BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 Gambaran Umum Wilayah Tipologi Lahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kebun percobaan Dulamayo merupakan lahan kering yang termasuk pada DAS Bulango yang sampai saat ini dikelola dan dikembangkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo dengan luas sekitar 6 (enam) Ha. Lahan ini terletak pada topografi landai sampai bergunung dengan elevasi sekitar 650 m di atas permukaan laut. Selama ini lahan tersebut telah dimanfaatkan untuk budidaya berbagai tanaman pertanian, terutama jagung. Namun, disamping produktifitasnya yang masih rendah (3,6 ton / ha), juga lahan ini sering mengalami degradasi lahan. Kebun percobaan Dulamayo ini termasuk dalam ekosistem lahan berlereng dengan faktor pembatas yang cukup banyak. Namun, sampai saat ini belum diketahui karakteristik dan potensi lahan setempat, sehingga pengelolaan lahannya belum optimal. Pengelolaan lahan berdasarkan karakteristik dan kualitasnya perlu dilakukan agar faktor pembatas penggunaannya dapat dihilangkan atau diminimalisir. Tabel 4. Luas Lahan Kering di Desa Dulamayo Selatan Menurut Penggunaannya. No Jenis Lahan Kering Luas (Ha) 1. Untuk Bangunan Tegal / Kebun Padang Rumput Kolam 2 5. Hutan Perkebunan Kepentingan Lain 32 Jumlah 2200 Sumber: BP Kec. Telaga Aksesibilitas Kebun Percobaan ini terletak di Desa Dulamayo Selatan Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo dengan luas wilayah 44,5 Km 2, jarak antara desa dulamayo selatan dengan ibukota kecamatan yaitu sekitar 23 Km. Desa ini memiliki sebuah sungai yang diberi nama Sungai Nanati dengan panjang sungai tersebut 3,3 Km dan sebuah gunung dengan nama Gunung Damar.

2 25 PETA LOKASI PENELITAN Kebun Percobaan Dulamayo Desa Dulamayo Selatan Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo km PRD m 0 o 40 LU 41 PRD2 PRD1 KETERANGAN : Batas Kecamatan Sungai Jalan Raya Jalan Kabupaten Pemukiman Ladang Perkebunan Kelapa Kebun Campuran Sawah Irigasi Stasiun Iklim Bulota-Tapa Sawah Tadah Hujan Lokasi Profil Pedon Lokasi Penelitian Sumber Data: Peta Rupa Bumi Lembar Kota Gorontalo Skala 1 : o Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

3 Demografi dan Ketenagakerjaan Desa Dulamayo Selatan memiliki 3 Dusun dengan seorang Kepala Desanya yaitu Bapak Idris Lameo. Berdasarkan kepadatan penduduknya, desa dulamayo selatan memiliki jumlah kepadatan penduduk yang terendah dari semua desa yang ada di Kecamatan Telaga yaitu 29 jiwa per Km 2 dengan jumlah penduduknya secara keseluruhan yaitu 1285 jiwa dan Desa Bulila berada diposisi pertama yaitu jiwa per Km 2. Tabel 5. Jumlah Penduduk Dewasa dan Anak-anak Desa Dulamayo Selatan Dewasa Anak-anak Jumlah L P L P L P Jumlah 1285 Sumber: Pemerintah Desa Data ini diambil berdasarkan data jumlah kepadatan penduduk kecamatan telaga tahun 2010 dengan Jumlah penduduk Kecamatan Telaga pada waktu itu adalah 21,091 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki jiwa dan penduduk perempuan jiwa (Katalog BPS, 2011). Tabel 6. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Desa Dulamayo Selatan. No Jenis Pekerjaan / Lapangan Usaha Jumlah 1. TBM Peternakan Perkebunan Kehutanan Perdagangan Transportasi Pegawai Negeri 5 8. Jasa 26 Jumlah 763 Sumber: Pemerintah Desa Dari sisi ketenagakerjaan, sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Kualitas bangunan rumah yang ada di Desa Dulamayo Selatan untuk bangunan yang permanen ada 63 bangunan dan yang tidak permanen ada 265 bangunan (Katalog BPS, 2011).

4 27 Untuk alat-alat pertanian yang tersedia di Desa ini masih sangat minim, mesin penggerak kegiatan pertanian seperti traktor dan mesin pemberantas hama pengganggu masih belum tersedia disana, yang ada hanya 2 buah pompa air yang digunakan untuk proses pengairan. Di Desa ini terdapat pasar tradisional yang digunakan sebagai akses perdagangan terutama untuk menjual hasil-hasil pertanian (Katalog BPS, 2011).

5 Karakterisasi Morfologi Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kebun Percobaan Dulamayo, bahwa semua pedon di lokasi tersebut tersebar pada tiga toposekuen, yaitu lereng bawah dengan kemiringan lereng 16%, lereng tengah 22% dan lereng atas 25%. Horison permukaan yang terbentuk pada pedon-pedon yang diamati telah mendapat pengaruh pengolahan tanah yang relatif dangkal (Ap) hingga mencapai 15 cm. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kemiringan lereng, terutama pada lereng 16% dan menggunakan alat bantu pengolah tanah berupa bajak sapi dan cangkul yang tingkat kedalamannya tidak konsisten. Sedangkan pada pedon yang berada pada kemiringan lereng 22% dan 25% hanya menggunakan cangkul. Data morfologi dan sifat fisik tanah yang telah diteliti disajikan pada Tabel 10. Disamping itu, sebaran warna matriks pedon berdasarkan toposekuen dan lanskap disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Karakterisasi morfologi tanah, antara lain meliputi; warna tanah, tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi dan pori tanah (Prijono, 2010). Salah satu dari karakterisasi morfologi tanah yaitu warna tanah. Berdasarkan Penelitian di lapangan, Semua pedon lahan kering yang ada di Kebun Percobaan Dulamayo telah berkembang yang dicirikan oleh adanya strukturisasi (Horizon B). Warna matriks tanah tergolong berhue 7,5 YR. pada pedon lereng atas (PRD1) semakin dalam semakin gelap mulai dari kroma 8 dari atas hingga 63 cm dengan kroma 6. Hal ini menunjukkan intensitas pencucian bahan yang cukup tinggi, terutama pencucian bahan organik. Sementara untuk pedon pada lereng tengah dan bawah (PRD2 dan PRD3) justru sebaliknya, semakin ke bawah lapisan semakin terang. Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi penimbunan bahan pada lapisan di atasnya. Nilai kroma yang ditunjukkan dari lapisan permukaan >3 hingga lapisan bawah ( 80 cm) dengan kroma 8. Karatan tidak dijumpai baik pada lapisan permukaan dan maupun lapisan ke bawahnya yang mengindikasikan baiknya drainase tanah atau infiltrasi sangat cepat (Tabel 8). Warna matriks tanah menunjukkan bahwa solum tanah telah berkembang dengan baik dan memberikan petunjuk telah terjadi pelapukan yang cukup tinggi. Horison permukaan (Ap) yang terbentuk pada pedon-pedon yang terpengaruh pengolahan tanah dan horison Bw1 untuk PRD1 umumnya lebih bertekstur lempung

6 29 dengan kelas ukuran butir berlempung halus, kemudian untuk horison Bw2 mempunyai tekstur lempung berliat dengan kelas ukuran butirnya halus dan pada horison BC bertekstur lempung berpasir yang mempunyai kelas ukuran butir berlempung kasar. Selanjutnya untuk PRD2 dan PRD3 lebih jelasnya disajikan dalam Tabel 10. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perbandingan persentase antara fraksi pasir, debu dan liat untuk PRD1 adalah 45% pasir, 30% debu dan 25% liat pada horison permukaan (Ap), 47% pasir, 35 debu, 27% liat untuk Bw1, 29% pasir, 34% debu, 37% liat pada horison Bw2 dan 52% pasir, 36% debu, kemudian 12% liat pada horison BC. Pada pedon yang berada di lereng atas dan tengah (PRD1 dan PRD2) intensif mengalami eluviasi, terutama liat yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase liat dari lapisan permukaan ke lapisan dibawahnya. Sementara pedon pada lereng bawah justru mengalami proses iluviasi, tetapi polanya tidak beraturan. Hal ini cukup beralasan karena disamping proses sedimentasi dari daerah atasnya, juga landform pedon ini yang merupakan teras sungai, sehingga pengaruh pengendapan banjir sungai juga sangat dimungkinkan. Struktur tanah semua horison permukaan dan horison bagian bawah pada setiap pedon yang ada di Kebun Percobaan Dulamayo telah memiliki struktur. Ukuran struktur ini mulai dari halus, sedang sampai kasar dengan tingkat perkembangan belum berkembang lemah sampai kuat. Pada semua pedon lebih didominasi oleh struktur gumpal, tetapi pada lapisan terbawah terdapat struktur prismatik dan kolumnar. Untuk PRD1 pada horison permukaan (Ap) dan horison Bw1 berstruktur gumpal dengan ukuran strukturnya halus, horison Bw2 berstruktur gumpal dengan ukuran strukturnya sedang, dan horison BC mempunyai struktur prismatik dengan ukuran sturkturnya kasar. Selanjutnya untuk PRD2 dan PRD3 lebih jelasnya disajikan dalam Tabel 10. Beragamnya struktur tanah ini dipengaruhi oleh kadar liat pada masing-masing pedon. Menurut Rachim (1994), liat cenderung membentuk struktur gumpal. Hal ini sejalan dengan pernyataan Chesters et al. (1957) sebelumnya bahwa salah satu agen penyemen terpenting sebagai penunjang agregasi adalah koloid liat. Pengaruh liat sebagai agen penyemen terlihat jelas pada semua pedon yang mempunyai struktur gumpal.

7 30 Variasi struktur tanah, baik antar horison, antar pedon dan antar lokasi berpengaruh pada konsistensi tanah dalam keadaan basah. Pada semua pedon konsistensi tanahnya hampir sama, yaitu agak lekat, lekat sampai sangat lekat Konsistensi tanah di semua horison yang demikian erat kaitannya dengan kadar liat sebagai agen pengikat struktur (Chesters et al. 1957). Hal ini didukung oleh pernyataan Rachim (2007) yang menyatakan bahwa tanah yang berkadar liat tinggi cenderung mempunyai konsistensi lekat dan plastis. Penelitian di Lapangan untuk PRD1 menunjukkan bahwa horison permukaan (Ap), Horison Bw1, dan Bw2 mempunyai konsistensi yang agak lekat dan horison BC tidak lekat, kemudian PRD2 untuk horison permukaan, Bw1, Bw2, dan Bw3 konsistensinya lekat dan horison BC sangat lekat, konsistensi PRD3 untuk Ap, Bw1, Bw2, dan Cr berturut-turut yaitu agak lekat, lekat, sangat lekat dan tidak lekat.

8 31 Tabel 7. Sifat Morfologi dan Fisik Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo Horison Kedalaman (cm) Warna Lembab Konsistensi Tekstur (%) Batas Struktur Matriks (Basah) Pasir Debu Liat Kelas Tekstur Kelas Ukuran Butir Koordinat PRD1 N E Ap ,5 YR 6/8 cs 1 f ab ss Lempung Berlempung Halus Bw ,5 YR 5/6 gs 1 f ab ss Lempung Berlempung Halus Bw ,5 YR 4/6 ds 1 m ab ss Lempung Berliat Halus BC 63 7,5 YR 4/6 cw 1 c p so Lempung Berpasir Berlempung Kasar PRD2 N E Ap ,5 YR 3/3 gs 1 f ab s Lempung Berlempung Halus Bw ,5 YR 3/4 cs 1 f ab s Lempung Berlempung Halus Bw ,5 YR 4/6 ds 1 f ab s Lempung Berliat Berlempung Halus Bw ,5 YR 4/6 cw 1 f ab s Liat Berpasir Halus BC ,5 YR 5/6 ds 0 vs Liat Berpasir Halus PRD3 N E Ap ,5 YR 3/4 as 1 f ab ss Lempung Liat Berpasir Berlempung Kasar Bw ,5 YR 4/6 aw 1 f ab s Lempung Liat Berpasir Berlempung Halus Bw ,5 YR 5/6 dw 1 f ab vs Lempung Liat Berpasir Berlempung Kasar Cr 65 7,5 YR 6/8 dw 3 c p so Liat Berpasir Berlempung Halus Keterangan: cs=jelas rata; gs=berangsur rata; ds=baur nyata; cw=jelas berombak; aw=nyata berombak; as=nyata rata; f=halus, m=sedang, c=kasar; ab=gumpal, p=prismatik; vs=sangat lekat; ss=agak lekat;so=tidak lekat;s=lekat.

9 Elevasi 32 PRD3: Elevasi=±372 =16% PRD2: Elevasi=±453 =22% PRD1: Elevasi=±549 =25% Krotofinas m dpl m Jarak Horisontal Gambar 2. (a) Lokasi dan Posisi Relief setiap Pedon Pewakil dalam Toposekuen dan (b) Profil Formasi Geologinya

10 33 7,5 YR 3/4 SCL / CoL 7,5 YR 4/6 SCL / FL 7,5 YR 5/6 SCL / CoL 7,5 YR 6/8 SC / FL 7,5 YR 3/3 L / FL 7,5 YR 3/4 L / FL 7,5 YR 4/6 CL / FL 7,5 YR 4/6 SC / F 7,5 YR 6/8 L / FL 7,5 YR 5/6 L / FL 7,5 YR 4/6 CL / F 7,5 YR 4/6 SL / CoL 7,5 YR 5/6 SC / F KETERANGAN: L=lempung; CL=lempung berliat; SL=lempung berpasir; SC=liat berpasir; SCL=lempung liat berpasir; F=halus; FL=berlempung halus; CoL=berlempung kasar. Gambar 3. Sebaran Warna Matriks, Tekstur dan Besar Butir Pedon Berdasarkan Toposekuen di Kebun Percobaan Dulamayo

11 34 PRD1 PRD2 PRD3 Koordinat: Koordinat: Koordinat: N N N E E E Gambar 4. Profil Pedon PRD1, PRD2, dan PRD3 beserta Lanskapnya di Kebun Percobaan Dulamayo Desa Dulamayo Selatan Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

12 35 Tabel 8. Laju Infiltrasi di Kebun Percobaan Dulamayo Infiltrasi I terkoreksi (I=Q/A) Kriteria Kapasitas Infiltrasi I (cm/jam) PRD1 PRD2 PRD Sangat Cepat Sangat Cepat Sangat Cepat Tabel diatas menunjukkan bahwa laju infiltrasi dari setiap pedon di Kebun Percobaan Dulamayo untuk PRD1 27,8 cm/jam, PRD2 28,2 cm/jam dan PRD3 30,1 cm/jam tergolong sangat cepat. Menurut Hanafiah (2005), laju infiltrasi akan sangat tergantung oleh permeabilitas tanah. Berikut adalah kriteria kelas permeabilitas tanah, yaitu: sangat lambat untuk <0,125 cm/jam; lambat untuk 0,125-0,5 cm/jam; agak lambat untuk 0,5-1,6 cm/jam; sedang untuk 1,6-5 cm/jam; agak cepat untuk 5-16 cm/jam; cepat untuk cm/jam; dan sangat cepat untuk >25 cm/jam. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Tekstur pedon lahan kering didominasi oleh lempung. Pada horison-horison bagian atas pada umumnya lebih halus dibanding horison bagian bawah. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi proses eluviasi dan iluviasi (liksiviasi) liat halus, walaupun masih lemah dan setiap pedon belum dijumpai adanya selaput liat (clay skins), tetapi belum sampai terbentuk horison argilik. Pengangkutan lain proses ini belum begitu penting. Umumnya sebaran fraksi liat dalam solum pada pedon lereng atas dan bawah relatif beraturan yang menunjukkan sifat dari zona pencucian. aturun sesuai kedalaman. Hal ini merupakan salah satu sifat dari bahan endapan. Kondisi tersebut sesuai dengan formasi geologinya yang termasuk formasi Diorit Bone (Apandi dan Bachri 1997). 4.3 Sifat Kimia Tanah Dalam pelaksanaan penelitian ini, analisis sifat kimia tanah mengarah pada penciri klasifikasi, indikator kesuburan tanah dan juga membantu mengetahui proses pedogenesis yang terjadi dalam tanah. Penilaiannya didasarkan pada kriteria Staf

13 36 Peneliti Pusat Penelitian Tanah (1983). Hasil analisis sifat kimia tanah di Kebun Percobaan Dulamayo sebagian disajikan pada pada Tabel 9. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa di kebun percobaan Dulamayo mempunyai reaksi tanah yang umumnya masam sangat kuat sampai agak masam, dengan nilai ph mulai dari ph >4,16-<6,28 (Soil Survey Division Staff 1993). Dalam hal ini, di daerah penelitian merupakan tempat pencucian basa dan lebih tampak pada tanah yang berdrainase baik. Perbedaannya yang menonjol juga yaitu dari nilai ph pedon PRD1 dan PRD3 (lereng atas dan lereng bawah) yang lebih rendah dari pedon PRD2 (lereng tengah). Hal ini membuktikan bahwa pencucian lebih intensif pada lereng atas jika terjadi hujan karena drainasenya lebih baik.

14 37 Tabel 9. Sifat Kimia Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo Pedon Kedalaman (cm) ph(1:5) Hasil analisis dihitung berdasarkan contoh tanah kering 105 o C Bahan Organik Eks. HCl 25 % Bray I Ekstrak Amonium asetat ( CH 3 COONH 4 ) 1 M ph 7 Eks. KCl 1 M H 2 O KCl C N C/N P 2 O 5 K 2 O P 2 O 5 K Ca Mg Na Jumlah KTK KB Al H % mg/kg mg/kg cmol(+)/kg % cmol(+)/kg PRD ,46 4,51 1,23 0, ,27 0,06 8,51 5,79 0,14 14,50 13,53 >100-0,04 PRD ,44 4,57 0,54 0, ,05 0,17 11,24 7,14 0,10 18,66 16,72 >100-0,04 PRD ,28 5,53 1,85 0, ,57 0,48 15,04 4,36 0,05 19,93 16,90 >100-0,06 PRD ,93 4,54 0,47 0, ,05 0,15 9,83 4,97 0,06 15,02 15, ,06 0,04 PRD ,54 3,73 1,32 0, ,21 0,21 4,83 2,21 0,06 7,32 13, ,70 0,05 PRD ,16 3,66 0,67 0, ,32 0,15 4,56 1,64 0,05 6,40 14, ,91 0,04 - = tidak terukur

15 38 Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 9 bahwa pada setiap pedon dari kedalaman yang berbeda yaitu pada horizon permukaan dan horizon B nilai dari ph KCl lebih rendah daripada ph H 2 O. Menurut Suharta (2007), nilai ph KCl yang lebih rendah dari ph H 2 O menunjukkan tanah-tanah ini didominasi oleh mineral liat bermuatan negatif. Semua pedon yang diteliti di Kebun Percobaan Dulamayo mempunyai ph negatif hal ini tampak dari selisih nilai ph KCl dan ph H 2 O ( ph), sehingga semua pedon yang diteliti bermuatan bersih negatif. Tanah ini telah mengalami pelapukan yang cukup lanjut, hal ini disebabkan karena intensifnya pencucian yang ditunjukkan oleh nilai ph tanah yang masam sangat kuat sampai agak masam. Pola sebaran C-organik pada umumnya cenderung tinggi di permukaan dan menurun secara drastis pada horison B, yaitu pada PRD1 1, PRD2 1, PRD3 1 (horizon permukaan) berturut-turut yaitu 1.23, 1.85, dan 1.32 kemudian menurun menjadi 0.54, 0.47 dan 0.67 pada PRD1 2, PRD2 2, dan PRD3 2. Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar pedon mempunyai kandungan C-organik relatif rendah (>1,0%-<2,0%). Pada horison permukaan semua pedon masih ditemukan kandungan C-organik yang rendah (1,0-2,0%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan C-Organik di daerah penelitian tergolong rendah, hal ini merupakan pola umum tanah yang telah berkembang. Basa-dd pada semua pedon yang diteliti yang tertera pada Tabel 9 menunjukkan bahwa basa yang dominan adalah kalsium (Ca-dd) sebanyak 4,56-15,74 me 100 g -1 dan tergolong rendah sampai sangat tinggi. Dominasi Ca dan Mg dalam suatu tanah merupakan salah satu ciri dari tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkan (Prasetyo et al. 2005). Berdasarkan jumlahnya, maka basa-dd dapat disajikan sesuai deret: Ca>Mg>K>Na. Rendah sampai tingginya basa-dd disebabkan oleh tingkat pencucian basa-basa yang tinggi mengingat tekstur tanah dominan halus, bahan induk yang miskin sumber hara. Fraksi pasir di semua pedon memiliki hornblende (hijau dan coklat), dan hiperstin yang merupakan sumber Ca dan Mg (Lampiran 4).

16 39 Kapasistas tukar kation (KTK) untuk semua pedon lahan kering ini tergolong rendah (Tabel 9). Beberapa faktor yang mempengaruhi KTK diantaranya adalah bahan organik dan jenis mineral liat (Prasetyo et al. 2007). Semua pedon mempunyai kadar C-organik yang rendah, sehingga yang paling berpengaruh terhadap KTK adalah jenis mineral, terutama kaolinit, dan iilit (Tabel 8). Diantara ke tiga pedon lahan kering, hanya pedon PRD3 yang mempunyai nilai KTK paling rendah (14,36 me 100 g -1 ). Sedangkan pedon yang paling tinggi adalah PRD2 sebesar 16,27 me 100 g -1 yang masih tergolong rendah. Kejenuhan basa (KB) merupakan salah satu indikator kesuburan tanah. Pedon pada lereng atas dan tengah menunjukkan dominasi KB yang sangat tinggi. Sedangkan pedon pada lereng bawah justru hanya sedang saja. Kadar P 2 O 5 tanah yang diekstrak dengan HCl 25% (P potensial) tergolong sangat tinggi, sementara yang diekstrak dengan metode Bray 1 (P tersedia/aktual) menunjukkan kecenderungan sangat rendah. Sedangkan untuk kadar K 2 O tanah yang diekstrak dengan HCl 25% (K Potensial) tergolong tinggi sampai sangat tinggi. Tingginya kadar K 2 O ini diduga disebabkan oleh cukup tersedianya mineral sumber K dalam tanah. Mengacu pada nilai KTK, P 2 O 5, K 2 O, jumlah basa dan KB, tanah yang diteliti menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah. Nilai-nilai tersebut mencirikan tanah yang sudah tua. Hal ini sesuai dengan umur bahan induk Diorit pada Miosen Tersier Akhir. Mineral fraksi pasir membantu mengetahui komposisi dan cadangan mineral yang ada dan menduga jenis bahan induk tanah (Hardjowigeno 1993 dan Rachim 2007). Hasil analisis mineral fraksi pasir pada pedon lahan kering pewakil disajikan pada Lampiran 4. Pada semua pedon umumnya telah banyak kehilangan mineral mudah lapuk (MML) yang ditunjukkan oleh persentasenya <60%. Mineral fraksi pasir pada pedon yang terletak di lereng atas relatif telah mengalami pelapukan lebih intensif dibandingkan pedon yang terletak di lereng tengah dan bawah karena dominasi MSL (mineral sukar lapuk), terutama opak, kuarsa dan fragmen batuan.

17 40 Pada pedon PRD2 dan PRD3, kandungan MML lebih tinggi persentasenya (33% dan 25%) dibandingkan pedon PRD1 (11,5%) yang didominasi oleh epidot (Lampiran 4). Epidot ini merupakan sebagian kecil hasil pelapukan plagioklas bersama dengan kuarsa, pirit dan kalsit (Merchant 1978). Hal ini menunjukkan bahwa semua pedon di daerah penelitian awalnya mengandung mineral plagioklas yang telah mengalami pelapukan, sehingga telah habis sama sekali. 4.4 Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Pembentukan Profil Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo Di daerah penelitian, proses pembentukan profil tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu; iklim, bahan induk, topografi, waktu dan aktifitas manusia. Faktor organisme dalam hal ini tidak dipertimbangkan lagi dengan asumsi bahwa organisme yang ada saat ini telah mengalami suksesi karena pengaruh manusia. Tabel 10. Faktor-Faktor Utama Pembentuk Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo Faktor Pembentuk Lokasi Tanah PRD1 PRD2 PRD3 Iklim (cl): Suhu ( o C) Curah Hujan (mm) Bahan induk (pm) Diorit Diorit Diorit Umur (t) Miosen Akhir Epoch Tersier Miosen Akhir Epoch Tersier Miosen Akhir Epoch Tersier Topografi (r) Bergunung Bergunung Bergunung Manusia (h) 1x tanam / tahun 1x tanam / tahun 1x tanam / tahun Semua tanah yang diteliti di lapangan berada di sekitar garis khatulistiwa (equator) pada posisi 0 o LU dan 123 o BT dimana iklim sangat mempengaruhi pelapukan mineral, kondisi ini terlihat dari suhu yang tinggi (28,63 o C) dengan curah hujan sedang (1.245 mm), setelah iklim yang sangat mempengaruhi berikutnya adalah bahan induk tanah yang berasal dari volkan tua masam dengan formasi diorit dan keadaan topografi yang bergunung dengan kemiringan lereng 16% untuk lereng

18 41 atas, 22% untuk lereng tengah dan 25% untuk lereng atas, dari kelima faktor tersebut (Tabel 10) tiga faktor yaitu iklim, topografi dan bahan induk adalah faktor yang paling mempengaruhi proses pembentukan tanah di lokasi penelitian. Menurut Firdausy (2011), iklim merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan tanah. Setiap tempat pada waktu tertentu memiliki temperatur, suhu udara, tekanan udara, kelembaban, keadaan awan, dan presipitasi yang relatif berbeda. Tabel 11. Neraca Air di Stasiun Bulota-Tapa dan Sekitarnya Komponen Iklim Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rataan P (mm) 113,49 90,51 157,61 161,63 144,65 87,90 85,49 31,01 34,20 97,41 124,53 116, ,77 PE (mm) 65,79 44,31 101,09 104,30 90,72 42,74 41,29 8,61 10,52 48,45 74,62 68, ,40 PE-75% (mm) PE-50% (mm) 49,34 33,23 75,82 78,23 68,04 32,06 30,97 6,45 7,89 36,33 55,97 51, ,80 32,90 22,15 50,54 52,15 45,36 21,37 20,65 4,30 5,26 24,22 37,31 34, ,20 t ( o C) 28,33 28,35 28,53 28,85 29,01 28,38 28,11 28,34 28,73 29,33 28,91 28, ,63 RH (%) 89,08 87,98 88,23 87,55 87,55 87,81 85,93 81,09 78,23 81,71 87,24 88, ,93 λ (%) 62,29 62,25 60,66 66,37 71,60 63,14 68,39 75,61 77,79 76,02 64,59 63, ,69 Etp (mm) 153,70 138,90 153,70 157,00 153,70 149,30 153,70 161,60 149,30 161,60 149,30 153, ,96 Etp-75% (mm) Etp-50% (mm) 115,28 104,18 115,28 117,75 115,28 111,98 115,28 121,20 111,98 121,20 111,98 115, ,72 76,85 69,45 76,85 78,50 76,85 74,65 76,85 80,80 74,65 80,80 74,65 76, ,48 Sumber: Stasiun Iklim Bulota-Tapa selang pengamatan 7 tahun ( ). Berdasarkan Data Iklim yang diambil dari Stasiun Bulota-Tapa, tampaknya rata-rata curah hujan bulanan tergolong bulan lembab (Tabel 11). Hanya terdapat 6 bulan kering (P<100 mm) tanpa bulan basah (P>200 mm), selanjutnya dengan melihat sebaran suhu dan panjang penyinaran matahari, serta kelembaban relatif maka diduga proses pelapukan dan disintegrasi butiran relatif intensif, hal ini ditunjukkan oleh pecahan-pecahan dan pengelupasan butiran yang dijumpai di lapangan. Pengaruh curah hujan menyebabkan pencucian meningkat, sehingga basa-

19 42 basa menurun. Di samping itu, muka air tanah yang dalam (>100 cm) menyebabkan infiltrasi dan perkolasi air menjadi sangat cepat. Salah satu yang menentukan keberadaan bahan induk tanah adalah opak. Menurut Rachim (1994), opak merupakan mineral tidak tembus cahaya, sehingga di mikroskop berwarna hitam, biasanya magnetit atau dapat juga konkresi besi. Di daerah penelitian, opak ditemukan pada semua pedon. Data mineral fraksi pasir ini memberikan petunjuk bahwa kuarsa dan mineral resisten lainnya sumbernya in situ yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase kuarsa dan mineral lainnya diikuti oleh rendahnya magnetit (opak). Hal ini sejalan dengan laporan Apandi dan Bachri (1997) bahwa wilayah penelitian terdiri dari formasi Diorit Bone yang diantaranya terdiri Diorit Kuarsa, Diorit, Granodiorit, dan granit. Dengan demikian, maka jenis mineral tergantung bahan yang dierosikan. Selain opak menurut Hardjowigeno (1993) dan Rachim (2007), mineral fraksi pasir juga membantu mengetahui komposisi dan cadangan mineral yang ada dan menduga jenis bahan induk tanah. Hasil analisis mineral fraksi pasir pada pedon lahan kering pewakil disajikan pada Tabel 8. Jadi dari hasil penelitian yang dilakukan, bahwa keadaan bahan induk yang ada di kebun percobaan dulamayo termasuk kedalam volkan masam tua, kemudian baik pada PRD1, PRD2, dan PRD3 semuanya termasuk dalam formasi Diorit. Topografi di daerah Dulamayo, tepatnya di lokasi penelitian pada umumnya bertopografi yang relatif bergunung sebagai daerah torehan yang penting sebagai lokasi pencucian dan pengangkutan basa-basa, sehingga ph umumnya lebih bersifat masam yang memungkinkan terbentuknya mineral 1 : 1. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa batas antara horison permukaan (Ap) dan horison Bw pada semua pedon yang diteliti bervariasi, yaitu jelas, nyata, berangsur dan baur dengan topografi permukaan rata sampai berombak. Namun, lebih dominan topografi permukaannya rata. Sedangkan batas horison antara horison Bw dan BC terlihat juga baur sampai jelas dengan topografi permukaan keseluruhan rata. Karena lahan ini bertopografi landai sampai bergunung dengan elevasinya 650 m dpl. Hal ini

20 43 memungkinkan terjadinya erosi sehingga mempengaruhi proses pengendapan ataupun penimbunan pada teras sungai. Pedon pada lereng bawah mengalami proses iluviasi dengan pola yang tidak beraturan. Hal ini cukup beralasan karena disamping proses sedimentasi dari daerah atasanya, landformnya pada pedon ini sebagai teras sungai. Untuk itu, keadaan topografi pada lahan percobaan ini merupakan salah satu faktor utama yang sangat mempengaruhi pembentukan profil tanah. Jika dilihat dari segi waktu yakni umur daripada proses pembentukan tanah di lokasi penelitian sudah relatif tua yaitu terjadi sekitar zaman Miosen Akhir atau Epoch Tersier, hal ini mengacu pada nilai KTK, P 2 O 5, K 2 O, jumlah basa dan KB, tanah yang diteliti menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah (Tabel 9). Nilai-nilai tersebut mencirikan tanah yang sudah tua yaitu sesuai dengan umur bahan induk Diorit pada Miosen Tersier Akhir. Menurut Lasantha (2012), zaman Miosen merupakan bagian dari masa Kenosoikum yang digolongkan sebagai masa kehidupan modern yaitu sekitar 5,1 juta tahun yang lalu, dimana proses pembentukan tanah di lokasi tersebut berasal dari bahan induk yang termasuk kedalam volkan tua masam yang terbentuk dalam formasi Diorit. Aktifitas yang dilakukan manusia dalam hal ini petani dalam hal mengelola tanah dengan teknik bertani, intensitas penanaman dan pola tanam yang berbeda akan mempengaruhi proses genesis atau pembentukan tanah di daerah ini. Di lokasi ini sudah berlangsung satu kali musim tanam yang pernah dilakukan. 4.5 Klasifikasi Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo menurut Sistem Klasifikasi Tanah Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Lapangan, tanah di Kebun Percobaan Dulamayo dapat diklasifikasikan menurut Sistem Klasifikasi Tanah Pusat Penelitian Tanah Bogor, yaitu:

21 44 Untuk PRD1 (Lereng Atas) Jenis Tanah (Greatgroup) : Mediteran Macam Tanah (Subgroup) : Mediteran Ustik Rupa (Famili) : Mediteran Ustik, tekstur halus, drainase baik Untuk PRD2 (Lereng Tengah) Jenis Tanah (Greatgroup) : Mediteran Macam Tanah (Subgroup) : Mediteran Ustik Rupa (Famili) : Mediteran Ustik, tekstur halus, drainase baik Untuk PRD3 (Lereng Bawah) Jenis Tanah (Greatgroup) : Podsolik Macam Tanah (Subgroup) : Podsolik Ustik Rupa (Famili) : Podsolik Ustik, berlempung kasar, drainase baik Klasifikasi tanah pada pedon PRD1 dan PRD2 menunjukkan persamaan sampai pada tingkat seri antara pedon yang terletak di lereng atas (PRD1) dan pedon di lereng tengah (PRD2). Sedangkan pedon yang terletak di lereng bawah (PRD3) relatif sama sampai pada tingkat seri, kecuali perbedaannya yang nyata dalam tingkat rupa yaitu pada jenis tanah dan kelas ukuran besar butir tanahnya yang berbeda. Berdasarkan data iklim daerah penelitian yang disesuaikan dengan kondisi aktual lapang masing-masing pedon, maka di daerah penelitian tergolong rejim kelembaban tanah ustik. Sedangkan berdasarkan data suhu dari stasiun iklim BMKG Bandara Djalaludin Isimu, maka hanya dijumpai rejim suhu tanah isohiperhtermik. Beberapa contoh hasil perhitungan rejim kelembaban dan suhu tanah di daerah penelitian dengan alat bantu program Newhall Simulation Model (NSM). Klasifikasi tanah sampai pada tingkat famili tanah di daerah penelitian tertera pada Tabel 12 dan Gambar 5.

22 45 Tabel 12. Padanan Klasifikasi Tanah pada Tingkat Famili menurut Sistem Taksonomi Tanah di Daerah Penelitian Pedon Topografi/Elevasi Famili Tanah menurut Sistem Taksonomi Tanah (m dpl) (Soil Survey Staff 2010) PRD1 Bergunung/549 Typic Kanhaplustalfs, halus, kaolinitik, isohipertermik PRD2 Bergunung/453 Typic Kanhaplustalfs, halus, kaolinitik, isohipertermik PRD3 Bergunung/372 Typic Kanhaplustults, berlempung kasar, kaolinitik, isohipertermik Pedon PRD1 yang terletak pada posisi lereng atas memiliki horison kandik dan tebal lapisan 29 cm dengan batas di atasnya di dalam 63 cm dari permukaan tanah mineral. Kadar liat rata-rata terbobot 26% dalam fraksi tanah halusnya antara permukaan tanah dan kedalaman 18 cm atau dalam horison Ap, serta 25% liat dalam fraksi tanah halusnya pada semua horison antara kedalaman 18 cm dan 50 cm. Kejenuhan basa 35% Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka pedon PRD1 diklasifikasikan sebagai Mediteran Ustik, bertekstur halus, drainase baik. Pedon PRD2 yang terletak pada posisi lereng tengah memiliki horison kandik dan tebal lapisan 27 cm dengan batas di atasnya di dalam 80 cm dari permukaan tanah mineral. Kadar liat rata-rata terbobot 27% dalam fraksi tanah halusnya antara permukaan tanah dan kedalaman 18 cm atau dalam horison Ap, serta 33% liat dalam fraksi tanah halusnya pada semua horison antara kedalaman 18 cm dan 50 cm. Kejenuhan basa 35% Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka pedon PRD2 diklasifikasikan sebagai Mediteran Ustik, bertekstur halus, drainase baik. Pedon PRD3 yang terletak pada posisi lereng bawah memiliki horison kandik dan tebal lapisan 27 cm dengan batas di atasnya di dalam 80 cm dari permukaan tanah mineral. Kadar liat rata-rata terbobot 19% dalam fraksi tanah halusnya antara permukaan tanah dan kedalaman 18 cm atau dalam horison Ap, serta 25% liat dalam fraksi tanah halusnya pada semua horison antara kedalaman 18 cm dan 50 cm. Kejenuhan basa <35% Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka pedon PRD3 diklasifikasikan sebagai Podsolik Ustik, berlempung kasar, drainase baik.

23 Elevasi 46 Mediteran Ustik, bertekstur halus, drainase baik m dpl 600 Podsolik Ustik, berlempung kasar, drainase baik Mediteran Ustik, bertekstur halus, drainase baik PRD1: Elevasi=±549 =25% PRD2: Elevasi=±453 =22% 300 PRD3: Elevasi=±372 =16% 200 m Jarak Horisontal Gambar 5. Seri Tanah setiap Pedon serta lokasi, elevasi dan kemiringan lereng dari setiap Pedon Pewakil dalam Toposekuen

24 47 Tampaknya klasifikasi tanah pedon PRD1 dan PRD2 menunjukkan persamaan sampai pada tingkat Seri antara pedon yang terletak di lereng atas (PRD1) dan pedon di lereng tengah (PRD2). Sedangkan pedon yang terletak di lereng bawah (PRD3) relatif sama sampai tingkat seri, kecuali perbedaan yang nyata dalam famili dan seri tanah berupa kelas ukuran besar butir dan ordo tanahnya yang berbeda. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengelolaan tanah selanjutnya mengacu pada nama yang ditunjukkan oleh masing-masing pedon. Bahkan, Rachim (2003) menyatakan bahwa perbedaan nama yang ditunjukkan oleh setiap jenis tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

TUJUAN PEMBELAJARAN : Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan INTERPRETASI DATA SURVEI TANAH INTERPRETASI DATA TANAH TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Memahami tujuan, prinsip dan cara 2 Interpretasi Data Tanah 2. Mengenal dan bisa membedakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknolog, FAPERTA. UNG 1 2. Dosen Pengajar Jurusan Agroteknologi FAPERTA. UNG

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknolog, FAPERTA. UNG 1 2. Dosen Pengajar Jurusan Agroteknologi FAPERTA. UNG 1. Mahasiswa Jurusan Agroteknolog, FAPERTA. UNG 1 KARAKTERISTIK DAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN PT GORONTALO SEJAHTERA MINING DESA HULAWA KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Abdul Karim

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun LMPIRN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Salak BM Periode Tahun 20012010 Bln Jan Feb Mar pr Mei Jun Jul gs Sep Okt Nov Des THN 2001 226 168 277 200 103 117 258 223 532 283 369

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan terdahulu dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan tekstur tanah dan elevasi, tidak menyebabkan perbedaan morfologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Proses Geomorfik Proses geomorfik secara bersamaan peranannya berupa iklim mengubah bahan induk dibawah pengaruh topografi dalam kurun waktu tertentu menghasilkan suatu lahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi No Tahun Bulan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 1987 206 220 368 352 218 17 34 4 62 107 200 210 1998 2 1989 183 198 205 301 150

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan)

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan) Deskripsi Pedon KB 61 (SPT7) Seri Pucungsatu, Typic Melanudands, berabu di atas berlempung, isotermik Kode Profil : KB 61 Lokasi : 4 km Utara Desa Bulukerto Koordinat : 671496mE; 9137140 mn Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang 21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Kegiatan penambangan menyebabkan perubahan sifat morfologi tanah seperti tekstur, konsistensi, struktur, batas antar lapisan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Lahan Kering Iklim merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang penting dan secara langsung mempengaruhi proses pelapukan bahan induk dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR FAKTOR PEMBENTUKAN TANAH Iklim Faktor Lain Topogr afi Tanah Waktu Bahan Induk Organi sme Konsep Pembentukan Tanah Model proses terbuka Tanah merupakan sistem yang terbuka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 4. Lahan Kebun Campuran di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 5. Lahan Kelapa Sawit umur 4 tahun di Kawasan Hulu DAS Padang Gambar 6. Lahan Kelapa Sawit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG Asep Mulyono 1, Dedi Mulyadi 2, dan Rizka Maria 2 1 UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana Liwa LIPI E-mail: asep.mulyono@lipi.go.id

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT This study is aimed at identifyimg the characteristics

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan di lahan pasir pantai Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Lokasi penelitian berada di wilayah Desa Mangun Jaya Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Desa ini terletak kurang lebih 20 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka dari hasil-hasil survei dan pemetaan tanah LREPP II yang tersedia di arsip data base Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 02: MORFOLOGI TANAH Profil Tanah Irisan / penampang tegak tanah yang menampakan semua horizon sampai ke bahan induk; dalam profil tanah, bagian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur

Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur Klasifikasi Dan Pemetaan Famili Tanah Berdasarkan Sistem Taksonomi Tanah di Desa Penatih Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur IDA AYU SRI MAS ARY SUSANTHI I MADE MEGA *) KETUT SARDIANA Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor LAMPIRAN 147 148 Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor Sifat kimia Nomor ph(1:5) Hasil analisis dihitung berdasarkan contoh tanah kering

Lebih terperinci

Mg dpt. ditukar. Na dpt. ditukar. K dpt. ditukar KTK NH 4 OA C

Mg dpt. ditukar. Na dpt. ditukar. K dpt. ditukar KTK NH 4 OA C Deskripsi Pedon P 01 Seri Poncokusumo, typic udipsamments, skeletal-berpasir, isohipertermik Kode Profil : P 01 : Desa Poncokusumo, Kecamatan Poncokusumo Koordinat : 700374 me; 9109160mN Vegetasi : pinus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana

TINJAUAN PUSTAKA. Tingkat Perkembangan Tanah. daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana TINJAUAN PUSTAKA Tingkat Perkembangan Tanah Mohr dan Van Baren mengenal 5 tahap dalam perkembangan tanah di daerah tropika: 1. Tahap awal bahan induk yang tidak terkikis; 2. Tahap yuwana pengikisan telah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai Maret 2017 di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Laboratorium

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

PENULISAN LAPORAN FIELDWORK & UAP PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

PENULISAN LAPORAN FIELDWORK & UAP PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN PENULISAN LAPORAN FIELDWORK & UAP PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN Ketentuan : 1. Laporan survei disusun secara berkelompok 2. Laporan diketik tanpa ada copy paste 3. Revisi Laporan dalam bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Tektur Tanah = %pasir, debu & liat dalam tanah Tektur tanah adalah sifat fisika tanah yang sangat penting

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari hingga Mei 2017 di Kecamatan Playen yang terletak di Kabupaten Gunungkidul serta Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Kecamatan Wuryantoro merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Wonogiri,

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS 2018 TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS Sudarto, Aditya Nugraha Putra & Yosi Andika Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL) 9/4/2018 TUGAS SURVEI TANAH

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah dan Laboraturium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa.

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. LAMPIRAN 113 114 115 Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. Titik Pengamatan ke-1 (L1) No Kedalaman (cm)

Lebih terperinci

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah Tabel Lampiran 1. Penilaian struktur tanah Tipe struktur Kode Granular sangat halus (very fine granular) 1 Granular halus (fine granular) 2 Granular sedang dan kasar (medium, coarse granular) 3 Gumpal,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di 7 lokasi lahan kering di daerah Kabupaten dan Kota Bogor yang terbagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan perbedaan

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR

PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR Profil dan Solum Tanah Profil Tanah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri aas lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk Solum Tanah bagian dari profil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah IV. PEMBAHASAN UMUM Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, di samping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Budidaya Singkong Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Karawang merupakan wilayah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Ketiga lokasi tersebut dipilih karena

Lebih terperinci