ICASERD WORKING PAPER No.49

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ICASERD WORKING PAPER No.49"

Transkripsi

1 ICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus Komoditas Kentang) Supriyati April 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

2 ICASERD WORKING PAPER No. 49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus Komoditas Kentang) Supriyati April 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Siti Fajar Ningrum SS, M. Rahmat, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp , Fax , caser@indosat.net.id No. Dok

3 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (KASUS KOMODITAS KENTANG) Supriyati Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor ABSTRAK Salah satu alat ukur untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Pertanian (NTPR), yang mencakup Nilai Tukar Komoditas Pertanian (NTKP) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Peningkatan NTPR, NTKP dan NTP mengindikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian dan sebaliknya.tulisan ini akan mengkaji NTP dan NTKP, dengan mengambil kasus komoditas kentang di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang mendapat prioritas karena permintaan kentang semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk dan keadaan ekonomi masyarakat terutama di daerah perkotaan. Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan tulisan ini adalah : (1) Mengkaji perilaku NTKP komoditas kentang dan faktor-faktor yang mempengaruhi; (2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang; dan (3) Mengkaji nilai tukar penerimaan komoditas kentang. Kegiatan pembangunan ekonomi periode tahun , mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun di Provinsi Sulawesi Selatan terjadi penurunan tingkat kesejahteraan. Dalam periode yang sama, harga kentang dan harga yang dibayar petani untuk pupuk, tenaga kerja, makanan, non-makanan cenderung meningkat. Secara rataan, pertumbuhan harga kentang di Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan laju harga yang dibayar petani, sementara di Sulawesi Selatan, pertumbuhan harga kentang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang dibayar. Penurunan kesejahteraan petani kentang di Sulawesi Selatan disebabkan karena daya tukar kentang terhadap makanan dan pupuk menurun. Harga kentang tingkat produsen di tiga Provinsi contoh antara lain dipengaruhi oleh produksi dan IHK (Indeks Harga Konsumen) pedesaan. Peningkatan produksi menyebabkan penurunan harga, sementara IHK pedesaan berpengaruh positif terhadap harga. Dilihat dari indikator nilai tukar penerimaan, usahatani kentang di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masih menguntungkan. Nilai tukar penerimaan terhadap biaya produksi jauh lebih kecil dari nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang merupakan usahatani yang padat modal. Nilai tukar penerimaan terhadap biaya bibit dan obat-obatan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan biaya pupuk, fenomena ini menunjukkan bahwa dalam struktur biaya usahatani kentang, biaya bibit dan obat-obatan lebih tinggi dari biaya pupuk. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi: tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi (terutama bibit dan obat-obatan), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas kentang. Kendala tingkat penerapan teknologi di tingkat petani antara lain disebabkan oleh mahalnya harga bibit dan obat-obatan impor. Kata kunci : nilai tukar komoditas, nilai tukar petani, komoditas kentang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian pada dasarnya ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam keberhasilan pembangunan nasional, baik sumbangan langsung seperti dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan 1

4 masyarakat, perolehan devisa melalui ekspor dan penekanan inflasi, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain (Simatupang, 1992; Bunasor, 1997). Dengan orientasi pembangunan pertanian ke arah perbaikan kesejahteraan pelaku pembangunan yaitu petani, maka sangat relevan untuk mengkaji dampak pembangunan yang dilaksanakan terhadap perbaikan kesejahteraan petani. Salah satu alat ukur untuk melihat dinamika tingkat kesejahteraan tersebut adalah Nilai Tukar Pertanian (NTPR), yang mencakup Nilai Tukar Komoditas Pertanian (NTKP) dan Nilai Tukar Petani (NTP). Peningkatan NTPR, NTKP dan NTP mengindikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian dan sebaliknya. NTKP berkaitan dengan kekuatan daya tukar/daya beli dari komoditas pertanian terhadap komoditas/produksi lain yang dipertukarkan. Sedangkan NTP berkaitan dengan kemampuan daya beli petani dalam membiayai kebutuhan hidup rumah tangganya. NTKP sangat berkaitan dengan profitabilitas usaha pertanian, kegairahan petani dalam berusahatani dan tingkat kesejahteraan masyarakat pertanian / petani. Tulisan ini akan mengkaji NTP dan NTKP, dengan mengambil kasus komoditas kentang di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Hal ini didasarkan atas peranan komoditas tersebut. Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang mendapat prioritas karena kebutuhan akan kentang semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk dan keadaan ekonomi masyarakat terutama di daerah perkotaan. Pada tahun 1999, tingkat konsumsi kentang di Jawa mencapai 0,067 kg/kapita/bulan, sementara di Luar Jawa sebesar 0,102 kg/kapita/bulan. Apabila diperinci menurut golongan pengeluaran, nampak bahwa konsumsi kentang lebih besar pada golongan pendapatan tinggi (BPS, 1999). Di Indonesia, produksi komoditas kentang menyebar hampir diseluruh provinsi, lima provinsi yang merupakan sentra produksi kentang adalah Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jambi dan Sumatera Barat. Proporsi luas panen di Jawa Tengah mencapai 22,71 persen dan Jawa Timur (15,71 %). Sementara peranan Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam produksi total Indonesia berturut-turut adalah 25,93 persen dan 12,09 persen. (Supriyati, 2000). Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan tulisan ini adalah : (1) Mengkaji perilaku NTKP komoditas kentang dan faktor-faktor yang mempengaruhi; (2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang; dan (3) Mengkaji nilai tukar penerimaan komoditas kentang. 2

5 Kerangka Pemikiran Istilah nilai tukar sesungguhnya mempunyai arti yang luas. Secara umum nilai tukar dapat digolongkan dalam empat kelompok (Tsakok,1990; Diakosavvas dan Scandizzo, 1991; Simatupang,1992; Chacholiades,1990 dalam Rachmat, 2000 ), yaitu : (a) Nilai Tukar Barter ( Barter Terms of Trade), (b) Nilai Tukar Faktorial (Factorial Term of Trade), (c) Nilai Tukar Pendapatan (Income Terms of Trade), dan (d) Nilai Tukar Petani. Biro Pusat Statistik (BPS) merupakan lembaga resmi yang melakukan pengukuran Nilai Tukar Petani (NTP). NTP didefinisikan sebagai rasio antara harga yang diterima petani (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB), dan dapat diformulasikan sebagai berikut : NTP = HT / HB ;... (1) HT merupakan harga hasil produksi ditingkat petani, sementara HB terdiri dari komponen biaya konsumsi rumahtangga (konsumsi pangan dan non pangan) dan biaya sarana produksi. NTP dinyatakan dalam bentuk indeks, indeks tersebut merupakan nilai tertimbang terhadap kuantitas pada tahun dasar tertentu. Pergerakan nilai indeks akan ditentukan oleh penentuan tahun dasar, karena perbedaan penggunaan tahun dasar akan menghasilkan keragaan perkembangan indeks yang berbeda. Petani yang dimaksud adalah individu yang berusaha di bidang usahatani lahan (land base), mencakup usahatani komoditas tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat. Petani tersebut adalah pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil) atas risiko sendiri dengan tujuan untuk dijual. HT merupakan rata-rata harga produsen atas hasil produksi petani yang merupakan rataan harga yang diterima di sawah/ladang atau farm gate. Dengan kata lain, HT merupakan harga tertimbang dari setiap komoditas (barang) yang dihasilkan. Penimbang yang digunakan adalah nilai produksi yang dijual petani dari setiap komoditas tersebut. Harga dari setiap kelompok komoditas merupakan harga tertimbang dari harga rata- rata setiap komoditas penyusunnya. Lebih lanjut dengan memperhatikan kelompok komoditas unsur penyusun harga yang diterima petani, yaitu padi, palawija, sayuran, buah-buahan dan tanaman perkebunan, maka NTP dapat didekomposisi menjadi nilai tukar komoditas (NTKP). HB merupakan harga tertimbang dari harga biaya konsumsi makanan, konsumsi non makanan dan biaya produksi serta penambahan barang modal dari barang yang dikonsumsi atau dibeli petani. Harga yang dimaksud adalah harga eceran barang/jasa di pasar pedesaan. Dengan mengelompokkan produk penyusun harga yang dibayar petani 3

6 dalam kelompok barang konsumsi dan kelompok penggunaan sarana produksi, maka nilai tukar petani (NTP) dapat didekomposisikan menjadi Nilai Tukar Petani terhadap Produk Konsumsi (NTK) dan Nilai Tukar Petani terhadap Sarana Produksi (NTS). NTP = HT / HB; (2) NTP = HT / (b 1 HK + b 2 SP); Atau NTP = c 1 NTK + c 2 NTS; (3) Nilai tukar konsumsi (NTK) merupakan rasio antara harga produksi komoditas pertanian terhadap harga barang konsumsi (NTK = HT/HK). Dengan demikian NTK menggambarkan kekuatan daya beli ("purchasing power") komoditas pertanian yang dihasilkan terhadap barang konsumsi (manufaktur). Nilai tukar Sarana Produksi (NTS) merupakan rasio antara harga produksi komoditas pertanian dengan harga input produksi (NTS= HT/HSP), merupakan kekuatan daya beli komoditas yang dihasilkan petani terhadap input produksi yang digunakan petani. Pada tahap yang lebih rinci barang yang dikonsumsi petani dapat dikelompokkan menjadi kelompok barang konsumsi pangan dan barang konsumsi non pangan, dan input produksi dapat pula dibedakan dalam input pupuk, tenaga kerja dan input modal lainnya. Dengan demikian secara lebih rinci NTK dapat pula didekomposisi menjadi : (1) Nilai tukar terhadap konsumsi pangan (NTKP), (2) Nilai tukar terhadap konsumsi non pangan (NTKN), (3) Nilai tukar terhadap Pupuk (NTSP), (4) Nilai tukar terhadap tenaga kerja (NTST), dan (5) Nilai tukar terhadap modal (NTSM). Dengan demikian maka perhitungan dan analisa nilai tukar petani dapat didekomposisi sebagai berikut: NTPT i = e i NTKP i +e i NTKN i +e i NTSP i + e i NTSL i + e i NTSM i ; (4) dimana : NTPT i = nilai tukar petani komoditas i, NTKP i = nilai tukar komoditas i terhadap produk konsumsi pangan, NTKN i = nilai tukar komoditas i thd produk konsumsi non-pangan, NTSP i = nilai tukar komoditas i terhadap pupuk, NTSL I = nilai tukar komoditas i terhadap tenaga kerja, NTSM i = nilai tukar komoditas i terhadap modal, i = kelompok komoditas, e i = pangsa unsur nilai tukar terhadap nilai tukar komoditas i; NTKP merupakan rasio antara harga kentang yang diterima petani dengan harga yang dibayar petani. Dengan demikian maka faktor faktor yang mempengaruhi nilai tukar petani identik dengan faktor faktor yang mempengaruhi harga. Secara teoritis mekanisme pembentukan harga diturunkan dari fungsi penawaran dan fungsi permintaan serta dipengaruhi oleh adanya distorsi pasar berupa kebijaksanaan pemerintah dalam 4

7 penetapan harga dan atau adanya struktur pasar yang tidak kompetitif (Rachmat, 2000). Harga komoditas pertanian dipengaruhi oleh penawaran dan permintaannya masing masing, dan dengan asumsi permintaan rumahtangga harian dalam satu bulan cenderung tetap maka harga komoditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan produksinya. Dengan demikian harga komoditas tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : HKOM jt = f (PRKOM t, INF t ); (5) Dimana : HKOM jt = Harga komoditas j pada waktu t; PRKOM jt = Produksi komoditas j waktu t; INF t = Inflasi pada waktu t; Metoda analisis NTKP merupakan rasio antara harga komoditas kentang terhadap harga yang dibayar petani. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi NTKP, maka akan dilakukan dekomposisi terhadap pengeluaran untuk konsumsi (makanan dan non makanan), pupuk dan tenaga kerja. Secara ringkas analisis yang digunakan adalah sebagai berikut : NTKP I = HT i / HB NTKP I -MAK = HT i /HMAK NTKP I -NMAK = HT i /HNMAK NTKP I -PUPUK = HT i /PUPUK NTKP I -UPAH = HT i /UPAH dimana : NTKP i = nilai tukar petani komoditas i HT i = harga yang diterima petani kentang ( diproksi dengan harga produsen) HB = harga yang dibayar petani NTKP I -MAK = nilai tukar komoditas i terhadap produk konsumsi pangan NTKP I -NMAK = nilai tukar komoditas i terhadap produk konsumsi nonpangan NTKP I -PUPUK = nilai tukar komoditas i terhadap pupuk NTKP I -UPAH = nilai tukar komoditas i terhadap tenaga kerja i = komoditas kentang NTKP berkaitan dengan profitabilitas usaha pertanian dan kegairahan petani dalam berusahatani, pada kasus komoditas kentang dengan mengambil kasus data 5

8 primer di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan akan dianalisis Nilai Tukar Penerimaan Komoditas (NTPK) yang merupakan daya ukur penerimaan komoditas pertanian yang dihasilkan per unit (hektar) terhadap nilai input untuk memproduksi komoditas tersebut. NTPK = P y. Q y / P xi. Q xi Dimana : NTPK = nilai tukar komoditas kentang P y = harga produk P x = harga input Q y = tingkat produksi per hektar Q x = tingkat penggunaan input per hektar i = jenis input Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang, digunakan metoda analisis regresi seperti dikemukakan pada persamaan (5) di atas. Analisis didasarkan data harga bulanan pada periode Sumber dan Cakupan Data Sesuai dengan konsep nilai tukar yang lebih mempunyai arti apabila dianalisis secara dinamik, maka data yang digunakan untuk analisis NTKP dan dekomposisinya berupa data deret waktu (time series data) dari tahun , yang bersumber dari BPS. Analisis mencakup Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sementara itu untuk analisis NTPK digunakan data primer yang mengambil kasus di Kabupaten Wonosobo (Provinsi Jawa Tengah ) dan Kabupaten Sinjai (Provinsi Sulawesi Selatan). PERILAKU NTKP KOMODITAS KENTANG Dengan asumsi NTKP komoditas kentang merupakan indikator kesejahteraan petani kentang, maka dalam periode tahun , kegiatan pembangunan ekonomi telah meningkatkan tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, sementara itu di Provinsi Sulawesi Selatan terjadi penurunan tingkat kesejahteraan, seperti terlihat pada Tabel 1. Hasil penelitian Rachmat (2000) dalam periode yang sama menunjukkan bahwa dalam periode tersebut NTP Sulawesi Selatan meningkat, sementara itu di Jawa Timur dan Jawa Tengah menurun. Pada periode yang 6

9 sama, NTP sayuran di Jawa Tengah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa peranan komoditas kentang dalam pembentukan NTP dan NTP sayuran berbeda antar wilayah. Tabel 1. Perkembangan NTKP kentang, (1987=100) Tahun Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan ,00 100,00 100, ,09 116,55 93, ,92 102,52 83, ,85 93,21 75, ,46 116,03 76, ,17 93,73 72, ,65 89,89 63, ,88 129,51 68, ,74 118,88 71, ,51 123,90 73, ,45 142,17 68, ,86 143,76 104,18 Rataan Pertumbuhan(%/th) 2,87 3,14-1,33 Sumber : BPS (diolah) Dengan menggunakan tahun 1987 sebagai tahun dasar, kesejahteraan petani kentang di Jawa Tengah pada tahun 1989, 1990, 1992 dan 1993 lebih rendah dibandingkan dengan tahun Di Jawa Timur, penurunan kesejahteraan petani kentang terjadi pada tahun 1990, 1992 dan Berbeda dengan kasus di Jawa, kesejahteraan petani kentang di Sulawesi Selatan dalam periode cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1987 (kecuali pada tahun 1998). Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi NTKP komoditas kentang, maka NTKP didekomposisi terhadap penyusunnya. Dalam tulisan ini dekomposisi dilakukan terhadap pupuk, tingkat upah, harga makanan, harga non-makanan. Rasio antara harga komoditas pertanian terhadap harga sarana produksi dan barang konsumsi dikenal juga sebagai Nilai Tukar Barter (NTB). Dengan demikian, NTB kentang menggambarkan tingkat daya tukar harga kentang terhadap harga sarana produksi dan barang konsumsi. Sebelum sampai pembahasan NTB, akan dibahas perkembangan harga kentang tingkat produsen, dan harga rata-rata makanan, non makanan, pupuk dan upah. Dalam periode tahun , harga kentang di tiga provinsi contoh berfluktuasi, secara rataan pada periode tersebut laju pertumbuhan harga kentang di Jawa Tengah sebesar 13,46 persen per tahun, Jawa Timur (15,21%/tahun) dan Sulawesi 7

10 Selatan 10,83 persen per tahun. seperti terlihat pada Tabel 2. Di samping itu, dari tabel yang sama terlihat bahwa koefisien keragaman harga kentang per tahun di ketiga provinsi cukup tinggi. Hasil kajian Supriyati (2000) menunjukkan bahwa di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun 1992, 1995 dan 2000 harga kentang menurun, sementara pada tahun-tahun lainnya meningkat. Fluktuasi dan laju pertumbuhan harga bulanan yang cukup besar terjadi pada tahun 1998, dimana pada waktu tersebut di negara kita terjadi krisis ekonomi. Sementara itu, di Sulawesi Selatan harga kentang cenderung meningkat kecuali pada tahun 1992 dan Tabel 2. Perkembangan harga kentang tingkat produsen di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Tahun Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan (Rp./ kg) KK (Rp./ kg) KK (Rp./ kg) KK ,41 51,53 245,09 52,37 313,56 51, ,79 51,83 316,68 52,24 310,28 51, ,89 51,22 302,57 51,22 307,23 51, ,69 51,35 299,62 51,40 295,87 51, ,36 52,12 416,11 52,47 329,16 51, ,92 51,76 359,02 51,64 334,95 51, ,23 51,50 378,43 51,52 324,74 51, ,92 51,72 616,08 51,95 391,30 51, ,22 51,10 647,96 51,36 480,24 51, ,44 51,11 745,87 51,37 536,47 51, ,59 51,17 929,94 51,53 539,60 51, ,58 53, ,08 52, ,29 53,46 r (%/th) 13,46 15,21 10,83 Sumber: Statistik Harga Produsen (BPS) Keterangan : KK : Koefisien Keragaman r : Tingkat pertumbuhan Sementara itu, harga yang dibayar petani untuk pupuk, tenaga kerja, makanan, non-makanan cenderung meningkat sepanjang tahun (Tabel 3). Namun secara rataan, pertumbuhan harga kentang di Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan laju harga yang dibayar petani. Hal ini antara lain yang menyebabkan kesejahteraan petani kentang di kedua provinsi tersebut cenderung meningkat. Di Sulawesi Selatan, pertumbuhan harga kentang lebih rendah dari pertumbuhan harga pupuk dan harga makanan namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan harga non makanan dan tingkat upah, namun secara agregat pertumbuhan harga kentang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang dibayar sehingga mengakibatkan kesejahteraan petani kentang cenderung menurun. 8

11 Tabel 3. Perkembangan harga rata-rata makanan, non-makanan, pupuk dan tingkat upah di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Tahun Harga Tingkat Makanan Non Makanan Pupuk Upah , ,31 135,61 721, , ,85 152,86 773, , ,42 187,26 869, , ,31 219,15 961, , ,53 248, , , ,93 269, , , ,57 302, , , ,12 320, , , ,28 368, , , ,89 434, , , ,63 481, , , ,66 526, ,67 Pertumbuhan (%/th) 11,23 9,37 11,48 12,84 Jawa Timur , ,29 128,74 706, , ,56 146,33 790, , ,38 179,53 867, , ,47 208,43 962, , ,50 238, , , ,06 260, , , ,60 293, , , ,97 326, , , ,40 388, , , ,60 512, , , ,68 599, , , ,06 677, ,53 Pertumbuhan (%/th) 12,25 10,01 14,45 13,60 Sulawesi Selatan , ,23 125, , , ,94 135, , , ,02 157, , , ,10 168, , , ,16 190, , , ,56 205, , , ,95 224, , , ,95 258, , , ,99 332, , , ,05 413, , , ,96 492, , , ,08 558, ,16 Pertumbuhan (%/th) 11,91 8,57 13,91 9,10 Sumber: BPS NTB kentang terhadap pupuk pada periode tahun di 3 provinsi contoh berfluktuasi, sampai dengan tahun 1996 cenderung meningkat, tahun 1997 menurun dan 9

12 meningkat lagi pada tahun 1998 dan 1999 (Tabel 4). Penurunan nilai tukar barter pada tahun 1997 disebabkan karena terjadi peningkatan harga rata-rata pupuk, sementara peningkatan pupuk rata-rata pada tahun 1998 dapat diimbangi oleh peningkatan harga kentang sehingga tidak menyebabkan penurunan NTB. Sementara itu, NTB kentang terhadap upah di tiga provinsi contoh mempunyai pola yang berbeda. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pada periode meningkat, kemudian cenderung menurun sampai tahun 1998 (khusus di Jawa Tengah), tetapi di Jawa Timur mulai tahun 1997 meningkat lagi. Di Sulawesi Selatan, nilai tukar barter kentang terhadap upah pada periode tahun relatif stabil, peningkatan yang cukup besar baru terjadi pada tahun Melihat besaran nilai tukar barter kentang terhadap upah, terlihat bahwa nilai tukar barter di Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih besar dari Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat upah di Sulawesi Selatan lebih tinggi dari Jawa. Daya tukar harga kentang terhadap makanan di Jawa Tengah sampai dengan tahun 1996 meningkat, kemudian menurun pada tahun 1997 dan tahun Hal ini menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 1996 laju pertumbuhan harga kentang lebih tinggi dibandingkan harga makanan, sementara pada tahun 1997 dan 1998 terjadi hal yang sebaliknya. Di Jawa Timur, pada periode tahun meningkat, dan baru pada tahun 1998 pertumbuhan harga kentang lebih lambat dari harga makanan yang menyebabkan menurunnya daya tukar terhadap makanan. Di Sulawesi Selatan terdapat gambaran yang berbeda, sampai dengan tahun 1997, daya tukar komoditas kentang terhadap makanan berfluktuasi dalam kisaran 0,24 0,27, peningkatan baru terjadi pada tahun Lagi-lagi terlihat bahwa harga makanan di Sulawesi Selatan lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daya tukar komoditas kentang terhadap harga non-makanan cenderung meningkat pada tahun 1994, dan pada periode relatif stabil. Hanya di Sulawesi Selatan, pada tahun 1998 menunjukkan peningkatan yang cukup besar. hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan harga kentang pada tahun 1998 (yang mencapai 7,15 % per bulan) lebih tinggi dari pertumbuhan harga non-makanan yang hanya sebesar 6,23 persen. 10

13 Tabel 4. Perkembangan nilai tukar barter kentang di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan Tahun NTB kentang terhadap Makanan Non Makanan Pupuk Tingkat Upah Jawa Tengah ,40 0,07 1,85 0, ,43 0,08 1,96 0, ,37 0,07 1,50 0, ,39 0,07 1,43 0, ,47 0,08 1,69 0, ,38 0,06 1,33 0, ,41 0,07 1,33 0, ,60 0,10 2,14 0, ,54 0,10 1,93 0, ,56 0,10 1,80 0, ,52 0,10 1,65 0, ,45 0,11 2,18 0,38 Pertumbuhan (%/th) 2,94 4,13 1,39 0,29 Jawa Timur ,35 0,06 1,90 0, ,40 0,07 2,16 0, ,35 0,06 1,69 0, ,33 0,06 1,44 0, ,41 0,07 1,74 0, ,35 0,05 1,38 0, ,34 0,05 1,29 0, ,47 0,08 1,89 0, ,43 0,07 1,67 0, ,45 0,08 1,45 0, ,52 0,09 1,55 0, ,45 0,10 2,16 0,45 Pertumbuhan (%/th) 3,08 4,67-0,59 0,52 Sulawesi Selatan ,39 0,14 2,51 0, ,36 0,14 2,28 0, ,32 0,12 1,95 0, ,29 0,11 1,76 0, ,29 0,11 1,73 0, ,27 0,10 1,63 0, ,24 0,09 1,44 0, ,25 0,10 1,51 0, ,26 0,12 1,44 0, ,26 0,12 1,30 0, ,24 0,12 1,10 0, ,34 0,18 2,00 0,34 Pertumbuhan (%/th) -2,59 0,82-4,71 0,39 Sumber : BPS (diolah) 11

14 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Kentang Untuk mengembangkan komoditas hortikultura, pemerintah menetapkan berbagai kebijakan. Sutrisno (2000) dan Winarno (2000) dalam Hadi (2000) menyebutkan bahwa program pengembangan hortikultura yang ditempuh adalah: (1) Program Ketahanan Pangan yang bertujuan agar masyarakat mampu memperoleh dan mengkonsumsi produk hortikultura sepanjang tahun dengan harga yang terjangkau melalui peningkatan produksi, produktivitas, pendapatan/ kesejahteraan petani serta kesempatan kerja onfarm dan off-farm; (2) Program Pengembangan Agribisnis yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan daya saing melalui peningkatan efisiensi manajemen usaha, penggunaan skala efisien dan pemilihan komoditas bernilai ekonomi tinggi yang berorientasi pada pasar, baik domestik maupun ekspor; dan (3) Program Rintisan Korporasi melalui pembinaan kerjasama ekonomi dalam kelompok tani melalui konsolidasi manajemen usahatani dalam skala efisien dan manajemen profesional untuk menciptakan nilai tambah sehingga efisiensi usaha dan daya saing komoditas dalam jangka panjang meningkat. Di bidang perdagangan internasional, semula pemerintah menetapkan tarif impor cukup tinggi dengan dua tujuan utama, yaitu: (1) Melindungi produsen dalam negeri dari persaingan komoditas impor sejenis sekaligus mendorong petani meningkatkan produksinya; dan (2) Menciptakan pendapatan pemerintah. Tarif yang berlaku umum untuk komoditas hortikultura (kentang, bawang merah, bawang putih, kubis, pisang dan jeruk) pada tahun 1995 berkisar antara persen untuk produk segar/dingin, namun pada tahun 1999 tarif impor umum menurun menjadi 5 persen. Penurunan drastis tarif impor tersebut secara teoritis akan meningkatkan impor dan menurunkan harga komoditas hortikultura di pasar dalam negeri (Hadi, 2000). Dalam kajian ini, variabel kebijakan pembangunan pertanian didekati dengan tingkat produksi, sementara dampak yang diamati adalah tingkat harga yang diterima petani. Hal ini disebabkan karena harga mempunyai peranan penting dalam pembentukan penerimaan/pendapatan dari usahatani. Hasil analisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang tingkat produsen di tiga provinsi contoh menunjukkan bahwa peningkatan produksi komoditas yang bersangkutan yang menyebabkan penurunan harga secara nyata terjadi di Jawa Timur, sementara di dua provinsi contoh lainnya menyebabkan harga cenderung menurun (negatif tidak nyata), seperti terlihat pada Tabel 5. 12

15 Tabel 5. Nilai dugaan regresi dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga kentang di tiga Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, tahun Variabel Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Intercept Produksi IHK pedesaan 5,3584 *** -0,0352 1,0651 *** 10,9870 *** -0,1575 ** 0,4114 *** 4,3929 *** -0,0136 1,2100 *** Adj. R 2 0,8825 0,4693 0,9416 Keterangan: *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 99 %. ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 95 %. * = Nyata pada tingkat kepercayaan 90 %. Di Jawa Timur, harga kentang tingkat produsen selain dipengaruhi oleh produksi dan IHK pedesaan juga banyak diperngaruhi faktor lain, terlihat dari nilai Adj. R 2 yang relatif kecil, yaitu 0,4693. Sementara di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, sekitar persen variasi harga tingkat produsen disebabkan karena variasi produksi dan IHK pedesaan. Pengaruh produksi terhadap harga yang tidak nyata diduga disebabkan karena permintaan per kapita belum tercukupi, sehingga peningkatan produksi masih dapat diserap oleh pasar. IHK pedesaan berpengaruh positif nyata terhadap harga komoditas kentang, fenomena ini menunjukkan bahwa perkembangan harga komoditas mengikuti perkembangan tingkat inflasi, sehingga harga riil yang diterima petani tidak menurun. PERILAKU NILAI TUKAR PENERIMAAN KOMODITAS KENTANG Nilai tukar penerimaan didefinisikan sebagai rasio antara penerimaan dari komoditas tersebut dengan biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi komoditas tersebut. Nilai tukar penerimaan dapat dijadikan indikator profitabilitas usahatani komoditas tersebut. Dilihat dari indikator nilai tukar penerimaan, usahatani kentang di Sulawesi Selatan masih menguntungkan baik pada lahan garapan rendah, sedang maupun tinggi (Tabel 6). Dari Tabel 6 terlihat bahwa nilai tukar penerimaan terhadap biaya produksi pada lahan garapan sempit lebih tinggi, hal ini disebabkan karena petani sempit tidak mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga. Sementara pada garapan luas, biaya tenaga kerja dapat mencapai Rp 2,344 3,89 juta per ha. 13

16 Tabel 6. Analisa nilai tukar penerimaan komoditas kentang di Sulawesi Selatan, menurut luas garapan, tahun 1999/2000 Luas garapan Uraian Sempit Sedang Luas I. Biaya 27, , , Sarana produksi 1.1 Bibit Pupuk - pupuk kandang pupuk kimia Obat-obatan Tenaga kerja II. Penerimaan III. Nilai tukar penerimaan 3.1 Terhadap biaya total Terhadap saprodi Terhadap bibit Terhadap pupuk Terhadap obat Terhadap TK Sumber : Analisa data primer. Apabila nilai tukar penerimaan diperinci menurut biaya saprodi dan tenaga kerja ada kecenderungan bahwa nilai tukar penerimaan terhadap biaya produksi jauh lebih kecil dari nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang merupakan usahatani yang padat modal. Dari hasil dekomposisi nilai tukar penerimaan terhadap saprodi, terlihat bahwa perilaku nilai tukar penerimaan terhadap biaya bibit, pupuk dan obat-obatan bervariasi menurut luas garapan, yang berbeda adalah nilai tukar penerimaan terhadap obat-obatan. Hal ini disebabkan karena tingkat penggunaan obat-obatan tergantung pada intensitas serangan, dan keragaman serangan hama penyakit pada lahan petani sangat tinggi. 14

17 Tabel 7. Analisa nilai tukar penerimaan komoditas kentang di Jawa Tengah menurut luas garapan dan musim MH 98/99 MK MK MH 1999/00 MK MK sempit sedang luas sempit sedang luas sedang luas sempit luas sempit Uraian I. Biaya (000 Rp) 17, , , , , , , , , , , Sarana produksi 12, , , , , , , , , , , Bibit 2, , , , , , , , , , , Pupuk 2, , , , , , , , , , , pupuk kandang 1, , , , , , , , pupuk kimia 1, , , , , Obat-obatan 4, , , , , , , , , Tenaga kerja 7, , , , , , , , , , , Lainnya II. Penerimaan (000 Rp) 13, , , , , , , , , , , R/C III. Nilai tukar penerimaan 3.1. Terhadap saprodi Terhadap bibit Terhadap pupuk Terhadap obat Terhadap TK Terhadap harga beras Sumber : analisa data primer 15

18 Di Jawa Tengah, analisa nilai tukar penerimaan komoditas kentang menunjukkan bahwa secara umum nilai tukar penerimaan terhadap biaya saprodi lebih rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja, seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan. Apabila nilai tukar penerimaan terhadap biaya saprodi diperinci, terlihat bahwa nilai tukar penerimaan terhadap biaya bibit dan obatobatan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan biaya pupuk (Tabel 7). Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam struktur biaya usahatani kentang, biaya bibit dan obat-obatan lebih tinggi dari biaya pupuk. Lebih lanjut terlihat bahwa semakin luas garapan ada kecenderungan semakin kecil nilai tukar penerimaan terhadap bibit dan obat-obatan. Pada petani dengan garapan luas, akan menggunakan bibit bermutu dan obat-obatan impor dengan harga yang lebih mahal. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PENERIMAAN KOMODITAS KENTANG Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi (terutama bibit dan obat-obatan), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas kentang. Kendala tingkat penerapan teknologi di tingkat petani antara lain disebabkan oleh mahalnya harga bibit yang berasal dari penangkar, mahalnya harga obat-obatan impor sementara komoditas kentang termasuk komoditas yang memerlukan perawatan intensif sehingga kebutuhan obat-obatan relatif banyak. Tingkat produktivitas usahatani kentang dipengaruhi oleh faktor iklim, tingkat penggunaan bibit (jumlah dan mutunya), tingkat penggunaan pupuk dan serangan hama penyakit. Budidaya komoditas kentang di daerah contoh hampir diusahakan sepanjang waktu, hal ini dilakukan untuk menjaga adanya kontinuitas produksi dari daerah serta produksi, serta untuk memperoleh harga jual yang tinggi. Namun, penanaman di luar musim mempunyai resiko kegagalan yang cukup tinggi. Tingkat penggunaan bibit baik jumlah dan mutunya berkorelasi positif terhadap produksi, penggunaan bibit kuintal per ha dan bibit berasal dari penangkar, maka produksi yang akan diperoleh berkisar antara ton. Namun, jumlah penggunaan dan mutu bibit mengakibatkan biaya bibit yang cukup tinggi, dan bagi sebagian besar petani masih merupakan kendala. Seperti halnya tingkat penggunaan bibit, tingkat penggunaan pupuk, baik pupuk organik maupun anorganik sampai batas-batas tertentu berkorelasi positif terhadap 16

19 tingkat produksi. Kebijaksanaan pemerintah menaikkan harga pupuk tentu saja akan memberatkan petani, dan akan menurunkan nilai tukar penerimaan terhadap biaya pupuk. Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas yang rentan terhadap serangan hama penyakit, pemberantasan hama penyakit dilakukan secara rutin 2 hari sekali, dan akan bertambah bila ada peningkatan intensitas serangan. Dan nampaknya, keberhasilan pemberantasan hama penyakit dipengaruhi oleh jenis obat yang digunakan, ada anggapan bahwa obat-obatan impor kualitasnya lebih baik dari produk lokal, namun harga obat-obatan impor dianggap terlalu mahal bagi petani. Harga produk komoditas sayuran sangat berfluktuasi, perubahan harga dapat terjadi hampir setiap hari, namun satu hal yang pasti harga kentang pada waktu panen raya akan turun. Kasus harga di daerah serta produksi kentang di Jawa Tengah (Wonosobo dan Banjarnegara), selain dipengaruhi oleh produksi dari daerah tersebut juga dipengaruhi oleh volume pemasaran di Pasar Induk Kramatjati. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam periode , tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung meningkat, sementara di Sulawesi Selatan menurun. Peningkatan kesejahteraan disebabkan karena pertumbuhan harga kentang lebih besar dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal, dan penurunan kesejahteraan disebabkan karena laju pertumbuhan harga kentang lebih lambat dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Dalam periode yang sama, secara rataan harga kentang dan harga yang dibayar petani untuk pupuk, tenaga kerja, makanan, non-makanan meningkat. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur pertumbuhan harga kentang lebih tinggi dibandingkan dengan laju harga yang dibayar petani. Hal ini antara lain yang menyebabkan kesejahteraan petani kentang di kedua provinsi tersebut cenderung meningkat. Di Sulawesi Selatan, pertumbuhan harga kentang lebih rendah dari pertumbuhan harga pupuk dan harga makanan namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan harga non makanan dan tingkat upah, namun secara agregat pertumbuhan harga kentang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang dibayar sehingga mengakibatkan kesejahteraan petani kentang cenderung menurun. 17

20 Harga kentang tingkat produsen di tiga provinsi contoh dipengaruhi oleh tingkat produksi dan IHK pedesaan, peningkatan produksi menyebabkan penurunan harga. Sementara itu, IHK pedesaan berpengaruh positif nyata terhadap harga kentang. Fenomena ini menunjukkan bahwa perkembangan harga komoditas mengikuti perkembangan tingkat inflasi. Nilai tukar penerimaan usahatani kentang di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masih menguntungkan baik pada lahan garapan sempit, sedang maupun luas. Secara umum nilai tukar penerimaan terhadap biaya saprodi lebih rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan terhadap biaya tenaga kerja Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang merupakan usahatani yang padat modal. Nilai tukar penerimaan terhadap biaya bibit dan obat-obatan lebih rendah dibandingkan dengan nilai tukar penerimaan biaya pupuk. Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam struktur biaya usahatani kentang, biaya bibit dan obat-obatan lebih tinggi dari biaya pupuk. Nilai tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat penerapan teknologi, harga sarana produksi (terutama bibit dan obat-obatan), tingkat produktivitas dan harga jual komoditas kentang. Kendala tingkat penerapan teknologi di tingkat petani antara lain disebabkan oleh harga bibit dan obat-obatan impor yang relatif mahal. Saran Upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan petani kentang antara lain : (1) Mengurangi kendala penerapan teknologi; (2) Pengendalian harga sarana produksi; (3) Penanganan harga jual yang memberikan keuntungan bagi petani; dan (4) Kerjasama antar petani untuk meningkatkan posisi tawar petani. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia Survei Sosial Ekonomi Nasional. Bunasor, S Integrasi Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Makalah Bahasan. Seminar Nasional Pengembangan Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Sosek- Faperta IPB. 8-9 Juli Hadi, P.U; H. Mayrowani, Supriyati dan Sumedi Review dan Outlook Pengembangan Komoditas Hortikultura. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perspektif Pembangunan Pertanian dan kehutanan Tahun 2001 ke Depan. Bogor, 9-10 Nopember

21 Rachmat, M., Supriyati, D. Hidayat, J. Situmorang Perumusan Kebijakan Nilai Tukar Petani dan Komoditas Pertanian. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Simatupang, P Pertumbuhan Ekonomi dan Nilai Tukar Barter Sektor Pertanian. Jurnal Agro Ekonomi 11(1) Supriyati, M. Rachmat, K.S. Indraningsih, T. Nurasa, Roosgandha dan R. Sayuti Studi Nilai Tukar dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Laporan Hasil Penelitian Puslitbang Sosek Bogor. 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan pustaka Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian.

Lebih terperinci

NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU

NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU Muchjidin Rachmat dan Sri Nuryanti PENDAHULUAN Penyediaan pangan merupakan prioritas utama pembangunan pertanian. Komoditas pangan prioritas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PEMALANG Bulan April Juni 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PEMALANG Bulan April Juni 2017 No. 36/07/3327 TH VI, Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PEMALANG Bulan April Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Nilai Tukar Petani (NTP) Pemalang bulan April-Juni 2017 menunjukkan perkembangan

Lebih terperinci

TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI PENDAHULUAN

TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI PENDAHULUAN P R O S I D I N G 78 TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI Rosihan Asmara 1*, Nuhfil Hanani 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.42

ICASERD WORKING PAPER No.42 ICASERD WORKING PAPER No.42 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS CABAI MERAH (KASUS DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH) Kurnia Suci Indraningsih Maret 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI: NILAI TUKAR PETANI

INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI: NILAI TUKAR PETANI PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN Kode PTE- 101002 PERTEMUAN KE-EMPAT BELAS: INDIKATOR KESEJAHTERAAN : NILAI TUKAR DJOHAR NOERIATI R.D. 1 PEP - DJH MATERI PRESENTASI PENDAHULUAN PERKEMBANGAN NTP DI INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 09/02/72/Th.XIX, 01 Februari 2016 Selama Januari 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 99,09 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Januari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 53 /09/72/Th.XVIII, 01 September 2015 Selama Agustus 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,71 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Agustus

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 09/02/72/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Januari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 98,37 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 56/10/72/Th. XVII, 1 Oktober 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama September 2014, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 102,26 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama September

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 58/10/72/Th.XVIII, 01 Oktober 2015 Selama September 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 98,50 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama September

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 39/07/72/Th. XVIII, 01 Juli 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Juni 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,62 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Juni 2015 sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN MEI 2009

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN MEI 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 04/07/33/Th. III, 01 Juli 2009 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN MEI 2009 NTP Umum Provinsi Jawa Tengah Bulan Mei 2009 tercatat sebesar 97,86 atau naik 0,02

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 18/03/72/Th. XVIII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Februari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,75 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Februari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 04/11/33/Th.III, 02 Nopember 2009 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2009 NTP Umum Provinsi Jawa Tengah Bulan September 2009 tercatat sebesar 99,69

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 27/04/51/Th. IX, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. MARET 2015, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,47 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Maret 2015 mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 25/05/72/Th.XIX, 02 Mei 2016 Selama April 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 99,48 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama April 2016 sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 44/08/72/Th.XVIII, 03 Agustus 2015 Selama Juli 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 98,21 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Juli 2015

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 44/8/72/Th.XVIII, 01 Agustus Selama Juli, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 100,59 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Juli sebesar 100,59

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 27/05/72/Th. XVIII, 04 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama April 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,52 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama April 2015

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN APRIL 2010 NAIK 0,27 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN APRIL 2010 NAIK 0,27 PERSEN No. 18/05/14/Th.XI, 3 Mei 2010 NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN APRIL 2010 NAIK 0,27 PERSEN Pada bulan April 2010, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 104,02 atau naik 0,27 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan pemerintah Indonesia. Hakikatnya sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.36

ICASERD WORKING PAPER No.36 ICASERD WORKING PAPER No.36 IDENTIFIKASI WILAYAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Handewi P.S. Rachman Maret 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 35/06/72/Th.XVIII, 01 Juni 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Mei 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,70 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Mei 2015 sebesar

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 25/05/73/Th. XI, 2 Mei 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN APRIL SEBESAR 100,11 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan April sebesar

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2015 SEBESAR 96,85 ATAU TURUN SEBESAR 0,09 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2015 SEBESAR 96,85 ATAU TURUN SEBESAR 0,09 PERSEN No.03/01/71/Th.X, 04 Januari 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2015 SEBESAR 96,85 ATAU TURUN SEBESAR 0,09 PERSEN Pada bulan Desember 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Judul Buku : Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : v + 44 hal Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang Gambar Kulit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 45/11/51/Th. IV, 5 Nopember 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. OKTOBER 2010, NTP BALI TURUN SEBESAR 0,33 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Oktober

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 36/07/51/Th. VI, 2 Juli 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JUNI 2012, NTP BALI MENGALAMI KENAIKAN SEBESAR 0,54 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN NOPEMBER 2008

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN NOPEMBER 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No 04/01/33/Th. III, 05 Januari 2009 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN NOPEMBER 2008 Bulan Nopember 2008, NTP Umum Provinsi Jawa Tengah sebesar 101.65 atau turun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 30/06/61/Th. XIV, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT BULAN : MEI Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan bulan Mei Provinsi Kalimantan Barat sebesar 102,97

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 31/06/61/Th. XV, 1 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT BULAN : MEI Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan bulan Mei Provinsi Kalimantan Barat sebesar 101,48

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 21/4/13/Th. XVII, 1 April 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT MARET 2014 SEBESAR 100,99 ATAU NAIK 0,31% NTP Sumatera

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 52/09/72/Th.XX, 04 September 2017 Selama Agustus 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 94,22 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Agustus

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/03/73/Th. XI, 1 Maret 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI SEBESAR 101,41 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Februari

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2015 SEBESAR 96,93 ATAU NAIK SEBESAR 0,52 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2015 SEBESAR 96,93 ATAU NAIK SEBESAR 0,52 PERSEN No./12/71/Th.IX, 01 Desember 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA NOVEMBER 2015 SEBESAR 96,93 ATAU NAIK SEBESAR 0,52 PERSEN Pada bulan November 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JUNI 2016 SEBESAR 97,00 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,38 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JUNI 2016 SEBESAR 97,00 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,38 PERSEN No.47/07/71/Th.X, 01 Juli 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JUNI 2016 SEBESAR 97,00 ATAU MENINGKAT SEBESAR 0,38 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sulawesi Utara pada bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 45/8/13/Th. XVII, 4 Agustus 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT JULI 2014 SEBESAR 100,53 ATAU TURUN 0,32% NTP Sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2013 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 02/01/53/Th. XVII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2013 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2013 SEBESAR 97,92 ATAU TURUN 0,18 PERSEN Nilai Tukar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 09/02/73/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JANUARI 2014 SEBESAR 104,98 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 37/07/73/Th. XI, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JUNI SEBESAR 100,54 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Juni sebesar 100,54;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 04/01/73/Th. VIII, 1 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN DESEMBER 2013 SEBESAR 104,95 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) No.08/02/15/Th.XI, 1 Februari 2017 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI JAMBI JANUARI 2017 SEBESAR 101,45 ATAU NAIK 0,35 PERSEN DAN NILAI TUKAR USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) Selama Agustus, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,20 Persen No. 03/09/62/Th.X, 1 September Nilai Tukar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 33/06/73/Th. XI, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MEI SEBESAR 100,41 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei sebesar 100,41, terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 38/07/72/Th.XX, 03 Juli 2017 Selama Juni 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 93,84 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Juni 2017 sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No 04/10/33/Th. II, 06 Oktober 2008 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2008 Bulan Agustus 2008, NTP Umum Provinsi Jawa Tengah sebesar 101.08 atau naik

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI SUKOHARJO BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI SUKOHARJO BULAN MEI 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI SUKOHARJO BULAN MEI 2015 No.29/06/3311/Th.II, 22 Juni 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2015 SEBESAR 99,67 ATAU NAIK 1,34 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Sukoharjo Bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 44/08/72/Th.XX, 01 Agustus 2017 Selama Juli 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 93,02 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Juli 2017 sebesar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 03/01/61/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan bulan November 2009 Provinsi Kalimantan Barat sebesar

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 60/11/73/Th. VIII, 3 November 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 106,52 PERSEN. NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 SEBESAR 95,89 ATAU NAIK SEBESAR 0,82 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 SEBESAR 95,89 ATAU NAIK SEBESAR 0,82 PERSEN No. 68/10/71/Th.IX, 01 Oktober 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 SEBESAR 95,89 ATAU NAIK SEBESAR 0,82 PERSEN Pada bulan September 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH o. 04/04/62/Th. I, 2 Mei 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03/10/62/Th.VIII, 1 Oktober 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) Pada September 2014 Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Tengah tercatat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 03/01/61/Th. XV, 2 Januari 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT BULAN : DESEMBER Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan bulan Desember Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) o. 04/04/62/Th. I, 2 Juni 2007 BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 03/04/62/Th.X,1 April PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) Selama Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,42 Persen Nilai Tukar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi Tengah No. 61/11/72/Th.XX, 01 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGAH Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi Tengah Selama Oktober 2017,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 44/8/13/Th XVIII, 3 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT JULI 2015 SEBESAR 97,36 ATAU TURUN 0,19% NTP Sumatera

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 08/02/61/Th. XV, 1 Februari 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN BARAT BULAN : JANUARI 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan bulan Januari 2012 Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 08/02/13/Th XX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP SUMATERA BARAT JANUARI 2017 SEBESAR 97,92 ATAU NAIK SEBESAR 0,05 PERSEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN No.54/08/71/Th.IX, 03 Agustus 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN Bulan Juli 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 15/03/73/Th. X,1 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 106,27 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Februari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 24/05/73/Th. X,2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN APRIL 2016 SEBESAR 104,01 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan April

Lebih terperinci