REPRODUKSI DAN REKRUITMEN KARANG SCLERACTINIA: KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REPRODUKSI DAN REKRUITMEN KARANG SCLERACTINIA: KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 Sumber: Imam Bachtiar Pusat Penelitian Pesisir dan Laut (P3L), Universitas Mataram, Sebagian dari tulisan ini dipublikasikan di: Bachtiar, I. (2003). Reproduksi seksual karang scleractinia: telaah pustaka (Reproduction of scleractinian corals: a review). Biota 8(3): REPRODUKSI DAN REKRUITMEN KARANG SCLERACTINIA: KAJIAN PUSTAKA 1. Pendahuluan Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang sangat penting di Indonesia, seperti pentingnya hutan tropis. Pada saat ini laju perusakan terumbu karang jauh di atas laju pemulihannya secara alami, maka rehabilitasi terumbu karang sudah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, seperti yang terjadi pada reboisasi hutan. Karang scleractinia, atau karang batu atau karang hermatipik, merupakan komponen terumbu karang yang paling penting. Karena itu, di dalam upaya rehabilitasi terumbu karang, pengetahuan tentang reproduksi dan rekruitmen karang scleractinia merupakan dua pengetahuan dasar yang sangat penting. Reproduksi karang scleractinia, selanjutnya secara ringkas disebut repruduksi karang, merupakan salah satu topik dari biologi laut yang sangat kurang dipahami, terutama di Indonesia. Hal ini disebabkan sebagian karena kurangnya penelitian tentang reproduksi karang, sangat sedikitnya jurnal biologi laut yang tersedia, serta kemampuan Bahasa Inggris mahasiswa dan ilmuwan Indonesia yang kurang. Ketiga faktor tersebut telah membuat pemahaman mahasiswa dan sebagian peneliti Indonesia tentang reproduksi karang banyak yang ketinggalan jaman atau telah kedaluarsa. Pada saat ini masih banyak peneliti karang Indonesia yang menyatakan bahwa sebagian besar karang adalah diocious (berumah dua) dan mengeluarkan larva planulla ketika memijah. Pemahaman ini mareka dapatkan dari buku teks biologi laut yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Memang sebagian buku tersebut terbit pada tahun 1995-an, tetapi buku-buku tersebut sebenarnya telah diterbitkan sebelum tahun 1984, dalam teks aslinya Bahasa Inggris. Di dalam tahun , terjadi revolusi besar dalam pemahaman manusia tentang reproduksi karang. Tidak adanya akses pada jurnal-jurnal biologi laut, baik karena tidak tersedianya jurnal maupun karena kemampuan bahasa, membuat pengetahuan sebagian peneliti Indonesia tentang reproduksi karang tersebut telah tertinggal jaman. Telaah pustaka ini dimaksudkan untuk memberikan penyegaran fakta-fakta tentang reproduksi karang di seluruh dunia dan beberapa tambahan data dari Indonesia. Salah satu masalah besaar dalam menemukan data reproduksi karang di Indonesia bukan hanya

2 sedikitnya jumlah peneliti reproduksi karang, tetapi juga kurangnya publikasi, sehingga pengetahuan yang sangat sedikit tersebut menjadi lebih sedikit lagi. 2. Reproduksi Seksual Karang Pola dan tipe reproduksi karang sangat beragam. Sebagian besar karang adalah monocious (hermaprodit), sebagian yang lain adalah diocious. Dari 210 spesies yang telah diteliti reproduksinya, 143 spesies di antaranya hermaprodit (Richmond and Hunter 1990). Di antara karang-karang tersebut, ada yang melakukan pembuahan internal ada pula yang eksternal. Sebelum ditemukannya pemijahan massal di the Great Barrier Reef (Harrison et al. 1984, Willis et al. 1985), para ahli karang menduga bahwa sebagian besar karang melakukan pembuahan internal. Penelitian yang lebih intensif tentang reproduksi karang setelah ditemukannya pemijahan massal menunjukkan bahwa sebagian besar karang melakukan fertilisasi eksternal. Karang yang melakukan pembuahan internal disebut juga sebagai pengeram (brooders), sedangkan yang menjalani fertilisasi eksternal disebut pemijah (broadcast spawners). Karang pengeram biasanya menghasilkan telur yang lebih sedikit daripada karang pemijah. Mungkin hal ini berhubungan dengan biaya perawatan yang tinggi untuk mengandung embryo (Harrison and Wallace 1990). Walaupun kebanyakan karang adalah hewan hermaprodit. Beberapa spesies menunjukkan pola seksual yang membingungkan, misalnya Astrangia danae, Heteropsammia cochlea, Porites porites, Porites cylindrica dan Turbinaria mesenterina (Harrison and Wallace 1990). Kelompok karang ini biasanya bersifat gonokhoristik, tetapi kadang-kadang dijumpai bersifat hermaprodit. Pada saat musim pemijahan, karang pengeram mengeluarkan larva (embryo) dari mulutnya. Sedangkan karang pemijah mengeluarkan sperma dan telur yang belum dibuahi melalui lubang yang sama. Fertilisasi karang pemijah terjadi di dalam air laut. Fertilisasi karang pengeram terjadi di dalam rongga gastrovaskular, dimana telur menetap beberapa hari sebelum pemijahan berlangsung. Pemijahan biasanya terjadi pada malam hari setelah bulan purnama (Willis et al. 1985) di the Great Barrier Reef. Setelah matahari terbenam dan sebelum bulan purnama muncul, karang memijah di dalam kegelapan. Pemijahan terjadi selama seminggu setelah bulan purnama Oktober atau Nopember. Masing-masing spesies biasanya mempunyai jadwal tertentu untuk memijah setiap tahunnya. Goniastrea aspera, misalnya, memijah pada hari ke 2 hingga ke 4 setelah bulan purnama (Babcock et al. 1986). Pemijahan massal di the Great Barrier Reef ini berlangsung secara konsisten sejak diteliti di tahun 1981 sehingga kapan karang akan memijah telah dapat diramalkan jauh sebelumnya. Lingkungan tempat hidup karang mempunyai pengaruh yang besar dalam pola reproduksi karang tersebut. Karang Acropora palifera, misalnya, reproduksi setahun sekali di Heron Island (23.5oLS), tetapi reproduksi sepanjang tahun di Lizard Island (14oLS) dan Lae (7oLS) (Kojis 1986). Ini berarti bahwa variasi faktor-faktor lingkungan dari tempat-tempat tersebut sebagai penyebab terjadinya variasi pola-pola reproduksi A. palifera. Ada empat faktor lingkungan yang diduga paling berperan dalam siklus reproduksi karang, yaitu : suhu air laut, panjang hari (fotoperiod), siklus bulan dan pasang surut (Oliver et al. 1988). Siklus suhu air laut dan fotoperiod diduga sebagai faktor penyelaras jangka panjang

3 yang menyelaraskan proses-proses gametogenesis. Sedangkan siklus bulan dan pasang surut dianggap sebagai faktor penyelaras peristiwa pemijahan. Dilaporkan bahwa semakin ke arah utara the Great Barrier Reef, semakin kurang selaras pemijahan karang (Oliver et al., 1988). Pemijahan menjadi tidak selaras di dekat ekuator. Di Salamua (Papua New Guinea), misalnya, karang mempunyai masa memijah yang berbedabeda atau memijah sepanjang tahun (Kojis, 1986). Di Hawaii dan Karibia, pemijahan karang juga tidak terjadi secara singkat dan masal, melainkan berlangsung selama beberapa bulan dengan puncak pemijahan pada bulan-bulan tertentu (Richmond and Hunter, 1990). Semakin mendekati ekuator keselarasan pemijahan masal karang semakin berkurang (Oliver et al., 1988). Karena variasi jarak dari ekuator berhubungan dengan variasi siklus suhu air laut dan fotoperiod, maka diduga kuat bahwa kedua faktor tersebut sangat berperan di dalam penentuan reproduksi karang. Variasi suhu air laut telah diduga kuat sebagai faktor yang paling berperan dalam pemijahan masal tersebut (Harrison et al. 1984; Babcock et al. 1986). Semakin besar variasi tahunan temperatur air laut, semakin tinggi proporsi karang yang memijah bersama (Richmond and Hunter 1990). Tetapi pengamatan di lapangan lebih banyak menimbulkan teka-teki. Di C, tetapi Samoa, misalnya, variasi temperatur air laut hanya sekitar 2.5 karang-karang memijah secara masal. Di dalam laboratorium, karang yang dipelihara di air yang lebih hangat, proporsi karang yang memijah bulan Nopember lebih tinggi daripada karang yang dipelihara di suhu air ambang (Bachtiar 1994). Akan tetapi, perkembangan telur dan testes karang yang dipelihara di air hangat tidak berbeda dengan telur dan testes karang yang di air dingin. Fotoperiod juga diduga banyak mempengaruhi reproduksi karang. Variasi fotoperiod paralel dengan variasi suhu air laut. Maka sulit membedakan apakah suatu variasi gejala yang berkaitan dengan variasi latitudinal disebabkan oleh suhu air laut ataukah oleh fotoperiod. Tetapi karang yang dipelihara selama tiga bulan sebelum musim pemijahan pada tiga macam perlakuan fotoperiod dengan cahaya buatan, tetap memijah pada bulan yang sama (Bachtiar 1994). Percobaan tersebut menunjukan bahwa fotoperiod sendiri bukan faktor yang penting dalam penentuan bulan peimjahan karang di the Great Barrier Reef. Reproduksi karang di Indonesia belum banyak diketahui. Lokasi geografis Indonesia yang terletak di kawasan tropis, dimana variasi suhu air laut dan panjang hari tidak selebar di The Great Barrier Reef maupun Okinawa, maka diduga bahwa reproduksi karang terjadi sepanjang tahun. Bachtiar (2001) melaporkan bahwa tiga jenis karang yang dominan di perairan barat laut Lombok Barat (Acropora nobilis, A. cytherea dan Hydnophora rigida) mempunyai musim reproduksi yang tidak serentak dan terentang panjang. Pemijahan puncak A. nobilis terjadi setelah purnama bulan Pebruari, dan pemijahan A. cytherea terjadi setelah purnama bulan Januari. Sedangkan karang Hydnophora rigida puncak pemijahannya terjadi dua kali setahun, yaitu setelah purnama bulan Nopember dan sekitar bulan April. Di perairan Laut Jawa, pemijahan karang ternyata tidak sama dengan di Lombok. Di Pulau Panjang, Jepara, karang A. aspera memijah setelah purnama bulan April (Munasik dan Azhari, 2002). Sedangkan di Pulau Karimunjawa, karang A. hyacinthus dan A. humilis dilaporkan memijah pada bulan Oktober (reviewed in Munasik, 2002). Di dalam catatan Munasik (2002), ada 19 jenis karang lainnya di Karimunjawa (Agariciidae, Faviidae, Merulinidae, Pectinida, Poritidae) yang mempunyai musim pemijahan setelah purnama di bulan Oktober dan Nopember. Tetapi semua data musim pemijahan karang di Karimunjawa tidak didapatkan melalui pengamatan histologis, melainkan oleh pengamatan mahasiswa di lapangan. Klarifikasi tentang musim pemijahan beberapa karang di Karimunjawa secara histologis perlu

4 dilakukan sebelum kita menggunakan data tersebut untuk menarik suatu kesimpulan atau menyusun suatu dugaan. 3. Penyebaran Larva Planula Sebelum ditemukannya pemijahan massal di the Great Barrier Reef, reproduksi karang di seluruh dunia dianggap sama dengan yang diketahui di terumbu karang Karibia, yang didominasi oleh karang pengeram. Karena larva karang pengeram dalam beberapa jam mampu menempel di substrat, maka penyebaran larva karang diduga tidak jauh dari habitat induknya. Setelah diketahui bahwa karang kebanyakan pemijah gamet yang baru mampu menempel setelah 3 hari atau lebih (Richmond 1988), maka dugaan bahwa gamet dan larva karang dapat disebarkan dalam jarak yang jauh semakin kuat. Pengamatan di the Great Barrier Reef membuktikan bahwa plankton hasil pemijahan karang ditemukan hanyut oleh arus oseanik yang jauh dari terumbu induknya. Dalam 30 jam setelah spawning, plankton karang ditemukan di lokasi sejauh 6.5 km dari terumbu asalnya (Willis and Oliver 1988). Lamanya kompetensi larva planula untuk menempel di substrat yang sesuai memperkuat hipotesis bahwa larva karang dapat tersebar jauh dari terumbu induknya. Larva Acroporidae (Acropora tenuis) akan siap menempel sejak berusia 3 hari hingga 20 hari kemudian, sedangkan larva Pocilloporidae (Pocillopora damicornis) dapat dapat bertahan kompeten di air laut sebagai plankton hingga 100 hari (Richmond 1988). Dalam waktu yang lama tersebut larva planula dapat terseret arus hingga ratusan kilometer dari induknya. Larva planula dalam 24 jam pertama sebagian besar terkonsentrasi di permukaan air. Semakin lama larva kehilangan keterapungannya (buoyancy) sehingga semakin tenggelam dan larva semakin tersebar di air bagian bawah. Pada hari kelima Willis dan Oliver (1988) menemukan bahwa konsentrasi larva di permukaan tidak berbeda lagi dengan di kedalaman 20 meter. 4. Penempelan (settlement) Larva Planula Jika tersedia substrat yang sesuai, maka larva planula yang telah kehilangan keterapungan akan menempel, melekat di substrat dan mengalami metamorfosis, yang kemudian tumbuh menjadi rekruit. Penempelan larva dimulai jika larva planula yang kompeten dapat menemukan substrat yang keras. Sebelum menempel, planula berenang-renang di sekitar substrat untuk mencari dan menguji lokasi mana yang akan ditempeli (Harrison and Wallace 1990). Bagian aboral planula diduga mempunyai semacam sensor yang berperan dalam pemilihan substrat tersebut. Penempelan larva dapat berarti penempelan yang permanen dan diikuti oleh pelekatan dan metamorfosis, dapat juga berarti penempelan sementara saja (Harrison and Wallace 1990). Pada kasus penempelan sementara, planula akan berenang lagi untuk mencari lokasi penempelan lain yang lebih sesuai. Pelekatan larva planula terjadi dengan dikeluarkannya nematocyst dan mucus dari bagian epidermis aboral. Begitu pelekatan selesai, maka planula mengalami metamorfosis dengan terjadinya kontraksi dari arah oral ke aboral, sehingga bagian dasar lebih pipih dari bagian oralnya. Selesainya proses metamorfosis akan segera diikuti oleh proses kalsifikasi, pembentukan sekat-sekat rongga (mesentery) di dalam tubuh, dan pembentukan bakal tentakel. Metamorfosis pada hewan invertebrata biasanya dianggap sebagai proses yang tidak dapat kembali. Metamorfosis larva planula dapat terjadi jika ada

5 perangsang yang berasal dari alga krustosa berkapur, pecahan karang atau kerangka karang (Heyward and Negri 1999). Penempelan larva planula dapat terhambat jika substrat tertutupi oleh sedimen. Pada kondisi tutupan sedimen sebanyak 95%, telah menghalangi penempelan larva karang Pocillopora damicornis secara total (Hodgson 1990). Sedangkan penurunan tutupan sedimen dari 90% ke 50% tidak memberikan perbedaan jumlah penempelan larva. Babcock dan Davies (1991) juga melaporkan sedimentasi setinggi 3.1 mg cm-2 hari-1 dapat menurunkan jumlah planula karang Acropora millepora yang menempel di substrat. 5. Rekruitmen Karang Rekruitmen adalah bertambahnya anggota suatu populasi atau komunitas. Karena larva yang baru menempel dan metamorfosis belum dapat dilihat (disensus) dengan mata telanjang, maka pada tahap ini belum terjadi rekruitmen, melainkan penempelan (settlement) larva. Tahapan rekruitmen terjadi setelah rekruit dapat disensus, yaitu setelah berusia beberapa minggu dengan pengamatan mikroskop atau berusia sekitar 8-10 bulan dalam pengamatan in situ (Harrison and Wallace 1990). Kebanyakan penelitian tentang rekruitmen karang dilakukan dengan menggunakan lempeng penempelan. Disebut demikian karena biasanya berbentuk lempeng, seperti keramik, gelas kaca, dan irisan karang Porites berbentuk lempeng. Lempeng penempelan yang tidak berbentuk lempeng juga pernah digunakan, misalnya balok beton, kerangka karang yang mati atau kubus yang terbuat dari kerangka karang masif. Karena itu membandingkan rekruitmen karang antara penelitian satu dengan yang lainnya hanya dapat dilakukan dengan mengetahui jenis substrat yang digunakan. Hasil penelitian Harriot dan Fisk (1987) menunjukkan bahwa masing-masing substrat mempunyai jenis dan kelimpahan rekruit yang berbeda-beda. Substrat yang diuji adalah petri dishes, keramik mengkilap (glazed ties), keramik tidak mengkilap, potongan karang Porites, potongan karang Platygyra, kerangka karang Acropora palifera, kerangka Platygyra, dan kerangka karang Pocillopora eydouxi. Wallace (1985) menelaah karakteristik substrat yang baik untuk rekruitmen karang scleractinia. Ia mendapatkan bahwa substrat yang disukai oleh larva planula adalah yang terbentuk dari kalsium karbonat, dan mempunyai permukaan yang kompleks. Permukaan substrat yang kompleks memberikan variasi orientasi penempelan planula dan sekaligus perlindungan dari pemangsaan dan perumputan. Pada umumnya rekruitmen karang sangat bervariasi secara spasial dan temporal. Rekruitmen karang di terumbu dekat pulau (inshore reef, fringing reef) berbeda dengan di terumbu yang jauh dari pulau (midshelf reef, offshore reef) (Harriot and Fisk 1987, 1988, Babcock 1988, Fisk and Harriot 1990, Sammarco 1991). Tranplantasi rekruit dari terumbu tepi atau dekat pulau ke terumbu yang jauh dari pulau tidak meningkatkan mortalitas rekruit, tetapi transplantasi sebaliknya meningkatkan mortalitas rekruit (Sammarco 1991). Variasi temporal rekruitmen karang banyak tergantung dari musim pemijahan karang. Karang yang memijah sepanjang tahun, misalnya Pocilloporidae, tidak mengalami banyak perbedaan rekruitmen antar waktu. Pada lempeng penempelan, rekruitmen biasanya ditemukan lebih banyak di permukaan bawah daripada permukaan atas (Harriot and Fisk 1987, Babcock 1988). Tetapi pada penelitian Wallace (1985), keunggulan jumlah rekruit di permukaan atas lempeng

6 penempelan hanya terjadi di lokasi yang dangkal, yaitu rataan terumbu dan gudus. Di tempat yang dalam, tubir, rekruitmen di permukaan atas lebih tinggi daripada di permukaan bawah. Penggunaan lempeng penempelan yang berupa kerangka karang P.oydouxi turut menentukan, mengapa hasil penelitian Wallace (1985) berbeda dengaan hasil penelitian yang lainnya. Komunitas karang di suatu terumbu tidak ada hubungannya langsung dengan jumlah rekruit. Di Green Island yang komunitas karangnya sudah banyak dihabiskan oleh bintang laut Achanther plancii ternyata mempunyai kelimpahan rekruit yang tinggi (Harriot and Fisk 1987, 1988). Hal ini menunjukkan bahwa larva planula yang menempel di suatu terumbu berasal dari terumbu yang lainnya, dan fekunditas di suatu terumbu tidak ada kaitannya dengan kelimpahan rekruit di terumbu tersebut. Babcock (1988) memperkirakan bahwa larva planula karang mempunyai waktu lebih dari sebulan untuk menempel di substrat yang dipilihnya. Pada periode selama itu planula dapat terhanyut arus ke lokasi yang jauh dari induknya. Karena rekruit (anakan karang) yang baru menempel tidak bisa diamati dengan mata telanjang, belum diketahui kecepatan pertumbuhannya yang pasti. Perhitungan kecepatan tumbuh rekruit berdasarkan waktu pemijahannya dan perkiraan lamanya menempel di lempeng penempelan (settlement plate) diperkirakan bahwa kecepatan pertumbuhan rekurit sangat lambat, sekitar 5 mm dalam tahun pertama (Harrison and Wallace 1990). Berdasarkan pengamatan rekruit yang tumbuh di substrat beton dan armoflex di Maldives dan waktu pemijahan, Clark and Edwards (1995) melaporkan bahwa rekruit sudah dapat dilihat dengan mata telanjang penyelam setelah berusia lebih dari 10 bulan. Sebagaimana tipe hewan invertebrate di laut, kelulushidupan rekruit karang biasanya kecil. Sedimentasi disamping dapat menghambat penempelan larva juga dapat menurunkan kelulushidupan rekruit. Organisme lain seperti sponge, hidrozoa, tunicata, dan barnakel diduga mengurangi kelulushidupan rekruit (Harrison and Wallace 1990). Karang lunak Xenia puertogalerae dilaporkan mengurangi jumlah rekruitmen karang di sekitarnya (Atrigenio and Alino 1996). Percobaan Sammarco (1991) juga menunjukkan bahwa rekruit di terumbu dekat pulau mengalami kematian yang tinggi dari kompetisi terhadap ruang. Tutupan algae yang lebat bisa menghambat penempelan larvae atau menurunkan kelulushidupan rekruit karena kompetisi terhadap ruang. Tetapi banyaknya hewan perumput di terumbu karang membuat keberadaan algae tidak menjadi pembatas. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keberadaan hewan-hewan perumput (grazer) dapat memfasilitasi penempelan larva dan mempertinggi kelulushidupan rekruit (Harrison and Wallace 1990). Perumputan yang sangat intensif memang dapat menghancurkan rekruit di antara algae tersebut. Tetapi ikan dari jenis Acanthuridae dan Scaridae, misalnya, dilaporkan menghindari rekruit yang berukuran >3 mm. 6. Reproduksi dan Rekruitmen Karang Dalam Rehabilitasi Pengetahuan tentang reproduksi dan rekruitmen karang telah banyak bermanfaat dalam pengembangan teknologi rehabilitasi terumbu karang, yaitu upaya pengembalian prosentase tutupan karang batu. Teknologi rehabilitasi dengan transplantasi anakan (juvenil) karang sudah dilakukan di Filipina (Raymundo et al. 1999) dan di Hawaii dan Guam. Karang dipijahkan dalam laboratorium dan larvanya dibiarkan menempel di substrat yang disediakan. Setelah rekruit tumbuh menjadi juvenil dalam ukuran tertentu, anakan karang tersebut dipindahkan ke terumbu yang rusak. Semakin besaar koloni anakan karang yang

7 dipindahkan, semakin tinggi pula kelulushidupannya. Teknologi transplantasi karang ini mempunyai efektivitas yang lebih baik daripada teknologi yang telah ada sebelumnya, yaitu transplantasi karang (Clark and Edwards 1995). Akan tetapi, transplantasi anakan karang belum bisa dilakukan di sebagian besar wilayah negara berkembang. Transplantasi anakan karang memerlukan laboraorium biologi laut dan pengetahuan tentang waktu pemijahan karang. Kedua hal tersebut biasanya tidak tersedia di sebagian besar lokasi di Indonesia. Laboratorium biologi laut, misalnya, hanya tersedia kurang dari 10 buah dari 28 propinsi. Informasi tentang waktu pemijahan karang juga sangat sedikit. Maka, penerapan teknologi ini banyak kendalanya di negara berkembang. Teknologi yang lebih praktis dan murah sudah mulai dikembangkan dengan menempatkan substrat buatan ke terumbu. Thongtham and Chansang (1999) di Phuket, Thailand, dan Bachtiar (2002) di Lombok, Indonesia, membuat substrat beton dan meletakkannya di terumbu yang rusak. Walaupun kedua penelitian tersebut mengunakan ukuran dan bentuk beton yang berbeda, keduanya melaporkan kelimpahan rekruit karang yang lebih tinggi di terumbu yang diberi beton daripada yang hanya dari substrat alami. Fox et al. (2001) juga mengembangkan teknologi yang praktis di Pulau Komodo, dengan cara membersihkan terumbu dari pecahan karang (rubble), membersihkan terumbu dari karang lunak dan menempatkan onggokan batu kali. Penelitian tersebut melaporkan kelimpahan rekruit yang lebih tinggi di ketiga perlakuan dibandingkan dengan di kontrol. Ketiga penelitian tersebut dapat meningkatkan kelimpahan rekruit dengan memberikan substrat yang stabil, karena kestabilan substrat merupakan salah satu syarat utama untuk mencegah kematian pasca penempelan. 7. Penutup Penelitian tentang reproduksi dan rekruitmen karang masih sangat kurang di Indonesia, sehingga informasi yang tersedia sangat sedikit. Karena itu, penelitian reproduksi karang, terutama karang yang pemijahannya tahunan sangat diperlukan untuk pengembangan teknologi rehabilitasi yang sesuai dengan wilayah target. Karang di Indonesia bagian timur mungkin berbeda musim pemijahannya dibandingkan dengan di Indonesia Barat, karena keduanya mendapat arus yang berbeda dan dipengaruhi oleh siklus suhu air laut yang berbeda pula. Sedikitnya informasi tentang reproduksi karang dan kurangnya fasilitas laboratorium bukan hambatan yang besar dalam pengembangan teknologi rehabilitasi. Beberapa macam teknologi generik yang murah telah dikembangkan di Indonesia, walaupun penelitian lanjutan masih sangat diperlukan. Kelulushidupan rekruit di substrat buatan, jenis-jenis substrat buatan yang murah dan efektif, dan jumlah serta bentuk substrat buatan yang optimum; semuanya merupakan informasi kunci yang belum didapatkan dalam teknologi generik rehabilitasi terumbu karang. Daftar Pustaka Atrigenio, M.P. and Alino, P.M. (1996). The effects of soft coral Xenia puertogalerae on the recruitment of scleractinian corals. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 203(2): Babcock, R. (1988) Fine-scale spatial and temporal patterns in coral recruitment. Proc. 6th Int. Coral Reef Symp. 2:: Babcock, R. and Davies, P. (1991). Effects of sedimentation on settlement of Acropora

8 millepora. Coral Reefs 9: Babcock, R.C., Harrison, P.L., Oliver, J.K., Wallace, C.C. and Willis, B.L. (1986). Synchronous spawnings of 105 scleractinian coral species on the Great Barrier Reef. Mar. Biol. 90: Bachtiar, I. (1994). The Effect of Temperature, Photoperiod and Fragmentation on the Reproduction of Mass Spawning Corals. Thesis. James Cook University of North Queensland. pp.121. Bachtiar, I. (2001). Reproduction of three scleractinian corals (acropora cytherea, A. nobilis and Hydnophora rigidai) in eastern Lombok Strait, Indonesia. Majalah Ilmu Kelautan (Journal of Indonesian Marine Sciences) 21: Bachtiar, I. (2002). Promoting recruitment of scleractinian corals using artificial substrate in the Gili Indah, Lombok Barat, Indonesia. Proc. 9th Int. Coral Reef Symp. Bali In perss. Clark, S. and Edwards, A.J. (1995). Coral transplantation as an aid to reef rehabilitation: evaluation of a case study in the Maldives Islands. Coral Reef 14(4): Fisk, D.A. and Harriot, V.J. (1990). Spatial and temporal variation in coral recruitment on the Great Barrier reef: implications for dispersal hypotheses. Mar. Biol. 107: Harrison, P.L. and Wallace, C.C. (1990). Reproduction, dispersal and recruitment of scleractinian corals. In : Dubinzky, Z. (ed.) Coral Reefs. Elsevier Science Publishers. Amsterdam. pp Harriot, V.J. and Fisk, D.A. (1987). A comparison of settlement plate types for experiments on the recruitment of scleractinian corals. Mar. Ecol. Prog. Ser. 37: Harriot, V.J. and Fisk, D.A. (1988). Recruitment patterns of scleractinian corals: astudy of three reefs. Aust. J. Mar. Freshwater Res. 46: Harrison, P.L., Babcock, R.C., Bull, G.D., Oliver, J.K., Wallace, C.C. and Willis, B.L. (1984). Mass spawning in tropical reef corals. Science 223(1): Hatcher, B.G. (1980). Grazing in coral reef ecosystem. In: Barnes, P.J. (ed.) Perspective on Coral Reefs. AIMS. Townsville, pp Heyward, A.J. and Negri, A.P. (1999). Natural inducers for coral larval metamorphosis. Coral Reefs 18: Hodgson, G. (1990). Sediment and the settlement of larvae of the reef coral Pocillopora damicornis. Coral Reefs 9: Kojis, B.L. (1986). Sexual reproduction of in Acropora (Isopora) (Coelenterata: Scleractinia) II. Latitudinal variation in Acropora palifera from the Great Barrier Reef and Papua New Guinea. Mar. Biol. 91: Munasik Reproduksi karang di Indonesia: suatu kajian. Prosiding Konferensi Nasional III 2002 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia Mei In press. Munasik and Azhari, A Masa reproduksi dan struktur gonad karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jepara. Prosiding Konferensi Nasional III 2002 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia Mei In press.

9 Oliver, J.K., Babcock, R.C., Harrison, P.L. and Willis, B.L. (1988). Geographic extent of mass coral spawning: Clues to ultimate causal factors. Proc. 6th Int. Coral Reef Symp. Australia 2: Richmond, R.B. (1988). Competency and dispersal of planullae larvae of a spawning versus a brooding coral. Proc. 6th Int. Coral Reef Symp. 2: Richmond, H.R. and Hunter, C.L. (1990). Reproduction and recruitment of corals: comparison among the Carribean, the Tropical Pacific, and the Red Sea. Mar. Ecol. Prog. Ser. 60: Sammarco, P.W. (1991). Geographically specific recruitment and postsettlement mortality as influences on coral communities: The cross-continental shelf transplant experiment. Limnol. Oceanogr. 36(3): Wallace, C.C. (1985). Seasonal peak and annual fluctuations in recruitment of juvenile scleractinian corals. Mar. Ecol. Prog. Ser. 21: Willis, B. L. and Oliver, J.K. (1988). Inter-reef dispersal of coral larvae following the annual mass-spawning of the Great Barrier Reef. Proc. 6th Int. Coral Reef Symp. 2: Willis, B.L., Babcock, R.C., Harrison, P.L., Oliver, J.K. and Wallace, C.C. (1985). Patterns in the mass spawning of corals on the Great Barrier Reef from 1981 to Proc. 6th Int. Coral Reef Symp. 2:

KARYA ILMIAH REKRUITMEN KARANG DENGAN PENYEBARAN PLANULA DI PANTAI SEGARA TUBAN DENPASAR. OLEH: Drs. JOB NICO SUBAGIO, MSI NIP

KARYA ILMIAH REKRUITMEN KARANG DENGAN PENYEBARAN PLANULA DI PANTAI SEGARA TUBAN DENPASAR. OLEH: Drs. JOB NICO SUBAGIO, MSI NIP KARYA ILMIAH REKRUITMEN KARANG DENGAN PENYEBARAN PLANULA DI PANTAI SEGARA TUBAN DENPASAR OLEH: Drs. JOB NICO SUBAGIO, MSI NIP. 195711201986021001 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Reproduksi karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah: II. Waktu spawning

Reproduksi karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah: II. Waktu spawning Indonesian Journal of Marine Sciences. 10(1): 30-34. (2005) Reproduksi karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah: II. Waktu spawning (Sexual reproduction of coral Acropora aspera from Panjang

Lebih terperinci

Ilmu Kelautan. Maret Vol. 10 (1) : ISSN

Ilmu Kelautan. Maret Vol. 10 (1) : ISSN ISSN 0853-7291 Reproduksi Karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah : II. Waktu Spawning Munasik* dan Wisnu Widjatmoko Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN POLA REPRODUKSI KARANG

PENDAHULUAN POLA REPRODUKSI KARANG PENDAHULUAN Pengetahuan dasar mengenai reproduksi karang penting dan dapat membantu dalam usaha pengelolaan sumber daya terumbu karang. Cara dan waktu reproduksi karang sangat besar pengaruhnya dalam proses

Lebih terperinci

STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN SAMPANG JAWA TIMUR

STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN SAMPANG JAWA TIMUR STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN SAMPANG JAWA TIMUR Mahmud, Oktiyas Muzaki Luthfi Program Studi Ilmu kelautan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Reproduksi karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah: I. Gametogenesis

Reproduksi karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah: I. Gametogenesis Indonesian Journal of Marine Sciences. 9(4): 211-216. (24) Reproduksi karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah: I. Gametogenesis (Sexual reproduction of coral Acropora aspera from Panjang Island,

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Pendahuluan

Abstrak. Abstract. Pendahuluan Ilmu Kelautan. Desember 24. Vol. 9 (4) : 211-216 ISSN 853-7291 Reproduksi Karang Acropora aspera di Pulau Panjang, Jawa Tengah : I. Gametogenesis Munasik dan Wisnu Widjatmoko Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MEMIJAH KARANG Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa DI TERUMBU KARANG TROPIK PULAU BARRANGLOMPO, MAKASSAR ABSTRACT PENDAHULUAN

TINGKAH LAKU MEMIJAH KARANG Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa DI TERUMBU KARANG TROPIK PULAU BARRANGLOMPO, MAKASSAR ABSTRACT PENDAHULUAN TINGKAH LAKU MEMIJAH KARANG Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa DI TERUMBU KARANG TROPIK PULAU BARRANGLOMPO, MAKASSAR Spawning behaviour of Acropora nobilis and Pocillopora verrucosa in coral reefs

Lebih terperinci

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di: Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 109-117 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Hym-248 Terhadap Metamorfosis Planula Karang Acropora spp Di

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

Kerapatan dan Kelulushidupan pada Rekrutmen Karang Pocillopora damicornis

Kerapatan dan Kelulushidupan pada Rekrutmen Karang Pocillopora damicornis h ILMU KELAUTAN September 21 Vol 19(3):171 1 ISSN 53-7291 Kerapatan dan Kelulushidupan pada Rekrutmen Karang Pocillopora damicornis Munasik 1*, Suharsono 2, J. Situmorang 3, Kamiso H.N. 1Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

STATUS PENGETAHUAN REPRODUKSI SEKSUAL KARANG Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa DARI PERAIRAN INDONESIA ABSTRACT

STATUS PENGETAHUAN REPRODUKSI SEKSUAL KARANG Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa DARI PERAIRAN INDONESIA ABSTRACT Torani, Vol. 16(6) Edisi Suplemen: Desember 2006: 450 459 ISSN: 0853-4489 STATUS PENGETAHUAN REPRODUKSI SEKSUAL KARANG Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa DARI PERAIRAN INDONESIA Knowledge state

Lebih terperinci

WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA DENGAN FASE BULAN DAN KONDISI PASANG SURUT

WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA DENGAN FASE BULAN DAN KONDISI PASANG SURUT WAKTU BEREPRODUKSI KARANG Acropora nobilis: KAITANNYA DENGAN FASE BULAN DAN KONDISI PASANG SURUT Chair Rani 1, Muhammad Eidman 2, Dedi Soedharma 2, Ridwan Affandi 2, Suharsono 3 1 Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI SEKSUAL KARANG TROPIK Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa

BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI SEKSUAL KARANG TROPIK Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI SEKSUAL KARANG TROPIK Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa Chair Rani Laboratorium Ekologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan Unhas-Makassar ABSTRAK Reproduksi seksual karang sangat

Lebih terperinci

AFFINITAS PENEMPELAN LARVA KARANG (SCLERACTINIA) PADA SUBSTRAT KERAS

AFFINITAS PENEMPELAN LARVA KARANG (SCLERACTINIA) PADA SUBSTRAT KERAS AFFINITAS PENEMPELAN LARVA KARANG (SCLERACTINIA) PADA SUBSTRAT KERAS (Affinity of Coral (Scleractinian) Recruitment on Hard Substrate) Edi Rudi 1, Dedi Soedharma 2, Harpasis S. Sanusi 2 dan John I. Pariwono

Lebih terperinci

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di: Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 212, Halaman 51-57 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Perbedaan Jenis Substrat dan Kedalaman Terhadap Jumlah Juvenil Karang

Lebih terperinci

ULASAN. Reproduksi Seksual Karang: Suatu Peluang dan Tantangan dalam Penelitian Biologi Laut di Indonesia

ULASAN. Reproduksi Seksual Karang: Suatu Peluang dan Tantangan dalam Penelitian Biologi Laut di Indonesia Hayati, Juni 2002, hlm. 62-66 Vol. 9, No. 2 ISSN 0854-8587 ULASAN Reproduksi Seksual Karang: Suatu Peluang dan Tantangan dalam Penelitian Biologi Laut di Indonesia Sexual Reproduction of Coral: An Opportunity

Lebih terperinci

MUSIM DAN PUNCAK REPRODUKSI KARANG Acropora nobilis DI TERUMBU KARANG TROPIK PULAU BARRANG LOMPO, MAKASSAR. Chair Rani 1) dan Suharsono 2) ABSTRACT

MUSIM DAN PUNCAK REPRODUKSI KARANG Acropora nobilis DI TERUMBU KARANG TROPIK PULAU BARRANG LOMPO, MAKASSAR. Chair Rani 1) dan Suharsono 2) ABSTRACT MUSIM DAN PUNCAK REPRODUKSI KARANG Acropora nobilis DI TERUMBU KARANG TROPIK PULAU BARRANG LOMPO, MAKASSAR Chair Rani 1) dan Suharsono 2) (The Season and the Peak of Reproduction of Acropora nobilis in

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

GROWTH & REPRODUCTION

GROWTH & REPRODUCTION Farid K. Muzaki, S.Si., M.Si Jurusan BIOLOGI FMIPA ITS Surabaya CORAL BIOLOGY III GROWTH & REPRODUCTION Biology of Coral SB091546 introduction Pertambahan panjang linear, berat, volume atau luas Pertambahan

Lebih terperinci

4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG

4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG 4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG 61 4.1 Pendahuluan Indeks resiliensi yang diformulasikan di dalam bab 2 merupakan penilaian tingkat resiliensi terumbu

Lebih terperinci

Kondisi terumbu buatan berbahan beton pada beberapa perairan di Indonesia 1. Munasik

Kondisi terumbu buatan berbahan beton pada beberapa perairan di Indonesia 1. Munasik Kondisi terumbu buatan berbahan beton pada beberapa perairan di Indonesia 1 Munasik Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Kampus Ilmu Kelautan Tembalang, Jl.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEKSUAL KARANG DI INDONESIA: SUATU KAJIAN 1) Abstrak

REPRODUKSI SEKSUAL KARANG DI INDONESIA: SUATU KAJIAN 1) Abstrak REPRODUKI EKUAL KARANG DI INDONEIA: UATU KAJIAN 1) Munasik Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro emarang Abstrak tudi reproduksi seksual karang menjadi populer setelah adanya laporan spawning massal

Lebih terperinci

Kajian Rekruitmen Karang Pada Substrat Keras Pasca Gempa dan Tsunami di Pulau Siopa Besar, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Barat Sumatera Barat

Kajian Rekruitmen Karang Pada Substrat Keras Pasca Gempa dan Tsunami di Pulau Siopa Besar, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Barat Sumatera Barat Kajian Rekruitmen Karang Pada Substrat Keras Pasca Gempa dan Tsunami di Pulau Siopa Besar, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Barat Sumatera Barat Suparno 1 dan Arlius 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO Mangrove REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO TERUMBU KARANG OLEH DANIEL D. PELASULA Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI pelasuladaniel@gmail.com PADANG LAMUN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Biologi karang

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Biologi karang 5 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi karang Terumbu karang merupakan endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang dengan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

Rekruitmen Karang Scleractinia di Perairan Pulau Lembata

Rekruitmen Karang Scleractinia di Perairan Pulau Lembata ISSN 0853-7291 Rekruitmen Karang Scleractinia di Perairan Pulau Lembata Imam Bachtiar 1,2,*, Muhammad Abrar 3, dan Agus Budiyanto 3 1 Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Mataram, Mataram Email bachtiar.coral@gmail.com

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG Kuncoro Aji, Oktiyas Muzaky Luthfi Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

Kajian Rekrutmen Karang Scleractinia di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

Kajian Rekrutmen Karang Scleractinia di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 9, Nomor 1 Januari 2008 Halaman: 39-43 Kajian Rekrutmen Karang Scleractinia di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Study of Scleractinia coral reef recruitment

Lebih terperinci

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua The Journal of Fisheries Development, Juli 2015 Volume 2, Nomor 3 Hal : 39-44 Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua Triana Mansye Kubelaborbir 1 1 Program

Lebih terperinci

DISTRIBUSI TELUR PADA PELBAGAI BAGIAN CABANG KARANG ACROPORA NOBILIS

DISTRIBUSI TELUR PADA PELBAGAI BAGIAN CABANG KARANG ACROPORA NOBILIS 1 DISTRIBUSI TELUR PADA PELBAGAI BAGIAN CABANG KARANG ACROPORA NOBILIS (Eggs distribution on different parts of branch coral Acropora nobilis) Chair Rani 1, Dedi Soedharma 2, Ridwan Affandi 2 dan Suharsono

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities) yang telah menjadi salah satu ciri dari ekosistem

Lebih terperinci

Apakah terumbu karang?

Apakah terumbu karang? {jcomments on} Apakah terumbu karang? Terumbu Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Bayangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

Bantuan Penyuluhan dan Kegiatan Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Ketapang Kabupaten Pesawaran

Bantuan Penyuluhan dan Kegiatan Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Ketapang Kabupaten Pesawaran SAKAI SAMBAYAN Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Bantuan Penyuluhan dan Kegiatan Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Ketapang Kabupaten Pesawaran Ahmad Herison 1, Yuda Romdania 2 Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi Karang Target

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi Karang Target 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Karang Target Secara taksonomi phylum Coelenterata atau Cnidaria memiliki ciri khas yakni sengat yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsanya. Sel sengat ini dikenal dengan nama

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi Oleh THOMAS F. PATTIASINA RANDOLPH HUTAURUK EDDY T. WAMBRAUW

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

KONDISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS REKRUITMEN KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH

KONDISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS REKRUITMEN KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH KONDISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS REKRUITMEN KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH Toufan Phardana, Suparno, Yempita Efendi Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP Prosiding Seminar Nasional Kelautan 216 LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP Moh. Imron Faqih 1, Mahfud Effendy 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL

YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL LAJU PERTUMBUHAN Pocillopora damicornis (Linnaeus, 1758), Acropora formosa (Dana, 1846) dan Acropora cervicornis (Lammarck, 1816) YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 2:(1), Januari 2014 ISSN: KONDISI TERUMBU KARANG PULAU BUNAKEN PROVINSI SULAWESI UTARA

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 2:(1), Januari 2014 ISSN: KONDISI TERUMBU KARANG PULAU BUNAKEN PROVINSI SULAWESI UTARA KONDISI TERUMBU KARANG PULAU BUNAKEN PROVINSI SULAWESI UTARA Conditions of Coral Reef in Bunaken Island North Sulawesi Province. Alex D. Kambey 1 A B S T R A C T Community structure of corals were analyzed

Lebih terperinci

REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU REKRUITMEN KARANG PADA SUBTRAT BATU DI GOSONG PRAMUKA, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU NORIHIKO ZIKRIE SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

B. Ekosistem Hutan Mangrove

B. Ekosistem Hutan Mangrove B. Ekosistem Hutan Mangrove 1. Deskripsi merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh di daerah pasang surut pantai berlumpur. umumnya tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bulu Babi Bulu babi merupakan organisme dari divisi Echinodermata yang bersifat omnivora yang memangsa makroalga dan beberapa jenis koloni karang (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk

Lebih terperinci

Studi Pola Arus pada Musim Planulasi Karang untuk Mendukung Keberhasilan Terumbu Karang Buatan (TKB)

Studi Pola Arus pada Musim Planulasi Karang untuk Mendukung Keberhasilan Terumbu Karang Buatan (TKB) LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN HIBAH PENGEMBANGAN KEBAHARIAN (Potensi Kelautan) Studi Pola Arus pada Musim Planulasi Karang untuk Mendukung Keberhasilan Terumbu Karang Buatan (TKB) Oleh: Ir. Munasik, MSc

Lebih terperinci

Parameter Fisik Kimia Perairan

Parameter Fisik Kimia Perairan Parameter Fisik Kimia Perairan Parameter Alat Kondisi Optimum Karang Literatur Kecerahan Secchi disk

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-62-97522--5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus lestari. Ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

STRUKTUR POPULASI KARANG Pocillopora damicornis DI PULAU PANJANG, JAWA TENGAH

STRUKTUR POPULASI KARANG Pocillopora damicornis DI PULAU PANJANG, JAWA TENGAH STRUKTUR POPULASI KARANG Pocillopora damicornis DI PULAU PANJANG, JAWA TENGAH POPULATION STRUCTURE OF REEF CORAL Pocillopora damicornis AT PANJANG ISLAND, CENTRAL JAVA Munasik *)**) ), Suharsono ***),

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : ISSN POLA REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA PADA KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA

J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : ISSN POLA REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA PADA KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : 209 219 ISSN 1411-4674 POLA REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA PADA KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA Recruitment Pattern of Scleractinan Corals at Different Enviromental

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (2): ISSN: STRUKTUR POPULASI KARANG Pocillopora damicornis DI PULAU PANJANG, JAWA TENGAH

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (2): ISSN: STRUKTUR POPULASI KARANG Pocillopora damicornis DI PULAU PANJANG, JAWA TENGAH 299 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (2): 299305 ISSN: 08536384 Short Paper STRUKTUR POPULASI KARANG Pocillopora damicornis DI PULAU PANJANG, JAWA TENGAH POPULATION STRUCTURE OF CORAL Pocillopora

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN LARVA DALAM EMBRIOGENESIS KARANG Acropora HASIL PEMIJAHAN EX-SITU. Larval Development in Embriogenesis of Acropora from Ex-Situ Spawning

PERKEMBANGAN LARVA DALAM EMBRIOGENESIS KARANG Acropora HASIL PEMIJAHAN EX-SITU. Larval Development in Embriogenesis of Acropora from Ex-Situ Spawning PERKEMBANGAN LARVA DALAM EMBRIOGENESIS KARANG Acropora HASIL PEMIJAHAN EX-SITU Larval Development in Embriogenesis of Acropora from Ex-Situ Spawning Syafyudin Yusuf, N P. Zamani, J. Jompa Diterima : 28

Lebih terperinci

TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO

TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO Asteria Pitasari (1), Dian Saptarini (2), Aunurohim (3) Jurusan Biologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Surabaya

Lebih terperinci

STUDI KOMPETISI TURF ALGAE DAN KARANG GENUS ACROPORA DI PULAU MENJANGAN KECIL, KEPULAUAN KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA

STUDI KOMPETISI TURF ALGAE DAN KARANG GENUS ACROPORA DI PULAU MENJANGAN KECIL, KEPULAUAN KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA STUDI KOMPETISI TURF ALGAE DAN KARANG GENUS ACROPORA DI PULAU MENJANGAN KECIL, KEPULAUAN KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA Abstrak Editta Hapsari Dianastuty*, Agus Trianto, Sri Sedjati Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia Status Ekosistem Terumbu Karang Perairan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur, dan Perairan Sekitarnya Tahun 2017 Sebuah Temuan Awal dari XPDC

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati; 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pulau Kecil Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya Pesisir dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa F 2 04 Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa Sukron Alfi R.*, M. Danie Al Malik *Marine Diving Club, Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PREFERENSI DAN DAYA PREDASI Acanthaster planci TERHADAP KARANG KERAS

PREFERENSI DAN DAYA PREDASI Acanthaster planci TERHADAP KARANG KERAS PREFERENSI DAN DAYA PREDASI Acanthaster planci TERHADAP KARANG KERAS Oleh: Chair Rani 1) Syafiudin Yusuf 1) & Florentina DS.Benedikta 1) 1) Jurusan Ilmu Kelautan, Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KARANG REKRUTMEN PADA TERUMBU BUATAN MODUL BETON DI PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ARIEF RIZKY

STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KARANG REKRUTMEN PADA TERUMBU BUATAN MODUL BETON DI PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ARIEF RIZKY STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KARANG REKRUTMEN PADA TERUMBU BUATAN MODUL BETON DI PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ARIEF RIZKY DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

Rekruitmen karang merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan terumbu karang. Perubahan

Rekruitmen karang merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan terumbu karang. Perubahan KAJIAN REKRUITMEN KARANG BATU PADA ZONA INTI DAN ZONA PEMANFAATAN DI PULAU AIR KAWASAN KONSERVASI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH DAN LAUT DI SEKITARNYA Febrian, Suparno, Yempita Efendi Jurusan

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Goniastrea sp PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Goniastrea sp PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG LAJU PERTUMBUHAN KARANG Goniastrea sp PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Wildanun Mukholladun 1, Insafitri 2, Makhfud Effendy 2 1 Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 10, 2015 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG REHABILITASI TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem di perairan dangkal laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur. Hampir sebagian besar bentuk,

Lebih terperinci

STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA

STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA 1193 Studi potensi budidaya karang hias ekonomis penting mendukung... (Ofri Johan) STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA ABSTRAK

Lebih terperinci

KELIMPAHAN IKAN HERBIVORA SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT PEMULIHAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG PERAIRAN TELUK BAKAU

KELIMPAHAN IKAN HERBIVORA SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT PEMULIHAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG PERAIRAN TELUK BAKAU KELIMPAHAN IKAN HERBIVORA SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT PEMULIHAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG PERAIRAN TELUK BAKAU Oleh Arief Pratomo, Falmi Yandri, Dony Apdillah, dan Lily Viruly ABSTRAK Penelitian ini ingin

Lebih terperinci

PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA BUKU PETUNJUK BAGI PENGAJAR PELATIHAN METODOLOGI PENILAIAN TERUMBU KARANG Dr. Suharsono, APU PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA Buku petunjuk ini merupakan buku untuk pegangan

Lebih terperinci

BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG?

BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG? Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 159-164 ISSN : 2355-6226 BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG? * 1 2 1 1 Beginer Subhan, Hawis Madduppa,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

Kondisi Telur pada Berbagai Bagian Cabang Karang Acropora nobilis

Kondisi Telur pada Berbagai Bagian Cabang Karang Acropora nobilis Reprint: JURNAL ILMU-ILMU PERAIRAN DAN PERIKANAN INDONESIA ISSN 0854-3194 Juni 2004, Jilid 11, Nomor 1 Halaman 5 10 Kondisi Telur pada Berbagai Bagian Cabang Karang Acropora nobilis (Eggs Condition on

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Ukuran Fragmen dan Metode Transplantasi Terhadap Pertumbuhan Karang Pocillopora damicornis di Teluk Awur, Jepara

Pengaruh Perbedaan Ukuran Fragmen dan Metode Transplantasi Terhadap Pertumbuhan Karang Pocillopora damicornis di Teluk Awur, Jepara Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 159-168 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Perbedaan Ukuran Fragmen dan Metode Transplantasi Terhadap Pertumbuhan

Lebih terperinci

REKRUTMEN KARANG PADA SUBSTRAT BETON DI PERAIRAN BATUI, LUWUK, SULAWESI TENGAH MOHAMAD ICHSAN RAYYAN

REKRUTMEN KARANG PADA SUBSTRAT BETON DI PERAIRAN BATUI, LUWUK, SULAWESI TENGAH MOHAMAD ICHSAN RAYYAN REKRUTMEN KARANG PADA SUBSTRAT BETON DI PERAIRAN BATUI, LUWUK, SULAWESI TENGAH MOHAMAD ICHSAN RAYYAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem yang terbentuk melalui proses yang lama dan kompleks. Proses ini diawali dengan penempelan berbagai biota penghasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

PERANAN DISTURBANSI PADA KEANEKARAGAMAN JENIS TERUMBU KARANG PADA PERAIRAN DANGKAL

PERANAN DISTURBANSI PADA KEANEKARAGAMAN JENIS TERUMBU KARANG PADA PERAIRAN DANGKAL Oseana, Volume XXII, Nomor 3, 1997 : 17-24 ISSN 0216-1877 PERANAN DISTURBANSI PADA KEANEKARAGAMAN JENIS TERUMBU KARANG PADA PERAIRAN DANGKAL Oleh Deddy Setiapermana 1) ABSTRACT CONNEL (1978), who examined

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

BUDI DAYA KARANG HIAS MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG HIAS YANG BERKESINAMBUNGAN

BUDI DAYA KARANG HIAS MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG HIAS YANG BERKESINAMBUNGAN Budi daya karang hias mendukung perdagangan... (Ofri Johan) BUDI DAYA KARANG HIAS MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG HIAS YANG BERKESINAMBUNGAN Ofri Johan *), Wartono Hadie *), Adang Saputra *), Joni Haryadi

Lebih terperinci

MORFOLOGI NEMATOSIT DARI DUA SPESIES KARANG SCLERACTINIA (Seriatopora hystrix dan Seriatopora caliendrum)

MORFOLOGI NEMATOSIT DARI DUA SPESIES KARANG SCLERACTINIA (Seriatopora hystrix dan Seriatopora caliendrum) MORFOLOGI NEMATOSIT DARI DUA SPESIES KARANG SCLERACTINIA (Seriatopora hystrix dan Seriatopora caliendrum) Carolus P. Paruntu 1 dan Nofrita Souw 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Manado (E-mail:

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci