ICASEPS WORKING PAPER No. 71

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ICASEPS WORKING PAPER No. 71"

Transkripsi

1 ICASEPS WORKING PAPER No. 71 ANALISIS NILAI TUKAR PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan) Supriyati Pebruari 2005 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

2 ANALISIS NILAI TUKAR PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI (Kasus di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan) Supriyati Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor ABSTRAK Pembangunan pertanian pada dasamya ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Salah satu alat ukur untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis nilai tukar (NT) pada tingkat rumahtangga petani, tujuan spesifik dari kajian adalah : (1) Menganalisis perilaku Nilai Tukar Subsisten (NTS) berdasarkan kelompok masyarakat (yang dipnoxi dengan luas garapan); (2). Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku NTS berdasarkan luas garapan- (3) Mencari alternatif penghitungan NT yang dapat lebih menggambarkan indikator kesejahteraan petani. Sumbangan sektor pertanian dalam pendapatan rumahtangga di pedesaan Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masih relatif besar, namun ada indikasi semakin menurun. Sementara di Jawa Timur. penurunan peran sektor pertanian menyebabkan pendapatan rumahtangga pada tahun 1998/1999 didominasi oleh sektor non pertanian. Semakin tinggi luas garapan semakin tinggi pula pendapatan dari usaha pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pertanian di pedesaan masih bersifat land base. Secara rataan, usaha pertanian tidak dapat untuk mencukupi pengeluaran rumahtangga petani, kecuali di Jawa Tengah. Oleh karena usaha pertanian masih bersifat land base, maka pada rumahtangga petani tidak beriahan dan behahan sempit, usaha pertanian tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga petani (kecuali di Jawa Tengah). Faktor-faktor yang mempengaruhi NTS di 3 propinsi contoh, yaitu: (1) NTS dipengaruhi oleh besamya tingkat pendapatan usaha pertanian. Tingkat pendapatan usaha pertanian dipengaruhi oleh luas lahan garapan, tingkat teknologi (yang diproxi dengan biaya usahatani), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas yang diusahakan; (2) NTS dipengaruhi oleh pengeluaran untuk konsumsi pangan, dimana tingkat konsumsi pangan dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga, jumlah yang dikonsumsi dan harga barang konsumsi pangan. Dengan indikator NTPRTP, dapat diketahui kemampuan rumahtangga dalam membiayai pengeluaran rumahtangganya, sehingga lebih dapat menggambarkan kesejahteraan petani. Dilihat dari indikator NTPRTP, secara umum rumahtangga pedesaan dapat memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Implikasi dari kajian ini adaiah, ke depan periu dibangun indikator NTPRTP. Hal ini untuk memudahkan a rah kebijakan pemerintah, apakah kebijakan tersebut di sisi usaha pertanian, kesempatan kerja di luar pertanian atau kebijakan harga di tingkat konsumen. Kata kunci: nilai tukar subsisten, nilai tukar pendapatan rumahtangga PENDAHULUAN Latar Belakang Pambangunan pertanian pada dasarnya ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia, baik sumbangan langsung seperti dalam pembentukan Produk Domestik 1

3 Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor dan penekanan inflasi, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain (Simatupang, 1992; Bunasor, 1997). Salah satu alat ukur untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Pertanian (NTPR), yang mencakup Nilai Tukar Komoditas Pertanian (NTKP) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Peningkatan NTPR, NTKP dan NTP mengindikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian dan sebaliknya. Kajian tentang nilai tukar petani umumnya terbatas kepada aspek pergerakan nilai tukar petani dan dengan unit analisis yang bersifat agregat dengan cakupan nasional dan regional (Scandizzo dan Diakosavas, 1987; PAE-IPB, 1980; PAE- UNPAD, 1981; Hutabarat, 1995; Simatupang, 1992; Simatupang dan Isdiyoso 1992). Sebagian besar hasi! kajian tersebut mengungkapkan bahwa nilai tukar petani cenderung menurun karena laju harga yang diterima petani lebih rendah dari laju harga yang dibayar petani. Namun demikian dengan unit agregat tidak dapat melihat aspek distribusi dari nilai tukar pertanian tersebut. Beberapa pertanyaan yang muncul dari pengetahuan nilai tukar petani dan nilai tukar komoditas diatas adalah (a) Bagaimana kekuatan nilai tukar petani dari setiap kelompok masyarakat di pedesaan, seperti buruh tani, petani beriahan sempit, petani beriahan Iuas; (b) Apa dan bagarnana faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dari setiap kelompok masyarakat tersebut dan (c) Apakah ada indikator lain yang dapat menggambarkan kesejahteraan petani. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, kajian ini bertujuan untuk menganalisis Nilai Tukar (NT) pada tingkat rumahtangga petani. Tujuan spesifik dari kajian adalah : (1) Menganalisis perilaku Nilai Tukar Subsisten (NTS) berdasarkan kelompok masyarakat (yang diproxi dengan Iuas garapan); (2). Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku NTS berdasarkan Iuas garapan; dan (3) Mencari altematif penghitungan NT yang dapat lebih menggambarkan indikator kesejahteraan petani. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelaahan terhadap nilai tukar petani dan nilai tukar komoditas pertanian di tingkat petani tidak tertepas dari pengkajian terhadap kegiatan rumahtangga petani dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kebemasilan pembangunan telah menciptakan keragaman sumber-sumber pendapatan baru dan keragaman kebutuhan konsumsi baru. Sumber pendapatan rumahtangga petani tidak hanya 2

4 berasal dari usahatani (on farm) dan berburuh tani (off farm) tetapi telah berkembang ke kegiatan non pertanian (non farm). Berkembangnya usaha dan kesempatan kerja non pertanian dapat terjadi karena interaksi faktor pendorong dari dalam petani sendiri dan faktor penarik dari kegiatan di luar pertanian. Faktor dari dalam yang mendorong petani untuk bekerja di luar pertanian terutama berkaitan dengan ketidakmampuan sumber pendapatan dari sektor pertanian (on farm dan off farm) dalam memenuhi tuntutan kebutuhan konsumsi yang diinginkan, sedangkan faktor luar yang menarik petani bekerja di non pertanian antara lain berkaitan dengan terbukanya kesempatan kerja non pertanian dan tawaran lingkungan kerja non pertanian yang relatif lebih nyaman. Pada kondisi dimana pendapatan rumahtangga petani dari usaha pertanian dapat untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, maka NTPR besar dan sebaliknya. Dengan demikian kekuatan NTPR berkaitan dengan peran usaha pertanian dalam pendapatan rumahtangga petani. Peran usaha pertanian tersebut berbeda menurut keiompok masyarakat, (petani besar, petani kecil, buruh tani). Selain dipengaruhi oleh skala luas pemilikan atau pengusahaan lahan, usaha psrtanian juga dipengaruhi oleh tingkat profitabilitas usaha pertanian, kekuatankekuatan yang bekerja di pasar dan kebijakan pemerintah. Dengan demikian terbentuknya NTPR berkaitan dengan sistem permintaan, penawaran dan kebijakan. Pembentukan nilai tersebut tidak semata ditentukan oleh sektor pertanian, namun juga ditentukan oleh perilaku sektor di luar pertanian baik sektor riil, fiskal maupun moneter (Killick, 1983; Timmeretal, 1983). Metoda Analisis Metoda analisis yang dibangun dan digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Nilai tukar pendapatan petani dihitung dengan konsep nilai tukar subsisten (NTS). Selain nilai tukar petani dengan unit regional (makro) seperti yang dikembangkan BPS, konsep NTPR yang digunakan dalam penelitian empiris pada tingkat mikro reiatif beragam. Minimal ada 4 konsep nilai tukar yang dijumpai, yaitu : (a) Konsep Barter / Pertukaran (b) Konsep Faktorial, (c) Konsep Pendapatan dan (d) Konsep Subsisten. (Suharjo, 1976; Anwar, dkk., 1980, Sukarja, 1981, Pramonosidhi, 1984; Reksa-sudharma, 1988; Chacholiades, 1990; Tsakok, 1990; Diakosavas dan Scandizzo, 1991; Simatupang, 1992, Hutabarat, 1995). 1. Konsep Barter/Pertukaran Konsep barter mengacu kepada harga nisbi suatu komoditas pertanian tertentu terhadap barang / produk non pertanian. Nilai Tukar Barter (NTB) didefmisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga produk non 3

5 pertanian. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut: NTB = Px/Py;... 1 Keterangan : NTB = Nilai Tukar Barter Pertanian; Px = Harga Komoditas Pertanian; Py = Harga Produk Non Pertanian; Konsep nilai tukar ini mampu mengidentifikasi perbandingan harga reiatif dari komoditas pertanian tertentu terhadap harga produk yang dipertukarkan. Peningkatan NTB berarti semakin kuat daya tukar harga komoditas pertanian terhadap barang yang dipertukarkan. Kelemahan konsep NTB, disamping hanya berkaitan dengan komoditas dan produk tertentu juga tidak mampu memberikan penjelasan yang berkaitan dengan perubahan produktivitas (teknologi) komoditas pertanian dan komoditas non pertanian. 2. Konsep Faktorial Konsep Faktorial merupakan perbaikan dari konsep barter, yaitu dengan memasukkan pengaruh perubahan teknologi (produktivitas) dalam konsep nilai tukar. Nilai Tukar Faktorial (NTF) Pertanian didefmisikan sebagai rasio antara harga pertanian terhadap harga non pertanian, dikalikan dengan produktivitas pertanian (Zx). Apabiia hanya memperhatikan produktivitas pertanian disebut Nilai Tukar Faktorial Tunggal (NTFT), dan apabila produktivitas non pertanian (Zy) juga dipertirtungkan, disebut Nilai Tukar Faktorial Ganda (NTFG). NTFT dan NTFG dirumuskan sebagai berikut: NTFT = Px*Z.x / Py; = NTB*Zx;... 2 NTFG = Px * Zx / Py * Zy; = NTB / Z;... 3 Keterangan : NTFT = Nilai Tukar Faktorial Tunggal; NTFG = Nilai Tukar Faktorial Ganda; Zx = Produktivitas Komoditas Pertanian; Zy = Produktivitas Produk non Pertanian; Z = Rasio Produktivitas Pertanian Terhadap Produktivitas Non Pertanian; Konsep ini mampu mengidentifikasi pengaruh perubahan teknologi dari komoditas dan produk tertentu yang dipertukarkan. Namun konsep ini terbatas kepada komoditas dan produk tertentu dan tidak dapat menjelaskan kemampuan seluruh komoditas / produk yang dipertukarkan. 4

6 3. Konsep Pendapatan Konsep pendapatan (Nilai Tukar Pendapatan) merupakan perbaikan dari konsep nilai tukar faktorial. Nilai Tukar Pendapatan (NTI) merupakan daya ukur dari nilai hasil komoditas pertanian yang dihasilkan petani per unit (hektar) terhadap nilai korbanan untuk memproduksi hasil tersebut. PxQx NTI = ;... 4 PyQy Dengan demikian, NTI menggambarkan tingkat profitabilitas dari usahatani komoditas tertentu. Namun demikian, NTI hanya menggambarkan nilai tukar dari komoditas tertentu, belum mencakup keseluruhan komponen pendapatan petani dan komponen pengeluaran petani. 4. Konsep Subsisten Konsep nilai tukar subsisten (NTS) merupakan pengembangan lebih lanjut dari NTI. NTS menggambarkan daya ukur dari pendapatan total usaha pertanian terhadap pengeluaran total petani untuk kebutuhan hidupnya (Pramonosidhi, 1984). Pendapatan usaha pertanian merupakan penjumlahan dari seluruh nilai produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pengeluaran petani merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan pengeluaran untuk biaya produksi usahatani. NTS dirumuskan sebagai berikut: S Px i Qx i NTS = Py i Qy i + Pz j Qz j Keterangan : NTS = Nilai Tukar Subsisten; Px; = Harga komoditas Pertanian ke i ; Qx, = Produksi komoditas Pertanian ke i; Py, = Harga Produk Konsumsi ke i; Pzj = Harga Input Produksi ke i; Qy, = Jumlah Produk Konsumsi ke i; Q^ = Jumlah Input Produksi ke i; Dengan demikian NTS menggambarkan tingkat daya tukar / daya beli dari pendapatan usaha pertanian dari usahatani terhadap pengeluaran rumahtangga petani untuk kebutuhan hidupnya yang mencakup pengeluaran konsumsi dan pengeluaran untuk biaya produksi. Dalam operasionalnya konsep NTS hanya dapat dilakukan pada tingkat mikro yaitu rumahtangga. Suatu alternatif perbaikan penghitungan indikator kesejahteraan petani 5

7 dihitung dengan Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Pedesaan (NTPRTP). NTPRTP merupakan nisbah antara pendapatan total rumah tangga dengan pengeluaran total rumah tangga petani. Pendapatan total rumah tangga petani merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani, nilai dari berburuh tani, nilai hasil produksi usaha non-pertanian, nilai dari berburuh non-pertanian, dan lainnya (kiriman dan Iain-Iain). Dengan konsep ini, indikator tingkat kesejahteraan petani lebih mendekati fakta yang ada. Sumber Data dan Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, analisis NTS pada tingkat mikro menggunakan data Panel Petani Nasional (PATANAS) tahun 1998/1999 yang merupakan penelitian kolaborasi antara Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan World Bank. Sementara analisis perubahan struktur pendapatan menggunakan data PATANAS 1995/96 dan tahun 1998/99. Salah satu tujuan penelitian PATANAS adalah untuk mengetahui dinamika sosial ekonomi pedesaan. Desa-desa contoh di masing-masing propinsi beragam menurut agroekosistem dan komoditas, sehingga diharapkan dapat menggambarkan kondisi pedesaan di masing-masing propinsi. Penyebaran desa menuait agroekosistem dan komoditas utama di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kiasifikasi desa contoh PATANAS menurut agroekosistem Propinsi Desa Agroekosistem Tanaman utama 1 Jawa Tengah Cepogo Lahan kering Sapi perah Karangwungu Lahan sawah Padi Kwadungan Lahan kering Tembakau Gunung Lahan kering Sayuran Karang Lahan sawah Bawang merah Tengah Lahan sawah Padi Larangan Lahan sawah Tebu Karangmoncol Mojoagung 2. Jawa Timur Gerih Lahan sawah Padi+tebu Selosari Lahan sawah Padi+tebu Terung Kulon Lahan sawah Padi+tebu Sungun Pantai Udang+bandeng Legowo Pantai Perikanan tangkap Brondong Lahan kering Sayuran Wiyurejo 3. Sulawesi Selatan Margolembo lahan sawah Padi Baroko Lahan kering Sayuran Selli Lahan sawah Padi Ka'do Lahan kering Kopi Rumbia Lahan kering Jagung Batupanga Lahan kering Kakao Sumber: Adyana, M.O. etal,

8 DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN Peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan merupakan salah satu indikator peningkatan kesejahteraan. Secara umum sumber pendapatan rumahtangga dapat digolongkan ke dalam dua sektor yaitu sektor pertanian dan non pertanian. Sektor pertanian dibagi menjadi usaha pertanian dan berburuh tani, sementara sektor non pertanian dibagi menjadi usaha non pertanian, berburuh dan lainnya. Dinamika struktur pendapatan di tiga provinsi contoh ditampilkan pada Tabel 2. Secara rataan, pendapatan rumah tangga pedesaan di Jawa Tengah meningkat dari Rp ribu pada tahun 1995/96 menjadi Rp ribu pada tahun 1998/99. Sumbangan sektor pertanian terhadap pendapatan rumah tangga peaesaan masih relatif besar, yaitu 66,99 %, namun ada kecenderungan sumbangannya menurun dalam periode 5 tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan pendapatan sektor non-pertanian lebih besar dari sektor pertanian. Apabila rumah tangga contoh dibedakan atas luas garapan, yaitu menjadi rumahtangga buruh tani (tidak mempunyai garapan), garapan sempit, sedang dan luas, terlihat bahwa struktur pendapatan rumah tangga berbeda. Semakin tinggi luas garapan, semakin besar sumbangan sektor pertanian dalam pendapatan rumah tangga. Pada tahun 1998/99 sumbangan sektor pertanian terhadap pendapatan rumah tangga pada rumah tangga yang mempunyai luas garapan sempit, sedang dan luas berturut-turut adalah 637 persen; 79,12 persen dan 89,95 persen; sementara pada buruh tani sebesar 23,82 persen. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian masih didominasi oleh usaha yang bersifat land base. Di Jawa Timur, pendapatan rumah tangga pedesaan secara rataan meningkat sebesar 336 persen atau dari Rp 2.252,42 ribu pada tahun 1995/1996 menjadi Rp 9.827,47 ribu pada tahun 1998/1999. Peningkatan ini karena terjadi peningkatan yang cukup besar pada rumah tangga yang mempunyai luas garapan sedang dan tinggi. Berbeda dengan Jawa Tengah, peranan sektor pertanian terhadap pendapatan rumahtangga lebih rendah dari sektor non-pertanian, baik pada tahun 1995/1996 maupun 1998/1999. Bahkan pada tahun 1998/1999 peranan sektor pertanian semakin menurun. Struktur pendapatan rumahtangga menurut luas garapan menunjukkan bahwa semakin luas garapan semakn tinggi peranan sektor pertanian. Pada rumahtangga dengan garapan luas, sekitar 90 persen pendapatannya berasal dari sektor pertanian. Lagi-tagi ini membuktikan bahwa usaha pertanian yang berkembang di lokasi-lokasi contoh masih berbasis lahan. 7

9 Peran sektor pertanian dan non-pertanian terhadap pendapatan rumah tangga menurut luas garapan, terlihat gambaran yang berbeda. Peran sektor pertanian menurun pada kelas garapan nol, rendah dan sedang, sementara pada kelas garapan tinggi meningkat. Pada kelas garapan sedang dan tinggi, peran sektor pertanian pada tahun 1998/99 masih dominan masing-masing adalah 66,84 persen dan 95:13 persen. Sementara itu, secara rataan pendapatan rumah tangga di Sulawesi Selatan pada periode yang sama meningkat sebesar 353 persen. Peningkatan ini disebabkan peningkatan pendapatan dari cektor non-pertanian, walaupun peran sektor pertanian pada tahun 1998/99 masih besar yaitu 70,98 persen. Tabel 2. Perubahan Strukur Pendapatan Rumahtangga di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, tahun 1995/ /1999 (%) Struktur Pendapatan/ Luas garapan Propinsi Nol Sempit Sedang Luas Rataan Jawa Tengah 95/96 98/99 95/96 98/99 95/96 98/99 95/96 98/99 95/96 98/99 I. Pertanian , , , , ,99 1. Usaha pertanian , , , , ,55 2. Buruh Tani , , , , ,44 II. Non-Pertanian 6/.46 74, , , ,01 1. Usaha non-pertanian , , , , ,24 2. Buruh non-pertanian , , , , ,42 3. Lainnya , , , , ,35 Total (Rp 000) 1, , , , , Jawa Timur I. Pertanian , , , , ,38 1. Usaha pertanian , , , ,57 2. Buruh Tani , , , , ,81 II. Non- Pertanian , , , , ,62 1. Usaha non-pertanian , , , , ,15 2. Buruh non-pertanian , , , , ,11 3. Lainnya , , , , ,36 Total (Rp 000) 2, , , , , Sulawesi Selatan 1. Usaha pertanian , , , , ,56 2. Buruh Tani , , , , ,15 II. Non- Pertanian , , , , ,40 1. Usaha non-pertanian , , , , ,44 2. Buruh non-pertanian , , , , ,54 3. Lainnya , , , , ,69 1. Usaha pertanian , , , , ,21 Total (Rp 000) 1, , , , , Sumber: Patanas 95/96 dan 98/99 diolah. 8

10 Dibandingkan dengan tahun 1995/96, peran sektor pertanian terhadap total pendapatan mmah tangga tahun 1998/1999 mengalami penurunan. Lebih lanjut teriihat di semua kelas luas garapan terjadi penurunan sumbangan sektor pertanian. Penurunan sangat besar terjadi pada rumah tangga yang tidak mempunyai lahan garapan, dimana pada tahun 1998/99 sumbangannya hanya 0,83 persen. Pada kelas ini, pendapatan dari berburuh sangat kecil, sementara sumber pendapatan yang memberikan sumbangan cukup besar adalah usaha non-pertanian dan lainnya. Ada kecenderungan semakin tinggi luas garapan semakin tinggi pula sumbangan pendapalan dari sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa skala usaha di sektor pertanian berpengaruh besar terhadap pendapatan. NILAI TUKAR PENDAPATAN PETANI NTS rumah tangga petani merupakan nisbah antara pendapatan total usaha pertanian terhadap total pengeluaran rumah tangga petani (yang terdiri atas pengeluaran untuk konsumsi dan pengeluaran untuk biaya produksi). Secara agregat, pendapatan usaha pertanian di Jawa Tengah sebesar Rp 8,5 juta, Jawa Timur sebesar Rp 5,5 juta dan di Sulawesi Selatan sebesar Rp 9,2 juta. Tingginya pendapatan rumah tangga di Sulawesi Selatan antara lain disebabkan adanya tanaman perkebunan: kopi dan kakao di dua desa contoh, dan pada akhir-akhir ini, khususnya setelah krisis ekonomi harga komoditas perkebunan cenderung meningkat tajam. Biaya produksi usaha pertanian juga bervariasi, biaya produksi usaha pertanian terendah terjadi di Jawa Timur (Rp 1,3 juta), kemudian Sulawesi Selatan (Rp 2,2 juta) dan tertinggi di Jawa Tengah ( Rp 2,9 juta). Keragaman biaya produksi karena adanya keragaman komoditas yang diusahakan rumahtangga pedesaan Sementara tingkat konsumsi pangan dan non-pangan tertinggi di Sulawesi Selatan, diikuti oleh Jawa Timur dan terendah di Jawa Tengah. Keragaan pendapatan dan biaya usaha pertanian serta tingkat konsumsi rumah tangga ditampilkan pada Tabel 3. Baik di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ada korelasi positif antara luas garapan dengan pendapatan usaha pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pertanian masih bersifat land-base. Dan kesenjangan antara rumah tangga yang tidak mempunyai lahan garapan dan yang mempunyai luas garapan tinggi cukup besar, teriihat bahwa kesenjangan pendapatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih besar dari Sulawesi Selatan. Baik secara agregat, maupun menurut kelas luas garapan, tingkat pengeluaran untuk konsumsi pangan lebih besar dari konsumsi non-pangan seperti untuk kesehatan, pendidikan, pakaian dan Iain-Iain. Tingkat konsumsi rumah tangga 9

11 dipengaruhi oleh jumlah yang dikohsumsi per kapita, harga dan jumlah anggota rumah tangga. Dengan demikian, korelasi antara luas garapan dan tingkat pengeluaran tidak nyata. Secara agregat, daya beli petani berdasarkan indikator NTS di Jawa Tengah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. NTS di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur kurang dari satu, hal ini berarti pendapatan dari usaha pertanian tidak dapat untuk membiayai total pengeluaran rumah tangga. Sementara di Jawa Tengah, nilai NTS lebih besar satu, artinya pendapatan usaha pertanian dapat untuk membiayai total pengeluaran rumah tanga. Rendahnya NTS di Jawa Timur disebabkan rendahnya pendapatan usaha pertanian, dan tingginya tingkat konsumsi pangan dan non-pangan. Sementara di Sulawesi Selatan, disebabkan karena tingginya tingkat konsumsi pangan yang mencaoai 53 persen dari pendapatan usaha pertanian, padahal pendapatan usaha pertanian di Sulawesi Selatan lebih tinggi dari dua propinsi contoh lainnya. Di Jawa Tengah, proporsi pengeluaian untuk konsumsi pangan lebih besar dibandingkan biaya usahatani dan pengeluaran non-pangan. Di Jawa Tengah, apabila NTS dibedakan menurut luas garapan, teriihat bahwa daya beli buruh tani jauh lebih rend ah dibandingkan tiga kelas lainnya, sementara NTS rumah tangga dengan luas garapan rendah, sedang dan tinggi hampir sama, yaitu berkisar antara 1,51-1,61. Rendahnya daya beli buruh tani disebabkan karena rendahnya pendapatan usaha pertanian dan tingginya pengeluaran untuk konsumsi. Hai ini dapat dimaklumi, karena rendahnya pendapatan usaha pertanian tidak dapat disubstitusi dari usaha non-pertanian. Untuk dapat teriibat dalam kegiatan tersebut diperiukan modal, suatu hal yang tidak dimiliki oleh buruh tani. NTS rumah tangga dengan luas garapan tinggi hampir sama dengan luas garapan rendah, disebabkan karena tingginya biaya produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memperoleh pendapatan usaha pertanian yang tinggi diperiukan biaya produksi yang tinggi pula. Di Jawa Timur, teriihat adanya kesenjangan tingkat daya beli rumah tangga menurut luas garapan. NTS rumah tangga tidak beriahan dan luas garapan rendah lebih kecil dari satu, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan usaha pertanian dari rumah tangga kelas tersebut lebih kecil dari pengeluaran. Proporsi pengeluaran yang relatif besar adalah pengeluaran untuk konsumsi pangan, terutama pada rumah tangga tidak beriahan. NTS rumah tangga dengan luas garapan sedang sebesar 1,18, yang berarti pendapatan usaha pertanian dapat untuk memenuhi semua pengeluaran rumah tangga. Pada kelas inipun, tingkat pengeluaran terbesar adalah pengeluaran untuk 10

12 konsumsi pangan. Seperti di Jawa Tengah, pada rumah tangga dengan luas garapan tinggi, biaya produksi lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk pangan dan non-pangan. Namun biaya produksi yang tinggi pada kelas ini mampu memberikan tingkat pendapatan yang tinggi pula, sehingga NTS nya cukup tinggi (2,04) dibandingkan NTS pada kelas lainnya. Tabel 3. Nilai Tukar Subsisten di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, tahun 1998/1999 Luas Garapan Jawa Tengah Uraian Nol Rendah Sedang Tinggi Rataan I. Pendapatan usaha pertanian (Rp 000) , , , II. Biaya produksi (Rp 000) , , , III. Konsumsi (Rp 000) - Pangan 2, , , , Non Pangan 1, , , S2.90 1, IV. Total Pengeluaran (Rp 000) 4, , , , , V. NTS Jawa Timur I. Pendapatan usaha pertanian (Rp 000) 1, , , , , II. Biaya produksi (Rp 000) L , , , III. Konsumsi (Rp 000) - Pangan 4, , , , , Non Pangan 2, , , , , IV. Total Pengeluaran (Rp 000) 6, , , , , V. NTS Sulawesi Selatan I. Pendapatan usaha pertanian (Rp 000) II. Biaya produksi (Rp 000) III. Konsumsi (Rp 000) - Pangan Non Pangan IV. Total Pengeluaran (Rp 000) V. NTS Sumber: Patanas 98/99 diolah. Di Sulawesi Selatan, tingkat daya beli buruh tani sama dengan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. tingkat pendapatan usaha pertanian pada rumah tangga tidak beriahan dan lahan garapan sempit, tidak cukup untuk memenuhi pengeluaran rumahtangganya. Hal ini disebabkan tingkat pengeluaran untuk pangan di wilayah ini cukup tinggi, berkisar antara Rp 3,66 juta - Rp 6,1 juta per rumah tangga per tahun. Tingkat konsumsi pangan rumah tangga tidak beriahan lebih kecil dibandingkan dengan kelas lainnya, walaupun demikian tingkat pendapatannya tidak mencukupinya. Tingkat daya beli rumah tangga dengan luas garapan sedang relatif lebih baik dibandingkan dengan luas garapan tinggi. Hal ini disebabkan pada rumah tangga dengan luas garapan tinggi, biaya produksi dan konsumsi pangan jauh lebih tinggi dibandingkan rumah tangga dengan luas garapan sedang. 11

13 ANALISA NILAI TUKAR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (Suatu altematif perbaikan penghitungan indikator kesejahteraan petani) Sumber pendapatan rumah tangga pedesaan atau petani, tidak hanya berasal dari usaha pertanian (on-farm) baik usahatani tanaman pangan, tanaman perkebunan, usaha perikanan, usaha peternakan tetapi juga dari kegiatan berburuh tani (off farm), dan pendapatan non-pertanian yang terdiri atas usaha non-pertanian (perdagangan, industri, jasa), buruh non-pertanian dan lainnya. Konsep NTS yang dibangun BPS baru mendefinisikan petani sebagai petani yang berbasis lahan yang membudidayakan komoditas tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Konsep nilai tukar pendapatan yang menggunakan konsep NTS sudah memasukkan semua usaha pertanian, namun belum memasukkan kegiatan berburuh tani dan sektor nonpertanian. Sementara dari uraian struktur pendapatan rumah tangga teriihat bahwa di beberapa kelas, sumbangan dari berburuh tani dan sektor non-pertanian cukup besar. Untuk melihat indikator tingkat kesejahteraan petani, dari kajian ini diajukan konsep "Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Pedesaan" (NTPRTP). NTPRTP merupakan nisbah antara pendapatan total rumah tangga dengan pengeluaran total rumah tangga petani. Pendapatan total rumah tangga petani merupakan penjumiahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani, nilai dari berburuh tani, nilai hasil produksi usaha non-pertanian, nilai dari berburuh non-pertanian, dan lainnya (kiriman dan Iain-Iain). Dengan konsep ini, nampaknya indikator tingkat kesejahteraan petani lebih mendekati fakta yang ada. Analisa nilai tukar pendapatan rumah tangga pedesaan ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan indikator nilai tukar pendapatan rumah tangga pedesaan, secara agregat tingkat kesejahteraan petani di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan CLikuo baik, dimana pendapatan total rumah tangga lebih besar dari pengeluaran total rumah tangga. Dengan tingkat pendapatan total rumah tangga yang hampir sama di 3 propinsi contoh, NTPRTP lebih dipengaruhi oleh keragaman tingkat pengeluaran. Proporsi pengeluaran terbesar di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah biaya produksi (usaha pertanian dan non-pertanian), sementara di Sulawesi Selatan adalah tingkat pengeluaran untuk konsumsi pangan. Di Jawa Tengah apabila rumah tangga contoh dibedakan atas luas garapan, nampak bahwa kesejahteraan rumah tangga tidak beriahan paling rendah, dimana pendapatan total rumah tangga tidak mencukupi untuk memenuhi pengeluaran total rumah tangga. Sementara itu nampaknya tidak ada korelasi positif antara luas garapan dengan tingkat daya beli, terlihat dari nilai tukar pendapatan pada rumah tangga dengan luas garapan tinggi, lebih kecii dari rumah tangga dengan luas garapan rendah dan sedang. Hal ini diduga disebabkan karena meningkatnya biaya 12

14 usaha pertanian sebagai konsekuensi penerapan teknologi yang lebih baik, meningkatnya biaya produksi usaha non-pertanian, serta meningkatnya pengeluaran pangan dan non-pangan. Tingkat pengeluaran konsumsi pangan dan non-pangan yang lebih besar diduga karena erat hubungannya dengan status ekonomi, dimana semakin tinggi status ekonomi semakin tinggi pula kebutuhan pangan dan nonpangannya. Berbeda dengan Jawa Tengah, di Jawa Timur, NTPRTP rumah tangga tidak beriahan lebih besar satu, berarti pendapatan dari berburuh tani dan sektor nonpertanian cukup besar, sehingga dapat untuk menutup kekurangan pendapatan dari usaha pertanian. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan luas garapan tinggi lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga dengan luas garapan rendah dan sedang. Sementara tingkat kesejahteraan rumah tangga dengan luas garapan sedang lebih buruk dibandingkan dengan rumah tangga dengan luas garapan rendah. Besar kecilnya NTPRTP di Jawa Timur, ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan dan pengeluaran biaya produksi, kecuali pada kelas garapan sedang, proporsi pengeluaran terbesar adalah untuk konsumsi pangan. Di Sulawesi Selatan, NTPRTP untuk semua kelas luas garapan lebih besar satu. NTPRTP terbesar luas garapan sedang, berturut-turut diikuti oleh luas garapan tinggi, luas garapan nol dan luas garapan rendah. Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga pedesaan di Sulawesi Selatan adalah tingkat pendapatan yang beragam antar kelas dan tingginya pengeluaran untuk konsumsi, khususnya konsumsi pangan. Tabel 4. Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Pedesaan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, tahun 1998/1999 Luas Garapan Uraian Nol Rendah Sedang Tinggi Rataan Jawa Tengah Total Pendapatan (Rp 000) 4, , , , , Pertanian 1, , , , Usaha pertanian , , , , Buruh Tani Non- Pertanian 3, , , , Total Pengeluaran (Rp 000) 5, , , , , Biaya produksi (RpOOO) , , , , Pertanian , , Non Pertanian , , Konsumsi (Rp 000) 4, , , , Pangan 2, , , , Non Pangan 1, , , , NTPRTP Jawa Timur Total Pendapatan (Rp 000) 12, , , , , Pertanian 2, , , , Usaha pertanian 1, , , , , Buruh Tani 1,

15 Non- Pertanian 9, , , , , Total Pengeluaran (Rp 000) 10, , , , , Biaya produksi (Rp 000) 4, , , , , Pertanian , , , Non Pertanian 4, , , , , Konsumsi (Rp 000) 6, , , , Pangan 4, , , , Non Pangan 2, , , , , NTPRTP Sulawesi Selatan Total Pendapatan (Rp 000) 9, ,284^9 16, , , Pertanian 1, , , L 14, , Usaha pertanian 1, , , , , Buruh Tani Non- Pertanian 7, , , , , Total Pengeluaran (Rp 000) 6, , , , , Biaya produksi (Rp 000) 1, , , , , Pertanian 1, , , , , Non Pertanian Konsumsi (Rp 000) 5, , , , , Pangan 3, , , , , Non Pangan 1, , , , , NTPRTP Sumber: Patanas 1998/1999 diolah KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Sumbangan sektor pertanian dalam pendapatan rumahtangga di pedesaan Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masih relatif besar, narnun ada indikasi semakin menurun. Sementara di Jawa Timur, peranan sektor pertanian dan non pertanian pada tahun 1995/1996 relatif sama, sehingga penurunan peran sektor pertanian menyebabkan pendapatan rumahtangga didominasi oleh sektor non pertanian pada tahun 1998/1999. Semakin tinggi luas garapan semakin tinggi pula pendapatan dari usaha pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pertanian di pedesaan masih bersifat land base. Secara rataan, usaha pertanian tidak dapat untuk mencukupi pengeluaran rumahtangga petani, kecuali di Jawa Tengah. Oleh karena usaha pertanian masih bersifat land base, rnaka pada rumahtangga petani tidak berlahan dan berlahan sempit, usaha pertanian tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga petani (kecuali di Jawa Tengah). Faktor-faktor yang mempengaruhi NTS di tiga propinsi contoh, yaitu: (1) NTS dipengaruhi oleh besamya tingkat pendapatan usaha pertanian. Tingkat pendapatan usaha pertanian dipengaruhi oleh luas lahan garapan, tingkat teknologi (yang diproxi dengan biaya usahatani), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas yang diusahakan; (2) NTS dipengaruhi oleh pengeluaran untuk konsumsi pangan, dimana tingkat konsumsi pangan dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga, jumlah 14

16 yang dikonsumsi dan harga barang konsumsi pangan. Dengan indikator NTPRTP, dapat diketahui kemampuan rumahtangga dalam membiayai pengeluaran rumahtangganya, sehingga tebih dapat menggambarkan kesejahteraan petani. Dilihat dari indikator NTPRTP, secara umum rumahtangga pedesaan dapat memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Implikasi dari kajian ini adalah, perlu dibangun indikator NTPRTP secara kontinyu. Hal ini untuk memudahkan arah kebijakan pemerintah, apakah kebijakan tersebut di sisi usaha pertanian, kesempatan kerja di luar pertanian atau kebijakan harga di tingkat konsumen. Puslitbang Sosek Pertanian yang mempunyai data PATANAS bersifat panel dengan cakupan lokasi penelitian yang cukup luas diharapkan mampu menghasilkan indikator ini, sebagai komplemen indikator Nilai Tukar Petani (NTP) dari BPS. 15

17 DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O Assesing the Rural Development Impact of the Crisis in Indonesia Center for Agro-Socioeconomic Research, Bogor and The World Bank, Washington D.C., USA. Anwar, A., F. Kasryno, S. Ibrahim dan B. Bachtiar Studi Kebijaksanaan Nilai tukar Komoditi Pertanian. Kerjasama Puslit Agroekonomi dengan llmu-ilmu Sosial ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Bunasor, S Integrasi Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Makalah bahasan: Seminar Nasional Pengembangan Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Sosek-Faperta IPB, 8-9 Juli Chacoliades, M International Economics. Me Graw-Hill International Edition : p Diakosavas, D. and P.L. Scandizzo Trends in the terms of trade and cost structure as an analytical tool for estimating the food crops farmers welfare. Jakarta. Hutabarat, B Analisa Deret Waktu Kecenderungan Nilai Tukar Petani di Indonesia Jumal Agro Ekonomi, Vo! 4 (2): Killick, T policy Economics. A Textbook of Applied Economics on Developing Countries. The English Language Book Society. Pramonosidhi Tingkah Laku Nilai Tukar Komoditi Pertanian pada Tingkat Petani. Kerjasama Puslit Agroekonomi dan Unlversitas Satya Wacana, Salatiga. Puslit Agroekonomi (PAE)-IPB Studi Kebijaksanaan Nilai Tukar Komoditi Pertanian. Pusat Penelitian Agroekonomi. Bogor. Puslit Agroekonomi (PAE)-UNPAD Studi Kebijaksanaan Nilai Tukar Komoditi Pertanian. Pusat Penelitian Agroekonomi. Bogor. Reksasudharma Study on Term of Trade and Cost Structure as an Analytical Tool for Estimating The Food Crops Farmers Welfare. Departemen Pertanian, Jakarta. Scandizzo, P., and D. Diakosavas Instability in the term of trade of primary commodities : FAO Rome. Simatupang, P Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jumal Agroekonomi Vol 11 (1): Simatupang, P. dan B. lsdiyoso Penganjh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Nilai Tukar Sekfor Pertanian : Landasan Teoritis dan Bukti Empiris. Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol XL (1): Suharjo, A Nilai Tukar Hasil-Hasil Pertanian Selama Pelita I. Departemen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. 16

18 Sukarja R., Sendjaja, T. dan A. Sudradjat Studi Kebujaksanaan Nilai tukar Komoditi Pertanian. Kerjasama Puslit Agro Ekonomi dengan Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran Bandung. Timmer.C.P., W.P. Falcon, and S.R. Pearson Food policy Analisys. John Hopkins University Press. Baltimore. Tsakok, I Agricultural Price Policy : A Practitioner's guide to partial equilibrium analysis. Cornell University Press. P

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan pustaka Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian.

Lebih terperinci

TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI PENDAHULUAN

TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI PENDAHULUAN P R O S I D I N G 78 TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI Rosihan Asmara 1*, Nuhfil Hanani 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU

NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU Muchjidin Rachmat dan Sri Nuryanti PENDAHULUAN Penyediaan pangan merupakan prioritas utama pembangunan pertanian. Komoditas pangan prioritas

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.49

ICASERD WORKING PAPER No.49 ICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus Komoditas Kentang) Supriyati April 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan pemerintah Indonesia. Hakikatnya sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN

ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN ANALISIS NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI BAHAN PENYUSUNAN RPJMN TAHUN 2015-2019 KERJASAMA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY (JICA) 2013 i 1 Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.42

ICASERD WORKING PAPER No.42 ICASERD WORKING PAPER No.42 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS CABAI MERAH (KASUS DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH) Kurnia Suci Indraningsih Maret 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian PENDAHULUAN Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JUNI 2016 SEBESAR 97,00 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,38 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JUNI 2016 SEBESAR 97,00 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,38 PERSEN No.47/07/71/Th.X, 01 Juli 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JUNI 2016 SEBESAR 97,00 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,38 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sulawesi Utara pada bulan

Lebih terperinci

PERAN NILAI TUKAR PETANI DAN NILAI TUKAR KOMODITAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI PROVINSI JAMBI

PERAN NILAI TUKAR PETANI DAN NILAI TUKAR KOMODITAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI PROVINSI JAMBI PERAN NILAI TUKAR PETANI DAN NILAI TUKAR KOMODITAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI PROVINSI JAMBI ROLE OF FARMERS AND EXCHANGE COMMODITY EXCHANGE IN RICE FARMERS WELFARE IMPROVEMENT

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI: NILAI TUKAR PETANI

INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI: NILAI TUKAR PETANI PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN Kode PTE- 101002 PERTEMUAN KE-EMPAT BELAS: INDIKATOR KESEJAHTERAAN : NILAI TUKAR DJOHAR NOERIATI R.D. 1 PEP - DJH MATERI PRESENTASI PENDAHULUAN PERKEMBANGAN NTP DI INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng

Lebih terperinci

PERAN NILAI TUKAR PETANI DAN NILAI TUKAR KOMODITAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI (Studi Kasus: Propinsi Jawa Timur)

PERAN NILAI TUKAR PETANI DAN NILAI TUKAR KOMODITAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI (Studi Kasus: Propinsi Jawa Timur) PERAN NILAI TUKAR PETANI DAN NILAI TUKAR KOMODITAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI KEDELAI (Studi Kasus: Propinsi Jawa Timur) ROOSGANDHA ELIZABETH DAN VALERIANA DARWIS 1) Pusat Analisis Sosial

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2015 SEBESAR 96,93 ATAU NAIK SEBESAR 0,52 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2015 SEBESAR 96,93 ATAU NAIK SEBESAR 0,52 PERSEN No./12/71/Th.IX, 01 Desember 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2015 SEBESAR 96,93 ATAU NAIK SEBESAR 0,52 PERSEN Pada bulan November 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 Erna M.Lokollo 2 dan Supena Friyatno 3 ABSTRAK Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat struktur dan dinamika pendapatan rumah tangga pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 SEBESAR 95,89 ATAU NAIK SEBESAR 0,82 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 SEBESAR 95,89 ATAU NAIK SEBESAR 0,82 PERSEN No. 68/10/71/Th.IX, 01 Oktober 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 SEBESAR 95,89 ATAU NAIK SEBESAR 0,82 PERSEN Pada bulan September 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di

Lebih terperinci

KAJI ULANG KONSEP DAN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI TAHUN I. PENDAHULUAN

KAJI ULANG KONSEP DAN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI TAHUN I. PENDAHULUAN KAJI ULANG KONSEP DAN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI TAHUN 2003-2006 I. PENDAHULUAN Di Indonesia, Nilai Tukar Petani (NTP) ditafsirkan sebagai penanda (indikator) kesejahteraan petani. Konsep pengukuran

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA OKTOBER 2015 SEBESAR 96,43 ATAU NAIK SEBESAR 0,57 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA OKTOBER 2015 SEBESAR 96,43 ATAU NAIK SEBESAR 0,57 PERSEN No.76/11/71/Th.IX, 02 November 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA OKTOBER 2015 SEBESAR 96,43 ATAU NAIK SEBESAR 0,57 PERSEN Pada bulan Oktober 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 04/01/73/Th. VIII, 1 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN DESEMBER 2013 SEBESAR 104,95 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA Oleh: Muchjidin Rachmat dan Budiman Hutabarat') Abstrak Tulisan ini ingin melihat tingkat diversifikasi

Lebih terperinci

PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN

PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN Reni Kustiari PENDAHULUAN Sektor pertanian masih merupakan sektor yang berkontribusi relatif besar terhadap perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 25/05/73/Th. XI, 2 Mei 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN APRIL SEBESAR 100,11 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan April sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2015 SEBESAR 95,11 ATAU TURUN SEBESAR 0,32 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2015 SEBESAR 95,11 ATAU TURUN SEBESAR 0,32 PERSEN No.62/09/71/Th.IX, 01 September 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2015 SEBESAR 95,11 ATAU TURUN SEBESAR 0,32 PERSEN Pada bulan Agustus 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI

NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI NILAI TUKAR PETANI : KONSEP, PENGUKURAN DAN RELEVANSINYA SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI Farmers Terms of Trade: The Concept, Estimation, and Relevance for Farmers Welfare Indicators Muchjidin Rachmat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI r BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 44/08/76/Th. IX, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2015 NTP SULAWESI BARAT 105,32 Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Barat Juli 2015 sebesar 105,32; meningkat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 58/10/72/Th.XVIII, 01 Oktober 2015 Selama September 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 98,50 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama September

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA MEI 2016 SEBESAR 96,63 ATAU MENURUN SEBESAR 0,52 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA MEI 2016 SEBESAR 96,63 ATAU MENURUN SEBESAR 0,52 PERSEN No.40/06/71/Th.X, 01 Juni 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA MEI 2016 SEBESAR 96,63 ATAU MENURUN SEBESAR 0,52 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sulawesi Utara pada bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/03/73/Th. XI, 1 Maret 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI SEBESAR 101,41 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Februari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 18/03/72/Th. XVIII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Februari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,75 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Februari

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 09/02/72/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Januari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 98,37 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Januari

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN No.54/08/71/Th.IX, 03 Agustus 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN Bulan Juli 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2017 No.24/05/75/Th.XI. 2 Mei 2017 Pada bulan April 2017, NTP (NTP Umum) Provinsi Gorontalo tercatat sebesar 105,09 atau mengalami kenaikan sebesar 0,64 persen bila

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 27/05/72/Th. XVIII, 04 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama April 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,52 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama April 2015

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

KAJI ULANG KONSEP DAN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI TAHUN

KAJI ULANG KONSEP DAN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI TAHUN KAJI ULANG KONSEP DAN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI TAHUN 2003-2006 PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN Maret 2007 KAJI ULANG KONSEP DAN PERKEMBANGAN NILAI TUKAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN No.02/09/72/Th. XII, 1 September 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR 98.92 PERSEN A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada Bulan Juli 2009, NTP Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2016 SEBESAR ATAU MENURUN SEBESAR 0.78 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2016 SEBESAR ATAU MENURUN SEBESAR 0.78 PERSEN No.59/09//71/Th.X, 1 September 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA AGUSTUS 2016 SEBESAR 96.17 ATAU MENURUN SEBESAR 0.78 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Utara pada bulan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2015 SEBESAR 96,85 ATAU TURUN SEBESAR 0,09 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2015 SEBESAR 96,85 ATAU TURUN SEBESAR 0,09 PERSEN No.03/01/71/Th.X, 04 Januari 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2015 SEBESAR 96,85 ATAU TURUN SEBESAR 0,09 PERSEN Pada bulan Desember 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Lebih terperinci

KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH

KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Oleh: Adreng Purwoto dan Muchjidin Rachmato Abstrak Tulisan ini melihat tingkat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 09/02/73/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JANUARI 2014 SEBESAR 104,98 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan penyokong utama perekonomian rakyat. Sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Judul Buku : Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : v + 44 hal Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang Gambar Kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menjadikan sektor pertanian sebagai basis perekonomiannya. Walaupun sumbangan sektor pertanian dalam sektor perekonomian diukur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017 No. 80/09/71/Th.XI, 4 September 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI UTARA AGUSTUS 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Utara pada 2017 turun 0,07 persen; dari nilai 92,32 pada bulan Juli turun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani Oktober 2017 Provinsi Gorontalo

Perkembangan Nilai Tukar Petani Oktober 2017 Provinsi Gorontalo BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI GORONTALO Perkembangan Nilai Tukar Petani Oktober 2017 Provinsi Gorontalo Pada bulan Oktober 2017, NTP (NTP Umum) Provinsi Gorontalo tercatat sebesar 106.23 atau mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR Oleh : Handewi Purwati S. Rachman*) Abstrak Dengan menggunakan data penelitian Patanas Jawa Timur yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku Utara Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku Utara Bulan Oktober 2017 Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku Utara Bulan No. 59/11/82/Th. XVI, 01 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Perkembangan Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku Utara Bulan Nilai

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JANUARI 2016 SEBESAR 97,69 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,86 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JANUARI 2016 SEBESAR 97,69 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,86 PERSEN No.11/02/71/Th.X, 01 Februari 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JANUARI 2016 SEBESAR 97,69 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,86 PERSEN Pada bulan Januari 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) di

Lebih terperinci

SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010

SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010 SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010 M. Maulana dan Supriyati Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

NTP Sulawesi Utara September 2017 Naik 0,79 Persen

NTP Sulawesi Utara September 2017 Naik 0,79 Persen BADAN PUSAT STATISIK PROVINSI SULAWESI UTARA NTP Sulawesi Utara 2017 Naik 0,79 Persen Dari 92,26 di bulan Agustus naik menjadi 92,99 di bulan 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) di Sulawesi Utara pada 2017 naik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 03/01/72/Th.XX, 03 Januari 2017 Selama Desember 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,87 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Desember

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/09/18/Th. XI, 4 September 2017 NTP Provinsi Lampung Agustus 2017 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2016 SEBESAR 93,94 ATAU MENURUN SEBESAR 0.53 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2016 SEBESAR 93,94 ATAU MENURUN SEBESAR 0.53 PERSEN No.87/01//71/Th.XI, 3 Januari 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2016 SEBESAR 93,94 ATAU MENURUN SEBESAR 0.53 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Utara pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN Analysis of Farmer s Welfare Level by Pattern of Income and Expenditure in Rural Areas Sugiarto Pusat Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

Perkembangan. Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Kalimantan Tengah

Perkembangan. Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Kalimantan Tengah No. 03/10/62/Th. XI, 2 Oktober BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Kalimantan Tengah NTP September sebesar 98,54 persen. Terjadi deflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2017 No.33/06/75/Th.XI. 2 Juni 2017 Pada bulan Mei 2017, NTP (NTP Umum) Provinsi Gorontalo tercatat sebesar 105,60 atau mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 60/11/73/Th. VIII, 3 November 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 106,52 PERSEN. NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2016 SEBESAR 97,47 ATAU MENURUN SEBESAR 0,22 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2016 SEBESAR 97,47 ATAU MENURUN SEBESAR 0,22 PERSEN No.19/03/71/Th.X, 01 Maret 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA FEBRUARI 2016 SEBESAR 97,47 ATAU MENURUN SEBESAR 0,22 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sulawesi Utara pada

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci