BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan bernegara seperti tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah mewujudkan kesejahteraan umum. 3 Hal ini berkaitan dengan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam batang tubuh UUD 1945 bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. UUD 1945 yang merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan konstitusi sosial yang harus menjadi acuan dan landasan secara politik, ekonomi, dan sosial baik oleh negara (state), masyarakat (civil society), ataupun pasar (market). 4 Sebagai konstitusi ekonomi, UUD 1945 mengatur bagaimana sistem perekonomian nasional seharusnya disusun dan dikembangkan guna mewujudkan cita-cita tersebut. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, Indonesia sebagai negara hukum lebih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu tanpa mengabaikan harkat dan martabat manusia. 5 Dengan demikian hukum berfungsi untuk menjaga terselenggaranya kepentingan-kepentingan masyarakat sehingga 3 Tujuan Negara, terletak pada Alinea Ke-4 Pembukaan UUD NRI Tahun 1945: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 4 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis(Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer, 2009), hlm Muhammad Sood, Hukum Dagang Internasional: Dalam Kerangka Studi Analitis(Jakarta: Rajawali Press, 2006), hlm. 6. 1

2 untuk tujuan keadilan diperlukan keseimbangan antara kepentingan umum (public interest), kepentingan masyarakat (social interest) dan kepentingan individu (private interest). 6 Konsep dasar perekonomian nasional yang berlandaskan demokrasi ekonomi hukum yang mengatur lapangan usaha untuk menjamin kebebasan berusaha atas dasar kesempatan yang sama dalam melakukan kegiatan usaha (equal opportunity to have fair share in business) perilaku usaha memerlukan landasan hukum yang memberi jaminan kebersamaan dan keadilan. 7 Bahwa perekonomian Indonesia yang bersifat terbuka tetapi ada rambu-rambu yang harus ditaati, sehingga dibutuhkan peran serta yang dimainkan pemerintah untuk ikut serta dalam perekonomian negara lain seperti kegiatan ekspor-impor, penanaman modal dan pinjam-meminjam. Sebagai konsekuensinya perekonomian nasional harus peka terhadap perkembangan yang terjadi pada perekonomian dunia, terutama terhadap gejolak yang ditimbulkan oleh perekonomian negara mitra kerja dan yang berpengaruh terhadap hubungan ekonomi, perdagangan dan moneter antar negara. Jika dilihat dari fakta empiris yang terjadi, kemakmuran ekonomi dibanyak negara secara luas tergantung kepada perdagangan internasionalnya. Pada tahun 2006, sebagai contoh, 57% produksi domestik kotor (GDP) di Belanda dan 53% GDP di Afrika Selatan tergantung pada perdagangan internasional. 8 Peningkatan kemakmuran di Cina dan India jelas merupakan akibat dari peningkatan besar-besaran atas ekspor mereka. 6 Ibid., hlm Ibid, hlm Peter Van Den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnidi, Pengantar Hukum WTO (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), Hlm. 1. 2

3 Kebijakan perdagangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dilakukan dengan memperhatikan gejala dan perkembangan yang terjadi dinegara lain yang berpengaruh pada perekonomian nasional. Indonesia, sejak pertengahan tahun 1980-an, telah melakukan proses pembangunan yang menguntungkan dan ekspor sebagai penggeraknya. Dalam hal ini keberhasilan perdagangan luar negeri semakin menentukan proses pembangunan nasional. Perkembangan selama ini telah menciptakan ekonomi nasional yang lebih beragam dan berdaya saing. Setelah upaya peningkatan daya saing ekonomi nasional menampakkan hasilnya, ekonomi nasional telah mampu meghasilkan produk-produk yang makin beragam dalam jumlah dan kualitas yang semakin meningkat. Dalam keadaan seperti ini, kepentingan utama nasional adalah tersedianya pasar yang bebas, dan terbukanya serta terciptanya pasar yang semakin luas, bebas dan terbuka mengikuti perkembangan ekonomi dunia yang makin meningkat, serta sistem penyelenggaraan perdagangan antar bangsa yang mendorong untuk itu (faktor ekstern) serta kebijakan pemerintah yang menciptakan iklim yang sehat dan keaktifan dunia untuk mencari dan memanfaatkan peluang yang terbuka oleh perkembangan eksternal dan iklim usaha yang baik (faktor intern). 9 Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting bagi setiap negara. Oleh karena itu, sangat diperlukan hubungan perdagangan antar negara yang tertib dan adil. Untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan dibidang perdagangan internasional, diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta memelihara hak-hak dan kewajiban para pelaku perdagangan internasional ini. 9 Muhammad Sood, Op. Cit., hal

4 Perangkat hukum perdagangan internasional yang mengatur hubungan dagang antar negara terkandung dalam dokumen General Agreement on Tariff and Trade/GATT yang ditandatangani tahun 1947 dan mulai diberlakukan sejak tahun Dari waktu ke waktu ketentuan GATT disempurnakan lewat perundinganperundingan Putaran Uruguay ( ) yang berhasil membentuk sebuah organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO). 10 Badan inilah yang selanjutnya akan melaksanakan dan mengawasi aturan-aturan perdagangan internasional yang telah dirintis GATT sejak tahun Aturan-aturan GATT 1947 diintergrasikan kedalam sistem WTO yang tidak hanya mengatur perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa, masalah hak milik intelektual, dan aspek-aspek penanaman modal yang terkait. 11 Sebuah organisasi perdagangan internasional yang diharapkan dapat menjembatani semua kepentingan negara di dunia dalam sektor perdagangan melalui ketentuan-ketentuan yang disetujui bersama. Melalui WTO, diluncurkan suatu bentuk perdagangan dimana kegiatan perdagangan antar negara diharapkan dapat berjalan dengan lancar.pada prinsipnya WTO merupakan suatu sarana untuk mendorong terjadinya suatu perdagangan bebas yang tertib dan adil di dunia ini. Dalam menjalankan tugasnya untuk mendorong terciptanya perdagangan bebas tersebut, WTO memberlakukan beberapa prinsip yang menjadi aturan WTO. Berikut ini merupakan lima prinsip dasar dari GATT/WTO, antara lain: The GATT years: from Havana to Marrakesh, World Trade Organization, diakses pada 8 Februari 2016 Pukul WIB. 11 Overview: a navigational guide, World Trade Organization, diakses pada 8 Februari 2016 Pukul WIB. 12 Liberalisasi Perdagangan, Nur Baladina, diakses pada 8 Februari 2016 Pukul WIB. 4

5 1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (most favoured nations Treatment). 2. Pengikatan tarif (tariff binding) 3. Perlakuan nasional (national treatment) 4. Perlindungan hanya melalui tarif (protection to domestic industry through tariff) 5. Prinsip larangan retriksi (general prohibition on quantitative restriction) Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut Kebijakan hambatan tarif (tariff barrier). Kebijakan tariff barrier dalam bentuk bea masuk. 2. Kebijakan Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) Perdagangan dunia menurut Koo dan Kennedy, jauh dari kebebasan. Beberapa negara menggunakan bermacam hambatan perdagangan (tarif dan nontarif) untuk melindungi industri yang tidak efisien. Tarif adalah pajak yang dibebankan pemerintah untuk komoditi sebagai batas garis nasional. Tarif digunakan untuk melindungi ekonomi domestik dari kompetisi luar negeri sedangkan hambatan non-tarif bisa mengandung rintangan dengan angka yang besar selain tarif, seperti kebijakan, peraturan, prosedur yang mengubah perdagangan. Hambatan non tarif yang paling banyak digunakan untuk mengontrol impor pertanian yaitupembatasan kuantitatif dan pembatasan spesifik sejenis (misalnya kuota, Voluntary Export Restraints (VER), dan kartel 13 Teori dan Kebijakan Hukum Internsional, Hamdy Hady (dalam) Riri Esther Painte, Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non-Tarif di Pasar Uni Eropa terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia, diakses pada 9 Februari 2016 Pukul WIB. 5

6 internasional), beban non-tarif dan kebijakan yang berhubungan yang mempengaruhi impor (misalnya kebijakan anti-dumping dan kebijakan countervailing), kebijakan umum pemerintah yang membatasi (misalnya kebijakan oleh pemerintah, kebijakan kompetisi, dan penetapan perdagangan), prosedur umum dan kegiatan administrasi (misalnya prosedur valuasi dan prosedur perizinan), dan hambatan teknis (peraturan dan standar kualitas kesehatan dan sanitasi, keamanan, peraturan dan standar industrial dan peraturan pengemasan dan pelabelan). 14 Prinsip pembatasan kuantitatif yang diatur dalam Pasal XI GATT mengenai penghapusan prinsip pembatasan kuantitatif yang berisi larangan atau pembatasan selain bea masuk, pajak dan pungutan lain apakah yang berupa kuota, lisensi impor atau ekspor dan alat lain yang dapat mempengaruhi jumlah ekspor maupun impor. Pengecualian terhadap larangan pembatasan kuantitatif diperbolehkan dengan alasan larangan/ pembatasan ekspor sementara untuk mencegah atau mengatasi terkurasnya bahan makanan atau produk esensial,larangan atau pembatasan ekspor impor yang perlu dalam penerapan standar dan regulasi klasifikasi, grading atau marketing komoditas perdagangan internasional, pembatasan ekpor impor atas produk pertanian dan perikanan yang perlu bagi penerapan peralatan yang berlaku. Yang kemudian dilanjutkan dengan Pasal XIII GATT yang mengatur tentang administrasi pembatasan kuantitatif yang non-diskriminasi. Larangan atau pembatasan ekspor atau impor tidak boleh diskriminatif. 14 International Trade and Agriculture, Koo and Kennedy (dalam) Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non-Tarif di Pasar Uni Eropa terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia, Riri Esther Painte, diakses pada 9 Februari 2016 Pukul WIB. 6

7 Ratifikasi yang dilakukan oleh Indonesia melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing the World Trade Organization (UU Pengesahan WTO) merupakan langkah awal yang menunjukkan kesiapan pemerintah untuk turut serta ikut bergabung dalam sistem perdagangan global. Apabila dilihat dari segi hukum, ratifikasi tersebut merupakan suatu langkah yang tidak dapat dicegah sebab negara berkembang memiliki posisi yang lemah dalam perdagangan internasional, maka Indonesia harus meletakkan tumpuan pada suatu forum multilateral, yakni WTO sebagai wujud suatu kekuasaan Internasional dibidang perdagangan antarnegara. 15 Dengan meratifikasi perjanjian internasional tersebut, pemerintah Indonesia selaku pemegang kedaulatan rakyat juga harus tetap memperhatikan nilai budaya bangsa serta kepentingan bangsa Indonesia. Sebagai tindak lanjutnya, selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintah sangat berperan dalam menentukan serta mengambil kebijakan disektor perdagangan internasional. Lahirnya undangundang perdagangan baru yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (untuk selanjutnya disebut UU Perdagangan) merupakan suatu langkah konkrit bahwa Indonesia telah siap dalam menghadapi perkembanganperkembangan ekonomi global. Ruang lingkup dari UU Perdagangan yang baru ini, yang mencakup berbagai aspek penting dibidang perdagangan baik perdagangan dalam negeri maupun perdagangan luar negeri tentunya tidak terlepas dari ketentuan dalam WTO. Dalam Pasal 38 ayat (3) UUPerdagangan dikatakan bahwa kebijakan perdagangan luar negeri meliputi pengharmonisasian standar dan prosedur kegiatan perdagangan dengan mitra dagang. Artinya bahwa 15 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm

8 hal-hal yang diatur dalam UU Perdagangan haruslah menyesuaikan dengan apa yang diatur dalam perjanjian WTO yang dalam penelitian ini adalah dalam lingkup pengaturan kebijakan perdagangan luar negeri, pengendalian perdagangan, serta kaitannya dengan prinsip pembatasan kuantitatif sebagai bentuk pengendalian perdagangan yang akhirnya akan diteliti kesesuaian antara kebijakan pengendalian perdagangan luar negeri melalui pembatasan kuantitatif dengan ketentuan GATT/WTO.Hal inilah yang menjadi latarbelakang diangkatnya permasalahan ini untuk dijadikan sebuah skripsi. B. Rumusan Masalah Adapun dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah pembahasan maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang disesuaikan dengan judul yang diajukan, dimana permasalahan inilah yang akan menjadi dasar untuk melakukan pembahasan selanjutnya. Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan hambatan perdagangan internasional dalam kerangka GATT /WTO? 2. Bagaimana pengaturan prinsip larangan hambatan kuantitatif (prohibition on quantitative restriction) dalam kerangka GATT/WTO? 3. Bagaimana kebijakan hambatan kuantitatif dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan? 8

9 C. Tujuan Penelitian Tujuan utama dalam penulisan skripsi ini adalah merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum dan sebagai tambahan pengetahuan. Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hambatan perdagangan internasional dalam kerangka GATT/WTO. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan prinsip larangan hambatan kuantitatif (prohibition on quantitative restriction) dalam kerangka GATT/WTO. 3. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan hambatan kuantitatif dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. D. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Manambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Ekonomi khususnya bidang perdagangan internasional terkait kebijakan prinsip hambatan kuantitatif dalam GATT dan UU Perdagangan. b. Dapat memberi masukan dalam bidang hukum ekonomi kepada masyarakat, pemerintah, dan aparatur hukum dalam kaitannya dengan 9

10 kebijakan prinsip hambatan kuantitatif dalam rangka perdagangan internasional. 2. Manfaat Praktis a. Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisanpenulisan ilmiah lainnya yang berhubungan. b. Mengingat pembahasan dari permasalahan diatas juga melibatkan lembaga-lembaga penyelenggara yang berwenang terhadap jalannya perdagangan internasional maka melalui tulisan ini dapat diketahui bagaimana analisis yuridis kebijakan prinsip hambatan kuantitatif dalam GATT dan UU Perdagangan. c. Sebagai pemenuhan syarat guna menyelesaikan studi dan meraih gelar Sarjana Hukum. 10

11 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang pesat. Namun, pesatnya perkembangan hukum ini dibarengi pula berbagai definisi berbeda antar para sarjana. Definisi pertama perdagangan internasional dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam laporannya tahun Definisi ini sebenarnya merupakan definisi buatan seorang Guru Besar ternama dalam Hukum Dagang Internasional dari City of London College, yaitu Profesor Clive M. Schmitthoff yakni mendefinisikan perdagangan internasional sebagai: the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations. Dari definisi ini, maka terdapat unsur-unsur sebagai berikut: a. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata. b. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara. Namun, meski perdagangan internasional telah lama dikenal di Indonesia ternyata masih banyak yang salah mempersepsikannya, Profesor Hikmahanto Juwana mengemukakan ada tiga kesalahan persepsi dalam memaknai perdagangan internasional 17 : 16 United Nations, Progressive Development of the Law of International Trade: Report of the Secretary General of the United Nations 1966, (dalam) Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm Kata Pengantar oleh Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, PHd, (dalam) Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar Hukum WTO(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), hlm. XV. 11

12 a. Atribusi yang diberikan pada istilah perdagangan internasional. Masih banyak pihak yang mempersepsikan dalam istilah tersebut adalah pihakpihak yang melakukan transaksi perdagangan. Padahal perdagangan internasional sama sekali tidak merujuk pada kegiatan transaksi perdagangan pelaku usaha negara. Perdagangan internasional merujuk pada kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh berbagai pemerintah dibidang perdagangan. Pemerintah sebagai regulator memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan tidak saja bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan diwilayahnya tetapi juga kewenangan untuk membuat kebijakan atas barang atau jasa di negara lain yang akan masuk kenegaranya. b. Mispresepsi kedua adalah terkait dengan istilah hukum perdagangan internasional. Dalam sejumlah literatur Indonesia masih banyak penulis yang melakukan pembahasan mengenai arbitrase ataupun kontrak internasional dalam buku yang berjudul Hukum Perdagangan Internasional. Ini disebabkan para penulis menganggap perdagangan internasional sebagai transaksi perdagangan antar pelaku usaha lintas negara. Padahal bila dibandingkan dengan literatur yang sama dari luar negeri (International Trade Law), hukum perdagangan internasional sama sekali tidak merujuk pada aturan-aturan yang bersifat perdata. Aturan-aturan yang dibahas dalam hukum perdagangan internasional mencakup aturan-aturan yang dijadikan rujukan ketika negara membuat kebijakan dibidang perdagangan. c. Mispresepsi yang ketiga yakni terkait dengan apa yang diatur dalam berbagai perjanjian antar negara. Perjanjian antar negara ini tidak mengatur transaksi yang dilakukan antar negara serupa dengan kontrak bisnis internasional. Ada paling tidak tiga hal yang diatur dalam perjanjian internasional, yakni 18 : 1) Kesepakatan antar negara untuk menghilangkan berbagai hambatan (barriers) atas arus barang dan jasa. Kesepakatan ini yang kemudian harus ditransformasikan kedalam peraturan perundang-undangan nasional diberbagai tingkatan sehingga kebijakan pemerintah dibidang perdagangan tidak akan mendiskriminasi asal barang atau jasa. 2) Kesepakatan ini diharapkan mewujudkan keseragaman-keseragaman yang diharapkan terkait dengan kebijakan maupun penafsiran atas suatu istilah maupun konsep yang diambil oleh berbagai pemerintah dibidang perdagangan. Sebagaimana diketahui dengan adanya kedaulatan negara maka setiap pemerintahan dapat membuat kebijakan bahkan dalam menafsirkan suatu konsep atau istilah. Melalui perjanjian perdagangan internasional inilah persamaan persepsi dapat diwujudkan. 3) Kesepakatan dibuat juga untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa yang muncul antar negara. Sengketa dapat muncul karena perbedaan penafsiran atas ketentuan yang telah disepakati ataupun salah satu negara anggota tidak menaati apa yang telah disepakati. 18 Ibid, hlm. XVIII. 12

13 Dampaknya, perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa, bagi Indonesia, dengan ekonominya yang bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan pemerataan pembangunan, berikut hasil-hasilnya serta memelihara kemantapan stabilitas nasional. 19 Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subjek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Fakta sekarang ini terjadi adalah perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat. Hal ini sudah banyak terjadi dalam sejarah perkembangan dunia. Besar dan jayanya negaranegara didunia tidak terlepas dari keberhasilan dan aktivitas negara-negara tersebut didalam perdagangan internasional. Timbulnya kebebasan dalam melaksanakan perdagangan antar negara, atau disebut dengan perdagangan internasional termotivasi oleh paham atau teori yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya berjudul The Wealth of Nations, yang menyatakan bahwa kesejahteraan masyarakat suatu negara justru akan meningkat, jika perdagangan internasional dilakukan dalam pasar bebas dan intervensi pemerintah dilakukan seminimal mungkin. 2. GATT/ WTO Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade) yang biasa disingkat dengan GATT merupakan suatu perjanjian perdagangan multilateral yang disepakati pada tahun 1948, dimana 19 Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional: Dalam Kerangka Studi Analitis(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm

14 tujuan pokoknya ialah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna tercapainya kesejahteraan umat manusia. Lebih lanjut GATT bertujuan untuk menjaga upaya agar perdagangan dunia dapat menjadi semakin terbuka agar arus perdagangan dapat berkembang dengan mengurangi hambatanhambatan dalam bentuk tarif maupun non-tarif. 20 Perjanjian multilateral ini diadakan dalam rangka melaksanakan kesepakatan yang dicapai pada Bretton Woods Conference Bretton Woods Conference 1994 bertujuan hendak membentuk tata ekonomi dunia baru setelah sejumlah negara kuat didunia pada waktu itu menghadapi kenyataan terganggunya perekonomian dunia selama lebih dari satu dekade. Guna mencapai tujuan itu Bretton Woods Conference 1994 menetapkan konsep kerja sama internasional melalui kesepakatan multilateral dalam bidang perdagangan, dalam bidang moneter dan dalam bidang pembangunan serta rekontruksi atas kerusakan akibat perang dunia kedua. Untuk maksud itu, kemudian dibentuklah organisasi-organisasi internasional yang salah satunya adalah GATT. Sejak tahun 1947 secara tetap memainkan peran penting untuk menyelenggarakan rangkaian perundingan (round) guna melanjutkan upaya membentuk kesepakatan-kesepakatan multilateral baru dalam rangka liberalisasi lebih lanjut terhadap perdagangan internasional, hingga akhirnya terbentuk WTO yang sejak tanggal 1 Januari 1995 menggantikan GATT. Disetujuinya hasil perundingan Uruguay Round dan dibentuknya WTO sebagai lembaga penerus GATT, struktur dan sistem pengambilan keputusan yang berlaku didalam GATT juga turut disesuaikan dengan ketentuan dalam perjanjian baru tersebut. WTO adalah suatu lembaga perdagangan multilateral permanen. 20 Syahmin AK., Op. Cit., hlm

15 Sebagai suatu organisasi permanen, peranan WTO akan lebih kuat daripada GATT. Hal ini secara langsung tercermin dalam struktur organisasi dan sistem pengambilan keputusan. Dengan terbentuknya WTO mulai 1 Januari 1995, maka tentang apakah GATT sebagai organisasi internasional atau bukan, telah berakhir. GATT 1947 kini diintergrasikan didalam satu perjanjian yang merupakan ANNEX perjanjian WTO, yakni Multilateral Agreement on Trade in Goods. 3. Hambatan Perdagangan Hambatan perdagangan adalah regulasi atau peraturan pemerintah yang membatasi perdagangan bebas. Rezim perdagangan bebas yang tidak dapat dihindari negara-negara saat ini tidaklah berarti perdagangan dilakukan tanpa batas. Sebagaimana dikemukakan oleh Departemen Perdagangan Denmark yang memberikan definisi hambatan perdagangan adalah sebagai berikut : Trade barriers are measures that governments or public authorities introduce to make imported goods or services less competitive than locally produced goods and services. Not everything that prevents or restricts trade can be characterised as a trade barrier. 21 Maka, hambatan perdagangan tersebut perlulah diatur keseragamannya untuk menghindari praktik-praktik perdagangan yang kurang wajar yang dilakukan banyak negara dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan alasan untuk melindungi industri didalam negeri dan memberikan kesempatan kerja dengan melakukan hambatan tarif maupun non-tarif. Maka, diperlukanlah keseragaman pengaturan yakni perjanjian WTO yang mana terkait hambatan perdagangan, jika diklasifikasikan terdiri dari dua jenis, hambatan atau larangan berupa tarif atau non-tarif. Yang paling umum dari hambatan tarif terhadap akses 21 What is a Trade Barrier, The Trade Council of Ministry of Foreign Affairs of Denmark, diakses 8 Februari 2016 pukul WIB. 15

16 pasar adalah (setidaknya untuk barang) bea masuk. Hambatan non-tarif terhadap akses pasar untuk barang dan juga untuk jasa dan pemberi jasa dapat berupa: 22 a. Hambatan kuantitatif (quantitative restriction); b. Hambatan non-tarif lainnya, seperti hambatan teknis dalam perdagangan, kurangnya transparansi dalam regulasi perdagangan nasional, penerapan yang kurang adil dan memihak dari regulasi perdagangan nasional dan formalitas dan prosedur perpajakan. 4. Hambatan Kuantitatif (Quantitative Restriction) Pembatasan Kuantitatif adalah aturan yang membatasi jumlah (kuantiti) atas sebuah barang yang akan diimpor atau diekspor. 23 Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif diatur dalam Pasal XI GATT Hambatan kuantitatif dalam perdagangan internasional yang disebutkan dalam persetujuan GATT/WTO adalah hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk. Termasuk dalam kategori hambatan ini adalah kuota danpembatasan ekspor secara sukarela (VER).Menyadari bahwa kuota cenderung tidak adil, dan dalam prakteknya justru menimbulkan diskriminasi dan peluang-peluang subjektif lainnya. Oleh karena itu, maka hukum perdagangan internasional melaui WTO menetapkan untuk menghilangkan jenis hambatan kuantitatif. Adanya prinsip transparansi membawa akibatnegara-negara anggota WTO apabila hendak melakukan proteksi perdagangan internasional, tidak boleh menggunakan kuota sebagai penghambat, melainkan hanya tarif yang diizinkan untuk diterapkan. Karenanya, prinsip ini seringkali disebut sebagai tarifikasi hambatan perdagangan Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi, Op. Cit., hlm Pasal XI ayat (1) GATT 1994, menyatakan larangan umum atas pembatasan kuantitatif dalam ekspor maupun impor. 24 Penerapan Tarif Impor Berdasarkan Ketentuan GATT-WTO, AFTA DAN Perundang- Undangan Indonesia (The Aplication of Import Tariff according to The Rule of GATT-WTO, AFTA 16

17 F. Keaslian Penelitian Dimulainya tulisan in dengan terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap tulisan-tulisan terdahulu dan sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum (USU) bahwa penulisan tentang Analisis Yuridis Terhadap Kebijakan Hambatan Kuantitatif dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan belum pernah ada. Kemudian, ada ditemukan beberapa penelitian sebelumnya tentang Penerapan Prinsip WTO dalan UU Perdagangan. 25 Namun permasalahan yang dimunculkan dalam penulisan ini berbeda dengan penelitian ini. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini, dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil oleh pikir orisinal yang disusun melalui referensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun media elektronik sehingga keaslian dari tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah ataupun secara akademik. G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Metode yang diterapkan didalam suatu penelitian adalah kunci utama untuk menilai baik buruknya suatu penelitian. Metode ilmiah itulah yang and Indonesian Legislations), Muhammad Sood, diakses 8 Februari 2016 Pukul WIB. 25 Sri Wahyuni Yusuf, Penerapan Prinsip World Trade Organization dalan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (skripsi. Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, 2015). 17

18 menetapkan alur kegiatannya, mulai dari pemburuan data sampai ke penyimpulan suatu kebenaran yang diperoleh dalam penelitian itu. 26 Jenis penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. 27 Dalam skripsi ini akan dianalisis mengenai kebijakan hambatan kuantitatif yang diatur dalam GATT yang dilihat dalam UU Perdagangan. Adapun sifat dari penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif yakni penelitian yang bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum yang kemudian diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain Jenis data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yakni data yang diperoleh melalui bahan pustaka. Jenis-jenis bahan kepustakaan khususnya dalam penelitian hukum itu dapat berupa: 29 a. Bahan hukum primer yaitu norma atau kaidah dasar seperti Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun, peraturan dasar seperti ketentuan-ketentuan dalam batang tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, Peraturan Perundang-undangan seperti UU, Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan lain-lain. Juga bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti ketentuan hukum adat, 26 Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005), hlm Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Balai Aksara, 1990), hlm Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Tampil, Op. Cit., hal

19 yurisprudensi, traktat dan bahan hukum dari jaman penjajahan yang masih berlaku. Dalam skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, General Agreement on Tariff and Trade dan Perjanjian World Trade Organization. b. Bahan hukum sekunder yaitu rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lainnya yang mendukung dan memberi penjelasan tentang bahan hukum primer. c. Bahan hukum tersier yaitu kamus, ensiklopedi dan lain-lain bahan hukum yang memberi penjelasan tentang bahan hukum primer dan sekunder Teknik Pengumpulan Data/ Metode Pengumpulan Data Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yakni data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, hasil penelitian, surat kabar, makalah ilmiah, internet, pendapat sarjana, dan bahanbahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4. Analisis Data Berdasarkan sifat penelitian skripsi ini yaitu deskriptif, maka analisis data yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas untuk dituangkan dalam skripsi ini. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang 30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, (dalam) Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum: Penulisan Skripsi (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005), hal

20 dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian penelitian dalam skripsi ini. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (Lima) Bab yang masingmasing memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut. Bab I merupakan Bab Pendahuluan. Pada bab ini akan diuraikan secara umum keadaan-keadaan berhubungan dengan objek penelitian seperti latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berjudul hambatan perdagangan internasional dalam kerangka GATT/WTO. Bab ini akan menguraikan mengenai sejarah lahirnya GATT 1947 hingga berdirinya WTO beserta prinsip-prinsip perdagangan bebas dalam kerangka GATT /WTO. Kemudian dibahas terkait hambatan tarif dan non-tarif dalam kerangka GATT/ WTO. Bab III berjudul pengaturan prinsip larangan hambatan kuantitatif (prohibition on quantitative restriction) dalam Kerangka GATT/WTO. Dalam bab ini dibahas lebih lanjut tentang hambatan perdagangan internasional yakni hambatan kuantitatif mulai dari pengertian hingga bentuk hambatan kuantitatif. Kemudian prinsip daripada hambatan kuantitatif dalam kerangka GATT, dilanjutkan dengan pengecualian terhadap larangan pembatasan kuantitatif. Bab IV berjudul kebijakan hambatan kuatititatif dalam UU Perdagangan. Dalam bab ini dibahas tentang pengaturan kebijakan perdagangan luar negeri 20

21 dalam UU Perdagangan yang dilanjutkan dengan pembahasan pengendalian perdagangan luar negeri yang kemudian akan dibahas kaitannya dengan pembatasan kuantitatif yang diakhiri dengan pembahasan mengenai kesesuaian kebijakan pengendalian perdagangan laur negeri melalui pembatasan kuantitatif dalam ketentuan GATT/ WTO. Bab V berisi kesimpulan terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diuraikan dan yang ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang dianggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut. 21

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pembentukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori-teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus

BAB I PENDAHULUAN. serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan, peningkatan mutu intelektual serta pembentukan watak menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia dasar filosofis yang dimaksudkan itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang berati lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya. Kedua hal tersebut pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatakan bahwa tujuan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo.

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. DAFTAR PUSTAKA Buku Adolf, Huala. 2005. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. dan A. Chandrawulan. 1994. Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING DI BALI ( STUDY PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI ) Oleh : I Made Ferry Gunawadi I Wayan Novy Purwanto Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana negara-negara di dunia saat ini

Lebih terperinci

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, keterbukaan, keterkaitan, ketergantungan, serta persaingan antar negara khususnya dalam bidang ekonomi semakin tidak dapat dihindari.adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia sekarang sedang mengalami perubahan yang disebut globalisasi. Globalisasi tersebut terjadi diberbagai aspek, salah satunya pada aspek ekonomi yang lazim disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Analysis of Juridical Concerning Non-Tariff Barriers Indications Against Ministerial Energy and Mineral Resources Decree No. 7 year 2012 about the Increase in Mineral Added Value Through the Mineral Processing

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO A. Sejarah Terbentuknya GATT WTO Pada akhir Perang Dunia II, negara-negara pemenang Perang Dunia II berupaya menciptakan berbagai

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI PERATURAN NASIONAL DIKAITKAN DENGAN UPAYA SAFEGUARDS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION T E S I S SYLVIANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan guna

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan guna menunjang pertumbuhan ekonominya. Hal ini ditandai dengan berkembangnya industri-industri

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith

BAB I PENDAHULUAN. Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin. Kemudian paham

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008

BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2008 BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN JASA INTERNASIONAL Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Jl. BungaAsoka Gg. AndalasNo. 1 AsamKumbang, Medan Cellphone : 0813 62260213, 77729765 E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan di seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional dalam era global dewasa ini telah mengalami peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. 2 Salvatore menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. 2 Salvatore menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu aktivitas ekonomi yang telah sangat tua dan berperan penting dalam menjalankan roda kehidupan suatu negara. Nopirin menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Konstitusi Republik Indonesia dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, 1 yang mempunyai tujuan untuk menciptakan tata tertib hukum dan kepastian

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi internasional yang secara khusus mengurus masalah perdagangan antarnegara di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi diartikan sebagai suatu proses transformasi sosial yang membawa kondisi umat manusia yang berbeda, terpencar di seluruh dunia ke satu kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perdagangan internasional dipengaruhi oleh sistem, ketentuan dan mekanisme WTO (World Trade Organizations) dengan bentuk salah satu aturan main adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi

BAB III PENUTUP. Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi 66 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Liberalisasi perdagangan merupakan salah satu tujuan organisasi internasional yaitu World Trade Organization. Sektor pertanian merupakan salah satu bidang yang menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses gobalisasi sudah melanda hampir di semua negara di dunia,termasuk di Indonesia. Globalisasi berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dan juga negara-negara,tidak

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian 101 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian yang penulis lakukan dalam penulisan hukum ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh GATS terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya lembaga anjak piutang (Factoring) dapat mengatasi berbagai kendala yang muncul dalam dunia usaha dan dapat menjadi alternatif pembiayaan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. Maka dari itu dikatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. Maka dari itu dikatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan Pegawai Negeri Sipil merupakan unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang tugasnya adalah untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep negara hukum telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya permintaan akan suatu barang dan jasa oleh suatu negara terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya perdagangan di kancah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. AK, Syahmin., 2006, Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Rajawali Press. Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. AK, Syahmin., 2006, Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Rajawali Press. Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka. 192 DAFTAR PUSTAKA BUKU AK, Syahmin., 2006, Hukum Dagang Internasional, Jakarta: Rajawali Press. Departemen Pendidikan Nasional. 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta, Balai Pustaka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN ROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi teknologi berbasis sumber daya kecerdasan manusia. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang dalam kehidupan bernegara, berpemerintah dan bermasyarakat selalu mengacu kepada hukum yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Retno Arifingtyas NIM. E BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan pemberhentian sementara dari jabatan terhadap pegawai negeri sipil yang diduga terlibat tindak pidana korupsi berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 (studi kasus dugaan tindak

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL ANALISIS PEMBERIAN INSENTIF KEPADA INVESTOR ASING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Any Prima Andari I Wayan Wiryawan Desak Putu Dewi Kasih Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002.

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002. Adolf, Huala. Hukum Ekonomi Internasional. Bandung: CV.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah yang sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, etnis,

Lebih terperinci