KONSEP DIRI REMAJA YANG MELAKUKAN ABORSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP DIRI REMAJA YANG MELAKUKAN ABORSI"

Transkripsi

1 KONSEP DIRI REMAJA YANG MELAKUKAN ABORSI Oleh : Nia Malanda Abstrak Pada masa remaja, remaja mulai memperhatikan penampilan tubuhnya. Perubahan fisik yang terjadi begitu cepat pada masa remaja mempunyai dampak yang besar terhadap konsep dirinya, oleh karena itu remaja harus mengubah dan menyusun kembali konsep dirinya agar dapat mengimbangi perubahan-perubahan pada fisiknya. Terlebih lagi remaja yang hamil akan mendapatkan perubahan pada bentuk tubuhnya yang akan berpengaruh dengan konsep dirinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang menyebabkan remaja melakukan aborsi, konsep diri remaja yang melakukan aborsi, faktor yang menyebabkan konsep diri subjek dan faktor yang mempengaruhi konsep diri. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus, yang dilakukan untuk memberikan gambaran mendalam mengenai suatu kasus yang mempunyai karakteristik tertentu. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang subjek berusia 21 tahun. Penelitian ini menggunakan metode wawancara yakni wawancara dengan menggunakan pedoman umum, selain itu juga menggunakan observasi, yakni observasi partisipan, observasi non partisipan dan observasi sistematik. Hasil penelitian ini adalah bahwa penyebab aborsi yang dilakukan oleh subjek karena kehamilan subjek diluar nikah, subjek merasa malu dengan kehamilan tersebut, selain itu subjek tidak ingin membuat keluarga merasa malu dengan keadaan subjek. Selain itu subjek cenderung memiliki konsep diri positif, dalam hal ini terlihat subjek dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik terlihat memiliki persaamaan dengan SO dalam hal fisik, bersikap wajar ketika menerima pujian dari orang lain, tidak merasa malu mendapatkan pujian dan merasa senang ketika mendapat pujian. Subjek meminta maaf jika berbuat salah dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat dikritik, mendapatkan perhatian dari keuarga dan teman, tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain. Faktor yang menyebabkan konsep diri subjek adalah faktor eksternal yang mencakup komponen fisik, dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. Komponen moral etis, dalam hal ini pertanggungjawaban moral subjek terhadap lingkungan lebih dominan karena subjek tidak ingin membuat dirinya dan keluarga malu karena kehamilan subjek di luar nikah, sedangkan pertanggungjawaban subjek cenderung kurang dalam konteks agamanya, dikarenakan subjek adalah seorang muallaf. Komponen diri keluarga, subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami. Komponen diri sosial, dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan teman-temannya, subjek dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. Sedangkan konsep diri subjek dipengaruhi oleh faktor usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. Kata kunci : Konsep diri, remaja, aborsi

2 PENDAHULUAN Di negara-negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti Indonesia, banyak perempuan terpaksa mencari pelayanan aborsi tidak aman karena tidak tersedianya pelayanan aborsi aman atau biaya yang ditawarkan terlalu mahal. Pada remaja perempuan, kendala terbesar adalah rasa takut dan tidak tahu harus mencari konseling. Hal ini menyebabkan penundaan remaja mencari pertolongan pelayanan yang aman, dan seringkali terperangkap pada praktek aborsi tidak aman. Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya. Remaja yang sedang berkembang biasanya ingin mengetahui berbagai hal, untuk mengetahui keingintahuannya, para remaja mencari informasi tentang seks dari berbagai sumber. Minimnya pendidikan seks yang diketahui remaja, dapat mengakibatkan remaja mencoba-coba untuk melakukan hal-hal yang belum diketahui sebelumnya. Dimana aktivitas mereka seringkali merupakan aktivitas yang beresiko, misalnya aktivitas seksual dalam berpacaran yang dilakukan remaja dapat menyebabkan terjadinya hamil diluar nikah. Pada masa remaja, mereka mulai memperhatikan penampilan tubuhnya. Perubahan fisik yang terjadi begitu cepat pada masa remaja mempunyai dampak yang besar terhadap konsep dirinya, oleh karena itu remaja harus mengubah dan menyusun kembali konsep dirinya agar dapat mengimbangi perubahan-perubahan pada fisiknya. Terlebih lagi remaja yang hamil akan mendapatkan perubahan pada bentuk tubuhnya yang akan berpengaruh dengan konsep dirinya. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menjelaskan hal-hal yang menyebabkan subjek melakukan aborsi. 2. Untuk mengetahui konsep diri subjek yang melakukan aborsi. 3. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan konsep diri. 4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi konsep diri subjek yang melakukan aborsi. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Diri Konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya meliputi karakteristik fisik, psikologik, sosial, emosi, aspirasi dan prestasi dirinya yang diperoleh melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain dimasa lalu dan pada saat sekarang ini sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu mengenai bagaimana orang lain bereaksi terhadap dirinya. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut Hurlock (1991) banyak faktor dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri. Beberapa diantaranya sama dengan faktor pada masa kanak-kanak tetapi banyak yang merupakan akibat dari perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama masa remaja, diantaranya sebagai berikut : a. Usia Kematangan Remaja yang matang lebih awal, diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik, sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. b. Penampilan Diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada, menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik membuat sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang

3 menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. c. Kepatutan Seks Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar dan hal ini memberikan akibat buruk pada perilakunya. d. Nama dan Julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya baik atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh. e. Hubungan Keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga, akan mengidentifikasikan dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. f. Teman-teman Sebaya Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. g. Kreativitas Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas. h. Cita-cita Bila teman mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya, lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ia akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar untuk memberikan konsep diri yang lebih baik. Dimensi-Dimensi Konsep Diri Menurut Fitts (1971) individu akan mengevaluasi / menilai dan menggambarkan bagian-bagian diri yang digolongkan dalam dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Masing-masing dimensi ini memiliki komponen yang spesifik, yang merupakan detil dari bagian-bagian diri. Adapun kedua dimensi tersebut, yaitu : a. Dimensi Internal Dimensi Internal terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu komponen identitas diri, komponen perilaku dan komponen penilaian. 1). Komponen Identitas Diri ( Identity Self) Komponen ini merupakan konsep paling dasar dari konsep diri yang merupakan jawaban-jawaban atas pertanyaan dasar siapakah saya?. Dalam komponen ini terkumpul segala macam label, simbol dan julukan yang berkenaan dengan karakteristik seseorang. Identitas berkembang sejalan dengan meluasnya kegiatan sosial seseorang. Identitas bersumber pada perilaku karena merupakan hasil penilaian terhadap dirinya, yang selanjutnya hasil penilaian akan mewarnai perilaku yang ditampilkan. Misalnya, tubuh saya sehat. 2). Komponen Perilaku ( Behavioral Self) Komponen ini timbul berdasarkan umpan balik, baik yang bersifat internal maupun eksternal, terhadap tingkah laku yang ditampilkan. Umpan balik atau respon yang diterima oleh individu atas tingkah

4 lakunya, akan mempengaruhi kelanjutan dari tingkah laku tersebut, apakah tingkah laku tersebut akan bertahan atau hilang. Bila umpan balik bersifat positif, maka tingkah laku akan dipertahankan dan sebaliknya, bila umpan balik bersifat negatif maka tingkah laku akan dihilangkan. Tingkah laku yang dipertahankan, akan mempengaruhi pembentukkan konsep diri. Misalnya, saya merawat tubuh saya sebaik mungkin. 3). Komponen Penilaian (Judging Self) Komponen ini berfungsi utama sebagai penilai, disamping sebagai pengamat, pengatur standar, pembanding serta penengah antara komponen identitas dan komponen perilaku. Komponen ini juga akan mengevaluasi persepsi individu terhadap perilaku dan identitas yang dimiliki. Komponen ini pula yang akan memberi pengaruh paling besar terhadap aspek harga diri. Misalnya, saya suka wajah saya sebagaimana adanya. b. Dimensi Eksternal Dimensi Eksternal terdiri dari lima komponen, yaitu komponen fisik, komponen moral etis, komponen diri personal, komponen diri keluarga, komponen diri sosial. 1). Komponen Fisik (Physical Self) Komponen ini mencakup bagaimana individu mempersepsikan keberadaan dirinya baik secara fisik, kesehatan maupun seksualitas, misalnya bentuk dan proporsi tubuh. Contoh, saya rapih sepanjang waktu. 2). Komponen Moral Etis ( Moral- Ethical Self) Komponen ini merupakan komponen yang menunjukkan persepsi individu mengenai kerangka acuan moral etika, nilainilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaan-perasaan sebagai orang baik/buruk dan rasa puas terhadap kehidupan. Misalnya, saya orang yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama. 3). Komponen Diri Pribadi ( Personal Self) Perasaan individu terhadap nilai pribadi, perasaan adekuat sebagai pribadi dan penilaian individu terhadap kepribadiannya sendiri terlepas dari penilaian fisik atau hubungannya dengan orang lain. Misalnya, saya orang yang selalu gembira. 4). Komponen Diri Keluarga ( Family Self) Perasaan individu dalam kaitannya dengan anggota keluarga, teman sepermainannya serta sejauhmana dirinya merasa adekuat sebagai anggota keluarga dan teman terdekatnya tersebut. Misalnya, jika saya menghadapi masalah, keluarga saya siap membantu. 5). Komponen Diri Sosial (Social Self) Komponen ini berisi perasaan dan penilaian diri sendiri dalam interaksinya dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas. Misalnya, saya suka berteman. Macam macam Konsep Diri Calhoun dan Acocella (1990) mengklasifikasikan konsep diri menjadi konsep diri negatif dan konsep diri positif. a. Konsep Diri Negatif Seseorang individu yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan lima hal, yaitu: 1). Peka terhadap kritik Individu yang memiliki konsep diri yang negatif sangat tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah. Bagi individu ini koreksi atau kritik seringkali dipersepsikan sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. 2). Responsif terhadap pujian Meskipun bersikap pura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat

5 menyembunyikan antusiasmenya saat menerima pujian. 3). Hiperkritis terhadap orang lain Bersamaan dengan kesenangan terhadap pujian individu dengan konsep diri negatif bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Mereka selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan atas kelebihan orang lain 4). Memiliki kecendrungan merasa tidak disenangi orang lain Individu yang konsep dirinya negatif merasa dirinya tidak diperhatikan. Ia bereaksi bahwa orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan persahabatan. 5). Bersikap pesimis terhadap kompetisi Hal ini terungakap dalam keengganannya dalam bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. b. Konsep Diri Positif Tanda-tanda orang yang mempunyai konsep diri positif adalah: 1). Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 2). Merasa setara dengan orang lain 3). Menerima pujian tanpa rasa malu 4). Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat 5). Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian yang tidak di senanginya dan berusaha mengubahnya. Aborsi aborsi adalah tindakan penghentian atau pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar rahim yang terjadi pada usia 28 minggu yang dilakukan melalui pertolongan orang lain seperti dokter, dukun bayi, dukun pijat maupun dilakukan sendiri dengan cara meminum obat-obatan atau ramuan tradisional. Faktor Faktor Penyebab Aborsi Faktor penyebab aborsi buatan menurut Tirthahusada (1993) antara lain yaitu : 1). Alasan medis atau alasan kedokteran. Disini keputusan diambil karena kesehatan ibu atau ancaman nyawa ibu yang sedang menderita suatu penyakit. 2). Alasan non medis Biasanya alasan sosial, ekonomi seperti kehamilan sebelum atau diluar nikah, sudah terlalu banyak anak, kesulitan dalam hal biaya hidup dan lainnya. Remaja Remaja adalah usia dimana terjadi masa transisi atau peralihan dari anak-anak menuju dewasa, usia yang diperkirakan 12 sampai 21 tahun untuk anak gadis dan antara 13 sampai 22 tahun bagi anak laki-laki. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock,1980) meliputi : a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. f. Mempersiapkan karier ekonomi. g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis.

6 Konsep Diri Remaja Yang Melakukan Aborsi Remaja yang hamil di luar nikah melakukan aborsi dikarenakan oleh perasaan malu akibat kehamilan yang terjadi sebelum menikah yang dapat menimbulkan aib bagi keluarga (Purwadianto, 1982). Selain itu remaja yang hamil di luar nikah menghindari kritikan yang akan diberikan oleh orang lain terhadap dirinya, memiliki kecenderungan merasa tidak disenangi sehingga tidak dapat menciptakan kehangatan persahabatan, bersikap pesimis dengan keadaan dirinya jika melanjutkan kehamilan, mengeluh dengan keadaan dirinya dan takut jika dirinya tidak menerima pujian dari orang lain. Dengan alasan tersebut, dapat dikatakan remaja yang hamil di luar nikah dan melakukan aborsi cenderung memiliki konsep diri negatif, sesuai dengan teori konsep diri negatif yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990). METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus karena peneliti ingin mengetahui pemahaman yang mendalam dan spesifik berkaitan dengan konsep diri remaja yang melakukan aborsi, yaitu ingin mengetahui konsep diri subjek yang melakukan aborsi, faktor yang menyebabkan konsep diri dan faktor yang mempengaruhi konsep diri subjek yang melakukan aborsi. Untuk itu diperlukan penelitian yang mendalam atau spesifik karena mungkin hal ini hanya dialami oleh subjek yang diteliti saja dan tidak berlaku bagi subjek yang lain. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang subjek berusia 21 tahun. Dalam penelitian ini digunakan tipe wawancara dengan menggunakan pedoman umum. Hal ini akan memungkinkan peneliti untuk memiliki panduan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan hal yang diteliti, namun pada saat yang bersamaan tetap fleksibel, tergantung pada perkembangan dan situasi dalam wawancara. Dalam penelitian ini jenis observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan, observasi non partisipan dan observasi sistematik. Pada observasi partisipan, peneliti memberikan stimulus terhadap subjek, pada observasi non partisipan peneliti hanya mengamati perilaku apa yang dilakukan subjek. Sedangkan pada observasi sistematik, dimana ada kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorinya. HASIL DAN ANALISIS 1. Penyebab Subjek Melakukan Aborsi Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, subjek melakukan aborsi karena alasan non medis yaitu penyebab sosial, hamil diluar nikah. Subjek melakukan hal tersebut karena takut akan cemoohan orang sekitar subjek dan subjek tidak ingin membuat keluarga menjadi malu karena subjek hamil diluar nikah. Sesuai dengan yang di kemukakan oleh Tirthahusada (1993). Selain itu, Purwadianto (198 2) mengemukakan bahwa apabila ditinjau dari segi si ibu sebagai pelaku langsung aborsi, alasan umum dilakukannya aborsi adalah kondisi kehamilan (dirinya) yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy). Salah satu penyebab dilakukannya aborsi adalah penyebab sosial. Penyebab sosial yang utama adalah karena rasa malu pada perempuan tersebut maupun keluarganya. Ia malu akibat hamil tanpa suami yang secara sosial tidak membanggakan. Contohnya perempuan yang hamil akibat perselingkuhan maupun pergaulan bebas, ibu rumah tangga yang hamil karena kebobolan program Keluarga Berencana (KB), serta alasan lainnya. Keadan kehamilan tersebut pada pokoknya menimbulkan aib bagi keluarga. Demikian kerasnya tekanan masyarakat yang merasa

7 kehormatan dan nama baik keluarganya terusik mereka merupakan pro life (anti aborsi secara normatif). Namun bila yang terkena adalah keluarganya justru berubah pendapat menjadi pro abortus. Pada sisi lain alasan sosial ini dapat digolongkan ke dalam alasan kesehatan karena batas kesehatan dari WHO, mencakup pula kondisi kesejahteraan sosial. 2. Konsep Diri Subjek yang Melakukan Aborsi Calhoun dan Acocella (1990) mengklasifikasikan konsep diri menjadi konsep diri negatif dan konsep diri positif. a. Konsep Diri Negatif Seseorang individu yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan lima hal, yaitu: 1). Peka terhadap kritik Individu yang memiliki konsep diri yang negatif sangat tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah. Bagi individu ini koreksi atau kritik seringkali dipersepsikan sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Berdasarkan observasi, subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat SO dan pacar subjek memberikan kritik. 2). Responsif terhadap pujian Meskipun bersikap purapura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya saat menerima pujian. Dalam hal ini subjek bersikap wajar ketika observer memuji dirinya dan mengucapkan terima kasih, dan subjek tidak merasa malu mendapatkan pujian. 3). Hiperkritis terhadap orang lain Bersamaan dengan kesenangan terhadap pujian individu dengan konsep diri negatif bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Mereka selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan atas kelebihan orang lain. Berdasarkan observasi, subjek memperhatikan SO dan pacar subjek secara wajar, akan tetapi subjek terlihat mencela warna baju SO pada saat SO mencoba baju yang baru saja dibeli. 4). Memiliki kecendrungan merasa tidak disenangi orang lain Individu yang konsep dirinya negatif merasa dirinya tidak diperhatikan. Ia bereaksi bahwa orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan persahabatan. Berdasarkan observasi, subjek mendapatkan perhatian dari keuarga dan teman subjek, terlihat pada saat subjek menerima telepon dari ibu subjek yang menanyakan kabar subjek, SO dsan pacar subjek yang menanyakan tentang keadaan subjek. Pada saat observasi dilakukan tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain, terlihat pada saat subjek diajak berbincang-bincang oleh ibu Kost dan pembantu SO, selain itu subjek terlihat sedang diajari bermain gitar oleh adik pacar subjek. 5). Bersikap pesimis terhadap kompetisi Hal ini terungakap dalam keengganannya dalam bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Dalam hal ini, subjek terlihat tidak ingin bersaing dengan SO pada saat

8 subjek dan SO sedang membicarakan tentang siapa yang lebih menarik dan subjek terlihat menyerah pada saat diajarkan bermain gitar oleh adik pacar subjek. b. Konsep Diri Positif Tanda-tanda orang yang mempunyai konsep diri positif adalah: 1). Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah. Berdasarkan observasi, subjek dapat menyelesaikan masalah yang terjadi pada saat pacar subjek pulang dari luar kota, selain itu subjek membutuhkan bantuan orang lain untuk mengatasi masalah, terlihat pada saat subjek meminta saran dengan SO tentang masalah subjek dengan pacar subjek. 2). Merasa setara dengan orang lain. Dalam hal ini, subjek tidak mempunyai perbedaan dengan orang lain secara fisik, akan tetapi subjek meremehkan orang lain dengan mencela SO. 3). Menerima pujian tanpa rasa malu. Berdasarkan hasil observasi, subjek merasa senang menerima pujian tanpa rasa malu, dan terlihat senang menerima pujian dari orang lain, karena subjek sering menerima pujian dari orang lain mengenai kecantikan subjek. 4). Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. Berdasarkan hasil observasi, subjek tidak dapat menerima perlakuan kasar dari orang lain, terlihat pada saat subjek membalas makian yang dilontarkan oleh pacar subjek akan tetapi tidak terlihat subjek memiliki dendam dengan orang lain dan ingin mengahancurkan orang lain. 5). Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak di senanginya dan berusaha mengubahnya. Dalam hal ini, subjek terlihat meminta maaf kepada pacarnya karena telah membuat pacar subjek marah dan dapat memperbaiki kesalahan dengan cara menyiapkan makan untuk pacar subjek. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa subjek cenderung memiliki konsep diri positif. Hal tersebut terlihat dari beberapa klasifikasi konsep diri positif yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990) bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, terlihat subjek dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik. Subjek merasa setara dengan orang lain, dalam hal ini subjek terlihat memiliki persaamaan dengan SO dalam hal fisik. Menerima pujian tanpa rasa malu, dalam hal ini subjek bersikap wajar ketika menerima pujian dari orang lain, tidak merasa malu mendapatkan pujian dan merasa senang ketika mendapat pujian. Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak di senanginya dan berusaha mengubahnya terlihat subjek meminta maaf jika berbuat salah dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat SO dan pacar subjek memberikan kritik. Subjek mendapatkan perhatian dari keuarga dan teman subjek, terlihat pada saat subjek menerima telepon dari ibu subjek yang menanyakan kabar subjek, SO dan pacar subjek yang menanyakan tentang keadaan subjek. Pada saat observasi dilakukan tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain, terlihat

9 pada saat subjek diajak berbincangbincang oleh ibu Kost dan pembantu SO, selain itu subjek terlihat sedang diajari bermain gitar oleh adik pacar subjek. 3. Faktor Penyebab Konsep Diri Subjek yang Melakukan Aborsi Menurut Fitts (1971) konsep diri yang dimiliki individu akan mengevaluasi/menilai dan menggambarkan bagian-bagian diri yang digolongkan dalam dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Masingmasing dimensi ini memiliki komponen yang spesifik, yang merupakan detil dari bagian-bagian diri. Adapun kedua dimensi tersebut, yaitu : a. Dimensi Internal Dimensi internal terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu komponen identitas diri, komponen perilaku dan komponen penilaian. 1). Komponen Identitas Diri (Identity Self) Komponen ini merupakan konsep paling dasar dari konsep diri yang merupakan jawabanjawaban atas pertanyaan dasar siapakah saya?. Dalam komponen ini terkumpul segala macam label, simbol dan julukan yang berkenaan dengan karakteristik seseorang. Identitas berkembang sejalan dengan meluasnya kegiatan sosial seseorang. Identitas bersumber pada perilaku karena merupakan hasil penilaian terhadap dirinya, yang selanjutnya hasil penilaian akan mewarnai perilaku yang ditampilkan. Dalam hal ini, subjek memandang dirinya secara positif walaupun subjek termasuk orang yang keras, sedangkan setelah subjek melakukan aborsi, subjek cenderung lebih sensitif, perasa dan mudah terpancing emosi. Subjek adalah pendengar yang baik dan dapat bersikap baik terhadap semua orang. 2). Komponen Perilaku ( Behavioral Self) Komponen ini timbul berdasarkan umpan balik, baik yang bersifat internal maupun eksternal, terhadap tingkah laku yang ditampilkan. Umpan balik atau respon yang diterima oleh individu atas tingkah lakunya, akan mempengaruhi kelanjutan dari tingkah laku tersebut, apakah tingkah laku tersebut akan bertahan atau hilang. Bila umpan balik bersifat positif, maka tingkah laku akan dipertahankan dan sebaliknya, bila umpan balik bersifat negatif maka tingkah laku akan dihilangkan. Tingkah laku yang dipertahankan, akan mempengaruhi pembentukkan konsep diri. Dalam hal ini, teman-teman subjek sangat kaget tentang keputusan subjek melakukan aborsi, teman-teman subjek memberikan masukan kepada subjek akan tetapi subjek lah yang mengambil keputusan, subjek dapat menjelaskan tentang keputusannya melakukan aborsi dan subjek bersikap secara wajar terhadap teman-teman subjek dan subjek tetap mempertahankan perilaku subjek walaupun teman-teman subjek memberikan masukan terhadap subjek. 3). Komponen Penilaian ( Judging Self) Komponen ini berfungsi utama sebagai penilai, disamping sebagai pengamat, pengatur standar, pembanding serta penengah antara komponen identitas dan komponen perilaku. Komponen ini juga akan mengevaluasi persepsi individu terhadap

10 perilaku dan identitas yang dimiliki. Komponen ini pula yang akan memberi pengaruh paling besar terhadap aspek harga diri. Dalam hal ini subjek menyesali perbuatannya melakukan aborsi dan telah melakukan hubungan seks diluar nikah selain itu subjek menilai dirinya sebagai orang yang sensitif, lebih mudah emosi, terlalu perasa dan subjek kurang mempercayai laki-laki sedangkan menurut SO, subjek merasa tidak berarti akan tetapi kepercayaan diri subjek mulai pulih. b. Dimensi Eksternal Dimensi Eksternal terdiri dari lima komponen, yaitu komponen fisik, komponen moral etis, komponen diri personal, komponen diri keluarga, komponen diri sosial. 1). Komponen Fisik (Physical Self) Komponen ini mencakup bagaimana individu mempersepsikan keberadaan dirinya baik secara fisik, kesehatan maupun seksualitas, misalnya bentuk dan proporsi tubuh. Dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. 2). Komponen Moral Etis ( Moral- Ethical Self) Komponen ini merupakan komponen yang menunjukkan persepsi individu mengenai kerangka acuan moral etika, nilai-nilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaanperasaan sebagai orang baik/buruk dan rasa puas terhadap kehidupan. Berdasarkan hasil wawancara, pertanggungjawaban moral subjek terhadap lingkungan lebih dominan karena subjek tidak ingin membuat dirinya dan keluarga malu karena kehamilan subjek di luar nikah, sedangkan pertanggungjawaban subjek cenderung kurang dalam konteks agamanya, dikarenakan subjek adalah seorang muallaf. 3). Komponen Diri Pribadi (Personal Self) Perasaan individu terhadap nilai pribadi, perasaan adekuat sebagai pribadi dan penilaian individu terhadap kepribadiannya sendiri terlepas dari penilaian fisik atau hubungannya dengan orang lain. Dalam hal ini subjek Subjek menilai dirinya sebagai orang yang terlalu perasa, cengeng, sensitif dan galak, subjek merasa lebih mudah emosi dan berkurangnya kepercayaan subjek terhadap laki-laki. 4). Komponen Diri Keluarga (Family Self) Perasaan individu dalam kaitannya dengan anggota keluarga, teman sepermainannya serta sejauhmana dirinya merasa adekuat sebagai anggota keluarga dan teman terdekatnya tersebut. Dalam hal ini Subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami, selain itu teman-teman subjek bersikap baik terhadap subjek, hanya saja teman-teman subjek merasa kasihan terhadap subjek atas perlakuan kasar yang dilakukan oleh pacar subjek. 5). Komponen Diri Sosial ( Social Self) Komponen ini berisi perasaan dan penilaian diri

11 sendiri dalam interaksinya dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas. Dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan teman-teman subjek, dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa subjek lebih dipengaruhi oleh dimensi eksternal yang mencakup komponen fisik, dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. Komponen moral etis, dalam hal ini subjek adalah seorang muallaf, setelah subjek menjadi muallaf, subjek rajin menjalankan agamanya yang baru, akan tetapi belakangan subjek menjadi malas menjalankan agama barunya dan tidak ada perubahan ke arah yang positif. Komponen diri keluarga, subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami. Komponen diri sosial, dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan temantemannya, subjek dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. 4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Subjek yang Melakukan Aborsi Menurut Hurlock (1991) banyak faktor dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri. Beberapa diantaranya sama dengan faktor pada masa kanak-kanak tetapi banyak yang merupakan akibat dari perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama masa remaja, diantaranya sebagai berikut : a. Usia Kematangan Remaja yang matang lebih awal, diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik, sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Dalam hal ini dapat dilihat dari cara subjek menyelesaikan masalah yang dihadapi. b. Penampilan Diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada, menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik membuat sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. Dalam hal ini subjek memandang dirinya secara positif karena merasa diberi kesempurnaan secara fisik, sehingga menjadikan subjek lebih percaya diri dalam hal penampilan. c. Kepatutan Seks Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks

12 membuat remaja sadar dan hal ini memberikan akibat buruk pada perilakunya. Dalam hal ini subjek pernah merasa dirinya tidak berarti, tetapi subjek berusaha memperbaiki kesalahan yang pernah subjek lakukan. d. Nama dan Julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya baik atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh. Dalam hal ini subjek memiliki dua nama julukan yakni bombay dan Ny. Menir akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi subjek memandang dirinya. e. Hubungan Keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga, akan mengidentifikasikan dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. Dalam hal ini subjek pernah merasa malu karena ayah subjek meninggalkan keluarga subjek akan tetapi hubungan subjek dengan ibu dan adiknya menjadi semakin dekat sehingga subjek menjadi lebih kuat mengahadapi semua masalah yang ada. f. Teman-teman Sebaya Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciriciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. Dalam hal ini subjek merasa teman-teman subjek baik dan suka dengan subjek sehingga subjek memandang dirinya positif karena disukai orang, walaupun teman-teman tersebut tidak dapat mempengaruhi subjek untuk mengambil keputusan. g. Kreativitas Remaja yang semasa kanakkanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanakkanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas. Dalam hal ini subjek merasa bangga dengan apa yang telah diraih, subjek dapat membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dirinya tidak kalah dengan orang lain. h. Cita-cita Bila teman mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya, lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ia akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar untuk memberikan konsep diri yang lebih baik. Dalam hal ini subjek merasa cita-citanya sebagai insinyur dan artis menjadikannya merasa lebih positif memandang dirinya. Berdasarkan hasil wawancara, faktor yang mempengaruhi konsep diri subjek adalah usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita sedang kan nama dan julukan tidak mempengaruhi subjek memandang dirinya. Sesuai yang dikemukakan oleh Hurlock (1991) bahwa konsep diri dipengaruhi oleh faktor usia kematangan, penampilan diri, kepatutan

13 seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. KESIMPULAN 1. Penyebab aborsi yang dilakukan oleh subjek karena kehamilan subjek di luar nikah, subjek merasa malu dengan kehamilan tersebut, selain itu subjek tidak ingin membuat keluarga merasa malu dengan keadaan subjek. 2. Subjek dapat dikatakan cenderung memiliki konsep diri positif, dalam hal ini subjek dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik. Subjek merasa setara dengan orang lain, dalam hal ini subjek terlihat memiliki persaamaan dengan SO dalam hal fisik. Subjek bersikap wajar ketika menerima pujian dari orang lain, tidak merasa malu mendapatkan pujian dan merasa senang ketika mendapat pujian, meminta maaf jika berbuat salah dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat di kritik. Subjek mendapatkan perhatian dari keluarga dan teman subjek. Pada saat observasi dilakukan tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain. 3. Faktor yang menyebabkan konsep diri subjek adalah faktor eksternal yang mencakup komponen fisik, dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. Komponen moral etis, dalam hal ini subjek adalah seorang muallaf, setelah subjek menjadi muallaf, subjek rajin menjalankan agamanya yang baru, akan tetapi belakangan subjek menjadi malas menjalankan agama barunya dan tidak ada perubahan ke arah yang positif. Komponen diri keluarga, subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami. Komponen diri sosial, dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan temantemannya, subjek dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. 4. Konsep diri subjek dipengaruhi oleh usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. SARAN 1. Subjek disarankan untuk lebih mempercayai laki-laki, dan lebih menjaga perilaku dalam berpacaran supaya tidak terjadi kehamilan untuk kedua kalinya dan untuk mencegah terjadinya aborsi yang akan membahayakan subjek. 2. Bagi lingkungan atau masyarakat umum, terutama bagi para remaja yang menjalin hubungan dekat dengan lawan jenis untuk tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, karena akan mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan bagi para orang tua dan pendidik di sarankan untuk memberikan informasi tentang pendidikan seks dan memberikan pendidikan agama secara benar kepada para remaja. 3. Bagi penelitian selanjutnya yang berada dalam lingkup konsep diri, aborsi dan remaja, disarankan agar lebih memperdalam teori yang dipergunakan dan dapat membandingkan antara satu remaja dengan remaja yang lain. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat perbandingan konsep diri antara remaja yang satu dengan remaja lainnya, yang

14 akan lebih baik apabila kedua remaja tersebut salah satunya memiliki konsep diri yang negatif. Perbandingan tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai konsep diri negatif dan peneliti yang melakukan penelitian tersebut dapat memberikan solusi yang baik bagi remaja yang melakukan aborsi. DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2004). Resiko Aborsi. Anonim. (2006). KB & Aborsi. Kependudukan%20- %20KB%20&%20Aborsi.pdf Anshor, M.U. (2004). Apa kata nyai dan kyai tentang aborsi. Jakarta: Mitra Inti Foundation. Badudu, J.S. & Zain, S.M. (1996). Kamus umum bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Biro Pusat Statistik. (1988). Sensus penduduk Indonesia. Jakarta: BPS Bracken, B.A. (1996). Handbook of selfconcept: Development, social & clinical consideration. New York: John Willey & Sons, Inc. Burns, R.B. (1993). Konsep diri: Teori, pengukuran, perkembangan & perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta: Arcan. Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1990). Psikologi tentang penyesuaian & hubungan kemanusiaan. Jakarta : Arcan. Chaplin, J.P. (2001). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Clowes, B. (1997). The facts of life: An authoritative guide to life and family issues. Virginia : Human Life International Coopersmith, S. (1974). The antecedents of self-esteem. San Fransisco: Freeman Cunningham, D.M. & Gant. (1995). Obstetri williams. Edisi 18. USA Kedokteran Egc. Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Ciawi: Ghalia Indonesia Derlega, V.J. & Janda, L.H. (1981). Personal adjusment: The psychology of everyday living. Illinois: Scott, Foresman & Co. Dewi. (1997). Aborsi di Indonesia. n/2002/ utama03.htm Ekotama, S. (2000). Abortus provocatus bagi korban perkosaan perspektif vittimologi, kriminolog & hukum pidana. Yogyakarta: PT. Universitas Atmajaya. Felker, D. (1974). Helping children to like themself. Minnesota: Burges Publ. Co. Fitts, H.W. (1971). The self-concept & behavior: Overview & suplement. Monograph VII. USA: Dede Wallance. Herdayati. (1998). Aborsi di Indonesia. n/ 2002/utama03.htm Hurlock, E.B. (1974). Personality development. New York: McGraw Hill Publishing Company. Hurlock, E.B. (1979). Personality development. New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing.

15 Hurlock, E.B. (1980). Development psychology: A life span approach. 5 th edition. New Delhi: McGraw Hill Publishing Company. Hurlock, E.B. (1991). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi V. Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Hurlock, E.B. (1993). Psikologi perkembangan: Psikologi perkembangan anak. Jilid 2. Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Hadi, S. (1998). Abortus dan dampaknya. Surabaya : Fakultas Kedokteran UNAIR Marshall, C. & Rossman. (1995). Designing qualitative research. London: Sage Publications. Moleong, L.J. (2004). Metodologi penelitian. Bandung: Remaja Rosda Karya. Monks, F.J., Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R. (2002). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Narbuko, C. & Achmadi, A. (2004). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Depok: Fakultas Psikologi UI. manusia. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi UI. Pudjijogyanti, C.R. (1988). Konsep diri dalam pendidikan. Jakarta: Arcan. Pudjijogyanti, C.R. (1995). Konsep diri dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian UNIKA Atmajaya. Purwadianto, A. (1982). Aborsi sebagai tindakan okupasional & penyelesaiannya dari segi medis. Jakarta: PT. Fakultas Kedokteran UI. Reardon, D. C. (1994). Psychological reactions reported after abortion. Springfield: Elliot Institute. Santrock, J.W. (1998). Adolescence. Edisi Ke 7. Boston: McGraw-Hill. Soejono, S. (1985). Kamus sosiologi. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Staf Umum Pembinaan Masyarakat POLRI. (1983). Kenakalan remaja. Jakarta: Markas Besar Kepolisian Negara RI. Tirthahusada, K. (1993). Suatu tinjauan medis, psikologis dan moral. Surabaya: PT. Universitas Airlangga. Kartini, Aborsi dan Remaja, No: 2163, April 2006 Kompas, Aborsi di Indonesia, 19 Maret 2000 Papalia, W.E., Olds, S.W. & Feldman, R.D. (1998). Human development. Edisi ke 7. Boston: McGraw-Hill. Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Depok: Fakultas Psikologi UI. Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku

16

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

2 tahun 2002 kemarin sedikitnya terdapat 277 kasus perkosaan dan serangan seksual pada anak perempuan oleh anggota keluarga, 312 kasus perkosaan oleh

2 tahun 2002 kemarin sedikitnya terdapat 277 kasus perkosaan dan serangan seksual pada anak perempuan oleh anggota keluarga, 312 kasus perkosaan oleh 1 Konsep Diri Remaja Korban Perkosaan Prof. Dr. E. S. Margiantari, SE., MM. (Rektor Universitas Gunadarma) Dr. A. M. Heru Basuki, Msi. (Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma) Hikmah Widyana Intan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya PERANAN INTENSITAS MENULIS DI BUKU HARIAN TERHADAP KONSEP DIRI POSITIF PADA REMAJA Erny Novitasari ABSTRAKSI Universitas Gunadarma Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri, dimana remaja berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang bejudul Konsep Diri Pada Penderita Tumor Jinak

BAB V PENUTUP. Penelitian yang bejudul Konsep Diri Pada Penderita Tumor Jinak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian yang bejudul Konsep Diri Pada Penderita Tumor Jinak Payudara Perempuan Dewasa Awal ini telah menjawab pertanyaan dari rumusan masalahnya. Dimana rumusan masalahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010

ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010 KONSEP DIRI DAN KEMANDIRIAN REMAJA PengertianKonsepDiri Konsep diri adalah gambaran

Lebih terperinci

SILABI PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SILABI PSIKOLOGI PENDIDIKAN SILABI PSIKOLOGI PENDIDIKAN Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan 1. Orientasi Perkuliahan Pembahasan tujuan, deskripsi, dan silabi mata kuliah Psikologi 2. Konsep Dasar Psikologi Pendidikan a. Konsep psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

Studi Komparatif Mengenai Konsep Diri Anggota Senior dan Anggota Junior pada Komunitas Cosplay di Kota Bandung

Studi Komparatif Mengenai Konsep Diri Anggota Senior dan Anggota Junior pada Komunitas Cosplay di Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Komparatif Mengenai Konsep Diri Anggota Senior dan Anggota Junior pada Komunitas Cosplay di Kota Bandung 1 Gilang Aditya Pratama, 2 Agus Sofyandi Kahfi 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota metropolitan seperti Surabaya dengan segala rutinitasnya, mulai dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian menghimpit dan membuat perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI A. Konsep diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan hasil sekali jadi yang terbentuk dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Atmasasmita, R Bunga Rampai Kriminologi. Jakarta: CV. Rajawali.

DAFTAR PUSTAKA. Ahmadi, A Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Atmasasmita, R Bunga Rampai Kriminologi. Jakarta: CV. Rajawali. DAFTAR PUSTAKA Afrida, R.H. 1995. Identifikasi Faktor Penyebab Delinkuensi Pada Remaja dilembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan Thun 1995. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Medan. Universitas Medan

Lebih terperinci

BABV PENUTUP. dunia psikologi dan jelas terlihat dalam penelitian ini, bahwa perempuan yang

BABV PENUTUP. dunia psikologi dan jelas terlihat dalam penelitian ini, bahwa perempuan yang BABV PENUTUP BABV PENUTUP 5.1. Bahasan Kondisi depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ada di dalam dunia psikologi dan jelas terlihat dalam penelitian ini, bahwa perempuan yang melakukan aborsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Bagi wanita rahim merupakan organ reproduksi yang sangat penting, apalagi pada wanita yang akan menikah dan yang sudah menikah sekalipun.

PENDAHULUAN Bagi wanita rahim merupakan organ reproduksi yang sangat penting, apalagi pada wanita yang akan menikah dan yang sudah menikah sekalipun. KONSEP DIRI WANITA DEWASA MADYA YANG MENGALAMI HISTEREKTOMI (PENGANGKATAN RAHIM) MEILI FOTRI HASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAK Salah satu organ reproduksi wanita yang paling penting

Lebih terperinci

KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN BEDA USIA (Studi Pada Istri Yang Berusia Lebih Tua Daripada Usia Suami) SKRIPSI

KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN BEDA USIA (Studi Pada Istri Yang Berusia Lebih Tua Daripada Usia Suami) SKRIPSI KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN BEDA USIA (Studi Pada Istri Yang Berusia Lebih Tua Daripada Usia Suami) SKRIPSI Oleh : KARTIKA DEWI ANJANI 05810121 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEWASA AWAL Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Sosial Pada Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BABV PENUTUP. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang

BABV PENUTUP. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang BABV PENUTUp.- BABV PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi remaja terhadap efektivitas komunikasi dengan orangtua dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak

Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak Membangun Konsep Diri Positif Pada Anak Sri Redjeki FIP IKIP Veteran Semarang Email : basiroh_1428@yahoo.co.id ABSTRAK Setiap manusia sebagai organisme memiliki dorongan untuk berkembang sampai mencapai

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Banyak orang mengatakan masa-masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan pembahasan mengenai masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup setiap orang, yang berguna

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup setiap orang, yang berguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman modern seperti saat ini, banyak terjadi perubahan dalam segala bidang, baik itu bidang teknologi, ekonomi, sosial maupun pendidikan. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia) (edisi ke 10 Buku 2). Jakarta: Salemba.

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia) (edisi ke 10 Buku 2). Jakarta: Salemba. DAFTAR PUSTAKA Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dewi, K. C. (2011). Proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap BAB I PENDAHULUIAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat khususnya dikalangan remaja cenderung meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap penyalahgunaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika. Serikat: Brook/Cole Publishing Company.

DAFTAR PUSTAKA. Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika. Serikat: Brook/Cole Publishing Company. DAFTAR PUSTAKA Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika Serikat: Brook/Cole Publishing Company. Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perjalanan hidup manusia pasti akan mengalami suatu masa yang disebut dengan masa remaja. Masa remaja merupakan suatu masa dimana individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya mengalami beberapa fase perkembangan. Setiap fase perkembangan tentu saja berbeda pengalaman dan dituntut adanya perubahan perilaku

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH

PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH Disusun Oleh Nama : Auliya Karimah NPM : 10507030 Pembimbing : Wahyu Rahardjo, S.Psi., M.si Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial terhadap siswa berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa dewasa awal, kondisi fisik mencapai puncak bekisar antara usia 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari 30 tahun.

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17- Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-21 yaitu dimana remaja tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai calon generasi penerus mempunyai jiwa yang bergejolak, semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi dan dapat memanfatkan masa remajanya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari hasil survey BKKBN tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan bahwa individu berperilaku dipengaruhi ekspektasi mengenai dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN Diana Dewi Wahyuningsih Universitas Tunas Pembangunan Surakarta dianadewi_81@yahoo.com Kata Kunci: Pendidikan Seksualitas, Aspek Psikologis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adhi, R Metropolitan. (11 Oktober 2003).

DAFTAR PUSTAKA. Adhi, R Metropolitan.  (11 Oktober 2003). 75 DAFTAR PUSTAKA Adhi, R. 2003. Metropolitan. www.kompas.com (11 Oktober 2003). Ahmadi, H.A. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Ancok, D. 1985. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta:

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem. Pada Dewasa Awal Tuna Daksa. Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012

Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem. Pada Dewasa Awal Tuna Daksa. Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012 Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem Pada Dewasa Awal Tuna Daksa Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012 Abstrak. Penelitian ini meneliti mengenai pengaruh body image

Lebih terperinci