BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Membaca Cepat 7. Definisi Membaca Cepat Bloomfield dan Barnhart (1961) mengemukakan bahwa membaca tidak melibatkan apa-apa selain korelasi kesan bunyi dengan citra visual yang berkesesuaian. Secara berbeda, Bennette (1997) menyatakan bahwa membaca adalah proses visual - visi adalah proses simbolis melihat aitem atau simbol dan menerjemahkannya menjadi sebuah gagasan atau gambar. Gambar diproses menjadi konsep dan dimensi keseluruhan pemikiran. Ahuja dan Ahuja (2007) mengemukakan bahwa membaca merupakan suatu keterampilan kompleks yang melibatkan serangkaian keterampilan yang lebih kecil lainnya. Dengan kata lain, proses membaca adalah proses ganda, meliputi proses penglihatan dan proses tanggapan. Sebagai proses penglihatan, membaca bergantung pada kemampuan melihat simbol-simbol. Proses membaca merentang dari yang paling sederhana, yaitu men-dekode kata-kata hingga perluasan dan pengembangan interpretatif di luar pesan penulis berangkat dari latar belakang pengalaman pembaca. Pen-dekode-an adalah proses mengubah simbol-simbol visual ke dalam pola-pola auditori, sedangkan perluasan dan pengembangan interpretatif melibatkan membaca kritis atau terkadang kreatif. Ternyata membaca bukanlah suatu kemampuan tunggal. Membaca juga menggabungkan banyak komponen kecil yang jika dipadukan bersama memungkinkan membaca

2 berlangsung. Membaca adalah sekelompok keterampilan yang memasukkan di dalamnya keterampilan pengenalan kata, kosakata, membaca untuk menemukan makna utuh, membaca untuk mencari gagasan pokok, memahami informasi faktual spesifik, mengikuti petunjuk, pengajaran dan arahan. Smith dan Dechant (1961) berpendapat bahwa, untuk mendiskusikan perihal kecepatan membaca, sudah seharusnya kecepatan memahami bahan bacaan dimasukkan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Nurhadi (1987) mendefinisikan membaca cepat sebagai membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahaman. Dua aspek yang menjadi kunci dalam definisi tersebut adalah kecepatan yang memadai dan persentase pemahaman yang tinggi. Hal senada juga dikemukakan oleh Soedarso (2010) bahwa dalam membaca cepat terkandung di dalamnya pemahaman yang cepat pula. Bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal tolak pembahasan, bukan kecepatannya. Berdasarkan beberapa definisi dan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca cepat adalah membaca dengan kecepatan yang memadai sesuai dengan tujuan membaca sehingga diperoleh persentase pemahaman yang tinggi. 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Membaca Dechant (1973) berpendapat bahwa kecepatan membaca akan selalu bergantung pada tujuan, kecerdasan, pengalaman, pengetahuan pembaca dan tingkat kesulitan bahan bacaan. Kecepatan selalu bergantung pada motivasi,

3 keadaan psikologis dan fisik pembaca, penguasaan keterampilan dasar membaca, dan format bahan bacaan. Secara spesifik, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca dan pemahaman bacaan dikemukakan oleh Shores (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007), antara lain: ukuran huruf, model huruf, kehitaman dan ketajaman cetakan, mutu dan sifat kertas, ukuran halaman, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul, kejelasan tulisan, bidang pengetahuan, kompleksitas gagasan, gaya menulis pengarang, jenis tulisan (puisi, narasi, atau deskriptif/paparan), kepribadian penulis, perasaan pembaca (mengantuk, waspada, tenang, gelisah), kemampuan mental pembaca, keterampilan membaca, lingkungan tempat membaca, latar pengalaman membaca, tujuan dan minat pada bidang atau ranah karya bahan yang sedang dibaca, dan keakrabannya dengan kekhasan gaya pengarang dan pengalimatannya. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi membaca cepat adalah sebagai berikut: a. Tujuan membaca b. Kecerdasan c. Latar belakang pengalaman dan pengetahuan pembaca d. Kondisi psikologis pembaca saat membaca e. Kondisi fisik pembaca saat membaca f. Penguasaan keterampilan dasar membaca

4 g. Format bahan bacaan, meliputi ukuran huruf, model huruf, tingkat kehitaman, ukuran kertas, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul h. Tingkat kesulitan bahan bacaan, meliputi kompleksitas gagasan bahan bacaan, jenis bahan bacaan, dan gaya penulisan pengarang i. Lingkungan tempat membaca. 9. Tingkatan Kecepatan Membaca Bond dan Tinker (1967) menyatakan bahwa: Definisi kecepatan membaca harus diredefinisikan sebagai kecepatan memahami bahan-bahan tercetak dan tertulis. Menurut Hafner dan Jolly (1972), angka kecepatan membaca yang efisien adalah kecepatan wajar maksimum yang dapat diterapkan oleh pembaca untuk mendapatkan makna yang diharapkan dari kandungan bacaan. Hafner dan Jolly selanjutnya menjelaskan bahwa kata wajar (tidak dipaksakan) didefinisikan sebagai peringatan bahwa ketika seorang pembaca terlalu mementingkan pada mekanika, maka ia tidak mungkin tiba pada makna. Definisi itu menyiratkan bahwa kecepatan membaca efisien setiap pembaca kemungkinan berbeda. Nurhadi (1987) membagi kecepatan membaca menjadi tiga tingkatan, yaitu: a. Rendah : kata per menit b. Sedang atau cukup memadai : kata per menit c. Tinggi atau efektif : kata per menit atau lebih

5 Kecepatan membaca yang memadai untuk setiap jenjang pendidikan berbeda-beda. Kecepatan membaca siswa kelas akhir sekolah dasar atau siswa setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama dianggap memadai bila berkisar sekitar 200 kata per menit. Siswa sekolah lanjutan atas dianggap memiliki kecepatan membaca yang memadai bila mampu membaca sekitar 250 kata per menit. Untuk mahasiswa sekitar 325 kata per menit, sedangkan mahasiswa pascasarjana dan program doktor sekitar 400 kata per menit. Bagi orang dewasa (tidak bersekolah), kecepatan itu bisa turun kembali dan dianggap memadai pada kecepatan 200 kata per menit. Kecepatan membaca tersebut harus diikuti oleh tingkat pemahaman terhadap bacaan 50% atau 40-60% (Nurhadi, 1987). 10. Cara Mengukur Kecepatan Membaca Kecepatan membaca biasanya diukur dengan berapa banyak kata atau yang terbaca setiap menitnya, dengan pemahaman rata-rata 50%, atau dengan kata lain berkisar antara 40% sampai 60%. Pada taraf pemahaman sekian, kecepatan membaca dianggap memadai (Nurhadi, 1987). Menurut Nurhadi (1987), cara mengukur kecepatan membaca adalah sebagai berikut: a. Mencatat waktu mulai membaca (jam, menit, detik.). b. Menandai di mana awal membaca (lebih mudah bila dimulai dari judul bacaan). c. Membaca teks dengan kecepatan yang memadai.

6 d. Menandai di mana akhir membaca (pada kalimat akhir, jika bacaannya pendek). e. Mencatat waktu berakhirnya membaca (jam, menit, detik ). f. Menghitung berapa waktu yang diperlukan (dalam detik). g. Menghitung jumlah kata dalam teks yang dibaca (termasuk tanda baca). h. Mengalikan jumlah kata dengan bilangan 60 (1 menit = 60 detik). Hasil perkalian merupakan jumlah total kata. i. Membagi hasil perkalian dengan jumlah waktu yang diperlukan untuk membaca. Hasilnya adalah jumlah kata per menit. Bila digambarkan proses di atas adalah seperti di bawah ini: a. Saat akhir membaca : jam, menit, detik Saat mulai membaca Waktu yang diperlukan : jam, menit, detik : detik b. Jumlah kata x 60 menit = jumlah total kata Jumlah total kata : waktu yang diperlukan = jumlah kata per menit. Secara lebih sederhana, Soedarso (2010) mengemukakan rumus untuk mengukur kecepatan membaca sebagai berikut: Jumlah kata yang dibaca Jumlah detik untuk membaca x 60 = jumlah kata per menit (kpm) 11. Fleksibelitas Kecepatan Membaca Fleksibelitas dalam membaca adalah keterampilan membaca setiap bahan bacaan tidak dengan cara yang sama (Ahuja & Ahuja, 2007). Kecepatan membaca sangat tergantung pada bahan dan tujuan membaca, dan sejauh mana keakraban

7 dengan bahan tersebut. Kecepatan membaca harus seiring dengan kecepatan memahami bahan bacaan (Soedarso, 2010). Temuan riset memperlihatkan bahwa kebanyakan pembaca tidak memiliki fleksibelitas dalam membaca. Harris (dalam Ahuja & Ahuja, 2007) melaporkan bahwa kebanyakan pembaca tidak fleksibel dalam kecepatan membaca. Kebanyakan pembaca cenderung mempertahankan satu pendekatan karakteristik dan menggunakan satu kecepatan yang relatif tetap untuk setiap jenis bahan bacaan. McDonald (dalam Ahuja & Ahuja, 2007) meneliti lebih dari pembaca tingkat sekolah dasar, lanjutan, perguruan tinggi dan orang dewasa. Dia menemukan bahwa lebih dari 90% dari mereka cenderung mempertahankan pendekatan karakteristik dan relatif tidak mengubah kecepatan membaca mereka untuk semua jenis bacaan yang diujicobakan, kendatipun ada perbedaan tujuan dan variasi tingkat kesulitannya, serta gaya dan isi bacaan. 12. Hambatan Membaca Cepat Ahuja dan Ahuja (2007) mengemukakan, ada beberapa penghalang membaca cepat yang mempengaruhi efisiensi membaca. Penghalang-penghalang itu antara lain vokalisasi, gerakan bibir, berbicara atau mendengar dalam hati, goyangan kepala, tunjuk jari, membaca kata per kata, analisis kata, pemblokan mata, mundur ke belakang dan membaca ulang. Tingkat kesulitan bahan bacaan dan kekurangan motivasi. Tingkat kesulitan bahan bacaan dan kekurangan motivasi di pihak pembaca juga mempengaruhi efisiensi membaca.

8 Soedarso (2010) mengemukakan ada enam penghambat seseorang untuk membaca cepat, yaitu: a. Vokalisasi Vokalisasi atau membaca dengan bersuara berarti mengucapkan kata demi kata dengan lengkap. Hal ini memperlambat membaca. Menggumam, sekalipun dengan mulut terkatup dan suara tidak terdengar, termasuk membaca dengan bersuara. Cara mengidentifikasi vokalisasi yaitu dengan meletakkan tangan di leher saat membaca. Apabila terasa getaran di jakun, hal tersebut berarti membaca dengan bersuara atau vokalisasi. Adapun cara untuk menghilangkan kebiasaan ini adalah dengan meniup atau membentuk bibir seperti bersiul saat membaca sembari meletakkan tangan di leher untuk memastikan tidak ada getaran di jakun. b. Gerakan bibir Orang dewasa ada yang meneruskan kebiasaan di waktu kecil, yaitu mengucapkan kata demi kata apa yang dibaca dengan menggerakkan bibir. Menggerakkan bibir atau komat-kamit sewaktu membaca, sekalipun tidak mengeluarkan suara, sama lambatnya dengan membaca bersuara. Kecepatan membaca bersuara ataupun dengan gerakan bibir hanya seperempat dari kecepatan membaca secara diam. Dengan menggerakkan bibir, seseorang lebih sering regresi (kembali ke belakang), sebab ketika mata dapat dengan cepat bergerak maju, suara masih di belakang.

9 Cara menghilangkan kebiasaan membaca dengan gerakan bibir, berikut merupakan beberapa alternatif pilihan cara mengatasinya: 1) Merapatkan bibir kuat-kuat, tekankan lidah ke langit-langit mulut. 2) Mengunyah permen karet. 3) Menggunakan pensil atau sesuatu yang lain yang cukup ringan, lalu dijepit dengan kedua bibir (bukan gigi), usahakan agar pensil tidak bergerak. 4) Mengucapkan berulang-ulang, satu, dua, tiga. 5) Membuat gerakan bibir bersiul, tetapi tanpa suara. c. Gerakan kepala Sewaktu kanak-kanak, penglihatan sukar menguasai seluruh penampang bacaan. Akibatnya adalah menggerakkan kepala dari kiri ke kanan untuk dapat membaca baris-baris bacaan secara lengkap. Setelah dewasa, penglihatan telah mampu secara optimal, sehingga seharusnya cukup mata saja yang bergerak. Cara menghilangkan kebiasaan menggerakkan kepala, berikut merupakan beberapa alternatif pilihan cara mengatasinya: 1) Meletakkan telunjuk jari ke pipi dan menyandarkan siku tangan ke meja selama membaca, apabila terasa tangan terdesak oleh gerakan kepala, sadarlah dan hentikan gerakan tersebut. 2) Tangan memegang dagu seperti membelai-belai jenggot dan apabila kepala bergerak, sadarlah dan hentikan gerakan tersebut. 3) Meletakkan ujung telunjuk jari di hidung, bila kepala bergerak akan segera disadari dan hentikan gerakan tersebut.

10 d. Menunjuk dengan jari Sewaktu baru belajar membaca, individu harus mengucapkan kata demi kata yang dibaca dengan bantuan jari atau pensil yang menunjuk kata demi kata tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada kata yang terlewati. Oleh karena cara tersebut dipraktikkan terus-menerus dan tidak ada yang memberikan petunjuk lebih lanjut bahwa hal tersebut tidak perlu lagi dilakukan apabila telah pandai membaca, akhirnya cara itu menjadi kebiasaan dan dilakukan sampai dewasa. Cara membaca menunjuk dengan jari atau benda lain sangat menghambat, sebab gerakan tangan lebih lambat daripada gerakan mata. Kebiasaan tersebut dapat dihilangkan dengan cara yang mudah sebagai berikut: 1) Kedua tangan memegang buku yang dibaca. 2) Memasukkan tangan ke saku selama membaca. e. Regresi Selama membaca, mata bergerak ke kanan untuk menangkap kata-kata yang terletak berikutnya. Akan tetapi, mata sering bergerak kembali ke belakang untuk membaca ulang suatu kata atau beberapa kata sebelumnya. Kebiasaan selalu kembali (regresi) ke belakang untuk melihat kata atau beberapa kata yang baru dibaca merupakan hambatan yang serius dalam membaca. Keinginan untuk melihat ke belakang antara lain terdorong karena kurang percaya diri, merasa kurang tepat menangkap arti, merasa kehilangan sesuatu, atau salah membaca sebuah kata. Kebiasaan regresi disebabkan melamun. Secara mental individu mengerjakan hal lain di tempat lain sementara

11 membaca. Regresi dapat dikurangi dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut: 1) menanamkan kepercayaan diri. Tidak berusaha mengerti setiap kata atau kalimat di paragraf dan tidak terpaku pada detail. Terus membaca, tidak mengikuti godaan untuk kembali ke belakang. 2) menghadapi bahan bacaan. Tetap memperhatikan bahan bacaan yang dibaca. 3) meneruskan membaca sampai akhir kalimat. Apa yang dipikir tertinggal akan muncul kembali. Terus membaca, seiring membaca selanjutnya individu akan menemukan apa yang dipikirnya hilang. Kemampuan otak dan mata jauh melampaui perkiraan. Oleh karena itu, terus paksakan membaca. Dengan demikian, individu akan mengganti kebiasaan lama dengan yang baru. f. Subvokalisasi Subvokalisasi atau melafalkan dalam batin/pikiran kata-kata yang dibaca juga dilakukan oleh pembaca yang kecepatannya telah tinggi. Subvokalisasi juga menghambat karena individu menjadi lebih memperhatikan bagaimana melafalkan secara benar daripada berusaha memahami ide yang dikandung dalam kata-kata yang dibaca. Menghilangkan sama sekali cara membaca dengan melafalkan dalam batin apa yang dibaca memang tidak mungkin, tetapi masih dapat diusahakan dengan cara melebarkan jangkauan mata sehingga satu fiksasi (pandangan mata) dapat

12 menangkap beberapa kata sekaligus dan langsung menyerap idenya daripada melafalkannya. B. Pemahaman Bacaan 7. Definisi Pemahaman Bacaan Sebelum 1915, ketika membaca ditekankan pada aspek lisan, pelajaran membaca tidak memiliki sisi pemahaman. Istilah pemahaman jarang ditemukan dalam literatur. Pengajaran membaca pada 1915 sampai 1925 ditekankan pada pengenalan kata. Ketika seorang anak telah belajar dan mampu melafalkan dengan baik kata-kata, maka tujuan membaca dianggap telah tercapai. Selama tahuntahun terakhir abad ke 19, Romanes (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyatakan istilah pemahaman dengan kekuatan asimilasi. Gray (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menggunakan istilah kualitas membaca untuk menunjukkan makna pemahaman. Yoakam (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menggambarkan pemahaman bacaan sebagai memahami materi bacaan yang melibatkan asosiasi yang benar antara makna dan simbol kata, penilaian konteks makna yang diduga ada, pemilihan makna yang benar, organisasi gagasan ketika materi bacaan dibaca, penyimpanan gagasan dan pemakaiannya dalam berbagai aktivitas sekarang atau mendatang.

13 Definisi Macmillan (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) boleh jadi lebih tepat dan jelas. Ia mendefinisikan pemahaman bacaan sebagai memahami apa yang tertulis di dalam, di antara dan di luar baris-baris tulisan atau dengan kata lain penafsiran cerdas, yang meliputi: a. membaca untuk mendapatkan gagasan-gagasan utama; b. membaca untuk mendapatkan detail-detail penting; c. membaca untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik; d. membaca untuk mengikuti urutan logis dan pengembangan gagasan; e. membaca untuk menerapkan apa yang dibaca; f. membaca untuk menemukan deduksi dan implikasi; dan g. membaca untuk menilai. Secara singkat, Snow (2002) mendefinisikan pemahaman bacaan sebagai proses simultan menyarikan dan mengkonstruksi makna melalui interaksi dan keterlibatan dengan bahasa tertulis. Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa pemahaman bacaan adalah proses simultan menyarikan dan mengkonstruksi makna dari materi bacaan meliputi asosiasi yang benar antara makna dan simbol kata, penilaian konteks makna yang diduga ada, pemilihan makna yang benar, dan organisasi gagasan ketika materi bacaan dibaca, yang semua hal tersebut digunakan untuk mendapatkan gagasan-gagasan utama, mendapatkan detail-detail penting, menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik, mengikuti urutan logis dan pengembangan gagasan, menerapkan apa yang dibaca, menemukan deduksi dan implikasi, dan membaca untuk menilai.

14 8. Elemen Pemahaman Bacaan Pemahaman bacaan terdiri dari tiga elemen, yaitu the reader (pembaca), the text (teks atau bahan bacaan) dan the activity or purpose for reading (aktifitas atau tujuan membaca) (Snow, 2002). a. The Reader (Pembaca) Untuk memahami, pembaca harus memiliki berbagai kapasitas dan kemampuan. Kapasitas dan kemampuan tersebut meliputi kapasitas kognitif (misalnya, perhatian, memori, kemampuan analitis kritis, penelusuran, kemampuan visualisasi), motivasi (tujuan membaca, minat terhadap konten/isi yang sedang dibaca, self efficacy sebagai pembaca), dan berbagai jenis pengetahuan (kosakata, pengetahuan mengenai topik dan domain/bidang, pengetahuan tentang wacana dan linguistik, pengetahuan tentang strategi pemahaman spesifik). Kapasitas kognitif, motivasi, kapasitas bahasa dan pengetahuan dasar yang disebut dalam berbagai tindakan pemahaman bacaan bergantung pada teks yang digunakan dan aktivitas spesifik di mana seorang pembaca terlibat. b. The Text (Teks atau Bahan Bacaan) Fitur teks memiliki dampak yang besar terhadap pemahaman. Pemahaman tidak terjadi hanya dengan penggalian makna secara sederhana dari teks. Selama membaca, pembaca mengkonstruksi representasi yang berbeda dari teks yang mana penting bagi pemahaman. Representasi tersebut meliputi, surface code (kata-kata dalam teks), text base (unit-unit gagasan yang

15 merepresentasikan makna), dan representasi dari mental model yang terdapat dalam teks. Perkembangan komputer dan teks elektronik telah membawa para ahli untuk memperluas definisi teks untuk memasukkan teks elektronik dan dokumen multimedia di samping cetakan konvensional. Teks bisa sulit atau mudah, tergantung pada faktor-faktor yang melekat dalam teks, pada hubungan antara teks dan pengetahuan dan kemampuan pembaca, dan pada kegiatan yang pembaca terlibat. c. The Activity or Purpose for Reading (Aktifitas atau Tujuan Membaca) Membaca dilakukan untuk suatu tujuan. Suatu kegiatan membaca melibatkan satu atau lebih tujuan, beberapa operasi untuk mengolah teks, dan konsekuensi melakukan kegiatan membaca tersebut. Sebelum membaca, pembaca memiliki tujuan yang berasal dari dalam diri maupun luar. Tujuan dipengaruhi oleh variabel motivasi, meliputi minat dan prior knowledge. Aktifitas membaca meliputi satu atau lebih tujuan atau tugas, beberapa operasi untuk memproses teks, dan hasil dari melakukan kegiatan, semua yang terjadi dalam beberapa konteks tertentu. Tujuan awal membaca dapat berubah selama membaca. Hal ini berarti, selama membaca, pembaca mungkin menghadapi berbagai informasi yang menimbulkan pertanyaan baru dan membuat tujuan awal tidak cukup atau tidak relevan lagi. Mengolah teks melibatkan pengkodean teks, tingkat pengolahan linguistik dan semantik yang lebih tinggi, dan self monitoring untuk pemahaman, yang semuanya tergantung pada kemampuan pembaca menghadapi berbagai fitur teks.

16 Akhirnya, konsekuensi dari membaca adalah bagian dari kegiatan tersebut. Beberapa kegiatan membaca menyebabkan peningkatan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca. Konsekuensi lain dari kegiatan membaca adalah mengetahui bagaimana melakukan sesuatu. Aplikasi dari konsekuensikonsekuensi tersebut sering berhubungan dengan tujuan pembaca. Pengetahuan, aplikasi, dan keterlibatan merupakan konsekuensi langsung dari kegiatan membaca. 9. Unit Pemahaman Burns, Roe dan Ross (1984) menyatakan bahwa unit-unit dasar pemahaman dalam membaca adalah kata, kalimat, paragraf, dan whole selection. a. Kata Kosakata harus dibangun dari kata-kata yang telah dipahami. Perkembangan kosakata merupakan perkembangan skemata. Untuk memahami sesuatu, individu harus memanggil skemata yang telah dimiliki. Oleh karena itu, perkembangan kosakata merupakan komponen penting keterampilan pemahaman. b. Kalimat Individu mungkin menemukan kalimat kompleks yang sulit dipahami untuk itu individu harus menemukan cara untuk menemukan maknanya. Penelitian telah menunjukkan bahwa instruksi yang sistematis dalam pemahaman kalimat meningkatkan pemahaman membaca. Pendekatan lain menyatakan bahwa

17 untuk menemukan bagian penting dari kalimat adalah dengan menuliskannya dalam format telegram. c. Paragraf Paragraf merupakan kelompok kalimat yang menyajikan suatu fungsi keterangan dalam suatu bagian. Paragraf dibangun oleh suatu ide utama atau topik. Memahami fungsi, organisasi umum, dan hubungan antar kalimat dalam suatu paragraf merupakan hal yang penting dalam pemahaman membaca. d. Whole Selection Keseluruhan bagian terdiri dari kata, kalimat, dan paragraf. Pemahaman keseluruhan bagian tergantung pada pemahaman unit-unit yang lebih kecil. 10. Tingkatan Pemahaman Burns dkk. (1984) menyatakan bahwa ada empat tingkatan pemahaman dan pembaca mampu memahami bacaan pada sejumlah tingkatan yang berbeda. Empat tingkatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Pemahaman Literal Membaca pada tingkatan pemahaman literal meliputi memperoleh informasi dalam suatu bagian yang dinyatakan secara langsung. Pemahaman pada tingkatan ini merupakan prasyarat untuk tingkatan pemahaman yang lebih tinggi. Menemukan ide utama yang telah dinyatakan, detail-detail, sebabakibat, dan runtutan (sequence) merupakan dasar pemahaman tingkat literal. Contoh keterampilan pemahaman pada tingkat ini meliputi kemampuan untuk mengikuti petunjuk dan kemampuan untuk menyatakan kembali suatu ide

18 dengan menggunakan kata-kata yang berbeda. Pemahaman pada tingkat literal didefinisikan sebagai pengertian secara eksplisit informasi yang dinyatakan dengan mengenyampingkan medium yang menghadirkannya. Contohnya, simbol-simbol bahasa lisan atau tulisan. Ini merupakan fokus utama pada tingkat pemahaman literal. Tujuan khusus dari pemahaman tingkat literal adalah sebagai berikut: (1) rinci; (2) runtut kejadian-kejadian; (3) ciri-ciri karakter; dan (4) hubungan sebab akibat. b. Pemahaman Interpretatif Pemahaman tingkat interpretatif didefinisikan sebagai pengertian dari pernyataan informasi yang dinyatakan secara implisit. Membaca interpretatif meliputi membaca antara baris atau menarik kesimpulan, merupakan proses memperoleh ide yang dinyatakan secara tidak langsung daripada yang dinyatakan secara langsung. Keterampilan membaca interpretatif meliputi menyimpulkan ide utama dimana ide tersebut tidak secara langsung dinyatakan, menyimpulkan hubungan sebabakibat yang tidak dinyatakan secara langsung, menyimpulkan keterangan atau penjelasan dari kata ganti, menyimpulkan keterangan atau penjelasan dari kata keterangan, menyimpulkan kata-kata yang diabaikan, mendeteksi mood, mendeteksi tujuan pengarang dalam menulis, dan menarik kesimpulan. c. Pemahaman Kritis Membaca kritis adalah mengevaluasi materi tertulis, membandingkan ide yang ditemukan dalam materi dengan standar-standar yang diketahui dan menarik kesimpulan mengenai keakuratan, ketepatan, dan waktu yang tepat. Pembaca

19 kritis pasti merupakan pembaca yang aktif, mempertanyakan, mencari fakta, dan menunda penilaian sampai mereka telah mempertimbangkan semua materi. Membaca kritis tergantung pada pemahaman literal dan interpretatif, dan memahami ide yang tidak dinyatakan secara langsung merupakan hal yang penting. Pemahaman pada tingkat kritikal dijelaskan sebagai pengertian dari informasi yang akan membuat seseorang mampu menentukan nilai tentang informasi yang diterimanya. d. Pemahaman Kreatif Membaca kreatif meliputi memahami materi melebihi yang disampaikan oleh pengarang. Hal ini menuntut pembaca untuk berpikir selama membaca, sama seperti membaca kritis, dan hal ini juga menuntut pembaca untuk menggunakan imajinasi mereka. Pemahaman tingkat kreatif melibatkan membuat respon secara personal terhadap pengertian yang kompleks dari penerimaan pesan. Personal response, didasari pada suatu pengertian penuh dari pesan yang diekspresikan, hal ini merupakan jantung dari pemahaman tingkat kreatif. 11. Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Bacaan Nurhadi (1987) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses yang kompleks dan rumit karena dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan eksternal pembaca. Faktor internal berupa intelegensi, minat, sikap, motivasi dan tujuan membaca. Faktor eksternal dalam bentuk sarana membaca,

20 tingkat kesulitan teks bacaan, faktor lingkungan, faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan dan tradisi membaca. Membaca pada hakikatnya adalah proses berpikir. Dalam proses membaca terlibat aspek-aspek berpikir seperti mengingat, memahami, membeda-bedakan, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasi, dan pada akhirnya menerapkan apa-apa yang terkandung dalam bacaan. Aspek-aspek tersebut melibatkan tipe-tipe berpikir divergen (induktif), berpikir konvergen (deduktif), dan tipe berpikir abstrak. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam membaca diperlukan kemampuan intelektual. Hasil dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara minat terhadap bacaan dan kemampuan membacanya. Demikian pula penelitian hubungan antara tujuan membaca dan perubahan gerak mata pada waktu membaca. Dalam penelitian terlihat bahwa perubahan tujuan membaca berakibat terjadinya perubahan dalam gerak mata berlangsung. Di sini terbukti bahwa ada faktor tujuan membaca yang mempengaruhi proses membaca. Faktor eksternal penerangan atau pencahayaan yang kurang baik akan mempengaruhi hasil membaca. Demikian juga faktor sosial ekonomi dimana status sosial ekonomi yang tinggi cenderung dilimpahi kemudahan sarana membaca yang memadai, sehingga terbentuk tradisi atau kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca ini yang akan mempengaruhi kemampuan dan latihan membaca. Kebiasaan membaca akan berpengaruh pada kecepatan dan keefektifan membaca seseorang. Faktor internal dan eksternal tersebut saling berhubungan membentuk semacam koordinasi untuk menunjang pemahaman bacaan (Nurhadi, 1987).

21 Secara spesifik, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca dan pemahaman bacaan dikemukakan oleh Shores (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007), antara lain ukuran huruf, model huruf, kehitaman dan ketajaman cetakan, mutu dan sifat kertas, ukuran halaman, organisasi bahan, banyaknya ruang kosong, jenis dan penempatan ilustrasi (gambar/foto), judul dan sub judul, kejelasan tulisan, bidang pengetahuan, kompleksitas gagasan, gaya menulis pengarang, jenis tulisan (puisi, narasi, atau deskriptif/paparan), kepribadian penulis, perasaan pembaca (mengantuk, waspada, tenang, gelisah), kemampuan mental pembaca, keterampilan membaca, lingkungan tempat membaca, latar pengalaman membaca, tujuan dan minat pada bidang atau ranah karya bahan yang sedang dibaca, dan keakrabannya dengan kekhasan gaya pengarang dan pengalimatannya. Teori Chomsky (dalam Matlin, 2005) tentang transformational grammar telah menimbulkan ketertarikan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman kalimat. Para psikolog telah melakukan penelitian terhadap hal ini. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman terhadap kalimat adalah sebagai berikut: a. Kata Negatif Williams (dalam Matlin, 2005) mengemukakan bahwa kalimat yang memuat kata negatif, seperti tidak dan bukan, atau kata negatif yang tersirat (seperti ditolak), hampir selalu membutuhkan lebih banyak waktu pemrosesan dibandingkan kalimat afirmatif.

22 b. Bentuk Pasif Chomsky (dalam Matlin, 2005) menunjukkan bahwa bentuk kalimat aktif dan kalimat pasif mungkin memiliki surface structure yang berbeda, meskipun memiliki deep structure yang sama. Transformasi dari bentuk aktif ke bentuk pasif membutuhkan tambahan kata. c. Nested Structure (Struktur Bertingkat) Struktur bertingkat adalah frase yang melekat di dalam kalimat lain. Pembaca mengalami "cost memory" ketika membaca kalimat yang memuat struktur bertingkat. Memory cost menjadi berlebihan jika suatu kalimat memuat lebih dari satu struktur bertingkat. d. Ambiguitas Kalimat menjadi lebih sulit untuk dipahami jika memuat kata yang ambigu atau memiliki struktur kalimat yang ambigu. Pembaca secara khusus berhenti lebih lama ketika mereka memproses kata yang ambigu. Rueckl (dalam Matlin, 2005) menyatakan bahwa pembaca dapat memahami kalimat yang ambigu, sama seperti pembaca dapat memahami kalimat negatif, kalimat yang menggunakan bentuk pasif, dan kalimat dengan struktur bertingkat yang kompleks. Meskipun demikian, pembaca merespon lebih cepat dan lebih akurat jika bahasa yang dihadapi lebih mudah.

23 Wainwright (2006) mengemukakan bahwa faktor terpenting yang bisa mempengaruhi pemahaman terhadap materi bacaan adalah sebagai berikut: a. Kecepatan membaca Kecepatan membaca jika melampaui batas-batas tertentu, bisa memberikan efek merugikan terhadap pemahaman. Batas-batas tersebut sangat bervariasi, tergantung orang dan waktunya. b. Tujuan membaca Tujuan berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi bacaan. Menetapkan tujuan membaca dapat membantu meningkatkan motivasi dan minat membaca. c. Sifat materi bacaan d. Tata letak materi bacaan e. Lingkungan tempat membaca Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman bacaan terbagi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal pembaca yang mempengaruhi pemahaman bacaan adalah sebagai berikut: a. Intelegensi b. Tujuan membaca c. Kecepatan membaca d. Perasaan pembaca e. Keterampilan membaca

24 f. Latar pengalaman membaca Adapun faktor eksternal pembaca yang mempengaruhi pemahaman bacaan adalah sebagai berikut: a. Tingkat kesulitan teks bacaan b. Lingkungan c. Latar belakang sosial ekonomi d. Format bahan bacaan e. Gaya penulisan f. Jenis tulisan 6. Pengukuran Pemahaman bacaan Ivor Davies (dalam Nurgiyantoro, 2001) mengemukakan bahwa Bloom membedakan keluaran belajar ke dalam tiga kategori atau biasa dikenal dengan ranah atau domain, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Taksonomi bloom untuk tugas membaca juga mencakup ketiga ranah tersebut. Tugas kognitif berupa aktivitas kognitif memahami bacaan secara tepat dan kritis, atau berupa kemampuan membaca. Tugas afektif berhubungan dengan sikap dan kemauan siswa untuk membaca, sedangkan tugas psikomotor berupa aktivitas fisik siswa sewaktu membaca (Nurgiyantoro, 2001). Pemahaman bacaan yang merupakan ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, dari aspek kognitif yang hanya menuntut aktivitas intelektual sederhana ke yang menuntut kerja intelektual tingkat tinggi. Keenam tingkatan yang dimaksud adalah ingatan, pemahaman,

25 penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Oleh karena itu, penilaian yang dilakukan untuk mengukur keberhasilannya juga mencakup enam tingkatan tersebut melalui tes kemampuan membaca. Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan (Nurgiyantoro, 2001). Bahan bacaan untuk tes kemampuan membaca hendaklah yang mengandung informasi yang menuntut untuk dipahami. Menurut Nurgiyantoro (2001), pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi: a. Tingkat Kesulitan Tingkat kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekompleksan kosa kata dan struktur. Secara umum, wacana yang baik untuk bahan tes kemampuan membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau sesuai dengan tingkat kemampuan individu yang dites. Salah satu prosedur memperkirakan tingkat kesulitan wacana adalah dengan teknik cloze. Wacana yang akan diketahui tingkat kesulitannya, diteskan dalam bentuk cloze test. Jika rata-rata jawaban betul lebih dari 75%, wacana yang bersangkutan dinyatakan mudah. Sebaliknya, jika rata-rata betul kurang dari 20%, wacana tersebut tergolong sulit. b. Isi Wacana Bacaan yang baik adalah yang sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa, minat, kebutuhan atau menarik perhatian siswa. Walaupun demikian, tidak mudah untuk mengoperasionalkan pengertian-pengertian abstrak tersebut. Tujuan kegiatan membaca, khususnya yang berkaitan dengan pemahaman

26 bacaan, adalah untuk memperluas dunia dan horizon individu. Di pihak lain, pemilihan isi wacana perlu selektif untuk menghindari bacaan yang bersifat kontra atau masih bersifat kontroversial. c. Panjang Pendek Wacana Wacana yang diteskan sebaiknya tidak terlalu panjang. d. Jenis atau Bentuk Wacana Wacana yang digunakan sebagai bahan tes kemampuan membaca dapat berbentuk prosa, dialog, ataupun puisi. Pada umumnya, yang banyak dipergunakan adalah wacana yang berbentuk prosa. Bentuk tes kemampuan membaca secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes subjektif dan tes objektif. Bentuk tes yang pertama sering juga disebut tes bentuk esai. Tes objektif disebut juga sebagai tes jawaban singkat. Ada empat macam tes objektif, yaitu tes jawaban benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), isian (completion), dan penjodohan (matching) (Nurgiyantoro, 2001). Tes pilihan ganda merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak dipergunakan dalam dunia pendidikan. Tes pilihan ganda terdiri dari sebuah pernyataan atau kalimat yang belum lengkap yang kemudian diikuti oleh sejumlah pernyataan atau bentuk yang dapat untuk melengkapinya. Dari sejumlah pelengkap tersebut, hanya satu yang tepat sedang yang lain merupakan pengecoh (distractors) (Nurgiyantoro, 2001).

27 Tes bentuk pilihan ganda tepat sekali untuk mengukur hasil belajar aspek kognitif dalam tingkatan sederhana, seperti ingatan, pemahaman, dan penerapan. Untuk mengukur tingkatan yang lebih kompleks, tes bentuk pilihan ganda disusun secara bervariasi, misalnya tes yang berupa tinjauan kasus, analisis hubungan sebab-akibat, melengkapi berganda, dan membaca diagram atau tabel. Butir soal yang berupa melengkapi berganda, merupakan tingkat analisis. Butir soal yang berupa analisis hubungan sebab akibat menuntut siswa untuk menghubungkan dua hal, merupakan tingkatan sintesis. Butir soal yang berupa tinjauan kasus menuntut siswa untuk mampu menilai, merupakan tingkatan evaluasi (Nurgiyantoro, 2001). Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti dan dikotomis, hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Cara menentukan skor dapat dilakukan dengan menggunakan dua rumus, yaitu rumus tanpa tebakan dan rumus dengan tebakan (Nurgiyantoro, 2001). a. Rumus Tanpa Tebakan Rumus: S = R Keterangan: S : skor R : jawaban yang benar b. Rumus dengan Tebakan Rumus: S = R x (W / n-1) Keterangan S : Skor R : Jawaban yang benar

28 W : Jawaban yang salah n : Jumlah alternatif jawaban C. Pengaruh Pelatihan Membaca Cepat Terhadap Pemahaman Bacaan Stauffer (1969), meninjau banyak sekali deskripsi tentang proses membaca dan melaporkan bahwa hanya ada satu butir kesepakatan umum di kalangan para pakar bahwa pemahaman bacaan adalah syarat mutlak bagi proses membaca. Membaca adalah kecakapan memaknai dan menemukan arti. Proses pen-dekodean (memaknai atau menemukan arti) ini berfungsi sebagai alat atau sarana bagi proses mental ketika pembaca mencoba memperoleh makna dari bahan bacaan. Membaca melibatkan pemahaman tidak hanya pendekodean dan interpretasi tingkat harfiah dari simbol-simbol tertulis. Membaca efektif dan bertujuan selalu berarti membaca konseptual yang bekerja pada dua tingkat. Pertama adalah memecahkan kode (dekode), dan kedua adalah memahami sesuatu dengan tujuan dalam pikiran pembaca (Ahuja dan Ahuja, 2007). Keterampilan membaca pemahaman amat diperlukan. Menurut para ahli pengajaran, teknik membaca cepat merupakan salah satu teknik pengajaran yang dapat membantu memahami teks yang dibaca dengan lebih cepat dan dapat mengurangi kesalahan (Nurhadi, 1987). Mickulecky dan Jeffries (dalam Marhamah, 2004) menyatakan bahwa kecepatan membaca mempengaruhi kerja otak dalam memproses informasi. Semakin tinggi kecepatan membaca, semakin cepat kerja otak dan semakin baik pula pemahaman bacaannya. Sebaliknya, semakin rendah kecepatan membaca, semakin banyak informasi yang harus

29 diolah, sehingga secara otomatis otak bekerja lebih lamban dalam memahami bacaan. Program-program membaca cepat mempunyai tujuan memecahkan tempo membaca yang sudah menjadi kebiasaan. Kecepatan membaca dapat ditingkatkan daripada kecepatan yang dimiliki semula tanpa kehilangan pemahaman (Ahuja dan Ahuja, 2007). Bukti yang pernah ada adalah apa yang dilakukan oleh John A. Broyson dari Universitas Florida. Ia melatih 111 orang untuk ditingkatkan kecepatan membacanya. Pada awal latihan, kecepatan membaca berkisar antara kata per menit (sama dengan kecepatan yang memadai untuk anak sekolah dasar), tetapi tiga bulan kemudian, dengan latihan yang intensif, 52 orang mampu meningkatkan kecepatan membacanya menjadi kata per menit atau dua sampai tiga kali lipat dari kecepatan awal (Nurhadi, 1987). Norman Lewis dalam bukunya How to Read Better and Faster mengemukakan fakta yang terdapat dibeberapa kursus membaca cepat di Amerika: (1) Di Reading Clinic, Dartmouth College, peserta kursus pada umumnya mempunyai kecepatan membaca 230 kpm, dan pada pertengahan kursus telah mencapai 500 kpm. (2) University of Florida yang mengelola kursus membaca cepat dengan peserta yang beragam seperti guru, wartawan, pengacara, ibu rumah tangga melaporkan bahwa kecepatan rata-rata peserta adalah kpm dan dalam dua minggu telah mencapai 325 kpm. (3) Di Purdue University, kecepatan rata-rata naik dari 245 kpm menjadi 470 kpm. Sementara Harry Shefter dari New York University dalam bukunya Faster Reading Selftaught mengatakan

30 bahwa pada umumnya orang dapat mencapai kecepatan membaca kpm (Soedarso, 2010). Spache (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) berpendapat bahwa pertumbuhan kecepatan yang nyata dan permanen dapat dilakukan dengan mengajarkan siswa bagaimana dan kapan harus membaca cepat dan dengan mengajar langsung membaca untuk menemukan gagasan, scanning untuk fakta-fakta tunggal tanpa harus membaca, dan skimming dengan hanya membaca tajuk, judul, topik atau kalimat rangkuman. Siswa memperoleh fleksibelitas membaca (yang merupakan tujuan pelatihan meningkatkan kecepatan membaca) hanya dengan belajar memvariasikan kecepatan dan teknik membaca berdasarkan tujuannya, kesulitan dan gaya bahan bacaan, dan keakrabannya dengan materi bacaan. Harris (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) berpendapat bahwa kecepatan membaca yang relatif tak berubah mungkin karena dibiasakan atau kebiasaan, atau mungkin akibat dari pelatihan yang kurang tepat. Braam (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) dalam sebuah studi terhadap siswa sekolah menengah, menunjukkan bahwa fleksibelitas dapat diajarkan dalam perkuliahan musim panas selama enam pekan. Perbedaan antara kecepatan yang tertinggi dan yang terendah hanya 19 kata per menit sebelum pelatihan, dan setelah pelatihan menjadi 159 kata per menit. Spache (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) dalam evaluasinya menyatakan bahwa perangkat pelatihan agaknya memberikan kontribusi pada peningkatan kecepatan membaca. Namun, dalam percobaan yang dikontrol dengan seksama, kontribusi ini acapkali terkait dengan keragaman guru dan motivasi karena ini

31 merupakan hasil intrinsik metodenya. Penelitian yang dilakukan oleh Freeburne dan Glock (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyarankan bahwa perbedaan guru lebih signifikan daripada perbedaan metode. Adapun Schick (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menekankan bahwa perangkat pelatihan adalah membantu guru, bukan mengganti guru. Tinker (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) memperoleh korelasi yang tinggi antara kecepatan dan pemahaman ketika pemahaman dan kecepatan dites untuk bahan bacaan yang sama. Ketika kecepatan sudah ditentukan pada satu tes dan pemahaman pada tes lainnya, dilaporkan bahwa korelasinya mendekati 0,30. Perbedaan isi materi subjek bahan bacaan mempengaruhi hubungan antara kecepatan membaca dan pemahaman. Thurstone (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) mendapatkan korelasi antara kecepatan dan pemahaman sebesar 0,11 pada bahan bacaan fisika, 0,42 pada sastra, dan 0,44 pada ilmu sosial. Anderson dan Dearborn (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyimpulkan bahwa hubungan negatif terjadi antara kecepatan membaca dan pemahaman dalam bidang sains dan matematika. Carlson (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) melaporkan temuan serupa. Carlson meyimpulkan bahwa korelasi antara kecepatan membaca dan pemahaman bacaan atas bahan-bahan bacaan yang sulit dapat diabaikan. Carlson menemukan bahwa, pada tingkat kecerdasan tinggi, para pembaca cepat ternyata paling baik dalam memahami bacaan, sedangkan pada tingkat kecerdasan rata-rata dan rendah, para pembaca lambat paling baik dalam memahami bahan bacaan.

32 Berdasarkan beberapa penelitian mengenai kecepatan dan pemahaman, Shores dan Husbands (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menyimpulkan bahwa para pembaca cepat mencapai skor paling efisien hanya pada jenis-jenis bahan tertentu dan untuk tujuan tertentu pula. Pembaca cepat biasanya memahami lebih baik daripada pembaca lambat pada bahan-bahan yang mudah dan pada tes-tes standar kemampuan membaca. Pada studi terhadap anak-anak tingkat enam, peneliti tersebut tidak menemukan korelasi antara kecepatan membaca dan pemahaman bacaan ketika siswa-siswa membaca bahan-bahan bacaan ilmiah untuk memecahkan masalah, memperoleh gagasan utama, atau menyimpan serangkaian gagasan. Stroud (dalam Farr, 1969) menyatakan bahwa kebanyakan studi terdahulu yang menghubungkan kecepatan membaca dengan pemahaman bacaan tidak valid karena didasarkan pada skor-skor pemahaman bacaan yang didapat dan dijabarkan dari tes-tes yang dibatasi waktu, dan, karena itu, skor pemahaman bacaan tersebut dipengaruhi oleh faktor kecepatan. Studi Flanagan (dalam Ahuja dan Ahuja, 2007) menekankan pada masalah ini. Ia mengumpulkan dua skor untuk subjek-subjek pada tes pemahaman bacaan, level skor pemahaman didasarkan pada jumlah rata-rata soal pemahaman yang dijawab dengan benar pada empat skala 20 soal. Angka skor pemahaman adalah jumlah total soal-soal yang dijawab dengan benar pada ke-80 soal dikurangi suatu pembetulan untuk menebak. Flanagan menghitung korelasi positif 0,77 antara kedua skor ini, yang menunjukkan banyak sekali kesamaan ciri. Tetapi, ketika ia mengkorelasikan angka skor membaca (ditentukan oleh jumlah total soal yang

33 diselesaikan dalam suatu batas waktu) dengan level skor pemahaman, korelasinya hanya 0,17. E. Hipotesa Kerlinger (2002) menyatakan bahwa suatu hipotesa adalah pernyataan dugaan. Suatu hipotesa tentatif (sementara) mengenai hubungan atau relasi antara dua fenomena ataupun variabel atau lebih. Adapun hipotesa penelitian ini adalah: ada pengaruh pelatihan membaca cepat terhadap pemahaman bacaan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian, peneliti membuat beberapa

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian, peneliti membuat beberapa 201 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian, peneliti membuat beberapa simpulan sebagai berikut. 1. Teknik membaca skimming dan scanning dapat meningkatkan kecepatan

Lebih terperinci

Pezi Awram

Pezi Awram 315 PROBLEMATIKA MEMBACA CEPAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Pezi Awram Pezi.awram@yahoo.com ABSTRAK Makalah ini disusun untuk menjelaskan problema apa saja dalam membaca cepat khususnya siswa

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: 05 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id MATA KULIAH BAHASA INDONESIA MEMBACA UNTUK MENULIS SUPRIYADI, S.Pd., M.Pd. HP. 0815 1300 7353/ 0812 9479 4583 E-Mail:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perbandingan. Adapun kajian-kajian yang relevan diantaranya adalah sebagai berikut.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perbandingan. Adapun kajian-kajian yang relevan diantaranya adalah sebagai berikut. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan Kajian yang relevan dengan penelitian ini digunakan peneliti sebagai bahan perbandingan. Adapun kajian-kajian yang relevan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis

II. LANDASAN TEORI. untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh kesan-kesan yang dikehendaki, yang disampaikan penulis melalui media

Lebih terperinci

Modul ke: BAHASA INDONESIA MEMBACA UNTUK MENULIS. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN

Modul ke: BAHASA INDONESIA MEMBACA UNTUK MENULIS. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN Modul ke: BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS MEMBACA UNTUK MENULIS Drs. SUMARDI, M. Pd. Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id Definisi Membaca 1.Menurut Kamus Bahasa Indonesia, definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa Indonesia secara umum mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Pada dasarnya bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia sebagai anggota

Lebih terperinci

Tampubolon menyebutnya sebagai Kemampuan Efektif Membaca. Walaupun keduanya

Tampubolon menyebutnya sebagai Kemampuan Efektif Membaca. Walaupun keduanya Kemampuan Efektif Membaca 1. Definisi KEM Penggunaan KEM di kalangan para ahli bahasa memiliki istilah berbeda-beda. Ahmadslamet menyebutkan KEM sebagai Kecepatan Efektif Membaca, sedangkan Tampubolon

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia UMB MEMBACA UNTUK MENULIS. Kundari, S.Pd, M.Pd. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Sistem Informasi

Bahasa Indonesia UMB MEMBACA UNTUK MENULIS. Kundari, S.Pd, M.Pd. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Sistem Informasi Bahasa Indonesia UMB Modul ke: MEMBACA UNTUK MENULIS Fakultas Ilmu Komunikasi Kundari, S.Pd, M.Pd. Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Standar Kompetensi : Mahasiswa dapat memahami berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teoretis. Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teoretis. Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Membaca Membaca merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap individu. Tarigan (2008: 7), membaca adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan salah satu pemersatu bangsa. Melalui bahasa manusia dapat berinteraksi dengan manusia lainnya karena manusia merupakan makhluk sosial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru

Lebih terperinci

\ Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dan Pengukurannya

\ Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dan Pengukurannya \ Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dan Pengukurannya 2.1 Hakikat KEM KEM (Kecepatan Efektif Membaca) merupakan tolok ukur kemampuan membaca yang sesungguhnya (membaca tingkat lanjut), yang melibatkan pengukuran

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN METODE SQ3R PADA SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 GATAK, SUKOHARJO

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN METODE SQ3R PADA SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 GATAK, SUKOHARJO PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN METODE SQ3R PADA SISWA KELAS VII D SMP NEGERI 2 GATAK, SUKOHARJO Isminatun 7 SMP Negeri 2 Gatak Kabupaten Sukoharjo A. PENDAHULUAN Salah satu tujuan membaca

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan walaupun sering disalahartikan atau diartikan secara pendapat

Lebih terperinci

ANALISIS BUKU TEKS BAHASA INDONESIA TINGKATAN SMP KELAS VIII, ERLANGGA: KETERBACAAN DAN TINGKAT KETERBACAAN

ANALISIS BUKU TEKS BAHASA INDONESIA TINGKATAN SMP KELAS VIII, ERLANGGA: KETERBACAAN DAN TINGKAT KETERBACAAN ANALISIS BUKU TEKS BAHASA INDONESIA TINGKATAN SMP KELAS VIII, ERLANGGA: KETERBACAAN DAN TINGKAT KETERBACAAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahasa, selain keterampilan menulis, berbicara, dan mendengar, yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. berbahasa, selain keterampilan menulis, berbicara, dan mendengar, yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan membaca merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa, selain keterampilan menulis, berbicara, dan mendengar, yang perlu dikuasai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca

BAB II KAJIAN TEORI. pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Membaca Menurut Dechant (melalui Zuchdi, 2008:21), membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis. Membaca pada hakikatnya

Lebih terperinci

MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA. Sumarni. Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA. Sumarni. Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan MENGANALISIS ASPEK-ASPEK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA Sumarni Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas muhammadiyah Makassar Sumarnisape9@gmail.com

Lebih terperinci

PEMAHAMAN WACANA FIKSI DAN NONFIKSI PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 SAMBUNGMACAN TAHUN AJARAN 2007/2008

PEMAHAMAN WACANA FIKSI DAN NONFIKSI PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 SAMBUNGMACAN TAHUN AJARAN 2007/2008 PEMAHAMAN WACANA FIKSI DAN NONFIKSI PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 SAMBUNGMACAN TAHUN AJARAN 2007/2008 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Berikut ini terdapat beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai berikut.

Lebih terperinci

LISAN TULISAN OBSERVASI SKALA PENILAIAN SOSIOMETRI STUDI KASUS CHECKLIST

LISAN TULISAN OBSERVASI SKALA PENILAIAN SOSIOMETRI STUDI KASUS CHECKLIST BAHAN AJAR EVALUASI PEMBELAJARAN TES URAIAN DAN TES OBJEKTIF LISAN INDIVIDUAL KELOMPOK ESAI BERSTRUKTUR BEBAS TULISAN TERBATAS ALAT PENILAIAN TES OBSERVASI OBJEKTIF B-S MENJDHKAN MELENGKAPI NON TES KUESIONER/WAWANCARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai alat komunikasi, bahasa tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan

Lebih terperinci

Oleh Septia Sugiarsih

Oleh Septia Sugiarsih Oleh Septia Sugiarsih Merupakan proses memperoleh makna dari barang cetak ( Spodek dan Saracho, 1994). 2 cara : Langsung Menguhubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya Tidak langsung Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi

Lebih terperinci

PENGARUH KEEFEKTIFAN MEMBACA CEPAT TERHADAP KEMAMPUAN MENEMUKAN IDE POKOK PARAGRAF

PENGARUH KEEFEKTIFAN MEMBACA CEPAT TERHADAP KEMAMPUAN MENEMUKAN IDE POKOK PARAGRAF Oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Galuh ABSTRAK Pengaruh keefektifan membaca cepat terhadap kemampuan menemukan ide pokok paragraf yang diteliti di SMA Informatika

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE CIRC UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN WACANA FIKSI DAN WACANA NON FIKSI DI KELAS X SMA AL ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010

PENERAPAN METODE CIRC UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN WACANA FIKSI DAN WACANA NON FIKSI DI KELAS X SMA AL ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 PENERAPAN METODE CIRC UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN WACANA FIKSI DAN WACANA NON FIKSI DI KELAS X SMA AL ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenui Persyaratan Guma Mencapai Derajat

Lebih terperinci

ALAT-ALAT PENILAIAN PENDIDIKAN

ALAT-ALAT PENILAIAN PENDIDIKAN Pertemuan ke 5 ALAT-ALAT PENILAIAN PENDIDIKAN ALAT PENILAIAN TEKNIK NON TES TEKNIK TES Rating Scale Questionnaire Check list Interview Observation Curiculum vitae Tes diagnostik Tes formatif Tes sumatif

Lebih terperinci

PEMBUATAN TES TERTULIS

PEMBUATAN TES TERTULIS PEMBUATAN TES TERTULIS BENTUK SOAL 1. SOAL JAWABAN SINGKAT 2. SOAL BENAR- SALAH 3. SOAL MENJODOHKAN 4. SOAL PILIHAN GANDA 5. SOAL URAIAN SOAL JAWABAN SINGKAT KARAKTERISTIK: SOAL YANG MENUNTUT PESERTA TES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan membaca erat kaitannya dengan proses belajar, seperti kita

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan membaca erat kaitannya dengan proses belajar, seperti kita 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kegiatan membaca erat kaitannya dengan proses belajar, seperti kita berada di ruang sekolah atau kampus. Dengan melakukan kegiatan membaca, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi tersebut sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran,

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kritis Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan tertentu dapat dikatakan berpikir dimana dapat dikatakan berpikir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Membaca Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Membaca Cepat

Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Membaca Cepat Penelitian Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Membaca Cepat Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Membaca Cepat Keke T. Aritonang*) Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kata per menit kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

PERENCANAAN TES. Retno Wahyuningsih ENAM HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN

PERENCANAAN TES. Retno Wahyuningsih ENAM HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN PERENCANAAN TES Retno Wahyuningsih 1 ENAM HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN 2 1 ENAM HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN 1. Pengambilan sampel dan pemilihan butir soal, 2. Tipe tes yang akan digunakan, 3. Aspek

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi di Kota Bandung. Pemilihan lokasi berdasarkan pada tempat pelaksanaan pendampingan pengembangan

Lebih terperinci

PERKULIAHAN 4: EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA ALAT EVALUASI (LANJUTAN)

PERKULIAHAN 4: EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA ALAT EVALUASI (LANJUTAN) PERKULIAHAN 4: EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA ALAT EVALUASI (LANJUTAN) 3. Pembuatan Alat Evaluasi Ditinjau dari pembuatnya, alat evaluasi dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu alat evaluasi buatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/

I. PENDAHULUAN. Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/ 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada empat segi keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak/ mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan tersebut memunyai hubungan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam kehidupan modern saat ini, penguasaan bahasa bagi seseorang mutlak diperlukan. Keterampilan berbahasa seseorang harus mengacu

Lebih terperinci

Tentunya Anda dapat membaca bacaan di atas dengan cukup mudah, bukan? Akan tetapi, bagaimana dengan bacaan berikut ini

Tentunya Anda dapat membaca bacaan di atas dengan cukup mudah, bukan? Akan tetapi, bagaimana dengan bacaan berikut ini A. Hakikat Membaca Kritis Hakikat membaca kritis sangat relevan dengan kehidupan Anda sebagai calon guru yang dituntut untuk menambah wawasan dan mengambangkan ilmu. Oleh sebab iyu, kegiatan belajar ini

Lebih terperinci

TEKNIK PENILAIAN NON TES

TEKNIK PENILAIAN NON TES TEKNIK PENILAIAN NON TES Penilaian Unjuk Kerja Dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Cocok untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Hurlock (1980 : 208) mengatakan bahwa masa Sekolah Menengah Atas/SMK adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa awal. Pada masa inilah pembendaharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak

BAB II LANDASAN TEORI. yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang nampaknya tidak BAB II LANDASAN TEORI II. A. KREATIVITAS II. A. 1. Pengertian Kreativitas Kreativitas merupakan kemampuan untuk melihat dan memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim memadukan informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan seseorang dalam melakukan komunikasi sangat tergantung

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan seseorang dalam melakukan komunikasi sangat tergantung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan seseorang dalam melakukan komunikasi sangat tergantung pada kemampuan dan keterampilannya dalam berbahasa. Keterampilan berbahasa terdiri dari empat

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Berdasarkan masalah yang ditemukan, metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Arikunto (2010:128), penelitian tindakan

Lebih terperinci

MEMBACA INTENSIF. Menentukan

MEMBACA INTENSIF. Menentukan MEMBACA INTENSIF Menentukan STANDAR KOMPETENSI 11. Memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring KOMPETENSI DASAR 11.2 Menemukan informasi untuk bahan diskusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

TEORI INTELEGENSI GUILFORD

TEORI INTELEGENSI GUILFORD TEORI INTELEGENSI GUILFORD SEJARAH Joy Paul Guilford adalah seorang psikologi berkebangsaan Amerika. Guilford lahir di Marquuette, Nebraska pada tanggal 7 Maret 1807. Semasa masih kecil, Guilford memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerak-gerik badaniah yang nyata (Keraf, 1993: 2). Dengan bahasa, setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. gerak-gerik badaniah yang nyata (Keraf, 1993: 2). Dengan bahasa, setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbolsimbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik

Lebih terperinci

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain Eni Sukaeni, 2012 Penggunaan Model Penemuan Konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas kehidupan, serta

Lebih terperinci

MEMBACA UNTUK MENULIS

MEMBACA UNTUK MENULIS Modul ke: Fakultas. MEMBACA UNTUK MENULIS Pengertian Membaca, Jenis-jenis Membaca, Tahapantahapan Dalam Membaca, Berbagai Teknik Membaca Cepat, Kecepatan Efektif Membaca (KEM), Hambatanhambatan dalam Membaca

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui bahasa tulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 4, No. 1, April 2016 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Perkembangan ini memiliki dampak semakin terbuka dan tersebarnya informasi dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

TIPS MEMBUAT SOAL YANG BAIK

TIPS MEMBUAT SOAL YANG BAIK TIPS MEMBUAT SOAL YANG BAIK A. PENDAHULUAN Sebagai guru, kita dihadapkan pada persoalan bagaimana kita mengajar, bagaimana kita menguji dan bagaimana kita mengevaluasi/menilai kemampuan siswa. Namun ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. dimaksud ialah variabel independen (bebas) pembelajaran yaitu metode Directed

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. dimaksud ialah variabel independen (bebas) pembelajaran yaitu metode Directed 7 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Efektivitas Model Directed Reading Activity (DRA) dalam Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Asing oleh Wawan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006:118). Variabel penelitian merupakan suatu atribut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu gabungan huruf, kata, dan kalimat yang menghasilkan suatu tuturan atau ungkapan secara terpadu sehingga dapat dimengerti dan digunakan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra.Andi Nurfaizah, M.Pd. Drs. Latri S, S.Pd., M.Pd.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting terhadap kemajuan suatu bangsa di dunia. Pendidikan diproses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan juga disebut kompetensi.

BAB II KAJIAN TEORI. Kemampuan juga disebut kompetensi. BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan 1. Pengertian Kemampuan Siswa sekolah dasar merupakan individu-individu yang sedang tumbuh dan berkembang dalam rangka pencapaian kepribadian yang dewasa. Pertumbuhan individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut arti leksikal Hasil adalah sesuatu yang diadakan. 10 Sedangkan belajar

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut arti leksikal Hasil adalah sesuatu yang diadakan. 10 Sedangkan belajar 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar Menurut arti leksikal Hasil adalah sesuatu yang diadakan. 10 Sedangkan belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. 11 Slameto merumuskan pengertian belajar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review) pada Siswa Kelas

BAB II LANDASAN TEORI. Metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review) pada Siswa Kelas 7 BAB II LANDASAN TEORI H. Penelitian Relevan Penelitian tindakan kelas tentang kemampuan membaca dengan menggunakan metode PQ4R sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Lina Indriyani tahun 2012 dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. informasi melalui lambang-lambang tertulis kemudian menalarkannya. Menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. informasi melalui lambang-lambang tertulis kemudian menalarkannya. Menurut BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Membaca 1.1 Definisi Membaca Menurut Artanto (2009) Membaca merupakan aktivitas pencarian informasi melalui lambang-lambang tertulis kemudian menalarkannya. Menurut Soedarso (2004)

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENENTUKAN IDE POKOK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BONE-BONE KABUPATEN LUWU UTARA

KEMAMPUAN MENENTUKAN IDE POKOK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BONE-BONE KABUPATEN LUWU UTARA KEMAMPUAN MENENTUKAN IDE POKOK DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BONE-BONE KABUPATEN LUWU UTARA MARCHELLA PRASERDA KARTIKA Universitas Cokroaminoto Palopo kartika@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua materi ajar, yakni materi bahasa dan materi sastra. Materi bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dua materi ajar, yakni materi bahasa dan materi sastra. Materi bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia dititikberatkan kepada empat keterampilan berbahasa. Keempat keterampilan itu adalah mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Secara psikologis belajar adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

Jurnal SAP Vol. 1 No. 1 Agustus 2016 ISSN: X PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO

Jurnal SAP Vol. 1 No. 1 Agustus 2016 ISSN: X PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO PENGARUH MINAT MEMBACA DAN PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIDATO Endang Sulistyaniningsih Program Studi Teknik Informatika, Universitas Indraprasta PGRI Email: esulistyaniningsih@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Bahasa merupakan sesuatu yang penting untuk dikuasai karena bahasa adalah sarana interaksi dan alat komunikasi antar manusia. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SQ3R. Baiq Corlina Mahdawati 1 Revised: 08/03/2017

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SQ3R. Baiq Corlina Mahdawati 1 Revised: 08/03/2017 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SQ3R Baiq Corlina Mahdawati 1 baiqcorlina9@gmail.com Received: 03/01/2017 Revised: 08/03/2017 Aproved: 10/03/2017 Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

KETERBACAAN Kunci Sukses Membaca Kritis

KETERBACAAN Kunci Sukses Membaca Kritis KETERBACAAN Kunci Sukses Membaca Kritis Setyawan Pujiono, M.Pd. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Nonilmiah (cerpen, novel, komik, drama, dsb) Semi-ilmiah (artikel populer, berita,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas bangsa itu sendiri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan sepanjang hayat yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT MELALUI PENDEKATAN LATIHAN PERSEPSI. Hesty Nurhayati

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT MELALUI PENDEKATAN LATIHAN PERSEPSI. Hesty Nurhayati Dinamika Vol. 5, No. 4, April 2015 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT MELALUI PENDEKATAN LATIHAN PERSEPSI SMPN 1 Kajen Kabupaten Pekalongan Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci