BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN"

Transkripsi

1 BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri tepung tapioka di Propinsi Lampung pada dasarnya mengacu pada kebijakan pembangunan daerah Propinsi Lampung dan kebijakan pembangunan industri dari Departemen Perindustrian yang selanjutnya dijabarkan dalam visi dan misi pembangunan industri oleh Diskoperindag Propinsi Lampung. Berdasarkan visi dan misi itu ditentukan sasaran pembangunan agroindustri Propinsi Lampung. Dari sasaran pembangunan agroindustri Lampung di turunkan menjadi arah dan kebijakan pembangunan industri tepung tapioka di Propinsi Lampung. Arah dan kebijakan yang telah ada dijadikan acuan untuk menentukan ukuran dan indikator kinerja sistem industri. Ukuran dan indikator kinerja sistem selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan skenario-skenario kebijakan. Dari skenario-skenario yang dibuat kemudian dipilih alternatif-alternatif skenario kebijakan yang dapat memperbaiki kinerja sistem industri. Dari skenario yang dirancang selanjutnya dianalisa implikasi skenario tersebut dalam sistem nyata. Skema proses perancangan kebijakan dapat dilihat Gambar

2 Gambar 6.1 Proses Perancangan Kebijakan Industri Tepung Tapioka 92

3 6.2 Arah Kebijakan Arah kebijakan pembangunan industri tapioka didasarkan pada visi dan misi pembangunan industri yang telah dibuat oleh Diskoperindag Propinsi berdasarkan kebijakan pemerintah daerah dan kebijakan Departemen Perindustrian. Adapun visi dari pembangunan industri di Propinsi Lampung adalah mewujudkan industri yang tangguh, unggul dan berdaya saing bertumpu pada sumber daya setempat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat. Sedangkan misinya adalah menumbuhkembangkan industri yang tangguh, unggul dan berdaya saing serta berwawasan lingkungan sehingga mampu meningkatkan perekonomian rakyat. Dari visi dan misi ditentukan sasaran pembangunan industri di Propinsi Lampung, yaitu peningkatan usaha agroindustri. Strategi yang digunakan untuk mencapai sasaran di atas adalah mengembangkan industri berbasis pertanian daerah serta mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar serta ramah lingkungan. Strategi di atas untuk industri tepung tapioka dapat dirinci sebagai berikut - Pengembangan industri - Penyerapan tenaga kerja industri tepung tapioka - Perkembangan beban pencemar yang dihasilkan industri 6.3 Ukuran dan Indikator Kinerja yang digunakan Berdasarkan strategi diatas maka ditentukan ukuran dan indikator kinerja yang digunakan dalam pembangunan industri tepung tapioka Propinsi Lampung, yaitu : - Perkembangan produksi Perkembangan produksi diukur dengan indikator tingkat produksi yang mampu dilakukan oleh industri. Tingkat produksi setiap tahunnya menunjukkan perkembangan produksi dari sistem industri tepung tapioka. - Penyerapan tenaga kerja 93

4 Penyerapan tenaga kerja diukur dengan indikator jumlah tenaga kerja pada industri tepung tapioka. Peningkatan jumlah tenaga kerja setiap tahunnya menunjukkan adanya penyerapan tenaga kerja dari industri. - Perkembangan beban pencemar Perkembangan beban pencemar diukur dengan indikator konsentrasi COD dalam limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi. Peningkatan jumlah COD dalam limbah cair menunjukkan perkembangan yang buruk bagi kinerja sistem industri. 6.4 Penentuan Skenario Kebijakan Setelah mendapatkan pemahaman dari tahap analisa perilaku model dasar dan skenario pengendalian harga bahan baku, selanjutnya dilakukan identifikasi skenario kebijakan lain yang dapat meningkatkan kinerja sistem. Berdasarkan struktur model, dapat diidentifikasi beberapa parameter yang dapat diubah dengan cara simulasi. Parameter-parameter tersebut merupakan representasi dari kebijakan yang dapat diterapkan pada sistem aktual. Selain pengubahan nilai parameter, skenario yang diterapkan dilakukan dengan cara mengubah struktur dari model. Penerapan skenario akan dilakukan pada tahun Adapun beberapa skenario kebijakan yang akan diterapkan pada model adalah sebagai berikut : 1. Skenario pengendalian biaya bahan baku (S-1) 2. Skenario peningkatan tarif impor (S-2) 3. Skenario penghapusan PPN (S-3) 4. Skenario penurunan biaya pengumpul (S-4) 5. Skenario penggantian sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) (S-5) Adapun perumusan untuk setiap skenario adalah sebagai berikut : 1. Skenario Pengendalian Biaya Bahan Baku Perumusan skenario ini didasarkan pada pembentukan biaya produksi tepung tapioka yang dipengaruhi oleh biaya bahan baku. Secara umum pada sistem nyata 94

5 harga ubikayu meningkat sebesar 10 persen setiap tahun. Pada skenario pengendalian biaya bahan baku, peningkatan harga ubikayu diset sebesar 7 persen setiap tahun. Nilai 7 persen diambil sebagai contoh untuk skenario pengendalian biaya bahan baku sebagai dampak dari kebijakan perluasan lahan tanam ubikayu dan peningkatan produktivitas tanaman ubikayu yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Lampung. 2. Skenario Peningkatan Tarif Impor Perumusan skenario peningkatan tarif impor didasarkan pada pengaruh harga terhadap permintaan. Penerapan skenario peningkatan tarif impor didasari oleh salah tujuan dari pengenaan tarif masuk, yaitu melindungi produsen dalam negeri. Selain itu perumusan skenario ini berdasar pada perlakuan khusus yang diberikan oleh WTO untuk negara-negara berkembang. Pembolehan WTO untuk membentuk kerjasaka bilateral antar anggota WTO dapat dimanfaatkan dengan meninjau ulang besaran tarif impor produk yang berasal dari hubungan bilateral perdagangan antara Indonesia dengan Thailand. Hal ini yang juga dilakukan oleh Philipina. Untuk melindungi produsen dalam negeri, Philipina mengenakan tarif impor sebesar 40 persen untuk produk ubikayu dan turunannnya yang berasal dari Thailand (Pasadilla, 2006). Tarif impor dinaikkan dari 10 persen menjadi 30 persen. Nilai 30 persen dipilih dengan membandingkan tarif impor yang dikenakan Philipin terhadap produk ubikayu dan turunannya yang berasal dari Thailand yaitu sebesar 40 persen. 3. Skenario Penghapusan PPN Pengenaan PPN akan mempengaruhi pembentukan harga jual minimum ditingkat podusen yang selanjutnya akan meningkatkan harga di tingkat konsumen. Dengan penghapusan PPN maka harga jual minimum ditingkat produsen dapat diturunkan sehingga harga di tingkat konsumen akan ikut turun. 95

6 Skenario ini didasarkan dari proses yang terjadi pada industri tepung tapioka. Pada proses pengolahan tepung tapioka sebenarnya merupakan proses pengambilan pati dari tanaman ubikayu. Dalam pengenaan PPN, suatu produk dapat terbebas dari PPN jika barang tersebut adalah hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Contoh beberapa produk yang tidak dikenakan PPN karena dianggap diambil dari sumbernya langsung adalah produk sari buah dan teh botol. Dengan memperhatikan bahwa tepung tapioka merupakan hasil dari pengambilan pati ubikayu, maka tepung tapioka sebenarnya dapat dibebaskan dari pengenaan PPN. 4. Skenario Penurunan Biaya Pengumpul Skenario penurunan biaya pengumpul pada dasarnya adalah skenario yang dirancang untuk memperpendek rantai penjualan ubikayu. Skenario ini dirumuskan berdasarkan perbandingan rantai penjualan ubikayu di Negara Thailand dengan di Propinsi Lampung. Untuk memperpendek rantai penjualan, Pemerintah Thailand membentuk suatu organisasi, yaitu Thai Trade Tapioca Association (TTTA) yang salah satu fungsinya membantu proses pembentukan harga jual dan harga beli ubikayu yang sama-sama menguntungkan baik untuk petani ataupun industri. Jika pemerintah daerah Propinsi Lampung dapat mendorong terbentuknya organisasi seperti ini akan membantu industri mengurangi biaya bahan baku yang terbentuk dari proses produksi tepung tapioka. Pada skenario ini biaya pengumpul diturunkan dari dari 23 persen menjadi 5 persen dikarenakan subsidi pemerintah untuk membiayai organisasi yang menjadi penghubung antara petani dan industri. Nilai 5 persen sendiri adalah nilai yang menggambarkan biaya transportasi ubikayu dari lahan tanam ke industri yang masih tetap ada pada rantai penjualan ubikayu dalam bentuk apapun. 5. Skenario Penggantian Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 96

7 Penggantian sistem pengolahan limbah cair dari bentuk kolam terbuka menjadi bentuk reaktor tertutup akan meningkatkan efisiensi pengolahan limbah cair industri tepung tapioka. Dengan sistem reaktor tertutup akan dihasilkan gas metana yang dapat digunakan sebagai energi alternatif pada sistem produksi. Hal ini akan membantu industri mengurangi penggunaan bahan bakar konvensional yang berarti akan mengurangi biaya bahan bakar yang dikeluarkan. Nilai peningkatan efisiensi pengolahan limbah cair sebesar 95 persen yang digunakan pada model berdasar pada penelitian Prasanna (1996) mengenai efisiensi yang dapat dicapai oleh sistem pengolahan limbah cair dengan reaktor tertutup. Pada skenario penggantian sistem IPAL diasumsikan penggantian dilakukan sekaligus pada semua IPAL konvensional. Perincian skenario-skenario kebijakan yang akan diterapkan dapat dilihat pada tabel 6.1. N o Skenario Kebijakan Tabel 6.1 Skenario Kebijakan Biaya bahan baku Tarif Impor PPN Biaya pengumpul Sistem IPAL 1 Model Dasar Pengendalian Peningkatan biaya biaya bahan bahan baku 7% baku pertahun 3 Peningkatan tarif impor - 30% Penghapusan PPN - - 0% Penurunan - biaya - - 5% - pengumpul 6 Penggantian sistem IPAL % 6.5 Analisa Hasil Penerapan Skenario Kebijakan a. Tingkat Produksi 97

8 Output hasil simulasi dari model sebelum dan sesudah diterapkan skenarioskenario kebijakan untuk indikator tingkat produksi dapat dilihat pada gambar Model dasar -2- Pengendalian harga bahan baku -3- Peningkatan tarif impor -4- Penghapusan PPN -5- Penurunan biaya pengumpul -5- Penggantian sistem IPAL Gambar 6.2 Penerapan Skenario untuk Indikator Produksi Produksi yang bisa dilakukan sangat ditentukan oleh permintaan yang datang ke industri. Permintaan dipengaruhi oleh harga yang ditawarkan oleh industri. Harga yang ditawarkan pada agroindustri seperti industri tapioka sangat dipengaruhi oleh biaya variabel, terutama biaya bahan baku. Skenario pengendalian harga bahan baku akan membantu industri dalam menjaga kestabilan harga tepung tapioka yang akan berdampak positif pada permintaan. Penerapan skenario perubahan tarif impor berdampak positif pada pertumbuhan produksi. Pada dasarnya skenario peningkatan tarif impor berfungsi untuk menjaga pertumbuhan permintaan tapioka Lampung. Peningkatan tarif impor 98

9 yang tinggi akan menyebabkan harga impor meningkat sehingga harga tepung tapioka Lampung menjadi lebih kompetitif terhadap harga tapioka impor. Skenario perubahan PPN dan perubahan efisiensi pengolahan limbah cair juga memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan produksi dari industri, meski hasilnya tidak sebaik dua skenario sebelumnya. Dari hasil simulasi terlihat bahwa skenario penurunan biaya pengumpul memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan produksi. Skenario penurunan biaya pengumpul akan membantu pengurangan biaya bahan baku yang akhirnya akan mengurangi biaya variabel. Penurunan biaya variabel akan mempengaruhi harga jual dan permintaan tepung tapioka Lampung. Skenario penggantian sistem IPAL akan membantu industri mengurangi rasioguna energi konvensional, sehingga akan mengurangi biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan oleh industri. Dari skenario penggantian sistem IPAL dapat dikatakan bahwa pengelolaan terhadap lingkungan ternyata berdampak positif terhadap pertumbuhan produksi tepung tapioka. b. Jumlah Tenaga Kerja Output hasil simulasi penerapan skenario-skenario kebijakan untuk indikator tenaga kerja dapat dilihat pada gambar

10 Gambar 6.3 Penerapan Skenario untuk Indikator Tenaga Kerja Dari hasil simulasi terlihat bahwa sebenarnya semua skenario memberikan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja. Namun jika dilihat dari keefektifan skenario terlihat bahwa skenario pengendalian harga bahan baku, peningkatan tarif impor, dan penurunan biaya pengumpul adalah tiga skenario terbaik untuk meningkatakan jumlah tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja sangat terkait dengan kapasitas produksi dari industri tepung tapioka terkait dengan kebutuhan tenaga kerja untuk pengoperasiannya. Penerapan dari skenarioskenario di atas akan mempengaruhi produksi harapan yang yang bisa dilakukan oleh industri. Produksi harapan industri adalah faktor yang mempengaruhi kapasitas produksi yang akan dijalankan. c. Jumlah Beban Pencemar Output hasil simulasi penerapan skenario-skenario kebijakan untuk indikator beban pencemar dapat dilihat pada gambar

11 Gambar 6.4 Penerapan Skenario untuk Indikator Beban Pencemar Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk semua skenario kecuali skenario penggantian sistem IPAL memberikan dampak jelek terhadap beban pencemar yang ditandai dengan peningkatan jumlah beban pencemar dari industri. Tidak efektifnya semua skenario kebijakan kecuali skenario penggantian sistem IPAL terhadap penurunan beban pencemar disebabkan karakteristik beban pencemar yang sangat dipengaruhi sisi produksi. Perbaikan terhadap indikator beban pencemar harus dilakukan dari sisi produksi. 6.6 Analisa Skenario Gabungan Dengan memperhatikan hasil yang didapat dari analisa masing-masing skenario, maka akan dicoba untuk menggabungkan beberapa skenario yang mempunyai dampak signifikan terhadap perbaikan kinerja sistem. Skenario kebijakan yang akan dikombinasikan adalah skenario penstabilan harga bahan baku, skenario peningkatan tarif impor, skenario penurunan biaya pengumpul dan skenario penggantian sistem IPAL. Kombinasi setiap skenario gabungan dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Kombinasi Skenario Gabungan N Skenario Skenario Skenario Skenario Skenario 101

12 o Kebijakan 1 Pengendalian biaya bahan baku 2 Peningkatan tarif impor 3 Penurunan biaya pengumpul 4 Penggantian sistem IPAL gabungan dua (SG-2) gabungan tiga (SG-3) gabungan empat (SG-4) gabungan lima (SG-5) a. Tingkat Produksi Output simulasi hasil penerapan masing-masing skenario gabungan untuk indikator produksi dapat dilihat pada gambar Model dasar -2- Skenario gabungan dua -3- Skenario gabungan tiga -4- Skenario gabungan empat -5- Skenario gabungan lima Gambar 6.5 Penerapan Skenario Gabungan untuk Indikator Produksi 102

13 Dari hasil simulasi terlihat bahwa skenario gabungan kedua memberikan dampak positif berupa perbaikan perilaku dibanding model dasar. Skenario penstabilan harga dan peningkatan efisiensi limbah akan membantu industri dari sisi produksi atau sisi penawaran. Sedangkan skenario peningkatan tarif impor akan mendorong harga produk menjadi lebih kompetitif sebagai konsekuensi peningkatan harga produk impor. Dengan demikian pertumbuhan permintaan akan dapat terjaga yang kemudian akan mendorong peningkatan produksi. Hasil simulasi dari skenario gabungan ketiga menunjukkan bahwa skenario ini dapat digunakan mendorong produksi. Ketiga skenario ini adalah skenario kebijakan dari sisi penawaran. Penerapan ketiga skenario akan membuat industri memiliki kemampuan lebih dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki sebagai usaha meningkatkan produksi. Hasil simulasi untuk skenario gabungan keempat memperlihatkan bahwa skenario ini memberikan dampak positif bagi peningkatan produksi. Kebijakan pengurangan biaya pengumpul akan membantu industri menekan harga bahan baku yang merupakan kontributor terbesar dalam biaya variabel. Sedangkan efisiensi pengolahan limbah membantu industri untuk berhemat dari sisi biaya bahan bakar. Penerapan kedua skenario sangat membantu industri mengontrol biaya variabel yang akan berimbas pada harga produk untuk kemudian mempengaruhi permintaan. Dengan bantuan dari skenario penerapan tarif impor akan semakin mendorong industri menjaga pertumbuhan permintaan. Untuk skenario gabungan kelima memberikan hasil positif untuk perbaikan perilaku produksi. Pada skenario gabungan semua skenario bekerja dengan target yang berbeda-beda. Namun jika dilihat pada akhir periode simulasi, dampak skenario gabungan kelima sama dengan dampak dari skenario gabungan kedua ketiga dan keempat. Hal ini dipengaruhi oleh delay dari realisasi kapital dan waktu pelatihan tenaga kerja. Sebenarnya terjadi peningkatan permintaan sebagai dampak penerapan skenario gabungan kelima, namun karena utilitas kapasitas telah mencapai nilai maksimum pada akhir periode simulasi dan untuk 103

14 meningkatkan kapasitas terdapat pengaruh dari delay realisasi kapital, maka produksi aktual akan menyesuaikan dengan utilitas maksimum dari kapasitas. b. Jumlah Tenaga Kerja Output simulasi hasil penerapan masing-masing skenario gabungan untuk indikator tenaga kerja dapat dilihat pada gambar 6.6. Penerapan semua skenario secara umum berdampak positif terhadap perbaikan perilaku tenaga kerja. Dengan penerapan skenario-skenario di atas akan membantu industri untuk bersaing melalui strategi harga. Strategi harga secara umum merupakan strategi terbaik untuk industri tepung tapioka mengingat produk tapioka merupakan produk yang dijadikan bahan baku oleh industri lain. Harga yang bersaing akan mempengaruhi permintaan yang pada akhirnya akan menggerakkan kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas produksi akan berimpas pada peningkatan kebutuhan akan tenaga kerja industri. -1- Model dasar -2- Skenario gabungan dua -3- Skenario gabungan tiga -4- Skenario gabungan empat -5- Skenario gabungan lima Gambar 6.6 Penerapan Skenario Gabungan untuk Indikator Tenaga Kerja 104

15 c. Jumlah Beban Pencemar Output simulasi hasil penerapan skenario gabungan untuk indikator beban pencemar dapat dilihat pada gambar 6.7. Hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario gabungan yang memberikan dampak paling baik untuk meminimukan beban pencemar adalah skenario gabungan ketiga. Namun dalam menilai perilaku beban pencemar tidak bisa dilepaskan dari penilaian perilaku produksi. Jika diperhatikan, skenario ketiga memang memberikan dampak terbaik pada perilaku beban pencemar. Namun jika dilihat dari perilaku produksi, terlihat bahwa skenario ini juga memberikan dampak terjelek. Mengingat bahwa tujuan utama dari sistem adalah peningkatan produksi, maka skenario kebijakan yang dianggap terbaik adalah kebijakan yang bisa meningkatkan produksi dengan meminimumkan beban pencemar,yaitu skenario gabungan kelima. -1- Model dasar -2- Skenario gabungan dua -3- Skenario gabungan tiga -4- Skenario gabungan empat -5- Skenario gabungan lima Gambar 6.7 Penerapan Skenario Gabungan untuk Indikator Beban Pencemar 6.7 Analisa Output Simulasi Hasil Penerapan Skenario Kebijakan 105

16 Adapun dampak dari masing-masing skenario yang diukur dari perbandingan nilai antara output model sebelum dan sesudah penerapan skenario untuk setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 6.3 sampai Tabel 6.8. Untuk nilai rata-rata pertumbuhan setiap indikator sebagai dampak penerapan skenario dapat dilihat pada Gambar 6.8 sampai Gambar Tabel 6.3 Pertumbuhan Tingkat Produksi Tahun Model dasar S-1 S-2 S-3 S-4 S E Rata-rata Rata-rata (%) Rata-rata pertumbuhan (%) S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 Gambar 6.8 Rata-Rata Pertumbuhan Produksi Hasil Penerapan setiap Skenario Tabel 6.4 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Tahun Model dasar S-1 S-2 S-3 S-4 S

17 Rata-rata Rata-rata (%) Rata-rata pertumbuhan (%) S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 Gambar 6.9 Rata-Rata Pertumbuhan Tenaga Kerja Hasil Penerapan setiap Skenario Tabel 6.5 Penurunan Beban Pencemar Tahun Model dasar S-1 S-2 S-3 S-4 S Rata-rata Rata-rata (%) ( ) 107

18 Rata-rata penurunan (%) S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 Gambar 6.10 Rata-Rata Penurunan Beban Pencemar Hasil Penerapan setiap Skenario Tabel 6.6 Pertumbuhan Produksi Hasil Skenario Gabungan Tahun Model dasar SG-2 SG-3 SG-4 SG Rata-rata Rata-rata (%) Rata-rata pertumbuhan (%) SG-2 SG-3 SG-4 SG-5 108

19 Gambar 6.11 Rata-Rata Pertumbuhan Produksi Hasil Penerapan setiap Skenario Gabungan Tabel 6.7 Pertumbuhan Tenaga Kerja Hasil Skenario Gabungan Tahun Model dasar SG-2 SG-3 SG-4 SG Rata-rata Rata-rata (%) Rata-rata pertumbuhan (%) SG-2 SG-3 SG-4 SG-5 Gambar 6.12 Rata-Rata Pertumbuhan Tenaga Kerja Hasil Penerapan setiap Skenario Gabungan Tabel 6.8 Penurunan Beban Pencemar Hasil Skenario Gabungan Tahun Model dasar SG-2 SG-3 SG-4 SG Rata-rata Rata-rata (%) ( ) ( ) ( ) ( ) 109

20 Rata-rata penurunan (%) SG-2 SG-3 SG-4 SG-5 Gambar 6.13 Rata-Rata Penurunan Beban Pencemar Hasil Penerapan setiap Skenario Gabungan 6.8 Rekomendasi Kebijakan Secara umum hasil penerapan skenario kebijakan menunjukkan bahwa untuk memperbaikai kinerja sistem industri tepung tapioka dapat dilakukan dari dua sisi yaitu sisi permintaan seperti kebijakan peningkatan tarif impor dan sisi penawaran seperti penurunan harga bahan baku dan penggantian sistem IPAL. Namun untuk perbaikan perilaku terbaik diberikan oleh skenario kebijakan dari sisi permintaan dan penawaran yang diterapkan secara simultan. Skenario kebijakan sisi permintaan seperti peningkatan tarif impor dapat diterapkan ketika kondisi permintaan pasar terhadap industri pengolahan tepung tapioka Propinsi Lampung mengalami penurunan sementara industri memiliki kemampuan yang lebih untuk berproduksi seperti yang terjadi sekarang. Kebijakan dari sisi penawaran seperti kebijakan penstabilan harga bahan baku, penurunan biaya pengumpul dan peningkatan efisiensi pengolahan limbah cair dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi produksi. Peningkatan efisiensi produksi akan berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi dan harga produk. Hal ini akan mendorong indutri menjadi lebih kompetitif dalam menghadapai tuntutan pasar yang semakin tinggi dan tuntutan berkaitan dengan tanggung jawab industri terhadap lingkungan hidup. 110

21 6.9 Implikasi Skenario Kebijakan Dilaksanakannya berbagai skenario kebijakan membawa implikasi pada sistem nyata. Implementasi dari skenario penstabilan harga bahan baku akan berimplikasi pada jaminan ketersediaan dan kesinambungan penyediaan faktor produksi untuk sektor pertanian. Hal ini dapat diatasi dengan pengembangan industri pendukung sektor pertanian seperti industri alsintan dan industri pupuk serta pemberian subsidi kepada petani ubikayu. Implementasi skenario penurunan biaya pengumpul berimplikasi pada penyediaan penghubung antara petani dan industri. Industri tepung tapioka adalah industri yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan bahan baku. Oleh karena itu sebaiknya dibentuk organisasi semacam TTTA di Propinsi Lampung. Organisasi ini akan membantu terbentuknya kemitraaan antara petani dan industri. Dengan adanya kemitraan akan membantu industri untuk mendapatkan jaminan kesinambungan bahan baku dan harga bahan baku yang lebih murah. Di sisi lain kemitraan akan membantu petani untuk mendapatkan jaminan pembelian ubi kayu dan harga jual ubikayu yang lebih baik. Kebijakan penggantian sistem pengolahan limbah cair berimplikasi pada penyediaan dan investasi peralatan pengolahan limbah cair. Hal ini dapat diatasi oleh dengan aktif menyebarkan informasi kepada industri mengenai CDM, memberikan bimbingan kepada industri mengenai pembuatan proposal untuk mendapatkan bantuan melalui CDM, serta mencarikan negara-negara donor yang bersedia melakukan kerjasama melalui mekanisme CDM. Kebijakan penurunan tarif impor akan meningkatkan permintaan tepung tapioka dari Propinsi Lampung. Salah satu implikasi dari kondisi ini adalah peningkatan akan kebutuhan mesin-mesin pemproses tepung tapioka yang selama ini kebanyakan masih diimpor sehingga berdampak pada realisasi kapital industri. Hal ini dapat diatasi dengan mengembangkan industri pembuatan mesin-mesin pemproses tepung tapioka serta industri perbengkelan untuk keperluan pemeliharaan dan perbaikan mesin-mesin pemproses tepung tapioka. 111

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubikayu merupakan komoditi pertanian terbesar di Propinsi Lampung dibanding padi dan jagung dilihat dari nilai produksinya. Nilai produksi ubikayu pada tahun 2005 sebesar

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR

BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR BAB V ANALISA PERILAKU MODEL DASAR 5.1 Analisa Perilaku Model Dasar Pada bagian ini akan dianalisa perilaku dari variabel-variabel yang menjadi indikator kinerja sistem industri tepung tapioka. Variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-Langkah Penelitian Dalam usaha mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, disusun suatu metodologi penelitian. Adapun langkah- langkah yang disusun adalah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL

BAB IV PENGEMBANGAN MODEL BAB IV PENGEMBANGAN MODEL Pada bab ini akan dilakukan pengembangan model sistem dinamis untuk industri tepung tapioka. Hal-hal yang akan dijelaskan pada tahap ini adalah dasar pengembangan model, pembentukan

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK)

BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL. V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) BAB V PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN ANALISIS PERILAKU MODEL V.1 Arah Kebijakan Direktorat Industri Alat Transportasi Darat dan Kedirgantaraan (IATDK) Perancangan kebijakan otomotif nasional diturunkan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN VI.1 Proses Perancangan Kebijakan Proses perancangan kebijakan industri sari buah didasarkan pada arah kebijakan pembangunan nasional yang kemudian dijabarkan dalam visi dan

Lebih terperinci

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D 004 349 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri selain memiliki dampak positif juga memiliki dampak negatif yaitu keluaran bukan produk yang berupa bahan, energi dan air yang digunakan dalam

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dunia industri merupakan salah satu indikator yang memberikan penggambaran untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara. Kemajuan industri di Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Kota Bogor 4.1.1 Pernyataan Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana suatu organisasi harus dibawa berkarya

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Di mana kondisi geografis yang berada di daerah tropis dengan iklim, tanah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perekonomian suatu negara merupakan satu kesatuan yang dicirikan oleh adanya hubungan sektor ekonomi yang satu dengan sektor ekonomi yang lain. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang industri jasa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas telah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaanperusahaan dikarenakan sebagai suatu sarana untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa.

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain

BAB I PENDAHULUAN. seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan sumber daya alam atau bahan baku dari produk pangan sangat

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan sumber daya alam atau bahan baku dari produk pangan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri khususnya pangan makin gencar di negeri ini. Melemahnya perekonomian secara global tidak serta merta menghambat perkembangan industri pangan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang cepat dan perkembangan industri yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi cukup besar. Eksploitasi sumber energi yang paling banyak

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Tugas Akhir- TI 9 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Oleh : Dewi Indiana (576) Pembimbing : Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf

Oleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf LAPORAN AKHIR TA. 2013 PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA- NEGARAA MITRA TERHADAP KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA Oleh: Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

Dari Pengusaha Tepung Tapioka Jadi Konsultan Biogas

Dari Pengusaha Tepung Tapioka Jadi Konsultan Biogas Desa Bangun Sari, Kecamatan Negeri Katon terletak di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Perjalanan menuju Desa Bangun Sari memakan waktu dua jam berkendara dari Bandar Lampung, ibukota Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengolahan limbah tapioka berupa onggok menjadi bioetanol merupakan alternatif penanganan limbah secara efektif karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan serta meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakenaragaman (diversifikasi) pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu belum dapat dihilangkan.

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2004). Investasi merupakan salah satu motor penggerak serta penopang pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC)

There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven. Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC) There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven Lao Tze Taode Jing (Abad 6 BC) PERANAN PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN Harianto KARAKTERISTIK PERTANIAN A. Petani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA 6.1 Sintesa Hasil Simulasi 6.1.1 Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Hasil analisis terhadap keberadaan prasarana dan sarana kota menunjukkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman ubikayu tumbuh tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, namun penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan 32% dari total luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai produsen penghasil mie terbesar. Dalam Standar Nasional Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai produsen penghasil mie terbesar. Dalam Standar Nasional Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya permintaan mie instant di pasaran menjadikan Indonesia sebagai produsen penghasil mie terbesar. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Sesuai dengan amanat garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Teknologi Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun 2014 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang terjadi pada semua sektor dibandingkan tahun 2013 sebesar 5,02 persen. Pertumbuhan tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian GREEN CHILLER POLICY IN INDUSTRIAL SECTOR Disampaikan pada: EBTKE CONEX Jakarta Convention Center 21 Agustus 2015 Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi

Lebih terperinci

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah merupakan hasil sampingan akibat proses produksi/ kegiatan manusia yang berbentuk cair, gas dan padat. Limbah domestik/ rumah tangga adalah air yang telah dipergunakan

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya 1 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya Dewi Indiana dan Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari sektor pertanian mempunyai kontribusi penting dalam proses industrialisasi terutama di wilayah pedesaan. Efek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah merupakan air sisa dari suatu kegiatan dan biasanya air limbah dibuang ke sungai, sedangkan air sungai menjadi salah satu sumber air bagi kehidupan mahluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia menjadi daya tarik bagi industri manufaktur di dunia untuk menjual produk mereka di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, dan telur yang mengandung zat gizi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca

I. PENDAHULUAN. ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir manusia mulai berpikir untuk memperoleh sumber energi baru sebagai pengganti sumber energi yang banyak dikenal dan digunakan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik, sehingga transportasi menjadi urat nadi

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan

BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN. VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan BAB VII PEMBAHASAN ATAS HASIL ANALISIS KEBIJAKAN VII.1 Pembahasan Hasil Analisis Kebijakan Berdasarkan hasil analisis kebijakan yang telah dipaparkan pada Bab VI, maka pada Bab ini dilakukan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti dengan adanya perubahan struktur ekonomi. Salah satu sektor di bidang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti dengan adanya perubahan struktur ekonomi. Salah satu sektor di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi merupakan suatu aspek dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN

MODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN NO : 960-0702/P LAPORAN TUGAS AKHIR (TL 410) MODEL SIMULASI PENCEMARAN UDARA DENGAN METODE SISTEM DINAMIS (Studi Kasus: Kota Bandung) Nama : Indradi Kridiasto N I M : 15396060 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D 003 322 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci