STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUNA WA ODE ZARMIN HIDAYAD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUNA WA ODE ZARMIN HIDAYAD"

Transkripsi

1 STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUNA WA ODE ZARMIN HIDAYAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengentasan Kemiskinan di Tingkat Petani melalui Pengembangan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Muna adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini. Bogor, Januari 2009 Wa Ode Zarmin Hidayad NRP H

3 ABSTRACT WA ODE ZARMNI HIDAYAD. Strategies in Alleviating Poverty among Farmers by Developing Plantation Commodities in Muna Regency. Under the Supervision of RINA OKTAVIANI as the head of the Supervising Commission, and A.FAROBY FALATEHAN as its member. Muna Regency is one of the very potential regencies for the development of plantation subsector. Most people (74.20 % of the population) of Muna Regency work in the sector, but the poverty level in the region is also high. For this reason this study takes the following objectives: 1) to identify the condition of the poor farmers in the Muna Regency; 2) to identify the excellent commodities of each districts which have the role in the economy of Mina Regency; 3) to formulate a plan of poverty alleviation program at the farmer level by developing plantation commodities in Muna Regency. For the purpose of identifying the plantation commodities of each district in Muna Regency, a further analysis is needed on the local commodities that are potential to develop into the poverty alleviation program that can be expected to reduce the poverty rate. The number of poor households in Muna Regency is still high; in 2006 it accounted for or per cent. The poverty among the farmers in Muna Regency is caused by the weak control of production factors, low educational level, and high dependency on farming activities or businesses. Muna Regency is one of the main producers in plantation commodities in the Southeast Sulawesi. The plantation commodities include coconuts, coffee, cashew nuts, candlenut, and chocolate/cocoa. The commodities of each district differ in both kinds and quantity. There are some poverty alleviation programs that can be implemented in Muna Regency by developing plantation commodities. Such programs are: 1) partnership program in product marketing; 2) program in human resource development; 3) program in the supply of production input (seeds/seedling). The product marketing program can be made in partnership with the processing industries under mutually beneficial principles. Human resource development program can be conducted by offering training and extension in farming 3

4 businesses. The production input program by providing excellent seeds/seedlings should benefit all related parties. 4

5 RINGKASAN WA ODE ZARMIN HIDAYAD. Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Tingkat Petani melalui Pengembangan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Muna. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI sebagai ketua, A.FAROBY FALATEHAN sebagai anggota komisi pembimbing. Kabupaten Muna merupakan salah satu kabupaten tertinggal yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi relatif rendah (0,1%) termasuk tingkat potensi pengembangannya, dengan jumlah penduduk miskin yang tertinggi dibandingkan dengan 12 Kabupaten lainnya yang ada di Sulawesi Tenggara. Jumlah kemiskinan di Kabupaten Muna tahun 2006 sebanyak jiwa atau 55,27 persen dari total penduduk sebanyak jiwa yang tersebar di 29 kecamatan, 254 desa, 39 kelurahan dan satu unit permukinan transmigrasi. Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin sebanyak jiwa atau 53,01 persen dari jumlah penduduk sebanyak jiwa. Pada tahun 2004, jumlah penduduk miskin mencapai jiwa atau 52,97 persen. Dengan demikian jumlah kemiskinan di Kabupaten Muna mengalami peningkatan sebesar 1,74 persen dari tahun 2004 sampai dengan tahun Berdasakan hasil pemetaan tahun 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna, sebanyak 74,20 persen dari jumlah keluarga miskin Kabupaten Muna memiliki mata pencaharian sebagian besar sebagai petani. Secara umum, kemiskinan lebih banyak dialami oleh rumahtangga tani yang bertempat tinggal di perdesaan. Kabupaten Muna merupakan salah satu daerah penghasil berbagai produk perkebunan di Sulawesi Tenggara yang seluruhnya merupakan usaha pertanian rakyat dengan jenis tanaman yang beraneka ragam. Kabupaten Muna merupakan penghasil komoditi jambu mete terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai ,1 ton pada tahun 2006 dan produksi coklat/kakao 3.010,3 ton. Tanaman perkebunan yang cukup menonjol selain jambu mete dan coklat/kakao adalah komoditi kelapa, kopi dan kemiri. Produksi komoditi kelapa sebanyak 6.398,3 ton dan produksi kopi sebanyak 317,9 ton serta komoditi kemiri sebanyak 310,4 ton. Melihat begitu besarnya potensi subsektor perkebunan di Kabupaten Muna, maka produk-produk tanaman perkebunan dapat menjadi andalan besar untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejateraan masyarakat setempat. Produkpoduk tanaman perkebunan petani perdesaan di Kabupaten Muna selain merupakan mata pencaharian utama masyarakat, juga sebagai penyediaan lapangan kerja serta sumber peningkatan pendapatan. Tiap kecamatan memiliki komoditi unggulan yang berperan dalam meningkatkan perekonomian di Kabupaten Muna. Kecamatan Tongkuno dapat dikembangkan komoditas jambu mete (komoditas basis) dan kemiri, demikian pula di Kecamatan Parigi dapat dikembangkan komoditi kopi, kelapa dan kemiri, Kecamatan Bone dan Kabawo komoditi kemiri, kopi dan jambu mete, Kecamatan Kabangka dikembangkan komoditas kopi (komoditas basis), kemiri dan coklat/kakao, Kecamatan Tikep dapat dikembangkan komoditas kemiri, kelapa, coklat/kakao dan kopi, Kecamatan Maginti dapat dikembangkan Coklat/kakao (komoditas basis), Kecamatan Tiworo Tengah dapat dikembangkan komoditas kelapa dan jambu mete, Kecamatan Lawa dapat dikembangkan komoditas kopi, jambu mete dan kemiri, Kecamatan Sawerigadi dapat dikembangkan komoditas 5

6 kemiri dan coklat/kakao, Kecamatan Barangka dapat dikembangkan komoditas coklat/kakao dan kemiri, Kecamatan Kusambi, Kontunaga dan Watopute dapat dikembangkan komoditas kemiri dan jambu mete. Kecamatan Katobu dapat dikembangkan satu komoditas kelapa, Kecamatan Lohia, Duruka, Batalaiworu, Napabalano dan Lasalepa hanya dapat dikembangkan satu jenis komoditas jambu mete, Kecamatan Wakorsel dan Pasir Putih dapat dikembangkan komoditas coklat/kakao dan kelapa, Kecamatan Bonegunu dan Kambowa hanya dapat dikembangkan satu jenis komoditas kelapa, Kecamatan Wakorumba dan Maligano dapat dikembangkan komoditas kopi, coklat/kakao dan jambu mete, Kecamatan Kulisusu dapat dikembangkan komoditas jambu mete, Kecamatan Kulisusu Barat dan Kulisusu Utara dapat dikembangkan komoditas kelapa (komoditas basis) dan coklat/kakao. Komoditas kelapa, kopi, jambu mete, kemiri dan coklat/kakao memiliki kinerja finansial yang masih layak untuk dikembangkan kerana memiliki NPV yang positif, Nilai BC Ratio masih memberikan keuntungan dan nilai IRR yang lebih tinggi dari suku bunga tabungan di bank. Namun kelayakan usahatani kelapa, kopi, jambu mete, kemiri dan coklat/kakao sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga bank, karena nilai NPV yang diperoleh relatif kecil dan nilai IRRnya hanya selisih sedikit dengan tingkat suku bunga tabungan di Kabupaten Muna. Pengembangan potensi perkebunan di Kabupaten Muna berpusat pada upaya mendorong percepatan perubahan struktur pemberdayaan masyarakat sehingga memperkuat kedudukan dan peran ekonomi petani, dan harus mendapatkan dukungan langsung dari pemerintah. Oleh karena itu rancangan program strategi penanggulangan kemiskinan di tingkat petani melalui pengembangan komoditas perkebunan di Kabupaten Muna adalah program kemitraan pemasaran produk. Dengan program ini pihak industri pengolahan kelapa, kopi, jambu mete, kemiri dan coklat/kakao dengan prinsip saling menguntungkan. Program selanjutnya adalah peningkatan SDM petani. Program ini untuk meningkatkan SDM petani dalam mewujudkan petani handal yang mandiri dalam mengelola usaha perkebunan. Program peningkatan usaha perkebunan dilakukan dengan kegiatan penyuluhan pengelolaan komoditas pertanian dan pelatihan pada masyarakat petani bersama aparat pemda tentang pemanfaatan lahan serta tetap melakukan pendampingan petani dalam mengolah usaha perkebunan dari instansi yang terkait. Hal ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan keterampilan petani dalam meningkatkan usaha produk sampingan, seperti menggunakan lahan pekarangan yang tidak tergarap menjadi lahan yang produktif, serta melakukan diversifikasi produk yang berkualitas dan berorientasi pasar. Program lainnya adalah program Input produksi (bibit/benih). Program pemberian input produksi (bibit/benih) tanaman perkebunan kelapa, kopi, jambu mete, kemiri dan coklat/kakao perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan. Program ini dilakukan dengan memberikan bantuan bibit/benih unggul dari instansi terkait. Kondisi ini memerlukan kerjasama dari pemerintah pengusaha (pedagang) dan petani perkebunan itu sendiri untuk meningkatkan hasil perkebunan yang baik sehingga keuntungan dapat dicapai oleh semua pihak. 6

7 @ Hak cipta milik IPB milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB. 7

8 STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUNA WA ODE ZARMIN HIDAYAD Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec 9

10 Judul Tugas Akhir : Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Tingkat Petani melalui Pengembangan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Muna Nama NRP : Wa Ode Zarmin Hidayad : H DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS Ketua Ir. A. Faroby Falatehan, ME Anggota Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : 10

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.... DAFTAR TABEL..... DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iv vi vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kemiskinan Konsep Indikator kemiskinan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Pembangunan Perdesaan sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan Pendekatan Pengentasan Kemiskinan di Tingkat Petani melalui Pengembangan Komoditas Perkebunan Teori Basis Ekonomi Pola Pemasaran Komoditi Perkebunan Ikhtisar III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran Lokasi Kajian Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis yang digunakan Analisis Location Quotient (LQ) Analisis Kelayakan Finansial Metode Perancangan Program IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA Letak Geografis dan Kondisi Alam Wilayah Administrasi dan Demografi Kemiskinan Kabupaten Muna Pendidikan dan Kesehatan Penguasaan Lahan dan Potensi Pengembangan Komoditi Perkebunan V. ANALISA DAN PEMBAHASAN Kondisi Kemiskinan di Tingkat Petani Kabupaten Muna Ketergantungan Terhadap Usahatani Penguasaan Lahan Rumahtangga Tani Pendidikan Rumahtangga Tani Miskin

12 5.2 Komoditas Perkebunan Unggulan Masing-Masing Kecamatan yang berperan dalam Meningkatkan Perekonomian Perdesaan di Kabupaten Muna Analisis Basis Ekonomi : Luas Areal dan Hasil Produksi Analisis Kelayakan Finansial Analisis Finansial Usahatani Kelapa Analisis Finansial Usahatani Kopi Analisis Finansial Usahatani Jambu Mete Analisis Finansial Usahatani Kemiri Analisis Finansial Usahatani Coklat/Kakao Pola Pemasaran Komoditi Perkebunan di Kabupaten Muna Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kelapa Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kopi Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Jambu Mete Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kemiri Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Coklat/Kakao Pengembangan Komoditi Perkebunan tiap Kecamatan Ikhtisar VI. RANCANGAN PROGRAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 92 12

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Muna, Tahun Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Pokok Keluarga Miskin di Kabupaten Muna, Tahun Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan di Kabupaten Muna, Tahun Rancangan Kajian untuk Membahas Tujuan Kontribusi Sektoral di Kabupaten Muna, Tahun Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Tiap-Tiap Kecamatan se Kabupaten Muna, Tahun Jumlah Kepala Rumahtangga Miskin Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Muna, Tahun Jumlah Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Muna, Tahun Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Muna, Tahun Penggunaan Lahan di Kabupaten Muna, tahun Luas Areal dan Produksi Komoditi Perkebunan per Kecamatan di Kabupaten Muna, Tahun Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Pokok Kepala Rumahtangga Miskin Kabupten Muna, Tahun Jumlah Rumahtangga Tani Miskin Pengguna Lahan Pertanian di Kabupaten Muna, Tahun Jumlah Rumahtangga Miskin Menurut Pendidikan di Kabupaten Muna, Tahun Indeks Location Quotient Berdasarkan Produksi Unit Usaha Tanaman Perkebunan di Kabupaten Muna Indeks Location Quotient Berdasarkan Luas Areal Komoditas Perkebunan di Kabupaten Muna Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Perkebunan di Kabupaten Muna

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Peta Kabupaten Muna Saluran Pemasaran Komoditi Kelapa Saluran Pemasaran Komoditi Kopi Saluran Pemasaran Komoditi Jambu Mete Saluran Pemasaran Komoditi Kemiri Saluran Pemasaran Komoditi Coklat/Kakao Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Tongkuno Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Parigi Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Bone Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kabawo Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kabangka Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Tikep Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Maginti Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Tiworo Tengah Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Lawa Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Sawerigadi Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Barangka Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kusambi Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kontunaga Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Watopute

15 22. Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Katobu Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Lohia Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Duruka Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Batalaiworu Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Napabalano Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Lasalepa Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Wakorsel Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Pasir Putih Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Bonegunu Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kambowa Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Wakorumba Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Maligano Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kulisusu Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kulisusu Barat Hubungan Location Quotient (LQ) dan Net B/C di Kecamatan Kulisusu Utara

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Analisis Finansial Usahatani Komoditi Kelapa Hasil Analisis Finansial Usahatani Komoditi Kopi Hasil Analisis Finansial Usahatani Komoditi Jambu Mete Hasil Analisis Finansial Usahatani Komoditi Kemiri Hasil Analisis Finansial Usahatani Komoditi Coklat/Kakao... 16

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, merupakan akibat langsung dari kebijakan ekonomi yang terlalu berpihak pada pertumbuhan ekonomi dengan mengedepankan ekonomi konglomerat dalam sistem ekonomi kapitalistik. Sistem ekonomi kapitalistik tersebut menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan efisien, tetapi mengabaikan pemerataan dan keadilan. Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 sejak awal tahun 2001, telah terjadi impilikasi terhadap perkembangan daerah, terutama dengan kewenangan luas untuk mengelola potensi sumberdaya yang tersedia semaksimal mungkin sebagai upaya dalam memprioritaskan pembangunan daerah yang berbasis pada pengembangan masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak, peningkatan pendapatan daerah (PAD) serta berwawasan lingkungan. Pembangunan daerah Kabupaten Muna merupakan bagian integrasi dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan sendiri, oleh dan untuk rakyat bersama-sama dengan pemerintah yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tidak mengabaikan aspek pemerataan ataupun aspek pertumbuhan yang berkeadilan. Strategi pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan telah melahirkan banyak kelemahan, diantaranya adalah terjadinya kesenjangan dalam berbagai sektor pembangunan, seperti halnya pada sektor ekonomi, industri yang berkembang hanyalah industri yang berskala besar dan menengah yang berpusat di wilayah perkotaan. Kesenjangan ini pada akhirnya melahirkan urbanisasi dan perubahan struktur dalam perekonomian masyarakat. Programprogram yang dibuat lebih banyak berpihak pada kelompok-kelompok usaha besar dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang diberikan sebagai stimulasi pertumbuhan ekonomi. Program-program yang berorientasi pada pemerataan belum mendapat perhatian yang lebih, sehingga krisis yang melanda bangsa Indonesia, terasa 17

18 lebih berat. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk miskin secara nasional termasuk di Kabupaten Muna. Kabupaten Muna merupakan salah satu kabupaten tertinggal yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi relatif rendah (0,1%) dan tingkat potensi pengembangan yang sangat rendah. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Muna merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan 12 Kabupaten lainnya yang ada di Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Muna dapat dilihat pada Tabel. 1 Tabel. 1 Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Muna, Tahun Tahun Total Penduduk (jiwa) Total Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin Sumber : BPS Kabupaten Muna (2006) ,97 53,01 55,27 Pada Tabel 1 jumlah kemiskinan di Kabupaten Muna tahun 2006 sebanyak jiwa atau 55,27 persen dari total penduduk sebanyak jiwa yang tersebar di 29 kecamatan, 254 desa, 39 kelurahan dan satu unit permukinan transmigrasi. Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin sebanyak jiwa atau 53,01 persen dari jumlah penduduk sebanyak jiwa. Pada tahun 2004, jumlah penduduk miskin mencapai jiwa atau 52,97 persen. Dengan demikian jumlah kemiskinan di Kabupaten Muna mengalami peningkatan sebesar 1,74 persen dari tahun 2004 sampai dengan tahun Meningkatnya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Muna, menuntut pemerintah daerah untuk segera menanggulangi kemiskinan tersebut. Kabupaten Muna merupakan daerah dengan potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Letak geografis yang strategis, kondisi tanah subur dan iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjang tahun, merupakan modal utama untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Akan tetapi hingga saat ini potensi yang besar tersebut belum secara penuh dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kemakmuran bagi masyarakat. 18

19 Sektor pertanian Kabupaten Muna memiliki potensi penting sebagai salah satu subyek pelaku ekonomi ditandai dengan 74,20 persen penduduk Kabupaten Muna bermatapencaharian sebagai petani. Kemajuan dan kemakmuran di suatu wilayah dapat dicirikan melalui kemakmuran petaninya. Tingginya tingkat kemiskinan di suatu wilayah digambarkan oleh banyaknya rumahtangga tani miskin di daerah tersebut. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh petani pada umumnya adalah: ketidakberdayaan, kemiskinan, rendahnya pendidikan dan rentan terhadap gejolak perekonomian. Kondisi tersebut mengakibatkan beban sosial ekonomi masyarakat petani yang harus ditanggung begitu besar sehingga kemiskinan terus meningkat. 1.2 Perumusan Masalah Secara umum, sebagian besar keluarga miskin bertempat tinggal di perdesaan. Pada Tahun 2006 hasil pemetaan yang dilakukan di Kabupaten Muna oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna, sebanyak 74,20 persen dari jumlah keluarga miskin Kabupaten Muna memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pola penyebaran penduduk miskin Kabupaten Muna menurut mata pencaharian pokok keluarga miskin dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel. 2 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Pokok Keluarga Miskin di Kabupaten Muna, Tahun 2006 No Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk (KK) Petani Nelayan Buruh Pengrajin Peternak Tukang Batu Jasa Angkutan Jasa Perdagangan Tukang Kayu Tidak bekerja Sumber : BPS Kabupaten Muna (2006) Presentase 74,20 5,88 4,58 0,70 0,11 0,56 1,59 0,85 1,08 10,45 Pada Tabel 2 mata pencaharian pokok keluarga miskin Kabupaten Muna sebagai petani lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya, yaitu sebesar KK atau 74,20 persen disusul pekerjaan pokok sebagai nelayan KK atau 5,88 persen dan pekerjaan sebagai buruh adalah 19

20 1.720 KK atau 4,58 persen. Sedangkan pekerjaan pokok yang paling sedikit diminati oleh keluarga miskin Kabupaten Muna adalah peternak sebanyak 43 KK atau 0,11 persen dari seluruh jumlah keluarga miskin. Mengingat kemiskinan lebih banyak dialami oleh rumahtangga tani, maka upaya-upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Muna dapat dilakukan dengan melakukan pembangunan dengan sasaran utama peningkatan kesejahteraan petani. Potensi sumberdaya alam berupa produksi perkebunan yang menjadi andalan di Kabupaten Muna, harus dioptimalkan guna meningkatkan kesejahteraan petani. Bagaimana kondisi kemiskinan di tingkat petani di Kabupaten Muna? Kabupaten Muna merupakan salah satu daerah penghasil produkproduk perkebunan di Sulawesi Tenggara yang seluruhnya merupakan usaha pertanian rakyat dengan jenis tanaman yang beraneka ragam. Kabupaten Muna merupakan penghasil komoditi jambu mete terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2006 produksi jambu mete mencapai ,1 ton, sementara itu produksi coklat mencapai 3.010,3 ton. Tanaman perkebunan yang cukup menonjol selain jambu mete dan coklat/kakao adalah komoditi kelapa, kopi dan kemiri. Produksi komoditi kelapa sebanyak 6.398,3 ton dan produksi kopi sebanyak 317,9 ton serta komoditi kemiri sebanyak 310,4 ton. Komoditi perkebunan dengan pergembangan luas areal dan jumlah produksi yang seluruhnya merupakan usaha perkebunan rakyat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel. 3 No I Luas Areal dan Produksi Komoditi Perkebunan di Kabupaten Muna, Tahun Tahun Jenis Komoditi Luas Tanaman (Ha) 1 Kelapa 8.575, , , , Kopi 968,4 964,8 999,5 984,5 996,2 3 Jambu Mete , , , ,0 4 Kemiri 339,8 360,0 375,2 376,6 401,6 5 Coklot/Cacao 6.272, , , , ,0 II Produksi (Ton) 1 Kelapa 4.937, , , , ,3 2 Kopi 332,3 291,8 302, ,9 3 Jambu Mete 7.015, , , ,1 4 Kemiri 126,9 275,8 259,7 298,5 310,4 5 Coklot/Cacao 2.865, , , ,3 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Muna,

21 Melihat begitu besarnya potensi subsektor perkebunan di Kabupaten Muna, maka produk-produk tanaman perkebunan dapat menjadi andalan besar untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejateraan masyarakat setempat. Produk-poduk tanaman perkebunan petani perdesaan di Kabupaten Muna selain merupakan mata pencaharian utama masyarakat juga sebagai penyediaan lapangan kerja serta sumber peningkatan pendapatan. Oleh karena itu pada kajian ini ingin mengetahui komoditas perkebunan yang merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Muna agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Kemiskinan di wilayah perdesaan menjadi masalah utama pembangunan perdesaan di Kabupaten Muna. Berbagai program pembangunan perdesaan masih bersifat parsial, sehingga masih belum dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat perdesaan secara signifikan. Pada Tahun 1994, pemerintah pusat meluncurkan program khusus untuk menanggulangi kemiskinan dengan Inpres Desa Tertinggal (IDT), meskipun daerah-daerah belum siap. Pelaksanaan di Kabupaten Muna dimulai tahun 1994 hingga Program IDT bertujuan mengurangi jumlah penduduk miskin di desa-desa tertinggal melalui usaha yang dilakukan oleh kelompok masyarakat (pokmas) melalui dana bergulir. Sasaran penurunan jumlah penduduk miskin tidak tercapai karena (1) anggota pokmas tidak tepat sasaran, (2) kegiatan yang dilakukan pokmas banyak yang salah sasaran, (3) dana yang digunakan untuk keperluan konsumtif, (4) pendampingan tidak berjalan. Pada tahun pemerintah pusat melaksanakan Program Penunjang Prasarana Desa Tertinggal (P3DT) dengan sasaran program ini meliputi pembangunan prasarana desa (jalan, jembatan, air bersih dan tempat mandi cuci kakus). Program ini terus dilanjutkan sampai tahun anggaran 2001 melalui APBD Kabupaten Muna di bawah koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Kebanyakan prasarana yang dibangun bukan prasarana untuk kelancaran kegiatan ekonomi tetapi prasarana yang berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia. Program Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras untuk masyarakat miskin yang selanjutnya disebut raskin, mulai dilaksanakan di Kabupaten Muna pada tahun 2000 dan masih berlanjut sampai sekarang. Program ini hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi keluarga miskin, tidak untuk 21

22 meningkatkan pendapatan keluarga miskin sehingga dampaknya terhadap penurunan jumlah keluarga miskin tidak ada. Pada Tahun 2004, pemerintah pusat meluncurkan program khusus untuk menanggulangi kemiskinan diperkotaan dengan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan masih berlanjut sampai sekarang. Program ini hanya ditujukan pada keluarga miskin di perkotaan sementara kemiskinan llebih banyak berada diperdesaan. Pengelolaan program-program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Muna baru pada tahap memenuhi kebutuhan dasar yang bersifat penanggulangan kemiskinan sementara, sehingga tidak menurunkan jumlah kemiskinan terutama diperdesaan. Pemahaman terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat perdesaan dan produk utama wilayah tersebut menjadi bekal bagi penyusunan program pembangunan perdesaan yang terintegrasi. Oleh karena itu kajian atau analisis program pembangunan yang relevan untuk mengurangi kemiskinan perlu dilakukan. Hal ini mencakup penentuan jenis komoditas perkebunan yang akan dikembangkan pada setiap kecamatan, yang berperan dalam penyusunan rancangan strategi dan program pengentasan kemiskinan di tingkat petani untuk dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Muna? 1.3 Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi kondisi rumahtangga tani miskin di Kabupaten Muna. 2. Menganalisis komoditas-komoditas unggulan di masing-masing kecamatan yang berperan dalam meningkatkan perekonomian di Kabupaten Muna 3. Menyusun rancangan strategi program pengentasan kemiskinan ditingkat petani di Kabupaten Muna 1.4 Manfaat Penelitian. Manfaat dari kajian Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Muna adalah : 1. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah Memberi masukan kepada pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan/program pembangunan perdesaan bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa dalam menanggulangi kemiskinan melalui pengembangan komoditi unggulan di Kabupaten Muna 22

23 2. Manfaat bagi penulis Menambah wawasan dan pengalaman penelitian khususnya kajian mengenai pengentasan kemiskinan melalui pengembangan komoditi unggulan pertanian dan menyusun masukan-masukan bagi pemerintah daerah dimana penulis bekerja, untuk turut memajukan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Muna. 23

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kemiskinan Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu pada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut absolut (Tambunan, 2003). Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Badan Pusat Statistik, 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa diperkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibatnya jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefenisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana pendapatan seseorang berada dibawah garis kemiskinan, yaitu besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi pangan dan non pangan (sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan dan bahan bakar). Berdasarkan indikator internasional seperti terdefenisi miskin dalam kategori Millenium Development Goals (MDGs) adalah warga miskin yang berpendapatan dibawah satu dolar AS setiap harinya. Kemudian Asian Development menggunakan dasar garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia sebesar US$ 2 perkapita per hari, setelah dikonversi kedalam rupiah menjadi sekitar Rp per bulan. Menurut Nurkse (1953), ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan struktural. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan struktural terjadi karena lembaga-lembaga yang ada dimasyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin. Pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada tertumbuhan perbandingan dengan pemerataan pembangunan. Pembangunan yang terlampau bertumpu pada pertumbuhan menyebabkan ketidak merataan meningkat. Pertumbuhan ekonomi tinggi mensyaratkan pertumbuhan akumulasi kapital yang tinggi pula. 24

25 Akumulasi kapital hanya akan dimiliki oleh mereka yang memiliki kekayaan yang banyak. Akibatnya didalam pembangunan yang terlampau bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, pemilik modal lebih diuntungkan di bandingkan orang miskin. Nurkse (1953), mengemukakan bahwa berbagai persoalan kemiskinan penduduk dapat disimak dari berbagai aspek : sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasn informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan faktor produksi, upah rendah, daya tawar petani rendah, rendahnya tingkat tabungan dan lemahnya mengantisipasi peluang-peluang kesempatan berusaha yang ada. Dari aspek psikologi, kemiskinan terjadi terutama akibat rasa rendah dari, fatalisme, malas dan rasa terisolir. Dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan. Nurkse (1953), menjelaskan bahwa kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian : kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum : pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Sajogyo (1987), mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat didasarkan pada kebutuhan beras dan kebutuhan gizi. Sayogyo dalam menentukan garis kemiskinan menggunakan ekuivalen konsumsi beras per kapita. Konsumsi beras untuk perkotaan dan perdesaan masing-masing ditentukan sebesar 360 kg dan 240 kg per kapita per tahun. Menurut Tambunan (1996), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan langsung maupun tidak langsung, mulai dari tingkat dan laju 25

26 pertumbuhan output (produktivitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subtitusi, investasi, alokasi serta kualitas sumberdaya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik, hingga politik, bencana alam dan peperangan. Kalau diamati sebagai faktor tersebut juga mempengaruhi satu sama lain. Misalnya tingkat pajak yang tinggi membut tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerja dari pekerja yang bersangkutan hingga produktivitasnya menurun. Produktivitas menurun dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Dalam hal ini tidak mudah untuk memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya yang menurun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah. 2.2 Indikator Kemiskinan Sajogyo (1987), mengungkapkan bahwa salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah headcount index, yaitu menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi dari populasi. Meskipun headcount index ini sangat bermanfaat, namun sering dikritik karena mengabaikan jumlah penduduk yang berada digaris kemiskinan. Kemiskinan dapat ditunjukan oleh dua indikator. Pertama, Human Poverty Indekx (HPI), yang dilihat dari angka daya hidup (< 40 tahun), tingkat pendidikan dasar yang diukur berdasarkan persentase penduduk dewasa yang buta huruf dan hilangnya hak pendidikan perempuan, kriteria ekonomi. Kedua, kemiskinan dilihat dari sisi ekonomi, sosial, politik dan fisik, yakni rendahnya pendapatan, hilangnya sumberdaya material, hilangnya kesempatan, hak berpendapat, ketidakberdayaan kekuasaan, dan ketidakmampuan mengelola aset. Kuncoro (1997), mengatakan bahwa salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah Headcount Index, yaitu menghitung jumlah orang miskin seperti proporsi dari populasi. Meskipun Headcount Index ini sangat bermanfaat, namun sering dikritik karena mengabaikan jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. Jika dilihat dari sisi ekonomi, sampai saat ini BPS menggunakan batas garis kemiskinan berdasarkan data konsumsi dan pengeluaran komoditas pangan dan non pangan. Komoditas pangan terpilih terdiri dari 52 macam, 26

27 sedangkan komoditas non pangan terdiri dari 27 jenis untuk kota dan 26 jenis untuk desa. Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Seperti menurut Indonesia Nutrition Network (INN) Tahun 2003 adalah Rp untuk perkotaan dan Rp untuk perdesaan. Kemudian Menteri Sosial menyebutkan berdasarkan indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkan adalah penduduknya adalah penduduk yang memiliki penghasilan dibawah Rp per bulan. Bahkan Bappenas menetapkan batas kemiskinan yakni keluarga yang memiliki penghasilan dibawah Rp per bulan. Badan Pusat Statistik (2004), telah menetapkan empat belas kriteria keluarga miskin seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informasi, rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu : 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m 2 per orang. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumahtangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/Poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah ; petani dengan luas lahan 0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD 27

28 14. Tidak tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp seperti sepeda motor (kredit/non kredit) emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Komite penggulangan kemiskinan Kabupaten Muna (BAPPEDA, BPS dan BPMD, 2004), menjelaskan bahwa penentuan rumahtangga miskin di Kabupaten Muna dilakukan pada kondisi dari masing-masing kepala rumahtangga berdasarkan kreteria kepala rumahtangga miskin menyandang salah satu atau lebih masalah/kreteria miskin dimana : 1. Pendapatan rendah sekali / hasil konversi < 20 kg/kapital/bulan 2. Keadaan rumah tidak layak huni, lantai tanah atau terbuat dari pepohonan/bambu, atap nipa/alang-alang dan dinding terbuat dari non papan dan non beton dalam keadaaan telah rusak/bocor, lapuk atau; 3. Tidak mampu berobat ke dokter jika sakit, maksimal ke puskesmas, dukun, obat tradisional dan obat warung atau; 4. Tidak mampu membiayai pendidikan anak pada tingkat dasar 9 tahun atau; 5. Pada umumya keluarga tidak dapat makan 2 kali sehari atau; 6. Anggota keluarga tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, tempat bekerja, bepergian dan bersekolah bagi anak atau; 7. Tidak memiliki salah satu aset produktif seperti kebun, ojek, perahu dan lain-lain; Hendrakusumaatmaja (2002), mengungkapkan bahwa kemiskinan dicirikan oleh tiga hal yaitu, pertama rendahnya penguasaan aset dimana skala usaha tidak efisien dan mengakibatkan produktivitas menjadi rendah. Kedua, rendahnya kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kepemilikan atau penguasaan aset. Ketiga, rendahnya kemampuan dalam mengelola aset. Menurut Salim (1980), lima ciri-ciri orang miskin, yaitu : 1) umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal atau keterampilan ; 2) tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri; 3) Tingkat pendidikan rata-rata rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar; 4) kebanyakan tinggal di perdesaaan, umumnya menjadi buruh tani atau pekerja kasar diluar pertanian; 5) kebanyakan yang hidup dikota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan. 28

29 2.3 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Badan Pusat Satistik (2005), menjelaskan bahwa beberapa strategi yang dilakukan dalam menanggulangi masalah kemiskinan adalah melalui kebijakan makro ekonomi, pendekatan kewilayahan, dan pendekatan pemenuhan hak-hak dasar. Kebijakan makroekonomi untuk menanggulangi kemiskinan adalah dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Pendekatan kewilayahan yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan adalah dengan percepatan pembangunan perdesaan, pembangunan perkotaan, pengembangan kawasan pesisir, dan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Strategi menanggulangi kemiskinan yang dilakukan melalui pendekatan pemenuhan hak-hak dasar adalah dengan pemenuhan hak atas pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, akses terhadap sumberdaya sosial dan ekonomi, kegiatan usaha produktif, perumahan, air bersih dan rasa aman. Menurut Suharto (2003), dalam upaya mengatasi kemiskinan diperlukan sebuah kajian yang lengkap sebagai acuan perancangan program kebijakan dan program anti kemiskinan. Sayangnya hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (modernization paradigma) yang dimotori oleh Bank Dunia. Paradigma ini bersandar pada teori teori pertumbuhan ekonomi neoklasik (orthodox neoclassical economics) dan model yang berpusat pada produksi (productioncenterel model). Sejak pendapatan nasional (GNP) mulai menjadi indikator pembangunan Tahun 1950-an, misalnya para ahli ilmu sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut manakalah berbicara masalah kemiskinan di satu negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator garis kemiskinan. Suharto (2003) juga mengemukakan bahwa dibawah kepemimpinan ekonomi asal pakistan, Mahbub UI Haq, pada 1990-an UNDP memperkenalkan pendekatan human development yang difomulasikan dalam bentuk Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dan Indeks kemiskinan Manusia Human Poverty Index. Dibandingkan dengan pendekatan yang dipakai Bank Dunia, pendakatan UNDP relatif lebih komprehensif karena mencakup bukan saja dimensi ekonomi (pendapatan), melainkan pula pendidikan (angka melek huruf) dan kesempatan (angka harapan hidup). Pendekatan kemiskinan 29

30 versi UNDP berporos pada padigma pembangunan populasi/kerakyatan (popular development paradigm) yang memadukan konsep pemenuhan kebutuhan dasar dari Paul Streeten dan teori kapabilitas yang dikembangkan peraih Nobel Ekonomi 1998, Amartya Sen. Paradigma baru studi kemiskinan sedikitnya mengusulkan empat poin yang perlu dipertimbangkan. Pertama, kemiskinan sebaiknya tidak hanya dari karakteristik si miskin secara statis, melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si miskin dalam merespon kemiskinannya. Kedua, indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan indikator komposit dengan unit analisis keluarga atau rumah tangga. Ketiga, konsep kemampuan sosial (social capabilities) dipandang lebih lengkap dari pada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi sekaligus dinamika kemiskinan. Keempat, pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh matapencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic needs fulfillment), mengelola aset (asset management), menjangkau sumber-sumber (access to resources), berpartisipasi dalam kemasyarakatan (access to sosial capital), serta kemampuan dalam menghadapi guncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses). (Suharto, 2003) 2.4 Pembangunan Perdesaan sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan Pembangunan perdesaan menurut rumusan Bank Dunia, merupakan suatu strategi untuk memperbaiki kehidupan sosial ekonomi lapisan masyarakat tertentu, masyarakat perdesaan yang miskin dan melibatkan secara luas manfaat dari pola pembangunan untuk kelompok termiskin diantaranya mereka yang mencari nafkah di perdesaan (Alala, 1992). Khususnya dalam kaitannya dalam kaitanya dengan pembangunan masyarakat, PBB lebih menekankan pada proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan kultural serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan memberikan kesempatan secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa (Conyers, 1987). Oleh karena pembangunan perdesaan merupakan suatu strategi yang dicanangkan guna memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi golongan miskin 30

31 maka usaha untuk memerataan pendapatan dituntut adanya perbaikan kelembagaan (juora, 1985). Menurut Soekartawi (1990), aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi pertanian secera keseluruhan, tetapi juga ekonomi perdesaan. Dikatakan, bahwa aspek kelembagaan merupakan syarat pokok yang diperlukan agar struktur pembangunan diperdesaan dikatakan maju sebagaimana yang dikemukakan Mosher (1974). Selama ini program-program pembangunan perdesaan seperti IDT (Inpres Desa Tertinggal) dan PPTAD (Program Pengembangan Terpadu Antar Desa) lebih cenderung pada pembangunan fisik saja sehingga penekanan terhadap pembangunan masyarakat umumnya belum tersentuh. Padahal berbagai persoalan yang membutuhkan penanganan pembangunan masyarakat desa sesungguhnya sangat mendesak, seperti ketertinggalan desa dari kota, tidak terakomodasinya keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam programprogram pemerintah dan kualitas pendidikan dan kesejahteraan masih rendah. (Hernowo, 2003) Ndraha (1987), mengatakan bahwa strategi pembangunan perdesaan adalah peningkatan kapasitas dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat desa secara langsung dalam setiap tahap proses pembangunan adalah merupakan ciri utama pembangunan desa yang ideal, yang membedakannya dari pembangunan lainnya. Dalam hubungannya dengan model pembangunan perdesaan, Samonte sebagimana dikutip Ndraha (1987), berpendapat bahwa basis stategi pembangunan perdesaan adalah peningkatan kapasitas dan komitmen masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat desa secara langsung dalam setiap tahap proses pembangunan adalah merupakan ciri utama pembangunan desa yang ideal, yang membedakan dari pembangunan lainnya. (Ndraha, 1987) Menurut Saharia (2003), terdapat paradigma baru dalan pembangunan perdesaan, dimana pertanian diposisikan sebagai sumber pendapatan yang menjanjikan hasil memadai. Pertanian dapat menjadi sumber pendapatan yang memadai apabila setiap program melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang ada di wilayah perdesaan (sekitar 75 persen) dari total penduduk dan tentunya disesuaikan dengan potensi yang dimiliki dalam hal ini potensi sumberdaya manusianya dan potensi sumberdaya alamnya. Dengan kata lain, paradigma 31

32 pembangunan tersebut akan dapat dicapai apabila potensi sumberdaya manusia di wilayah perdesaan yang sebelumnya menjadi objek diposisikan menjadi subjek pada setiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam menyikapi perubahan paradigma pembangunan terutama diwilayah perdesaan, ada beberapa langkah yang harus dipertimbangkan yakni : 1. Menghubungi tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh petani. 2. Menjelaskan latar belakang dan tujuan dari program yang akan diterapkan. 3. Menumbuhkan motivasi pada diri tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh petani agar program yang akan diterapkan dirasakan sebagai kebutuhan mereka dengan jalan mendiskusikan bersama mereka alasan-alasan dan tujuan dari pelaksanaan program tersebut. Sejalan dengan itu, Saharia (2003), mengungkapkan pula bahwa ada beberapa metode pendekatan yang telah dikembangkan untuk memposisikan masyarakat yang ada diperdesaan dalam hal ini masyarakat tani bukan hanya sebagai objek atau penonton tetapi harus secara aktif ikut serta dalam perencanaan, pengawasan dan menikmati pembangunan. Metode yang dimaksud adalah : 1. Pendekat secara partisipatif dan dialogis Pendekatan partisipatif dan dialogis dilakukan antar petani dimana mereka secara bersama-sama menganalsis masalah dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata, sehingga pengambilan keputusan dilakukan secar musyawarah dan mufakat sesuai aspirasi dan kepentingan petani dalam mengatasi permasalahan. 2. Memadukan pendekatan dari bawah dan dari atas (Bottom-Up and Top- Down Approach) Dalam merumuskan suatu program harus melihat bagaimana respon masyarakat terhadap program yang sedang dicanangkan. Sementara petugas lapangan dari instansi terkait hanya berperan sebagai motivator, fasilitator dan mediator dalam proses perumusan dan pelaksanaan program tersebut. 3. Pendekatan tradisi (socio-cultural Approach) Perencanaan maupun pelaksanaan suatu program harus mempertimbangkan kondisi sosial-kultural masyarakat yang ada pada wilayah tersebut dan juga tetap mempertimbangkan kelembagaan masyarakat desa yang sudah ada. 32

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUNA WA ODE ZARMIN HIDAYAD

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUNA WA ODE ZARMIN HIDAYAD STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI TINGKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUNA WA ODE ZARMIN HIDAYAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA 4.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan yang terletak diwilayah Sulawesi Tenggara. Luas wilayah Kabupaten Muna adalah 488.700 hektar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi tidak seimbang dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Pertanian Paradigma pembangunan pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR.

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan Bupati Muna Nomor 291 Tahun 2007 Tentang Persetujuan Rencana Pembentukan Daerah Otonom Baru Kota Raha dan Pembentukan Daerah Otonom Muna Barat serta Pemindahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1% menjadi 11,3%, namun pada periode 2002 angka ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Nelayan Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Dari 67.439 desa di Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN

PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPERBAIKI PENYUSUNAN RANGKING WILAYAH MISKIN Sholeh Hadi Setyawan University of Surabaya sholeh@ubaya.ac.id ABSTRACT Programs for eliminating poverty need to correctly identify

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar masnusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan struktural dalam bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat yang memiliki berbagai potensi yang belum dikembangkan secara optimal. Kabupaten Bogor dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci