DAN KACANG TANAH DI KABUPATEN KUPANG DAN TIMOR TENGAH SELATAN (NTT) Yuliana Tandi Rubak*
|
|
- Yulia Widyawati Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 TINGKAT CEMARAN AFLATOKSIN B 1 PADA PRODUK OLAHAN JAGUNG DAN KACANG TANAH DI KABUPATEN KUPANG DAN TIMOR TENGAH SELATAN (NTT) Yuliana Tandi Rubak* Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adi Sucipto, Penfui, Kupang 85001, Telp/Fax (0380) rubakyuliana@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran aflatoksin B 1 pada produk olahan pangan berbasis jagung dan kacang tanah dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (NTT). Masing-masing 6 sampel produk olahan jagung dan produk olahan kacang tanah di kumpulkan dan dilakukan pengujian tingkat cemaran aflatoksin B 1 menggunakan metode ELISA. Uji kandungan aflatoksin B 1 pada sampel menunjukkan 6 sampel (100%) produk olahan jagung cemaran aflatoksinnya < 15 ppb dan 1 sampel (17 %) produk olahan kacang tanah, dengan tingkat cemaran aflatoksin >15 ppb dengan tingkat cemaran tertinggi yaitu 38,0 ppb. Kata kunci : Jagung, Kacang tanah, Kupang, Timor Tengah Selatan, Aflatoksin ABSTRACT The aims of this research were to determine the level of contaminant aflatoxin B 1 (AFB 1 ) on food product basically made from corn and peanut in Kupang and Sauth Central Timor district, NTT. Each six of samples food product from corn and peanut were collected and carry out contamination levels of aflatoxin B 1 testing using ELISA method. The research result that showed that contaminant levels of aflatoxin B 1 of food product from corn samples, 6 samples (100%) was contaminated by aflatoxin B 1 < 15 ppb and 1 samples (17 %) of food product from peanut was contaminated by aflatoxin > 15 ppb. The highest Aflatoxin B 1 contaminated was 38,0 ppb. Keyword : Corn, Peanut, Kupang, South Central Timor, Aflatoxin *Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian-UNDANA
2 Aflatoksin merupakan salah satu jenis mikotoksin sebagai produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh strain toksigenik Aspergillus flavus, A. parasiticus dan A. nonius (Syarief dkk., 2003). Aflatoksin sangat berbahaya bagi kesehatan karena menunjukkan efek karsinogenik pada hewan dan toksik akut bagi komponen yang paling berpotensi sebagai hepatokarsinogen. Konsumsi aflatoksin secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan penyakit hepatitis yang berubah menjadi kanker hati (sirosis) dan berakibat kematian (Williams, J.H., 2004) Aflatoksin juga dilaporkan dapat bertindak sebagai inisiator terjadinya tumor pada kulit apabila kulit mengalami kontak langsung dengan aflatoksin (Rastogi et al., 2005). Bahaya lain dari aflatoksin dapat menyebabkan kerusakan genetik pada janin, terhambatnya pertumbuhan anak-anak yang ditandai dengan hilangnya nafsu makan tumbuh, sehingga dapat menghambat kecerdasan anak pada masa pertumbuhan. (Choc,2001). Aflatoxin di Indonesia tergolong ke dalam mikotoksin utama yang banyak mengkontaminasi produk-produk pertanian, seperti kacang tanah dan jagung. Kacang tanah dan jagung merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan jamur toksigenik, penghasil aflatoksin. Laporan penelitian tentang cemaran aflatoksin pada komoditi pertanian di Indonesia seperti pada jagung dan kacang tanah telah dilaporkan oleh Rahayu dkk., (2003) ; Ginting dkk., (2004) dan Lilieanny dkk., (2005). Komoditi tersebut tercemar aflatoksin melebihi standar mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tidak lebih dari 15 ppb. Hasil survey lainnya terhadap produk olahan pangan berbasis kacang tanah dan jagung juga menunjukkan kandungan aflatoksin yang tinggi melebihi batas aman (Lilieanny, dkk, 2005 ; Kasno, 2004) Di Nusa tenggara Timur komoditi jagung dan kacang tanah banyak diusahakan oleh masyarakat. NTT termasuk salah satu penghasil jagung terbanyak di Indonesia dan jagung menjadi makanan pokok bagi sebagian masyarakat NTT. Produksi jagung tertinggi terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dengan produksi jagung pada tahun 2008 sebanyak 157,411 ton pada luas lahan 63,319 ha. Sedangkan Kabupaten Kupang menempati urutan ketiga dengan produksi jagung tahun 2008 sebanyak ton pada luas lahan ha (BPS, 2009). Selain jagung, kacang tanah juga menjadi komoditi andalan yang diusahakan karena menjadi salah satu sumber penghasilan tunai
3 masyarakat. Sentra produksi kacang tanah di NTT terdapat di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan. Produksi kacang tanah di Kabupaten Kupang pada tahun 2008 sebanyak 25,678 ton dengan luas areal panen 21,894. Sedangkan Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2008 sebanyak 4,289 ton dengan luas areal panen 3,967. (BPS, 2009). Peningkatan produksi kedua komoditi tersebut juga telah meningkatkan banyaknya produk olahan berbasis jagung dan kacang tanah yang dihasilkan dan beredar di masyarakat. Informasi kualitas produk-produk olahan tersebut menjadi sangat penting khususnya dari aspek keamanan cemaran aflatoksin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran aflatoksin B 1 pada produk olahan pangan berbasis jagung dan kacang tanah dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penelitian ini kiranya akan memberikan informasi bagi berbagai pihak mengenai kualitas produk olahan jagung dan kacang tanah dari aspek keamanannya yaitu cemaran aflatoksin dan juga bahan informasi dalam upaya pencegahan dan upaya meminimalisir cemaran aflatoksin pada produk olahan. METODE PENELITIAN Sampel dan Lokasi Pengambilan sampel Pengambilan sampel olahan pangan berbasis jagung dan kacang tanah dilakukan di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Sampel yang di ambil merupakan sampel olahan pangan jagung dan kacang tanah yang di produksi oleh masyarakat setempat. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juni Juli Sebanyak 6 sampel olahan jagung dan 6 sampel olahan kacang tanah diperoleh dari supermarket, toko dan pasar tempat produk-produk tersebut dipasarkan. Produk olahan kacang tanah adalah kacang telur, kacang bawang, tenteng bajawa, kacang gula aren, kacang telur TTS, dan kacang asin. Sedangkan produk olahan jagung adalah Jagung pedas manis, Jagung pedas asin, Emping jagung, Jagung goreng pedas, Jagung udang pedas dan jagung bunga. Terhadap setiap produk diambil sebanyak 500 gram selanjutnya sampel dipreparasi yang meliputi tahapan pengambilan sub sampel, penghalusan, dan ekstraksi sampel. Pengujian aflatoksin B 1 Uji aflatoksin B 1 dilakukan dengan menggunakan metoda ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Prinsip dasar metode immunoasay adalah reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, hasil reaksi dapat diamati dengan menggunakan penanda. Untuk melakukan uji
4 aflatoksin B 1 dengan menggunakan metode ELISA terlebih dahulu dilakukan ekstraksi terhadap sampel yang akan diuji. Proses ini diawali dengan pengambilan sub sampel dari setiap sampel yang ada untuk kemudian dihancurkan menggunakan blender hingga halus. Untuk setiap sampel diperlukan 25 g jagung yang telah diblender. Selanjutnya 25 g sampel yang telah diblender halus tersebut dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan aquadest 30 ml untuk kemudian digojog perlahan dan didiamkan selama 5 menit. Langkah berikutnya adalah dengan menambahkan 45 ml metanol kedalam larutan, sehingga didapatkan bahwa konsentrasi metanol (pengekstrak) adalah 60%. Selanjutnya larutan dishaker selama 15 menit dengan kecepatan 200 rpm agar larutan dapat diambil filtratnya. Selanjutnya akan terdapat lapisan bening pada lapisan atas larutan yang kemudian akan diambil dan dianalisa. Pengujian Kadar Air Uji kadar air menggunakan metode thermogravimetri, prinsip utamanya adalah penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, sehinga akan diperoleh selisih berat sebelum dan sesudah sampel dipanaskan dalam jangka waktu tertentu (Sudarmadji dkk., 1997) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan Kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) disajikan pada Tabel 1 Tabel 1. Tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) No Kabupaten Produk Olahan Kadar AFB 1 (ppb) Kadar air (%) 1 Kupang Jagung pedas asin 3,1 6,80 2 Jagung pedas manis 1,8 5,26 3 Emping Jagung 1,7 1,66 4 TTS Jagung goreng pedas 5,9 4,28 5 Jagung udang pedas 1,9 3,46 6 Jagung Bunga 2,1 2,74 7 Kupang Kacang telur 38,0 3,49 8 Kacang bawang 7,2 1,99 9 Tenteng bajawa 6,8 1,33 10 TTS Kacang gula aren 10,8 4,6 11 Kacang telur 8,2 2,82 12 Kacang asin 7,5 1,83 Hasil pengujian tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan Kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menunjukkan bahwa
5 keseluruhan produk olahan pangan berbasis jagung yang diproduksi oleh masyarakat setempat baik di Kabupaten Kupang maupun Kabupaten Timor Tengah Selatan cemaran aflatoksinnya < 15 ppb. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel olahan jagung masih memenuhi standar mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tidak lebih dari 15 ppb. Sedangkan untuk produk olahan pangan berbasis kacang tanah, terdapat 1 sampel (17%) yang diperoleh dari Kabupaten Kupang dengan tingkat cemaran aflatoksin >15 ppb yaitu 38,0 ppb. Beberapa faktor menyebabkan masih ditemukannya cemaran aflatoksin dalam berbagai produk olahan pangan. Faktor tersebut antara lain bahan baku produk olahan yang telah tercemar aflatoksin dan proses pengolahan produk olahan yang tidak cukup memadai untuk mereduksi kandungan aflatoksin yang telah ada dalam bahan baku. Hasil pengujian tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan kacang tanah di atas menunjukkan bahwa masih ditemukannya kandungan aflatoksin pada sampel di duga karena kedua faktor tersebut. Walaupun cemaran aflatoksin tersebut pada sampel masih dalam batas yang aman untuk konsumsi. Cemaran aflatoksin pada bahan baku dapat terjadi karena praktek pra dan pasca panen yang tidak tepat. Penelitian cemaran aflatoksin yang dilakukan oleh Tandi Rubak dkk (2008) terhadap komoditi kacang tanah yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Kupang menunjukkan bahwa 65 sampel kacang tanah 15 % sampel (konsentrasi tertinggi 36,3 ppb) telah tercemar aflatoksin B 1 diatas standar yang telah ditetapkan. Beberapa proses pengolahan pangan untuk menghasilkan suatu produk mampu mereduksi kandungan aflatoksin yang telah ada dalam bahan baku. Jumlah reduksi aflatoksin yang bisa terjadi tergantung dari beberapa hal antara lain metode, suhu dan kombinasi dengan pengolahan yang lain. (Toress et al., 2001). Proses pengolahan produk olahan dengan penggunaan panas seperti penggorengan, penyangraian, dan perebusan di duga mampu mereduksi kandungan aflatoksin yang telah ada dalam bahan baku hingga 80 %. ( Yazdanpanah et al., 2005 ; Hwang dan Lee, 2005;Darmawan, 2005). KESIMPULAN Uji kandungan aflatoksin B 1 pada produk olahan jagung dan Kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menunjukkan keseluruhan produk olahan pangan berbasis jagung yang diproduksi oleh masyarakat setempat baik dari Kabupaten Kupang maupun Kabupaten Timor Tengah Selatan cemaran aflatoksinnya < 15 ppb. Sedangkan untuk produk olahan pangan berbasis kacang tanah, terdapat 1 sampel (17%) yang diperoleh dari Kabupaten Kupang dengan tingkat cemaran aflatoksin >15 ppb yaitu 38,0 ppb.
6 DAFTAR RUJUKAN Choct (2001). Nutritional Constraints to Alternative Ingridients. ASA Technical Bulletin, Vol AN31, Hal.3-4. Darmawan, A.N., Laporan Tesis : Penurunan Cemaran Aflatoksin B 1 pada Pengolahan emping Jagung. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ginting, E., A.A. Rahmianna, dan Yusnawan E. (2005). Pengendalian Kontaminasi Aflatoksin pada Produk Olahan Kacang Tanah melalui Penanganan Pra dan Pasca Panen. Diambil dari Hwang, J. H., K.G. Lee, Reduction of aflatoxin B 1 Contamination in Wheat by Various Cooking Treatments. Departement of Food Science and Technology, Dongguk University, 26-Ga, Pil-dong, Chung-gu, Seoul, Korea. Kasno, A., Profil dan Perkembangan Teknik Produksi Kacang Tanah di Indonesia. Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor, 25 Mei Lilienny, O.S. Dharmaputra, dan. Putri A.S.R (2005). Populasi Kapang Pascapanen dan Kandungan Aflatoksin pada Produk Olahan Kacang Tanah. J. Mikrobiologi Indonesia. Hlm Rahayu, E. S., Sri Raharjo dan Rahmianna A. A. (2003). Cemaran Aflatoksi pada Produksi Jagung di Daerah Jawa Timur. Agritech, volume 23 No. 4. FTP UGM. Tandi Rubak Y., A.V. Simamora dan L. Mukkun Tingkat Cemaran Afaltoksin B 1 Pada kacang tanah di Kabupaten Kupang. Jurnal Lingkungan Semiringkai. Vol 3: Torres, P., M.G. Ortiz, and B.R. Wong, Revising the Role of ph and Thermal Treatments in Aflatoxin Content Reduction During the Tortilla and Deep Frying Processes. J. Agric. Food Chem,49, Williams, J.H., Timothy D. Philips, Pauline E Jolly, Jonathan K Stiles, Curtis M. Jolly, and Deepak Aggarwal, Human Aflatoxicosis in Developing Countries : A review of Toxicology, Exposure, Potential Heath Consequences, and Interventions, 2004, American Journal Clinical Nutrition, 80 : Yazdanpanah, H., T. Mohammadi, G. Abouhossain and A. A. Cheraghali Effect of Roasting on Degradation of Aflatoxin in Contaminated Pistachio Nuts. Faculty of Pharmacy. Shaheed Vestí University of Medical Science, Teheran Iran.
REDUKSI AFLATOKSIN B 1 (AFB 1 ) DENGAN PEREBUSAN DALAM LARUTAN KAPUR PADA PEMBUATAN ENTING-ENTING
REDUKSI AFLATOKSIN B 1 (AFB 1 ) DENGAN PEREBUSAN DALAM LARUTAN KAPUR PADA PEMBUATAN ENTING-ENTING Reduction of Aflatoxin B 1 (AFB 1 ) by Boilling In Lime Solution on Enting-Enting Processing Marwati 1,
Lebih terperinciTINGKAT CEMARAN DAN JENIS MIKOBIOTA PADA JAGUNG DARI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN. Yuliana Tandi Rubak * ABSTRACT
TINGKAT CEMARAN DAN JENIS MIKOBIOTA PADA JAGUNG DARI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Yuliana Tandi Rubak * ABSTRACT The purpose of this research are to determine fungal contamination and any kinds of micobiota
Lebih terperinciABSTRAK. pada setiap tahapan peng olahan yang berpotensi menurunkan cemaran AFB 1
AGRITECH, Vol 28, No 4 November 28 REDUKSI AFLATOKSIN B 1 ) DENGAN PEREBUSAN DALAM LARUTAN KAPUR PADA PEMBUATAN ENTING-ENTING Reduction of Aflatoxin B 1 ) by Boilling In Lime Solution on Enting-Enting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kontaminasi produk pertanian oleh mikotoksin merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus diperhatikan.
Lebih terperinciPengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT 2
REDUKSI KANDUNGAN AFLATOKSIN B 1 (AFB 1 ) PADA PEMBUATAN KACANG TELUR MELALUI PEREBUSAN DALAM LARUTAN KAPUR (REDUCTION OF AFLATOXIN B 1 (AFB 1 ) CONTENT IN THE EGG PEANUT BY BOILLING IN LIME SOLUTION)
Lebih terperinciPENGURANGAN AFLATOKSIN B 1 (AFB 1 ) DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus oligosporus MK-1 PADA PEMBUATAN BUMBU PECEL ABSTRAK
PENGURANGAN AFLATOKSIN B 1 (AFB 1 ) DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus oligosporus MK-1 PADA PEMBUATAN BUMBU PECEL Reduction of Aflatoxin B 1 (AFB 1 ) Bumbu Pecel By Using Rhizopus oligosporus
Lebih terperinciMEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN
MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN Kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin terutama dihasilkan oleh kapang saprofit yang tumbuh pada bahan pangan atau pakan
Lebih terperinciBenarkah Ada Aflatoksin pada Kakao?
Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao? Oleh: Ayutia Ciptaningtyas Putri, S.Si PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu komoditi utama perkebunan Indonesia dan andalan ekspor negara Indonesia. Saat ini
Lebih terperinci(AFB 1. ) DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus oligosporus MK-1 PADA PEMBUATAN BUMBU PECEL
PENGURANGAN AFLATOKSIN B 1 ( ) DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus oligosporus MK-1 PADA PEMBUATAN BUMBU PECEL Reduction of Aflatoxin B 1 ( ) Bumbu Pecel By Using Rhizopus oligosporus MK-1 for
Lebih terperinciRantai pemasaran kacang tanah di Indonesia
Kerjasama ACIAR Pengurangan cemaran Aflatoxin pada kacang tanah menggunakan strategi pengelolaan agronomi dan pengendalian hayati di Indonesia and Australia (PHT 97/017) Periode Proyek: 1 July 2001 31
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih banyak dari dataran yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya wilayah perairan
Lebih terperinciAFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET
AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,
Lebih terperinciKEAMANAN PANGAN AKIBAT KONTAMINASI MIKROORGANISME DAN MIKOTOKSIN
Disajikan pada Pra Widyakarya Pangan dan Gizi, 17 Juni 2008 Isu 4 : Masalah keamanan produk industri usaha kecil dan menengah (UKM) dan industri rumah tangga KEAMANAN PANGAN AKIBAT KONTAMINASI MIKROORGANISME
Lebih terperinciMengenal Aflatoksin dan Metode Analisisnya pada Kakao
Mengenal Aflatoksin dan Metode Analisisnya pada Kakao Oleh: Bayu Refindra Fitriadi, S.Si Calon PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu produk unggulan perkebunan Indonesia, bahkan saat ini Indonesia
Lebih terperinciSKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F
SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F24104001 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN
PERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN Arifin Dwi Saputro, Ridwan Kurniawan, Hanim Zuhrotul Amanah, Sri Rahayoe Jurusan
Lebih terperinciPENURUNAN KADAR AFLATOKSIN B1 PADA SARI KEDELAI OLEH SEL HIDUP DAN SEL MATI Lactobacillus acidophilus SNP-2
PENURUNAN KADAR AFLATOKSIN B1 PADA SARI KEDELAI OLEH SEL HIDUP DAN SEL MATI Lactobacillus acidophilus SNP-2 [Reduction of Aflatoxin B1 in Soymilk by Viable and Heat-killed Lactobacillus acidophilus SNP-2]
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diliputi oleh perairan. Dengan luas dan panjangnya garis pantai Indonesia, komoditi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya diliputi oleh perairan. Dengan luas dan panjangnya garis pantai Indonesia, komoditi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latarbelakang aflatoksikosis
1 PENDAHULUAN Latarbelakang Indonesia yang beriklim tropis memberikan kondisi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai cendawan. Salah satu diantara cendawan tersebut adalah Aspergillus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya
Lebih terperinciXIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN
XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN Jamur dapat tumbuh pada berbagai jenis pangan, dan pertumbuhannya akan menyebabkan terjadinya kerusakan pangan yang bersangkutan, diantaranya kerusakan flavor, warna,
Lebih terperinciKEBERADAAN JAMUR KONTAMINAN PENYEBAB MIKOTOKSIKOSIS PADA SELAI KACANG YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA PALEMBANG TAHUN 2013
KEBERADAAN JAMUR KONTAMINAN PENYEBAB MIKOTOKSIKOSIS PADA SELAI KACANG YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA PALEMBANG TAHUN 2013 ABSTRAK Erwin Edyansyah Dosen Poltekkes Palembang Jurusan Analis Kesehatan
Lebih terperinciUJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)
UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) Khoirul Ngibad 1 ; Roihatul Muti ah, M.Kes, Apt 2 ; Elok
Lebih terperinciUPAYA MENURUNKAN KONTAMINASI AFLATOKSIN B 1 PADA KACANG TANAH DENGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN (Studi Kasus di Lampung)
Jurnal Enjiniring Pertanian UPAYA MENURUNKAN KONTAMINASI AFLATOKSIN B 1 PADA KACANG TANAH DENGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN (Studi Kasus di Lampung) ( Effort to Minimize Aflatoxin B 1 Contamination in Peanut
Lebih terperinciPRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA
PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan bahan pangan pokok peringkat kedua setelah beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan memanfaatkan jagung yang
Lebih terperinciKONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA
Sri Wahyuni Budiarti et al.: Komtaminasi Fungi. KONTAMINASI FUNGI PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA Sri Wahyuni Budiarti 1), Heni Purwaningsih 1), dan Suwarti 2) 1) Balai
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan tanaman yang sudah lama banyak digunakan sebagai obat tradisional. Adanya senyawa brazilin dan brazilein memberikan ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia
Lebih terperinciKacang Tanah: SUMBER Pangan Sehat dan Menyehatkan
Kacang Tanah: SUMBER Pangan Sehat dan Menyehatkan Kacang tanah sangat dekat dengan konsumsi pangan kita sehari-hari. Mulai dari berbagai macam kudapan (snack) kacang rebus, kacang garing, kacang atom,
Lebih terperinciIII. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Alat dan Bahan Penelitian
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Pertanian UMY pada bulan Maret-April 2017. B. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. 3.2 Desain Penelitian Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini, dibuat suatu desain penelitian
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciIII BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN
III BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai : (3.1) Bahan Penelitian, (3.2) Alat Penelitian, dan (3.3) Metode Penelitian. 3.1. Bahan Penelitian Bahan baku penelitian pada proses
Lebih terperinciANALISA KADAR ASAM OKSALAT DALAM ASAM SUNTI. Suryani *) ABSTRAK
ANALISA KADAR ASAM OKSALAT DALAM ASAM SUNTI Suryani *) ABSTRAK Asam Sunti (Belimbing wuluh kering) banyak dikonsumsi oleh masyarakat Aceh. Asam Sunti mengandung ion oksalat yang dapat menimbulkan batu
Lebih terperinciIbM PENGOLAHAN JAGUNG IBU-IBU PKK DESA TAMBAKMERANG GIRIMARTO WONOGIRI
IbM PENGOLAHAN JAGUNG IBU-IBU PKK DESA TAMBAKMERANG GIRIMARTO WONOGIRI Afriyanti 1), Novian Wely Asmoro 1), Salman Faris Insani 3) 1) 2) Prodi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Veteran
Lebih terperinciSITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA
SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA Djodi Achmad Hussain Suparto Direktorat Budidaya Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciPEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU
PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU Bambang Kusmartono 1, Merita Ika Wijayati 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta e-mail : bkusmartono@ymail.com ABSTRAK
Lebih terperinciAFLATOKSIN, OKHRATOK- SIN, ZEARALENON PADA KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L) AFLATOXIN, OCHRATOXIN, ZEARALENON IN PEANUT (Arachis Hypogaea L)
STUDI KOMPARATIF TOKSISITAS LC 50 AFLATOKSIN, OKHRATOK- SIN, ZEARALENON PADA KACANG TANAH (Arachis Hypogaea L) COMPARATIVE STUDY TOXICITY LC 50 AFLATOXIN, OCHRATOXIN, ZEARALENON IN PEANUT (Arachis Hypogaea
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diantaranya selai kacang, kacang asin, permen kacang, minyak kacang, aneka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah ( Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditas penting pertanian Indonesia. Kacang tanah dapat diolah menjadi berbagai produk, diantaranya selai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. produsen dan banyak negara konsumen. Kopi berperan penting dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kopi (Coffea spp) merupakan komoditas ekspor yang memberikan devisa cukup tinggi khususnya dari komoditas perkebunan yang melibatkan beberapa negara produsen
Lebih terperinciEndang S. Rahayu. Membangun Kerjasama antara Akademisi, Pelaku Bisnis, dan Pemerintah untuk Pengendalian Aflatoksin
Disampaikan pada acara: Aflatoxin Forum Indonesia 17 Januari 2008 Membangun Kerjasama antara Akademisi, Pelaku Bisnis, dan Pemerintah untuk Pengendalian Aflatoksin Endang S. Rahayu Berbuat Bersama Berperan
Lebih terperinciLAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS
LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Brookfield Digital Viscometer Model
Lebih terperinciLokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan
PENETAPAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM DENGAN CARA KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS Siti Djuariah Balai Penelitian Veteriner Bogor PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor penting di dalam upaya meningkatkan
Lebih terperinciSTUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003)
STUDI ANALISIS RISIKO KONSENTRASI NITRAT, NITRIT, MANGAN, BESI DALAM AIR TANAH RUMAH TANGGA DI KOTA BANDUNG LAPORANTUGAS AKHIR (EV -003) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program S-1 Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti kebanyakan jenis rumput-rumputan. Tetapi tanaman jagung yang termasuk genus zea ini hanya memiliki spesies
Lebih terperinciDISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG
DISTRIBUSI DAN PENANGANAN PASCAPANEN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) DARI KECAMATAN BATURITI KE KOTA DENPASAR A A Gede Ary Gunada 1, Luh Putu Wrasiati 2, Dewa Ayu Anom Yuarini 2 Fakultas Teknologi Pertanian,
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU DAN JENIS WADAH PEMASAKAN TERHADAP KOMPONEN MAKANAN DALAM GUDEG
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH WAKTU DAN JENIS WADAH PEMASAKAN TERHADAP KOMPONEN MAKANAN DALAM GUDEG Yohanes Sudaryanto, Lydia Felycia, Henny R, Yuliana
Lebih terperinciDavid Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo
J. Agrotek Tropika. ISSN 233-4993 60 Jurnal Agrotek Tropika 3():60-64, 205 Vol. 3, No. : 60 64, Januari 205 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN
Lebih terperinciEvaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven
129 Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven L. Ibrahim Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Limau Manis, Padang Abstract The research was conducted
Lebih terperinciPENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)
PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) (Method Development of Aflatoxin B 1 Residue in Liver Chicken by Enzyme Linked Immunosorbent
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu
Lebih terperinciPENGARUH PERBEDAAN WAKTU DAN PROSES PEMASAKAN TERHADAP KONSENTRASI LOGAM TEMBAGA DAN KADMIUM PADA KERANG HIJAU (Perna viridis)
PENGARUH PERBEDAAN WAKTU DAN PROSES PEMASAKAN TERHADAP KONSENTRASI LOGAM TEMBAGA DAN KADMIUM PADA KERANG HIJAU (Perna viridis) THE EFFECT OF DIFFERENT DURATIONS AND PROCESSES OF COOKING ON COPPER AND CADMIUM
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium
Lebih terperinciKADAR PROTEIN, SIFAT FISIK DAN DAYA TERIMA KULIT BAKPIA YANG DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG NASKAH PUBLIKASI
KADAR PROTEIN, SIFAT FISIK DAN DAYA TERIMA KULIT BAKPIA YANG DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: NUR AINI ERNA ROSTIAMINASIH J 310 090 008 PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan
Lebih terperinciLAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS
LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum
Lebih terperinciTATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April
Lebih terperinciKata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam
HUBUNGAN ANTARA KADAR GARAM DAN KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA PADA MAKANAN TRADISIONAL RONTO DARI KOTABARU KALIMANTAN SELATAN Meiliana Sho etanto Fakultas Farmasi Meilianachen110594@gmail.com
Lebih terperinciPENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan
Lebih terperincimemberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya
Lebih terperinciKAJIAN PRODUKSI AFLATOKSIN B1 KASAR DARI ISOLAT KAPANG Aspergillus flavus LOKAL PADA MEDIA JAGUNG DAN JAGUNG+KACANG TANAH
KAJIAN PRODUKSI AFLATOKSIN B1 KASAR DARI ISOLAT KAPANG Aspergillus flavus LOKAL PADA MEDIA JAGUNG DAN JAGUNG+KACANG TANAH ASSESSMENT OF CRUDE AFLATOKSIN B1 PRODUCTION BASED ON LOCAL Aspergillus flavus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia
Lebih terperinci39 Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi Buah Mengkudu Untuk ekstraksi, buah mengkudu sebanyak kurang lebih 500 g dipilih yang matang dan segar serta tidak perlu dikupas terlebih dahulu. Selanjutnya bahan
Lebih terperinciSIFAT MEKANIK TALI SERABUT BUAH LONTAR
Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SIFAT MEKANIK TALI SERABUT BUAH LONTAR ISTI IKMAH *, MUSA DIMYATI, DWI SUKOWATI,
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan
Lebih terperinciSEAMEO BIOTROP, Bogor Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK
ISSN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 4, Agustus 2013 Halaman 99 106 DOI: 10.14692/jfi.9.4.99 Kualitas Fisik, Populasi Aspergillus flavus, dan Kandungan Aflatoksin pada Biji Kacang Tanah Mentah Physical Quality,
Lebih terperinciPENGARUH KOMBINASI SUHU, WAKTU, DAN CARA PEMANASAN TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, DAN MIKROBIOLOGI MAYONNAISE
i PENGARUH KOMBINASI SUHU, WAKTU, DAN CARA PEMANASAN TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA, DAN MIKROBIOLOGI MAYONNAISE THE EFFECTS OF TEMPERATURE, TIME, AND METHODS OF EGG PASTEURIZATION ON PHYSICAL,
Lebih terperinciPEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS
PEMANFAATAN BIJI TURI SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI DALAM BAHAN BAKU PEMBUATAN KECAP SECARA HIDROLISIS DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK PEPAYA DAN NANAS NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: VANDA FIKOERITRINA WIDYA PRIMERIKA
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini
Lebih terperinciLaporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI
BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembutan sabun transparan ialah : III.1.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat : a. Kompor Pemanas b. Termometer 100 o C c.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciDiblender Halus. Supernatan. Dikeringkan diatas penangas air. Ditambahkan sedikit H2S04 (P) Ditambahkan metanol Dibakar
Lampiran 1. Diagram analisis pemeriksaan kualitatif boraks dalam bakso secara sentrifugasi 10 gram Bakso Air Panas Diblender Halus Supernatan Dimasukkan kedalam sentrifgasi Hidupkan Alat selama menit dengan
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan
LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan 1 Persiapan bahan baku 2 Proses Hidrolisis Melarutkan 100 gr kulit pisang yang telah halus
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat
Lebih terperinciKOMBINASI JAGUNG (Zea mays L.) DAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus Jacq.) TERHADAP KUALITAS TORTILLA CHIPS (KERIPIK JAGUNG)
JURNAL SKRIPSI KOMBINASI JAGUNG (Zea mays L.) DAN TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus Jacq.) TERHADAP KUALITAS TORTILLA CHIPS (KERIPIK JAGUNG) Disusun Oleh : Laurensiana Chandrika Poke NPM :
Lebih terperinciSaatnya Indonesia Bangkit Melawan Aflatoksin
ARTIKEL Saatnya Indonesia Bangkit Melawan Aflatoksin Oleh: Sri Raharjo RINGKASAN Di kalangan pimpinan pemerintahan dan politik nilai strategis dari penanganan aflatoksin dan dampaknya terhadap ketahanan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan
Lebih terperinciBAHAN MAKANAN SETENGAH JADI
BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH. (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for
LAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for Drying Peanuts) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Lebih terperinciGARAM GUNUNG ASAL KRAYAN SEBAGAI ZAT ADITIF UNTUK MENSTABILKAN KLOROFIL SAYURAN ABSTRAK
GARAM GUNUNG ASAL KRAYAN SEBAGAI ZAT ADITIF UNTUK MENSTABILKAN KLOROFIL SAYURAN Herman dan Laode Rijai Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Email : herman.farmasi@yahoo.co.id
Lebih terperinciOleh: Munirwan Zani 1) ABSTRACT
193 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHA PENGOLAHAN KACANG METE DI KABUPATEN BUTON Oleh: Munirwan Zani 1) ABSTRACT The study aimed to find out and to analyze factors affecting the amount of
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Tujuan Penelitian, (3) Identifikasi Masalah, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu
Lebih terperinciKANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT AGUS SUSANTO
KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT AGUS SUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 1 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
Lebih terperinciBAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto
BAB III TEKNIK PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto Selatan, Bone Bolango Gorontalo selama dua bulan, mulai dari Tanggal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan
Lebih terperinciPENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS
BAB III PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS Uning Budiharti, Putu Wigena I.G, Hendriadi A, Yulistiana E.Ui, Sri Nuryanti, dan Puji Astuti Abstrak
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,
Lebih terperinci