ANDHIKA NUGRAHENI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANDHIKA NUGRAHENI A"

Transkripsi

1 PENILAIAN TINGKAT PELAPUKAN, PERKEMBANGAN, DAN KLASIFIKASI TANAH PADA FORMASI GEOLOGI KARANGSAMBUNG DAN KOMPLEK MELANGE LOK ULO DI KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Oleh: ANDHIKA NUGRAHENI A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 SUMMARY ANDHIKA NUGRAHENI. Evaluation of Weathering Stage, Soil Development, and Soil Classification at Karangsambung Formation and Melange Lok Ulo complex in Karangsambung, Kebumen, Central Java. Supervised by HIDAYAT WIRANEGARA and ISKANDAR. Geographically Indonesia is a country that is influenced by Hindia Australia, Eurasia, and Pacific plates interaction. One of the evidence of interaction can be seen in Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. According to Sukendar Asikin (1974), stratigraphy of Karangsambung is Melange Lok Ulo complex, Totogan-Karangsambung formation, Waturondo formation, and Panosogan formation. This research was aimed to study the relation between geologic formation/soil parent material as one of land component with weathering stage, soil development and its soil classification by Soil Taxonomy System. The research was done with soil morphology description of six soil profiles that located in Karangsambung formation (P1 developed on diabas and P6 develop on Shale) and Melange Lok Ulo complex (P2 developed on phylite, P3 developed on chert, P4 developed on marble, and P5 developed on basalt). Besides that, soil sampling, laboratory analysis, evaluation of weathering stage by mineralogical, chemical, and physical methods, and soil classification by Soil Taxonomy were also conducted. Based on the evaluation of weathering stage from mineralogical, chemical, and physical methods, it was obtained that the physical and chemical estimation method is relative analogously, whereas mineralogical method is not. The order of weathering stage sequencly is P4>P1>P5>P3>P2>P6. These soil profiles are categorized as developed profiles. The order of soil development stage was determined by horizon completeness and effective depth of soil. The soil development sequence is P4>P1>P3>P2>P6>P5. Using Soil Taxonomy (USDA, 2006), the soil formed at Karangsambung formation is classified as Typic Dystrudepts, whereas the soil formed at Melange Lok Ulo Complex as Fluventic Dystrudepts and Typic Dystrudepts. Based on this soil classification system, geologic formation has indirect correlation with soil s name family category, likewise with weathering stage and soil development.

3 RINGKASAN ANDHIKA NUGRAHENI. Penilaian Tingkat Pelapukan, Perkembangan, dan Klasifikasi Tanah pada Formasi Geologi Karangsambung dan Komplek Melange Lok Ulo di Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Di bawah bimbingan HIDAYAT WIRANEGARA dan ISKANDAR. Secara geografis Indonesia merupakan negara yang dipengaruhi oleh hasil interaksi lempeng Hindia Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik. Salah satu bukti pertemuan lempeng tersebut dapat dilihat di daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Menurut Sukendar Asikin (1974) stratigrafi daerah Karangsambung meliputi Komplek Melange Lok Ulo, Formasi Totogan-Karangsambung, Formasi Waturondo, dan Formasi Panosogan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara formasi geologi/bahan induk sebagai salah satu komponen lahan dengan tingkat pelapukan dan perkembangan tanah serta klasifikasinya menurut Sistem Taksonomi Tanah. Penelitian dilakukan dengan pendiskripsian morfologi enam profil tanah yang terletak pada formasi Karangsambung (P1 di atas batuan diabas dan P6 di atas batuan batu lempung) dan Komplek Melange Lok Ulo (P2 di atas batuan filit, P3 di atas batuan rijang, P4 di atas batuan marmer dan P5 di atas batuan basalt). Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel tanah, analisis laboratorium, penilaian tingkat pelapukan tanah secara mineralogi, secara fisik dan secara kimia, serta pengklasifikasian tanah berdasarkan Soil Taxonomy. Berdasarkan penilaian tingkat pelapukan dari segi mineralogi, kimia dan fisika diperoleh hasil bahwa penilaian dari segi mineralogi dan kimia relatif sejalan, sedangkan penilaian dari segi fisik tidak sejalan dengan kedua penilaian yang lain. Adapun urutan tingkat pelapukannya adalah sebagai berikut: P4>P1>P5>P3>P2>P6. Profil-profil ini termasuk profil yang telah berkembang. Urutan tingkat perkembangan profil dilihat dari kelengkapan horison dan kedalaman efektif tanah adalah sebagai berikut: P4>P1>P3>P2>P6>P5. Berdasarkan Soil Taxonomy USDA sampai tingkat subgroup pada formasi geologi Karangsambung ditemukan jenis tanah Typic Dystrudepts, sedangkan pada Komplek Melange Lok Ulo ditemukan dua jenis tanah yaitu Fluventic Dystrudepts dan Typic Dystrudepts. Berdasarkan sistem klasifikasi ini, maka formasi geologi tidak berhubungan langsung dengan nama jenis tanahnya sampai tingkat famili, begitu pula dengan tingkat pelapukan, dan tingkat perkembangannya.

4 PENILAIAN TINGKAT PELAPUKAN, PERKEMBANGAN, DAN KLASIFIKASI TANAH PADA FORMASI GEOLOGI KARANGSAMBUNG DAN KOMPLEK MELANGE LOK ULO DI KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh: ANDHIKA NUGRAHENI A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Penilaian Tingkat Pelapukan, Perkembangan, dan Klasifikasi Tanah pada Formasi Geologi Karangsambung dan Komplek Melange Lok Ulo di Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah Nama Mahasiswa : Andhika Nugraheni Nomor Pokok : A Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Ir. Hidayat Wiranegara Dr. Ir. Iskandar NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukoharjo, 5 Januari 1987 dari pasangan Bapak H. Sukamto dan Ibu Hj. Sugiyanti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 1 Jatingarang, Weru, Sukoharjo dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri II Weru dan lulus tahun Pada tahun 2004, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tawangsari dan pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Sekretaris Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) periode 2006/2007, asisten mata kuliah Morfologi dan Klasifikasi Tanah semester 5 tahun ajaran 2006/2007 serta asisten Kartografi dan Sistem Informasi Geografis semester 8 tahun 2007/2008. Selain itu penulis juga pernah ikut berperan sebagai peserta Soil Judging Contest dalam Kongres Nasional IX Himpunan Ilmu Tanah Indonesia di Yogyakarta pada bulan Desember 2007.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Hidayat Wiranegara selaku pembimbing akademik dan pembimbing kesatu dalam penulisan skripsi yang telah banyak memberikan masukan. 2. Dr. Ir. Iskandar selaku pembimbing kedua penulisan skripsi yang telah banyak memberikan masukan. 3. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan. 4. Kepala Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung - LIPI, Kebumen yang telah menyediakan fasilitas selama pengambilan sampel tanah. 5. Bapak Sodik, bapak Arif dan bapak Saefudin yang telah banyak membantu dalam pencarian lokasi pengambilan sampel tanah, pencarian literatur serta pengambilan data pendukung di Karangsambung, Kebumen. 6. Ayahanda, Ibunda, mas Agus Nugroho, Agustina Dwi Adianti dan keluarga Om Sriyanto di Bekasi yang telah banyak memberikan nasehat dan dukungan. 7. Andhi dan Ratna selaku teman se-tim penelitian. Terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya. 8. Bu Oktori, Bu Yani, dan Pak Mantri yang telah banyak membantu selama penulis berada di laboratorium. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Februari 2009 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Pelapukan Tanah Proses Pembentukan Tanah Perkembangan Tanah Klasifikasi Tanah... 8 BAB III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penilaian Tingkat Pelapukan Penilaian Tingkat Pelapukan Secara Mineralogi Penilaian Tingkat Pelapukan Secara Fisik Penilaian Tingkat Pelapukan Secara Kimia Klasifikasi Tanah BAB IV. KEADAAN LOKASI PENELITIAN Lokasi Penelitian Topografi Geologi Vegetasi dan Penggunaan Lahan Iklim... 14

9 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Tingkat Pelapukan Penilaian Tingkat Perkembangan Tanah Klasifikasi Tanah Profil P1, P5, dan P Profil P2, P3, dan P Kaitan Antara Tingkat Pelapukan, Tingkat Perkembangan, dan Hasil Klasifikasi Tanah dengan Formasi Geologi 21 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 27

10 DAFTAR TABEL No Halaman Teks 1. Lokasi Daerah Penelitian Sifat-Sifat yang Menentukan Tingkat Pelapukan Hubungan antara Formasi Geologi dengan Nama Tanah Lampiran 1. Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P Data Curah Hujan Daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah Tahun Sifat Fisika Profil Tanah di Lokasi Penelitian Sifat Kimia Profil Tanah di Lokasi Penelitian Hasil Analisis Mineral Fraksi Pasir Total dari Profil Tanah di Lokasi Penelitian... 35

11 DAFTAR GAMBAR No Halaman Teks 1. Peta Geologi Daerah Penelitian Lampiran 1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian... 37

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dipengaruhi oleh hasil interaksi lempeng Hindia Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik, sehingga Indonesia sangat kaya akan gunung berapi, jalur mineralisasi, serta berbagai bentuk fenomena fisik alam. Akibat adanya pertemuan lempeng-lempeng tersebut, Indonesia merupakan salah satu negara paling labil di dunia. Salah satu bukti pertemuan lempeng Samudra Hindia Australia dengan lempeng Benua Eurasia dapat dilihat di daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Berbagai jenis batuan tua (batuan beku, sedimen dan metamorf) hasil tumbukan lempeng-lempeng tersebut dapat ditemukan di daerah Karangsambung. Menurut Sukendar Asikin (1974) dalam buku panduan geowisata Karangsambung, stratigrafi daerah Karangsambung meliputi Komplek Melange Lok Ulo, Formasi Totogan-Karangsambung, Formasi Waturondo, dan Formasi Panosogan. Salah satu komplek yang unik di daerah Karangsambung adalah Komplek Melange Lok Ulo, karena di daerah tersebut batuan pra tersier dan tersier awal tercampur aduk secara tektonik, sehingga di daerah tersebut dapat ditemukan batuan beku, sedimen, dan batuan metamorf yang letaknya berdekatan. Suatu formasi geologi selalu menjelaskan waktu atau umur dan jenis batuan atau bahan induk. Meskipun demikian, tanah yang terbentuk di atas suatu formasi geologi belum tentu berasal dari batuan atau bahan induk yang terdapat pada formasi geologi tersebut. Hal ini dijelaskan oleh adanya proses geologi yang relatif baru, seperti terjadinya penutupan formasi geologi tersebut oleh bahanbahan yang lebih muda. Akibatnya memungkinkan dijumpai tanah yang mempunyai susunan mineral berbeda dengan susunan mineral yang terdapat dalam formasi geologi di bawahnya. Batuan sebagai bahan dasar pembentukan tanah mengalami pelapukan baik pelapukan fisik, kimia maupun biologis yang akan menghasilkan bahan induk tanah. Bahan induk tanah ini akan mengalami pelapukan lagi menjadi tanah. Batuan yang menjadi bahan induk tanah memiliki karakteristik yang khas yang

13 membedakan batuan yang satu dengan batuan yang lainnya. Perbedaan karakteristik batuan akan menyebabkan jenis-jenis tanah dengan daya dukung yang berbeda-beda terhadap tanaman. Berdasarkan proses pembentukannya batuan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. Ketiga kelompok batuan ini di permukaan bumi akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan yang lain misalnya iklim dan organisme, sehingga mengalami perubahan bentuk melalui pelapukan. Dengan proses pelapukan maka permukaan batuan yang keras menjadi hancur dan berubah menjadi tanah. Proses perkembangan tanah akan menghasilkan horison-horison genetik pada tubuh tanah yang bersangkutan. Pada tanah-tanah yang telah berkembang akan ditemukan horison-horison A, B, C sedangkan tanah yang belum berkembang kemungkinan akan ditemukan horison A dan C saja. Pembentukan tanah dipengaruhi oleh lima faktor yaitu bahan induk, iklim, topografi, organisme dan waktu. Lima faktor pembentuk tanah dalam prosesnya saling berpengaruh melalui berbagai reaksi dan taraf intensitasnya, yang akhirnya membentuk tanah tertentu. Pada genesis tanah salah satu faktor dapat mempunyai peranan yang lebih menonjol. Tanah-tanah yang telah terbentuk dapat diklasifikasikan. Sistem pengklasifikasian tanah yang dipakai di Indonesia ada tiga yaitu sistem PPT, FAO UNESCO, dan Sistem Taksonomi Tanah. Namun dalam penelitian ini sistem pengkalsifikasian tanahnya lebih ditekankan pada sistem Taksonomi Tanah karena sistem ini bersifat kuantitatif dan universal. 1.2 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara formasi geologi/bahan induk tanah sebagai salah satu komponen lahan dengan tingkat pelapukan dan perkembangan tanah serta klasifikasinya menurut Sistem Taksonomi Tanah (2006).

14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tanah Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horisonhorison, atau lapisan-lapisan. Horison atau lapisan ini dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai suatu hasil dari proses penambahan, kehilangan, pemindahan, dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alami (Soil Survey Staff, 2006). Sedangkan menurut Jenny (1941 dalam Soepardi, 1983), tanah merupakan fungsi dari iklim, organisme, bahan induk, topografi dan waktu. 2.2 Pelapukan Tanah Pelapukan merupakan suatu proses perubahan batuan/mineral secara fisik dan kimia. Batuan yang melapuk akan menghasilkan tanah. Proses pelapukan tersebut merupakan disintegrasi dan dekomposisi dari batuan secara fisik dan kimia, yang disebabkan oleh kandungan mineral yang tidak berada pada kondisi yang seimbang di bawah pengaruh suhu, tekanan, dan kelembaban atmosfer/litosfer (Buol, Hole and Mc Cracken, 1973). Menurut Tan (1993) pelapukan adalah disintegrasi dan alterasi batuan dan mineral oleh proses fisik dan kimia. Pelapukan fisik disebabkan oleh tekanan fisik pada batuan dan mineral. Hal ini menyebabkan batuan mengalami disintegrasi menjadi material yang berukuran lebih kecil, tanpa mengalami perubahan komposisi kimia. Pelapukan kimia disebabkan oleh reaksi kimia dan hasil pelapukan mengalami perubahan kimia. Menurut Rachim dan Suwardi (1999), pelapukan tanah adalah perubahan kimia dan fisik batuan dan mineral atau bahan organik segar di atau dekat permukaan bumi atau proses perubahan batuan dan mineral atau bahan organik kepada bentuk-bentuk yang lebih stabil di bawah variasi kelembaban, temperatur, dan aktivitas biologi di permukaan bumi.

15 Mineral adalah bahan alam homogen dari senyawa anorganik asli, mempunyai susunan kimia tetap dan susunan molekul tertentu dalam bentuk geometrik. Dipandang dari sudut ilmu tanah, mineral penyusun batuan dapat dibagi atas tiga golongan: (1) mineral primer, (2) mineral sekunder, dan (3) mineral aksesori yang terdapat pada hampir semua batuan dan jumlahnya sedikit (Darmawijaya,1990). Mineral primer adalah mineral yang langsung terbentuk dari pengkristalan senyawa-senyawa dalam magma akibat penurunan suhu. Sedangkan mineral sekunder adalah mineral berukuran halus (2µm), terbentuk pada waktu proses pembentukan tanah, merupakan hasil pelapukan kimiawi dari mineral primer ataupun hasil pembentukan baru dalam proses pembentukan tanah sehingga mempunyai susunan kimia dan struktur yang berbeda dengan mineral yang dilapuk (Agus, Fahmuddin, et al; 2004). Goldich (1938 dalam Buol, et al; 1973) mengemukakan deret stabilitas mineral terhadap pelapukan sebagai berikut: Olivin Piroksen Ca-Feldspar Amphibol Na-Feldspar Biotit K-Feldspar Muskovit Kuarsa Berdasarkan deret stabilitas mineral tersebut dapat dibedakan mineral yang mudah lapuk dan sukar lapuk. Mineral mudah lapuk yaitu mineral yang mudah melepaskan unsur-unsur penyusunnya karena proses pelapukan. Yang tergolong dalam mineral mudah lapuk yaitu olivin, gelas volkan, hiperstin, augit, dan

16 plagioklas. Sedangkan mineral tahan lapuk (resisten) yaitu kelompok mineral yang tahan terhadap pelapukan fisik maupun kimia. Yang tergolong dalam mineral resisten adalah kuarsa, ilmenit, rutil, dan zirkon (Agus, Fahmuddin, et al; 2004). Makin besar jumlah ikatan Si-O dengan rangkaian jumlah tetrahedra silika yang semakin besar melalui penggunaan bersama atom oksigen, makin besar pula ketahanannya terhadap pelapukan (Tan, 1991). 2.3 Proses Pembentukan Tanah Batuan yang berada di perut bumi, secara geologis merupakan cikal bakal bahan induk yang sangat menentukan proses pembentukan tanah dan bentang alam (landscape) yang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, yakni: iklim, organisme, proses geomorfik yang dominan dan waktu. Dengan demikian logis apabila pada masing-masing formasi geologi akan menghasilkan jenis tanah dan tipe bentukan lahan yang berbeda-beda pula tergantung intensitas faktor yang dominan dalam proses genesisnya. Selanjutnya dengan kondisi jenis tanah dan bentuk lahan yang berbeda ini, akan menghasilkan tutupan vegetasi alami yang berbeda pula, sehingga bentuk ekosistemnya pun akan beragam karakteristik dan keunikannya. Suatu formasi geologi selalu menjelaskan waktu atau umur dan jenis batuan atau bahan induk. Meskipun demikian, tanah yang terbentuk di atas suatu formasi geologi belum tentu berasal dari batuan atau bahan induk yang terdapat pada formasi geologi tersebut. Hal ini dijelaskan oleh adanya proses geologi yang relatif baru, seperti terjadinya penutupan formasi geologi tersebut oleh bahanbahan yang lebih muda. Akibatnya memungkinkan dijumpai tanah yang mempunyai susunan mineral berbeda dengan susunan mineral yang terdapat dalam formasi geologi di bawahnya. Proses pembentukan tanah merupakan suatu masalah biologi dan kimia yang rumit dan biasanya sulit untuk digambarkan dengan reaksi tunggal. Reaksireaksi dapat terjadi secara serempak atau dapat terlibat sederetan reaksi yang berlangsung berurutan. Simonson (1959) menyatakan bahwa pedon tanah terbentuk oleh usaha gabungan dari penambahan bahan-bahan anorganik dan

17 organik ke permukaan tanah, transformasi senyawa-senyawa di dalam tanah, dan pemindahan komponen-komponen di tanah tersebut (Tan, 1991). 2.4 Perkembangan Tanah Proses perkembangan tanah akan menghasilkan horison-horison genetik pada tubuh tanah yang bersangkutan. Pada tanah-tanah yang telah berkembang akan ditemukan horison-horison A, B, C sedangkan tanah yang belum berkembang kemungkinan akan ditemukan horison A dan C saja. Menurut Hardjowigeno (2003), proses perkembangan tanah ada empat tahap, yaitu: 1. Tanah muda Pada tingkat ini proses pembentukan tanah terutama berupa proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaaan tanah, serta pembentukan struktur tanah karena pengaruh bahan organik (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukkan horison A dari horison C. Sifat tanah masih didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya. Termasuk tanah muda adalah tanah Entisol. 2. Tanah dewasa Dengan proses lebih lanjut, maka tanah-tanah muda dapat diubah menjadi tanah dewasa yaitu dengan proses pembentukkan horison B. Horison B terbentuk akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan bawah. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi, karena unsur hara di dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedang pencucian unsur hara belum lanjut. Jenis tanah yang termasuk dalam tingkat ini antara lain Inceptisol, Andisol, Mollisol, Vertisol. 3. Tanah tua Dengan meningkatnya umur, maka proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan lebih nyata pada horison A dan B serta terbentuklah horison-horison A, E, EB, BE, Bt (Bs), BC, atau A, AB, BA, Bo, BC, dsb. Tanah menjadi sangat masam, sangat

18 lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah dari tanah dewasa. Akumulasi liat atau seskuioksida di horison B sangat nyata sehingga membentuk horison argilik (Bt) atau horison spodik (Bs). Apabila tidak ada pencucian liat atau seskuioksida, maka horison E tidak terbentuk sedangkan di horison B tidak terjadi penimbunan liat atau seskuioksida. Walaupun demikian, proses pelapukan berjalan lanjut, sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit dan terbentuklah banyak oksida-oksida besi dan aluminium. Horison ini disebut horison oksik (Bo). Jenis-jenis tanah yang menurut perkembangan horisonnya disebut tanah tua adalah Ultisol, Spodosol, dan Oksisol. Suatu tanah dikatakan memiliki horison argilik jika tanah tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut adanya selaput tipis liat menyelimuti dinding pori, adanya liat terorientasi menghubungkan butir-butir pasir, apabila sebagian horison eluvial memilki fraksi halus dengan kandungan liat total kurang dari 15%, maka horison argilik harus mengandung minimal 3% liat lebih banyak, apabila sebagian horison eluvial memilki fraksi halus dengan kandungan liat total kurang dari 15-40%, maka horison argilik harus mengandung minimal 1.2 kali liat lebih banyak dibandingkan horison eluvial, apabila sebagian horison eluvial memilki fraksi halus dengan kandungan liat total 40% atau lebih, maka horison argilik harus mengandung minimal 8% liat lebih banyak. Suatu tanah dikatakan memiliki horison spodik maka horison tersebut harus memiliki bahan spodik 85% atau lebih di dalam suatu lapisan setebal 2.5 cm atau lebih. Bahan spodik adalah bahan tanah mineral yang tidak memiliki semua siat-sifat horizon argilik atau kandik, di dominasi oleh bahan amorf aktif yang bersifat iluvial, dan tersusun dari bahan organik dan aluminium, dengan atau tanpa senyawa besi. Sedangkan tanah dikatakan memiliki horison oksik jika memiliki ketebalan 30 cm atau lebih dan KTK sebesar 16 cmol (+) per kg liat atau kurang (dengan ekstraksi NH 4 OAc, ph 7) (Soil Survey Staff, 2006).

19 Berbagai kondisi yang menghambat perkembangan profil tanah: 1. Curah hujan rendah (pelapukan rendah, material terlarut yang tercuci sedikit). 2. Kelembaban relatif rendah (pertumbuhan mikroorganisme seperti alga, fungi, lichenes rendah). 3. Bahan induk mengandung kuarsa yang tinggi dengan kandungan debu dan liat yang rendah (pelapukan lambat, gerakan koloid rendah). 4. Kandungan liat tinggi (aerasi jelek, pergerakan air lambat). 5. Bahan induk resisten misal quarsite (pelapukan lambat). 6. Kelerengan tinggi (erosi menyebabkan hilangnya lapisan top soil, pengambilan air tanah rendah) 7. Suhu dingin (semua aktivitas pelapukan dan mikroba lambat). 8. Akumulasi material secara konstan (material baru menyebabkan perkembangan tanah menjadi baru). (Anonim, 2008) 2.4 Klasifikasi Tanah Menurut Sopher dan Baird (1978 dalam Rachim, 2001), klasifikasi tanah adalah penggolongan tanah secara sistematik ke dalam kelas-kelas atas dasar sifatsifatnya. Sistem pengklasifikasian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem Taksonomi Tanah. Sistem ini merupakan suatu sistem klasifikasi tanah yang bersifat universal. Hampir semua negara di dunia menggunakan sistem ini untuk mengklasifikasikan tanah, meskipun ada sistem lain seperti FAO UNESCO. Indonesia sendiri memiliki sistem klasifikasi tanah tersendiri yaitu Sistem Pusat Penelitian Tanah (1983) yang masih dipakai hingga sekarang. Sistem Taksonomi Tanah dapat diterima semua pihak karena dalam pengklasifikasian tanah berdasarkan pada sifat tanah yang ditemukan di lapangan yang dapat diukur secara kuantitatif yang berhubungan dengan genesis tanah yang membentuk morfologi tanah tersebut, sehingga sistem ini bersifat terbuka untuk tanah-tanah baru yang berbeda dengan tanah-tanah yang ditemukan sebelumnya. Pengkelasan tanah didasarkan pada sifat-sifat tanah dan faktor lingkungan yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini,

20 pengkelasan tanah ditentukan oleh ada tidaknya dan jenis horison penciri klasifikasi, serta sifat penciri klasifikasi yang dimiliki oleh masing-masing tanah. Horison penciri klasifikasi mencakup epipedon dan horison bawah penciri, sedangkan sifat penciri klasifikasi meliputi sifat-sifat penting hasil pedogenesis dan yang mempengaruhi proses pedogenesis. Berdasarkan aturan dalam Taksonomi Tanah nama tanah sudah dapat menunjukkan sifatnya yang pokok, serta dimana kedudukannya secara kategori. Kategori itu sendiri dapat dibagi menjadi kategori tinggi (order, suborder, great group, dan subgroup) dan kategori rendah (family dan series). Kategori tinggi dicirikan oleh sifat-sifat yang lebih umum, baik sebaran maupun pengaruhnya terhadap proses genesis atau pertumbuhan tanaman. Sementara itu, kategori rendah lebih ditentukan oleh sifat-sifat yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman (Soil Survey Staff, 2006).

21 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu penelitian lapang di Laboratorium Alam Geologi Karangsambung (LIPI Karangsambung) dan analisis tanah di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Penelitian lapang dan pengambilan sampel tanah dilaksanakan selama satu minggu mulai tanggal Februari 2008, sedangkan penelitian di laboratorium dilaksanakan mulai tanggal 25 Februari-17 Desember Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh, contoh tanah terganggu dan bahan-bahan untuk analisis sifat fisik, kimia tanah dan mineralogi. Alat-alat yang digunakan antara lain : (1) pengamatan lapang dan pengambilan contoh tanah: sekop, pisau lapang, munsel, meteran, abneylevel, GPS, ring sample, cutter, plastik, karet, alumunium foil, HCl, dan H 2 O 2, (2) alatalat analisis sifat fisik, kimia tanah dan mikroskop polarisasi, dan (3) alat-alat tulis: buku, pensil, bolpoin, spidol, kertas label, penggaris dan penghapus. 3.3 Metode Penelitian Penelitian lapang dilakukan pada profil-profil tanah yang berkembang dari batuan beku, sedimen, dan metamorfik. Pada masing-masing jenis batuan diamati 2 profil tanah, kemudian dilakukan deskripsi pada profil-profil tanah tersebut. Profil P1 dibuat di atas tanah yang berkembang dari batuan diabas (batuan beku), profil P2 di atas batuan filit (batuan metamorf), profil P3 di atas batuan rijang (batuan sedimen), profil P4 di atas batuan marmer (batuan metamorf), profil P5 di atas batuan basalt (batuan beku), dan profil P6 di atas batuan batu lempung (batuan sedimen).

22 Parameter morfologi yang diamati adalah horisonisasi, warna, struktur, tekstur, konsistensi, perakaran, dan faktor lingkungan seperti fisiografi, kemiringan lereng, vegetasi, serta iklim. Contoh tanah dari setiap lapisan pada masing-masing profil tanah diambil sebanyak 2 kg untuk dianalisis laboratorium, sedangkan untuk analisis sifat fisik (bobot isi dan kadar air) contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sample pada kedalaman 0-30 cm dan cm, pengambilan contoh tanah ini dilakukan secara duplo. Analisis fisik tanah meliputi tekstur tanah (metode pipet), bobot isi dan kadar air. Analisis kimia meliputi ph H 2 O (1:1) dan KCl (1:1), C-organik (metode Walkey & Black, P-tersedia (metode Bray 1), N-total (metode Kjeldhal), Al-dd, KTK dengan NH 4 OAc ph 7 dan analisis basa-basa dengan NH 4 OAc ph 7. Selain analisis sifat fisik dan kimia juga dilakukan analisis mineral fraksi pasir menggunakan metode garis. Analisis fraksi pasir ini digunakan untuk mengetahui peluang ditemukannya mineral mudah lapuk dan mineral sukar lapuk (resisten) dalam 100 butir mineral pasir. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi. 3.4 Penilaian Tingkat Pelapukan Penilaian Tingkat Pelapukan Secara Mineralogi Penilaian tingkat pelapukan secara mineralogi ditentukan berdasarkan jumlah mineral tahan lapuk dan mudah lapuk yang terkandung di dalam tanah. Semakin banyak jumlah mineral mudah lapuk, maka tingkat pelapukan tanah tersebut semakin lanjut. Tanah-tanah yang relatif tua memiliki kandungan mineral tahan lapuk yang tinggi Penilaian Tingkat Pelapukan Secara Fisik Penilaian tingkat pelapukan secra fisik ditentukan berdasarkan nisbah antara debu dengan liat yang terdapat dalam tanah. Semakin rendah nilai nisbah debu dengan liat dalam tanah tersebut, maka tingkat pelapukan tanah semakin lanjut. Bahan induk yang melapuk akan berubah ukurannya, yaitu akan semakin halus ukurannya dengan meningkatnya tingkat pelapukan.

23 3.4.3 Penilaian Tingkat Pelapukan Secara Kimia Tanah-tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut umumnya didominasi oleh mineral-mineral sekunder berukuran liat, seperti oksida-oksida besi dan aluminium. Mineral-mineral tersebut memiliki KTK yang rendah. 3.5 Klasifikasi Tanah Pengklasifikasian dan penamaan tanah dilakukan pada setiap profil tanah berdasarkan pengamatan lapang dan hasil analisis sifat kimia di laboratorium. Sistem pengklasifikasian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2006).

24 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 6 profil pewakil di daerah Kebumen, Jawa Tengah. Adapun lokasi pembuatan profil dan koordinat geografisnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Daerah Penelitian Profil Lokasi Koordinat Geografis P1 P2 P3 P4 P5 P6 Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam Desa Totogan, Kecamatan Karangsambung Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung 109 o BT 07 o LS 109 o BT 07 o LS 109 o BT 07 o LS 109 o BT 07 o LS 109 o BT 07 o LS 109 o BT 07 o LS 4.2 Topografi Daerah penelitian merupakan daerah pertemuan antara lempeng Samudera Hindia Australia dengan Lempeng Benua Eurasia. Daerah penelitian didominasi oleh topografi berbukit dan bergunung. 4.3 Geologi Berdasarkan informasi dari peta geologi lembar Kebumen, Jawa skala 1: daerah Karangsambung terdiri dari empat formasi geologi, yaitu

25 Komplek Melange Lok Ulo, Formasi Karangsambung-Totogan, Formasi Waturondo, dan Formasi Panosogan (Asikin, Handoyo, Busono & Gafoer, 1992). Komplek Melange Lok Ulo merupakan satuan batuan bancuh dari berbagai macam batuan sedimen, batuan beku, dan batuan metamorf. Umur Komplek Melange berkisar antara kapur akhir hingga Paleosen. Formasi Karangsambung- Totogan tersusun oleh kelompok batuan sedimen yang tercampur aduk karena proses pelongsoran gaya berat. Bongkah-bongkah batuan sedimen berukuran centimeter hingga ratusan meter tersebar secara acak dalam masa dasar lempung hitam bersisik. Umur Formasi Karangsambung ini sekitar Eosen Oligosen. Formasi Waturanda tersusun oleh breksi vulkanik serta batu pasir dalam perulangan pelapisan yang tebal. Formasi ini diendapkan sebagai endapan turbidit, berumur Miosen awal. Formasi Panosogan terletak selaras di atas Formasi Waturanda, tersusun oleh perlapisan tipis hingga sedang berupa batu pasir, batu lempung, kalkarenit, napal tufaan dan tufa. Bagian bawah Formasi Panosogan dicirikan oleh perlapisan batu pasir-batu lempung, kearah atas komponen karbonatnya semakin tinggi. Daerah penelitian ini terletak pada formasi Karangsambung (Profil P1 dan P6) dan Komplek Melange Lok Ulo (Profil P2, P3, P4, dan P5) (Gambar 1). 4.4 Vegetasi dan Penggunaan lahan Vegetasi yang ditemukan pada profil P1 yaitu albasia, pisang, jati, dan kelapa. Pada profil P2 dan P3 ditemukan pisang, jati, kelapa. Selain tanaman tersebut pada profil P2 juga ditemukan bambu. Pada profil P4 ditemukan bambu, jati, pisang, talas. Sedangkan pada profil P5 ditemukan pinus dan pada profil P6 ditemukan pisang, albasia, rambutan, nangka, dan jati. Selain vegetasi-vegetasi tersebut juga ditemukan vegetasi khusus yaitu Melastoma sp yang ditemukan pada profil P3, P5, dan P Iklim Faktor iklim yang berpengaruh besar pada pembentukan tanah di daerah tropik adalah suhu dan curah hujan. Berdasarkan data iklim di Balai Pengelolaan Air enam tahun terakhir ( ), curah hujan rata-rata per bulan mm,

26 dengan jumlah rata-rata hujan tiap bulannya 7.6 hari hujan dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember (648.5 mm/tahun) dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli-September (21.5 mm/tahun). Dari data yang dicatat di stasiun pengamatan Sempor diketahui suhu rata-rata o C.

27 Gambar 1. Peta Geologi Daerah Penelitian

28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penilaian Tingkat Pelapukan Tanah Penilaian tingkat pelapukan tanah ini ditinjau dari segi mineralogi, fisik dan kimia. Adapun sifat-sifat yang menentukan tingkat pelapukan profil-profil tanah ini (profil P1 berkembang dari batuan diabas, P2 batuan filit, P3 batuan rijang, P4 batuan marmer, P5 batuan basalt, dan P6 batuan batu lempung) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat-Sifat yang Menentukan Tingkat Pelapukan Metode Mineralogi Sifat Tanah Jumlah Mineral Mudah Lapuk Jumlah Mineral Sukar Lapuk Profil P1 P2 P3 P4 P5 P Kimia KTK (me/100g) Fisik Nisbah Debu/Liat Keterangan: Nilai dihitung atas hasil rata-rata beberapa horison Penilaian tingkat pelapukan tanah secara mineralogi didasarkan kepada prinsip bahwa semakin banyak mineral sukar lapuk dijumpai dalam tanah, menunjukkan bahwa tanah tersebut telah mengalami pelapukan lanjut. Adapun mineral yang mudah lapuk antara lain bahan lapukan, gelas volkan, augit, apatit, hiperstin, diopsida, dan andesine, sedangkan mineral yang sukar lapuk antara lain: kuarsa keruh, kuarsa jernih, magnetit, gibsit, dan konkresi besi. Urutan tingkat pelapukan tanah di lokasi penelitian dari segi mineralogi adalah sebagai berikut: P4>P1>P5>P3>P2>P6. Penilaian tingkat pelapukan tanah secara kimia dapat dilihat dari segi kapasitas tukar kation (KTK). Urutan tingkat pelapukan tanahnya adalah sebagai berikut: P4>P5>P6>P2>P1>P3. Semakin rendah nilai KTK tanah maka tingkat pelapukannya semakin lanjut. Hal ini dikarenakan tanahtanah yang telah mengalami pelapukan lanjut, umumnya didominasi oleh mineral-

29 mineral sekunder berukuran liat, seperti oksida-oksida besi dan alumunium. Penilaian tingkat pelapukan tanah secara fisik dilihat dari nisbah debu/liat menunjukkan bahwa tingkat pelapukan tanah memiliki urutan P4>P5>P2>P3>P1>P6. Semakin kecil nisbah debu/liat berarti semakin lanjut tingkat pelapukan tanah tersebut. Bahan induk tanah akan berubah ukurannya menjadi semakin halus dengan meningkatnya tingkat pelapukan. Penilaian dari segi fisik dan kimia relatif sejalan, sedangkan penilaian dari segi mineralogi tidak sejalan dengan kedua penilaian yang lain. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya satu proses yang lebih menghambat atau mendorong proses pelapukan, misalnya proses pencucian. Proses pencucian ini mengakibatkan sifat fisik dan kimia tanah berubah. Urutan tingkat pelapukan dari segi mineralogi relatif lebih bersifat stabil dan langgeng. Hal ini berkaitan dengan definisi pelapukan itu sendiri, yaitu transformasi mineral-mineral dalam batuan menjadi bentuk yang lebih stabil di bawah kondisi suhu, tekanan, dan kelembaban permukaan bumi (Rachim dan Suwardi, 1999). Berdasarkan hasil penilaian ini dapat diketahui bahwa profil P4 yang berada di atas batuan marmer merupakan profil yang telah mengalami pelapukan lanjut, sedangkan profil P6 yang berada di atas batuan batu lempung merupakan profil yang tingkat pelapukannya paling muda. Hal ini disebabkan pada profil P6 memiliki jumlah mineral mudah lapuk paling banyak, sedangkan P4 memiliki jumlah mineral mudah lapuk paling sedikit dan mineral sukar lapuknya banyak. 5.2 Penilaian Tingkat Perkembangan Tanah Proses perkembangan tanah akan menghasilkan horison-horison genetik pada tubuh tanah yang bersangkutan. Pada tanah-tanah yang telah berkembang akan ditemukan horison-horison A, B, C, sedangkan tanah yang belum berkembang kemungkinan akan ditemukan horison A dan C saja. Dilihat dari kelengkapan horison genetik, profil-profil tanah yang diteliti termasuk tanah yang telah berkembang karena keenamnya telah memiliki membentuk horison A, B, dan C. Untuk membedakan tingkat perkembangan pada profil-profil tersebut digunakan sifat lain untuk menentukan tingkat perkembangan tanah seperti ketebalan atau kedalaman efektif. Semakin dalam kedalaman efektif/solum, maka tanah

30 tersebut semakin berkembang. Berdasarkan hasil deskripsi profil, profil P1 memiliki kedalaman efektif 107 cm, P3 100 cm, P4 120 cm dan belum ditemukan bahan induk. Pada profil P1 dan P3 sudah ditemukan horison peralihan dengan bahan induk (horison BC). Sedangkan profil P cm, P5 121 cm, dan P6 123 cm sudah ditemukan bahan induk. Oleh karena itu urutan tingkat perkembangan profil tanah jika dilihat dari tebal kedalaman efektif adalah sebagai berikut: P4>P1>P3>P2>P6>P5. Profil P4 yang berada di atas batuan induk marmer telah mengalami perkembangan tanah paling lanjut, sedangkan profil P5 yang berada di atas batuan basalt, tingkat perkembangan tanahnya paling muda. Hal ini disebabkan karena pada profil P4 selain belum ditemukan bahan induk, pada profil ini juga belum ditemukan adanya horison peralihan. Horison C pada profil ini letaknya masih lebih dalam lagi dari kedalaman penampang profil yang dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa profil P4 tingkat perkembangan tanahnya paling lanjut, sedangkan untuk profil P5 memiliki kedalaman efektif yang lebih dangkal dibandingkan profil lainnya dan sudah ditemukan adanya horison C. Hal ini menunjukkan bahwa profil tersebut perkembangan tanahnya masih muda. 5.3 Klasifikasi Tanah Profil P1, P5, dan P6 Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2006) diketahui bahwa profil-profil tanah ini memiliki epipedon okrik karena memiliki value warna atau kroma yang terlalu tinggi dan tidak memenuhi definisi dari tujuh epipedon yang lainnya. Disamping itu profil tanah ini juga memiliki horison penciri kambik yang merupakan horison alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih, mempunyai tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus, dan menunjukkan gejalagejala bukti adanya alterasi dalam bentuk mempunyai struktur tanah atau tidak memiliki struktur batuan pada lebih dari setengah volume tanah dan mempunyai kandungan liat lebih tinggi dibandingkan horison yang terletak di bawahnya. Dengan ciri-ciri tersebut maka tanah ini dimasukkan ke dalam ordo Inceptisol. Berdasarkan data curah hujan, daerah Karangsambung termasuk dalam regim kelembaban udik yaitu suatu regim kelembaban tanah dimana penampang kontrol

31 kelembaban tanah tidak kering di sebarang bagiannya, selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal, sehingga pada tingkat subordo termasuk dalam Udepts. Kejenuhan basa tanah ini tidak lebih dari 60% dan tidak memiliki sifat lain dari subordo, sehingga dimasukkan dalam great group Dystrudepts. Tidak terdapatnya sifat lain selain sifat inti dari great group, sehingga tanah pada profil P1, P5, dan P6 dimasukkan ke dalam subgroup Typic Dystrudepts. Pada profil P1 dan P5, dalam fraksi yang berdiameter kurang dari 75 mm, terdapat 15% atau lebih partikel-partikel berukuran 0.1 sampai 75 mm dan fraksi tanah halusnya, mengandung liat 18-35%, sedangkan pada profil P6 fraksi yang berdiameter kurang dari 75 mm terdapat kurang dari 15% partikel-partikel berdiameter 0.1 sampai 75 mm. Regim suhu profil-profil tanah tersebut dimasukkan ke dalam regim suhu isohipertermik, aktivitas pertukaran kation profil P1 dan P6 lebih besar dari 0.60, sedangkan pada profil P5 antara Oleh sebab itu profil P1 dimasukkan ke dalam famili Typic Dystrudepts, berlempung halus, isohipertermik, superaktif. Profil P5 dimasukkan ke dalam famili Typic Dystrudepts, berlempung halus, isohipertermik, aktif dan profil P6 dimasukkan ke dalam famili Typic Dystrudepts, berdebu halus, isohipertermik, superaktif Profil P2, P3, dan P4 Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2006) menunjukkan profil-profil tanah P2, P3, dan P4 memiliki epipedon okrik karena memiliki value warna atau kroma yang terlalu tinggi dan tidak memenuhi definisi dari tujuh epipedon yang lainnya. Disamping itu juga profil-profil tanah ini memiliki horison penciri kambik yang merupakan horison alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih, mempunyai tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus, dan menunjukkan gejala-gejala bukti adanya alterasi dalam bentuk mempunyai struktur tanah atau tidak memiliki struktur batuan pada lebih dari setengah volume tanah dan mempunyai kandungan liat lebih tinggi dibandingkan horison yang terletak di bawahnya. Dengan ciri-ciri tersebut maka tanah ini dimasukkan ke dalam ordo Inceptisol.

32 Berdasarkan data curah hujan, daerah Karangsambung termasuk dalam regim kelembaban udik yaitu suatu regim kelembaban tanah dimana penampang kontrol kelembaban tanah tidak kering di sebarang bagiannya, selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal, sehingga pada tingkat subordo termasuk dalam Udepts. Kejenuhan basa tanah ini tidak lebih dari 60% dan tidak memiliki sifat lain dari subordo, sehingga dimasukkan dalam great group Dystrudepts. Adanya penurunan kadar karbon organik secara tidak teratur di antara kedalaman 25 cm dan 125 cm di bawah permukaan tanah mineral, maka subgroupnya dimasukkan ke dalam Fluventic Dystrudepts. Pada profil P3 dan P4, dalam fraksi yang berdiameter kurang dari 75 mm, terdapat 15% atau lebih partikel-partikel berukuran 0.1 sampai 75 mm dan fraksi tanah halusnya, mengandung liat 18-35%, sedangkan pada profil P2 fraksi yang berdiameter kurang dari 75 mm terdapat kurang dari 15% partikel-partikel berdiameter 0.1 sampai 75 mm. Regim suhu profil-profil tanah tersebut dimasukkan ke dalam regim suhu isohipertermik, aktivitas pertukaran kation profil P2 dan P3 lebih besar dari 0.60, sedangkan pada profil P Oleh sebab itu profil P2 dimasukkan ke dalam famili Fluventic Dystrudepts, berdebu halus, isohipertermik, superaktif. Profil P3 dimasukkan ke dalam famili Fluventic Dystrudepts, berlempung halus, isohipertermik, superaktif. dan profil P4 dimasukkan ke dalam famili Fluventic Dystrudepts, berlempung halus, isohipertermik, semiaktif. 5.4 Kaitan Antara Tingkat Pelapukan, Tingkat Perkembangan, dan Hasil Klasifikasi Tanah dengan Formasi Geologi Suatu formasi geologi selalu menjelaskan waktu atau umur dan jenis batuan atau bahan induk. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa dalam satu formasi geologi menghasilkan jenis tanah yang sama yaitu Inceptisol. Namun, jika dilihat sampai tingkat famili, nama tanah dalam satu formasi geologi belum tentu menghasilkan nama tanah yang sama karena tanah tidak hanya dibentuk oleh proses geologi saja, tetapi tanah merupakan fungsi dari topografi, bahan induk, organisme, iklim, dan waktu. Faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lainnya. Tanah yang terletak dalam formasi

33 geologi yang sama belum tentu memiliki tingkat pelapukan yang sama. Hal ini disebabkan karena tanah-tanah tersebut dapat saja berasal dari bahan induk yang berbeda. Profil-profil tanah yang diteliti menunjukkan adanya proses vulkanisasi. Proses ini ditunjukkan oleh adanya mineral mudah lapuk (gelas volkan) pada fraksi pasirnya. Berdasarkan sistem klasifikasi tanah ini, maka formasi geologi tidak berhubungan langsung dengan jenis tanahnya sampai tingkat famili, begitu pula dengan tingkat pelapukan, dan tingkat perkembangan tanahnya. Tabel 3. Hubungan antara Formasi Geologi dengan Nama Tanah Profil Formasi Geologi Batuan Induk Nama Tanah Kedalaman efektif (cm) P1 Karangsambung Batuan beku Typic Dystrudepts 107 P2 Melange Lok Ulo Batuan metamorf Fluventic Dystrudepts P3 Melange Lok Ulo Batuan sedimen Fluventic Dystrudepts 100 P4 Melange Lok Ulo Batuan metamorf Fluventic Dystrudepts 120 P5 Melange Lok Ulo Batuan beku Typic Dystrudepts 121 P6 Karangsambung Batuan sedimen Typic Dystrudepts 123 Profil-profil tanah yang diteliti termasuk tanah dewasa karena pada profil-profil ini telah mengalami proses perkembangan lebih lanjut dari tanah muda, yaitu terjadi proses pembentukan horison B. Horison B terbentuk akibat penimbunan liat dari lapisan atas ke lapisan bawah. Jenis tanah yang termasuk dalam tingkat ini antara lain Inceptisol, Andisol, Mollisol, Vertisol, dsb. Penilaian tingkat pelapukan pada profil-profil tanah tersebut menunjukkan urutan P4>P1>P5>P3>P2>P6, sedangkan jika dilihat dari tingkat perkembangan tanah urutannya adalah P4>P1>P3>P2>P6>P5. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian tingkat pelapukan relatif sejalan dengan perkembangan tanah. Menurut Mohr dan Van Baren (1960), tingkat perkembangan tanah dapat diketahui dari kadar mineral resisten dan mineral non resisten. Semakin tinggi mineral resisten dan semakin rendah mineral non resisten, maka tanah semakin berkembang. Ini berarti tingkat perkembangan tanah

34 sejalan dengan tingkat pelapukannya. Perkembangan tanah juga dipengaruhi oleh lereng, dimana tanah yang berada pada lereng bawah yang berbentuk cekung umumnya mempunyai kedalaman solum yang dalam. Sedikit perbedaan antara tingkat pelapukan dan perkembangan tanah pada profil-profil ini diduga akibat pengaruh lereng. Pada profil P3 yang berada di atas batuan rijang, tingkat perkembangan profilnya lebih berkembang daripada profil P5 yang berada di atas batuan basalt karena profil P3 terletak pada lereng bawah sehingga terjadi penimbunan dari bahan di atasnya, akibatnya kedalaman efektif/solum tanah lebih dalam. Pada profil P5 (berada di atas batuan basalt) dan P6 (berada di atas batuan batu lempung) terletak pada lereng yang curam, dan berbentuk cembung menyebabkan aliran air ke bawah menjadi dipercepat, sehingga air yang masuk ke dalam solum tanah sedikit, akibatnya proses pencucian liat sedikit. Disamping itu dengan adanya lereng yang sangat curam ini juga menyebabkan adanya erosi sehingga lapisan atas tanah hilang, kedalaman efektif/solum tanah menjadi dangkal.

35 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Penilaian tingkat pelapukan tanah di lokasi penelitian ditinjau dari segi mineralogi menunjukkan urutan P4>P1>P5>P3>P2>P6, penilaian tingkat pelapukan dari segi kimia adalah P4>P5>P6>P2>P1>P3. Penilaian tingkat pelapukan dari segi fisik adalah P4>P5>P2>P3>P1>P6. Penilaian tingkat pelapukan tanah dari segi fisik dan kimia relatif sejalan, sedangkan penilaian dari segi mineralogi tidak sejalan dengan kedua penilaian yang lain. Urutan tingkat pelapukan dari segi mineralogi relatif lebih stabil dan langgeng. Oleh karena itu urutan tingkat pelapukan dari segi mineralogi lah yang dipakai dalam menentukan tingkat pelapukan profilprofil tanah di lokasi penelitian. Profil P4 yang berada di atas batuan marmer memiliki tingkat pelapukan paling lanjut, sedangkan profil P6 yang berada di atas batuan batu lempung, tingkat pelapukannya paling muda. 2. Tingkat perkembangan tanah daerah penelitian dilihat dari kelengkapan horison genetik dan ketebalan solumnya memiliki urutan P4>P1>P3>P2>P6>P5. Profil P4 yang berada di atas batuan marmer telah mengalami perkembangan paling lanjut, sedangkan profil P5 yang berada di atas batuan basalt, tingkat perkembangannya masih muda. 3. Untuk daerah penelitian formasi geologi tidak berhubungan langsung dengan jenis tanah. Hal ini disebabkan karena adanya proses vulkanisasi yang lebih baru di atas batuan induknya. Proses vulkanisasi ini ditunjukkan oleh adanya mineral mudah lapuk (gelas volkan) pada fraksi pasirnya. 4. Formasi geologi juga tidak berhubungan langsung dengan tingkat pelapukan dan perkembangan tanah. Hal ini dikarenakan profil-profil tanah tersebut diambil pada hamparan lahan yang berbeda. Adanya perbedaan topografi (faktor lereng) dapat menyebabkan proses pedogenesis yang berbeda.

36 6.2 Saran Untuk menilai hubungan antara formasi geologi dengan tingkat pelapukan, tingkat perkembangan, dan klasifikasi tanah maka faktor-faktor lain selain bahan induk di lokasi penelitian harus homogen.

37 DAFTAR PUSTAKA Agus, Fahmuddin, Abdurachman Adimihardja, Sarwono Hardjowigeno, Achmad Mudzakir Fagi, dan Wiwik Hartatik Tanah Sawah. Diakses dari pada tanggal 6 Januari 2009 jam WIB. Anonim Pembentukan Tanah. Diakses dari pada tanggal 7 Januari jam WIB. Asikin S, A. Handoyo, H. Busono & S. Gafoer Geologi Lembar Kebumen, Jawa. Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Indonesia. Boul, S.W, F.D. Hole and R.J. Mc Cracken Soil Genesis and Clasification. Iowa State University Press. Darmawijaya, M.I Klasifikasi Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Goeswono, Soepardi Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Bogor. Hardjowigeno, S Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Kim, H. Tan Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Kim, H. Tan Principles of Soil Chemistry. Second Edition. Marcel Dekker, Inc. New York. Mohr, E.C. I & Van Baren Tropical Soil. Chapter VI. Mineral Assosiation in Soil. Bruxelles. Rachim, D.A. dan Suwardi Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soil Survey Staff Keys to Soil Taxonomy.10 th Edition. United States Departement of Agriculture.

38 LAMPIRAN

39 Tabel Lampiran 1. Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P1 Lokasi : Karangsambung, Kebumen Batuan induk : Diabas (batuan beku dalam) Fisiografi : Berbukit, intrusi, elevasi 95 m dml Topografi : Berbukit Regim temperatur : Isohipertermik Regim kelembaban : Udik Kelas drainase : Baik Vegetasi : Albasia, pisang, jati, kelapa Sifat-sifat morfologi tanah Kedalaman (cm) Simbol Uraian 0-18 A1 Coklat (7.5 YR 4/4), lempung berliat, struktur gumpal membulat, halus, lemah, gembur (lembab), lekat dan plastis (basah), akar halus cukup banyak, akar sedang cukup banyak, batas berombak, jelas A2 Coklat (7,5 YR 4/4), lempung, struktur gumpal membulat, halus, lemah, gembur (lembab), lekat dan plastis (basah), akar halus cukup banyak, akar sedang cukup banyak, batas berombak, baur AB Kuning kemerahan (7,5 YR 6/6), lempung berliat, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), akar halus sedikit, akar sedang sedikit, batas rata, baur B Kuning kemerahan (7.5 YR 6/8), lempung berliat, struktur gumpal bersudut, sedang, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), akar halus sedikit, akar sedang sedikit, batas berombak, jelas BC Kuning kemerahan (7.5 YR 6/8), lempung liat berpasir, struktur gumpal bersudut, sedang, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), batas berombak. Tabel Lampiran 2. Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P2 Lokasi Batuan induk : Wonotirto, Karanggayam, Kebumen : Filit (batuan metamorf) Fisiografi : Tektonik (daerah kontak antara rijang dan filit), elevasi 92 Topografi Regim temperatur Regim kelembaban Kelas drainase Vegetasi m dml : Berbukit : Isohipertermik : Udik : Baik : Bambu, pisang, jati, kelapa

40 Sifat-sifat morfologi tanah Kedalaman (cm) Simbol Uraian 0-12 A Coklat kekuningan (10 YR 5/8), lempung liat berdebu, struktur gumpal membulat, halus, lemah, gembur (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), akar halus sedikit, batas rata, baur B1 Kuning kecoklatan (10 YR 6/8), liat berdebu, struktur gumpal membulat, sedang, lemah, teguh (lembab), lekat dan agak plastis (basah), batas rata, baur B2.1 Merah kekuningan (5 YR 5/6), liat berdebu, struktur gumpal bersudut, sedang, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), batas rata, baur B2.2 Merah kekuningan (5 YR 5/6), liat berdebu, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), batas rata, jelas BC Kuning (10 YR 7/6), lempung liat berdebu, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), batas rata, jelas C Kuning kemerahan terang (2,5 YR 6/4), lempung, struktur granular, gembur (lembab), batas rata. Tabel Lampiran 3. Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P3 Lokasi : Wonotirto, Karanggayam, Kebumen Batuan induk : Rijang (batuan sedimen) Fisiografi : Tektonik (daerah kontak antara rijang dan filit), elevasi 97 Topografi Regim temperatur Regim kelembaban Kelas drainase Vegetasi Vegetasi khusus m dml : Berbukit : Isohipertermik : Udik : Baik : Jati, pisang, kelapa : Melastoma sp

41 Sifat-sifat morfologi tanah Kedalaman (cm) Simbol Uraian 0-22 A1 Coklat kuat (7,5 YR 5/6), lempung, struktur gumpal membulat, sedang, lemah, gembur (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), akar halus sedikit, batas rata, baur A2 Coklat (7,5 YR 5/4), lempung berliat, struktur gumpal membulat, sedang, lemah, gembur (lembab), lekat dan agak plastis (basah), batas rata, jelas AB Kuning (10 YR 7/6), lempung, struktur gumpal membulat, sangat halus, lemah, gembur (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), batas rata, jelas B Coklat (7,5 YR 4/4), lempung, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), batas rata, jelas BC Coklat (7,5 YR 4/4), lempung berdebu, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), batas rata. Tabel Lampiran 4. Hasil deskripsi Sifat Morfologi Profil P4 Lokasi Batuan induk Fisiografi Topografi Regim temperatur Regim kelembaban Kelas drainase Vegetasi : Totogan, Karangsambung, Kebumen : Marmer (batuan metamorf) : Tektonik, elevasi 183 m dml : Berbukit : Isohipertermik : Udik : Baik Sifat-sifat morfologi tanah : Bambu, jati, pisang, talas Kedalaman Simbol Uraian (cm) 0-24 A1 Coklat gelap (7,5 YR 3/4), liat, struktur gumpal membulat, halus, lemah, gembur (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), akar halus sedikit, batas rata, baur AB Coklat gelap (7,5 YR 3/4), liat, struktur gumpal membulat, sedang, lemah, teguh (lembab), agak lekat dan agak plastis (basah), akar halus sedikit, batas rata, jelas B1.1 Coklat kuat (7,5 YR 5/6), liat, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), batas rata, baur B1.2 Coklat kuat (7,5 YR 5/6), liat, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), batas rata, baur B2 Coklat (7,5 YR 5/4), liat, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), batas rata.

42 Tabel Lampiran 5. Hasil Deskripsi Sifat Morfologi Profil P5 Lokasi : Wonotirto, Karanggayam, Kebumen Batuan induk : Basalt (batuan beku) Fisiografi : Tektonik, elevasi 99 m dml Topografi : Berbukit Regim temperature : Isohipertermik Regim kelembaban : Udik Kelas drainase : Baik Vegetasi : Pinus Vegetasi khusus : Melastoma sp Sifat-sifat morfologi tanah Kedalaman (cm) Simbol Uraian 0-27 A Kuning kemerahan (7,5 YR 5/8), liat, struktur gumpal membulat, halus, lemah, gembur (lembab), lekat dan plastis (basah), akar halus sedikit, batas berombak, baur AB Merah terang (2,5 YR 7/8), lempung liat berdebu, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), akar halus sedikit, batas berombak, jelas B Coklat kemerahan (5 YR 5/3), lempung liat berdebu, struktur gumpal bersudut, halus, sedang, teguh (lembab), lekat dan plastis (basah), akar halus sedikit, batas berombak, jelas C1 Kuning kemerahan (5 YR 7/6), lempung berliat, struktur granular, gembur (lembab), tidak lekat dan tidak plastis (basah), batas berombak, jelas C2 Merah terang (2,5 YR 7/6), lempung berliat, struktur granular, gembur (lembab), tidak lekat dan tidak plastis (basah), batas berombak. Tabel Lampiran 6. Hasil Deskripsi Morfologi Profil P6 Lokasi Batuan induk Fisiografi Topografi Regim temperatur Regim kelembaban Kelas drainase Vegetasi Vegetasi khusus : Karangsambung, Karangsambung, Kebumen : Batu lempung bersisik (batuan sedimen) : Tektonik, elevasi 86 m dml : Berbukit : Isohipertermik : Udik : Baik : Pisang, albasia, rambutan, nangka, jati : Melastoma sp

43 Sifat-sifat morfologi tanah Kedalaman (cm) Simbol Uraian 0-20 A Coklat (7,5 YR 5/4), lempung liat berdebu, struktur gumpal membulat, sedang, lemah, gembur (lembab), sangat lekat dan sangat plastis (basah), akar halus banyak, batas berombak, baur B Coklat kuat (7,5 YR 5/6), liat berdebu, struktur gumpal membulat, sedang, lemah, gembur (lembab), sangat lekat dan sangat plastis (basah), akar halus sedang, batas berombak, baur BC Kuning kecoklatan (10 YR 5/4), lempung liat berdebu, struktur gumpal membulat, sedang, lemah, teguh (lembab), sangat lekat dan plastis (basah), akar halus sedikit, batas berombak, jelas C Coklat merah terang (2,5 YR 6/3), liat, struktur granular, gembur (lembab), batas rata. Tabel Lampiran 7. Data Curah Hujan Daerah Karangsambung, Kebumen Tahun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

44 Tabel Lampiran 8. Sifat Fisika Profil Tanah di Lokasi penelitian Profil P1 P2 P3 P4 P5 P6 Horison Kedalaman Tekstur (%) Tekstur BI (g/cm 3 Struktur Konsistensi ) (cm) Liat Debu Pasir Tanah Tanah Tanah Warna Tanah A CL 1.18 sb Gembur 7.5 YR 4/4 A L sb Gembur 7.5 YR 4/4 AB CL ab Teguh 7.5 YR 6/6 B CL ab Teguh 7.5 YR 6/8 BC SCL ab Teguh 7.5 YR 6/8 A SiCL 1.23 sb Gembur 10 YR 5/8 B SiC sb Teguh 10 YR 6/8 B SiC ab Teguh 5 YR 5/6 B SiC ab Teguh 5 YR 5/6 BC SiCL ab Teguh 10 YR 7/6 C L g Gembur 2.5 YR 6/4 A L 1.01 sb Gembur 7.5 YR 5/6 A CL sb Gembur 7,5 YR 5/4 AB L sb Gembur 10 YR 7/6 B L ab Teguh 7.5 YR 4/4 BC SiL ab Teguh 7.5 YR 4/4 A C 1.07 sb Gembur 7.5 YR 3/4 AB C sb Teguh 7.5 YR 3/4 B C ab Teguh 7.5 YR 5/6 B C ab Teguh 7.5 YR 5/6 B C ab Teguh 7.5 YR 5/4 A C 1.13 sb Gembur 7.5 YR 5/8 AB SiCL ab Teguh 2.5 YR 7/8 B SiCL ab Teguh 5 YR 5/3 C CL g Gembur 5 YR 7/6 C CL g Gembur 2.5 YR 7/6 A SiCL 1.05 sb Gembur 7.5 YR 5/4 B SiC sb Gembur 7.5 YR 5/6 BC SiCL sb Teguh 10 YR 5/4 C C g Gembur 2.5 YR 6/3 Keterangan: C-liat, L-lempung, CL-lempung berliat, SiC-lempung berdebu, SiL-lempung berdebu, SiCL-lempung liat berdebu, SCL-lempung liat berpasir, Sb-gumpal membulat, ab-gumpal bersudut, g-granular

45 Tabel Lampiran 9. Sifat Kimia Profil Tanah di Lokasi Penelitian Profil P1 P2 P3 P4 P5 P6 Kedalaman (cm) ph H 2 O ph KCl C-org (%) BO (%) Al-dd (me/100g) N-total (%) P-tersedia (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) Tr KB (%)

46 Tabel Lampiran 10. Hasil Analisis Mineral Fraksi Pasir Total dari Profil Tanah di Lokasi Penelitian Profil P1 P2 P3 P4 P5 P6 Kedalaman (cm) Kuarsa Keruh Kuarsa Jernih Bahan Lapukan* Gelas Volkan* Plagioklas* Ortoklas Augit* Apatit* Sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd 7 sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd - Sd Sd - Sd Sd - Sd Sd Sd Sd Sd sd sd Sd 4 sd Sd 14 sd sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd Sd Hyperstane* Diopsida* Amfibol Magnetit Gibsit Mineral Liat* Andesin* Konkresi Besi Kapur

47 Lampiran Gambar 1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian Profil P1 Profil P2 Profil P3 (Di atas batuan diabas) (Di atas batuan filit) (Di atas batuan rijang)

48 Lampiran Gambar 2. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian Profil P4 Profil P5 Profil P6 (Di atas batuan marmer) (Di atas batuan basalt) (Di atas batuan batu lempung)

ANDHIKA NUGRAHENI A

ANDHIKA NUGRAHENI A PENILAIAN TINGKAT PELAPUKAN, PERKEMBANGAN, DAN KLASIFIKASI TANAH PADA FORMASI GEOLOGI KARANGSAMBUNG DAN KOMPLEK MELANGE LOK ULO DI KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Oleh: ANDHIKA NUGRAHENI A24104026

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk

TINJAUAN PUSTAKA. seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah pada awalnya didasarkan pada karakteristik individu seperti tekstur tanah (misalnya lempung, tanah liat atau pasir) atau bahan induk (misalnya tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian

TINJAUAN PUSTAKA. tebal. Dalam Legend of Soil yang disusun oleh FAO, Ultisol mencakup sebagian TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah kering sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan liat tebal. Dalam Legend of Soil

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG Asep Mulyono 1, Dedi Mulyadi 2, dan Rizka Maria 2 1 UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana Liwa LIPI E-mail: asep.mulyono@lipi.go.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana TINJAUAN PUSTAKA Tingkat Perkembangan Tanah Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana pengikisan telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH

PENGAMATAN MINIPIT DI LAPANG DAN KLASIFIKASI TANAH .1 PENDAHULUAN Dasar utama melakukan klasifikasi dan memahami tanah adalah diskripsi profil tanah yang dilakukan di lapang. Pengamatan di lapang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu; 1)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

RATNA KNAUSYARI HARWANTI. Distribution of Fe, Al, and Si Oxide in Several Soils &om Different Parent Rocks in Karangsambung, Kebumen, Central Java. Su

RATNA KNAUSYARI HARWANTI. Distribution of Fe, Al, and Si Oxide in Several Soils &om Different Parent Rocks in Karangsambung, Kebumen, Central Java. Su RATNA KNAUSYARI HARWANTI. Distribution of Fe, Al, and Si Oxide in Several Soils &om Different Parent Rocks in Karangsambung, Kebumen, Central Java. Supervised by WIDIATMAKA and ISKANDAR. Karangsambung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur IDA AYU SRI MAS ARY SUSANTHI I MADE MEGA *) KETUT SARDIANA Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH Semester : Genap 2011/2012 Disusun Oleh : Nama : Bagus Satrio Pinandito NIM : A1C011072 Rombongan : 12 Asisten : KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 KLASIFIKASI TANAH 8.1 Pengertian Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah usaha untuk mengelompokkan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 KLASIFIKASI TANAH 8.1 Pengertian Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah usaha untuk mengelompokkan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH

BAB II PEMBAHASAN B. PROFIL TANAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini, yaitu karena masih banyak diantara kita yang sudah sering melihat serta memanfaatkan tanah dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LAHAN DAERAH STUDI

KARAKTERISTIK LAHAN DAERAH STUDI KARAKTERISTIK LAHAN DAERAH STUDI Lokasi dan Topografi Conton tanah diambil dari Desa Jasinga, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor berjarak 61 km dari Kota Bogor. Lahan merupakan lahan HGU milik PT Pusat

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR Profil dan Solum Tanah Profil Tanah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri aas lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk Solum Tanah bagian dari profil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 8.1 Pengertian Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah adalah usaha untuk mengelompokkan tanah atas dasar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

DASAR ILMU TANAH. Materi 04: Pembentukan Tanah

DASAR ILMU TANAH. Materi 04: Pembentukan Tanah DASAR ILMU TANAH Materi 04: Pembentukan Tanah Faktor Pembentuk Tanah Konsep Pembentukan Tanah model proses terbuka tanah merupakan sistem yang terbuka sewaktu-waktu tanah dapat menerima tambahan bahan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR FAKTOR PEMBENTUKAN TANAH Iklim Faktor Lain Topogr afi Tanah Waktu Bahan Induk Organi sme Konsep Pembentukan Tanah Model proses terbuka Tanah merupakan sistem yang terbuka

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01

Klasifikasi Tanah USDA Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Bayu Prasetiyo B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang Bayu Prasetiyo 125 080 500 111 045 B-01 Klasifikasi Tanah USDA 1975 Dr. Ir. Abdul Madjid, MS Salah satu sistem

Lebih terperinci

Bahan diskusi minggu ke-1

Bahan diskusi minggu ke-1 Bahan diskusi minggu ke-1 1. Peta skala besar dan skala kecil? Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1:5000 sampai 1:250.000. Peta skala besar disebut juga sebagai peta yang sangat detail yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Profil Tanah Irisan / penampang tegak tanah yang menampakan semua horizon sampai ke bahan induk; dalam profil tanah, bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

M.K. Dasar-dasar Ilmu Tanah JURUSAN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN - UNPAD

M.K. Dasar-dasar Ilmu Tanah JURUSAN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN - UNPAD M.K. Dasar-dasar Ilmu Tanah JURUSAN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN - UNPAD Materi I PENDAHULUAN Tujuan: Mahasiswa dapat mengetahui: 1. Pengertian/definisi tanah 2. Batas tanah 3. Fungsi tanah 4. Penyusun

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Tanah Profil tanah Tanah yang kita ambil terasa mengandung partikel pasir, debu dan liat dan bahan organik terdekomposisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Seisme/ Gempa Bumi Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi Berdasarkan peta diatas maka gempa bumi tektonik di Indonesia diakibatkan oleh pergeseran tiga lempeng besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH Tanah adalah salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari massa padat, cair, dan gas. Tanah

Lebih terperinci

Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan

Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan Klasifikasi Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Hasundutan Inceptisol Soil Classification OnThe Various Elevationat Sub-District of Lintong Ni Huta, Regency

Lebih terperinci

S K R I P S I OLEH: INGRID OVIE YOSEPHINE ILMU TANAH

S K R I P S I OLEH: INGRID OVIE YOSEPHINE ILMU TANAH KLASIFIKASI TANAH DESA SIHIONG, SINAR SABUNGAN, DAN LUMBAN LOBU KECAMATAN BONATUA LUNASI KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN TAKSONOMI TANAH 2010 S K R I P S I OLEH: INGRID OVIE YOSEPHINE 070303014 ILMU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tanah tidak terlepas dari pandangan, sentuhan dan perhatian kita. Kita melihatnya, menginjaknya, menggunakannya dan memperhatikannya. Kita

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dipergunakan sebagai kriteria pengklasifikasian tidak di

TINJAUAN PUSTAKA. yang dipergunakan sebagai kriteria pengklasifikasian tidak di TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Entisol Berdasarkan sifat dan ciri tanah yang ada menunjukkan bahwa dalam tanah tidak menunjukkan adanya gejala pembentukan horizon penciri, sehingga horizon yang dipergunakan

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

JENIS TANAH KECAMATAN SUMBERBARU KABUPATEN JEMBER

JENIS TANAH KECAMATAN SUMBERBARU KABUPATEN JEMBER JENIS TANAH KECAMATAN SUMBERBARU KABUPATEN JEMBER KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata Satu Jurusan Tanah Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH DI KECAMATAN LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN KEYS TO SOIL TAXONOMY 2014 SKRIPSI OLEH :

KLASIFIKASI TANAH DI KECAMATAN LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN KEYS TO SOIL TAXONOMY 2014 SKRIPSI OLEH : KLASIFIKASI TANAH DI KECAMATAN LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR BERDASARKAN KEYS TO SOIL TAXONOMY 2014 SKRIPSI OLEH : MARTIN BINARTA 110301151 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Andisol Lembang Data sifat fisikokimia tanah Andisol Lembang disajikan pada Tabel 1. Status hara dinilai berdasarkan kriteria yang dipublikasikan oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4.1 Gambaran Umum Wilayah 4.1.1 Tipologi Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kebun percobaan Dulamayo merupakan lahan kering yang termasuk pada DAS Bulango yang sampai saat ini dikelola dan dikembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

DAN TIDAK DlSAWAHRAH $ADA BERBAGWl LERENG DI SEKlTAR CiBINONG

DAN TIDAK DlSAWAHRAH $ADA BERBAGWl LERENG DI SEKlTAR CiBINONG PEIDOGMESIS DAN SIFAT-SIFAT BANAH BISAWANKAN DAN TIDAK DlSAWAHRAH $ADA BERBAGWl LERENG DI SEKlTAR CiBINONG Oleh SUTRISNO A 20. 1659 JURUSAfd TANAH, FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1988 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Tabel 3.1. Ciri-ciri Horison Generik pada klasifikasi tanah. Nilai Indikator Horison O A E B. Indikator

BAB III PERANCANGAN. Tabel 3.1. Ciri-ciri Horison Generik pada klasifikasi tanah. Nilai Indikator Horison O A E B. Indikator BAB III PERANCANGAN Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai perancangan sistem untuk menentukan jenis klasifikasi tanah tanah yang terdiri dari perancangan sistem untuk menentukan Horison Generiknya,

Lebih terperinci

Curah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah

Curah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah Diskusi selanjutnya dibatasi pada wilayah tropika Indonesia, yaitu negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan terbagi menjadi 34 wilayah provinsi dengan jumlah penduduk 251.857.940 jiwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

Citra LANDSAT Semarang

Citra LANDSAT Semarang Batuan/Mineral Citra LANDSAT Semarang Indonesia 5 s/d 7 km 163 m + 2 km QUARRY BARAT LAUT Tidak ditambang (untuk green belt) muka airtanah 163 m batas bawah penambangan (10 m dpl) 75-100 m dpl Keterangan

Lebih terperinci

Please download full document at Thanks

Please download full document at  Thanks SOAL 1. Sebutkan 5 pembentuk tanah! 2. Jelaskan pengaruh bahan induk terhadap tanah yang terbentuk! 3. Jelaskan pengaruh iklim terhadap tanah yang terbentuk! 4. Apa peranan organisme termasuk manusi terhadap

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

BAB 2 KOMPONEN FISIK DAN MORFOLOGI TANAH

BAB 2 KOMPONEN FISIK DAN MORFOLOGI TANAH BAB 2 KOMPONEN FISIK DAN MORFOLOGI TANAH 1. Sifat dasar Akibat pelapukan dan proses penghancuran yang lain, bahan mineral tanah akan menjadi butir primer ( zarah, partikel, butir tunggal) dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran yang cukup luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar

Lebih terperinci

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf

Batuan beku Batuan sediment Batuan metamorf Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari kulit bumi yang dapat kita amati langsung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci