BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh kepada perubahan negara-negara di dunia. Melalui

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh kepada perubahan negara-negara di dunia. Melalui"

Transkripsi

1 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dua dekade terakhir ini menunjukkan bahwa globalisasi mempunyai pengaruh kepada perubahan negara-negara di dunia. Melalui globalisasi di bidang ekonomi misalnya, terjadi pertumbuhan yang menjadikan terintegrasinya ekonomi dunia. Dengan perkataan lain, terjadi interdependensi yang meningkat dalam perekonomian di berbagai belahan dunia. 1 Kegiatan perekonomian suatu negara telah menyebar melewati batas-batas negara (crossborder). 2 Namun, dapat disadari pula bahwa kata globalisasi itu sendiri merupakan kata yang banyak disalahartikan dan saat ini banyak para sarjana dari berbagai disiplin ilmu mendefinisikan kata globalisasi menurut pandangan dan disiplin ilmu mereka masing-masing. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, globalisasi adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia. 3 Dalam hal ini kecenderungan arus globalisasi telah mengarah pada penduniaan dalam arti peringkasan atau perapatan dunia (compression of the world) di berbagai bidang kehidupan. 4 1 Christine greehalgh dan Mark Rogers, Innovation, Intellectual Property, and Economic Growth, (Princeton: Princeton University Press, 2010), hal John Braithwaite dan Peter Drahos, Global Business Regulation, (New York: Cambridge University Press, 2000), hal Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library, 2007), hal

2 13 Sejalan dengan itu Anthony Giddens dan John Tomlinson mengatakan bahwa globalisasi bersifat multidimensi dan kompleks. Di dalam globalisasi terkait bidang-bidang seperti ekonomi, politik, budaya, teknologi dan lain-lain. 5 Dapat dipahami bahwa definisi mengenai globalisasi sangat beragam bergantung kepada para ahli memandang, misalnya seorang politikus mendefinisikan globalisasi dengan menekankan pada pengurangan hak-hak dari negara, bangsa dan masyarakat secara teritori yang dibentuk berdasarkan suatu unit analisis dari ilmu politik modern, sosiologi dan hubungan internasional. Sedangkan secara ekonomi definisi globalisasi ditekankan kepada kapitalisme dan perluasan dari sistem pasar bebas sebagai kunci dari proses globalisasi. Dalam perspektif ekonomi, globalisasi ekonomi merupakan integrasi menyeluruh dari ekonomi nasional ke dalam ekonomi global tanpa batas yang meliputi perdagangan internasional yang bebas (Free International Trade). 6 Perdagangan internasional yang menjadi salah satu peranan penting dalam arus globalisasi ekonomi merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat tua dan penting sepanjang sejarah. Dari penggalian (excavation) di desa Catal Hüyük di barat daya Anatolia (Turki), didapati bukti-bukti bahwa pada masa antara tahun SM sampai dengan tahun SM penduduk di kawasan itu yang pada mulanya terdiri atas para pemburu, kemudian berkembang dengan melakukan kegiatan peternakan, bertani dan perdagangan jarak jauh. Perdagangan internasional telah berkembang di Mesir pada sekitar tahun 1400 SM, 5 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, (Bandung : PT. Alumni, 2011), hal 86 6 Ibid, hal 114

3 14 perdagangan berlangsung antara Mesir dengan wilayah sekitar Laut Tengah (Mediterranean Sea), seperti Crete, Kepulauan Aegean, dan Assyria. Di Eropa, aktivitas perdagangan internasional telah tercatat sejak abad keduabelas, tetapi perdagangan internasional mulai berkembang pada awal abad keenambelas. 7 Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subjek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang Internasional. Fakta yang sekarang ini terjadi adalah perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat. Hal ini sudah banyak terbuka dalam sejarah perkembangan dunia. Kesadaran untuk melakukan transaksi dagang Internasional ini juga telah cukup lama disadari oleh para pelaku pedagang di tanah air sejak abad ke-17. Salah satunya adalah Amanna Gappa, kepala suku Bugis yang sadar akan pentingnya dagang (dan pelayaran) bagi kesejahteraan sukunya. Keunggulan suku Bugis dalam berlayar dengan hanya menggunakan perahu-perahu bugis yang kecil telah mengarungi lautan luas hingga ke Malaya (sekarang menjadi wilayah Singapura dan Malaysia). 8 Esensi untuk bertransaksi dagang ini adalah dasar filosofinya. Telah dikemukakan bahwa berdagang ini merupakan suatu Kebebasan fundamental (Fundamental Freedom). Dengan kebebasan ini, siapa saja harus memiliki kebebasan untuk berdagang. Kebebasan ini tidak boleh 7 Rusli Pandika, Sanksi Dagang Unilateral di Bawah Sistem Hukum WTO, (Bandung : PT. Alumni, 2010), hal 20 8 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), hal 2

4 15 dibatasi oleh adanya perbedaan agama, suku, kepercayaan, politik, sistem hukum, dan lain-lain. 9 Globalisasi ekonomi dan perdagangan internasional yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia, memerlukan pengaturan yang bersifat internasional yang akan mengatur perdagangan internasional. Seperti yang dikemukakan oleh mantan Direktur Jenderal GATT dan WTO, Peter Sutherland pada tahun 1997 menyatakan bahwa tantangan yang dunia hadapi adalah tantangan untuk membentuk suatu sitem (ekonomi) internasional yang dapt meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara maksimal, tetapi juga dapat menciptakan keadilan (equality). Sistem seperti ini adalah sistem yang dapat mengintegrasikan negaranegara yang kuat dan yang lemah dalam upaya mereka memperluas tingkat pertumbuhan ekonomi. Menurut Sutherland, sistem yang dicita-citakan tersebut juga harus dapat menciptakan perdamaian dan kemakmuran di masa yang akan datang dan sistem tersebut hanya dapat terwujud melalui terciptanya suatu kerja sama internasional untuk mencari pendekatan-pendekatan dan lembaga internasional yang efektif. 10 Setidak-tidaknya terdapat empat alasan utama akan pentingnya pengaturan hukum yang mengatur perdagangan internasional, yaitu: Negara-negara harus menahan diri dan mencegah untuk melakukan tindakan-tindakan pembatasan terhadap perdagangan baik bagi kepentingan negara yang bersangkutan maupun bagi ekonomi dunia. 9 Ibid, hal 3 10 An An Chandrawulan, op cit, hal Ibid, hal 119

5 16 Pengaturan perdagangan internasional dapat mencegah negara-negara untuk melakukan tindakan-tindakan pembatasan terhadap perdagangan. Negara-negara juga harus menyadari bahwa apabila mereka mengambil dan melakukan tindakan-tindakan yang membatasi perdagangan, negaranegara lainpun akan melakukan hal yang serupa. Hal ini akan menimbulkan banyaknya tindakan pembatasan dan hal tersebut dapat mendatangkan atau menimbulkan bencana bagi perkembangan perdagangan internasional dan bagi kesejahteraan ekonomi global, pengaturan perdagangan internasional membantu untuk menghindari lonjakan terjadinya tindakan-tindakan yang membatasi perdagangan. 2. Adanya kebutuhan dari para pedagang dan penanam modal akan keamanan dan kepastian untuk melakukan usaha. Peraturan perdagangan internasional menawarkan dan menyediakan keamanan dan kepastian. Para pedagang dan penanam modal terikat oleh ketentuan atau peraturanperaturan hukum yang dapat menentukan dan mempengaruhi usaha-usaha para pedagang dan penanam modal di negara yang bersangkutan. Kepastian dan keamanan yang dihasilkan dari adanya pengaturanpengaturan perdagangan internasional akan mendorong penanaman modal dan perdagangan dan akhirnya akan mendorong kesejahteraan global. Seperti yang dikemukakan oleh John Jackson bahwa: At least in the context of economic behavior... and particularly when the behavior is set in circumstances of decentralized decision-making, as in a market economy, rules can have important operational functions. They may provide the only predictability and stability to a potential investment or trade development situation. Without such

6 17 predictability or stability, trade or investment flows might be even more risky and therefore more inhibited than otherwise To put it another way, the policies which tend to reduce some risks, lower the risk premium required by entrepreneurs to enter into international transactions. This should result in a general increase in the efficiency of various economic activities, contributing to greater welfare for everyone. 3. Pemerintah nasional sendiri tidak akan dapat menghadapi tantangantantangan yang timbul dari globalisasi ekonomi. Perlindungan dari pentingnya nilai-nilai yang berkaitan dengan kemasyarakatan (societal values) misalnya kesehatan publik, lingkungan yang bersih, keamanan konsumen, identitas kebudayaan (culture identity) dan standar minimum upah pekerja. Faktor-faktor tersebut merupakan hasil dari berkembangnya perdagangan barang dan jasa, dan tidak lagi merupakan urusan nasional semata tetapi malah lebih merupakan suatu masalah yang mempunyai akibat atau pengaruh internasional. Upaya untuk melindungi nilai-nilai dalam masyarakat pada tingkat nasional dan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah nasional itu sendiri tidak akan efektif dan sia-sia atau tidak berguna. Tindakan-tidakan ini walaupun sering secara tidak langsung atau tidak secara terang-terangan berkaitan dengan pengaturan dari perdagangan, tetapi kenyataannya bahwa tindakan yang berbeda dari negara satu dengan negara yang lain merupakan suatu yang merusak perdagangan internasional. Peraturan-peraturan perdagangan internasional bertugas untuk menjamin bahwa negara-negara tetap melakukan tindakantindakan atau membuat peraturan nasional hanya apabila memang perlu untuk perlindungan terhadap nilai-nilai dalam masyarakat seperti yang

7 18 dikemukakan diatas. Lebih jauh lagi peraturan-peraturan perdagangan internasional memperkenalkan suatu harmonisasi hukum antara pengaturan domestik yang membolehkan suatu negara melakukan tindakan untuk melindungi kepentingan masyarakatnya dan perlindungan internasional terhadap nilai-nilai tersebut. 4. Adanya kecenderungan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar akan kebersamaan hal dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional. Tanpa peraturan-peraturan perdagangan internasional, pengikatan dan pelaksanaan peraturan serta peraturan-peraturan yang khusus diperlukan bagi negara-negara berkembang, beberapa negara tidak akan dapat melakukan integrasi secara penuh dalam sistem perdagangan internasional dan memperoleh suatu keuntungan-keuntungan dari perdagangan internasional. Ada beberapa definisi yang disampaikan oleh para sarjana mengenai hukum perdagangan internasional, seperti definisi Schmitthoff. Definisi ini sebenarnya merupakan definisi buatan seorang guru besar ternama dalam hukum dagang internasional dari City of London College, yaitu Profesor Clive M. Schmitthoff. Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai: the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations. 12 Dari definisi tersebut dapat tampak unsur-unsur berikut: 12 Huala Adolf, op cit, hal 4

8 19 1. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata, 2. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara. Definisi diatas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan-aturan tersebut bersifat komersial. Artinya, Schmitthoff dengan tegas membedakan antara hukum perdata (private law nature) dan hukum publik. Dalam definisinya itu, Schmitthoff menegaskan bahwa ruang lingkup bidang hukum ini tidak termasuk hubungan-hubungan komersial internasional dengan ciri hukum publik. Termasuk dalam bidang hukum publik ini yakni aturan-aturan yang mengatur tingkah laku atau perilaku negara-negara dalam mengatur perilaku perdagangan yang mempengaruhi wilayahnya. Dengan kata lain, Schmitthoff menegaskan wilayah hukum perdagangan internasional tidak termasuk atau terlepas dari aturan-aturan hukum internasional publik yang mengatur hubungan-hubungan komersial. 13 Sarjana lainnya yang mencoba memberi batasan bidang hukum ini adalah sarjana Australia, Sanson. Sanson memberi batasan bidang ini sesuai dengan pengertian kata-kata dari bidang hukum ini, yaitu hukum, dagang dan internasional (dengan kata dasar nation atau negara). Hukum perdagangan Internasional menurut definisi Sanson can be defined as the regulation of the conduct of parties involved in the exchange of goods, services and technology between nations Ibid, hal 5 14 Ibid, hal 8

9 20 Terlihat bahwa definisi diatas mengandung makna yang sederhana. Karena Ia tidak menyebut secara jelas bidang hukum ini jatuh ke bidang hukum privat, publik, atau hukum internasional. Sanson hanya menyebut bidang hukum ini adalah the regulation of the conduct of parties. Para pihaknya pun dibuat samar, hanya disebut parties. Sementara itu, objek kajiannya agak jelas yaitu jual beli barang, jasa dan teknologi. Meskipun ia memberi definisi yang mengambang tersebut, Sanson membagi hukum perdagangan internasional ini ke dalam dua bagian utama, yaitu hukum perdagangan internasional publik (public international trade law) dan hukum perdagangan internasional privat (private international trade law). Public international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang antarnegara. Sementara itu, private international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang secara orang perorangan (private traders) di negara-negara yang berbeda. 15 Peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan perdagangan antar negara adalah bagian dari hukum ekonomi internasional. Hukum perdagangan internasional, dalam hal ini peraturan-peraturan internasional dalam bidang perdagangan barang dan jasa, membentuk batang tubuh hukum ekonomi internasional. Bidang hukum ini terdiri atas: Perjanjian-perjanjian perdagangan bilateral, 2. Perjanjian-perjanjian perdagangan regional, 3. Perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral. 15 Ibid, hal Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi (ed), Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), hal 2

10 21 Ada banyak perjanjian perdagangan bilateral, sebagai contoh Agreement on Trade in Wine between the European Union and Australia, juga Trade Agreement between the Unied States and Israel. Perjanjian perdagangan regional seperti North American Free Trade Agreement (NAFTA), perjanjian dalam daerah perdagangan bebas (free trade area) Antara Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat, dan MERCOSUR Agreement, perjanjian custom union Antara Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay, dan Venezuela. Perjanjian multilateral yang paling penting dan yang paling besar dari semua perjanjian perdagangan internasional adalah Perjanjian Marrakesh mengenai pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang dibentuk pada tanggal 15 April Perjanjian perdagangan yang multilateral ini merupakan hukum dari perjanjian dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). WTO membentuk struktur organisasi yang dikembangkan berdasarkan ketentuan GATT pada awal tahun GATT yang aslinya yang merupakan negosiasi-negosiasi untuk menciptakan suatu Organisasi Perdagangan Internasional (International Trade Organization atau ITO) gagal setelah perang dunia kedua. Negosiasinegosiasi pembentukan organisasi tersebut berhasil dituangkan dalam Havana Charter pada tahun 1948, tetapi hasil negosiasi ini tidak sampai kepada pembentukan Organisasi Perdagangan Internasional karena kongres Amerika Serikat menolak untuk meratifikasi perjanjian tersebut An An Chandrawulan, op cit, hal 121

11 22 Berdirinya WTO dalam Uruguay Round tahun 1994 tersebut, 18 telah menjadi salah satu organisasi internasional yang berpengaruh dalam kerangka rezim internasional dan globalisasi ekonomi. Melalui WTO dalam Uruguay Round itu, 19 membuat negara-negara yang menandatangani perjanjian WTO telah masuk dalam ekonomi global yang wajib mengikuti rezim internasional tersebut. 20 Karena sistem perdagangan dalam kerangka WTO itu merupakan suatu rule based system dengan perjanjian-perjanjian multilateral yang disepakati bersama yang sifatnya terintegrasi dan single undertaking. 21 Salah satu elemen yang paling penting dari rules-based sistem perdagangan multilateral dalam kerangka WTO itu adalah sistem penyelesaian sengketa. 22 Karena hukum yang mengatur tentang perdagangan internasional tersebut dapat juga berguna dalam hal penyelesaian sengketa di bidang perdagangan yang melewati lintas batas negara. Sengketa internasional (international dispute) terjadi dikarenakan adanya perselisihan diantara negara dengan negara, negara dengan individu-individu, atau negara dengan badanbadan/lembaga yang menjadi subjek hukum internasional. Disamping itu, terdapat kegiatan perdagangan internasional yang melibatkan subjek-subjek hukum internasional yang berpotensi dapat memicu terjadinya perselisihan ataupun 18 Raj Bhala, International trade law, Theory and Practice, (New York: Lexis Publishing, 2001), hal Uruguay Round Trade Agreement, Statement of Administrative Action, Agreement Establishing the World Trade Organization, H.R. Doc. No. 316, 103d Cong., 2d Sess, (September 27, 1994) 20 James E. Darton, The Coming of The Global Trademark: The Effect of Trips On The Well-Known Marks Exception To The Principle of Territoriality, Michigan State International Law Review, (Volume 11, 2011), hal Peter van den Bossche, dkk, Op. Cit, hal. xi 22 Rufus Yerxa, The Power of the WTO Dispute Settlement System, dalam Rufus Yerxa dan Bruce Wilson, ed, Key Issues In WTO Dispute Settlement The First Ten Years, (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), hal. 3.

12 23 sengketa. Sejalan dengan hal tersebut, untuk menciptakan iklim perdagangan internasional yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta menciptakan liberalisasi perdagangan yang berkelanjutan. Walaupun mengenai sistem penyelesaian sengketa telah diatur sebelum adanya WTO, yaitu melalui General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang bertujuan sebagai rules-based sistem perdagangan internasional. Juga komponen dari sistem GATT tersebut menyangkut dispute settlement atau penyelesaian sengketa. 23 Namun, sistem penyelesaian sengketa dalam kerangka GATT itu belum lengkap dan belum sempurna, walaupun cakupannya dapat dipahami bersifat komprehensif. Oleh karena itu, sistem penyelesaian sengketa dalam kerangka WTO telah memperkokoh dengan penyempurnaan prosedur dan pengembangan institusional dari sistem penyelesaian sengketa dalam kerangka GATT. Karena dalam proses perundingan Uruguay Round telah ditentukan cara untuk melakukan perundingan untuk menyempurnakan sistem penyelesaian sengketa yang ada dalam GATT. 24 Sistem penyelesaian sengketa dalam kerangka GATT tersebut bertujuan dan mempunyai prosedur untuk melakukan perundingan sebagaimana dinyatakan dalam deklarasi Punta del Este. Mengikuti pedoman tersebut maka perundingan 23 H.S. Kartadjoemena, Substansi Perjanjian GATT/WTO Dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Sistem, Kelembagaan, Prosedur Implementasi, dan Kepentingan Negara Berkembang, (Jakarta: UI-Press, 2000), hal Ibid.

13 24 Uruguay Round akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk menyempurnakan sistem penyelesaian sengketa. 25 Dengan berdirinya WTO, maka berkenaan dengan sistem penyelesaian sengketa telah diterapkan Understanding on Rules Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU). 26 Lebih dari lima belas tahun pertama pengoperasiannya, DSU yang dimiliki WTO telah mengambil peran yang penting di dalam penegakan dan implementasi dari komitmen-komitmen yang dimiliki oleh WTO. DSU menyediakan mekanisme yang sangat efektif dimana anggotaanggota WTO dapat mencari implementasi penuh dari konsesi perdagangan yang dinegosiasikan sebelumnya. Namun, anggota-anggota WTO tidak diposisikan sama rata untuk mengakses dan menggunakan hal tersebut secara efektif, khususnya mempengaruhi negara-negara berkembang. 27 Perbedaan sistem penyelesaian sengketa dalam GATT dengan WTO tersebut menjadi menarik untuk dikaji. Oleh karena itu penulis mengkajinya melalui penulisan skripsi yang berjudul, Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional: Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). 25 Ibid. 26 Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (Annex 2) Final Act Embondying the Results of the Uruguay Round of Multilateral trade Negotiations (Marakesh: GATT Secretariat, 15 April, 1994). Doc. TNC/UR Hal David Evans dan Gregory C. Shaffer, Introduction, dalam Gregory C. Shaffer dan Ricardo Melendez-Ortiz, ed, Dispute Settlement at the WTO The Developing Country Experience, (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), hal. 1.

14 25 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, yang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa saja bentuk penyelesaian sengketa Internasional (International Dispute Settlement)? 2. Bagaimana perkembangan sistem perdagangan Internasional dalam kerangka GATT dan WTO? 3. Bagaimana sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan dalam GATT jika dibandingkan dengan WTO? C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: a. Tujuan Umum: Untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam hal perbandingan sistem penyelesaian sengketa perdagangan Internasional antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO) b. Tujuan Khusus: 1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari penyelesaian sengketa Internasional (International Dispute Settlement)

15 26 2. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan Internasional dalam perspektif GATT dan WTO 3. Untuk memahami perbandingan sistem penyelesaian sengketa Internasional dalam bidang perdagangan antara sistem penyelesaian sengketa di bawah GATT dan sistem penyelesaian sengketa di bawah WTO 2. Manfaat Tulisan ini mempunyai manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut : a. Secara Teoritis Tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi awal dalam bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis guna mengetahui lebih lanjut tentang sistem penyelesaian sengketa perdagangan Antara GATT dan WTO. b. Secara Praktis Tulisan ini secara praktis dapat memberikan bahan masukan bagi para pihak yang berkaitan dengan sengketa internasional di bidang perdagangan dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk proses baru di dalam menyelesaikan sengketa perdagangan Internasional di bawah WTO yang tidak ada dalam GATT.

16 27 D. Keaslian Judul Skripsi ini berjudul Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional: Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO). Sehubungan dengan keaslian judul Skripsi ini, penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan. Namun, terdapat penelitian dalam bentuk tesis di Program Pascasarjana F. Hukum Universitas Indonesia, yang ditulis oleh Tomy Prihananto dengan judul Studi Perbandingan Hukum Mengenai Peranan Private Party Dalam Penyelesaian Sengketa Di World Trade Organization (WTO) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan Implementasinya di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Rumusan permasalahan dan sunstansi tesis tersebut berbeda jauh dengan permasalahan dan substansi skripsi yang penulis teliti. Selanjutnya, terdapat penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul Kajian Yuridis Tentang Proses Penyelesaian Sengketa di World Trade Organization (WTO) Menurut Perspektif Negara Berkembang, pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya oleh Listya Anggraeni. Rumusan permasalahan dan sunstansi tesis tersebut berbeda jauh dengan permasalahan dan substansi skripsi yang penulis teliti.

17 28 Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban dikemudian hari. E. Tinjauan Kepustakaan John Braithwaite dan Peter Drahos mengamati, bahwa implikasi globalisasi ekonomi itu terhadap hukum tidak bisa dihindarkan. Pranata hukum suatu negara tidak bisa tidak harus mengikuti arus globalisasi ekonomi, dalam arti, substansi dari berbagai undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara (cross-border). 28 Pengamatan di atas tersebut sejalan pula dengan apa yang telah diuraikan Lawrence M. Friedman. Ia mengatakan, bahwa hukum itu tidak bersifat otonom, tetapi sebaliknya hukum itu bersifat terbuka setiap waktu terhadap pengarus luar. 29 Berdirinya WTO telah memberikan konsekuensi bagi Indonesia sebagai salah satu diantara 125 negara yang ikut menandatangani perjanjian WTO dan elah meratifikasinya melalui UU No. 7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November Dengan ratifikasi ini maka seluruh ketentuan dalam WTO wajib dilaksanakan oleh Indonesia. Pelaksanaan ketentuan WTO tersebut dilakukan 28 Op-cit. 29 Lawrence M. Friedman, Legal Cultur and the Welfare State: Law and Society An Introduction, (Cambridge: Harvard University Press, 2000), hal. 89.

18 29 dengan menyesuaikan seluruh ketentuan yang berlaku di bidang perdagangan/perekonomian dengan ketentuan-ketentuan WTO tersebut. 30 Prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan bagi bidang-bidang baru dalam perjanjian WTO, khususnya Perjanjian mengenai Jasa (GATS), Perdagangan yang terkait dengan Penanaman Modal (TRIMs), dan juga dalam Perjanjian mengenai Perdagangan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (TRIPS). 31 Adapun prinsip-prinsip yang dijalankan oleh GATT antara lain sebagai berikut: 32 1) Prinsip non diskriminasi yang meliputi: a. Prinsip Most Favored Nation (MFN), prinsip ini diatur dalam pasal I ayat (1) GATT 1947 yang berjudul general favored nation treatment, prinsip ini menyatakan bahwa suatu kebijakan perdagangan harus dilaksanakan atas dasar non diskriminatif, keringanan tarif impor yang diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dan mitra dagang negara anggota lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera tanpa syarat terhadap produk yang berasal / yang diajukan kepada semua anggota GATT. b. Prinsip perlakuan nasional (national treatment / NT principle) Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1947, berjudul national treatment on international taxation and regulation, prinsip ini 30 Zulkarnain Sitompul, Dilema Investasi Asing, (Bandung: Books Terrace & Library, 2008), hal Huala Adolf, op cit, hal diakses pada tanggal 06 Januari 2014 pukul WIB

19 30 menyatakan bahwa, this standard provides for inland parity that is say equality for treatment between nation and foreigners. 2) Prinsip resiprositas (reciprocity), prinsip ini diatur di dalam pasal II GATT prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT, prinsip ini tampak pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tariff yang didasarkan atas dasar timbal balik dan saling menguntungkan kepada kedua belah pihak, yaitu perlakuan yang diberikan suatu negara kepada negara lain sebagai mitra datangnya harus juga diberikan juga oleh mitra dagang negara tersebut. Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik yang menghendaki adanya kebijaksanaan / konsensi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional. 3) Prinsip larangan restriksi (pembatasan) kuantitatif yang menjadi ketentuan dasar GATT adalah larangan retriksi kuantitatif yang merupakan rintangan terbesar terhadap GATT terhadap ekspor impor dalam bentuk apapun (misalnya penetapan kuota impor / ekspor, retriksi penggunaan lisensi impor dan ekspor pengawasan pembayaran produkproduk impor / ekspor), pada umumnya dilarang (pasal IX) hal ini disebabkan karena praktek perdagangan yang demikian mengganggu praktek perdagangan yang normal.

20 31 4) Prinsip perdagangan yang adil (fairness), prinsip fairness dalam perdagangan internasional yang melarang dumping (pasal VI) dan subsidi (pasal XVI), dimaksudkan agar jangan sampai terjadi suatu negara menerima keuntungan tertentu dengan melakukan kebijakan tersebut, justru menimbulkan kerugian bagi negara lainnya. Dalam perdagangan internasional, prinsip fairness ini diarahkan untuk menghilangkan praktek-praktek ekonomi yang disebut dengan praktek subsidi dan dumping. 5) Prinsip perlindungan melalui tariff (tariff binding principle), setiap anggota Negara WTO harus mematuhi berapapun besarnya tariff yang telah disepakatinya atau disebut dengan prinsip tariff mengikut, prinsip ini diatur dalam pasal II ayat (1) GATT-WTO Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industry domestic melalui tariff (menaikkan tingkat tariff bea masuk) dan tidak melalui upaya-upaya perdagangan lainnya sehingga masih memungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Dalam prakteknya pada GATT, penyelesaian sengketa yang diterapkan menggunakan ketentuan yang ada pada perjanjian GATT sendiri. Dalam berbagai perjanjian komersial seringkali terdapat ketentuan mengenai penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase. Namun seringkali pula perjanjian tersebut mengandung ketentuan yang samar-samar mengenai aspek enforcement. Demikian pula dalam GATT, yang juga mengandung elemen yang agak samarsamar mengenai enforcement. Seperti yang akan dilihat dibawah tujuannya bukan

21 32 untuk melakukan enforcement dalam arti punitif dan menghukum satu pihak yang melanggar tetapi untuk mencabut tindakan yang melanggar dan mengembalikan atau melakukan restorasi kembali keuntungan yang diperoleh dari perjanjian yang telah diganggu akibat tindakan dari salah satu anggota. 33 Dalam GATT, sistem penyelesaian sengketa yang berkembang merupakan elemen yang cukup khas yang tidak terdapat pada lembaga multilateral lainnya. Penyelesaian sengketa ini merupakan salah satu jenis kegiatan yang lambat laun telah melembaga dalam GATT. Hal ini berarti bahwa khusus dalam bidang penyelesaian sengketa, berdasarkan atas pengalaman institusional sejak didirikannya GATT, telah tersusun suatu sistem dan tata cara yang semakin berbentuk. Dalam kata lain, dengan telah berjalannya sistem tata cara yang telah tersusun sejak 40 tahun lamanya, maka telah tercipta suatu insitutional memory yang menjadi landasan dalam melaksanakan kegiatan penyelesaian sengketa. 34 Dalam proses perundingan Uruguay Round telah ditentukan cara untuk melakukan perundingan untuk menyempurnakan sistem penyelesaian yang ada dalam GATT. Tujuan dan prosedur untuk melakukan perundingan tersebut ditentukan dalam Deklarasi Punta del Este. Mengikuti pedoman tersebut maka perundingan Uruguay Round akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk menyempurnakan sistem penyelesaian sengketa. Dengan berhasilnya perundingan Uruguay Round, maka di bidang dispute settlement, sebagai salah satu hasil adalah diterapkannya Understanding on Rules Procedures Governing the Setlement of Disputes (DSU). Perjanjian ini memperjelas lagi arah dari 33 H.S. Kartadjoemena, Op cit, hal Ibid, hal 128

22 33 mekanisme penyelesaian sengketa yang akan diterapkan pada tahun-tahun mendatang. 35 Mekanisme penyelesaian sengketa yang telah disepakati sebagai hasil Uruguay Round tersebut akan semakin memperkuat prosedur GATT yang sudah ada. Prosedur penyelesaian sengketa yang telah disepakati pada Mid-term Review Uruguay Round di Montreal, Desember 1988 sebagai hasil interim telah memperketat prosedur yang berlaku dan penunjukan panel, kerangka acuan, dan komposisi panel, tidak lagi ditentukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Dengan berbagai penyempurnaan tambahan maka telah disepakati suatu perjanjian yang lengkap di bidang penyelesaian sengketa. 36 F. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 37 Dengan metode penelitian normatif tersebut, penelitian ini akan menganalisis hukum baik yang tertulis dalam literatur - literatur, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), yaitu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan 35 Ibid, hal Ibid, hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hal. 15.

23 34 perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, serta sumber data sekunder lainnya. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskritif analitis. Deskritip berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya. 3. Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data melalui pengkajian terhadap literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan hakim yang berkaitan dengan peneltian ini. 4. Analisis Data Analisis data yang dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin terpenting yang relevan dengan permasalahan. Membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula, selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian

24 35 dinyatakan secara deskriptif sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud. G. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini secara garis besar terdiri dari 5 bab dan sub sub bab yang diuraikan sebagai berkut: 1. BAB I : Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat D. Keaslian Judul E. Tinjauan Pustaka F. Metode Penelitian 2. BAB II : Bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional (International Dispute Settlement) A. Pengertian Penyelesaian Sengketa Internasional 1. Pengertian Sengketa Internasional, Penyebab Sengketa Internasional, dan Penyelesaian Sengketa Internasional 2. Bentuk-Bentuk Sengketa Internasional B. Upaya Penyelesaian Sengketa Internasional

25 36 1. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai 2. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Paksa C. Sengketa Internasional di Bidang Perdagangan 1. Globalisasi Ekonomi 2. Pengertian Perdagangan Internasional dan Sengketa Internasional di Bidang Perdagangan 3. Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Internasional Bidang Perdagangan D. Bentuk-Bentuk Penyelesaian Sengketa Internasonal di Bidang Perdagangan 1. Konsultasi dan Negosiasi 2. Mediasi 3. Arbitrase 4. Retaliasi 3. BAB III : Perkembangan Sistem dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam Perspektif GATT dan WTO

26 37 A. Perkembangan GATT dan WTO Sebagai Sistem Perdagangan Internasional 1. Sejarah Singkat GATT dan WTO 2. Hubungan GATT dan WTO 3. Tujuan dan Fungsi GATT dan WTO 4. Prinsip-Prinsip Perdagangan Internasional dalam GATT dan WTO 5. Perkembangan Perdagangan Internasional Hasil Uruguay Round C. Perkembangan Sistem dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam GATT 1. Konsep Sistem Penyelesaian Sengketa GATT 2. Kelemahan Sistem Penyelesaian GATT 3. Upaya Penyempurnaan Sistem Penyelesaian Sengketa D. Perjanjian Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Hasil Perundingan Uruguay Round 1. Perundingan Uruguay Round 2. Deklarasi Punta del Este

27 38 3. Perjanjian Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Hasil Perundingan Uruguay Round 4. BAB IV : Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional antara GATT dan WTO A. Hubungan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional antara GATT dan WTO B. Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam GATT 1. Dasar Penyelesaian Sengketa dalam GATT 2. Alasan-Alasan Mengajukan Penyelesaian Sengketa 3. Kelembagaan Penyelesaian Sengketa GATT 4. Prosedur Penyelesaian Sengketa C. Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional dalam WTO 1. Dasar Penyelesaian Sengketa dalam WTO 2. Alasan-Alasan Mengajukan Penyelesaian Sengketa

28 39 3. Kelembagaan Penyelesaian Sengketa WTO 4. Prosedur Penyelesaian Sengketa 5. Ketentuan Bagi Negara Berkembang 5. BAB V : Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan B. Saran

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, keterbukaan, keterkaitan, ketergantungan, serta persaingan antar negara khususnya dalam bidang ekonomi semakin tidak dapat dihindari.adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN TINGKAT KANDUNGAN DALAM NEGERI DAN PAJAK IMPOR DALAM INDUSTRI TELEPON GENGGAM DIKAITKAN DENGAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT FIKY MARTINO 1287032 ABSTRAK Prinsip National Treatment

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi seperti globalisasi ekonomi, perdagangan barang selain produk seperti perdagangan jasa secara signifikan meningkat dengan pesat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi internasional yang secara khusus mengurus masalah perdagangan antarnegara di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan bernegara seperti tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah mewujudkan kesejahteraan umum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN KEGIATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO

BAB II PENGATURAN KEGIATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO BAB II PENGATURAN KEGIATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO A. Sejarah Berdirinya WTO Berdirinya WTO tidak terlepas dari peristiwa sejarah yaitu Perang Dunia II. Pada waktu berlangsungnya PD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1 Pengertian Globalisasi Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan menyulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya. Kedua hal tersebut pun

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. 2 Salvatore menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. 2 Salvatore menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu aktivitas ekonomi yang telah sangat tua dan berperan penting dalam menjalankan roda kehidupan suatu negara. Nopirin menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan kemenangan pihak sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi internasional. Pembentukan

Lebih terperinci

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Lona Puspita, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang lovelylona0408@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA)

NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO THE ASEAN CHARTER ON DISPUTE SETTLEMENT MECHANISM (PROTOKOL PIAGAM ASEAN MENGENAI MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA) 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protokol Piagam ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L PERDAGANGAN INTERNASIONAL PIEw13 1 KEY QUESTIONS 1. Barang-barang apakah yang hendak dijual dan hendak dibeli oleh suatu negara dalam perdagangan internasional? 2. Atas dasar apakah barang-barang tersebut

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap negara. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi internasional yang sejak tahun 1995 memiliki peran sentral

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI Oleh Ida Ayu Reina Dwinanda I Ketut Wirawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This article

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis keuangan dunia secara relatif mulus. Perlambatan pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. krisis keuangan dunia secara relatif mulus. Perlambatan pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan merupakan penggerak utama pembangunan perekonomian nasional, yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo.

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. DAFTAR PUSTAKA Buku Adolf, Huala. 2005. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. dan A. Chandrawulan. 1994. Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Pelanggaran, Hak Merek, Barang Ekspor / Impor, Indonesia

RINGKASAN. Kata kunci : Pelanggaran, Hak Merek, Barang Ekspor / Impor, Indonesia RINGKASAN L, Hasil karya intelektual telah memberi banyak hal dalam kehidupan kita seharihari, dengan karya intelektual ini kita bisa menjalani dan memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang lebih baik.

Lebih terperinci

IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL

IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL Prawitra Thalib: Implikasi Prinsip Most Favoured Nation 35 IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL Prawitra Thalib, SH.,MH. Anwar Rachman dan rekan,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008 BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Jl. BungaAsoka Gg. AndalasNo. 1 AsamKumbang, Medan Cellphone : 0813 62260213, 77729765 E-mail

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Any Prima Andari I Wayan Wiryawan Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING DI BALI ( STUDY PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI ) Oleh : I Made Ferry Gunawadi I Wayan Novy Purwanto Bagian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak

Lebih terperinci

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. RESENSI BUKU Judul : Investor-State Arbitration Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. Rubins, Borzu Sabahi Penerbit : Oxford University Press Bahasa : Inggris Jumlah halaman :

Lebih terperinci

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO A. Sejarah Terbentuknya GATT WTO Pada akhir Perang Dunia II, negara-negara pemenang Perang Dunia II berupaya menciptakan berbagai

Lebih terperinci

RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM

RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM 209 RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Abstract A targeted and appropriate tourism development

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

BAB II HAMBATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA GATT/ WTO. A. Sejarah Lahirnya GATT 1947 Hingga Berdirinya World Trade

BAB II HAMBATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA GATT/ WTO. A. Sejarah Lahirnya GATT 1947 Hingga Berdirinya World Trade BAB II HAMBATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA GATT/ WTO A. Sejarah Lahirnya GATT 1947 Hingga Berdirinya World Trade Organization 1. Lahirnya GATT 1947 Akhir Perang Dunia II (PD II), perdagangan

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara

Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara Bisnis Internasional Pertemuan Pertama Bab 1 dan 2 Globalisasi dan Perbedaan Sistem Politik Ekonomi antar Negara REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN PERTAMA Outline

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA Bab ini akan menjelaskan mengenai awal mula lahirnya suatu perjanjian TRIPs yang dikeluarkan oleh WTO. Dimana di bab ini lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia sekarang sedang mengalami perubahan yang disebut globalisasi. Globalisasi tersebut terjadi diberbagai aspek, salah satunya pada aspek ekonomi yang lazim disebut

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) Oleh: Hasan Basri, S.H. WTO dewasa ini telah menjadi organisasi internasional yang sangat dominan dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA. 1. Dasar Hukum Kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI)

BAB III KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA. 1. Dasar Hukum Kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) BAB III KEBIJAKAN DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA A. Dasar Hukum dan Perkembangan 1. Dasar Hukum Kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) Adapun dasar hukum dari kebijakan Daftar Negatif Investasi

Lebih terperinci

RAHASIA DAGANG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. Widyarini Indriasti Wardani * ABSTRACT

RAHASIA DAGANG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. Widyarini Indriasti Wardani * ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 RAHASIA DAGANG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA Widyarini Indriasti Wardani * ABSTRACT The enactment of Law No. 7 of 1994 on Ratification

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus

BAB I PENDAHULUAN. serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan, peningkatan mutu intelektual serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014 EFEKTIFITAS PERAN DAN FUNGSI WTO (World Trade Organization) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh : Thor B. Sinaga PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pertumbuhan perekonomiaan

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION

ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) PADA KASUS US-CLOVE CIGARETTES (TOBACCO CONTROL ACT) 2012 DIPANDANG DARI PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT (PERLAKUAN

Lebih terperinci

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

PRINSIP WTO IKANINGTYAS PRINSIP WTO IKANINGTYAS PERLAKUAN YANG SAMA UNTUK SEMUA ANGGOTA (MOST FAVOURED NATIONS TREATMENT-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan Nur Baladina, SP. MP. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Email

Lebih terperinci

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING Volume 5, No. 1, Januari, ISSN 1907-162030 KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING Oleh : Frankiano B. Randang, SH, MH PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci