plucea indica. L) PADA TARAF BERBEDA SKRIPSI ELVA RISKAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase PERFORMA PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PETELUR BETINA SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN GROWTH PERFORMANCE (Coturnix coturnix japonica)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING (The Growth of Starter and Grower of Alabio and Peking Reciprocal Crossbreed Ducks) TRIANA SUSANTI 1, S. SOPIYANA 1, L.H.

Lebih terperinci

DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN

DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN DAMPAK PENGGUNAAN TEPUNG DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN DAN KOMPOSISI KARKAS ITIK LOKAL JANTAN SKRIPSI ARIF WAHYUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher) The Effect of Continued Substitution of Tofu on Basal Feed (BR-2) on The

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan

Lebih terperinci

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS DUA BANGSA ITIK LOKAL: ALABIO DAN MOJOSARI PADA SISTEM KANDANG BATTERY DAN LITTER (PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) Maijon

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama KETAREN dan PRASETYO: Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap produktivitas itik silang Mojosari X Alabio (MA) Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan IDENTIFIKASI BOBOT BADAN DAN UKURAN UKURAN TUBUH ITIK BALI (Kasus Di Kelompok Ternak Itik Manik Sari Dusun Lepang Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Provinsi Bali) IDENTIFICATION OF

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan itik Cihateup yang terjadi akibat perubahan bentuk dan komposisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN. PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN Wa Ode Rosmiati 1, Natsir Sandiah 2, dan Rahim Aka 2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Pertanian menetapkan itik Rambon yang telah dibudidayakan dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik Tegal dengan itik

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD Danang A. Y 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK Muharlien Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PENYAJIAN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG SUPER SKRIPSI. Oleh NIANURAISAH

PENGARUH FREKUENSI PENYAJIAN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG SUPER SKRIPSI. Oleh NIANURAISAH PENGARUH FREKUENSI PENYAJIAN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG SUPER SKRIPSI Oleh NIANURAISAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI AGUS SUPARYANTO Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Itik Peking x Alabio

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) Triana Susanti, L.Hardi Prasetyo dan Brant Brahmantiyo Balai Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Itik Itik merupakan salah satu jenis unggas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Selain sebagai alat pemenuh kebutuhan konsumsi namun juga berpotensi

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO (Breeding Program of Ma Ducks in Bptu Pelaihari: Selection of Alabio Parent Stocks) A.R. SETIOKO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BEKICOT DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN KANDUNGAN LEMAK KARKAS ITIK (Anas javanicus)

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BEKICOT DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN KANDUNGAN LEMAK KARKAS ITIK (Anas javanicus) PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BEKICOT DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN KANDUNGAN LEMAK KARKAS ITIK (Anas javanicus) Rasno 1), Mei Sulistyoningsih 2) 1) Jurusan Pendidikan Biologi IKIP PGRI Semarang 2)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting Egg Production Performance of talang Benih Ducks on Second Production Period After Force Moulting. Kususiyah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR MINGGU) SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR MINGGU) SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR 16 22 MINGGU) SKRIPSI Oleh NUR FITRIANI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

Rahayu Sri Pamungkas dkk/jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): , Juli 2013

Rahayu Sri Pamungkas dkk/jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): , Juli 2013 KAJIAN BOBOT TETAS, BOBOT BADAN UMUR 4 DAN 8 MINGGU SERTA KORELASINYA PADA BERBAGAI ITIK LOKAL (Anas plathyrynchos ) DAN ITIK MANILA (Cairina moscata) JANTAN [STUDIES HATCHING WEIGHT, BODY WEIGHT AGE 4

Lebih terperinci

PERUBAHAN WARNA KUNING TELUR ITIK LOKAL DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KALIANDRA

PERUBAHAN WARNA KUNING TELUR ITIK LOKAL DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KALIANDRA PERUBAHAN WARNA KUNING TELUR ITIK LOKAL DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) DAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) PADA PAKAN SKRIPSI GILANG MARADIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Abdul Azis, Anie Insulistyowati, Pudji Rahaju dan Afriani 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI Oleh HENI PRATIWI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBATASAN PAKAN TERHADAP KUALITAS SEMEN SEGAR ITIK MOJOSARI (Anas platyrhynchos javanicus)

PENGARUH PEMBATASAN PAKAN TERHADAP KUALITAS SEMEN SEGAR ITIK MOJOSARI (Anas platyrhynchos javanicus) PENGARUH PEMBATASAN PAKAN TERHADAP KUALITAS SEMEN SEGAR ITIK MOJOSARI (Anas platyrhynchos javanicus) SKRIPSI OMAR NAJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana Peternakan di Fakultas

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari Standar Nasional Indonesia Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari Penerima dari RSNI ini diminta untuk menginformasikan adanya hak paten dalam dokumen ini, bila diketahui, serta memberikan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIBERI HEMICELL DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS DAN PANJANG SALURAN PENCERNAAN ITIK RAJA (MOJOSARI ALABIO) UMUR 1-7 MINGGU SKRIPSI Oleh: AFFAN LUBIS 060306028/Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos)

TINJAUAN PUSTAKA. Itik (Anas platyrhynchos) TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Menurut Achmanu (1997), itik termasuk ke dalam unggas air (waterfowl) yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut : kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae,

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal EVALUASI PERFORMANS AYAM MERAWANG PHASE PERTUMBUHAN (12 MINGGU) PADA KANDANG SISTEM KAWAT DAN SISTEM LITTER DENGAN BERBAGAI IMBANGAN ENERGI PROTEIN DIDALAM RANSUM TUTI WIDJASTUTI dan DANI GARNIDA Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN (Egg Production of MA Duck and on BPTU Pelaihari South Kalimantan) T. SUSANTI 1, A.R. SETIOKO 1, L.H. PRASETYO 1 dan SUPRIYADI 2 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR 20 60 MINGGU (Productivity of Alabio and Mojosari Ducks for 40 Weeks from 20-60 weeks of Age) MAIJON PURBA 1, L.H. PRASETYO 1, PENI S.

Lebih terperinci

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vo.1, No.1, April 2005 Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal L. HARDI PRASETYO dan T. SUSANTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima dwan redaksi 23 Juli

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2010. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU (THE EFFECT OF RESTRICTED FEEDING ON PERFORMANCE OF MOJOSARI X ALABIO (MA) CROSSBRED DUCK AT 8 WEEKS

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci