BAB II PENGATURAN KEGIATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN KEGIATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN KEGIATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO A. Sejarah Berdirinya WTO Berdirinya WTO tidak terlepas dari peristiwa sejarah yaitu Perang Dunia II. Pada waktu berlangsungnya PD II, Negara sekutu khususnya Amerika Serikat dan Inggris memprakarsai pembentukan organisasi ekonomi internasional untuk mengisi kebijakan-kebijakan ekonomi internasional. Tujuan pertama dari prakarsa tersebut mengeluarkan kebijakan The Reciprocal Trade Agreement yakni undangundang yang mensyaratkan kewajiban resiprositas (timbal balik) untuk pengurangan pengurangan tarif dalam perdagangan 33. Terhambatnya hubungan ekonomi internasional menyebabkan dampak kemerosotan dan resesi ekonomi di dunia. Upaya untuk menata hubungan ekonomi internasional menjelang PD II berakhir dilakukan melalui diselenggarakan konferensi di Bretton Goods, New Hampshire, Amerika Serikat menghasilkan beberapa lembaga yakni IBRD dan IMF. Konferensi ini, meskipun ditujukan khususnya untuk persoalan-persoalan moneter, menyadari perlunya insiatif-inisiatif pengaturan mengenai perdagangan barang-barang. 34 Hal ini akan dilakukan melalui pembentukan The International Trade Organization (ITO). Langkah menangani masalah perdagangan internasional pada bulan Februari 1946, ECOSOC (dewan yang mendorong kerjasama, dan pembangunan Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional (Jakarta: Rajawali Grafindo, 1998), hlm. 34 Ibid. 25

2 ekonomi dan sosial internasional) suatu badan di bawah PBB, 35 pada sidang pertamanya telah mengambil resolusi untuk mengadakan konferensi guna menyusun piagam internasional di bidang perdagangan. Pada waktu yang bersamaan, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan suatu draft mengenai piagam untuk Internasional Trade Organization (ITO). 36 Langkah menyusun inisiatif tersebut, suatu panitia persiapan ITO dibentuk dan bersidang di Landon 18 Oktober sampai 26 Desember Panitia persiapan berhasil mengeluarkan suatu rancangan Piagam Landon (The Landon Draft Charter). Namun anggota peserta pertemuan itu gagal oleh karena US (United State) sebagai salah satu peserta tidak bersedia meratifikasi mencapai kata sepakat untuk mengesahkan rancangan piagam tersebut. Kemudian pada tanggal 21 Nopember 1947 sampai dengan 24 Maret 1948 diadakan suatu pertemuan yang berlangsung di Havana. Pertemuan ini membahas piagam ITO oleh delegasi dari 66 negara. Pertemuan berhasil mengesahkan piagam Havana. Namun sampai dengan pertengahan tahun 1950 negara-negara peserta menemui kesulitan dalam meratifikasi piagam ITO. Dengan kegagalan ITO dijadikan realitas maka telah dibentuk apa yang dinamakan dengan GATT (General Agreement on Tariff and Trade). Menyadari piagam ITO tidak akan diratifikasi oleh negara pelaku utama perekonomian dunia, negara-negara mengambil inisiatif untuk memberlakukan GATT melalui Protocol of Provisional Application (PPA) yang ditandatangani 35 (diakses 22 Mei 2016). 36 H.S Kartadjoemena. GATT dan WTO (Jakarta: UI Press, 1996), hlm

3 oleh 22 anggota asli GATT pada akhir Sejak itulah GATT kemudian diberlakukan. Guna mengisi kekosongan hukum perdagangan internasional, sementara Piagam Havana belum berlaku negara-negara merundingkan aturan-aturan perdagangan internasional yang kemudian diwadahi oleh GATT 1947 sebagai Umbrella of Law. Pada pertemuan-pertemuan itu telah dirundingkan pembentukan GATT. Pada mulanya GATT 1947 merupakan suatu persetujuan multilateral yang mensyaratkan pengurangan secara timbal balik tarif yang berada dibawah naungan ITO. 37 Dengan kegagalan ITO dijadikan realitas maka telah dibentuk apa yang dinamakan dengan GATT. General Agreement Tarrifs and Trade/GATT sendiri sebenarnya menjelma setelah pada akhir Perang Dunia II, negara-negara yang telah menang perang ini tidak berhasil mendirikan apa yang mereka namakan Internasional Trade Organization. Menurut tujuannya semula, maka ITO ini akan dibentuk sebagai Specialized Agency dari PBB. ITO ini semula diharapkan agar dapat membangun kembali sistem ekonomi moneter sebelum perang dunia dengan mengatasi kekurangan yang telah dikemukakan terhadap perdagangan bebas. GATT dinyatakan sebagai organisasi internasional yag diberlakukan Protocol of Provisional Application dan menerapkan GATT sebagai perjanjian internasional yang mengikat. 38 GATT 1947 sebenarnya tidak sah secara organisasi karena tidak mempunyai anggaran dasar yang memuat struktur 37 Huala Adolf, Op. Cit., hlm Ibid. 27

4 organisasi dan tidak ada ketentuan-ketentuan yang mengatur hukum formil sebagai suatu organisasi. Tahun-tahun pertama GATT diwarnai dengan berbagai macam forum negosiasi, diikuti dengan perubahan-perubahan perjanjian pada tahun 1950-an. Mulai pertengahan pada tahun 1960 dilakukan serangkaian putaran perundingan perdagangan multilateral Multilateral Trade Negotiations (MTNs) yang secara bertahap memperluas cakupan GATT dalam kebijakan non-tariff yang lebih besar. Tujuh putaran MTNs telah dilakukan dalam kerangka GATT yaitu Putaran jenewa (1947), Putaran Annecy (1949), Putaran Torquay (1951), Putaran Jenewa (1956), Putaran Dillon ( ), Putaran Kennedy ( ),dan Putaran tokyo ( ). Lima putaran pertama MTNs membahas topik khusus mengenai tarif. Sejak Putaran Kennedy, topik perundingan selain tarif juga membahas tentang restriksi perdagangan non tarif dan masalah perdagangan terkait dengan produk pertanian. Pembahasan non-tarif yang dilakukan dalam Putaran Kennedy masih merupakan pembahasan cakupan dalam lingkup GATT. Putaran Tokyo selain masalah tarif dan non tarif juga dibahas tentang kebijakankebijakan diluar dari GATT seperti standar produk dan pengadaan pemerintah. Terjadinya kembali resesi ekonomi yang melanda dunia awal dasawarsa 1980-an mengakibatkan kembali tekanan pada tata perdagangan dan ekonomi dunia. Negara-negara terpaksa melakukan hambatan perdagangan terselubung terhadap barang impor yang merupakan gejala bagi sistem proteksionisme. Dari situasi tersebut maka dalam suatu pertemuan para menteri perdagangan pada tahun 1982 telah muncul pemikiran untuk menyelenggarakan suatu putaran 28

5 perundingan baru. Setelah adanya persiapan yang cukup matang oleh pihak Sekretariat GATT di Jenewa maupun delegasi negara anggota maka pada bulan September 1986 dilangsungkan suatu pertemuan tingkat Menteri di Punta del Este, Uruguay yang menghasilkan kesepakatan untuk melancarkan putaran perundingan baru, yaitu Putaran Uruguay. Dalam putaran ini dihasilkan suatu kesepakatan baru untuk membentuk WTO yang disertai dengan lampiranlampirannya. Perundingan GATT Putaran Uruguay yang berlangsung dari tahun 1986 hingga Perundingan GATT diselenggarakan dalam delapan putaran yang dimulai pada tahun 1947 sebagai hasil dari kesimpulan perundigan GATT Putaran Uruguay yang berhasil, pada tanggal 1 Januari 1995 maka WTO menggantikan Sekretariat GATT dan mulai mengatur sistem hukum perdagangan internasional. Berakhirnya Putaran Uruguay mendorong terbentuknya WTO maka pada tahun 1994 putaran tersebut dilanjutkan di Marakesh, Maroko menghasilkan pembentukan WTO Agreement beserta annex-annexnya. Terbentuknya WTO merupakan lembaga penerus GATT Dalam Annex 1 memuat persetujuanpersetujuan multilateral yang terdiri dari hasil-hasil perundingan Putaran Uruguay yang semuanya sifatnya memaksa. Artinya, peraturan-peraturan tersebut menetapkan kewajiban-kewajiban yang mengikat semua anggota WTO. General Agreement Tarrifs and Trade/GATT sebagai lembaga yang telah mengalami transformasi menjelma sebagai suatu lembaga baru dengan wewenang dan wawasan substantif yang jauh lebih luas. Rangkaian perjanjian yang disepakati mencakup penyempurnaan aturan GATT yang ada. Dengan perluasan 29

6 wewenang dan wawasan substantif tersebut maka WTO sebagai lembaga penerus GATT akan mempunyai peranan luas pada tahun-tahun mendatang. B. Tujuan WTO World Trade Organization adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan menfasilitasi perdagangan internasional. WTO adalah suatu lembaga perdagangan multilateral yang permanen, peranan WTO akan lebih kuat dari pada GATT. Tujuan pendirian WTO ditegaskan dalam undang-undang pendirian WTO yaitu mendorong arus perdagangan antar negara melalui pengurangan tariff dan hambatan dalam perdagangan serta membatasi perlakuan diskriminasi dalam hubungan perdagangan internasional. WTO memiliki beberapa tujuan penting dalam perdagangan internasional: Mendorong arus perdagangan antarnegara, dengan mengurangi dan menghapus berbagai hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus perdagangan barang dan jasa; 2. Menfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih permanen. Hal ini mengingat bahwa perundingan perdagangan internasional di masa lalu, prosesnya sangat kompleks dan memakan waktu; 3. Adalah untuk penyelesaian sengketa, mengingat hubungan dagang sering menimbulkan konflik-konflik kepentingan. Meskipun sudah ada persetujuanpersetujuan dalam WTO yang sudah disepakati anggotanya, masih 39 Huala Adolf, Penyelesaian Sengketa Dagang dalam World Trade Organization (WTO) (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm

7 dimungkinkan terjadi perbedaan interpretasi dan pelanggaran sehingga diperlukan prosedur legal penyelesaian sengketa yang netral dan disepakati bersama. Sesuai dengan yang tercantum dalam preambulenya yakni untuk : 40 Keberhasilan implementasi persetujuan-persetujuan dalam WTO tergantung pada dukungan negara-negara anggotanya. Demikian pula legitimasi WTO sebagai sebuah organisasi juga sangat tergantung pada kemauan negaranegara....to raising standards of living, ensuring full employment and a large and steadily growing volume of real income and effective demand, and expanding the production of and trade in goods and services, while allowing for the optimal use of the world's resources in accordance with the objective of sustainable development, seeking both to protect and preserve the environment and to enhance the means for doing so in a manner consistent with their respective needs and concerns at different levels of economic development. Berlakunya aturan-aturan WTO sama bagi semua anggota, maka baik individu, perusahaan ataupun pemerintah akan mendapatkan kepastian yang lebih besar mengenai kebijakan perdagangan suatu negara. Terikatnya suatu negara dengan aturan-aturan WTO akan memperkecil kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan secara mendadak dalam kebijakan perdagangan suatu negara. 41 Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, para pihak WTO memasuki suatu rencana timbal balik yang menguntungkan yang diarahkan untuk mengurangi tarif dan rintangan-rintangan pada perdagangan lainnya dan menghilangkan diskriminasi dalam perdagangan internasional. Dengan memperhatikan tujuantujuan di atas sangat umum sifatnya, yang mana rencana itu ditujukan untuk 40 Preambule The WTO Agreement. 41 Huala Adolf, Op. Cit., hlm

8 dapat memberikan sumbangannya secara tidak langsung pada tujuan ini melalui promosi perdagangan yang bebas dan multilateral. Mengenai fungsi WTO dapat dilihat dalam Pasal 3 WTO, secara umum dapat diketahui antara lain : 1. mendukung pelaksanaan, pengaturan, dan penyelenggaraan persetujuan yang telah dicapai untuk memujudkan sasaran perjanjian tersebut; 2. sebagai forum perundingan bagi negara-negara anggota mengenai perjanjianperjanjian yang telah dicapai beserta lampiran-lampirannya, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam Perundingan Tingkat Menteri; 3. mengatur pelaksanaan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perdagangan; 4. mengatur mekanisme peninjauan kebijakan di bidang perdagangan, dan 5. menciptakan kerangka penentuan kebijakan ekonomi global berkerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank), serta badan-badan yang berafiliasi. Dari fungsi-fungsi WTO, tampak fungsi-fungsi tersebut merupakan upaya untuk menafsirkan dan menjabarkan lebih lanjut tentang Multilateral Trade Agreements (MTAs) dan Plurilateral Trade Agreements (PTAs), termasuk mengawasi pelaksanaan maupun penyelesaian sengketa serta perbedaan pendapat mengenai perjanjian-perjanjian yang disepakati. WTO juga akan melakukan peninjauan atas implementasi perjanjian-perjanjian oleh setiap negara anggota dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan 32

9 dalam perjanjian. Dengan demikian, seperti halnya IMF dan World Bank, WTO memiliki alat untuk memaksa negara-negara anggota untuk mengikuti ketentuanketentuannya. Dengan fungsi-fungsi yang dipunyai WTO tersebut, menjadikan WTO sekaligus sebagai forum bagi perundingan-perundingan selanjutnya di masa mendatang dalam perjanjian multilateral. Kehadiran WTO diharapkan dapat melaksanakan segala ketentuan yang telah ditetapkan yakni tetap pada perwujudan perdagangan bebas yang jujur, terbuka dan adil. 42 C. Prinsip-Prinsip Perdagangan Internasional dalam Kerangka WTO Poerwadarminta menyatakan, 43 yang dimaksud dengan prinsip adalah asas (kebenaran yang jadi pokok dasar orang berpikir, bertindak, dan sebagainya), sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 44 prinsip adalah dasar, asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya). Pengertian prinsip atau principle, Black s Law Dictionary, 45 memberikan pernyataan sebagai berikut : A fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule of doctrine which furnishes a basis or drigen for other, a settled rule of actions procedure or legal determination. A truth or preposition so clear that it can not be proves or contradicted anless by a preposition which is still cleaner. That which constitutes the essence of a body or its constituent parts. That which pertains theoretical part of a science. 42 Abdul Manan, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), hlm W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976). 44 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988). 45 Hendry Compbell Black, Black s Law Dictionary (St. Paul Minn: West Publishing, 1983). 33

10 Pengertian prinsip di atas dapat diketahui bahwa prinsip hukum adalah suatu yang sangat mendasar bagi suatu konsep hukum. Prinsip hukum dalam pengertian substansif tidak merupakan bagian terpisah dari kategori norma-norma hukum, melainkan hanya berbeda dalam isi dan pengaruhnya. Prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) yang dikenal dalam hukum perdagangan internasional diperkenalkan oleh sarjana hukum perdagangan internasional, yaitu Profesor Aleksander Goldstajn. Beliau memperkenalkan tiga prinsip dasar tersebut, yaitu : 1. prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the principle of the freedom of contract); 2. prinsip pacta sunt servanda; 3. prinsip dasar penyelesaian sengketa melalui arbitrase; 4. prinsip dasar kebebasan komunikasi (navigasi). Prinsip dasar lainnya disamping prinsip-prinsip dasar tersebut ialah prinsip dasar yang dikenal dalam hukum ekonomi internasional. Sejumlah prinsip yang mengendalikan GATT/WTO disetujui oleh anggotanya, yaitu : Reciprocity, suatu negara berada pada suatu posisi tawar- menawar dalam rangka mengurangi hambatan perdagangan dengan harapan negara lain akan melakukan hal yang sama. 46 Ratya Anindita dan Michael R.Reed, Bisnis dan Perdagangan Internasional (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2008), hlm

11 2. Nondiscrimination, suatu negara akan memberikan seluruh anggota GATT preferensi yang sama. Hal ini sering disebut The Most Favored Nation principle (MFN). 3. Transparency, hambatan perdagangan seharusnya mudah dikenali oleh yang lainnya, tidak disembunyikan. 4. National treatment, barang yang diterima diantara negara-negara sebaiknya diperlakukan sama, tanpa mempermasalahkan negara asal barang tersebut. 5. Compensation, setiap negara dilarang memberikan kompensasi atas kebijakan yang dilakukan oleh negara lain. Prinsip hukum perdagangan internasional yang diatur dalam GATT/WTO, meliputi : Prinsip non-diskriminasi (Non-Discrimination Principle) Prinsip ini meliputi : a. Prinsip Most Favoured Nation (MFN) Semua negara anggota terikat untuk memberikan negara negara yang lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal atau yang ditujukan. b. Prinsip National Treatment 47 Muhammad Sood, Hukum perdagangan internasional (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm

12 Suatu negara harus memberikan perlakuan yang sama terhadap produksi dalam negeri dan terhadap produksi luar negeri. 2. Prinsip resiprositas Prinsip yang mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu negara dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara yang mengekspor produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara pertama tadi. 48 Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal balik, dan menghendaki adanya kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan internasional. 3. Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif (Prohibition of Quantitative Rectriction). Hambatan kuantitatif dalam GATT/WTO adalah hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk. Termasuk dalam katagori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan ekspor secara sukarela. Menyadari bahwa pembatasan kuota cenderung tidak adil dan dalam prakteknya justru dikriminasi. Oleh karena itu, hukum perdagangan internasional melalui WTO, menetapkan menghendaki transparansi dan menghilangkan jenis hambatan kuantitatif 49. Jadi, jika ingin melakukan proteksi perdagangan internasional, tidak boleh 48 Ibid. 49 Ibid., hlm

13 menggunakan kouta sebagai penghambat, melainkan hanya tarif yang hanya boleh diterapkan. 4. Prinsip perdagangan yang adil (fairness principles) Prinsip fairness dalam perdagangan internasional ini diarahkan untuk menghilangkan praktik praktik persaingan curang, dalam kegiatan ekonomi yang misalnya itu antara lain praktik dumping 50 dan subsidi 51 dalam perdagangan internasional. Maka, apabila hal diatas terjadi negara pengimpor yang dirugikan mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi balasan. Sanksi balasan itu adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dengan bea masuk dumping yang dijatuhkan terhadap produk produk yang di ekspor secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk untuk barang barang yang terbukti telah diekspor dengan fasilitas subsidi. 5. Prinsip tarif mengikat (binding tarif principles) Setiap negara anggota WTO harus memenuhi berapapun besarnya tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan tarif mengikat. Pembatasan perdagangan bebas dengan prinsip tarif yang masih ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan tarif (bea masuk). Penerapan tarif impor mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut 52 : a. Tarif sebagai pajak, adalah tarif terhadap barang impor (pajak barang impor) yang merupakan pengutan oleh negara untuk dijadikan kas negara. 50 Dumping adalah kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melakukan penjualan barang di luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga normal produk yang sejenis di negara pengimpor sehingga menimbulkan kerugian pada negara pengimpor. 51 Subsidi adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah terhadap pengekspor / produsen dalam negeri, baik berupa bantuan modal, keringanan pajak dan fasilitas lainnya. 52 Muhammad Sood, Op. Cit., hlm

14 b. Tarif untuk melindungi industri domestik dari praktik dumping yang dilakukan oleh negara pengekspor. c. tarif untuk memberikan balasan terhadap negara pengekspor yang melakukan proteksi produk melalui praktik subsidi terhadap produk ekspor. D. Kesepakatan-Kesepakatan yang Dihasilkan WTO World Trade Organization (WTO) yang di mana unifikasi aturan-aturan atau hukum perdagangan internasional diterapkan terhadap negara-negara anggotanya. Pasal XVI Perjanjian Pembentukan WTO menyatakan : 53 Each member shall ensure the comformity of its laws, regulations and administrative procedures with its obligations as provided in the annexed Agreements. (Pasal XVI ayat 4 Agreement Establishing the World Trade Organization). Ketentuan pasal tersebut menjadi indikator penting bagaimana WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menyesuaikan aturan-aturan atau hukum perdagangannya, dengan aturan-aturan yang termuat dalam Annex perjanjian WTO. Bahkan ketentuan Pasal XVI tersebut juga mewajibkan negara anggotanya untuk menyesuaikan prosedur administratifnya (birokrasi) sesuai dengan prosedur administratif WTO. Perjanjian-perjanjian yang termuat dalam lampiran (annex) WTO adalah perjanjian dalam TRIPS. Perjanjian-perjanjian lainnya adalah GATT 1994, Agreement on Agriculture, Sanitary and Phytosanitary Measures, Textiles and Clothing, Technical Barriers to Trade, Trade - Related Investment Measures 53 Preambulenya WTO. 38

15 (TRIMs), Antidumping (Pasal VI GATT 1994), Preshipment Inspection, Rules of Origin Import Licensing, Subsidies and Countervailing Measures Safeguards, General Agreement on Trade in Services (GATS), Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), Dispute Settlement Understanding. Sebenarnya di samping unifikasi hukum, WTO juga berupaya mendorong harmonisasi hukum, termasuk harmonisasi standar-standar teknisnya. Upaya harmonisasi ini telah lama diupayakan GATT. Pada tahun 1979, GATT berhasil mengeluarkan The GATT Code on Technical Standards (Standard Code). Aturan Standard Code ini mendorong negara-negara anggotanya untuk mengharmonisasikan standar-standar produk domestiknya. Upaya ini agar kebijakan negara-negara mengenai standar produk tidak justru menjadi penghalang bagi perdagangan dunia. 54 Perjanjian lainnya yang dapat digolongkan ke dalam harmonisasi hukum adalah perjanjian-perjanjian yang berada di bawah plurilateral agreement (lampiran 4 perjanjian WTO). Perjanjian-perjanjian ini adalah: Agreement on Trade in Civil Aircraft (Annex 4 (a)); Agreement on Government Procedurement (Annex 4 (b)); International Dairy Agreement (Annex 4 (c)); International Bovine Meat Agreement (Annex 4 (d)). Banyak perjanjian atau kesepakatan telah dibuat dan diberlakukan oleh World Trade Organization (WTO) kepada negara-negara anggotanya secara garis besarnya, perjanjian atau kesepakatan tersebut berisikan pokok-pokok pengaturan yakni : Huala Adolf, Op. Cit., hlm Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO) (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm

16 1. Kesepakatan pembentukan organisasi World Trade Organization (Marakesh Esthablishing the World Trade Organization). 2. Perdagangan barang (Multilateral Agreement on Trade in Goods). 3. Perdagangan jasa (General Agreement on Trade in Service). 4. Pengaturan tentang hak milik intelektual (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right). 5. Prosedur penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Understanding). 6. Perlakuan khusus bagi negara-negara berkembang (Generalized System of Preference). 7. Prinsip-prinsip perdagangan bebas lainnya. Adapun yang merupakan pengaturan utama terhadap WTO adalah bagian utamanya, yakni yang disebut dengan Basic Principle, yaitu sebagai berikut : General Agreement on Tariff and Trade (GATT), yaitu mengatur tentang perdagangan barang. 2. General Agreement on Tariff in Services (GATS), yaitu mengatur tentang perdagangan jasa. 3. Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), yaitu mengatur tentang aspek perdagangan bebas dalam hubungan dengan Hak Milik Intelektual. Tiga pengaturan utama (basic principle) seperti tersebut di atas, terdapat pula bagian kedua, yaitu sebagai berikut : 1. Additional Details, dan 56 Ibid., hlm

17 2. Annexes Yakni yang mengatur tentang ketentuan khusus dan detail terhadap sektorsektor atau masalah-masalah tertentu. Disamping itu, terdapat juga kesepakatankesepakatan yang merupakan bagian ketiga yaitu Market Access Commitment baik terhadap barang ataupun terhadap jasa yang berisikan daftar komitmen dari masing-masing negara anggota untuk memberlakukan prinsip-prinsip perdagangan bebas. Banyak perjanjian dengan nama, seperti Agreement, Understanding, dan lain-lain yang diberlakukan di bawah rezim WTO. Agreement-agreement yang telah diterima oleh WTO telah dinegosiasi melalui beberapa ronde perundingan di berbagai negara di dunia. Dokumen-dokumen tersebut bersama-sama dengan sejumlah dokumen lain disebut dengan Teks Hukum (The Legal Text). Dokumen lain yang diterima ke dalam sistem WTO selain dari agreement dan understanding, antara lain dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : Decision 2. Interpretative Notes 3. Declarations 4. Acts 5. Amandemends Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah ini : Pertanian. 57 Ibid., hlm World trade organization organisasi perdagangan dunia, (Diakses 6 April 2016). 41

18 2. Sanitary and Phytosanitary/SPS. 3. Badan pemantau tekstil (Textiles and Clothing). 4. Standar produk. 5. Tindakan anti-dumping. 6. Penilaian pabean (costum valuation methods). 7. Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspetion). 8. Ketentuan asal barang (Rules of Origin). 9. Lisensi impor (Imports Licencing). 10. Subsidi dan tindakan imbalan (Subsidies and Countervailing Measures). 11. Tindakan pengamanan (safeguards). E. Penyelesaian Sengketa Dagang dalam Kerangka WTO World Trade Organization memiliki sistem untuk menyelesaikan sengketa di antara anggotanya yang dalam banyak hal terbukti unik dan berhasil. Sistem ini terdapat dalam kesepakatan WTO mengenai penyelesaian sengketa/ WTO Dispute Settlement Understanding (DSU). Sejak WTO didirikan pada tahun 1995, lebih dari 380 sengketa telah dibawah ke forum Penyelesaian Sengketa WTO. Beberapa dari sengketa tersebut sangat bernuansa politis dan mendapatkan perhatian yang luas dari media. Perlu ditambahkan bahwa anggota negara-negara berkembang telah sering menggunakan sistem ini dalam menyelesaikan sengketa 42

19 dagang mereka, dan seringkali juga mereka menang dalam sengketa dengan anggota negara-negara maju. 59 Penyelesaian sengketa antarnegara dalam GATT/WTO sesungguhnya telah berlangsung lama. Sejarah panjang penyelesaian sengketa itu sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh aturan yang mendasari cara atau mekanisme penyelesaian sengketa. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian WTO sekarang ini pada intinya mengacu pada ketentuan Pasal GATT Berdirinya WTO mengakibatkan ketentuan-ketentuan GATT 1947 kemudian terlebur ke dalam aturan WTO. Menurut John H. Jackson penyelesaian sengketa perdagangan dalam WTO, memuat sekitar tiga puluh bentuk, termasuk beberapa kewenangan untuk melakukan tindakan sepihak dari peserta yang dirugikan. Misalnya, sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal VI, peserta GATT dapat diminta untuk meninjau kembali peraturan perundangundangan yang menyangkut bea cukai yang dianggap tidak sesuai dengan GATT. Penyelesaian sengketa perdagangan sebagaimana diatur dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII, merupakan pasal utama dalam penyelesaian sengketa GATT. Karakteristik acara penyelesaian sengketa WTO adalah; 1. Bersifat rahasia (rapat panel dan sidang Appellate Body hampir selalu tertutup untuk umum); dan 2. batas waktu yang sangat ketat bagi setiap langkah di proses persidangan Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnadi, Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization) (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), hlm John H. Jackson, Legal Problem of Economic Relation (St. Paul Minn: West Publishing Co, 1974). 43

20 Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian WTO sekarang ini pada intinya mengacu pada ketentuan Pasal GATT Dengan berdirinya WTO, ketentuan-ketentuan GATT 1947 kemudian terlebur ke dalam aturan WTO. Pengaturan penyelesaian sengketa dalam Pasal 22 dan 23 GATT memuat ketentuan yang sederhana. Pasal 22 menghendaki para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikannya melalui konsultasi bilateral atas setiap persoalan yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian atau ketentuan-ketentuan GATT. Pasal ini menyebutkan pula bahwa penyelesaian sengketa melalui konsultasi multilateral dapat diminta oleh salah satu pihak apabila sengketanya tidak mungkin diselesaikan melalui konsultasi secara bilateral. 61 Kedua Pasal tersebut tidak dimaksudkan sebagai pasal pengaturan untuk menyelesaikan sengketa dagang. Menurut Professor Jackson dalam Huala Adolf bahwa dalam sidang-sidang GATT masalah atau isu mengenai penyelesaian sengketa ini hanya dibahas pada pertemuan-pertemuan reguler atau tetap. 62 Pertemuan Montreal (1988) yang masih dalam kerangka Putaran Uruguay menghasilkan suatu paket deregulasi yang penting. Dalam pertemuan ilmiah dihasilkan kesepakatan pembentukan suatu badan khusus penyelesaian sengketa GATT, yaitu Dispute Settlement Body (DSB). Fungsi dari badan ini antara lain adalah untuk mengawasi secara langsung proses penyelesaiam sengketa dalam GATT. Lembaga penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Body) WTO telah menunjukkan kontribusi dan peran yang signifikan dalam menyelesaikan sengketa 61 Huala Adol, Op. Cit., hlm Ibid., hlm

21 perdagangan antar negara anggota. Sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga penyelesaian sengketa WTO diatur dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute yang biasa disebut DSU. Substansi ketentuan yang ada dalam DSU merupakan interpretasi dan implementasi dari ketentuan Pasal 3 GATT 1947 dan badan yang melaksanakannya adalah Dispute Settlement Body (DSB). Lembaga tersebut merupakan bagian dari dewan umum atau General Council. Mengenai kewenangan DSB meliputi membentuk panel, mengadopsi panel dan laporan badan banding, melaksanakan pengawasan implementasi terhadap rekomendasi dan keutusan yang telah dibuat serta mengotorisasi penundaan konsesi. Dengan adanya DSB, maka semua anggota WTO wajib menyelesaikan sengketa dagang melalui jalur ini dan semua negara anggota tidak diperbolehkan mengambil tindakan secara sepihak yang akan menimbulkan persoalan baru secara bilateral maupun multilateral. Berdasarkan Pasal 3 DSU dapat diketahui tugas utama dari DSB sebagai berikut: 1. Mengklarifikasi ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian-perjanjian WTO dengan melakukan interpretasi menurut hukum kebiasaan internasional publik. 2. Hasil penyelesaian sengketa tidak boleh menambah atau mengurangi hakhak dan kewajiban yang diatur dalam ketentuan WTO. 3. Menjamin solusi yang positif dan diterima oleh para pihak dan konsisten dengan substansi perjanjian dalam WTO. 45

22 4. Memastikan penarikan tindakan negara pelanggar yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian yang sudah tercakup dalam agreement (coveredegreement). Tindakan pembalasan dimungkinkan tetapi sebagai upaya terakhir. 63 Huala Adolf dalam bukunya juga menuliskan prosedur penyelesaian sengketa yang antara lain adalah sebagai berikut : Konsultasi, merupakan tahap pertama penyelesaian sengketa dan biasanya berlangsung dalam bentuk yang informal atau negosiasi formal, seperti melalui saluran-saluran diplomatik. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menyelesaikan sengketa di luar dari cara atau proses ajudikasi yang formal. 2. Jasa baik, konsiliasi dan mediasi, adalah cara-cara penyelesaian sengketa secara damai melalui keikutsertaan pihak ketiga. Penyelesaian ini bersifat sukarela dan bersifat informal dan konfidensial (rahasia). 3. Panel, pembentukan panel dianggap sebagai upaya akhir manakala penyelesaian sengketa secara bilateral gagal. Fungsinya adalah membantu penyelesaian secara obyektif dan untuk memutuskan apakah suatu subyek atau obyek perkara telah melanggar perjanjian cakupan WTO. 4. Badan Banding (Appellate Body atau AB), merupakan suatu inovasi dalam prosedur penyelesaian sengketa WTO. Terdiri dari tujuh orang, tiga di antaranya mengadili sengketa. 63 Ade Maman Suherman, Hukum Perdagangan Internasional (Lembaga Penyelesaian Sengketa WTO dan Negara Berkembang) (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm Huala Adolf, Op. Cit., hlm

23 5. Implementasi putusan dan rekomendasi, dapat dianggap sebagai masalah yang sangat penting di dalam proses penyelesaian sengketa. Isu ini akan menentukan kredibilitas WTO, termasuk efektivitas dari penyelesaian sengketa WTO itu sendiri. 6. Arbitrase, penyelesaian sengketa ini telah lama diakui dalam praktik penyelesaian sengketa dagang dalam GATT. Pada pokoknya beberapa pengaturan mengenai arbitrase diatur dalam Pasal 25 DSU Ibid. 47

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) Copyright 2002 BPHN UU 7/1994, PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) *8581 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang berkembang sangat pesat. perhatian dunia usaha terhadap

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa 64 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa DSB WTO dalam

Lebih terperinci

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement.

Artikel 22 ayat 1, DSU Agreement. BAB IV KESIMPULAN World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 7 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah WTO World Trade Organization (WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antarbangsabangsa dengan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009

SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 Pengantar Hukum WTO Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1 PRAKATA Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto Juwana S.H., LL.M.,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014 EFEKTIFITAS PERAN DAN FUNGSI WTO (World Trade Organization) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh : Thor B. Sinaga PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pertumbuhan perekonomiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang berdirinya the World Trade Organization (WTO) tidak

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang berdirinya the World Trade Organization (WTO) tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang berdirinya the World Trade Organization (WTO) tidak terlepas dari peristiwa sejarah yaitu Perang Dunia II (PD II). Pada waktu berlangsungnya PD II, Negara

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah World Trade Organization (WTO) saat ini merupakan satu satunya organisasi internasional yang secara khusus mengurus masalah perdagangan antarnegara di dunia.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG 1 of 12 07/07/2008 13:06 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUAJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) (TINJAUAN TERHADAP GUGATAN INDONESIA KEPADA KOREA SELATAN DALAM PENGENAAN

Lebih terperinci

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa

Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasa Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT) Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS) Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL

IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL Prawitra Thalib: Implikasi Prinsip Most Favoured Nation 35 IMPLIKASI PRINSIP MOST FAVOURED NATION DALAM UPAYA PENGHAPUSAN HAMBATAN PEDAGANGAN INTERNASIONAL Prawitra Thalib, SH.,MH. Anwar Rachman dan rekan,

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH

IDENTITAS MATA KULIAH S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 4 KE ATAS B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING DI BALI ( STUDY PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI ) Oleh : I Made Ferry Gunawadi I Wayan Novy Purwanto Bagian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO A. Sejarah Terbentuknya GATT WTO Pada akhir Perang Dunia II, negara-negara pemenang Perang Dunia II berupaya menciptakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan meningkat dengan pesat, khususnya ketika ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir kondisi ekonomi seperti globalisasi ekonomi, perdagangan barang selain produk seperti perdagangan jasa secara signifikan meningkat dengan pesat,

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 10 PENANAMAN MODAL TERKAIT PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (THE TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES-TRIMs) A. Agreement on Trade

Lebih terperinci

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, keterbukaan, keterkaitan, ketergantungan, serta persaingan antar negara khususnya dalam bidang ekonomi semakin tidak dapat dihindari.adanya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)

PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM KERANGKA WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION) Oleh: Hasan Basri, S.H. WTO dewasa ini telah menjadi organisasi internasional yang sangat dominan dalam membentuk

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan kemenangan pihak sekutu, maka dimulailah upaya membentuk lembaga-lembaga ekonomi internasional. Pembentukan

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL WTO dan Pengaruhnya Bagi Indonesia O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf, S.H., LL.M, PhD FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ KEN SWARI MAHARANI /

WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ KEN SWARI MAHARANI / WORLD TRADE ORGANIZATION Structure & Membership FETRYCIA ANGELA OCTORY/ 1206183161 KEN SWARI MAHARANI / 1206307164 World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Pedagangan Dunia, berlaku efektif 1 Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION

ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION ANALISIS TERHADAP KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) PADA KASUS US-CLOVE CIGARETTES (TOBACCO CONTROL ACT) 2012 DIPANDANG DARI PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT (PERLAKUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha

I. PENDAHULUAN. yang berbeda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha ke arah tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL. Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) APRILIA GAYATRI TUGAS MATA KULIAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Posisi Indonesia dan Perkembangan Perundingan WTO (Doha Development Agenda) O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : A Dosen : Huala Adolf,

Lebih terperinci

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri

Kata Kunci: National Treatment, Pajak Impor Dalam Industri Telepon Genggam, Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN TINGKAT KANDUNGAN DALAM NEGERI DAN PAJAK IMPOR DALAM INDUSTRI TELEPON GENGGAM DIKAITKAN DENGAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT FIKY MARTINO 1287032 ABSTRAK Prinsip National Treatment

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB II HAMBATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA GATT/ WTO. A. Sejarah Lahirnya GATT 1947 Hingga Berdirinya World Trade

BAB II HAMBATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA GATT/ WTO. A. Sejarah Lahirnya GATT 1947 Hingga Berdirinya World Trade BAB II HAMBATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM KERANGKA GATT/ WTO A. Sejarah Lahirnya GATT 1947 Hingga Berdirinya World Trade Organization 1. Lahirnya GATT 1947 Akhir Perang Dunia II (PD II), perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. 2 Salvatore menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi negara. 2 Salvatore menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah salah satu aktivitas ekonomi yang telah sangat tua dan berperan penting dalam menjalankan roda kehidupan suatu negara. Nopirin menyatakan

Lebih terperinci

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) UPAYA PENERAPAN RETALIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Lona Puspita, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang lovelylona0408@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION. Perdagangan internasional pada Perang Dunia II berada dalam keadaan yang

BAB II KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION. Perdagangan internasional pada Perang Dunia II berada dalam keadaan yang BAB II KERANGKA HUKUM PERDAGANGAN BEBAS DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION A. World Trade Organization 1. Pendirian WTO Perdagangan internasional pada Perang Dunia II berada dalam keadaan yang tidak menentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA

BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA BAB II PERJANJIAN TRIPS YANG DIKELUARKAN OLEH WTO DAN RATIFIKASI INDONESIA Bab ini akan menjelaskan mengenai awal mula lahirnya suatu perjanjian TRIPs yang dikeluarkan oleh WTO. Dimana di bab ini lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya permintaan akan suatu barang dan jasa oleh suatu negara terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya perdagangan di kancah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Establishing The World Trade Organization tersebut melalui Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Establishing The World Trade Organization tersebut melalui Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia telah terlibat dalam GATT sejak tanggal 24 Februari 1950. Sebagai Negara berkembang, Indonesia telah menunjukan sikap yang positif terhadap pengaturan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat cepat mengakibatkan semakin kuatnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat cepat mengakibatkan semakin kuatnya tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, dimana teknologi informasi dan transportasi berkembang sangat cepat mengakibatkan semakin kuatnya tingkat interdependensi dan ketergantungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan bernegara seperti tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah mewujudkan kesejahteraan umum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RAHASIA DAGANG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. Widyarini Indriasti Wardani * ABSTRACT

RAHASIA DAGANG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. Widyarini Indriasti Wardani * ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 RAHASIA DAGANG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA Widyarini Indriasti Wardani * ABSTRACT The enactment of Law No. 7 of 1994 on Ratification

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI BAHAN KULIAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN INVESTASI Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 HUBUNGAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO (Crude palm Oil) Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara eksportir CPO terbesar di dunia telah mengekspor CPO sejak pelita I sampai pelita

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo.

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. DAFTAR PUSTAKA Buku Adolf, Huala. 2005. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. dan A. Chandrawulan. 1994. Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo

Lebih terperinci

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING

KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING Volume 5, No. 1, Januari, ISSN 1907-162030 KESIAPAN TENAGA KERJA INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN DENGAN TENAGA KERJA ASING Oleh : Frankiano B. Randang, SH, MH PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DAN MANFAATNYA BAGI INDONESIA TESIS

ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DAN MANFAATNYA BAGI INDONESIA TESIS ANALISIS TENTANG SISTEM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIONAL DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DAN MANFAATNYA BAGI INDONESIA TESIS Disusun Oleh : Nama : Maslihati Nur Hidayati NIM : 0606151500

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) DAN WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) DAN WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) DAN WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) A. Sejarah Perjalanan GATT Menuju WTO Pasca perang dunia kedua Negara-negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua hal yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya. Kedua hal tersebut pun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

BAB II TINJAUAN UMUM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) BAB II TINJAUAN UMUM WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) 2.1 GATT 2.1.1 GATT Secara Umum Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N :

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI, M E M U T U S K A N : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 527/MPP/KEP/7/2002 TANGGAL 5 JULI 2002 TENTANG TATA KERJA TIM NASIONAL WTO DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK PERUNDING UNTUK PERUNDINGAN PERDAGANGAN MULTILATERAL

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BELARUS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI Oleh Ida Ayu Reina Dwinanda I Ketut Wirawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This article

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986

BAB I PENDAHULUAN. Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cina mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota WTO sejak Juli 1986 dimana saat itu WTO masih berbentuk GATT ( General Agreement On Tariffs and Trade ). Dengan tidak

Lebih terperinci

RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM

RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM 209 RELEVANSI PRINSIP NON DISKRIMINASI DALAM WTO DARI SUDUT PELAYANAN JASA PARIWISATA BALI Oleh : I Kadek Setiawan, S.H. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Abstract A targeted and appropriate tourism development

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Penyusunan Melengkapi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: WAA

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

AGREEMENT ON AGRICULTURE DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION. Akbar Kurnia Putra

AGREEMENT ON AGRICULTURE DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION. Akbar Kurnia Putra Jurnal Hukum & Pembangunan 46 No. 1 (2016): 90-105 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online) AGREEMENT ON AGRICULTURE DALAM WORLD TRADE ORGANIZATION Akbar Kurnia Putra * Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET

E UNIVERSITAS SEBELAS MARET Implementasi agreement on trade related investment measures (persetujuan tentang kebijakan investasi yang berkaitan dengan perdagangan) oleh pemerintah Indonesia Beteng Sehi E.0000074 UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA LATIF, BIRKAH Pembimbing : Prof. Dr. Muchammad Zaidun, SH., Msi INTERNATIONAL LAW ; INVESTMENT, FOREIGN KKB

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2

KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2 KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2 PENDAHULUAN A. Latar belakang Hubungan dagang antar Negara yang di kenal dengan perdagangan internasional,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga hak setiap orang seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu dari upaya tersebut adalah melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh kepada perubahan negara-negara di dunia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh kepada perubahan negara-negara di dunia. Melalui 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dua dekade terakhir ini menunjukkan bahwa globalisasi mempunyai pengaruh kepada perubahan negara-negara di dunia. Melalui globalisasi di bidang ekonomi

Lebih terperinci

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Wayan Ella Apryani Ayu Putu Laksmi Danyathi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

REFLEKSI KONTRIBUSI HUKUM DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS DAN INDUSTRIALISASI

REFLEKSI KONTRIBUSI HUKUM DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS DAN INDUSTRIALISASI REFLEKSI KONTRIBUSI HUKUM DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS DAN INDUSTRIALISASI H.E. Saefullah * Abstrak Pembangunan hukum, khususnya pembangunan materi hukum, diarahkan pada terwujudnya system hukum

Lebih terperinci

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

PRINSIP WTO IKANINGTYAS PRINSIP WTO IKANINGTYAS PERLAKUAN YANG SAMA UNTUK SEMUA ANGGOTA (MOST FAVOURED NATIONS TREATMENT-MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitman yang dibuat atau ditandatangani

Lebih terperinci

Oleh : Komang Meilia In Diana Putri Pratiwi Edward Thomas Lamury Hadjon Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Komang Meilia In Diana Putri Pratiwi Edward Thomas Lamury Hadjon Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PERAN WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION ) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERHADAP KASUS TINDAKAN FITOSANITASI IMPORT APEL SELANDIA BARU OLEH AUSTRALIA Oleh : Komang Meilia In Diana Putri

Lebih terperinci