BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hampir semua orang pernah melakukan perilaku berbelanja (shopping behaviour). Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Diantara motivasi berbelanja adalah untuk pemenuhan kebutuhan dan perolehan informasi. Namun seiring dengan mulai berubahnya makna berbelanja saat ini, turut pula merubah motivasi berbelanja seseorang. Berbelanja dianggap sebagai kegiatan menghabiskan uang untuk menghilangkan kebosanan dan mencari kesenangan belaka. Individu melakukan pembelian tanpa mempedulikan apakah barang-barang yang dikonsumsi benar-benar dibutuhkan atau tidak. Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assael disebut need arousal. Selanjutnya jika disadari adanya kebutuhan dan keinginan, maka konsumen akan mencari informasi mengenai keberadaan produk yang diinginkannya (dalam Sutisna, 2001:11). Pemenuhan kebutuhan sangat penting artinya untuk mengantarkan individu pada kehidupan yang selaras dengan lingkungannya. Dalam usaha untuk mencapai keselarasan tersebut, biasanya seseorang mengembangkan suatu pola perilaku tertentu, dimana pada masing-masing kelompok sangatlah beragam. Berkaitan dengan usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya itulah kemudian manusia berusaha menempuh berbagai cara. Adanya kemajuan teknologi secara implisit menyebabkan hasrat konsumtif dan daya beli juga bertambah. Gejala konsumtivisme yang terbawa dari hasil pembangunan juga menghasilkan kesenjangan antara bertambahnya produk konsumsi dalam segala bentuk atau bertambah luasnya persepsi tentang kebutuhan yang sebenarnya, dengan daya beli untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengkonsumsian produk kemudian dilakukan semata-mata untuk memuaskan keinginannya. Keadaan ini akan mempengaruhi perilaku membeli konsumen selanjutnya.

2 2 Sehubungan dengan hal di atas, maraknya pusat perbelanjaan yang ada saat ini dapat memunculkan beragam perilaku membeli konsumen. Setiap strategi pemasaran yang ditetapkan oleh pemasar akan berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Menurut Kotler dan Armstrong (2003:203), perilaku konsumen dapat dipahami melalui rangsangan pemasaran dan lingkungan yang masuk kedalam kesadaran pembeli serta karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya yang kemudian menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Perilaku membeli jika ditinjau dari konsep manusia yang tidak pernah puas, bukan lagi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya akan tetapi lebih pada mengurangi rasa ketidak-puasan manusia tersebut. Disamping itu, manusia dalam perilaku membelinya saat ini bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan tingkat satu mereka melainkan untuk memenuhi kebutuhan tingkat dua dan seterusnya yang kadang kurang penting. Banyak orang membelanjakan uang tanpa menimbang hal lain apa yang bisa didapat dengan uang itu. Berbelanja dianggap sebagai kegiatan menghabiskan uang untuk menghilangkan kebosanan dan mencari kesenangan belaka. Berbelanja dilakukan hanya untuk memenuhi hasrat atau dorongan dari dalam dirinya. Mereka membeli barang-barang yang "menggoda mata", yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadikan belanja ini adalah sebuah sifat, kebiasaan dan hobi (kegemaran). Adanya faktor kebiasaan dan hobi inilah yang menjadikan seseorang melakukan kegiatan tersebut secara terus-menerus sehingga mereka mengalami ketergantungan atau kecanduan (maniak). Adapun kecanduan ini disebabkan karena dengan membeli barang yang mereka inginkan maka dapat mengurangi ke-ganjal-an dalam diri mereka untuk memiliki barang tersebut, tanpa memikirkan apakah sesuatu yang dibeli itu dibutuhkan atau tidak. Kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk berkembang terus dari waktu ke waktu. Keputusan pembelian produk yang dilakukan belum tentu direncanakan, terdapat juga pembelian yang tidak direncanakan. Berbeda dengan keputusan pembelian secara terencana, pembelian tidak terencana dilakukan berdasarkan pemecahan masalah terbatas. Pembelian tidak terencana merupakan pembelian suatu item dimana pembelanja tidak mempunyai rencana sama sekali untuk membelinya ketika sebelum belanja (Susilo, 2004).

3 3 Pembelian tidak terencana dalam toko merupakan salah satu faktor perhatian para pemasar atau produsen. Loudon dan Bitta (1993:567) membuktikan bahwa di pusat perbelanjaan sedikitnya satu produk dibeli tanpa perencanaan yang disebut dengan pembelian impulsif. Para pecandu belanja ini akan membeli dan terus membeli tanpa kontrol sehingga disebut sebagai pembeli yang impulsif. Kollat dan Willett (dalam Semuel, 2007) memperkenalkan tipologi perencanaan sebelum membeli yang didasarkan pada tingkat perencanaan sebelum masuk toko, meliputi perencanaan terhadap produk dan merek produk, kategori produk, kelas produk, kebutuhan umum yang ditetapkan, dan kebutuhan umum yang belum ditetapkan. Apabila keputusan termasuk pada kategori terakhir, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pembelian impulsif secara murni. Pembelian impulsif atau bagi beberapa pemasar yang menyebutnya sebagai pembelian tidak terencana merupakan bagian dari pola pembelian konsumen (Schiffman dan Kanuk, 2004) dan menyatakan sebagai pembelian yang tidak direncanakan (Loudon dan Bitta, 1993). Pembelian impulsif sendiri dapat dijelaskan sebagai pembelian secara spontan dan sering tanpa perencanaan, diwarnai dorongan kuat untuk membeli yang muncul secara tiba-tiba dan seringkali sulit ditahan. Hal itu diiringi oleh perasaan menyenangkan serta penuh gairah. Pembelian impulsif dianggap sebagai perilaku membeli yang " irrasional ", karena meskipun menyadari sebelumnya akan adanya kemungkinan merasakan penyesalan di kemudian hari tetapi orang tetap berbelanja. Engel et al. (1995), mendefinisikan pembelian yang tidak direncanakan atau yang disebut juga pembelian impulsif sebagai suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian yang dilakukan pada saat berada didalam toko. Pembelian impulsif terjadi karena adanya desakan situasi sehingga konsumen dengan segera memiliki keterlibatan terhadap produk yang dimaksud. Perilaku pembelian impulsif dapat dipahami sebagai suatu proses pengambilan keputusan dimana pelanggan hanya melibatkan sedikit proses kognitif tetapi juga biasanya menunjukkan tingkat emosi yang tinggi. Pembelian impulsif dilakukan tanpa direncanakan dan tanpa membuat suatu evaluasi kebutuhan. Pembelian impulsif sering terjadi dalam situasi dengan stimulasi yang kuat (Omar; Assael dalam Esch dkk, 2003).

4 4 Pernyataan ini didukung dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kollat dan Willett (1969), mereka juga menggunakan istilah impulse buying (pembelian impulsif) yang sama dengan unplanned purchased (pembelian tak terencana). Sejalan dengan hal itu, pembelian impulsif juga seringkali dihubungkan dengan pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba dan tidak direncanakan, dilakukan di tempat kejadian, dan disertai timbulnya dorongan yang besar serta perasaan senang dan bergairah (Rook dalam Verplanken dan Herabadi, 2001). Meskipun tidak terencana merupakan ciri khas dari pembelian impulsif, tapi tidak semua pembelian tidak terencana merupakan pembelian impulsif. Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami perasaan tiba-tiba, sering merasakan perasaan yang sangat kuat dan berkeras hati terhadap dorongan emosional untuk membeli sesuatu dengan segera (Arnould, Linda, & George, 2002). Pembeli impulsif lebih mungkin untuk mengalami pengalaman membeli secara spontan, lebih terkesan secara tiba-tiba, dan tidak berencana untuk membeli sebelumnya (Rook dan Fisher dalam Peck dan Terry, 2006). Dari literatur perilaku konsumen, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai pembelian yang tidak direncanakan ini. Du Pont Inc. (dalam Engel et al., 1995:23) misalnya, menyatakan bahwa sebesar 61 % responden tidak merencanakan sebelumnya pembelian terhadap produk kecantikan. Kotler dan Amstrong (2001:368) mengungkapkan bahwa dalam supermarket biasa, yang menyimpan hingga barang, pada umumnya seorang pembeli akan melewati 300 barang per menit, dan 53 persen dari seluruh pembelian dilakukan secara mendadak. Hasil penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1989 membuktikan bahwa pembelanja buah dan sayur umumnya melakukan proses pengambilan keputusan secara langsung ketika mereka berhadapan dengan rak atau meja dasaran di dalam pasar dan bukan hasil perencanaan sebelumnya (dalam Triandhini, 2006:3). Studi yang dijalankan oleh POPAI (Point-of-Purchase Advertising Institute, Englewood, N. J., dalam Engel et al., 1995:143) memperlihatkan bahwa setengah lebih dari semua pembelian di pasar swalayan sepenuhnya tidak direncanakan dibuat tanpa merek atau produk spesifik dalam benak. Total 52,6% dari pembelian di toko makanan tidak direncanakan secara spesifik. Serta dinyatakan bahwa dua dari

5 5 setiap tiga pembelian di pasar swalayan merupakan pembelian berdasarkan impuls (dorongan hati). Hasil studi lain menemukan bahwa sebanyak 39 % pembelian di toko swalayan dan 67 % pembelian di toko sandang pangan tidak direncanakan (dalam Mowen & Minor, 2002: 65). Loudon dan Bitta (1993: ) mengemukakan empat tipe dari pembelian impulsif. Keempat tipe pembelian impulsif tersebut yaitu; pembelian impulsif murni (pure impulse), pembelian impulsif secara sugesti (suggestion impulse), pembelian impulsif karena ingatan (reminder impulsif), dan pembelian impulsif yang direncanakan (planned impulse). Pembelanja yang merencanakan untuk membeli produk tetapi belum memutuskan fitur dan merek yang dibutuhkan dapat juga dikelompokkan sebagai pembeli impulsif (Rook dalam Hatane, 2007). Dapatkah kita menganggap suatu pembelian adalah tidak terencana jika niat yang disadari tidak diutarakan sebelum tindakan membeli?. Bisa jadi bahwa niat tersebut muncul karena adanya peragaan barang di pusat perbelanjaan atau bahkan niat tersebut sudah ada akan tetapi tidak dikatakan terlebih dulu. Penelitian yang lebih mutakhir tentang topik ini ditulis oleh Morris (1987), kira-kira 53% pembelian bahan pangan dan 47% pembelian di toko besi merupakan tindakan mendadak tanpa dipikirkan lebih dahulu, demikian studi tersebut menyatakan. Ketika Stillerman Jones & Co., sebuah perusahaan penelitian pemasaran, menanyakan kepada sebanyak orang pembelanja di pusat perbelanjaan di penjuru negeri mengenai alasan utama kunjungan mereka, hanya 25% yang memang sengaja datang untuk mencari barang tertentu (dalam Engel et. al., 1995:202). Pembelian yang tidak terencana tidak membatasi pada produk atau latar toko eceran tertentu. Barang-barang yang dibeli secara tidak terencana (produk impulsif) kebanyakan adalah produk dengan harga murah yang tidak terduga. Saat ini terdapat beraneka ragam produk impulsif dipasaran yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pola pembelian dan pemenuhan kebutuhan yang semakin meningkat. Menurut Hatane (2005:6) produk impulsif kebanyakan adalah produk-produk baru, contohnya produk dengan harga murah yang tidak terduga. Penjual menarik konsumen ketika indera perasa mengirimkan pesan kepada otak konsumen yang

6 6 mengatakan, Saya ingin ini! atau Saya tidak dapat hidup tanpa itu!. Beberapa macam dari barang-barang konsumen adalah pembelian tidak terencana, dan yang dilaporkan paling sering adalah barang-barang yang berhubungan dengan self image seperti make-up, pakaian, perhiasan, ornamen-ornamen, yang dekat dengan diri sendiri serta penampilan (Hatane, 2005:11). Fenomena yang menggambarkan mengenai pembelian tidak terencana dapat terjadi pada produk, seperti produk yang tahan lama, perhiasan, pakaian, barangbarang yang terbuat dari logam, perabot rumah tangga, obat-obatan, perlengkapan mandi dan produk makanan. Selain itu, perilaku pembelian impulsif juga ditemukan dalam setting toko obat, supermarket, department store dan beragam toko khusus yang meliputi toko yang khusus menjual bunga, buku, alat-alat kecantikan, alat-alat yang terbuat dari logam, alat-alat keperluan mobil, dan toko perabot rumah tangga. Dari artikel online berjudul Impulse products & marketing: the what, how and why of losing control! ( diketahui bahwa beberapa produk impulsif didesain untuk kepuasan dan over-whelm the bodily senses seperti rasa, aroma, suara, penglihatan dan perasaan. Misalnya: 1. Taste: Coklat, makanan dan minuman ringan (ditempatkan di meja kasir) 2. Aroma: Parfum (ditempatkan di sebelah kanan meja kasir) 3. Suara: Musik, seductive human voices (klub musik) 4. Penglihatan: Barang-barang dekoratif, kesan-kesan seduktif (An inviting female on the cover of a magazine) 5. Perasaan: Pakaian super mewah, pengalaman-pengalaman seperti berada di suites hotel, pijat dan lain-lain. Berdasarkan Artikel Dony (2007), dalam pembelian tak terencana (impulse buying), konsumen akan masuk dulu ke dalam toko dan mencari dan mengevaluasi informasi yang ada di dalamnya seperti informasi potongan harga dan produk baru. Kadang kosumen akan mencoba dan membandingkan produk-produk yang menjadi pusat perhatiannya. Dan seiring dengan banyaknya alternatif yang dilihat oleh panca

7 7 indera, maka konsentrasi yang terfokus pada pembelian yang telah direncanakan sebelumnya akan menjadi terbagi dan mulai muncul rasa ketertarikan dengan produk lain yang sebelumnya tidak terencana. Pada saat itu, konsumen sangat dipengaruhi oleh dorongan emosi bahwa secara spontan konsumen memiliki keyakinan bahwa produk yang tidak terencana itu sangat berarti dan menjadi sangat penting dan layak untuk dibeli. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Negara (dalam Hatane, 2007) yang mengatakan bahwa pada umumnya pembelian yang dilakukan pelanggan dalam pasar modern seperti supermarket atau hipermarket, tidak semuanya direncanakan. Diperkirakan 65% keputusan pembelian di seluruh supermarket dilakukan di dalam toko dan lebih dari 50% merupakan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya (Bayley et al. dalam Hatane, 2007). Pembelian yang terjadi di department store dalam penelitian Bellenger, Robertson & Hirschman (dalam Matilla dan Jochen, 2007) mengatakan bahwa 27-62% terdiri dari pembelian impulsif. Pusat perbelanjaan memang bisa menjadi tempat rekreasi bagi para pembeli impulsif. Ma ruf (2006:53) menyatakan bahwa kebanyakan konsumen di Indonesia yang belanja di gerai-gerai modern cenderung lebih berorientasi rekreasi dalam belanja. Kegemaran mengunjungi pusat perbelanjaan itu dianggap mampu memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka. Pembelian produk untuk mendapatkan kepuasan atas dasar kesenangan semata ini dapat mengarahkan seseorang kepada perilaku konsumsi hedonis yang dapat mencetuskan perilaku pembelian impulsif. Mereka bahkan tidak dapat menahan keinginan untuk membeli produk tanpa direncanakan ketika sudah berada di pusat perbelanjaan, bahkan produk dengan harga mahal sekalipun. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Puri (2002:11) menunjukan adanya hubungan antara perilaku hedonik dengan perilaku impulsif sebesar 33,264%. Pembelian produk atas dasar kesenangan atau hedonis dalam pembelian impulsif tersebut dilakukan oleh konsumen berkaitan dengan motif pribadi konsumen dalam berbelanja. Dalam motif pribadi tersebut terdapat aspek hiburan, pemuasan diri, dan stimulasi indera yang mendorong orang berbelanja (Engel et. al., 1995:203). Konsumen melaporkan bahwa mereka merasa senang ketika mereka melakukan pembelian impulsif (Cobb dan Hoyer, 1986; Rook, 1987 dalam Peck dan

8 8 Terry, 2006) dan mereka mengalami bahwa kebutuhan akan kesenangan dan sesuatu yang baru pada mereka harus dipenuhi (Hausman dalam Peck dan Terry, 2006). Thompson dkk (dalam Wilkinson, 2007) menemukan bahwa pembelian impulsif akan menjadi tindakan yang bebas dalam membatasi situasi, dengan membiarkan responden untuk mengikuti keinginan mereka (lebih cenderung paksaan dari luar). Keputusan pembelian impulsif terjadi karena adanya rangsangan lingkungan belanja, merupakan implikasi yang mendukung asumsi bahwa jasa layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen (Iyer, 1989; Marthur dan Smith, 1997; Negara, 2002 dalam Semuel, 2007). Menurut Negara dalam Hatane (2005), keputusan pembelian dapat didasari oleh faktor individu konsumen yang cenderung berperilaku afektif, yaitu kesenangan (pleasure) mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia, atau puas dalam suatu situasi; kegairahan (arousal) mengacu pada tingkat dimana individu merasakan tertarik, siaga atau aktif dalam suatu situasi; dan dominasi (dominance) ditandai oleh perasaan yang direspon konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh lingkungan. Keadaan tersebut membuat konsumen kehilangan logika dalam berbelanja dan akhirnya melakukan pembelian yang belum direncanakan sebelumnya (impulsive buying). Hasil sebuah studi yang dilakukan oleh Rook & Hoch (dalam Mowen & Minor, 2002:65) dimana melalui suatu wawancara yang mendalam, terungkap perasaan responden ketika melakukan pembelian impulsif. Terungkap bagaimana pembelian impulsif bisa terjadi. Seorang subyek mengatakan: Saya berada di Beverly Hills hanya untuk berjalan-jalan tanpa niat untuk membeli, tetapi ketika saya melihat beberapa sepatu yang dijual, saya masuk ke toko dan mencobanya dan ternyata ukurannya pas sekali. Waktu itu saya berpikir untuk membeli sepasang, kemudian saya mendapatkan bahwa perasaan saya harus mencoba segalanya. Perasaan tersebut memanggilmanggil saya. Lalu kita tiba-tiba merasa dipaksa untuk membeli sesuatu. Rasanya seperti memperoleh suatu ide. Ini merupakan keinginan yang tiba-tiba, dan bila kita tidak dapat melakukannya dengan segera, kita harus memikirkan alasan mengapa kita tidak membutuhkannya. Verplanken dan Herabadi (dalam Melati dkk, 2007:115) menyatakan bahwa variabel-variabel yang ada dalam lingkungan belanja seperti kemasan produk, cara produk ditampilkan, aroma makanan, warna-warna yang menarik serta musik yang menyenangkan dapat menimbulkan motif pembelian atau mengarah pada keadaan mood yang positif. Betty dan Ferrel (dalam Melati dkk, 2007:115) menyatakan

9 9 bahwa konsumen yang melakukan window shopping dapat menimbulkan mood positif dan dorongan untuk membeli. Keduanya dapat mempengaruhi evaluasi menyeluruh pada produk sehingga seringkali membuat konsumen membeli produk yang sebelumnya tidak direncanakan. Perilaku konsumen dalam membeli barang dipengaruhi oleh banyak faktor yang pada intinya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Engel, Kollat, dan Blackwell, 1973; Kottler, 1982; Swastha dan Handoko, 1987 dalam Lina dkk, 2007). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif yaitu: (1) karakteristik produk, (2) karakteristik pemasaran dan (3) karakteristik konsumen yang terdiri dari kepribadian konsumen, sosio-ekonomi dan demografis (Loudon dan Bitta, 1993:569). Identitas kepribadian dapat dihubungkan dengan pembelian impulsif (Maenpa dan Dittmar, dalam Buendicho, 2003). Hawkins dkk (1986) menyatakan bahwa kepribadian konsumen mengarahkan dirinya pada perilaku yang berbeda dalam setiap hal sehingga setiap individu cenderung memilih produk yang sesuai dengan kepribadiannya. Dalam mengambil keputusan membeli, konsumen dipengaruhi oleh kepribadian dalam diri. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli (Anwar, 2005). Kepribadian memiliki bentuk yang bermacam-macam, salah satunya adalah locus of control. Hasil analisa data penelitian yang dilakukan oleh Mariyani dan Emmy dengan judul Perbedaan Kecenderungan Pembelian Impulsif Ditinjau dari Locus of Control Internal dan Locus of Control Eksternal menunjukkan adanya perbedaan kecenderungan pembelian impulsif ditinjau dari locus of control internal dan locus of control eksternal dengan nilai p = 0,025, dengan subjek locus of control eksternal memiliki mean score yang lebih tinggi (x = 64,05) dibandingkan dengan subjek locus of control internal yang memiliki mean score (x = 56,67). Sedangkan dalam penelitian lain dengan judul Perbedaan Pembelian Impulsif Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Ekstraversi Intraversi Pada Remaja Terhadap Produk Fashion

10 10 yang dilakukan oleh Saviera (2011) pada 90 orang remaja diketahui dari hasil uji anava faktorial satu jalur bahwa nilai perbedaan rata-rata pembelian impulsif dan tipe kepribadian ekstraversi-intraversi sebesar 2,418 dengan nilai p = 0,124. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pembelian impulsif ditinjau dari tipe kepribadian ekstraversi-intraversi pada remaja terhadap produk fashion. Karakteristik sosio-ekonomi yang dihubungkan dengan tingkat pembelian impulsif salah satunya adalah uang saku. Ling dan Lin (dalam Hatane, 2007) mengatakan bahwa uang saku berhubungan positif dengan kecenderungan perilaku pembelian impulsif konsumen muda pada toko secara fisik atau offline. Selanjutnya karakteristik demografis yang mempengaruhi pembelian impulsif salah satunya adalah gender. Penelitian yang dilakukan oleh Dittmar dkk (1995), diketahui bahwa secara umum perempuan lebih sering membeli secara impulsif dibanding laki-laki. Begitu juga dengan hasil penelitian Ling dan Lin (dalam Hatane, 2007) menemukan bahwa perempuan lebih cenderung memiliki perilaku pembelian impulsif dibanding laki-laki. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wathani (2009) menemukan bahwa ada perbedaan kecenderungan pembelian impulsif produk pakaian ditinjau dari peran gender dengan nilai p = 0,000 dengan subyek feminim memiliki mean skor yang lebih tinggi (x = 57,97) dibandingkan dengan subyek androgini (x = 56,00), subyek maskulin (x = 55,28) dan subyek tidak terbedakan (x = 38,91). Sementara itu hasil tambahan menunjukkan adanya perbedaan signifikan kecenderungan pembelian impulsif ditinjau dari jenis kelamin dan uang saku. Pengaturan lingkungan fisik toko yang baik dapat meningkatkan pembelian yang tidak direncanakan atau pembelian impulsif. Lingkungan dalam toko meliputi penataan lorong-lorong dan juga rak tempat untuk mengatur dan menaruh barang dagangan. Pengaturan barang menurut produk yang paling diinginkan para retailer untuk dijual pada konsumen, menggambarkan bagaimana lingkungan fisik dapat mempengaruhi perilaku konsumen yang mengubah keyakinan dan perasaan konsumen. Menurut Sutisna (2002:159), para peneliti telah menemukan bahwa stimuli seperti warna, suara, cahaya, cuaca dan pengaturan ruang dari orang dan obyek lain mempengaruhi perilaku konsumen. Kesemuanya akan mempengaruhi persepsi konsumen melalui mekanisme penglihatan, pendengaran, penciuman, dan

11 11 sentuhan. Sutisna menambahkan bahwa tata letak rak pajangan (aspek display) di dalam toko akan mempengaruhi perilaku pengunjung. Pembuatan gang atau jalur jalan akan memudahkan alur lalu lintas pengunjung. Penempatan item produk secara berkesinambungan berdasarkan kategori produk akan juga mempengaruhi perilaku konsumen (Sutisna, 2002:164). Pemajangan dan pengaturan berbagai macam produk yang ditata sedemikian rupa apiknya akan mampu menarik perhatian pengunjung yang datang. Sebagai contoh, agar mencolok, produk biasanya ditata dekat pintu masuk - misalnya minuman ringan yang disusun membentuk piramida di tengah jalan - atau meletakkan produk setinggi pandangan mata. Cara lain dengan menaruh rak berisi permen karet, rokok, permen dan majalah di pintu kasir dengan harapan konsumen serta merta mengambil. Sedangkan barang obral, biasa dipajang di dekat pintu keluar dengan harapan konsumen akan membeli satu dua buah, selagi murah (Intisari on the net, November 1998). Display produk yang menarik akan mengundang orang yang melintas di depan toko tertarik untuk masuk ke dalam toko ( solution.com, Juni 2006) dan membuat konsumen menghabiskan lebih banyak waktu di toko, melihat makin banyak barang, memperhatikan barang-barang murah (meski kurang dibutuhkan), dan akhirnya membeli secara impulsif (Intisari on the net, November 1998). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Samosir (2009:2) dengan judul Analisis Pengaruh antara Layout (tata letak) terhadap Pembelian Impulsif pada Outlet Indomaret Jamin Ginting Medan, diketahui adanya pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel layout terhadap pembelian impulsif dengan persamaan regresi Y = 2, ,370 X + e dan nilai koefisien determinasi sebesar 0,765 yang berarti pengaruh layout terhadap pembelian impulsif adalah sebesar 76,5%. Hal yang berkaitan dengan lingkungan toko di atas juga didukung oleh penelitian Hatane (2005:22) yang telah melakukan penelitian persamaan koefisien estimasi standar mengenai Respons Lingkungan Berbelanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko Serba Ada (Toserba) Carefour Surabaya. Dari hasil penelitiannya terlihat bahwa variabel respons lingkungan dominance (perasaan yang direspons konsumen saat mengendalikan atau dikendalikan oleh

12 12 lingkungan) koefisien regresinya bernilai positif (dengan nilai statistik t = 7,50) dan sangat signifikan (nilai t > 1,96, α = 0,05) terhadap pembelian impulsif. Kegiatan promosi penjualan oleh pihak perusahaan mampu membangkitkan rasa keingin-tahuan konsumen akan produk yang ditawarkan dan kemudian juga dapat memancing hasrat mereka untuk membeli produk-produk tersebut. Kegiatan ini biasanya dilakukan dalam bentuk kegiatan personal selling kepada konsumen serta iklan (advertising) mulai dari papan nama yang dipasang di depan toko hingga iklan dengan menghadirkan berbagai macam bentuk media diruang-ruang toko dan pusat perbelanjaan modern, dari yang paling sederhana berupa material point of sales yang digantung di langit-langit toko hingga stiker raksasa di lantai toko dan lain-lain (Cakram, 2001). Kondisi semacam itu mampu memicu pembelian impulsif karena media iklan di toko memang memiliki kekuatan tersendiri (Engel, et al., 1995) yang mampu mempengaruhi emosi seseorang sehingga membuat mereka seketika memutuskan untuk membeli. Tentunya keadaan ini membuat mereka yang tidak dapat mengontrol belanjanya akan menjadi semakin parah. Konsumen yang impulsif merupakan konsumen yang mengambil keputusan yang dipengaruhi oleh emosi (Setiawan, November 2000). Ketika seseorang melakukan keputusan pembelian berdasarkan emosi, maka ia kurang menekankan pada pencarian dan pengolahan informasi secara cermat, akan tetapi ia akan lebih menekankan pada perasaan saat itu. Hal ini didukung oleh penelitian Hatane (2006:23) tentang Bentuk Format Media Iklan sebagai Stimulus Respon Emosi dan Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif, dalam penelitian ini didapatkan hasil yang menunjukkan adanya perbedaan pengaruh stimulus antara media iklan offline dengan media iklan online. Media iklan online dengan audiovisual dan teks gambar yang ada, memiliki pengaruh stimulus yang lebih kuat secara total terhadap respon emosi maupun kecenderungan perilaku pembelian impulsif, karena calon konsumen membutuhkan informasi yang lebih lengkap mengenai produk yang diingini. Temuan Semuel berikutnya adalah orientasi belanja, kenyamanan maupun rekreasi, memiliki peran mediasi antara emosi dan kecenderungan perilaku pembelian impulsif sehingga seseorang dalam berperilaku sebagai pembeli online, tidak hanya dipengaruhi oleh

13 13 respon emosi secara langsung namun juga terdapat proses kognitif melalui orientasi belanja yang dimilikinya. Selain itu, tidak ada pengaruh umur, uang belanja bulanan, maupun jenis kelamin terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Hal ini berbeda dengan perilaku pembelian impulsif pembeli offline yang hanya menggunakan iklan brosur. Menurut Engel et al. (1995: ) faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif terbagi menjadi faktor personal dan faktor lingkungan. Faktor personal terdiri dari perilaku pembelajaran, motivasi, kepribadian, kepercayaan, usia, sumber daya konsumen, dan gaya hidup. Faktor lingkungan terdiri dari situasi, kelompok dan budaya. Selain faktor-faktor di atas, berdasarkan hasil pra-survey yang dilakukan pada Matahari Departement Store Plaza Medan Fair, terdapat beberapa faktor lain yang mendorong terjadinya pembelian tidak terencana (impulsive buying) pada konsumen. Salah satunya adalah adanya diskon besar-besaran, seperti diskon 50% +20% (penambahan diskon 20% setelah diberi diskon 50%) pada produk, membuat konsumen tertarik untuk membeli satu bahkan lebih dari satu produk. Konsumen dapat memanfaatkan fasilitas pembayaran dengan kartu kredit ataupun penggunaan debit saat konsumen tidak mempunyai uang tunai untuk membayar pembelanjaan produk dan ini akan mendukung pembelian tidak terencana. Strategi pemberian voucher belanja membuat konsumen tertarik untuk membelanjakan vouchernya dengan membeli produk yang tidak direncanakan sebelumnya. Program promosi beli 2 gratis 1 yang ditampilkan pada produk mendorong konsumen untuk membeli produk tersebut. Beberapa faktor tersebut sangat mempengaruhi perilaku afektif seseorang dalam melakukan keputusan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Fenomena di atas sejalan dengan hasil analisis data penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2010) dengan judul Pelaksanaan Discount dan Pengaruhnya terhadap Pembelian Impulsif Produk Pakaian pada Ramayana Departement Store diketahui bahwa discount (potongan harga) memberikan pengaruh yang cukup kuat sebesar 59,7% terhadap pembelian impulsif pada Ramayana department store. Terkadang para pembeli impulsif sudah mencoba untuk mengontrol diri, akan

14 14 tetapi ketika di pusat perbelanjaan seringkali mereka tertipu oleh promosi toko. Salah satunya yang sering dijumpai adalah adanya permainan harga oleh perusahaan dalam menjual produknya agar terkesan murah. Salah satunya mematok harga dengan angka ekor 99 atau 88, misalnya Rp 999,- atau Rp 988,-. Konsumen jadi berpikir, harga barang cuma Rp 900,- bukan Rp 1000,-. Padahal, nilainya lebih dekat ke Rp 1000,- (Intisari on the net, November 1998). Harga yang ditawarkan dipasaran saat ini mulai menggunakan istilah obral. Anggapan bahwa istilah obral lebih murah membuat para pembeli impulsif mulai tergoda. Tak heran apabila mereka banyak dijumpai pada saat ada obral besar atau sale. Mereka membeli barang-barang dengan alasan karena harga yang ditawarkan murah. Agar perputaran stok menjadi lebih cepat, perusahaan juga sering menggunakan permainan harga jumlah ganda. Sering pengecer mengemas produk yang harganya Rp ,-/buah menjadi Rp ,-/kemasan berisi 10 buah, bahkan didiskon 5% menjadi Rp ,- (Intisari on the net, November 1998). Hal seperti ini biasanya cukup efektif membuat konsumen terdorong membeli 10 buah, padahal yang dibutuhkan hanya 1-2 buah saja. Yang terjadi kemudian adalah barangbarang yang dibeli itu besar kemungkinan tidak terpakai atau nilai gunanya sangat rendah karena dibeli bukan sesuai dengan kebutuhan, melainkan lebih karena tergoda penawaran (Masassya, Mei 2006). Padahal apabila pembeli dapat memperkirakan harga relatif per unit dan kemampuan untuk melakukan pengenalan kebutuhan akan menentukan keakuratan pilihan seseorang. Sebuah studi telah dilakukan oleh Capon dan Kuhn mengenai keterampilan konsumen, dimana para subyek diberi insentif mendapatkan kesempatan untuk memenangkan $50 untuk membuat pilihan yang tepat. Dari 100 orang wanita pembelanja di pasar swalayan, 39 orang tidak mengandalkan perbandingan harga relatif per unit dalam membuat pilihan mereka. Mereka malah menggunakan kaidah keputusan yang berbeda, seperti menyimpulkan bahwa barang yang sedang diobral pasti merupakan pembelian yang lebih baik. Para pembelanja yang berpendidikan lebih tinggi jauh lebih mungkin mempertimbangkan harga per unit dibandingkan mereka yang tingkat pendidikannya lebih rendah (dalam Engel et. al., 1995:187).

15 15 Para pembeli impulsif seringkali berbelanja banyak barang tetapi tidak semuanya dipakai atau diperlukan. Ke-gila-an membeli barang tidak hanya terjadi ketika mereka merasa membutuhkan katarsis atau bentuk pelarian dari kondisi tertentu saja tetapi hal ini terjadi pada kehidupan mereka sehari-hari ketika mereka berada di pusat perbelanjaan. Mulanya mereka hanya mengunjungi pusat perbelanjaan akan tetapi berakhir dengan pembelian tidak terencana (unplanned purchase). Perilaku pembelian impulsif dapat dipahami sebagai suatu proses pengambilan keputusan dimana pelanggan hanya melibatkan sedikit proses kognitif tetapi juga biasanya menunjukkan tingkat emosi yang tinggi. Pembelian impulsif dilakukan tanpa direncanakan dan tanpa membuat suatu evaluasi kebutuhan. Pembelian impulsif sering terjadi dalam situasi dengan stimulasi yang kuat (Omar; Assael dalam Esch dkk, 2003). Pernyataan ini didukung dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kollat dan Willett (1969), mereka juga menggunakan istilah impulse buying (pembelian impulsif) yang sama dengan unplanned purchased (pembelian tak terencana). Sejalan dengan hal itu, pembelian impulsif juga seringkali dihubungkan dengan pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba dan tidak direncanakan, dilakukan di tempat kejadian, dan disertai timbulnya dorongan yang besar serta perasaan senang dan bergairah (Rook dalam Verplanken dan Herabadi, 2001). Meski semua pembeli impulsif selalu akan merasa bersalah dan seringkali menyesal karena produk yang dikonsumsi ternyata benar-benar tidak dibutuhkan olehnya (Loudon dan Bitta,1993 dalam Engel et al., 1995:202), namun ada juga yang kemudian mencoba menemukan alasan rasional di balik ulahnya. Alasan rasional itulah yang sering dimanfaatkan oleh penjual, yang tidak jarang cukup ampuh untuk membangkitkan dorongan membeli, demi kepuasan diri belaka (Intisari on the net, Desember 1998). Terlebih lagi konsumen yang impulsif, menurut Setiawan (November 2000) pada dasarnya tunduk kepada usaha-usaha promosi dari marketer dan tunduk pada hasrat untuk memuaskan diri (submissive to the self-serving interest). Keputusan untuk membeli atau memakai suatu produk pada diri seseorang merupakan hasil dari hubungan yang saling mempengaruhi. Keputusan pembelian

16 16 sangat dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor yang ada dalam diri maupun di luar diri individu, meliputi faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Berkaitan dengan topik penelitian yang akan dibahas, maka pembahasan lebih menitik-beratkan pada faktor psikologis. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:172) faktor psikologis yang berpengaruh pada keputusan pembelian konsumen diantaranya adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap. Penelitian yang dilakukan oleh Farina (2008:84-85) dengan judul Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Pengambilan Keputusan Untuk Menggunakan Jasa Internet Pada Warnet Central Net Malang dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda, uji F dan uji t, menunjukkan hasil bahwa F hitung 32,485 dan F tabel 2,21 (F hitung > F tabel ), hal ini diartikan bahwa variabel kebudayaan (X1), sosial (X2), kepribadian (X3), dan psikologis (X4), secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap keputusan menggunakan Jasa Internet (Y) pada taraf signifikansi 5%. Diantara variabel (X1), (X2), (X3) dan (X4), diketahui bahwa variabel psikologis (X4) mempunyai pengaruh dominan terhadap keputusan menggunakan Jasa Internet (Y) karena t hitung > t tabel, yaitu dengan t hitung sebesar 5,660 > 2,21 dan Beta sebesar Persepsi, sebagai fokus penelitian disini, mampu menggerakkan konsumen untuk melakukan pembelian. Dengan kata lain, persepsi akan terlibat langsung dalam mempengaruhi seseorang untuk memutuskan apakah produk yang akan dibeli tersebut baik atau tidak, oleh karena itu persepsi layak dijadikan bahan kajian. Menurut Sutisna (2002:62-63) persepsi adalah suatu proses bagaimana stimuli-stimuli diseleksi, diorganisasi dan diinterpretasikan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wulansari (2004:55) dengan judul Pengaruh Persepsi tentang Cara Pembelian Baju Secara Kredit terhadap Keputusan Membeli dengan responden mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang menyatakan bahwa persepsi konsumen terhadap pembelian baju secara kredit mempengaruhi dalam proses keputusan membeli konsumen. Ickbal (2006:53) telah melakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara Pesepsi Promosi Penjualan Undian Berhadiah dengan Keputusan Membeli pada Konsumen Pasar Swalayan Tom and Jerry di Madura. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi promosi penjualan Undian

17 17 Berhadiah dengan keputusan membeli pada konsumen Swalayan Tom and Jerry Madura. Berdasarkan penelitian Irene (2006:1) pada 54 orang mahasiswi jurusan manajemen STIE Malang Kucecwara Malang yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli produk kosmetik menyatakan hasil perhitungan korelasi berganda diketahui bahwa antara peubah kelas sosial (X1), kelompok referensi (X2), kepribadian (X3), motivasi (X4) dan persepsi (X5) dengan peubah keputusan pembelian produk (Y) mempunyai hubungan yang erat. Hasil yang dapat disimpulkan bahwa peubah-peubah kelas sosial, kelompok referensi, kepribadian, motivasi dan persepsi mempunyai hubungan yang bermakna (erat) terhadap keputusan pembelian produk kosmetik. Dalam penelitian Utami (2006:1) dengan judul Pengaruh Iklan TV Sabun Mandi Terhadap Minat Beli Konsumen yang dilakukan pada 100 responden diwilayah Surakarta menyatakan bahwa persepsi mengenai model iklan dan persepsi mengenai iklan mempunyai pengaruh terhadap minat beli yang dimediasi sikap pada iklan ke sikap merek pada iklan Lux dan iklan Dove. Hasil penelitian tentang persepsi yang lain berasal dari Levy (2007: ) yang berjudul Developing a deepeer understanding of post-purchase perceived risk and behavioural intentions in a service setting yang mengambil responden dari dua kelompok, dimana kelompok pertama berasal dari 192 orang pasien perawatan dari Rumah Sakit Daerah dan kelompok kedua adalah 101 orang pasien yang mendapatkan perawatan spesial tapi alternatif dari Rumah Sakit Utama Daerah menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tujuan perilaku memutuskan kembali dalam memilih rumah sakit adalah persepsi konsumen mengenai kualitas pelayanan dan lingkungan fisik rumah sakit yang menyenangkan. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang diungkapkan di atas terbukti bahwa persepsi memiliki hubungan yang signifikan atau erat dalam proses pengambilan keputusan ketika seorang konsumen membeli suatu produk. Ries dan Trout (1987, dalam Prasetijo dan Ihalauw, 2005:84) mengatakan bahwa pemasar harus melandasi pemikirannya pada peperangan yang terjadi antar produk dan antar merek, dalam memperebutkan persepsi konsumen. Itulah sebabnya mengapa persepsi menjadi medan pertarungan para pemasar yang unik dan sengit. Hal apa yang

18 18 sebenarnya terbaik pada akhirnya belum tentu diakui oleh konsumen sebagai yang terbaik. Hal unik lainnya, menurut riset terakhir, konsumen memutuskan membeli sesuatu hanya dalam hitungan rata-rata 2,6 detik. Jika dibandingkan dengan sebuah komputer dengan prosesor yang memiliki kemampuan kapasitas yang luar biasa, dalam waktu 2,6 detik itu konsumen memproses data dan informasi yang mungkin sangat luar biasa banyaknya (Prastiwi, 2007:1). Jelaslah kiranya bahwa persepsi kita terhadap stimulasi merupakan olahan semua informasi yang diterima panca indera. Informasi yang masuk pada diri kita melalui stimulus yang dilihat, dirasa, didengar dan dikecap akan kita beri makna. Walaupun stimulus yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimulus yang kita persepsi (Rakhmat, 2002:59). Kita tidak bisa meneliti fakta-fakta yang terpisah, harus dipandang dalam hubungan keseluruhan sehingga bila kita mempersepsikan sesuatu kita akan mempersepsikannya secara keseluruhan. Bila dihubungkan dengan stimulus yang dilakukan pemasaran dalam memasarkan produknya untuk konsumen, maka Sutisna (2002:62-63) menjelaskan bahwa dua tipe stimuli/stimulus penting yang dapat mempengaruhi konsumen adalah pemasaran dan lingkungan (sosial dan budaya). Stimulus pemasaran adalah setiap komunikasi atau stimulus fisik yang didesain untuk mempengaruhi konsumen. Produk dan komponen-komponennya (seperti kemasan, isi, ciri-ciri fisik) adalah stimulus utama (primary/intrinsic stimuli). Produk-produk baru terus bermunculan sedangkan di sisi lain konsumen saat ini semakin selektif dan pandai dalam menentukan pilihannya untuk membeli produk. Dampak yang timbul dengan adanya persaingan ketat antar perusahaanperusahaan yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan konsumen dan menghasilkan produk yang sejenis adalah semakin membingungkan dan rancunya posisi suatu produk di pasar. Hal ini membuat semakin menyempitnya segmen pasar yang dimiliki perusahaan karena semakin terdesak oleh pesaingnya. Salah satu tantangan yang dihadapi perusahaan untuk mencapai keberhasilan dalam memasarkan suatu produk tidak hanya menjual atau menukarkannya dengan sesuatu, tetapi hal terpenting adalah bagaimana memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga tercipta kepuasan baik dari sisi konsumen maupun produsen.

19 19 Banyak aspek yang mempengaruhi konsumen untuk belanja. Bisa karena faktor harga, kenyamanan tempat, store-layout (tata letak toko) maupun faktor produk. Perlu dicermati bahwa pada faktor produk bisa menjadi faktor pemicu bagi para konsumen yang awalnya hanya melihat-lihat saja sampai akhirnya memutuskan untuk membeli. Oleh karena itu produk yang dipasarkan hendaknya merupakan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen, sebagaimana pendapat Kotler dan Amstrong (2008:266) yang mengatakan bahwa produk merupakan semua hal yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, akuisisi, penggunaan atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, sehingga dengan demikian konsumen akan merasa puas. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) secara harfiah punya makna tetap, yaitu dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi (Hidayat, 2007:30). Sadar akan fakta yang ada, dunia bisnis pun berkompetisi membuat konsumennya lebih puas dan tidak berpaling ke produk lain. Tentu saja perusahaan harus memiliki keunggulan dan keunikan yang berbeda pada produknya dibanding perusahaan lain. Keunggulan suatu produk adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh produk tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen. Keunggulan produk suatu perusahaan bisa menentukan berhasil tidaknya produk tersebut melekat di hati konsumen. Bagi perusahaan yang sedang mengembangkan bauran pemasaran melalui pengembangan produk, maka perusahaan tersebut harus dapat menetapkan manfaatmanfaat apa yang akan diberikan oleh produk tersebut. Karena konsumen tertarik menggunakan produk tidak semata-mata melihat fisik produk saja, melainkan karena berbagai macam manfaat produk yang dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dan keinginan mereka yang tentunya konsumen akan memilih produk yang dianggap lebih baik dari produk lainnya. Manfaat-manfaat ini dikomunikasikan oleh atribut produk yang berwujud antara lain seperti merk, model, warna, kemasan dan pelayanan yang menyertai produk yang ditawarkan. Menurut Gitosudarmo (1994:188) atribut produk adalah suatu komponen yang merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan oleh pembeli.

20 20 Guna memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, pemasar menawarkan berbagai macam merk, desain, dan kualitas serta keunggulan lainnya dari setiap produk guna menarik minat konsumen untuk membeli. Mereka membuat tampilan yang indah pada produk-produknya dengan harapan kebutuhan dan keinginan konsumen akan terpuaskan dari pengkonsumsian atribut-atribut yang ditawarkan oleh produk tersebut. Konsumen akan memilih didasarkan pada ada tidaknya atributatribut atau sifat-sifat yang dimiliki suatu produk yang sesuai dengan apa yang diharapkannya. Penyajian produk tertentu dalam berbagai bentuk dan kelebihan yang berbeda menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen, apalagi jika ditawarkan melalui manajemen pemasaran yang baik. Sebut saja dengan branding (pemerekan) atau pemilihan nama yang baik, style atau gaya, keunikan atau pembeda dengan yang lain sebagai diferensiasi, serta atribut-atribut produk lainnya sebut saja di antaranya kemasan atau penampilan (Pikiran Rakyat Cyber Media, Maret 2004) serta karakteristik produk lainnya yang digabungkan untuk memberi citra produk pada calon konsumen. Produk yang demikian akan menjadi produk yang berhasil, misalnya pemberian merek yang tepat akan menimbulkan kesan serta image yang baik dari konsumen terhadap produk yang dipasarkan, bahkan kadang-kadang image itu muncul dari logo yang tergambar pada kemasan produknya. Keputusan mengenai atribut-atribut ini sangat mempengaruhi reaksi konsumen terhadap sebuah produk. Dari atribut itulah suatu produk akan dipandang oleh konsumen berbeda dengan produk yang dikeluarkan oleh pesaingnya. Pentingnya pemberian atribut pada suatu produk sehingga mampu mempengaruhi keputusan pembelian bagi konsumen tergambar jelas dalam penelitian metode analisa faktor dan analisa regresi linier berganda mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen terhadap Keputusan Pembelian Ponsel (studi pada konsumen ponsel merk Siemens di Malang). Dalam penelitian ini Indriwati (2003) menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian ponsel merk Siemens adalah karena banyaknya atribut produk. Didapatkan 7 faktor atribut yang mempengaruhi, yaitu faktor model, kebutuhan, tempat belanja dan potongan harga, keluarga, prestise, dan personal selling.

21 21 Bahkan penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1989 terhadap pembelanja buah dan sayur menunjukkan bahwa 94% responden menyatakan tolok ukur pemilihan buah dan sayur adalah kenampakkan luarnya seperti: ukuran, bentuk, warna, mengkilat tidaknya dan ketidak-cacatan (Triandhini, 2006:3). Bagian terpenting dari strategi pemasaran adalah untuk mempengaruhi persepsi konsumen terhadap atribut-atribut suatu produk, seperti merek, model, warna, kemasan dan pelayanan. Atribut-atribut produk tersebut akan dapat menciptakan nilai yang terbentuk dalam pemikiran konsumen yang kemudian akan menghasilkan pengertian yang mendalam tentang citra pada atribut-atribut suatu produk seperti citra pada merek, citra harga atau citra pelayanan. Persepsi yang muncul dari hasil penilaian itu bisa positif dan negatif. Jadi, pemasar harus secara konstan mencoba mempengaruhi citra konsumen karena dapat meningkatkan keberhasilan penjualan suatu produk dipasaran (Sutisna, 2002:83). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholil (1999, dalam Handayani 2006:5), meneliti tentang Pengaruh Persepsi Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merk Yamaha Mio di Dealer Mitra Kencana Motor Blimbing Malang, ditemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara persepsi konsumen terhadap keputusan pembelian sepeda motor merk Yamaha Mio di Dealer Mitra Kencana Motor Blimbing Malang, hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung sebesar 25,251 lebih besar dari nilai F tabel sebesar 2,47 dengan nilai signifikansi sebesar = 0,05. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairis (2005, dalam Handayani 2006:6), yang berjudul Analisis Pengaruh Budaya, Sosial, dan Psikologis Terhadap Keputusan Konsumen dalam Menggunakan Jasa Transportasi Bus Patas PO. Kurnia Jurusan Bandung-Tegal-Purwokerto PP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) hasil uji F, mengindikasikan bahwa secara simultan variabel budaya (X 1 ), sosial (X 2 ), dan psikologis (X 3 ) berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam menggunakan jasa transportasi bus patas PO. Kurnia Jurusan Bandung-Tegal- Purwokerto PP (Y), hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung 19,336 lebih besar dari F Tabel 2,198 dengan tingkat kepercayaan = 0,05 2) hasil uji t, mengindikasikan bahwa secara parsial variabel psikologis (X 3 ) berpengaruh paling dominan terhadap

22 22 keputusan konsumen dalam menggunakan jasa transportasi bus patas PO. Kurnia Jurusan Bandung-Tegal-Purwokerto PP (Y), hal ini ditunjukkan dengan nilai t hitung 3,330 untuk variabel psikologis (X 3 ) lebih besar dari t tabel 1,6449. Dalam berbagai kasus, konsumen sudah menyimpan suatu penelitian atas keyakinan di dalam ingatan mengenai kinerja alternatif-alternatif pilihan yang sedang dipertimbangkan. Keputusan konsumen dalam menggunakan suatu produk dipengaruhi oleh informasi tentang produk tersebut dengan atribut-atribut tertentunya yang telah memberikan penilaian dan juga pengalaman atas pengkonsumsian suatu atribut produk. Astuti (1998:67) mengatakan bahwa proses keputusan pembelian produk terjadi ketika konsumen memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, yang selanjutnya akan menimbulkan motif dalam suatu tindakan. Ketika konsumen merasa dengan mengkonsumsi produk tersebut maka kebutuhan dan keinginannya telah terpenuhi, sehingga menimbulkan suatu keputusan maka dalam proses selanjutnya konsumen akan berusaha mempertahankan tingkat kepuasan yang telah diperoleh dan akan mempertimbangkan pengalaman hingga dapat dikatakan bahwa pengalaman masa lalu merupakan proses belajar konsumen sehingga menimbulkan suatu perubahan dalam perilaku seseorang. Menurut Hidayat (2007:30) dari waktu ke waktu harapan pelanggan terhadap sebuah produk/jasa tidak akan pernah sama, bisa naik atau bahkan bisa turun. Jika pengalaman terdahulu ketika mengkonsumsi/menggunakan suatu produk dengan atribut-atribut tertentu dirasakan baik oleh konsumen, maka akan berlanjut untuk menumbuhkan perasaan puas, karena atribut produk tersebut mampu memenuhi harapan mereka. Konsumen tidak hanya dipuaskan kebutuhannya melainkan juga akan tumbuh perasaan senang akan produk dengan atribut-atribut serupa. Kepercayaan yang tumbuh dalam diri konsumen ini akan menentukan sikap yang akan dipilih dalam keputusan pembelian dan pemakaian produk selanjutnya, apakah akan membeli produk dengan atribut yang sama kembali atau tidak. Sebagaimana hasil penelitian Astutik (2005:72) tentang Pengaruh Penilaian Konsumen atas Atribut Produk terhadap Pembelian Ulang di Factory Outlet Darmo Malang, ditemukan bahwa penilaian atas atribut produk yang terdiri dari merek (X1) dan desain produk (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Secara umum orang berbelanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan tetapi laki-laki juga. Hasil survey terbaru dari Nielsen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti trend yang berkembang di pasar. Oleh karena itu, para pemasar

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti trend yang berkembang di pasar. Oleh karena itu, para pemasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sifat manusia cenderung konsumtif, yang berarti bahwa konsumen selalu mengkonsumsi produk atau jasa sepanjang waktu. Perilaku konsumtif ini muncul selain dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi semua kalangan. Hal ini tidak hanya pada kalangan wanita saja, namun berlaku juga bagi kaum pria. Umumnya, orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya. pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya. pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan toko ritel yang berkonsep swalayan. Beberapa tahun terakhir, toko berkonsep swalayan banyak bermunculan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu barang melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap yang pertama berupa input

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia fashion yang semakin meningkat diiringi dengan semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory outlet, butik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Stimulus Organism Respons (SOR) Berbagai teori telah diusulkan untuk menjelaskan secara perilaku pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 Promosi Promosi adalah suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan dunia usaha saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat sehingga tingkat persaingan semakin ketat. Tingkat perkembangan industri yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya saat ini banyak dipenuhi dengan bangunan-bangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kota Surabaya saat ini banyak dipenuhi dengan bangunan-bangunan 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Surabaya saat ini banyak dipenuhi dengan bangunan-bangunan ruko (rumah toko) sehingga diseluruh pelosok Surabaya tidak menutup kemungkinan kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beredar memenuhi pasar, mengakibatkan perusahaan berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. beredar memenuhi pasar, mengakibatkan perusahaan berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya perusahaan yang memproduksi produk-produk yang saat ini beredar memenuhi pasar, mengakibatkan perusahaan berlomba-lomba menciptakan komunikasi yang unik agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan pada pencapaian profit. Fokus utama kegiatan pemasaran adalah mengidentifikasikan peluang

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka 7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan ritel modern. Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menimbulkan persaingan pada bisnis global sehingga kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi ini diharapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pusat perbelanjaan merupakan tempat konsumen melakukan pembelian, baik itu terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kegiatan berbelanja bukan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang-barang atau memenuhi kebutuhan namun telah menjadi hiburan penting dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Utami (2010:45) perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif,

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kecenderungan orang untuk berbelanja di supermarket atau mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Impulse Buying adalah perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak terencana dalam keadaan pembuatan keputusan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat, telah menjadi perubahan berbagai sektor, termasuk bidang industri dan produksi serta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel atau eceran di Indonesia telah memperlihatkan bahwa industri pada sektor ini memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu memiliki kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut dipenuhi melalui aktivitas ekonomi berupa konsumsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, memaksa banyak pengusaha membuka bisnis ritel di berbagai pusat perbelanjaan. Tak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, keberadaan pasar tradisional mulai tergeser dimana masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja di ritel modern. Perkembangan bisnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para peritel untuk mendapatkan konsumen sebanyakbanyaknya bagi usaha mereka. Kebutuhan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan perekonomian termasuk dalam bidang pemasaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam bidang apa pun, dimana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan umum bahwa perilaku pembelian produk fashion oleh konsumen wanita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku pembelian seseorang dapat dikatakan sesuatu yang unik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku pembelian seseorang dapat dikatakan sesuatu yang unik, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku pembelian seseorang dapat dikatakan sesuatu yang unik, karena preferensi dan sikap terhadap obyek setiap orang berbeda. Selain itu konsumen berasal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pergeseran Paradigma Pemasaran Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009:6) : Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Berbelanja 2.1.1 Definisi berbelanja Huddleston dan Minahan (2011) mendefinisikan aktifitas berbelanja sebagai aktifitas yang melibatkan pertimbangan pembelian suatu produk maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari bertumbuhnya bisnis-bisnis ritel modern yang bergerak dipusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari bertumbuhnya bisnis-bisnis ritel modern yang bergerak dipusat-pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis ritel di Indonesia semakin pesat dan ketat yang dapat dilihat dari bertumbuhnya bisnis-bisnis ritel modern yang bergerak dipusat-pusat perbelanjaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas konsumen terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: berbelanja, melakukan pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, konsumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Hal ini menjadikan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan pemasaran saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Indonesia merupakan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Motivasi Hedonis Motivasi hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia,

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Indonesia cukup menarik bagi pendatang baru dimana pasar yang ada saat ini cukup potensial melihat peningkatan ekonomi dan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui bisnis ritel, suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan yang sangat beragam, juga untuk

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan yang sangat beragam, juga untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifat manusia cenderung konsumtif, yang berarti bahwa konsumen selalu mengkonsumsi produk atau jasa sepanjang waktu. Perilaku konsumtif ini selain ditujukan untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil

BAB I PENDAHULUAN. remaja sering mengalami kegoncangan dan emosinya menjadi tidak stabil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, karena masa ini adalah periode terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Price Discount 2.1.1 Pengertian Price Discount (Potongan Harga) Dalam pemasaran, Price Discount (Potongan harga) merupakan alat promosi yang dapat menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Istilah perilaku erat hubungannya dengan permasalahan manusia. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Impulse Buying Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ke konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ke konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi dan/atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perdagangan eceran (retailing) adalah perpenjualan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi dan/atau keluarga. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia modemenyebabkan tingginya tuntutan pada mode di kehidupan modern saat ini. Banyak masyarakat khususnya di Surabaya memperhatikan gaya hidup dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan produk dari produsen mana yang akan menjadi pilihan mereka. Keberhasilan

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan produk dari produsen mana yang akan menjadi pilihan mereka. Keberhasilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat. Kemajuan perkembangan industri yang semakin beragam menyebabkan persaingan dalam dunia industri yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia bisnis sekarang ini identik dengan persaingan dalam memperebutkan pelanggan potensial dan mempertahankan pelanggan yang ada. Persaingan bisnis hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini kebutuhan sehari-harinya manusia semakin lama semakin meningkat di harinya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang menganut pola konsumtif dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kali ini objek yang diteliti adalah Departement Store Mirota Kampus

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kali ini objek yang diteliti adalah Departement Store Mirota Kampus BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Menurut Sugiyono (2015) objek penelitian adalah suatu atribut atau penilaian orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang

BAB II LANDASAN TEORI. Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelian Tidak Terencana Peroses pengambilan keputusan merupakan suatu psikologis dasar yang memiliki peran penting dalam memahami bagaimana konsumen mengambil keputusan (Kotler

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi mengimplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30 (www.about;retail 8/10/2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30  (www.about;retail 8/10/2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas

Lebih terperinci

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA 2.1. Pengertian Shopaholic Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga, pemasar dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga, pemasar dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemasaran. Para pemasar berkewajiban untuk memahami konsumen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bertahan dan memenangkan persaingan di dalam bisnis ritel. bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu kondisi yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu kondisi yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan pemasaran oleh perusahaan adalah mempengaruhi konsumen agar membeli produk yang ditawarkannya. Persaingan dalam dunia usaha merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pengertian Retail menurut Hendri Ma ruf (2005:7) yaitu, kegiatan usaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pengertian Retail menurut Hendri Ma ruf (2005:7) yaitu, kegiatan usaha BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Retail (Eceran) Pengertian Retail menurut Hendri Ma ruf (2005:7) yaitu, kegiatan usaha menjual barang atau jasa

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS. Dalam telaah teoritis, dibahas landasan teori dan penelitian terdahulu

BAB II TELAAH TEORITIS. Dalam telaah teoritis, dibahas landasan teori dan penelitian terdahulu BAB II TELAAH TEORITIS Dalam telaah teoritis, dibahas landasan teori dan penelitian terdahulu sebagai acuan dasar teori dan analisis. Dalam bab ini dikemukakan konsepkonsep tentang citra merek, gaya hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat dalam memproduksi dan memasarkan produknya. Dengan keadaan ini pula maka para pelaku bisnis dipaksa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut Asmadi (2008), kebutuhan setiap individu berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan interpretasi dari hasil analisis data yang telah disajikan pada bab sebelumnya. Pembahasan dilakukan dengan melihat hubungan kausalitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk dapat mencapai tujuan organisasinya. Salah satunya adalah merancang strategi pemasaran yang efektif. Pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu 1. Baros (2007) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh atribut produk terhadap terbentuknya citra merek (Brand Image) di PT. Radio Kidung Indah Selaras

Lebih terperinci

JENIS BARANG YANG DIJUAL

JENIS BARANG YANG DIJUAL JENIS BARANG YANG DIJUAL Jenis Barang Yang Dijual Oleh Suciati S.Pd., M.Ds Prodi Pendidikan tata Busana JPKK FPTK UPI Barang yang dijual pada umumnya dapat dikategorikan sebagai : Jenis Barang Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya, dan bentuk-bentuk interaksi

BAB I PENDAHULUAN. melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya, dan bentuk-bentuk interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi ekonomi adalah perkembangan yang memiliki hubungan pada peningkatan berkaitan dan ketergantungan antar bangsa, antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model. sehingga muncul paradigma Stimulus Organism Response (S-O-R) dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Emotional States and Mehrabian-Russell Model Mehrabian dan Russell (1974) dalam Semuel (2005) menyatakan bahwa dampak dari situasi pada perilaku dapat dimediasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Suasana Toko Utami (2006:238) definisi suasana toko adalah sebagai berikut: Suasana toko adalah desain lingkungan melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Pemasaran Menurut Kotler dan Amstrong (2009:5) mengemukakan bahwa pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengomunikasikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu pasti akan memenuhi kebutuhan akan barang atau produk yang mereka perlukan sesuai dengan daftar belanjaan. Namun jika pembelian tersebut untuk berbelanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin maju dan mengalami perkembangan, ini ditunjukkan semakin banyaknya bermunculan perusahaan industri, baik industri

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang berkaitan dengan kemasan telah dilakukan oleh Manaf

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang berkaitan dengan kemasan telah dilakukan oleh Manaf BAB II URAIAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan kemasan telah dilakukan oleh Manaf (2005) dengan judul Pengaruh Kemasan terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen Extra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan memenangkan persaingan bisnis. Banyak bisnis didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. besar dan memenangkan persaingan bisnis. Banyak bisnis didirikan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin pesat membuat bisnis dalam indutri yang sama bersaing secara lebih kompetitif untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar dan memenangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Industri ritel merupakan industri yang memberikan kontribusi strategis terhadap perekonomian Indonesia. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Purba (2008), melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen Toserba Carrefour Plaza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas pasar produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan era globalisasi saat ini membawa kemajuan diberbagai bidang, salah satunya bidang perdagangan. Perdagangan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Marketing 2.1.1 Barang Konsumsi Barang Konsumsi (consumer goods) adalah produk yang ditujukan untuk pengguna akhir. Dasar klasifikasi barang konsumsi yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. henti-hentinya bagi perusahaan-perusahaan yang berperan di dalamnya. Banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. henti-hentinya bagi perusahaan-perusahaan yang berperan di dalamnya. Banyaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat saat ini, dapat dilihat bahwa sektor dunia usaha saat ini telah menjadi suatu arena persaingan yang sengit dan tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok 16 II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemasaran Pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran,

Lebih terperinci

PENGARUH SITUASI PEMBELIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA GIANT SUPERMARKET CILACAP

PENGARUH SITUASI PEMBELIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA GIANT SUPERMARKET CILACAP PENGARUH SITUASI PEMBELIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA GIANT SUPERMARKET CILACAP Wuri Agustanti Fakultas Ekonomi, Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Purworejo email: Wuri_agustanti@yahoo.com

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI PENGARUH PRICE DISCOUNT, BONUS PACK, DAN IN-STORE DISPLAY TERHADAP KEPUTUSAN IMPULSE BUYING PADA SUPERMARKET ROBINSON DI KOTA PADANG Oleh : DESRAYUDI 06 952

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendukung dalam konteks

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendukung dalam konteks Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendukung dalam konteks penelitian ini, meliputi perilaku konsumen, motivasi konsumen, loyalitas konsumen, produk, bauran pemasaran, merek

Lebih terperinci