KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS, SEKSI PTN WILAYAH VI TAPOS, BIDANG PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH III BOGOR,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS, SEKSI PTN WILAYAH VI TAPOS, BIDANG PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH III BOGOR,"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS, SEKSI PTN WILAYAH VI TAPOS, BIDANG PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH III BOGOR, BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JANUARI-JULI 2011 Disusun oleh: Muhamad Rusda Yakin PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISALAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011/1432 H 1

2 KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS, SEKSI PTN WILAYAH VI TAPOS, BIDANG PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH III BOGOR, BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JANUARI-JULI 2011 Muhamad Rusda Yakin LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISALAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011/1432 H 2

3 LEMBAR PENGESAHAN Judul Laporan PKL Lokasi Nama : KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS, SEKSI WILAYAH VI TAPOS, BIDANG PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH III BOGOR, BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JANUARI-JULI 2011 : Resort Tapos, Seksi Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango : Muhamad Rusda Yakin NIM : Program Studi Fakultas : Biologi : Sains dan Teknologi Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Arie Yanuar, S.Hut NIP Nani Radiastuti M.Si NIP Mengetahui, Ketua Program Studi Biologi DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud NIP

4 KATA PENGANTAR Puji disertai syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini s/ebagai suatu upaya menjalankan kewajiban selama menjalankan perkuliahan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda umat seluruh alam yang telah membawa peradaban manusia dari zaman Jahiliyah menuju zaman syarat ilmu dan pengetahuan, Dialah Nabi besar Muhammad SAW, Kepada keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya yang InsyaAllah selalu siap mempertahankan wasiat yang telah diberikan. Salah satu tujuan dilakukannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini ialah bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung yang ada di kawasan Hutan Konservasi Alam Tapos Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Jawa Barat. Hal demikian merupakan salah satu upaya untuk mendukung konservasi burung Indonesia meskipun dapat dikatakan PKL ini hanyalah sebuah hal kecil melihat tingginya Sumber Daya Burung yang dimiliki oleh Bangsa ini. Tetapi betapapun itu, besar harapan dari dilakukannya PKL ini dapat memberikan sumbangsih yang dapat dirasakan oleh sebagian besar orang khususnya pengamat dan pecinta burung serta kemudian menimbulkan motivasi terhadap semanagat konservasi Sumber Daya Alam Indonesia. Penyelesaian PKL ini bukanlah tidak mengalami hambatan, mulai dari pengambilan data hingga penyusunan laporannya penulis telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak baik itu dalam hal materi, nasihat maupun mptivasi yang luar biasa, oleh karena itu dalam kesempatan ini 4

5 penulis mengucapakan terima kasih yang luar biasa kepada semua pihak, khususnya kepada : 1. Ibu Dr Lily Surayya Eka Putri, M.env.Stud selaku ketua Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Nani Radiastuti M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penulisan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL). 3. Bapak Arie Yanuar, S.Hut selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis selama pengambilan data di lapangan dan dalam penyusunan laporan. 4. Bapak Tugiman selaku Kepala Resort Tapos, Dily Musmulya (staff) dan Sukato Susilo (staff) serta Keluarga Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan PKL 5. Mama tercinta yang telah mencurahkan doa, semangat dan kasih sayang yang tak terukur dalamnya kepada penulis, serta almarhum Bapak yang meskipun kehadirannya tak dirasakan tetapi bayangannya selalu menghadirkan motivasi yang tak ada habisnya bagi penulis sehingga laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dapat terselesaikan dengan penuh semangat. 6. Kedua adikku, yang selalu mengisi kekosongan waktu dan memberikan semangat kepada penulis untuk menjalankan PKL 7. Juli Wahyu Wulandari yang selalu menemani dan memberikan motivasi kepada penulis terutama dalam menjalankan PKL 5

6 8. Maulya Arfi S., Untari Uni Comara dan Muthia Rizkita Atas segala waktunya untuk berdiskusi dan atas bantuannya dalam menjalankan PKL 9. Mang Abot, Mang mukti, Mang Abas, Mang Anwar dan Umi yang telah banyak memberi nasihat dan pengarahan selama pengambilan data di lapangan 10. Angga P. Putera, M.Si, Eko Prasetyo, S.Si dan Deden Ibnu Aqil, S.Si beserta keluarga besar KPP Tarsius sebagai partner di lapangan dan atas segala kerjasama yang terjalin, terimakasih banyak 11. Keluarga besar biologi 2008 sebagai teman seperjuangan yang telah bersama-sama berjuang dan saling memberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan PKL ini 12. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan PKL ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih banyak Semoga apa yang telah kalian berikan dapat bermanfaat dan dibalas oleh Allah SWT, amin. Jakarta, 27 Juli 2011 Penulis 6

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... 4 DAFTAR ISI... 7 DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 BAB II BAB III BAB 1V BAB V PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Tujuan PKL Manfaat PKL GAMBARAN UMUM Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Keadaan Ekosistem dan Vegetasi Hutan Satwa Liar di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kawasan Hutan Konservasi Alam Tapos TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Burung Pakan Habitat dan Persebaran Konservasi Burung di Indonesia METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Peralatan Cara Kerja Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Data Keanekaragaman Jenis burung 7

8 Transek Pasir Genteng Transek Pasir Banteng Transek Cibayawak Transek Tarsius Suku-suku Burung di Kawasan Konservasi Tapos Nectariinidae Artamidae Apodidae Phasianidae Picidae Dicaeidae Muscicapidae Acciptridae Ploceidae Oriolidae Sylvidae Camphepagidae Timaliidae Pycnonotidae Columbidae Alcedinidae Zosteropidae Turdidae Dicruridae Trogonidae Capitonidae Strigidae Cuculidae Jenis-jenis Burung di Kawasan Konservasi Tapos BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

9 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR GAMBAR Gambar1. Peta lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Gambar 2. Bondol peking (Lonchura punctulata) Gambar 3. Cinenen Jawa (Orthotomus sepium) Gambar 4. Walet linchi (Collocalia linchi) Gambar 5. Kacamata biasa (Z. Palpebrosus) Gambar 6 Elang ular bido (S. cheela) dan Elang hitam (I. Malayensis)

11 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Keanekaragaman jenis burung di transek Pasir Genteng Tabel 1.2 Keanekaragaman jenis burung di transek Pasir Banteng Tabel 1.3 Keanekaragaman jenis burung di transek Cibayawak Tabel 1.4 Keanekaragaman jenis burung di transek Tarsius Tabel 1.5 Jenis-jenis burung di Kawasan Konservasi Tapos

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hutan indonesia memiliki luas areal hutan yang sangat besar, di dalam hutan tersebut terdapat keanekaragaman satwa yang luarbiasa dan sebagian besar satwa di hutan Indonesia merupakan endemik yang tidak ditemukan di negara lain. Keanekaragaman jenis hayati di Indonesia yang terhimpun dalam ekosistem hutan tropika mulai dari ekosistem pantai hingga ekosiatem pegunungan, jumlahnya mencapai 47 ekosistem. Dengan berbagai keanekaragaman hayati yang berbeda dan latar belakang demikian, dunia menetapkan Indonesia sebagai negara megabiodiversity (Heriyanto, 2008). Berdasarkan keragaman ekosistem dan jenis satwa endemik, Indonesia memiliki 515 jenis mamalia besar (39% endemik), 511 jenis reptil (29% endemik), 1531 jenis burung (26% endemik), 270 jenis amfibi (37% endemik), 35 jenis primata (18% endemik), dan 121 jenis kupu-kupu (44% endemik) (BAPPENAS, 2003). Menurut Wisnubudi (2009), satwa burung (avifauna) merupakan salah satu margasatwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan satwa di Indonesia. Jenisnya sangat beranekaragam dan masing-masing jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Untuk hidupnya burung memerlukan syarat-syarat tertentu, antara lain ialah kondisi habitat yang cocok dan aman dari segala macam gangguan. Burung merupakan satwa liar pengguna ruang yang cukup baik, yang terlihat dari 12

13 penyebarannya, baik secara horizontal maupun vertikal. Berdasarkan stratifikasi penggunaan ruang pada profil hutan maupun penyebaran secara horizontal pada berbagai tipe habitat, menunjukkan adanya kaitan yang erat antara burung dengan lingkungan hidupnya terutama dalam pola adaptasi dan strategi untuk memperoleh sumber pakan. Penyebaran vertikal pada jenis-jenis burung dapat dilihat dari stratifikasi ruang pada profil hutan. Berdasarkan stratifikasi profil hutan maka dapat diperoleh gambaran mengenai burung dalam memanfaatkan ruang secara vertikal, yang terbagi dalam kelompok burung penghuni bagian paling atas tajuk hutan, burung penghuni tajuk utama, burung penghuni tajuk pertengahan, penghuni tajuk bawah, burung penghuni semak dan lantai hutan, selain itu juga terdapat kelompok burung yang sering menghuni batang pohon. Menurut Peterson (1980), penyebaran jenis-jenis burung sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam. Penyebaran burung dalam suatu area berhubungan erat dengan tipe-tipe habitatnya. Di sisi lain, perubahan dalam suatu lansekap sebagai akibat pengaruh manajemen manusia selalu mempunyai konsekuensi terhadap komposisi dan kemelimpahan jenis-jenis burung. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu kawasan konservasi yang di pulau Jawa yang memiliki hutan dengan kondisi yang masih terjaga, keberadaannya diharapkan dapat berfungsi sebagai konservasi lansekap, ekosistem, jenis dan plasma nutfah, serta meyuburkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan baik secara ekologi maupun budaya, dan juga 13

14 mendukung logistik untuk penelitian, pemantauan, pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan masalah konservasi dan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, regional, nasional maupun global. Banyak jenis burung di kawasan ini yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Sebagian di antaranya juga termasuk burung-burung endemik pulau Jawa, atau dapat pula burung daerah sebaran terbatas, sehingga gangguan kelestariannya dapat menyebabkan kelangkaan. Potensi keindahan morfologis, keunikan tingkah laku dan kemerduan suara, merupakan daya tarik burung yang menyebabkan perburuannya sering dilakukan terutama untuk kesenangan (hobiis). Selain itu, di beberapa lokasi, satwa burung banyak pula yang diburu untuk dijadikan sebagai makanan (sumber protein hewani). Dengan demikian, keberadaan satwa burung tersebut semakin hari semakin berkurang populasinya, bahkan dikhawatirkan berkurang pula ragam jenisnya. Berhubungan dengan hal tersebut, kawasan ini masih belum banyak dilakukan kegiatan konservasi terutama untuk konservasi burung hutan. Oleh karena itu, kegiatan inventarisasi yang dilanjutkan dengan analisa keanekaragaman jenis yang diaplikasikan melalui sebuah kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) sangatlah penting untuk mengetahui keadaan burung di kawasan ini sebagai upaya untuk memenuhi tantangan dan mendukung upaya konservasi keanekaragaman hayati. 1.2 Tujuan PKL Mengetahui keanekaragaman jenis burung yang terdapat di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 14

15 1.3 Manfaat PKL Manfaat dari dilakukannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah : 1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung yang terdapat di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 2. Mengetahui keberadaan jenis burung yang dilindungi UU (PP No.7 tahun 1999), termasuk status konservasi (IUCN) dan perdagangannya (CITES). 3. Sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai burung yang terdapat di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 15

16 BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan konservasi yang memiliki peranan penting bagi pelestarian ekosistem hutan hujan tropis pegunungan. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango termasuk ke dalam lima taman nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada tahun Menurut Whitten et al., 1999, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terbentuk dari dua gunung berapi kembar dengan tinggi masing masing m dan m. Secara geografis, kawasan ini terletak di antara ' ' BT dan 64 1' ' LS dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Karena merupakan dataran tinggi dengan dua puncak utama, Gunung Gede (2958 m dpl) dan Gunung Pangrango (3019 m dpl), ekosistem di dalamnya merupakan hutan hujan tropis pegunungan Jawa Barat yang relatif utuh. Sejarah panjang kegiatan konservasi dan penelitian dimulai sejak tahun 1830 dengan terbentuknya kebun raya kecil di dekat Istana Gubernur Jenderal Kolonial Belanda di Cipanas, kemudian kebun raya kecil ini diperluas sehingga menjadi Kebun Raya Cibodas. Pemerintahan Kolonial Belanda sangat antusias untuk meningkatkan tanaman-tanaman penting dan bernilai ekonomis serta perkebunan komersial, sehingga dibangunlah suatu stasiun penelitian dan percobaan pertanian di dataran tinggi ini. Tidak lama setelah itu, botanis-botanis lokal kemudian mulai tertarik untuk 16

17 meneliti keanekaragaman tumbuhan disekitar pegunungan ini (Anonim, 2010). Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995 (Whitten et al., 1999). Gambar. 1 Peta lokasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Sumber: USAID, 2006) 2.2. Keadaan Ekosistem dan Vegetasi Hutan Tipe ekosistem yang terdapat pada kawasan hutan TNGGP berdasarkan keetinggiannya dikategorikan ke dalam tiga, yaitu tipe ekosistem sub Montana ( m dpl), Montana ( m dpl) dan sub Alpin (2400 m dpl ke atas). Karakteristik tipe ekosistem sub-montana adalah mempunyai vegetasi pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa 17

18 (Schima walliichii). Tipe ekosistem ini mempunyai tiga strata tajuk yaitu (1) Altingia Excelsa dan Castanopsis Argentea yang dapat mencapai ketinggian lebih dari 60 meter (2) Antidesma Tetandrum dan Litsea sp. dengan ketinggian antara meter (3) Ardisia Fuliginosa dan Dichroa Febrifuga berupa belukar (3-5 meter). Pada tipe ekosistem ini juga ditemukan tumbuhan epiphyt seperti anggrek serta tumbuhan memanjat dan tumbuhan bawah. Tipe ekosistem Montana merupakan hutan dengan keragaman jenis yang ditandai dengan sedikitnya jenis tumbuhan bawah. Jenis-jenis pohon yang dapat dijumpai diantaranya Puspa (Schima walichii) yang mempunyai daun muda warna merah dan Podocarpus Imbricatus jenis berdaun jarum. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi lumut. Tipe Ekosistem sub-alphin mempunyai karakteristik adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga eidelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan cantigi (Vaccinium varingiaefolium). Kekhassan tipe ekosistem hutan ini adalah terdapatnya rumput Isachne Pangrangensis dan Eidelweiss (Anaphlis Javanica) yang banyak dikenal sebagai "Bunga Abadi" Satwa Liar di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan habitat beranekaragam jenis burung, terdapat sekitar 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa atau lebih dari 50% total seluruh jenis burung Pulau Jawa. Di kawasan ini juga ditemukan beberapa jenis burung langka seperti Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi) dan jenis burung hantu Java Scops-Owl (Otus Angelinae). Selain burung, di TNGGP juga ditemukan berbagai jenis primata dan mamalia 18

19 lain. Di antaranya adalah Owa (Hylobates Moloch), Surili (Presbytis Comata, Lutung (Trachypithecus Auratus), Macan Tutul (Panthera Pardus), Kucing Hutan (Felis Bengalensis), Kancil (Tragulus Javanicus), Anjing Hutan (Cuon Alpinus), Satwa Sigung (Mydaus Javanensis), Bajing Terbang (Galeopterus Variigatus), dan Kijang (Muntiacus Muntjak). Berdasarkan informasi Junghuhn pada tahun 1839, di kawasan TNGGP ini pernah di jumpai Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus). Namun, tidak ditemukan catatan resmi mengenai keberadaan jenis satwa ini dan sampai saat ini tidak pernah ditemukan keberadaan jenis satwa tersebut Kawasan Penelitian Hutan Koservasi Alam Tapos Tapos merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang berada pada bidang pengelolaan taman nasional wilayah III Bogor-Jawa Barat. Secara garis besar keadaan Hutan Konservasi Alam Tapos sama dengan keadaan TNGGP sendiri. Jenis tumbuhan puspa (Schima walliichii) merupakan jenis yang banyak ditemukan pada kawasan ini. Untuk informasi satwa liar di kawasan ini masih belum banyak data yang menjelaskan keberadaannya. Pada Kawasan Hutan Konservasi Alam Tapos terdapat beberapa blok/jalur pengamatan, yaitu Jalur Tarsius yang mewakili daerah lembah, Jalur Pasir Banteng yang merupakan daerah punggungan dengan tipe vegetasi pohon besar, Jalur Cibayawak yang mewakili daerah datar, dan Jalur Pasir Genteng yang merupakan daerah perbatasan antara hutan konservasi dengan perkebunan warga. 19

20 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3. 1 Karakteristik Morfologi dan Fisiologi Burung Burung (Aves) memiliki ciri khusus antara lain tubuhnya terbungkus bulu, memiliki dua pasang anggota alat gerak, anggota anterior mengalami modifikasi menjadi sayap, sedangkan sepasang anggota posterior disesuaikan untuk hinggap dan berenang, masing-masing kaki berjari 4 buah, cakar terbungkus oleh kulit yang menanduk dan bersisik, mulutnya memiliki bagian yang terproyeksi sebagai paruh atau sudu yang terbungkus oleh lapisan zat tanduk. Burung modern masa kini tidak memiliki gigi, tarsometatarsus tertutup kulit yang mengalami penandukan dan pada umumnya berbentuk sisik. Ekor memiliki fungsi khusus dalam menjaga keseimbangan dan mengatur kendali saat terbang. Paruh merupakan modifikasi dari bibir, kulit luar yang mengeras dan membentuk sarung zat tanduk dan membungkus tonjolan tulang pada rahang (Peterson,1980). Burung melakukan respirasi dengan paru paru yang terhubung dengan sejumlah kantung-kantung udara sebagai alat penafasan tambahan. Kantung udara pada burung berfungsi sebagai thermostat, sebab burung memiliki metabolism yang cepat dan suhu tubuh yang tinggi serta tidak mempunyai kelenjar keringat penyejuk. Jantung terdiri dari 2 ruang aurikel dan 2 ruang ventrikel yang terpisah secara sempurna dengan lengkung aortaterletak di sebelah kanan. Saluran pencernaan meliputi tembolok (crop), lambung kelenjar dan lambung empedu (Gizzard, empedu), dua buah sekum (caecum), usus besar dan kloaka. Fertilisasi 20

21 internal, pada burung jantan jarang mempunyai organ inttromitten (seperti penis), bersifat ovipar dengan telur yang berkulit keras berupa cangkang Pakan Menurut Hernowo (1989), jenis-jenis burung berdasarkan makanan utamanya dapat dikelompokan menjadi pemakan daging (karnivora), pemakan buah (Frugivora), pemakan biji-bijian (seed feeder), penghisap madu (nektarvora), pemakan serangga (Insektivora) dan pemakan segala (Omnivora). Perilaku mencari makanan burung berkaitan erat dengan ciri morfologinya. Kebiasaan makan juga merupakan bagian mendasar suatu relung (niche) yang ditempati dan sebagian dibentuk karena kompetisi dengan spesies lain. Perilaku burung yang lain adalah loafing, yaitu keadaan tidak bergerak yang meliputi berbagai perilaku seperti tidur (sleeping ), bertengger (sitting), berdiri (Standing) membersihkan bulu (preening) dan buang air (defecation) yang dilakukan diluar teritori berbiak. Selain mencari makan, burung menghabiskan waktunya dengan loafing di tempattempat yang aman / terlindung dari bahaya. Burung biasanya memerlukan kondisi lingkungan dan makanan yang spesifik. Di sisi lain, setiap jenis pohon dan komposisi jenis pohon suatu komunitas dapat menciptakan berbagai kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan yang spesifik bagi jenis-jenis burung tertentu (niche atau relung ekologi). Dengan makin banyak jenis pohon berarti akan terciptnya berbagai kemungkinan jenis burung dapat hidup bersama. Ketersedian pakan dalam habitat yang ditempati merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Burung tidak memanfaatkan seluruh 21

22 habitatnya, melainkan melakukan seleksi terhadap beberapa bagian dari habitrat tersebut yang digunakan sesuai dengan kebutuhannya Habitat dan Persebaran Keberadaan burung di suatu habitat berkaitan erat dengan faktor-faktor fisik seperti tanah, air, temperatur, cahaya matahari serta faktor-faktor biologis yang meliputi vegetasi dan keadaan satwa lainnya. Penggunaan habitat oleh burung berubah-ubah tergantung penampakan habitat yang menyediakan makanan. Pengubahan aktifitas makan pada struktur vertikal di bagian tanaman sangat dipengauhi oleh penyebaran di pohon tersebut. Kehadiran suatu burung pada suatu habitat merupakan hasil pemilihan yang berarti habitat tersebut sesuai untuk kehidupannya. Pemilihan habitat ini akan menentukan jenis-jenis burung yang ada pada lingkungan dengan kondisi tertentu. Hidup dalam lingkungan yang khusus itu akan memberikan berbagai penamaan yang dapat meningkatkan perbedaan perilaku pada berbagai jenis burung dalam menggunakan habitatnya. Keanekaragaman jenis burung pada suatu wilayah tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, di antara faktor-faktor tersebut adalah: 1. Luas wilayah, semakin luas wilayah tempat burung-burung tinggal maka keanekaragaman jenis burungnya semakin tinggi 2. Struktur dan keanekaragaman jenis vegetasi, pada daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi maka keanekaragaman jenis hewannya termasuk jenis burungpun semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karena setiap jenis hewan hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu 22

23 3. Keanekaragaman dan tingkat kualitas habitat secara umum di suatu lokasi, semakin majemuk habitat maka cenderung semakin tinggi keanekaragaman jenis burungnya 4. Pengendali ekosistem yang dominan, keanekaragaman jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem yang terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi (Odum,1998) Konservasi Burung di Indonesia Sebagian diantara burung-burung di Indonesia termasuk burung-burung endemik (hanya hidup di daerah setempat), atau dapat pula burung daerah sebaran terbatas, sehingga gangguan kelestariannya dapat menyebabkan kelangkaan. Potensi keindahan morfologis, keunikan tingkah laku dan kemerduan suara, merupakan daya tarik burung yang menyebabkan perburuan sering dilakukan terutama untuk kesenangan (hobiis). Selain itu, di beberapa daerah, satwa burung banyak pula satwa burung yang diburu untuk dijadikan sebagai makanan (sumber protein hewani). Dengan demikian, keberadaan satwa burung tersebut semakin hari semakin berkurang populasinya, bahkan dikhawatirkan berkurang pula ragam jenisnya. Berdasarkan PP No 7 tahun 1999, kegiatan koleksi dan penangkaran burung di daerah merupakan bagian adari pengelolaan diluar habitat (ex-situ) dengan maksud untuk menyelamatkan sumber daya genetik dan populasi jenis satwa burung. Kegiatan tersebut meliputi pula pemeliharaan, perkembangbiakan, serta penelitian dan pengembangannya. Namun masih terdapat permasalahan diantaranya menentukan jenis serta kerapatan tumbuhan yang 23

24 diperlukan sehingga terbentuk suatu ekosistem yang seimbang, termasuk berfungsinya satwa penyerbuk, pengendali hama, pemencar biji, setra pemangsa. Masalah ini seharusnya menjadi peluang yang perlu dimanfaatkan oleh Ornitolog untuk melakukan usaha pelestarian burung. Pengetahuan mengenai pakan serta mikroklimat bersarang sangat bermanfaat sebagai landasan penangkaran di dalam kandang. Hasil penangkaran tentunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan reintroduksi. Guna menjaga eksistensi sekaligus memulihkan populasi burung di Indonesia, perlu dilakukan kegiatan konservasi. Konservasi burung dapat dilakukan secara in-situ (di dalam habitat alaminya) seperti melalui perlindungan jenis, pembinaan habitat dan populasinya, dan secara ex-situ (di luar habitat alaminya), salah satu diantaranya melalui penangkaran. Kegiatan penangkaran burung tidak hanya sekedar untuk kegiatan konservasi jenis dan peningkatan populasi, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk pendidikan, penelitian dan pengembangan wisata. Kegiatan penangkaran dapat dilakukan oleh lembaga konservasi, baik pemerintah maupun swasta. Penagkaran burung harus mempertimbangkan jenis burung dan status kelangkaannya, serta kesiapan lingkungan penangkaran, baik lingkungan biologi (habitat hidup burung) maupun lingkungan fisik (Seperti kandang / sangkar). 24

25 BAB IV METODE PENELITIAN 4. 1 Waktu dan Lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada Januari 2011, Mei 2011 dan 4-10 Juli 2011 di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pengambilan data dilakukan pada empat jalur yaitu Pasir Genteng, Pasir Banteng, Cibayawak, dan Tarsius Pengambilan data dilakukan setiap hari dengan interval waktu pagi ( ) dan sore ( ) Peralatan Alat yang digunakan selama pengamatan meliputi teropong binokuler, buku catatan beserta alat tulisnya, papan jalan, buku panduan lapangan burung-burung di Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan, kamera digital, kompas, jas hujan (raincoat)/ponco dan parang / golok Cara Kerja Metode yang digunakan adalah metode line transect dengan cara menyusuri empat lokasi yaitu Cibayawak yang mewakili daerah datar dengan tipe vegetasi pohon yang tidak terlalu besar, Pasir genteng yang merupakan daerah perbatasan antara hutan konservasi dengan perkebunan warga dengan vegetasi umumnya semak, Pasir Banteng yang mewakili daerah punggungan dengan tipe vegetasi 25

26 pohon berukuran besar dan Tarsius yang mewakili daerah lembah. Pengambilan data dilakukan dengan metode VES (Visual Encounter Survey atau Survei penjumpaan langsung) dengan rancangan transek/transect Design (Heyer et al, 1994). Dimana objek yang diamati adalah objek yang dijumpai pada saat pengamatan dilakukan baik yang terlihat langsung maupun hanya data vocalisasi (suara). Sedangkan pengambilan data dilakukan mengikuti transek dengan jarak maksimal 2 (dua) kilometer pada masing-masing jalur Analisis Data Analisis data yang diperoleh menggunakan rumus Indeks Shannon-Wiener untuk menghitung indeks keanekaragaman (diversity index) jenis, indeks keseragaman, dan indeks dominansi dihitung menurut Odum (1998) dengan rumus sebagai berikut : 1. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener: s H = - (ni/n) ln (ni/n) i=1 Dengan tolak ukur jika H < 1,0 maka keanekaragaman jenis dikatakan rendah, produktivitas sangat rendah sebagai indikasi adanya tekanan yang berat dan ekosistem tidak stabil. Jika H di antara 1 dan 3,32 (1,0 < H < 3,322) maka keanekaragaman jenisnya sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang. Dan jika H > 3,322 maka keanekaragaman jenis dapat dikatakan tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi, serta tahan terhadap tekanan ekologis. 26

27 2. Indeks keseragaman : E = H /H max Dengan asumsi bahwa jika E=0, maka dapat dikatakan bahwa nilai keseragamannya rendah atau masing-masing jenis burung memiliki kekayaan jenis yang berbeda. Sedangkan jika E=1, maka artinya jenis-jenis burung yang ada relatif seragam atau jumlah individu masing-masing jenis relatif sama. 3. Indeks dominansi : s D = [ ni/n ] 2 i=1 Dengan asumsi bahwa jika D=0, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat jenis yang mendominasi jenis lain. Sedangkan jika D=1, maka artinya ada salah satu jenis yang mendominasi jenis lain pada komunitas burung di kawasan konservasi Tapos (Odum, 1998). Keterangan : H = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener E = Indeks keseragaman D = Indeks dominansi simpson ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu seluruh genera H max = Indeks keanekaragaman maksimum (= ln S, dimana S = Jumlah jenis) 27

28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1 Data Keanekaragaman Jenis Burung Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masing-masing transek memiliki jenis-jenis burung yang cukup beranekaragam. Terdapat beberapa burung yang hanya ditemukan pada transek tertentu karena dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah keadaan pakan yang sangat ditentukan oleh karakter vegetasi pohon pakan transek tersebut. Perbedaan jenis-jenis burung yang ditemukan akhirnya membuat adanya perbedaan indeks keanekaragaman, indeks dominansi dan indeks kesamaan masing-masing transek, adapun indeks-indeks biologi tersebut sebagaimana disajikan pada tabel 1.1 hingga Transek Pasir Genteng Tabel 1.1 Data keanekaragaman jenis burung transek Pasir Genteng No. Suku Jenis Nama Daerah Jumlah Individu H D 1 Acciptridae Ictinaetus malayensis Elang hitam 1 0,05 0, Acciptridae Spilornis cheela Elang ular bido 1 0,05 0, Alcedinidae Todirhampus chloris Cekakak sungai 1 0,05 0,

29 4 Apodidae 5 Artamidae 6 Camphepagidae 7 Columbidae 8 Columbidae 9 Dicaeidae 10 Dicaeidae 11 Dicaeidae Collocalia linchi Artamus leucorhynchus Pericrorotus miniatus Streptopelia bitorguata Streptopelia chinensis Dicaeum concolor Dicaeum sanguinolentum Dicaeum trichileum Walet linchi 20 0,33 0,0483 Kekep babi 1 0,05 0,0001 Sepah gunung 4 0,13 0,0019 Dederuk Jawa 1 0,05 0,0001 Tekukur 2 0,08 0,0005 Cabe polos 2 0,08 0,0005 Cabe gunung 3 0,11 0,0011 Cabe Jawa 7 0,2 0, Muscicapidae Ficedula westermanni Sikatan belang 2 0,08 0, Muscicapidae Rhipidura javanica Kipasan belang 2 0,08 0, Nectariinidae Aethopyga mystacalis Madu Jawa 3 0,11 0, Nectariinidae Nectarinia Madu sriganti 3 0,11 0,

30 jugularis 16 Oriolidae Oriolus xanthonotus Kepudang hutan 1 0,05 0, Phasianidae 18 Picidae 19 Ploceidae Coturnix chinensis Dendrocopus Macei Lonchura leucogastroides Puyuh batu 1 0,05 0,0001 Caladi ulam 1 0,05 0,0001 Bondol Jawa 4 0,13 0, Ploceidae Lonchura punctulata Bondol peking 30 0,37 0, Ploceidae Passer montanus Gereja Erasia 3 0,11 0, Ploceidae Ploceus philippinus Manyar tempua 1 0,05 0, Pycnonotidae Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang 6 0,19 0, Pycnonotidae Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk 2 0,08 0, Sylvidae 26 Sylvidae Orthotomus sepium Prinia fleviventris Cinenen Jawa 3 0,11 0,0011 Perenjak Jawa 2 0,08 0,

31 27 Timaliidae Pteruthius aenobarbus Ciu kunyit 2 0,08 0, Zosteropidae Zosterops palpebrosus Kacamata biasa 5 0,06 0,0030 Total 91 H =2,97 E=0,89 D=0,18 Keterangan: H = Indeks keanekargaman, E= Indeks kesamaan dan D= Indeks dominansi Pada transek Pasir genteng ditemukan 28 jenis burung yang secara keseluruhan dalam 17 suku. Indeks keanekaragaman jenis (H ) burung pada transek ini adalah 2,97, artinya keanekaragaman jenis burung di transek ini tergolong sedang dengan produktivitas yang cukup. Hal ini didukung dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang sehingga tekanan ekologis yang didapatkan oleh burung-burung di kawasan ini adalah dalam kisaran menengah. Indeks indeks keseragaman (E) jenis burung di transek ini adalah 0,89 yang menandakan bahwa nilai keseragaman jenis-jenis burung di kawasan ini cenderung rendah atau dapat dikatakan bahwa masing-masing jenis burung yang ada memiliki kekayaan jenis yang berbeda-beda. Dan untuk indeks dominansi (D) jenis burung di transek ini adalah 0,18 yang artinya pada transek ini tidak terdapat jenis burung yang mendominasi jenis burung lainnnya secara jelas terlihat(odum, 1998). Jenis burung yang ditemukan dengan jumlah terbanyak adalah jenis Bondol peking (Lonchura punctulata), burung ini termasuk jenis burung berukuran relatif kecil (11 cm), berwarna coklat. Tubuh bagian atas berwarna 31

32 coklat, bercoretan, dengan tangkai bulu putih, tenggorokan berw rna coklat kemerahan. Tubuh bagian bawah berwarna putih, bersisik coklat pada dada dan sisi tubuh. Burung remaja, tubuh bagian bawah berwarna kuning tua tanpa sisik. Iris berwarna coklat, paruh berwarna kelabu kebiruan dan kaki berwarna hitam kelabu (Gambar 2). Burung ini umum ditemukan di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1800 mdpl (Mackinnon, 2010). Pasir genteng sendiri merupakan daerah yang tersusun atas pepohonan yang tidak terlalu lebat serta didominasi oleh hamparan alang-alang yang luas di kanan dan kiri transek. Secara keseluruhan, Pasir genteng merupakan daerah terbuka yang didominasi oleh semak-semak dan tanah lapang sehingga dari suatu titik kita dapat mengamati daerah ini secara keseluruhan. Kondisi vegetetasi seperti ini yang kemudian mendukung kehidupan jenis burung tersebut, walaupun jumlahnya paling banyak akan tetapi belum dikatakan mendominasi jenis burung lainnya sesuai asumsi pada indeks dominansi. Selain mendukung kehidupan jenis burung, keadaan vegetasi seperti inilah yang menyebabkan pengambilan data dapat dilakukan dengan mudah di suatu titik karena tak terhalang oleh pepohonan, oleh karenanya transek pasir genteng ini sangat cocok untuk melakukan pengamatan burung dengan metode plot. Gambar 2. Burung Bondol peking (Lonchura punctulata) 32

33 (Sumber: MackKinnon, 2010) Suku-suku burung yang ditemukan pada transek ini meliputi suku Nectariinidae (Burung madu), Artamidae (Kekep), Apodidae (Walet), Phasianidae (Puyuh), Picidae (Pelatuk), Dicaeidae (Burung cabe), Muscicapidae (Sikatan dan Kipasan), Acciptridae (Elang), Ploceidae (Bondol), Oriolidae (Kepudang), Sylviidae (Burung pengicau), Camphepagidae (Sepah), Timaliidae (Burung pengoceh), Pycnonotidae (Cucak-cucakan), Columbidae (Merpati-merpatian), Alcedinidae (Raja udang), dan Zosteropidae (Burung kacamata) Transek Pasir Banteng Tabel 1.2 Data keanekaragaman jenis burung transek Pasir Banteng No. Suku Jenis Nama Daerah Jumlah Individu H D 1 Acciptridae 2 Artamidae Ictinaetus malayensis Artamus leucohynchus Elang hitam 1 0,13 0,0017 Kekep babi 1 0,13 0, Camphepagidae Pericrocotus miniatus Sepah gunung 1 0,13 0, Capitonidae 5 Dicaeidae Megalaima armillaris Dicaeum sanguinolent Takur tohtor 1 0,13 0,0017 Cabe gunung 2 0,2 0,

34 6 Dicaeidae um Dicaeum trohileum Cabe Jawa 1 0,13 0, Dicruridae Dicrurus macrocerus Srigunting hitam 1 0,13 0, Muscicapidae 9 Nectariinidae 10 Picidae 11 Picidae Eumyas indigo Nectarinia jugularis Dendrocopus macei Picoides moluccensis Sikatan ninon 1 0,13 0,0017 Madu sriganti 1 0,13 0,0017 Caladi ulam 1 0,13 0,0017 Caladi tilik 2 0,2 0, Pycnonotidae Pycnonotus bimaculatus Cucak gunung 1 0,13 0, Strigidae Strix seloputo Kukuk seloputo 1 0,13 0, Sylvidae Orthotomus sepium Cinenen Jawa 3 0,27 0, Sylvidae Prinia flaviventris Perenjak Jawa 2 0,11 0, Trogonidae Harpactes reinwardtii Luntur gunung 1 0,13 0,

35 17 Turdidae Brachypterix leucophrys Cingcoang coklat 1 0,13 0, Zosteropidae Zosterops palpebrosus Kacamata biasa 2 0,2 0,0069 Total 24 H =2,67 E=0,92 D=0,07 Keterangan: H = Indeks keanekargaman, E= Indeks kesamaan dan D= Indeks dominansi Pada transek Pasir banteng ditemukan 18 jenis burung yang secara keseluruhan tergolong ke dalam 15 suku. Indeks keanekaragaman jenis (H ) burung pada transek ini adalah 2,67, artinya seperti yang ditemukan pada transek pasir genteng, keanekaragaman jenis burung di transek ini tergolong sedang dengan produktivitas yang cukup. Hal ini didukung dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang sehingga tekanan ekologis yang didapatkan oleh burungburung di kawasan ini adalah dalam kisaran menengah. Untuk indeks keseragaman (E) jenis burung di transek ini adalah 0,92 yang menandakan bahwa nilai keseragaman dari jenis-jenis burung di kawasan ini cenderung rendah atau dapat dikatakan bahwa masing-masing jenis burung yang ada memiliki kekayaan jenis yang berbeda-beda. Dan untuk indeks dominansi (D) jenis burung di transek ini adalah 0,07 yang menunjukkan bahwa pada transek ini tidak terdapat jenis burung yang mendominasi jenis burung lainnnya secara jelas terlihat(odum, 1998). Adapun jenis burung yang ditemukan dengan jumlah terbanyak adalah Cinenen Jawa (Orthotomus sepium), burung ini termasuk burung berukuran kecil 35

36 (11 cm), berwarna kelabu, berkepala merah karat. Burung jantan memiliki mahkota, kerongkongan, dan pipi merah karat, bulu yang lain berwrana abu-abu kehijauan, perut putih tersapu kuning. Sedangkan burung betinamemiliki warna kepala tidak semerah jantan, dagu dan tenggorokan atas putih. Perbedaannya dengan Cinenen kelabu ialah warna punggung lebih zaitun, sisi tubuh lebih kuning, tidak begitu kelabu. Iris berwarna coklat kemerahan, paruh coklat dan kaki merah muda. (Gambar 3). Burung ini merupakan burung endemik Jawa dan Bali dan dapat ditemukan di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1500 mdpl (Mackinnon 2010). Bila dilihat dari kondisi vegetasinya, daerah ini didominasi oleh pepohonan yang tinggi dan rimbun serta pada titik tertentu dijumpai daerah terbuka yang tidak terlalu luas. Hal ini tentu mempengaruhi jenis-jenis burung yang hidup di kawasan tersebut. Berdasarkan kondisi vegetasinya, dapat diperkirakan bahwa burung-burung yang mendominasi kawasan ini adalah jenisjenis burung petengger dan burung-burung semak belukar yang biasanya beraktivitas di kanan dan kiri transek. Gambar 3. Burung Cinenen Jawa (Orthotomus sepium) (Sumber: MackKinnon, 2010) 36

37 Sebagian dari jenis-jenis burung yang ditemukan pada transek ini ditemukan juga pada transek Pasir genteng. Tetapi ada beberapa suku yang tidak ditemukan pada transek tersebut yaitu suku yaitu Turdidae (Cingcoang), Dicruridae (Srigunting), Trogonidae (Luntur), Capitonidae (Takur), dan Strigidae (Burung hantu/kukuk) Transek Cibayawak Tabel 1.3 Data keanekaragaman jenis burung transek Cibayawak No. Suku Jenis Nama Daerah Jumlah Individu H D 1 Acciptridae 2 Acciptridae 3 Apodidae 4 Camphepagidae 5 Camphepagidae 6 Capitonidae Ictinaetus malayensis Spilornis cheela Collocalia linchi Pericrocotus cinnamomeus Pricrocotus miniatus Megalaima armillaris Elang hitam 1 0,08 0,0003 Elang ular bido 1 0,08 0,0003 Walet linchi 10 0,31 0,0319 Sepah kecil 1 0,08 0,0003 Sepah gunung 3 0,15 0,0027 Takur tohtor 3 0,15 0, Dicaeidae Dicaeum Cabe gunung 7 0,27 0,

38 8 Dicaeidae 9 Muscicapidae 10 Muscicapidae sanguinolentu m Dicaeum trochileum Eumyas sanguinolentu m Ficedula westermanni Cabe Jawa 8 0,28 0,0204 Sikatan ninon 2 0,13 0,0013 Sikatan belang 2 0,13 0, Muscicapidae Rhipidura javanica Kipasan belang 1 0,08 0, Nectariinidae 13 Nectariinidae 14 Picidae 15 Picidae 16 Pycnonotidae 17 Sylvidae Aethopyga eximia Nectarinia jugularis Dendrocopus macei Picoides moluccensis Pycnonotus aurigaster Orthotomus sepium Madu gunung 1 0,08 0,0003 Madu sriganti 1 0,08 0,0003 Caladi ulam 1 0,08 0,0003 Caladi tilik 3 0,15 0,0027 Cucak gunung 1 0,08 0,0003 Cinenen Jawa 2 0,13 0,

39 18 Sylvidae Prinia polychroa Perenjak Jawa 2 0,13 0, Turdidae Brachipteryx leucophrys Cingcoang coklat 2 0,13 0, Zosteropidae Zosterops montanus Kacamata gunung 3 0,15 0, Zosteropidae Zosterops palpebrosus Kacamata biasa 2 0,13 0,0013 Total 56 H =2,88 E=0,94 D=0,09 Keterangan: H = Indeks keanekargaman, E= Indeks kesamaan dan D= Indeks dominansi Pada transek Cibayawak ditemukan 21 jenis burung yang secara keseluruhan digolongkan ke dalam 12 suku. Indeks keanekaragaman jenis (H ) burung pada transek ini adalah 2,88 yang artinya seperti yang ditemukan pada transek pasir genteng dan Pasir Banteng, keanekaragaman jenis burung di transek ini tergolong sedang dengan produktivitas yang cukup. Hal ini didukung dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang sehingga tekanan ekologis yang didapatkan oleh burung-burung di kawasan ini adalah dalam kisaran menengah. Untuk indeks keseragaman (E) jenis burung di transek ini adalah 0,94 yang berarti bahwa nilai keseragaman dari jenis-jenis burung di kawasan ini adalah cenderung rendah atau dapat dikatakan bahwa masing-masing jenis burung yang ada memiliki kekayaan jenis yang berbeda-beda pada setiap jenisnya. Sedangkan untuk indeks dominansi 39

40 (D) jenis burung di transek ini adalah 0,09, hal ini menunjukkan bahwa pada transek Cibayawak tidak terdapat jenis burung yang mendominasi jenis burung lainnnya (Odum, 1998). Jenis burung yang ditemukan dengan jumlah terbanyak adalah jenis Walet linchi (Collocalia linchi), burung ini merupakan jenis burung berukuran kecil (10 cm). Tubuh bagian atas berwarna hitam kehijauan buram, tubuh bagian bawah berwarna abu-abu jelaga, perut keputih-putihan, ekor sedikit bertakik. Iris berwarna coklat tua, paruh dan kaki berwarna hitam (Gambar 4). Jenis walet ini merupakan walet yang mudah ditemukan disemua tipe ketinggian. Gambar 4. Burung Walet linchi (Collocalia linchi) (Sumber: MackKinnon, 2010) Sebagian besar jenis burung yang ditemukan di transek ini juga dapat ditemukan di transek Pasir banteng. Jenis-jenis burung yang ditemukan di transek ini seluruhnya dapat ditemukan di transek Pasir genteng, artinya bahwa transek Pasir genteng memiliki kekayaan jenis burung yang lebih tinggi dan kompleks dibandingkan dengan transek ini. Meskipun di atas disebutkan bahwa transek ini berdekatan dengan transek Cibayawak akan tetapi terdapat perbedaan jenis burung yang ditemukan di kedua transek tersebut. Hal ini terjadi karena meskipun jaraknya berdekatan tetapi keduanya mempunyai tipe vegetasi yang berbeda di 40

41 mana transek ini terdiri dari pepohonan lebat sedangkan transek Cibayawak merupakan transek dengan tipe track jurang. Transek Cibayawak sendiri merupakan kawasan yang mewakili topografi lereng bukit di mana Jalur ini jika dibandingkan dengan Jalur Pasir Banteng dan Tarsius lebih terbuka vegetasinya karena pada beberapa bagian kita akan dengan mudah melihat sisi lain bagian kawasan. Dengan demikian sering dijumpai burung-burung di kawasan ini pada saat terbang, namun banyak pula ditemukan burung-burung yang aktivitasnya bertengger sambil mencari pakan Transek Tarsius Tabel 1.4 Data keanekaragaman jenis burung transek Tarsius No. Suku Jenis Nama Daerah Jumlah Individu H D 1 Acciptridae Ictinaetus malayensis Elang hitam 1 0,11 0, Alcedinidae Alcedo meninting Raja udang meninting 1 0,08 0, Camphepagidae 4 Capitonidae 5 Columbidae Pericrocotus miniatus Megalaima armillaris Sterptopelia chinensis Sepah gunung 3 0,15 0,0024 Takur tohtor 1 0,08 0,0003 Tekukur biasa 1 0,08 0,

42 6 Cuculidae 7 Dicaeidae 8 Dicruridae 9 Muscicapidae 10 Muscicapidae 11 Muscicapidae 12 Nectariinidae Cocomantis merulinus Dicaeum trochileum Dicrurus macrocerus Ficedula westermanni Rhipidura euryura Rhipidura javanica Nectarinia jugularis Wiwik kelabu 1 0,08 0,0003 Cabe Jawa 6 0,22 0,0097 Srigunting hitam 2 0,11 0,0011 Sikatan belang 1 0,08 0,0003 Kipasan bukit 1 0,08 0,0003 Kipasan belang 1 0,08 0,0003 Madu sriganti 1 0,08 0, Phasianidae Gallus varius Ayam hutan hijau 1 0,11 0, Picidae 15 Ploceidae 16 Ploceidae Picoides moluccensis Lonchura leucogastroides Lonchura punctulata Caladi tilik 1 0,08 0,0003 Bondol Jawa 3 0,15 0,0024 Bondol peking 3 0,15 0, Ploceidae Padda Gelatik Jawa 1 0,08 0,

43 18 Ploceidae 19 Pycnonotidae 20 Pycnonotidae 21 Sylvidae 22 Sylvidae 23 Sylvidae oryzivora Passer montanus Pycnonotus aurigaster Pycnonotus bimaculatus Orthotomus sepium Prinia flaviventris Prinia polychroa Gereja Erasia 5 0,20 0,0067 Cucak kutilang 1 0,08 0,0003 Cucak gunung 2 0,11 0,0011 Cinenen Jawa 4 0,17 0,0043 Perenjak Jawa 2 0,11 0,0011 Perenjak coklat 1 0,08 0, Timaliidae Cochoa azurea Ciung-mungkal Jawa 1 0,08 0, Timaliidae Pteruthius aenobarbus Ciu kunyit 1 0,08 0, Turdidae Brachypteryx leucophrys Cingcoang coklat 4 0,17 0, Zosteropidae Zosterops palpebrosus Kacamata biasa 8 0,27 0,0171 Total 61 H =3,15 E=0,96 D=0,06 43

44 Keterangan: H = Indeks keanekargaman, E= Indeks kesamaan dan D= Indeks dominansi Pada transek Tarsius ditemukan 27 jenis burung yang secara keseluruhan terhimpun ke dalam 18 suku. Indeks keanekaragaman jenis (H ) burung pada transek ini adalah 3,15, artinya seperti yang ditemukan pada transek pasir genteng, Pasir Banteng, dan Cibayawak keanekaragaman jenis burung di transek ini tergolong sedang dengan produktivitas yang cukup besar. Hal ini didukung dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang sehingga tekanan ekologis yang didapatkan oleh burung-burung di kawasan ini adalah dalam kisaran menengah. Untuk indeks keseragaman (E) jenis burung di transek ini adalah 0,96 yang menunjukkan bahwa nilai keseragaman dari jenis-jenis burung di kawasan ini adalah rendah atau dapat dikatakan pula bahwa masing-masing jenis burung yang ada memiliki kekayaan jenis yang berbeda-beda. Sedangkan indeks dominansi (D) jenis burung di transek ini adalah 0,06 yang menunjukkan bahwa pada kawasan ini tidak terdapat jenis burung yang mendominasi jenis burung lain (Odum, 1998). Jenis burung yang ditemukan dengan jumlah paling banyak adalah Kacamata biasa (Zosterops palpebrosus), burung ini merupakan jenis burung berukuran kecil (11 cm), berwarna hijau kekuningan. Ras buxtoni dan auriventer yang terdapat di ujung paling barat Jawa, Kalimantan, dan Sumatera sangat mirip Kacamata gunung. Perbedaannya dengan jenis tersebut yaitu adanya garis kuning sempit di bawah perut tengah, paha berwarna kelabu muda. Ras melanurus di tempat lain di Jawa memiliki tubuh bagian bawah berwarna kuning, ada bercak kuning di atas paruh, tubuh bagian atas hijau-zaitun, tenggorokan dan tungging 44

45 kuning, hanya sedikit atau sama sekali tidak ada warna kuning di atas kekang. Iris berwarna coklat-kuning, paruh coklat tua, dan kaki berwarna kelabu-zaitun (Gambar 5). Burung ini umum ditemukan di dataran rendah sampai dengan ketinggian 1400 mdpl (Mackinnon, 2010). Gambar 5. Burung Kacamata biasa (Z. Palpebrosus) (Sumber: MackKinnon, 2010) Keadaan vegetasi Transek Tarsius sendiri merupakan kumpulan vegetasi yang tumbuh pada wilayah lembah dengan tipe pohon besar. Adapun untuk taksa burung yang ditemukan di transek ini tetapi tidak ditemukan di transek lainnya adalah Cuculidae (Wiwik) Suku-suku burung yang ditemukan di kawasan konservasi Tapos Nectariniidae Nectariinidae (Burung madu), merupakan suku burung tropis dunia lama yang berukuran kecil dan berwarna warni dengan paruh panjang melengkung. Pada umumnya merupakan pemakan nektar, serangga dan sari bunga. Burungburung dala suku ini sangat aktif dan bergerak terus dalam mencari makan. Burung ini juga berperan sebagai media penyerbukan bagi bunga-bunga tropis, dengan bentuknya yang menyerupai terompet dan berwarna merah-jingga. Sarang 45

46 burung madu bergantung di atas pohon yang terbuat dari rumput-rumputan dan bahan lunak lainnya Artamidae Artamidae (Kekep), merupakan suku kecil yang biasanya terdapat di australasia, merupakan burung berukuran sedang dan pemakan serangga. Kebiasaan burung ini adalah menangkap serangga sambil terbang melayang dan melingkar mirip dengan burung layang-layang sejati walaupun sebenarnya tidak berkerabat. Burung ini cenderung berkelompok, berkerumun dan berdempetan pada tenggeran tinggi terbuka. Sarang burung ini berbentuk mangkuk sederhana yang dibuat di cabang pohon Apodidae Apodidae (Walet), merupakan suku burung pemakan serangga, terbang cepat, dan teesebar luas di dunia (kosmopolit). Sepintas terlihat menyerupai burung layang-layang tetapi justru lebih dekat kekeabatannya dengan burung colibri di Amerika. Burung ini memiliki ciri khas sayap panjang dan runcing yang menunjuk ke belakang saat terbang, dan memiliki kaki berukuran kecil. Biasanya burung ini beristirahat dengan bergantungan di dinding karang dengan kukunya zang tajam. Bersarang di gua, lubang pohon, atau di bawah langit-langit rumah. Sarang burung ini berbentuk mangkok, terbuat dari lumpur atau air ludahnya (pada beberapa jenis). Burung ini mempunyai kebiasaan mencari makan sambil terbang, menggunakan mulut yang lebar untuk menangkap serangga Phasianidae 46

47 Phasianidae (Puyuh), merupakan suku burung yang tersebar luas di seluruh dunia, hidupnya di permukaan tanah. Burung ini mempunyai sayap yang pendek dan membulat serta ekor pendek. Burung ini bersarang di tanah tetapi tidur di atas pohon. Biasanya burung ini terbang ragu-ragu dan biasanya hanya untuk jarak pendek, tetapi merupakan pelari yang baik Picidae Picidae (Pelatuk) merupakan burung yang beranggota banyak dan dikenal dengan baik. Merupakan burung berukuran sedang dan mempunyai paruh yang panjang dan kuat untuk melubangi kayu. Kaki pada burung ini beradaptasi untuk bergayut pada pohon hanya dengan dua jari ke depan dan dua lainnya ke belakang. Bulu ekornya yang kaku digunakan sebagai penopang keseimbangan ketika melubangi kayu untuk bersarang. Burung ini mempunyai kebiasaan terbang membungkuk dan tidak tetap, serta bersuara keras tidak selaras. Suara ini biasanya terdengar bergenderang untuk berkomunikasi Dicaeidae Dicaeidae (Burung cabe), merupakan burung yang berukuran sangat kecil yang pada umumnya mempunyai warna bulu yang terang. Kelompok burung ini hidup di puncak-puncak pohon dan memakan serangga serta buah-buahan. Biasanya burung ini hidup di tempat-tempat yang terdapat kembang benalu seperti kebun-kebun, hutan mangroove dan semak karena burung ini merupakan media penyerbukan bagi tanaman tersebut. Dibandingkan dengan kelompok lainnya, kelompok ini lebih menyukai tinggal di hutan. Sarangnya berbentuk kantung yang 47

48 indah tergantung pada ranting berdaun dan terbuat dari serat dedaunan serta rerumputan yang dijalin oleh jaring laba-laba Muscicapidae Muscicapidae (Sikatan dan Kipasan) merupakan suku burung yang sangat besar di dunia lama dan beraneka ragam. Burung ini merupakan pemakan serangga-serangga kecil. Burung ini mempunzai kepala yang bulat, paruh runcing berpangkal lebar, dan berkaki kecil dengan tungkai pendek. Sebagian besar burung ini mencari makan dalam kelompok campuran dengan jenis lain. Sarang burung ini berbentuk mangkuk, dilapisi rambut, dan dihiasi lumut Acciptridae Acciptridae (Elang), merupakan suku burung agak besar sampai sangat besar dan merupakan burung pemangsa. Burung ini mempunyai paruh berbentuk kail dan kuat untuk mencabik tubuh mangsanya. Kelompok burung ini membuat sarang besar dari batang kayu yang menempel dan menjulang di pohon atau batu karang Ploceidae Ploceidae (Bondol) merupakan suku yang sangat besar populasinya dan tersebar di Australia, Asia, Afrika, dan Eropa. Burung ini berukuran kecil dengan ekor pendek, dan paruh yang tebal-pendek digunakan untuk memakan biji. Burung ini mempunyai kebiasaan hidup berkelompok dan bergerombol besar. Kebiasaan tersebut menjadikan burung ini menjadi hama bagi lahan pertanian 48

49 Oriolidae Oriolidae (Kepudang) merupakan suku kecil terdiri dari burung-burung kekar, bulunya berwarna-warni dan berparuh kuat. Burung ini merupakan pemakan buah dan serangga. Sarang burung ini berbentuk mangkuk yang tersulam rapi terdiri dari akar-akar dan serat-serat yang didukung oleh ranting dan bergantung di percabangan pohon. Burung ini bersuara merdu dan terbang santai menggelombang Sylviidae Sylviidae (Burung pengicau), merupakan suku besar burung dunia lama, berukuran kecil dan mempunyai pergerakan yang lincah. Burung ini merupakan pemakan serangga dengan paruh sempit menajam. Sarang burung ini pada umumnya terbuat dari daun berbentuk mangkuk atau kubah yang rapih. Kebanyakan burung ini berwarna bulu tidak menarik dan sulit diidentifikasi di lapangan Camphepagidae Camphepagidae (Sepah), merupakan suku burung dunia lama yang mempunyai bulu yang halus dan lembut serta kaki yang pendek. Kebanyakan jenis burung ini bersuara ribut, mencolok, dan hidup berkelompok pada tajuk pohon. Burung ini merupakan burung pemakan serangga, tetapi pada beberapa jenis merupakan pemakan buah Timaliidae Suku Timaliidae (Burung pengoceh) merupakan suku besar, sulit diuraikan karena mencakup banyak kelompok burung yang beraneka ragam. Burung ini 49

50 umumnya ribut, suka berkelompok dan kebanyakan mempunyai ocehan yang sangat resik. Banyak dari burung jenis ini aktif di atas atau dekat tanah, mempunyai sarang berbentuk mangkuk di pohon-pohon atau semak Pycnonotidae Pycnonotidae (Cucak-cucakan) merupakan suku besar di Asia-Afrika, mempunyai leher dan sayap yang pendek, ekor agak panjang, dan paruh ramping. Merupakan burung pemakan buah-buahan serta serangga. Burung ini mempunzai kicauan yang ramai serta sangat musical pada beberapa jenis. Suku burung ini cenderung hidup di pohon dan membuat sarang berbentuk mangkuk yang tidak rapi, bukan merupakan kelompok burung migran Columbidae Columbidae (Merpati-merpatian), merupakan suku burung yang tersebar di seluruh dunia, makanan utama burung ini adalah buah-buahan dan biji-bijian. Sarang burung ini terbuat dari ranting-ranting yang tampak rapuh untuk meletakkan telur di dalamnya. Kicauan burung ini merupakan irama yang berulang-ulang dan ketika terbang menghasilkan suara berbunyi khas Alcedinidae Alcedinidae (Raja udang) merupakan kelompok burung berwarna terang, dengan kaki dan ekor yang pendek, kepala besar dan paruh yang kuat. Burung ini merupakan pemakan serangga atau vertebrata kecil, pada beberapa jenis merupakan pemakan ikan. Sarang burung ini dibuat di tanah, batang pohon, tebing sungai, atau sarang rayap, telur burung ini sendiri berwarna putih. Penyebaran burung ini luas tersebar di seluruh dunia 50

51 Zosteropidae Zosteropidae (Burung kacamata) merupakan suku besar yang tersebar di Asia, Afrika, dan Australia. Burung ini disebut burung kacamata dikarenakan mempunyai lingkar bulu keperakan di sekitar matanya yang menyerupai kacamata. Burung ini berukuran tubuh kecil, bentuk paruhnya kecil, ramping dan melengkung, bersayap pendek serta kaki yang pendek dan kuat. Pergerakan burung ini sangat gesit, sering membentuk kelompok campuran dengan burung lain, aktivitas utamanya ialah berterbangan di antara puncak pohon untuk mencari bebuahan kecil dan serangga. Sarang burung ini berbentuk mangkuk yang bersih dan rapi, ditempatkan pada percabangan pohon Turdidae Turdidae (Cingcoang), merupakan suku burung yang populasinya sangat besar dan tersebar cukup luas. Karakter warna pada burung ini sangat bervariasi, ukuran tubuhnya sedang, berkepala bulat dengan kaki agak panjang, paruh ramping dan tajam, serta bersayap lebar. Makanan burung ini berupa serangga, cacing, dan invertebrata lainnya, serta buah-buahan kecil. Sarang burung ini berbentuk mangkuk, berserabut dan beberapa diperkuat dengan lumpur, serta dihiasi lumut. Sebagian besar jenis burung ini mempunyai kicauan yang merdu Dicruridae Dicruridae (Srigunting), merupakan suku burung yang jumlahnya kecil, tersebar luas di Asia, Afrika, Australia, dan Kepulauan Solomon. Karakter bulu burung ini sebagian besar berwarna hitam, mempunyai paruh yang kuat, dan ekor yang terbelah. Makanan burung ini adalah serangga, kebiasaan makan burung ini 51

52 adalah memburu serangga di udara dari cabang pohon tempat ia bertengger. Sarang burung ini berbentuk mangkuk yang ditenun dengan rapi, ditempatkan pada cabang bawah yang menggarpu Trogonidae Trogonidae (Luntur) merupakan suku yang terdiri dari burung-burung bertubuh besar dan berwarna bulu mencolok. Burung ini mempunyai paruh, kaki, dan sayap yang pendek, ekor yang panjang, dan bulu-bulu yang lunak serta halus. Telur burung ini berwarna kuning tua yang diletakkan di sarang dalam lubang pohon. Makanan burung ini adalah serangga, kebiasaan makannya adalah berburu serangga dari cabang yang rendah di hutan yang lebat Capitonidae Capitonidae (Takur) merupakan suku burung yang jumlahnya kecil, mempunyai karakter bulu berwarna-warni, paruhnya berukuran besar dan kuat. Burung ini mempunyai kebiasaan yang sama dengan pelatuk yaitu membuat lubang di pohon untuk bersarang. Makanan burung ini yaitu buah-buahan, biji, dan bunga, terutama menyukai buah ara kecil. Hampir semua jenis burung ini mempunyai kebiasaan duduk diam untuk waktu yang lama di puncak pohon, mengeluarkan suara yang monoton yang keras dan berulang Strigidae Strigidae (Burung hantu/kukuk) merupakan suku burung yang tersebar luas di seluruh dunia, mempunyai ciri khas berupa mata berukuran besar yang mengarah ke depan dan leher yang bisa diputar ke belakang. Burung ini merupakan burung yang aktif di malam hari (Nocturnal), dengan suara yang khas dan terkesan 52

53 angker. Telur burung ini berwarna putih, diletakkan pada sarang yang berupa lubang pada pohon, jika pada lingkungan domestik sarangnya biasa ditemukan pada lubang bangunan Cuculidae Cuculidae (Wiwik), yaitu merupakan suku burung-burung pemakan serangga, mempunyai tubuh berukuran ramping memanjang, dilengkapi dengan sayap dan ekor yang panjang serta paruh yang melengkung serta kuat untuk menangkap serangga yang menjadi pakan utamanya. Beberapa jenis burung ini mengutamakan ulat kupu-kupu sebagai pakan Jenis-jenis burung yang ditemukan di kawasan konservasi Tapos Tabel 1.5. Jenis-jenis burung di kawasan konservasi Tapos No. Taksa Nama Daerah Status Konservasi Status Perdagangan Perlindungan UU 1 Aethopyga eximia Madu gunung LC - 2 Aethopyga mystacalis Madu Jawa LC - 3 Alcedo meninting Raja udang meninting LC Artamus leucorhynchus Brachipteryx leucophrys Kekep babi LC - - Cingcoang coklat LC - 6 Cochoa azurea Ciung-mungkal Jawa VU

54 7 Cocomantis merulinus Wiwik kelabu LC Collocalia linchi Walet linchi LC Coturnix chinensis Puyuh batu LC Dendrocopus macei Caladi ulam LC Dicaeum concolor Cabe polos LC Dicaeum sanguinolentum Cabe gunung LC Dicaeum trochileum Cabe Jawa LC Dicrurus macrocerus Srigunting hitam LC Eumyas sanguinolentum Sikatan ninon LC Ficedula westermanni Sikatan belang LC Gallus varius Ayam hutan hijau LC Harpactes reinwardtii Luntur gunung EN Ictinaetus malayensis Elang hitam LC App II 20 Lonchura leucogastroides Bondol Jawa LC Lonchura punctulata Bondol peking LC Megalaima armillaris Takur tohtor LC Nectarinia jugularis Madu sriganti LC - 24 Oriolus xanthonotus Kepudang hutan NT

55 25 Orthotomus sepium Cinenen Jawa LC Padda oryzivora Gelatik Jawa LC Passer montanus Gereja Erasia LC Pericrocotus cinnamomeus Sepah kecil LC Pericrorotus miniatus Sepah gunung LC Picoides moluccensis Caladi tilik LC Ploceus philippinus Manyar tempua LC Prinia polychroa Perenjak Jawa LC Pteruthius aenobarbus Ciu kunyit LC Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang LC Pycnonotus bimaculatus Cucak gunung LC Pycnonotus goiavier Merbah cerukcuk LC Rhipidura euryura Kipasan bukit LC Rhipidura javanica Kipasan belang LC - 39 Spilornis cheela Elang ular bido LC App II 40 Sterptopelia chinensis Tekukur biasa LC Streptopelia bitorguata Dederuk Jawa LC Streptopelia chinensis Tekukur LC Strix seloputo Kukuk seloputo LC Todirhampus chloris Cekakak sungai LC

56 45 Zosterops montanus Kacamata gunung LC Zosterops palpebrosus Kacamata biasa LC - - Keterangan: LC= Least Concern, EN= Endangered, Vu= Vulnereable, NT= Near, Threatened, App II= Appendix II, - = Tidak, = Ya Secara keseluruhan, selama pengamatan yang dilakukan telah berhasil mengidentifikasi sebanyak 46 jenis burung dari seluruh spot pengamatan ataupun transek yang ada di kawasan konservasi Tapos. Sebagian besar jenis burung yang ditemukan di kawasan konservasi ini memiliki status konservasi Least Concern (LC) atau beresiko rendah berdasarkan kriteria keterancaman IUCN dalam Balen (2010). Selain itu ditemukan pula jenis burung yang memiliki status konservasi Near Threatened (NT) atau mendekati terancam punah, yaitu jenis burung Kepudang hutan (Oriolus chinensis), bila dilihat dari karakter morfologi serta potensi yang dimilikinya burung ini sangat berpotensi untuk dijadikan hewan peliharaan. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan upaya yang lebih mendalam dikhawatirkan keberadaan jenis burung ini di alam liar semakin berkurang. Selain dua status konservasi yang telah disebutkan di atas, pada kawasan ini ditemukan pula jenis burung yang mempunyai status konservasi Vulnerable (VU) atau rentan yaitu jenis burung Ciung-Mungkal Jawa (Cochoa azurea), dengan demikian perlu dilakukan upaya perlindungan tersendiri terhadap jenis burung ini agar tidak menuju ke keadaan yang lebih buruk dari saat ini. Dan terakhir yang paling mengkhawatirkan adalah pada khawasan ini ditemukan jenis burung yang status konservasinya Endangered (EN) atau genting yaitu Luntur gunung (Harpactes 56

57 reinwardtii), oleh karena itu sangat perlu dilakukan upaya konsrervasi yang lebih mendalam terhadap jenis-jenis seperti ini karena mungkiin masih ada jenis-jenis lain yang status konservasinya sama dengan jenis tersebut agar keberadaan jenis burung ini tetap terjaga di kawasan konservasi Tapos. Selain dari status konservasinya berdasarkan kriteria IUCN, pada kawasan ini ditemukan pula jenis burung yang status perdagangannya masuk dalam kriteria CITES yaitu Appendix dua pada jenis Elang hitam (Ictinaetus malayensis ) dan Elang ular bido (Spilornis cheela), yang berarti kedua jenis ini dapat terancam kepunahan apabila diperdagangkan secara bebas (gambar 6). Pada kawasan konservasi ini ditemukan pula beberapa jenis burung yang dilindungi Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 yaitu burung Madu gunung (Aethopyga eximia), Madu Jawa (Aethopyga mystacalis), Raja udang meninting (Alcedo meninting), Cingcoang coklat (Brachipteryx leucophrys), Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Madu sriganti (Nectarinia jugularis), Kipasan belang (Rhipidura javanica) dan Elang ular bido (Spilornis cheela). Gambar 6. Burung Elang ular bido (Spilornis cheela) dan Elang hitam (Ictinaetus malayensis) (Sumber: MackKinnon, 2010) 57

58 BAB VI PENUTUP 6. 1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan data yang diperoleh pada pengamatan di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Indeks keanekaragaman (H ) jenis burung di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada Januari-Juli 2011 adalah sedang dengan produktivitas yang cukup besar dan didukung kondisi ekosistem yang seimbang sehingga tekanan ekologisnya menengah 2. Jenis-jenis burung di kawasan konservasi tapos Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada Januari-Juli 2011 memiliki indeks keseragaman (E) yang rendah atau dapat dikatakan bahwa masing-masing jenis burung yang ada memiliki kekayaan jenis yang berbeda-beda 3. Indeks dominansi (D) jenis burung di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada Januari-Juli 2011 menunjukkan bahwa pada kawasan ini tidak terdapat jenis burung yang mendominasi jenis burung lainnya. 58

59 4. Di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdapat jenis burung yang dilindungi UU Saran Berdasarkan apa yang telah didapatkan dari pengamatan yang dilakukan maka perlu diupayakan sebuah pengkajian lebih mendalam terhadap nilai keanekaragaman jenis burung yang ada di Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango untuk menjaga kelestarian terutama untuk menjaga keanekaragaman jenis burung yang ada mengingat terdapat beberapa jenis burung di kawasan ini yang tergolong ke dalam ruang lingkup status konservasi yang menghawatirkan, dan secara keseluruhan Resort Tapos, Seksi PTN Wilayah VI Tapos, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki potensi sumber daya alam yang masih terjaga, oleh karena itu perlu adanya upaya bersama untuk kelestariannya yang tidak lain merupakan habitat berbagai fauna khususnya burung hutan. 59

60 DAFTAR PUSTAKA Anonim,2010. Babi Hutan. diakses pada tanggal 1Juni BAPPENAS National Biodiversity Action Plan for International Development. Bappenas, Jakarta. Heriyanto, N. M., R. Garsetiasih dan P. Setio Status Populasi dan Habitat Burung di BKPH Bayah, Banten. Pusat Litbang dan Konservasi Alam, Bogor. Jurnal Hutan dan Konservasi Alam vol V(3), Hernowo, J.B Studi Pengaruh Tanaman pekarangan terhadap Keanekaragaman Perkampungan Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk di Wilayah Tingkat II Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Heyer, W.R., M.A., Donelly, R.W., Macdiarmid, L.C., Hayek, and M.S. Foster Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for Amphibians. Smithsonian institution. Press. Washington. MacKinnon, J., K. Philips dan B. V. Balen Panduan Pengamatan Burung Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor. Odum, E.P Dasar-dasar Ekologi : Terjemahan dari Fundamentals of Ecology. Alih Bahasa Samingan, T. Edisi Ketiga. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. 697p Peterson, R. T Pustaka Life. Tiara Pustaka, Jakarta. USAID, Kemitraan Penggunaan Air Untuk Konservasi TNGGP. Environmental Services Program, Development Alternatives, Inc. for the United States Agency 60

61 Whitten, T., R. E Soeriaatmadja,, S.A. Afiff Seri Ekologi Indonesia Jilid II : Ekologi Jawa dan Bali. Prenhalindo. Jakarta Wisnubudi, G Penggunaan Strata Vegetasi oleh Burung di Kawasan Wisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Vis Vitalis vol. II(2). 61

62 Lampiran Transek Pasir banteng Transek Cibayawak Transek Pasir genteng Transek Tarsius 62

63 Pengambilan data di lapangan Resort Tapos Elang Hitam Tapos, Gunung Gede Pangrango 63

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI RESORT TAPOS TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO Ratna Sari Hasibuan 1, Mulyadi At 2, Ihsan Abdul Majid 3 1 Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa di Repong Damar Pekon Pahmungan

Lebih terperinci

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul 47 ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul Burung merupakan anggota dari Sub Filum Vertebrata yang termasuk

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Kawasan TNGGP, oleh pemerintah Hindia Belanda pada awalnya diperuntukkan bagi penanaman beberapa jenis teh (1728). Kemudian pada tahun 1830 pemerintah kolonial

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Burung di Resort Perengan Seksi Konservasi Wilayah I Pandean dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel Jenis, Karakter, Makanan, Perkembangbiakan, Habitat, Kebiasaan, Penyebaran, serta Status Burung

Lampiran 1. Tabel Jenis, Karakter, Makanan, Perkembangbiakan, Habitat, Kebiasaan, Penyebaran, serta Status Burung LAMPIRAN 101 Lampiran 1. Tabel Jenis, Karakter, Makanan, Perkembangbiakan, Habitat, Kebiasaan, Penyebaran, serta Burung No. Nama Burung Karakter Makanan Perkembangbiakan Habitat Kebiasaan Penyebaran 1

Lebih terperinci

Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh:

Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: 1 Alfan Firmansyah, Agung Budiantoro¹, Wajudi², Sujiyono² ¹Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Ahmad Dahlan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada suatu kawasan strategis. Letak astronomis negara Indonesia adalah antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 141º BT. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V DATA, ANALISIS DAN SINTESIS

BAB V DATA, ANALISIS DAN SINTESIS 26 BAB V DATA, ANALISIS DAN SINTESIS 5.1. Kondisi Fisik 5.1.1. Lokasi Geografis dan Hubungan dengan Lokasi Habitat Burung Sekitar Tapak Lokasi tapak secara geografis antara 106 45'53,52" BT - 106 46'24,35"

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI RUANG TERBUKA HIJAU DI TIGA TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DI BOGOR ALIFAH MELTRIANA

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI RUANG TERBUKA HIJAU DI TIGA TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DI BOGOR ALIFAH MELTRIANA KEANEKARAGAMAN BURUNG DI RUANG TERBUKA HIJAU DI TIGA TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DI BOGOR ALIFAH MELTRIANA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT ASEP SAEFULLAH

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT ASEP SAEFULLAH KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT ASEP SAEFULLAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori B. Hipotesis... 18

DAFTAR ISI. BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori B. Hipotesis... 18 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi ABSTRAK... xiii ABSTRACT... xiv BAB

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi 05 33 LS dan 105 15 BT. Pantai Sari Ringgung termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (BIODIVERSITY OF BIRD SPECIES IN PEKON REPONG DAMAR PAHMUNGAN CENTRAL COAST SUB DISTRICT

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

KEBERADAAN JENIS BURUNG PADA LIMA STASIUN PENGAMATAN DI SEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG, DEPOK-JAKARTA

KEBERADAAN JENIS BURUNG PADA LIMA STASIUN PENGAMATAN DI SEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG, DEPOK-JAKARTA ISSN 1978-9513 VIS VITALIS, Vol. 02 No. 2, September 2009 KEBERADAAN JENIS BURUNG PADA LIMA STASIUN PENGAMATAN DI SEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG, DEPOK-JAKARTA Hasmar Rusmendro, Ruskomalasari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis

Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dan harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG KARANG Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KECAMATAN LAWEYAN, KECAMATAN SERENGAN, DAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTAMADYA SURAKARTA. Artikel Publikasi Ilmiah

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KECAMATAN LAWEYAN, KECAMATAN SERENGAN, DAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTAMADYA SURAKARTA. Artikel Publikasi Ilmiah KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KECAMATAN LAWEYAN, KECAMATAN SERENGAN, DAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTAMADYA SURAKARTA Artikel Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Distribusi Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki karakteristik yang berbeda, karena komposisi spesies, komunitas dan distribusi organismenya. Distribusi dalam

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR Nurul Kusuma Dewi Program Studi Pendidikan Biologi IKIP PGRI MADIUN, Jalan Setiabudi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oleh : Yuni Wibowo Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oleh : Yuni Wibowo Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Oleh : Yuni Wibowo Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat 17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, antara lain: Rencana Aksi Koridor Halimun Salak (2009-2013) (BTNGHS 2009) dan Ekologi Koridor Halimun Salak (BTNGHS

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG ASEUPAN

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG ASEUPAN BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG ASEUPAN A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kehadiran satwaliar khususnya mamalia merupakan bio-indikator suatu kawasan hutan dapat dikatakan baik atau terganggu. Keseimbangan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung 60 Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung Gambar 10. Stasiun pengamatan pertama penelitian burung pada lahan basah Way Pegadungan yang telah menjadi persawahan pada Bulan April

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BERBAGAI TIPE HABITAT BESERTA GANGGUANNYA DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BERBAGAI TIPE HABITAT BESERTA GANGGUANNYA DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT Media Konservasi Vol 20, No.2, Agustus 2015: 117-124 KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BERBAGAI TIPE HABITAT BESERTA GANGGUANNYA DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT (Bird Diversity in Various

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem Tujuan Pembelajaran Mampu mengidentifikasi keanekaragaman hayati di Indonesia Mampu membedakan keanekaragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS DAN STATUS PERLINDUNGAN BURUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI, KABUPATEN PASURUAN

STRUKTUR KOMUNITAS DAN STATUS PERLINDUNGAN BURUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI, KABUPATEN PASURUAN STRUKTUR KOMUNITAS DAN STATUS PERLINDUNGAN BURUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI, KABUPATEN PASURUAN Sufi Nisfu Ramadhani, Sofia Ery Rahayu, Agus Dharmawan Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jalan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

Flona. 114 intisari-online.com

Flona. 114 intisari-online.com Flona 114 intisari-online.com Cabai-cabai yang Tak Pedas Penulis & Fotografer: Iman Taufiqurrahman di Yogyakarta Anda pasti sangat familiar dengan cabai rawit atau cabai keriting. Namun, apakah Anda tahu

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014 STUDI KEANEKARAGAMAN AVIFAUNA SEBAGAI SARANA EDUKASI EKOWISATA BIRDWATCHING DI KAWASAN WISATA KONDANG MERAK, MALANG SOFYAN ARIS NRP. 1509100004 Dosen Pembimbing Aunurohim, S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pariwisata saat ini semakin menjadi sorotan bagi masyarakat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sektor pariwisata berpeluang menjadi andalan Indonesia untuk mendulang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN HABITAT SATWA BURUNG DI TAMAN WISATA ALAM PLAWANGAN TURGO YOGYAKARTA. Ir. Ernywati Badaruddin, MP Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon

KERAGAMAN DAN HABITAT SATWA BURUNG DI TAMAN WISATA ALAM PLAWANGAN TURGO YOGYAKARTA. Ir. Ernywati Badaruddin, MP Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon KERAGAMAN DAN HABITAT SATWA BURUNG DI TAMAN WISATA ALAM PLAWANGAN TURGO YOGYAKARTA Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT Plawangan Turgo as a Natural Tourism Park in one of the preservation area

Lebih terperinci

keyword : open green space, housing, vegetation, Bird. PENDAHULUAN

keyword : open green space, housing, vegetation, Bird. PENDAHULUAN Open Green Space Ability Area of Modern Settlement for Life Of bird types (Case Study Three Areas of Modern Settlement in Bogor City). 1 Kemampuan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pemukiman Modern bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung merupakan salah satu di antara lima kelas hewan bertulang belakang, burung berdarah panas dan berkembang biak dengan bertelur, mempunyai bulu. Tubuhnya tertutup

Lebih terperinci

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran: BAB 4 PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Mengetahui berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. 2. Menjelaskan pentingnya

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Modul PraktikumBiologi Hewan Ternak 2016 2 Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perburuan satwa liar merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang sudah dikenal oleh manusia sejak zaman prasejarah. Masyarakat memiliki keterkaitan

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PULOSARI

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PULOSARI BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PULOSARI A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Gunung Pulosari memiliki ketinggian hingga 1.300 mdpl sehingga potensi keanekaragaman hayati (KEHATI) pada ketinggian tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis burung di hutan produksi desa Gunung Sangkaran. Jenis burung di hutan produksi desa Gunung Sangkaran ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis burung di hutan produksi desa Gunung Sangkaran. Jenis burung di hutan produksi desa Gunung Sangkaran ditemukan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jenis burung di hutan produksi desa Gunung Sangkaran Jenis burung di hutan produksi desa Gunung Sangkaran ditemukan sebanyak 29 spesies yang terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci