II. TINJAUAN PUSTAKA. telah lama diperkenalkan. Pedoman Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. telah lama diperkenalkan. Pedoman Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau dikenal dengan istilah RTH, merupakan istilah yang telah lama diperkenalkan. Pedoman Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan (Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988), menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup di wilayah perkotaan yang mencakup bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung didalamnya, maka diperlukan upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan kawasan-kawasan hijau. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan dititikberatkan pada hijau sebagai unsur kota, baik produktif maupun non produktif, dapat berupa kawasan jalur hijau pertamanan kota, kawasan hijau pertanian, kawasan jalur hijau pesisir pantai, kawasan jalur hijau sungai dan bentuk ruang terbuka hijau lainnya. Sesuai Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988 tersebut, maka pengertian Ruang Terbuka Hijau adalah ruang-ruang terbuka dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal kawasan maupun dalam bentuk areal memanjang atau jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam Ruang Terbuka Hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. 11

2 12 Menurut Zoer aini (2003), Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan, hutan kota, rekreasi, olah raga pemakaman, pertanian, pekarangan/halaman, green belt dan lainnya. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, menyebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota. RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Luas ideal RTHKP minimal 20 % dari luas kawasan perkotaan. Menurut Dinas Pertamanan Kota Medan (2003), beberapa kebijakan umum dalam mewujudkan Ruang Terbuka Hijau adalah sebagai berikut : a. Pengadaan RTH diutamakan pada kawasan yang secara alami kritis/peka dan dapat menimbulkan dampak yang luas, seperti daerah pantai, resapan air, penanaman listrik tegangan tinggi dan sebagainya. b. Mengusahakan secara maksimal alternatif tata guna lahan untuk mencapai tujuan diadakannya RTH dalam menunjang kelestarian lingkungan. c. Mengusahakan agar pembangunan yang dilakukan sesuai dengan standard perencanaan untuk memperoleh RTH serba guna, perpetakan ruang-ruang parkir, ruang-ruang antar bangunan dan sebagainya.

3 Penghijauan Perkotaan Penghijauan diartikan sebagai satu kegiatan penting yang harus dilaksanakan secara konseptual dalam menangani krisis lingkungan. Fakta menunjukkan bahwa banyak bangunan dibangun pada lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Padahal tumbuhan (yang berhijau daun) dalam ekosistem, berperan sebagai produsen pertama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk lainnya, dan mengubah CO 2 menjadi O 2 dalam proses fotosintesis (Odum, 1996). Menurut Zoer aini (2003), penghijauan dalam arti luas adalah segala daya untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan. Penghijauan kota adalah suatu usaha untuk menghijaukan kota dengan melaksanakan pengelolaan taman-taman kota, taman-taman lingkungan, jalur hijau, hutan kota dan sebagainya. Dalam hal ini penghijauan perkotaan merupakan kegiatan pengisian ruang terbuka diperkotaan. Bentuk penghijauan yang dilakukan sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Berbeda tempat berbeda pula karakteristiknya. Akibatnya cara penghijauan menjadi bervariasi walaupun tujuan utamanya ialah penanaman pohon atau tanaman. Karakteristik yang dapat membedakan bentuk penghijauan di suatu tempat antara lain sumber air, luas lahan tersedia, intensitas sinar matahari, dan kondisi lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar dapat dapat berarti tempat hunian atau tempat umum dengan kondisi padat, sedang, atau bahkan jarang (Nazaruddin, 1996).

4 14 Menurut Nazaruddin (1996), bentuk-bentuk penghijauan kota antara lain : A. Hutan Kota Definisi hutan kota menurut Fakuara (1987) dalam Departemen Kehutanan (2005) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Menurut Nazaruddin (1994), hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami di sini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran. Hal tersebut dimungkinkan karena kebutuhan lokasi permukiman atau perkantoran daerah tersebut tidak terlalu besar. Lokasi yang cukup luas untuk dijadikan hutan kota relatif mudah diperoleh. Menurut Grey dan Deneke (1978) dalam Zoer aini (2005), hutan kota merupakan kawasan vegetasi berkayu yang luas serta jarak tanamnya terbuka bagi bagi umum, mudah dijangkau oleh penduduk kota. Jarak lokasi hutan kota dapat dicapai dengan berjalan kaki dari pusat permukiman penduduk padat, jarak sama yang ditempuh dari titik akhir jaringan transportasi umum atau setara waktu yang diperlukan pejalan kaki apabila ia bersepeda dan harus dibuka untuk umum.

5 15 Hutan kota merupakan bagian dari program Ruang Terbuka Hijau (Departemen Kehutanan, 2005). Ruang Terbuka Hijau dinyatakan sebagai ruangruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Pelaksanaan program pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah ataupun tanaman budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. B. Taman Umum Taman umum menurut Nazaruddin (1996), merupakan taman yang diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau untuk umum. Masyarakat dapat memanfaatkan taman umum untuk aneka keperluan, diantaranya sebagai tempat bersantai, berjalan-jalan, membaca, dan sebagainya. Lokasi taman umum biasanya dibuat di lokasi yang banyak dilalui orang. Lokasi ini bisa di pusat kota, dekat perkantoran, bahkan di tengah permukiman penduduk. Hasni (2008) menyatakan, taman umum atau disebut juga taman kota (urban park) adalah taman yang khusus dirancang untuk menampung kegiatan rekreatif penduduk kota dan berguna untuk kegiatan fisik yang menyehatkan, bermanfaat bagi pendidikan anak-anak maupun generasi muda untuk lebih mencintai dan menghargai lingkungan hijau. Taman menurut Departemen Kehutanan (2005), dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya

6 16 hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. Di taman umum biasanya dijumpai beberapa pohon besar yang rindang, semak atau perdu dan tanaman hias yang ditata rapi, bangku taman untuk tepat orang duduk melepas lelah, jalan setapak, kolam, air mancur, serta tempat bermain anak-anak. C. Penghijauan Halaman Rumah Penduduk. Halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka hijau yang cocok untuk mendukung gerakan penghijauan kota. Apabila setiap penduduk memiliki kesadaran untuk menanami halaman rumahnya dengan tanaman, maka penghijauan kota dapat dikatakan berhasil. Dengan semakin bertambahnya populasi rumah hunian di suatu kota, jumlah populasi pepohonan pun akan bertambah bila di setiap rumah penduduk ditanami dengan pohon-pohon penghijauan (Nazaruddin, 1996). Menurut Departemen Kehutanan (2005), halaman rumah dapat memberikan prestise tertentu. Oleh sebab itu halaman rumah ditata apik sedemikian rupa untuk mendapatkan citra, kebanggaan dan keindahan tertentu yang empunya rumah maupun orang lain yang memandang dan menikmatinya. Maka halaman tidak hanya ditanam dengan tanaman yang dapat menghasilkan buah, namun dilengkapi juga dengan tanaman bebungaan yang indah. Akan tetapi, pertambahan penduduk yang pasti terjadi di sebuah kota yang dinamis membuat lahan pekarangan di kota ikut menyempit. Pekarangan luas dan lebar kini hanya dimiliki oleh beberapa penduduk yang mampu. Penduduk kota

7 17 kebanyakan hanya memiliki halaman rumah seadanya. Bahkan fenomena ruko (rumah toko) makin marak di perkotaan yang sama sekali tidak memiliki lahan pekarangan yang bisa ditanami. Bila memiliki halaman, hanya berukuran kecil yang disemen atau diperkeras dengan material lainnya untuk dijadikan tempat parkir kendaraan. D. Jalur Hijau di Jalan Umum Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon di bagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di median atau tengah jalan untuk jalan raya atau jalan dua arah maupun di kanan dan kiri jalan. Sering pula dijumpai jalan yang di kanan kirinya sudah dibuatkan jalur khusus untuk pejalan kaki (pedestrian) masih dapat pula ditanami pohon (Nazaruddin, 1996). Hasni (2008), menyatakan yang dimaksud dengan jalur hijau atau green belts adalah daerah penyangga yang diproyeksikan di sekeliling batas (administratif) kota. Sabuk hijau penyangga umumnya berbentuk memanjang, bahkan bisa mencapai puluhan kilometer, namun jarak lebar jalur hijau ini relatif pendek, di mana ukuran pendek tidaknya tergantung pada kebutuhan yang disesuaikan dengan kondisi alam serta jenis kegiatan penduduk yang akan dilakukan di dalamnya. Pada jalan-jalan protokol yang pada umumnya lebar dan terang tidak ditanami dengan vegetasi secara penuh. Bila ditanami tanaman, jenis tanamannya biasanya berupa rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias yang kecil. Namun, ini tergantung situasi jalan protokol tesebut. Jalan protokol yang melewati permukiman atau

8 18 perkantoran tidak bisa ditanami pohon yang rapat atau terlalu menutupi pandangan. Akan tetapi, jalan protokol menuju luar kota atau permukiman yang tidak terlalu padat bisa ditanami tanaman yang agak rimbun. E. Penghijauan Daerah Aliran Sungai Tepian sungai yang tidak ditanami dapat menjadi daerah yang berbahaya. Gerusan air yang berlangsung terus menerus, serangan banjir, atau hujan deras yang datang tiba-tiba membuat lereng sungai menjadi daerah yang mudah sekali longsor. Apalagi bila sungai belum dibuatkan tebing permanen dari beton atau dinding dari susunan batu besar maka bahaya longsor akan selalu menjadi ancaman. Penghijauan daerah aliran sungai tidak hanya bermanfaat untuk penguat tebing sungai. Sungai yang ditanami pepohonan akan terlihat lebih rapi dan indah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi. Pepohonan di sepanjang tepi sungai juga memberikan pemandangan asri bagi para pengemudi kendaraan bermotor yang melalui jalan di tepian sungai tersebut (Nazaruddin, 1996) Tujuan, Manfaat dan Fungsi Pembentuka n Ruang Terbuka Hijau Menurut Departemen Kehutanan (2005), Ruang Terbuka Hijau kota merupakan areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun

9 19 udara; sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; sebagai pengatur tata air. Pembentukan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan dan menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat (Zainuddin, 1998). Manfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijau kota antara lain: memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan; m emberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. Menurut Departemen Kehutanan (2005), adapun manfaat dan fungsi Ruang Terbuka Hijau adalah sebagai berikut : a. Sebagai paru-paru kota. Tanaman sebagai elemen hijau, pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O 2 ) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan dan mengambil CO 2 dalam proses Fotosintesis.

10 20 Menurut Dinas Pertamanan Kota Medan (2003), RTH mensuplai oksigen sebesar 0,6 ton/hektar/hari yang cukup untuk 1500 jiwa penduduk. Sedangkan menurut Grey dan Deneke (1971) dalam Zoer aini (2005), menyebutkan bahwa setiap tahun vegetasi di bumi ini mempersenyawakan sekitar juta ton CO 2 dan juta ton hidrogen dengan membebaskan juta ton O 2 ke atmosfer, serta menghasilkan juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO 2 yang ekuivalen dengan CO 2 yang diembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya. a. Sebagai pengatur lingkungan (mikro) Vegetasi menurukan suhu kota dan meningkatkan kelembaban sehingga menimbulkan hawa lingkungan setempat sejuk, nyaman dan segar. Menurut Zoer aini (1994), hutan kota dapat menurunkan suhu kota sekitarnya sebesar 3,46% di siang hari pada permulaan musim hujan, dan hutan kota juga menaikkan kelembaban sebesar 0,81% di siang hari pada permulaan musim hujan. b. Sebagai peredam kebisingan sekitar 25%-80%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bianpoen, dkk. Di Jakarta pada tahun 1990, menemukan bahwa vegetasi mempunyai kemampuan untuk mengurangi kebisingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya serap vegetasi terhadap suara adalah 6-8 db(a)/100 feet. c. Pencipta lingkungan hidup (ekologis) dan sumber plasma nutfah.

11 21 Penghijauan dapat menciptakan ruang hidup bagi makhluk hidup di alam. Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komporatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati (Buku I Repelita V hal.429). Ruang terbuka hijau dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. a. Penyeimbang alam (adaphis) merupakan pembentukan tempat-tempat hidup alam bagi satwa yang hidup di sekitarnya. b. Perlindungan (protektif), terhadap kondisi fisik alami sekitarnya (angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu). Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga pertikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Manfaat dari

12 22 adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota. Hasil penelitian Zoer aini (1994) menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kadar debu sebesar 46,13% di siang hari pada permulaan musim hujan. a. Keindahan (estetika). Dengan terdapatnya unsur-unsur penghijauan yang direncanakan secara baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kota. Vegetasi dapat memberikan keindahan dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada maupun aroma. Unsur-unsur penghijauan yang direncanakan secara baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kota. Vegetasi tidak hanya memberikan kesan lembut terhadap lingkungan keras, akan tetapi dengan ketidakteraturannya akan membuat lingkungan yang harmonis. b. Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. c. Kesehatan (hygiene), misalnya untuk terapi mata. d. Rekreasi dan pendidikan (edukatif). Jalur hijau dengan aneka vegetasi mengandung nilai-nilai ilmiah Sera pan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida Vegetasi mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, tetapi dalam pembangunan perkotaan khususnya di Indonesia, sering kali tidak memperhitungkan kehadiran lahan untuk vegetasi. Vegetasi sangat berguna dalam memproduksi

13 23 oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri (Zoer aini, 1994). Satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah menetapkan vegetasi dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan menyerap yang berbeda-beda (Tinambunan, 1994). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah pohon berumur tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun. Penanaman pohon menghasilkan absorbsi karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada hutan yang dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (Tinambunan, 1994). Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan emisi karbon dioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbon dioksida berdasarkan besaran-besaran yang dinilai, misalnya premium dan solar. Faktor emisi untuk perhitungan karbon dioksida dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi disajikan pada Tabel 1 berikut ini :

14 24 Tabel 1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar Bahan Bakar Cair gram CO 2/gallon gram CO 2/liter Bensin 8,9 2,3 Solar 10,1 2,7 Sumber : World Recources Institute (WRI) and World business council for Sustainable Development (WBCSD, 2001) 2.5. Penghijauan Kota sebagai Program Kerja Pemerintah Kota/Pengelola Kota Penghijauan kota seharusnya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan kota sehingga pemerintah daerah mesti memiliki program tersendiri. Pelaksanaan program tesebut dilakukan oleh suatu badan pemerintah yang ditunjuk khusus, dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan perawatan baik berupa pembuatan taman kota, penanaman pohon pelindung di jalur hijau, penanaman tanaman pot di tengah kota, serta aneka kegiatan lainnya (Nazaruddin,1996). Pemerintah daerah umumnya memiliki dinas pertamanan untuk mengatur kegiatan penghijauan kota. Tugas pokok yang harus dilakukannya di antaranya ialah membangun, menata, serta memelihara dan mengamankan taman-taman, jalur hijau, dan tata hias kota. Selain itu, dinas pertamanan wajib melakukan bimbingan kepada masyarakat dalam bidang pertamanan dan keindahan kota agar terwujud kota yang indah, teduh, sehat dan terencana baik. Selain dinas pertamanan, bisa saja pemerintah daerah melimpahkan tanggung jawab pelaksanaan penghijauan kota kepada bagian pemeliharaan keindahan dan kebersihan kota, dinas pekerjaan umum, dinas pertanian, dinas kehutanan, ataupun instansi lain yang ditunjuk. Hal ini ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi daerah tersebut. Bahkan jika memungkinkan, pelaksanaan penghijauan dilakukan oleh beberapa instansi terkait sekaligus.

15 25 Tanggung jawab dinas pertamanan atau instansi yang ditunjuk sebagai pelaksana penghijauan kota di antaranya : a. melaksanakan penghijauan kota dan membangun taman beserta kelengkapan, b. membuat perencanaan, malaksanakan, mengawasi, dan mengendalikan pembangunan fisik pertamanan dan keindahan kota, c. meneliti dan mengembangkan pola umum pertamanan dan keindahan, d. memelihara dan mengamankan jalur hijau, taman-taman, serta kelengkapan lainnya dari usaha pengrusakan, e. menyelenggarakan kegiatan yang berhubungan dengan ketertiban taman dan jalur hijau, f. mengusahakan pembibitan dan pengadaan tanaman untuk penghijauan kota, dan g. membimbing, membina, serta mengadakan penyuluhan bidang pertanaman kepada masyarakat Metodologi Sistem Dinamis Model merupakan representasi dari sistem nyata, suatu model dikatakan baik bila perilaku model tersebut dapat menyerupai sistem sebenarnya dengan syarat tidak melanggar prinsip-prinsip berfikir sistem. Dalam membangun suatu model sangat dipengaruhi oleh subjektivitas seseorang atau organisasi, maka perlu adanya penyempurnaan yang dilakukan secara terus-menerus dengan menggali informasi dan potensi yang relevan (Muhammadi et al. 2001).

16 26 Menurut Nasution (2001), model sistem dinamis dapat dibangun dengan bantuan diagram-diagram yang tersedia untuk membantu pengertian atas struktur permasalahan yang terjadi. Diagram-diagram ini digunakan untuk merepresentasikan aliran struktur dan struktur umpan balik sebab akibat dari sistem. Salah satu pendekatan pemodelan yang telah mempertimbangkan system thinking dan prinsip pembuatan model dinamik adalah metodologi sistem dinamis. Metode ini telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jaw W. Forrester pada tahun Menurut Sushil (1993), metodologi sistem dinamis dibangun atas tiga latar belakang disiplin, yaitu manajemen tradisional, teori umpan balik atau cybernetics, dan simulasi komputer. Prinsip dan Konsep dari ketiga disiplin ini dipadukan dalam sebuah metodologi untuk memecahkan permasalahan manajerial secara holistik, menghilangkan kelemahan dari masing-masing disiplin, dan menggunakan kekuatana setiap disiplin untuk membentuk sinergi. Akar dari metodologi sistem dinamis dan input yang diberikan terhadap model sistem dinamis dapat dilihat dalam gambar 2 berikut : Pemikiran Manusia Komputer Manajemen Tradisional atas Sistem Sosial Cybernetics Simula si Komputer - Informasi - Pengalaman Prinsip Pr insip Komputasi - Penilaian Pemilihan Struktur Model Perilaku Dinamis dan Kebijakan Perbaikan Gambar 2. Dasar Metodologi Sistem Dinamis (Sushil, 1993)

17 27 Manajemen Tradisional Manajemen tradisional adalah dunia nyata dari praktisi manajerial yang mengandalkan pengalaman dan penilaian dari para manajer. Dasar utama dari manajemen tradisional adalah basis data mental dan model mental dengan kekuatan utama pada kekayaan atas informasi kualitatif yang didapat dari pengamatan langsung dan pengalaman (Sushil, 1993). Cybernetics Cybernetics adalah ilmu mengenai komunikasi dan kontrol yang didasari oleh umpan balik. Kekayaan informasi yang terkandung dalam basis data mental tidak dapat digunakan secara efektif tanpa adanya prinsip tentang pemilihan informasi yang relevan dan prinsip tentang strukturisasi informasi. Dengan adanya cybernetics maka informasi yang ada dapat difiltrasi dan dihubungkan satu sama lain untuk membentuk struktur kausal dan umpan balik dalam sistem (Sushil, 1993). Simulasi Komputer Simulasi komputer digunakan untuk mempelajari konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku dinamis dari suatu sistem. Perkembangan yang amat pesat dalam dunia simulasi komputer membuat simulasi dari konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku dinamis ini dapat dilakukan dengan biaya yang rendah. Simulasi komputer memberikan sumbangan besar dalam perancangan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu sistem dengan kemampuan untuk memberikan konsekuensi yang akan ditimbulkan atas setiap kebijakan tersebut (Sushil, 1993).

18 Sistem dan Berpikir Sistem Menurut Muhammadi et al. (2001), sistem adalah keseluruhan inter-aksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Sedangkan menurut Forrester (1961), sistem adalah sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Keadaan sistem, selain dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sistem juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem. Lingkungan sistem digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu lingkungan di luar sistem, yang merupakan tempat bagi terjadinya perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi sistem. Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non-fisik, dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu (Susanty, 2002). Menurut Muhammadi et al. (2001), ada lima langkah yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bangunan pemikiran (model) yang bersifat sistemik, yaitu : i) Identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata yaitu mengungkapkan pemikiran tentang prose nyata (actual transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). ii) Identifikasi kejadian yang diinginkan yaitu memikirkan kejadian yang seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state).

19 29 i) Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan yaitu memikirkan tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dengan seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan. ii) Identifikasi dinamika menutup kesenjangan antara kejadian nyata dengan kejadian yang diinginkan. Dinamika tersebut adalah aliran informasi tentang keputusan-keputusan yang telah bekerja dalam sistem. iii) Analisis kebijakan yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual statei). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired state). Menurut Nasution (2001), suatu sistem dipelajari karena adanya kebutuhan untuk mengkaji hubungan antar berbagai komponen atau memprediksi performansi sistem terseut pada berbagai kondisi yang berbeda. Cara mempelajari suatu sistem dapat dilihat pada gambar 3. Sistem Eksperimen dengan Menggunakan Sistem Nyata Eksperimen dengan Menggunakan Model Sistem Model Fisik Model Matematis Solusi Analitis Simulasi Gambar 3. Cara Mempelajari Suatu Sistem

20 Modeling (Pemodelan) Modeling (pemodelan) diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model (Eriyatno, 2003). Pramudya (1989) mendefinisikan model adalah suatu abstraksi dari keadaan sesungguhnya atau merupakan pernyataan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem. Sejalan dengan pernyataan tersebut Muahammadi, dkk. (2001) menyatakan bahwa model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Dalam pelaksanaan pendekatan sistem, pengembangan model merupakan hal yang sangat penting yang akan menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan. Disamping itu, pengembangan model diperlukan guna menemukan peubahpeubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem yang dikaji. Menurut Winardi (1989), model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia nyata dalam hal-hal tertentu. Model tersebut memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Suatu model yang baik akan menggambarkan dengan baik segi tertentu yang penting dari perilaku dunia nyata. Dalam membangun suatu model harus dimulai dari konsep yang paling sederhana dengan cara mendefinisikan permasalahan secara hati-hati serta menggunakan analisis sensitivitas untuk membantu menentukan rincian model. Selanjutnya untuk penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan variabel secara gradual sehingga diperoleh model yang logis dan dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya.

21 31 Model yang dibangun haruslah merupakan gambaran yang sahih dari sistem yang nyata, realistik dan informatif. Model yang tidak sahih akan memberikan hasil simulasi yang sangat menyimpang dari kenyataan yang ada, sehingga akan memberikan informasi yang tidak tepat. Model yang dianggap baik apabila model dapat menggambarkan semua hal yang penting dari dunia nyata dalam sistem tersebut (Winardi, 1989). Lebih lanjut Pramudya (1989) menyatakan bahwa ada empat keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu: (1) memungkinkan melakukan penelitian yang bersifat lintas sektoral dengan ruang lingkup yang luas, (2) dapat melakukan eksperimentasi terhadap sistem tanpa mengganggu (memberikan perlakuan) tertentu terhadap sistem, (3) mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan (4) dapat dipakai untuk menduga (meramal) perilaku dan keadaan sistem pada masa yang akan datang. Penggunaan model sistem dinamis merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dalam pendekatan sistem (Winardi, 1989; Muhammadi et al. 2001). Langkah pertama dalam menyusun model sistem dinamis adalah menentukan struktur model yang akan memberikan bentuk dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku sistem tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal causal-loop (sebab-akibat) yang menyusun struktur

22 32 model. Semua perilaku model dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran, dan umpan balik. Mekanisme tersebut akan berkerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk unjuk kerja (level) dari suatu model sistem dinamis. Menurut Muhammadi et al. (2001) dan Eriyatno (2003), model dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu: (1) model ikonik (model fisik) yaitu model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil, (2) model analog (model diagramatik) yaitu model suatu proses atau sifat, model ini sifatnya lebih sederhana dan sering dipakai pada situasi khusus, seperti pada proses pengendalian mutu industri, dan (3) model simbolik (model matematik) yaitu model yang menggunakan simbolsimbol matematika. Untuk memahami struktur dan perilaku sistem, yang membantu dalam pembentukan model dinamik kuantitatif digunakan causal-loo p diagram (diagram lingkar sebab-akibat) dan flow chart diagram (diagram alir). Pada sistem dinamis, diagram sebab akibat ini digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program powersim. Program ini memberikan gambaran tentang perilaku sistem, sehingga dengan simulasi dapat ditentukan alternatif terbaik dari sistem yang dibangun.

23 33 Kinerja pada model dinamis ditentukan oleh kekhususan dan struktur dari model yang dibangun. Melalui simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem yang dikaji, sehingga dapat dilakukan analisis dan peramalan perilaku dari gejala atau proses tersebut di masa depan. Empat tahapan dalam melakukan simulasi model (Muhammadi et al. 2001), yaitu: (a) Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi unsur-unsur yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Dari unsur-unsur dan keterkaitannya dapat disusun gagasan atau konsep mengenai gejala (proses) yang akan disimulasikan, (b) Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus, (c) Simulasi model; pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model, (d) Validasi hasil simulasi; validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil.

24 34 Dalam studi ekologi, model adalah formulasi yang memberikan gambaran mengenai keadaan sebenarnya (real world situation). Populasi berubah-ubah sepanjang waktu, maka dengan adanya model dimungkinkan untuk mengadakan ramalan-ramalan mengenai keadaan populasi yang bersangkutan untuk waktu-waktu tertentu (Tarumingkeng, 1994) Variabel dalam Model Sistem Dinamis Dalam pemodelan dengan menggunakan metode sistem dinamis terdapat tiga jenis variabel yang digunakan, yaitu level, rate dan auxiliary, ketiga jenis variabel ini dan aliran yang terjadi antar variabel dapat dilihat dalam gambar 4. Variabel Level Rate Auxiliary Aliran Fisik : Aliran Informasi : Gambar 4. Jenis Variabel dalam Model Sistem Dinamis (Sushil, 1993)

25 35 Variabel Level Variabel level merepresentasikan akumulasi atau integrasi suatu aliran dari waktu ke waktu. Dalam sistem nyata pada dasarnya terdapat dua jenis level bergantung pada jenis subsistem yang terlibat, subsistem fisik atau subsistem informasi. Subsistem fisik berkaitan dengan aliran sumber-sumber fisik. Jika aliranaliran ini diakumulasikan maka akan merepresentasikan level fisik. Level fisik ini dipengaruhi oleh aliran masuk rate dan atau aliran keluar rate. Subsistem informasi berkaitan dengan aliran informasi dalam sistem yang menghubungkan entitas-entitas fisik. Jika suatu rate fisik dirata-ratakan menurut waktu maka ini akan merepresentasikan level informasi. Variabel Rate Variabel rate dalam sistem pada dasarnya adalah variabel keputusan yang diatur oleh satu atau lebih struktur kebijakan. Rate akan menentukan aliran masuk/keluar baik dari/menuju suatu level. Keputusan yang diambil adalah menentukan besar pengaruh rate dalam suatu waktu terhadap level dan informasi tentang sistem. Rate tidak dapat diukur secara langsung pada suatu titik waktu melainkan diukur oleh kebijakan yang diterjemahkan dalam bentuk aliran-aliran informasi yang mempengaruhi variabel rate tersebut. Selanjutnya variabel rate pada dasarnya diatur secara endogen oleh variabel level atau secara eksogen sebagai konstanta atau fungsi.

26 36 Variabel Auxiliary Variabel auxiliary hanya merupakan variabel pelengkap secara teoritis, yang merepresentasikan suatu struktur kebijakan secara lebih baik dan jelas. Jika variabel auxiliary dihilangkan maka rincian dari struktur kebijakan tidak dapat tergambar dalam model.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.

Lebih terperinci

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ===================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI LOMBOK TIMUR, : a. bahwa seiring dengan laju pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERTAMANAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang: 1. bahwa untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu tempat atau area yang dapat menampung aktivitas tertentu manusia, baik secara individu atau secara kelompok (Hakim,1993).

Lebih terperinci

OLEH DR. DARSIHARJO, M.S. JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FPIPS - UPI

OLEH DR. DARSIHARJO, M.S. JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FPIPS - UPI OLEH DR. DARSIHARJO, M.S. JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FPIPS - UPI SISTEM ANALISIS SISTEM MODEL PEMODELAN SIMULASI GEOGRAFI SISTEM 1. Proses yang rumit yang ditandai dengan banyak lintasan sebab akibat

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan

TINJAUAN PUSTAKA. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan TINJAUAN PUSTAKA Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di

I. PENDAHULUAN. Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padang Golf Sukarame (PGS) merupakan Lapangan Golf pertama dan satu-satunya di Provinsi Lampung. Padang Golf Sukarame didirikan oleh Perkumpulan Golf Lampung (PGL).

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Kawasan Industri Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lansekap (Landscape Planning) Lansekap merupakan refleksi dari dinamika sistem alamiah dan sistem sosial masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya menimbulkan suatu dampak yang positif maupun negatif. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat

Lebih terperinci