ARTIKEL. Irnawati Marsaulina,* Arlinda Sari Wahyuni**

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARTIKEL. Irnawati Marsaulina,* Arlinda Sari Wahyuni**"

Transkripsi

1 ARTIKEL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI HORTIKULTURA DIKECAMATAN JORLANG HATARAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2005 Irnawati Marsaulina,* Arlinda Sari Wahyuni** Abstrak Pestisida adalah bahan beracun dan berbahaya, bila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan keracunan, Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model pencegahan keracunan pestisida pada petani hortikultura di Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun Tahun Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain case control. Pengambilan sampel dengan cara purposive berjumlah 44 petani dengan melakukan matching jenis kelamin dan umur. Analisis data yang dilakukan adalah univahat, bivariat (Chi square) dan multivariat (regressi logistik ganda). Host I temuan penelitian dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan ada hubungan status gizi tidak baik, dosis yang tidak sesuai anjuran, tidak memakai AI at Pelindung Diri (APD), kebersihan badan, alat penyemprot yang dipakai terhadap kejadian keracunan pestisida dengan nilai p<0,05, sedangkan tingkat pendidikan dan jenis pestisida tidak ada hubungan. Hasil temuan penelitian dengan menggunakan uji regressi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh status gizi tidak baik, dosis tidak sesuai anjuran dan tidak memakai APD terhadap kejadian keracunan pestisida sebesar,9%. Berdasarkan temuan diperlukan kerja sama lintas sektor dari Dinas Kesehatan dan Pertanian, meningkatkan organisasi kelompok tani dalam penyuluhan serta pengadaan APD dengan harga yang terjangkau melalui koperasi petani dalam mencegah keracunan pestisida serta pencemaran lingkungan terhadap tanah, air dan udara. Katakunci: keracunan pestisida, cholinesterase, strategi pencegahan. Pendahuluan Pestisida merupakan salah satu hasil teknologi modern yang telah terbukti mempunyai peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pestisida juga merupakan bahan beracun dan berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Risiko itu terjadi, karena kontak langsung dengan pestisida yang dapat mengakibatkan keracunan akut maupun kronis. Gejala keracunan akut pestisida, seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, dan kebutaan. Pada keracunan kronis tidak selalu mudah dideteksi karena efeknya tidak segera dirasakan, walaupun akhirnya juga menimbulkan gangguan kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperkirakan ada,5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan pestisida tersebut terjadi di negara berkembang, yang kasus diantaranya berakibat fatal. 2 * Pengajar Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU-Medan ** Pengajar Fakultas Kedokteran USU-Medan 8 Media Lit bang Kesehatan XVII Nomor Tahun 2007

2 Penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO) tahun 992 yang meliputi 24 orang petani selama dua tahun, terjadi keracunan akut pada petani yang disebabkan ketidaktahuan petani tentang bahaya pestisida. Mereka umumnya tidak menggunakan pakaian pelindung yang aman, karena terlalu panas digunakan di daerah tropis dan harganya terlalu mahal, sehingga para petani berisiko sakit sebagai pekerja di sektor pertanian. 3 Berdasarkan studi pendahuluan tahun , dilaporkan terdapat keracunan pestisida pada petani yang bekerja di empat kecamatan Kabupaten Simalungun, yaitu keracunan cholinesterase tingkat berat sebanyak 8,7%. Dari pemenksaan cholinesterase darah petani di Kecamatan Sidamanik dan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungan tahun 2004 masih ditemukan keracunan dengan jumlah yang cukup tinggi, tingkat keracunan pada petani ditemukan keracunan tingkat berat sebanyak 4,67%. 4 Penelitian ini ingin mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani holtikultura di Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Metode Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan disain kasus kontrol dengan memilih kasus yang menderita keracunan pestisida dan kontrol yang tidak menderita keracunan pestisida. Populasi dalam penelitian ini adalah petani hortikultura di Kecamatan Jorlang Hataran terdiri dari 8 desa dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dengan pertimbangan, seperti respoden yang terpilih pindah tempat tinggal dan meninggal maka dikeluarkan sebagai sampel. Kemudian, dilanjutkan secara simple random sampling dengan melakukan matching antara kasus dan kontrol, yaitu umur dan jenis kelamin. Berdasarkan rumus Schiesselman (982) dalam Basuki (999) sebanyak orang merupakan penderita keracunan pestisida dan orang yang tidak menderita keracunan pestisida. 5 Pengumpulan data dilakukan dengan pemenksaan langsung yaitu pemeriksaan aktivitas cholinesterase darah dan tingkat keracunan pestisida. Kemudian hasil wawancara dengan kuesioner terstruktur yang meliputi: a) tingkat pendidikan; b) status gizi; c) dosis pestisida; d) jenis pestisida; e) alat pelindung diri; f) kebersihan badan; dan g) kondisi alat pestisida yang digunakan. Data yang sudah terkumpul kemudian diolah secara deskriptif dan analitik dengan memperhitungkan Odds Ratio serta uji kemaknaan. Adapun langkah analisis data yang digunakan adalah univariat, bivariat, dan multivariat. Kerangka Konsep Karakteristik Petani. Tingkat pendidikan 2. Status gizi Perilaku Petani. Dosis pestisida 2. Jenis pestisida 3. Pakaian /alat pelindung 4. Kebersihan Badan 5. Kondisi alat pestisida yang digunakan Strategi Pencegahan Keracunan Media Litbang Kesehatan XVII Nomor Tahun

3 Basil Penelitian. Analisis Univariat Karakteristik subyek mencakup jenis kelamin dan umur dilakukan matching dapat dilihat pada label. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat berguna untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara variabel independen atau variabel yang diduga sebagai faktor risiko dengan kejadian keracunan pestisida pada petani hortikultura. Untuk uji kemaknaan dilakukan dengan uji Chi-Square. Hasil analisis bivariat secara kcseluruhan dapat dilihat pada tabel Analisis Multivariat Hasil bivariat antara variabel independen dengan dependen ternyata ada 5 (lima) variabel yang memiliki nilai p<0.05 yaitu variabel status gizi, dosis, APD. kebersihan badan, dan alat pestisida yang dipakai. Dalam pemilihan model, semua variabel yang memiliki nilai p-value>0,05 dicobakan secara bersama-sama, kemudian akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai p-value terbesar (backward selection), seperti terlihat pada tabel 3. Tabel. Karakteristik Jenis Kelamin dan Umur pada Kasus dan Kontrol di Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun Tahun 2005 Karakteristik Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur tahun tahun tahun tahun tahun 4-44 tahun tahun tahun N Kasus Persen (%) 83,3 6,7 3,8 20,8 9,4, 2,5 9,7 9,7 2,7 n Kontrol Persen (%) ,8 20,8 9,4, 2,5 9,7 9,7 2,7 JC 2 (p -value),000, Media Litbang Kesehatan XVII Nomor Tahun 2007

4 Tabel 2. Distribusi Proporsi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Variabel Independen, Nilaip, Odds Ratio dengan 95% Confidence Interval di Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun Tahun 2005 Variabel n Kasus Persen Kontrol Persen N x2 (p - value) OR (CI 95 %) Tingkat Pendidikan. Rendah 2. Tinggi Status Gizi l.buruk 2. Baik Dosis. Tidak sesuai anjuran 2. Sesuai anjuran Jenis Pestisida l.> Alat Pelindung Diri. Tidak memakai APD 2. Memakai APD Kebersihan Bad an. Tidak pakai sabun 2. Pakai sabun Kondisi Alat yang digunakan. Bocor 2. Tidak Bocor * = Signifikan ,9 36, 56,9 43, 58,3 4,7 47,2 52,8 77,7 22,3 59,7 40,3 34,7 65, ,5 44,5 37,5 62,5 34,7 65,3 36, 63,9 37,5 62,5 29,2 70,8 8, 8,9,039 (0,308) 5,46 (0,09)* 8,067 (0,005)*,829 (0,76) 23,99 ()* 3,63 ()* 5,48 (0,023)*,45 (0,5-2,763) 2,204 (,3-4,296) 2,632 (,34-5,67),583 (0,82-3,085) 5,833 (2,805-2,33) 3,60 (,80-7,200) 2,44 (,6-5,224) Media Litbang Kesehatan XVII Nomor Tahun

5 Tabel 3. Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang akan Masuk dalam Model dengan Nilai p<0,05 Variabel Status Gizi Dosis APD Kebersihan Badan Alat* Constant P 0,988,020,640,090 0,883-8,608 p-value 0,07 0,03 0,007 0,06 OR 2,685 2,774 5,53 2,974 2,49 95% CI OR,95-6,035,24-6,202 2,296-,567,348-6,562 0,962-6,084 Tabel 4. Basil Analisis Regresi Logistik Ganda Model Faktor Risiko Keracunan Pestisida di Kecaniatan Jorlang Bataran Tahun 2005 Variabel P Status Gizi 0,895 Dosis 0,949 APD,684 Kebersihan Badan,45 Constant -6,967 Overal percentage,9% SE 0,404 0,403 0,406 0,398,327 Wald 4,909 5,543 7,68 8,299 27,563 df p-value 0,027 0,09 0,004 OR 2,446 2,583 5,385 3,43 0,00 95% CI=OR,09-5,398,-5,690 2,428-,943,442-6,85 Setelah dikeluarkan variabel dengan nilai p<0,05 secara bertahap maka diperoleh 4 (empat) variabel sebagai kandidat model yaitu status gizi, dosis, APD, dan kebersihan badan. Hasilnya seperti yang terdapat pada tabel 4. Tabel 4 diperoleh model regresi dalam bentuk persamaan matematika Y=-6,967 +,684 (APD) +,45 (kebersihan badan) + 0,949 (dosis) + 0,895 (status gizi) Melalui model ini ada 4 (empat) variabel independent predictor yang terdiri dari status gizi, dosis, APD, dan kebersihan badan dapat diperkirakan hubungan faktor risiko terhadap kejadian keracunan pestisida sebesar,9%. Variabel yang paling dominan dalam penelitian ini adalah APD atau alat pelindung diri. Pembahasan. Tingkat Pendidikan Uji statistik Chi-Square menunjukkan hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian keracunan pestisida p<0,05 (p=0,308) tidak bermakna secara statistik. Hal ini dapat dijelaskan bahwa petard yang berpendidikan tinggi maupun rendah menggunakan pestisida sesuai kebiasan di masyarakat. Sebagian besar penduduk memakai pestisida tidak sesuai dosis dan kegunaannya. Kebiasan ini terus berlangsung, karena tidak mau dikatakan berbeda dengan orang lain. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Handojo (2000) bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan terjadinya keracunan pestisida. 6 Upaya yang dapat dilakukan, yaitu melatih petani berpendidikan tinggi sebagai contoh yang baik dalam pemakaian pestisida agar membaca dan mengikuti petunjuk pemakaian pestisida sesuai dengan label yang tertera di kemasan pestisida. Upaya lain, yaitu dengan meningkatkan kesadaran mengenai bahaya pestisida, memberi pengenalan bentuk alat pelindung diri dan pelatihan cara memakai alat pelindung diri. 2. Status Gizi Uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan status gizi terhadap kejadian keracunan pestisida (p=0,09) dan OR = 2,2 artinya orang yang menderita keracunan pestisida kemungkinan besar mempunyai status gizi tidak baik. Hal ini dapat dijelaskan bahwa konsumsi makanan pada petani tidak memenuhi syarat gizi yang baik, karena belanja untuk mendapatkan 22 Media Litbang KesehatanXVII Nomor Tahun 2007

6 kebutuhan sehari-hari dilakukan sekali dalam seminggu, yang dalam istilah masyarakat disebut dengan "pekan". Selain hal tersebut, petani mempunyai aktivitas yang banyak mengeluarkan kalori seperti mencangkul, memberi pupuk, dan menyemprot, serta berkumpul pada malam hari hingga larut malam. Penelitian ini juga sesuai dengan Haryani (2004), di Sukohardjo menyatakan bahwa status gizi mempunyai hubungan signifikan terhadap terjadinya keracunan pestisida. 7 Timbulnya keracunan pestisida sangat dipengaruhi oleh faktor daya tahan tubuh, bila terus menerus terpapar pestisida akan mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan, meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan Iainlain. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan status gizi petani, peneliti menyarankan agar dilakukan penyuluhan melalui lintas sektoral mengenai komsumsi makanan yang mengandung lemak, protein dan susu. Petani juga dianjurkan untuk mengurangi aktivitas yang terlalu berat setelah melakukan penyemprotan dan cukup istirahat Dosis Uji Chi-Square menunjukkan bahwa variabel dosis pestisida bernilai (p=0,005, OR=2,6), dan dimasukkan dalam analisis multivariat dengan hasil (p=0,09, OR=2,5) artinya ada hubungan dosis terhadap kejadian keracunan pestisida. Hal ini dapat dijelaskan karena petani ingin mendapatkan hasil yang cepat dalam memberantas hama dan pertumbuhan tanaman, sehingga melakukan peracikan dengan menambahkan dosis yang telah ditetapkan. Penambahan dosis menjadi lebih pekat jika terhirup melalui inhalasi dapat berisiko terhadap kesehatan dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan seperti pada tanah dan air. Penelitian ini sejalan dengan Indriayaningsih (2002) di desa Bumen Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang, baliwa pemakaian dosis pestisida yang tidak sesuai anjuran yang tertulis pada label kemasan pestisida memberikan kontribusi untuk terjadinya keracunan pestisida. 9 Dosis yang berlebihan dalam penggunaan pestisida menyebabkan konsentrasi campuran yang menimbulkan uap yang dapat menyebabkan keracunan melalui inhalasi. Uap pestisida yang berlebihan jika terhirup secara langsung menimbulkan gejala pusing, mual, dan mata perih. 0 Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi tingkat keracunan pestisida, karena pemakaian yang tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan pada label kemasan. Untuk itu, disarankan lebih aktif dalam pengawasan peredaran pestisida dan pemakaiannya serta memberikan pengertian dan pemahaman efek dari pemakaian dosis pestisida yang berlebihan kepada petani. 4. Jenis Pestisida Uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan banyaknya jenis pestisida yang digunakan dengan kejadian keracunan pestisida p>0,05 (p=0,76). Hal ini dapat dijelaskan bahwa banyaknya jenis pestisida yang beredar akan menguntungkan petani untuk mencoba jenis pestisida yang efektif memberantas, hama. Namun, petani tidak tahu secara pasti fungsi pestisida yang dibeli. Pestisida yang diperedarkan semakin bertambah banyak, baik jenis maupun jumlahnya. Sehingga, dapat menimbulkan banyak akibat yang tidak diinginkan dalam pembuatan, peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida.'' 5. Alat Pelindung Diri Uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai (P=, OR = 5,8) variabel ini masuk kedalam analisis multivariat dengan hasil (p=, OR=5,3). Artinya, ada hubungan APD terhadap kejadian keracunan pestisida. Hasil uji statistik ini menjelaskan bahwa petani yang tidak menggunakan APD secara lengkap akan berisiko terkena keracunan pestisida 5,3 kali lebih besar jika dibandingkan dengan petani yang menggunakan APD secara lengkap. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Handojo (2000) bahwa ada hubungan pemakaian APD dengan terjadinya keracunan. Penelitian ini juga sesuai dengan Nasruddin (200), bahwa ada hubungan yang bermakna (p=0,05) antara petani tidak memakai APD mempunyai risiko terjadinya keracunan pestisida 3,6 kali lebih besar (OR=3,6) dibandingkan dengan kelompok petani yang memakai APD. 6 ' 2 Muryito (983), mendefmisikan APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari adanya kemungkinan potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Alat Media Litbang Kesehatan XVII Nomor Tahun

7 pelindung sangat bermanfaat bagi orang yang bekerja dengan pestisida, karena dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kontak langsung antara tubuh dengan pestisida.' 3 Upaya yang disarankan untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida pada petani yang tidak memakai APD, yaitu perlu dilakukan penyuluhan akan perlindungan terhadap paparan pestisida dan peran pemerintah setempat untuk memberikan bantuan keringanan liarga alat pelindung diri, yang terjangkau oleh petani atau memberikan secara gratis pada petani. Selain kegiatan penyuluhan, diharapkan adanya kerja sama lintas sektor dalam penggunaan APD dan pendistribusiannya, serta pengawasan APD sehingga setiap keluarga petani memiliki APD. 6. Kebersihan Bad an Uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai (p=, OR = 3,6) variabel ini masuk kedalam analisis multivariat dengan hasil (p=0,004, OR=3,) artinya ada hubungan kebersihan badan tidak memakai sabun terhadap terjadinya keracunan pestisida. Hal ini dapat dijelaskan bahwa petani mengetahui pekerjaan penyemprotan yang dilakukan berhubungan langsung dengan pestisida yang dapat menyebabkan badan terkontaminasi. Petani juga mengetahui bahwa pestisida merupakan zat berbahaya dan beracun, meskipun mengetahui efek racun yang disebabkan pestisida. Tetapi, petani tidak segera membersihkan tubuh dengan menggunakan sabun, karena faktor kemalasan dan juga karena pekerjaan dilanjutkan kembali setelah beristirahat ataupun setelah makan siang. Penelitian ini sejalan dengan Siswanto (99), bahwa terjadinya keracunan pestisida disebabkan pestisida yang mengenai tubuh manusia akan segera diserap dalam beberapa menit dan segera masuk peredaran darah yang akan menimbulkan efek sistemik dalam 2 jam (melalui kontak kulit). M Ada dua prinsip utama menolong keracunan pestisida. Pertama, segera putuskan hubungan dengan produk yang menyebabkan keracunan agar kontaminasi tidak berlangsung terus. Kedua, segera dapatkan pertolongan medis. Oleh karena itu, bila kulit terkontaminasi pestisida, buka pakaian kerja yang terkontaminasi dan segera mandi dengan air dan sabun sebanyak mungkin. Makin cepat penderita karena kontaminasi pestisida mandi, maka makin berkurang pestisida yang mengkontaminasi kulit. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergistik dalam tubuh. Upaya untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida yaitu dengan meningkatkan penyuluhan pada petani akan pentingnya membersihkan badan dengan memakai sabun. Selain itu perlu diberikan pengarahan pada petani tentang pemahaman efek langsung pestisida jika tidak menjaga kebersihan tubuh. 7. Kondisi Alat yang Digunakan Uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai (p=0,023, OR = 5,) namun pada hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruh kondisi alat yang digunakan dengan terjadinya keracunan pestisida (p=0,06, OR = 2,4). Hal ini dapat dijelaskan karena alat pestisida yang digunakan berhubungan langsung dengan tubuh petani. Jika alat yang digunakan bocor maka tetesan pestisida langsung mengenai tangan dan punggung petani yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Namun belum ada penelitian lebih lanjut tentang hal ini. Alat aplikasi penyemprotan yang baik dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kemampuan kerja, kapasitas kerja, keamanan, kualitas, dan harga alat. Jenis aplikasi pestisida yang banyak digunakan adalah alat penyemprot tangan (hand sprayer). Umumnya petani menggunakan hand sprayer dalam memberantas hama dan penyakit tanaman, karena lebih praktis. Namun, hand sprayer mempunyai risiko yang lebih besar terjadi kebocoran yang dapat membasahi punggung dan tangan saat menyemprot. 5 Upaya yang disarankan sebelum melakukan penyemprotan berupa pemeriksaan kondisi alat penyemprotan dengan cara memasukkan air yang bersih ke dalam tangki untuk mengetahui apakah ada kebocoran pada tangki, memakai baju pelindung yang tidak mudah menyerap cairan jika ada kebocoran tangki. Kesimpulan. Ada hubungan antara dosis pestisida, jenis pestisida, kebersihan badan, kondisi alat yang digunakan, dengan terjadinya keracunan cholinesterasi darah pada petani hortikultura 2. Berdasarkan uji statitik dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani hortikultura. 24 Media Litbang KesehatanXVII Nomor Tahun 2007

8 5. Ada hubungan signifikan antara status gizi dengan kejadian keracunan pestisida. Hasil pemeriksaan kadar kholinestreasi darah pada petani hortikultura rata-rata memiliki tingkat keracunan sedang. Berdasarkan uji regresi faktor dominan untuk terjadinya keracunan pestisida disebabkan tidak memakai APD. Daftar Pustaka. Djqjosumarto, P., Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta hal WHO., Pencemaran Pestisida dan Pencegahannya. today/artikel.htrmv 23/07/00. Jakarta FAO., Cholinesterase Status of Some Ethiopian State Farm Workers Exposed to Organophospates Pestisides Vol: 40. No Ethiopia. 4. Dinas Kesehatan., 2003 dan Laporan Pemeriksaan Kholinestrase Darah Petani. Simalungw. 5. Basuki, B., Aplikasi Kasus - Kontrol, Cetakan Maret. Jakarta Hal: Handojo, D., Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida Petani Penyemprot Hortikultura di Desa Kaogokan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo tahun Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang Haryani, I., Hubungan Beberapa Faktor Keterpaparan Pestisida dengan Aktifitas Kolinestrase Darah pada Petani Hortikultura di Sukoharjo. Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang Munaf, J., Keracunan Akut Pestisida Teknik Diagnosis Pertolongan Pertama Pengobatan dan Pencegahannya. Widya Medika. Cetakan Pertama. Jakarta Indirayaningsih, B., Hubungan Faktor-faktor Pemaparan Pestisida pada Petani Penyemprot terhadap Aktifitas Kolinestrase dalam Darah Petani di Desa Bumen Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang Rahayu., Efek Pestisida Organofosfat Terhadap Penurunan Aktifitas Cholinesterasi Serum pada Karyawan Pabrik Petrokimia Kayaku Gresik. Universitas Indonesia. Jakarta Departemen Pertanian,. Pembatasan Pendaftaran Pestisida. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 944/Kpts/Tp.270/l /984. Jakarta Nasruddin., Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura di Sukoharjo Tahun 200. Tesis Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Muryito., Penggunaan Alat Pelindung Diri. Baperkes. Jakarta Siswanto, A., Pestisida. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. JawaTimur Wudianto, R., Petunjuk Penggunaan Pestisida. Cetakan Ke XII. Jakarta. Hal: Media Litbang Kesehatan XVII Nomor Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida semakin lama semakin tinggi terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin. Negara-negara berkembang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan substansi kimia yang mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui untuk membunuh atau mengendalikan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005

Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005 Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian... Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005 Sempakata Kaban*, Sori Muda Sarumpaet**, Irnawati**, dan Arlinda Sari Wahyuni*** * Staf Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Dengan adanya perkebunan

Lebih terperinci

Kata Kunci:Pengetahuan, Sikap, Lama Kontak, Masa Kerja, Tata Cara, Keterpaparan Pestisida

Kata Kunci:Pengetahuan, Sikap, Lama Kontak, Masa Kerja, Tata Cara, Keterpaparan Pestisida FAKTOR RISIKO KETERPAPARAN PESTISIDA PADA PETANI TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO KOTA TOMOHON 2017 Frity D. Rumondor*, Rahayu H. Akili*, Odi R. Pinontoan* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk sebanding dengan peningkatan produksi pangan sehingga sangat diperlukan pestisida yang membantu sistem pertanian di Indonesia. Pestisida

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia secara berencana, komprehensif, terpadu, terarah dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun tujuan dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan yang dianggap paling menjanjikan harapan. Pestisida telah digunakan sekitar 500 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan bahwa pestisida adalah setiap zat yang diharapkan

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN LAMPIRAN 1 SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth: Bapak/Ibu/Sdr/i Calon Responden Di Tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA Penjelasan gambar Zat aktif + pencampur Pestisida Sebagian besar pestisida digunakan di pertanian,perkebunan tetapi bisa digunakan di rumah tangga Kegunaan : - Mencegah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah

Lebih terperinci

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan PESTISIDA 1. Pengertian Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut: Semua zat kimia

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011 A. Data Umum 1. Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil sensus penduduk nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian terbesar salah satunya di Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi analitik observasional. Disebut analitik karena mejelaskan faktor-faktor risiko dan penyebab terjadinya outcome, dan observasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan ini adalah eksplanatory research yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan hubungan variabel bebas dan variabel

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (2008), pada hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang kini sedang menghadapi masalah kebersihan dan kesehatan. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gaya hidup yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk bayi karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan mengandung seperangkat zat perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup A.1. Tempat BKPM Semarang. A.2. Waktu 20 September 20 Oktober 2011. A.3. Disiplin ilmu Disiplin ilmu pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat. B.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

Aribowo et al, Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Keracunan Akut Pestisida organofosfat...

Aribowo et al, Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Keracunan Akut Pestisida organofosfat... Faktor yang Berhubungan dengan Akut Pestisida Organofosfat Pada Petani Jeruk (Studi Di Desa Umbulsari Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember) Determinant of Acute Organophospate Pesticide Intoxication Symtom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia ke II (PD II). Berbagai uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa Lokasi penambangan Desa Hulawa merupakan lokasi penambangan yang sudah ada sejak zaman Belanda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan hewan atau tumbuhan pengganggu seperti binatang pengerat, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan hewan atau tumbuhan pengganggu seperti binatang pengerat, termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida merupakan obat-obatan, campuran dari senyawa kimia yang bersifat bioaktif dan umumnya memiliki sifat beracun. Menurut FAO dan SK Menteri Pertanian RI No.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variable bebas Intensitas Pencahayaan Luas Ventilasi JenisLantai Jenis dinding Kepadatan hunian Kelembaban Variabel Terikat Kejadian Kusta Suhu Frekwensi

Lebih terperinci

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol 15 KERANGKA PEMIKIRAN Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami oleh semua tingkatan umur dan salah satunya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rancangan penelitian case control, yaitu untuk mempelajari

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rancangan penelitian case control, yaitu untuk mempelajari BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan survei analitik dengan menggunakan rancangan penelitian case control, yaitu untuk mempelajari dinamika pengaruh antara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan masyarakat. (1) Penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaukoma, kelainan refraksi, dan penyakit-penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era sekarang ini tantangan dalam bidang pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya berbagai penyakit menular yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3 1 dari 7 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) Tanggal terbit Ditetapkan, Direktur RS. Dedy Jaya Brebes PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR dr. Irma Yurita 1. Identifikasi bahaya B3 (Bahan Berbahaya dan

Lebih terperinci

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010 Lampiran 1 KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010 Petunjuk Wawancara : 1. Pakailah bahasa Indonesia yang sederhana, bila perlu dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM (Studi Pada Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya dan Peternakan Ayam Risky Layer Kabupaten Bone Bolango) Putri Rahayu H. Umar Nim. 811409003 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1) Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah Explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara tingkat pendidikan, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petani adalah sektor yang sangat penting di Indonesia dalam rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu proses yang berencana, sistematis, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun membutuhkan kebutuhan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan tersebut,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif menggunakan data rekam medis.

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif menggunakan data rekam medis. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik retrospektif menggunakan data rekam medis. 3.2. Waktu dan tempat Penelitian dilakukan di Departemen

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Karyawan Tambang

Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Pendengaran pada Karyawan Tambang Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan pada Karyawan Tambang Asriani Asrun* L.M. Zamrud** I Putu Sudayasa*** * Program Pendidikan Dokter FK UHO ** Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Explanatory Survey yaitu dengan penelitian penjelasan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058 Hubungan Antara Karakteristik Pekerja Dan Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan (Masker) Dengan Kapasitas Fungsi Paru Pada Pekerja Wanita Bagian Pengampelasan Di Industri Mebel X Wonogiri Rimba Putra Bintara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bulan Agustus 2014 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar

BAB I PENDAHULUAN. bulan Agustus 2014 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jumlah angkatan kerja di Indonesia yang bekerja dibidang pertanian pada bulan Agustus 2014 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik berjumlah sekitar 38,97%. Dibandingkan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN PESTISIDA PADA PEKERJA CHEMIS (PENYEMPROTAN)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN PESTISIDA PADA PEKERJA CHEMIS (PENYEMPROTAN) Journal Endurance 1(2) June 2016 (88-93) FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN PESTISIDA PADA PEKERJA CHEMIS (PENYEMPROTAN) Entianopa *, Edi Santoso Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Harapan Ibu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan case control (retrospective), yaitu efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pestisida. Pengunaan agrokimia diperkenalkan secara besar-besaran untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. pestisida. Pengunaan agrokimia diperkenalkan secara besar-besaran untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petani merupakan kelompok tenaga kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecendrungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor industri informal dan formal. Banyak industri kecil dan menengah harus bersaing dengan industri besar,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Pendekatan case control adalah suatu penelitian non-eksperimental yang menyangkut bagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS MULTILEVEL PENYEBAB BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG

ANALISIS MULTILEVEL PENYEBAB BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG ANALISIS MULTILEVEL PENYEBAB BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG Yulia Nur Khayati 1), Adi Prayitno 2), Eti Poncorini 3) 1) Universitas Ngudi Waluyo 2,3)Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI Firdawsyi Nuzula 1, Maulida Nurfazriah Oktaviana 1, Roshinta Sony Anggari 1 1. Prodi D

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di beberapa Posyandu Balita Wilayah Binaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Metode ini merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Tenaga kerja menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi kasus-kontrol (case control) yaitu suatu penelitian untuk menelaah

Lebih terperinci

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK Volume 1, Nomor 1, Juni 2016 HUBUNGAN STATUS IMUNISASI, STATUS GIZI, DAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN UPTD PUSKESMAS SEKAR JAYA KABUPATEN OGAN KOM ERING ULU TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 43 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Program KB di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, ditinjau dari sudut, tujuan, ruang lingkup geografi, pendekatan, cara operasional dan dampaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan utama daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan utama daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara berkembang dan Negara Agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 36 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Gizi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di area

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. 3.1.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan metabolisme, obat-obatan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain Hospital Based Case Control Study. Prinsip yang mendasari studi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan Separate Sample Pretest-Postest (Notoatmodjo, 2005). Pretest Intervensi

Lebih terperinci

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : 2302-8254 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

SUMMARY NURLAILA GAIB NIM :

SUMMARY NURLAILA GAIB NIM : SUMMARY HUBUNGAN MASA KERJA DAN LAMA PENYEMPROTAN TERHADAP KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI SAWAH (Studi Penelitian di Kelurahan Tumbihe Kecamatan Kabila) NURLAILA GAIB NIM : 811409149 Program

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah : VARIABEL BEBAS 1. Kelengkapan APD 2. Lama Penyemprotan 3. Frekuensi Penyemprotan 4. Dosis Penyemprotan 5. Arah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan HUBUNGAN CARA PENANGANAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DUSUN BANJARREJO DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. Kata kunci: BBLR, kualitas, kuantitas, antenatal care. viii

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. Kata kunci: BBLR, kualitas, kuantitas, antenatal care. viii ABSTRAK Salah satu penyebab terbesar kematian bayi dan kematian neonatus adalah bayi dengan berat badan yang rendah saat lahir atau yang biasa disebut bayi berat lahir rendah (BBLR). Menurut World Health

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode case control dilakukan terlebih dahulu kemudian pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. metode case control dilakukan terlebih dahulu kemudian pengambilan data BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan menggunakan metode case control. Pengambilan data variabel dependen pada metode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci