PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Yenny Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi tropik yang ditempatinya. Sebagai contoh, beberapa burung pemakan nektar dan buah berperan dalam proses penyerbukan bunga dan penyebaran biji. Hubungan antara burung pemakan buah dengan tumbuhan buah pakannya membentuk pola interaksi yang saling menguntungkan. Tumbuhan buah mendapat keuntungan dari interaksi dengan burung pemakan buah, yaitu biji-bijinya dapat disebar jauh dari tempat hidup dirinya. Hal ini terutama pada tumbuhan yang mempunyai berat buah maupun biji yang tidak dapat disebarkan oleh angin. Selain itu, proses perkecambahan bijinya akan lebih cepat tumbuh karena kulit dan daging buah dihancurkan burung pada saat ingesti (penanganan di paruh), dan digesti (pencernaan) di tembolok, ventrikulus serta usus. Proses tersebut juga menyebabkan kulit ari dari biji akan terbuka, air lebih mudah masuk kedalam biji, dan dorman biji berakhir. Burung pemakan buah mendapat keuntungan dari interaksi dengan tumbuhan buah, karena buah umumnya banyak tersedia dan mudah dimakan dibandingkan jika harus berburu makanan lain seperti serangga. Hal ini terutama terjadi, jika ketersediaan buah berlimpah di tumbuhan tempat aktivitas hariannya. Dengan demikian, nutrisi dari buah yang meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral lainnya cukup tersedia untuk kebutuhan burung. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh burung dari penggunaan tumbuhan buah pakan. Akan tetapi ini sangat tergantung pada struktur morfologi paruh dan perilaku makan burung itu sendiri. Kumpulan tempat-tempat tumbuhan pakan yang dapat digunakan burung pemakan buah sering disebut patch sumberdaya makanan. Patch sumberdaya makanan terkumpul dalam habitat yang didefinisikan sebagai tipe komunitas tumbuhan berbeda. Habitat lebih luas dari satu daerah jelajah individu-individu burung dalam satu kelompok yang menempati tempat yang sama, sedangkan 1
2 individu-individu kelompok lain menempati habitat yang berbeda, namun sebaran patch sumberdaya dalam habitat dapat berbeda (Huntingford 1984). Beberapa tumbuhan dalam patch sumberdaya makanan dimanfaatkan oleh burung sebagai pakan atau perlindungan. Semakin kecil (200 m 2 ) patch sumberdaya tumbuhan pakan, maka dapat berpengaruh langsung terhadap taktik perilaku makan secara individu. Kelimpahan buah matang di patch akan mempengaruhi kehadiran burung pemakan buah. Ketersediaan buah di habitat yang ditempati merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung pemakan buah tersebut (Jordano 1992, 2000), sehingga lahan pertanian bahkan daerah pemukiman penduduk dapat menjadi habitat penting, apabila di daerah tersebut ketersediaan makanan (buah) berlimpah. Seleksi makanan dalam pencarian pakan oleh burung merupakan strategi dalam mengoptimalkan perolehan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Burung semakin selektif memilih jenis makanan, maka alokasi waktu untuk mencari makanan tersebut akan semakin lama. Oleh karena itu, kemungkinan pada burung pemakan buah yang terspesialisasi (kisaran jenis makanan buahnya yang sempit) harus menghabiskan waktu lebih lama di tumbuhan buah pakan, karena tidak mempunyai pilihan untuk diversifikasi ke makanan lainnya (Wheelwright 1991). Sedangkan burung generalis (kisaran makanan buahnya yang luas baik jenis maupun ukurannya) mempunyai kesempatan yang banyak untuk memilih alternatif makanan jenis lain. Dengan demikian, aspek penting dari perilaku makan burung adalah lamanya waktu yang digunakan burung berada di dalam kanopi tumbuhan pakan. Sebagai suatu unit fungsional dalam ekosistem, burung berperan dan berinteraksi baik secara individu, populasi maupun pada tingkat komunitas terhadap fauna lain, flora, lingkungan fisik dan manusia. Sebagai contoh, bentuk interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan buah ditemukan di kawasan hutan dan semak (Herrera 1989). Penelitian mengenai interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan buah, telah banyak dikaji dan dipublikasikan khususnya penyebaran biji oleh burung-burung di Eropa (Herrera 1998; Jordano 1995, 2000). Di Asia khususnya di Asia Tenggara, penyebaran biji oleh burung belum menjadi topik yang 2
3 banyak diteliti, dan hanya beberapa agen penyebar biji seperti Julang dan Rangkong, itupun statusnya sebagai pelengkap dari beberapa penelitian saja (Corlett 1998b, 2002; Leighton 1982; Suryadi 1994). Disisi lain, penyebaran biji merupakan suatu proses kunci yang sangat penting dalam dinamika vegetasi alami. Peran penyebar biji sangat penting untuk regenerasi dan memulihan vegetasi yang telah mengalami perubahan, baik karena pengaruh alam sendiri maupun dampak kegiatan pemanfaatan oleh manusia. Hubungan antara keberadaan burung pemakan buah dan penyebar biji pada habitat tropika merupakan topik khusus yang menarik untuk dikaji. Hal ini, karena pada beberapa abad terakhir telah banyak pengaruh manusia dalam menurunkan keanekaan hayati termasuk avifauna dan tumbuhan buah di dalamnya. Pada beberapa tahun terakhir, hutan banyak mengalami kerusakan akibat penebangan liar, perubahan tata guna lahan hutan, aktivitas perladangan dan kebakaran di Indonesia. Akibat kerusakan tersebut, hutan berubah menjadi lahan terbuka dan semak belukar. Burung yang kehidupannya sangat tergantung pada ketersediaan buah sebagai makanan utama, mungkin menjadi rentan (vulnerable) bahkan punah secara lokal. Hilangnya agen penyebar biji tumbuhan mungkin sebagai akibat kerusakan hutan dalam jangka panjang. Regenerasi dan pemulihan vegetasi yang telah mengalami kerusakan sangat membutuhkan bantuan agen penyebaran biji-bijian. Di dalam endozoochori, keberhasilan penyebaran biji ditentukan melalui tiga proses secara subtantif yaitu produksi buah, penyebaran biji oleh binatang, dan daya kecambah biji-biji yang disebar (Fukui 1995). Penyebaran biji tersebut dapat dilakukan oleh burung pemakan buah. Sebagai contoh, spesies tumbuhan semak di hutan sekunder di Hong Kong sebagian besar (80%) biji tumbuhan disebarkan oleh burung (Corlett 1996). Data tersebut menunjukkan ada preferensi burung terhadap pakan buah tertentu secara positif sangat mempengaruhi regenerasi komunitas tumbuh-tumbuhan di lokasi tersebut (Herrera et al. 1994). Salah satu kelompok burung yang lebih teradaptasi dengan kondisi di vegetasi yang terdegradasi adalah Pycnonotidae, Dicaeidae, dan Zosteropidae. Spesies-spesies 3
4 dari familia tersebut mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi pada berbagai tipe vegetasi, serta sangat toleransi terhadap berbagai perubahan vegetasi. Burung tersebut, selain memakan madu, nektar dan buah, juga memakan jenis insekta yang berada di tumbuhan buah tersebut. Sebagai buktinya, burung Pycnonotidae, Dicaeidae, dan Zosteropidae dapat dijumpai dengan mudah di berbagai tipe vegetasi seperti hutan sekunder, semak belukar, lahan pertanian, bahkan di lingkungan pedesaan dan perkotaan. Vegetasi semak di hutan sekunder maupun di kawasan pertanian banyak ditumbuhi oleh tumbuhan yang ukuran buahnya sesuai dengan besar bukaan paruh burung, sehingga sering dimanfaatkan sebagai pakannya. Salah satu tempat yang banyak ditumbuhi tumbuhan semak adalah kawasan Panaruban Ciater Subang. Pada kawasan tersebut, terdapat kebun teh yang telah menjadi semak belukar dan banyak dijumpai tumbuhan semak seperti Clidemia hirta, Melastoma affine dan Polygonum chinensis. Di hutan sekundernya banyak ditumbuhi tumbuhan semak seperti Breynia microphylla, Clidemia hirta, Debregeasia longifolia, Lantana camara, Melastoma affine dan Sambucus javanicus (Nurwatha et al. 2004). Menurut hasil penelitian Bhat & Kumar (2001), Corlett (2002) dan Sody (1989) beberapa spesies tumbuhan semak disebarkan oleh burung pemakan buah di daerah subtropik seperti Ficus spp., Lantana camara, dan Solanum spp. Adanya potensi ini memberikan peran positif pada proses suksesi tumbuhan di alam, karena penyebaran biji merupakan proses dinamis, yang dimulai dari biji yang disebar jauh dari tumbuhan induknya kemudian tumbuh ditempat yang cocok (Herrera & Jordano 1981; Pijl 1992). Berdasarkan uraian diatas, tampak betapa pentingnya kehadiran burung pemakan buah di habitatnya, terutama untuk penyebaran biji-bijian dalam proses suksesi vegetasi setelah mengalami gangguan. Mengingat pentingnya penelitian ini untuk menjadi model upaya reboisasi vegetasi secara alami bagi habitat yang telah mengalami gangguan, seperti kebakaran hutan atau penghutanan kembali kawasan pertanian yang tidak produktif. Sementara, penelitian secara komprehensif mengenai 4
5 interaksi komunitas burung pemakan buah dengan tumbuhan buah masih sangat jarang khususnya di Indonesia. 1.2 Kerangka Pemikiran Di alam, komunitas burung berhubungan erat dengan komponen habitat lain yang menyusunnya diantaranya komposisi dan struktur vegetasi. Perubahan vegetasi sejalan dengan waktu suksesi juga akan mempengaruhi komunitas burung baik dalam keanekaan, kelimpahan, dan penyebaran. Komunitas burung yang berubah terutama pada burung yang menduduki tingkat tropik 1 dan 2, diantaranya burung frugivora, nektarivora dan insektivora. Komposisi burung frugivora sangat dipengaruhi oleh perubahan vegetasi karena ketersediaan makanan dan karakteristik dari makanannya. Hal ini karena terkait erat dengan morfologi sistem pencernaan digesti maupun ingesti burung pemakan buah. Interaksi antara burung pemakan buah dan karakteristik buah serta ketersediaannya membentuk perilaku makan yang spesifik. Keberhasilan peran komunitas burung pemakan buah dalam penyebaran biji sangat ditentukan oleh karakteristik morfologi burung, karakteristik buah, ketersediaan buah dan perilaku makan dari burungnya. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran suatu pendekatan kajian ekologi komunitas burung pemakan buah mengenai ekologi makan dan penyebaran biji tumbuhan terlihat pada Gambar 1. 5
6 Gambar 1. Kerangka pemikiran pendekatan komunitas burung pemakan buah: ekologi makan dan penyebaran biji tumbuhan semak 6
7 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran, untuk memecahkan masalah dari berbagai kasus tersebut, perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif. Penelitian tersebut meliputi: 1) kondisi vegetasi tempat hidup burung, 2) keanekaan serta kelimpahan spesies burung pemakan buah di tiap tipe vegetasi terutama yang berperan dalam penyebaran biji, 3) karakteristik morfologi paruh maupun sistem pencernaan burung pemakan buah. Pengetahuan mengenai perilaku makan burung, jumlah biji yang disebarkan burung pada tiap aktivitas kunjungan serta jarak minimal burung menyebarkan biji setelah dimakan buah akan memberi gambaran potensi burung tersebut sebagai penyebar biji atau tidak. Penelitian hubungan antara karakteristik morfologi paruh, sistem pencernaan burung dengan ukuran buah sangat berkaitan erat dengan perilaku memilih buah oleh burung, sehingga memungkinkan kehadiran biji di feses burung tersebut. Kelimpahan biji utuh yang dikeluarkan bersama feses burung dapat menentukan kategori burung pemakan buah sebagai penyebar biji atau predator biji. Sedangkan persentase daya kecambah biji dari feses menunjukkan peran burung membantu suksesi dari tumbuhan tersebut. Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan utama dalam kegiatan penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah kondisi vegetasi di lokasi penelitian? b. Bagaimanakah keanekaan, kelimpahan dan distribusi burung pemakan buah di lokasi penelitian? c. Bagaimanakah karakteristik morfologi eksternal (morfometri) paruh dan saluran pencernaan burung pemakan buah? d. Bagaimanakah fenologi, ketersediaan dan karakteristik buah pakan burung pemakan buah? e. Bagaimanakah perilaku makan burung pemakan buah? f. Bagaimanakah interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan semak yang buahnya dimakan burung dalam penyebar bijinya untuk suksesi tumbuhan semak? 7
8 1.4 Hipotesis Berdasarkan permasalahan di atas, maka hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: 1. Ada perbedaan keanekaan, kelimpahan dan distribusi vegetasi di tiap tipe habitat. 2. Ada perbedaan keanekaan, kelimpahan dan distribusi burung pemakan buah pada tiap tipe vegetasi. 3. Ada perbedaan karakteristik morfologi paruh burung pemakan buah dibanding granivora dan insektivora, serta ada hubungan antara karakteristik saluran pencernaan burung pemakan buah dengan biji yang dikeluarkan bersama fesesnya. 4. Ada perbedaan fenologi waktu perkembangan bunga dan buah, kelimpahan buah, karakteristik buah diantara spesies tumbuhan semak buah pakan, dan terdapat warna buah tertentu yang disukai oleh burung pemakan buah. 5. Ada perbedaan perilaku makan pada sampel spesies burung pemakan buah (burung Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster dan Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier), dan jarak minimum biji disebarkan dari tumbuhan induk lebih dari 10 meter. 6. Ada korelasi antara besar bukaan paruh burung pemakan buah dengan ukuran maksimum buah pakannya, terdapat hubungan spesies burung pemakan buah dengan spesies tumbuhan buah pakannya, dan daya kecambah biji yang melalui pencernaan burung pemakan buah lebih tinggi daripada buah yang utuh atau buah yang dikupas. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, kerangka pemikiran, permasalahan dan hipotesis yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan utama penelitian ini adalah mengungkapkan ekologi makan dari burung pemakan buah dan peran burung tersebut sebagai penyebar biji dalam membantu suksesi vegetasi semak di kebun teh dan hutan sekunder dengan penekanan pada: 8
9 1. Menggambarkan kondisi komposisi dan struktur vegetasi semak di kebun teh dan hutan sekunder terkait dengan : a. Keanekaan dan kepadatan spesies tumbuhan semak serta semai. b. Diagram profil tipe vegetasi. c. Kondisi habitat burung di vegetasi. 2. Mengungkap komunitas burung yang terkait dengan: a. Keanekaan spesies. b. Pengelompokan guild. c. Kelimpahan dan distribusi. 3. Mengungkap karakteristik burung pemakan buah yang terkait dengan: a. Morfologi eksternal (morfometri paruh) burung pemakan buah. b. Morfologi sistem pencernaan burung pemakan buah. 4. Ketersediaan buah pakan burung pemakan buah yang terkait dengan: a. Fenologi lama perkembangan bunga dan buah. b. Kelimpahan buah. c. Karakteristik buah yang meliputi, warna buah, ukuran buah, ukuran biji, jumlah biji, dan kandungan nutrisi buah. 5. Perilaku makan burung pemakan buah yang terkait dengan: a. Perilaku makan harian yang meliputi: perilaku mencari dan memetik buah, perilaku menangani dan menelan buah serta perilaku setelah makan. b. Strategi mencari makan yang meliputi: jumlah kunjungan burung ke tumbuhan buah pakan, lama waktu kunjungan burung di tumbuhan buah pakan, alokasi waktu kunjungan untuk aktivitas makan, lama waktu aktivitas makan, laju makan dan jarak terbang setelah makan. 6. Interaksi antara burung dan tumbuhan buah yang terkait dengan: a. Hubungan besar bukaan paruh dengan ukuran diameter buah pakan. b. Komposisi biji dalam feses burung pemakan buah. c. Daya kecambah biji. 9
10 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pembuktian secara empirik mengenai peranan burung dalam ekosistem, terutama fungsi ekologi dari burung pemakan buah yang dianggap sebagai penyebar biji dan membantu untuk suksesi vegetasi. Dengan demikian, 1) dapat memberikan informasi pentingnya keberadaan burung di alam, sehingga tidak hanya di pandang dari nilai nominal fisik burung tetapi juga nilai ekologinya, 2) dapat dijadikan informasi bahan pertimbangan bagi pengelola kawasan konservasi maupun perkebunan dalam menentukan strategi pengelolaan wilayahnya. 1.7 Status Penelitian Penelitian mengenai burung pemakan buah telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Asia khususnya di Jepang. Namun demikian, khususnya untuk burung pemakan buah yang ada di Indonesia masih sangat terbatas pada spesies tertentu seperti Julang dan Rangkong. Beberapa penelitian burung pemakan buah di Indonesia masih berupa pelengkap dari penelitian burung secara umum dan sebagian besar dilakukan oleh peneliti Jepang, Eropa dan Amerika. Penelitian burung pemakan buah belum ada yang dilakukan secara komprehensif di Pulau Jawa sampai saat ini. Oleh karena itu penelitian ini sangat perlu dilakukan. Dari segi pendekatan atau metodologi, menggunakan analisis yang lebih luas mulai dari: 1) analisis vegetasi, 2) analisis komunitas burung, 3) analisis morfometrik eksternal (paruh) burung maupun internal (sistem pencernaan) burung, 4) analisis ketersediaan buah secara fenologi lama pembungaan dan buah, kelimpahan, karakteristik eksternal buah dan kandungan nutrisi, 5) analisis perilaku makan yang meliputi perilaku makan harian, strategi mencari makan dan jarak terbang setelah makan, dan 6) interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan buah pakan. Hasil analisis disajikan dalam bentuk guild klaster, kriteria burung pemakan buah yang sangat baik untuk penyebaran biji dan interaksi komunitas burung dengan suksesi vegetasi. Selain itu, fenologi lama pembungaan dan buah tumbuhan semak 10
11 didapatkan informasi yang lebih lengkap pada tingkat spesies tumbuhan semak. Ada hubungan penyebaran tumbuhan dengan burung penyebar biji untuk membantu regenerasi dan suksesi dari tumbuhan semak, melalui perilaku makan, jarak minimum penyebaran biji, komposisi biji-biji dalam feses dan kemampuan biji berkecambah. 11
6. PEMBAHASAN UMUM 6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi Penelitian
6. PEMBAHASAN UMUM 6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi Penelitian Kondisi vegetasi di tiga tipe habitat yang sedang mengalami suksesi tampak menunjukkan perbedaan terutama pada kerapatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat dan Penggunaannya
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat dan Penggunaannya Menurut Odum (1993) habitat didefinisikan sebagai suatu tempat dimana organisme tinggal atau biasa ditemukan orang. Habitat terdiri dari komponen abiotik
Lebih terperinci4. METODE PENELITIAN
4. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di daerah perkebunan teh milik PTPN VIII Ciater Subang dan hutan sekunder, dengan ketinggian 950-1200 m dpl, pada koordinat 6 0
Lebih terperincikeadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelelawar sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dari adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan paniki, niki, atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang ketersediaannya paling tinggi. Teori mencari makan optimal atau Optimal Foraging Theory (Schoener, 1986;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati
Lebih terperinciBUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU
BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang unik dan di dalamnya terdapat beranekaragam flora dan fauna. Hutan rawa gambut memainkan suatu peranan yang penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki
Lebih terperinciModul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis
ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Lebih terperinciPENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinci2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang
Lebih terperinciLampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi
106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total
15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa degradasi sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman burung yang sangat tinggi. Sukmantoro et al. (2007), menjelaskan bahwa terdapat 1.598 jenis burung yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan bahwa
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada suatu kawasan strategis. Letak astronomis negara Indonesia adalah antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 141º BT. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lepidoptera merupakan salah satu ordo dari ClassisInsecta(Hadi et al., 2009). Di alam, lepidoptera terbagi menjadi dua yaitu kupu-kupu (butterfly) dan ngengat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perburuan satwa liar merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang sudah dikenal oleh manusia sejak zaman prasejarah. Masyarakat memiliki keterkaitan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada
Lebih terperinci> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.18/Menhut-II/2004 TENTANG KRITERIA HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
Lebih terperinciCo-evolusi dan Co-adaptasi sistem sosial dan ekosistem. Co-evolusi, berubah secara bersama Co-adaptasi, saling menyesuaikan diri
Co-evolusi dan Co-adaptasi sistem sosial dan ekosistem Co-evolusi, berubah secara bersama Co-adaptasi, saling menyesuaikan diri Co-evolusi dan co-adaptasi sistem sosial manusia dan ekosistem Energi, materi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lereng selatan Gunung Merapi meliputi Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan konservasi yang ada di Yogyakarta. Kawasan ini memiliki luas sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada
82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciBerikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam
Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan basah merupakan daerah peralihan antara sistem perairan dan daratan yang dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,
Lebih terperinciDaya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN JASA EKOSISTEM PADA TUTUPAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Daya Dukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sancang, Kecamatan Cibalong,, Jawa Barat, merupakan kawasan yang terletak di Selatan Pulau Jawa, yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Hutan Sancang memiliki
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). B. Alat dan Objek Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan tropis, yang berkembang sejak ratusan juta tahun yang silam, terdapat berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA
KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Serangga adalah kelompok hewan yang paling sukses sekarang. Meskipun mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah mereka lebih banyak
Lebih terperinciI. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).
I. PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dengan luas ± 3.528.835 ha, memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dan menjadi salah satu pulau yang memiliki keragaman biologi dan ekosistem yang tinggi (MacKinnon, 1997). Hakim
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-
1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunung aktif paling aktif di dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-7 tahun sekali merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinciBAB 50. Pengantar Ekologi dan Biosfer. Suhu Suhu lingkungan. dalam pesebaran. membeku pada suhu dibawah 0 0 C,dan protein.
BAB 50 Pengantar Ekologi dan Biosfer Faktor abiotik dalam Biosfer Iklim dan faktor abotik lainnya adalah penentu penting persebaran organisme dalam biosfer lingkungan merupakan faktor penting dalam pesebaran
Lebih terperinciSelama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.
PENGANTAR PENULIS Indonesia menempati urutan ke dua di dunia, dalam hal memiliki keragaman flora dan fauna dari 17 negara paling kaya keragaman hayatinya. Brasil adalah negara terkaya dengan hutan Amazonnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green Campus) memiliki ruang terbuka hijau dengan tipe vegetasi yang beragam serta multi strata berupa
Lebih terperinci