BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpajakan Rachmat Soemitro dan R. Santoso Brotodihardjo.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perpajakan Rachmat Soemitro dan R. Santoso Brotodihardjo."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pajak Definisi pajak berbeda-beda menurut para ahli, namun definisi yang dikemukakan para ahli tersebut mempunyai makna yang sama. Definisi yang diterima secara umum adalah definisi yang dikemukakan oleh Andriani dan dikuatkan oleh ahli perpajakan Rachmat Soemitro dan R. Santoso Brotodihardjo. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakandengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk pengeluaran umum (Brotodihardjo, 2005) Selanjutnya menurut Munawir yang mengutip pendapat Jayadiningrat, pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pajak yaitu:

2 6. Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara, maknanya adalah yang berhak untuk melakukan pungutan pajak adalah negara.

3 7. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang dan dapat dipaksakan, maknanya pemerintah dapat memungut pajak bila sudah ada Undang-Undang yang mengaturnya dan aturan pelaksanaannya sebagai petunjuk pelaksanaannya. 8. Pembayaran pajak tidak mempunyai kontraprestasi langsung terhadap individu, artinya kontraprestasi diberikan oleh negara kepada rakyat dan tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak. 9. Pajak digunakan untuk pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, maksudnya pengeluaran pemerintah tersebut bermanfaat bagi masyarakat secara umum. 10. Pajak dipungut disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, atau yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang, dengan demikian pajak hanya boleh dipungut oleh pemerintah. 11. Pajak merupakan kewajiban yang bersifat memaksa, maksudnya apabila diabaikan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pajak mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi budgeter dan fungsi mengatur. Fungsi budgeter dimana pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, dengan kata lain pajak tersebut digunakan sebagai alat untuk memasukkan uang ke kas negara. Fungsi pajak sebagai mengatur adalah merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah dimana pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

4 2.2. Penghasilan Berdasarkan Pasal 4 (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 STDD Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa: yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Mengacu pada definisi di atas dengan kata lain penghasilan dapat diartikan dengan jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perorangan, badan dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi dan/atau menimbun serta menambah kekayaan. Dari pendefinisian penghasilan menurut Undang-Undang, dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan abstrak (konsepsional) dan pendekatan operasional. Definisi konsepsional terdapat dalam alinea umum sedangkan definisi operasional terdapat dalam contoh-contoh. Definisi operasional ini diperlukan untuk dapat melaksanakan pengertian abstrak penghasilan dalam administrasi pemungutan pajak sehingga akan nampak jelas wujud dari tambahan kemampuan ekonomis dalam kehidupan nyata sehari-hari. Sesuai dengan konsep penghasilan yang komprehensif, Pajak Penghasilan dekenakan atas penghasilan baik yang berasal dari kegiatan usaha dan tenaga (active income, earned income) maupun penghasilan pasif (Gunadi, 2002).

5 Contoh-contoh penghasilan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat 1 huruf a sampai dengan huruf s pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dimaksudkan untuk memperjelas pengertian tentang penghasilan yang luas (broad base) dan lebih bersifat ilustratif. Prinsip pemajakan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah unitary (global) taxation, maksudnya yaitu bahwa semua penghasilan dari berbagai katagori dan sumber dikonsolidasikan menjadi satu kesatuan (unitary) basis pemajakan. Untuk mencapai keadilan horizontal dan vertikal atas satu kesatuan basis pemajakan tersebut dikenakan tarif umum Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Undang-Undang yang mengatur tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaiman telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku sekarang ini diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang tersebut. Secara filosofis, Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan pengurang penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi untuk menghasilkan Penghasilan Kena Pajak sebelum dikenakan tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Bila dianalogikan dengan Wajib Pajak Badan, bisa diidentikkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka memperoleh penghasilan untuk mempertahankan berjalannya usaha perusahaan, namun bedanya dengan Orang Pribadi, bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi mengeluarkan

6 biaya untuk melangsungkan kehidupan pribadi maupun keluarga. Untuk keseragaman Wajib Pajak Orang Pribadi, ditetapkanlah adanya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku dan penerapannya sama untuk semua Wajib Pajak Orang Pribadi. Penghasilan Tidak Kena Pajak diasumsikan sebagai biaya minimal yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, sehingga apabila Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut nyata-nyata mengeluarkan biaya untuk kelangsungan hidupnya lebih besar dari Penghasilan Tidak Kena Pajak yang telah ditetapkan, maka Wajib Pajak tersebut tidak dapat mengakuinya dalam laporan pajaknya sebagai pengurang penghasilan neto. Penghasilan Tidak Kena Pajak dapat dikatakan sebagai perlindungan terhadap kebutuhan minimum masyarakat yang harus terpenuhi (subsistence level allowances). Jadi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak dikaitkan dengan pengeluaran konsumsi personal untuk mempertahankan dan memelihara standar hidup relatif Wajib Pajak. Biaya yang boleh diakui secara fiskal untuk Wajib Pajak Orang Pribadi hanyalah apabila Wajib Pajak tersebut melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan, sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas tanpa menyelenggarakan pembukuan akan dikenakan pajak dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Dari uraian di atas ada dua istilah penting yang dapat kita ambil untuk menghindari kerancuan. Pertama biaya untuk kelangsungan kehidupan yang diistilahkan sebagai Penghasilan Tidak Kena Pajak. Kedua biaya sehubungan

7 dengan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, ini hanya sebagai pengurang dari penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha/pekerjaan bebasnya saja (yang menyelenggarakan pembukuan) Penghasilan Tidak Kena Pajak telah mengalami beberapa kali perubahan hingga saat. Setiap perubahannya selalu mempertimbangkan adanya alasan ketidaksesuaian dengan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat. Secara prosedural hukum diatur bahwa penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak sejak tahun 1983 hingga sekarang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1. Rangkuman Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Dasar Hukum UU No. 8 Tahun 1983 Untuk diri Wajib Pajak (Rp) Tambahan untuk WP kawin (Rp) Tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami (Rp) Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus paling banyak tiga orang (Rp) /KMK.04/ UU No. 10 Tahun /KMK.04/ UU No. 17 Tahun /KMK.03/ /PMK.03/ UU No. 36 Tahun Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, 2012 Masa Berlaku 1 Januari 1984 s/d 31 Desember Januari 1994 s/d 31 Desember Januari 1995 s/d 31 Desember Januari 1999 s/d 31 Desember Januari 2001 s/d 31 Desember Januari 2005 s/d 31 Desember Januari 2006 s/d 31 Desember Januari 2009 s/d sekarang

8 2.4. Penghasilan Kena Pajak (Taxable Income) Penghasilan Kena Pajak adalah merupakan dasar pengenaan pajak (tax base) dalam pengenaan pajak atas penghasilan (income tax). Secara prinsip, Undang- Undang Pajak Penghasilan menganut pemajakan dengan basis neto (net basis of taxation) terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri (Gunadi, 2002). Pengenaan pajak dengan basis neto maksudnya adalah bahwa pemajakan dikenakan atas penghasilan neto (net income), yaitu atas penghasilan bruto (gross income) dikurangi dengan pengeluaran dan pengurangan lain yang diperbolehkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penghasilan Kena Pajak dihitung setelah mengurangi gross income dengan berbagai pengurangan yang diperbolehkan (tax reliefs) oleh Undang-Undang. Tax reliefs yang paling banyak dipakai oleh sistem pajak atas penghasilan di dunia adalah deductible expense & personal excemption (Haula dan Rasin, 2005) Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah merupakan pajak subjektif atau personal yang pengenaannya harus memperhatikan dan pempertimbangkan keadaan pribadi subjek pajak. Pertimbangan terhadap subjek pajak tersebut diperlukan supaya tidak terjadi kemiskinan struktural masyarakat, umpamanya penduduk tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pokoknya hanya karena harus membayar kewajiban pajaknya.

9 Untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang terutang, pertama sekali harus diketahui dulu dasar pengenaan pajaknya (tax base). Dasar pengenaan pajak untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghasilan sebagai objek Pajak Penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan dikurangi dengan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang munurut Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Besarnya Penghasilan Kena Pajak tidak selalu sama dengan penghasilan neto karena akan tergantung pada jenis objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan, ada tidaknya kerugian yang dapat dikompensasikan, cara pengenaannya, dan lainnya (Gunadi, 2002). Ada dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, yaitu penghitungan dengan cara biasa (akuntansi) dan penghitungan dengan cara menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (estimated income) untuk kemudian dikurangkan lagi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri diperlihatkan dalam rangkuman berikut ini. WP OP Akuntansi : (Penghasilan Bruto Biaya Fiskal = Penghasilan Neto) Kompensasi Rugi PTKP Penghasilan Kena Pajak Norma Penghitungan Sumber: Direktorat Jenderal Pajak : (Penghasilan Bruto x % Norma Penghitungan = Penghasilan Neto) PTKP Penghasilan Kena Pajak

10 Penghitungan besarnya pajak yang terutang bagi semua jenis pajak meliputi dua unsur penting, yaitu tarif pajak dan Dasar Pengenaan Pajak. Tarif pajak ini bisa berupa angka ataupun persentase tertentu (Resmi, 2005), sedangkan jenis tarif pajak itu sendiri dibedakan atas tarif tetap, tarif proporsional, tarif progresif, dan tarif degresif (Zain, 2004). Karakteristik dari tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi yaitu merupakan tarif progresif, berlaku secara kesatuan (unity basis), dan terdapat lima struktur tarif dan bersifat progresif bagi yang berpenghasilan di bawah jumlah tertentu dan proporsional untuk penghasilan di atas jumlah yang terkena tarif tertinggi sebagai akibat keterbatasan tarif marjinal. Tarif Pajak Penghasilan dikatakan progresif bila skedul tarif pajak meningkat, elastisitas pajak sehubungan dengan penghasilan lebih besar dari satu (unity) pada setiap lapisan penghasilan, dan tarif marjinal pajak lebih besar dari tarif rata-rata (Gunadi, 2002). Negara kita menganut pengenaan tarif progresif dalam penentuan Pajak Penghasilan Orang Pribadi, yaitu berupa persentase tertentu yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif ini diharmonisasikan dengan pemberian Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk melindungi kesejahteraan minimal masyarakat. Penggunaan tarif progresif didasarkan pada argument teori ability to pay (kemampuan untuk membayar). Teori-teori yang mendukung teori progresif adalah (Gunadi, 2002): 1. Teori utilitas, yaitu adanya pendapat marjinal utilitas uang yang semakin menurun-declining marginal utility of money.

11 2. Teori Equal Sacrifice, yaitu adanya kesamaan rasa dalam memikul beban pajak. 3. Teori Proporsional Sacrifice, yaitu penerapan tarif yang sesuai dengan penghasilan. 4. Teori Minimum Sacrifice, yaitu tariff minimum untuk kebanyakan anggota masyarakat. Formula untuk menghitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah: PPh OP = Tarif X Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: Tabel 2.2. Rangkuman Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri Tarif PPh 1994 s/d s/d s/d sekarang s/d 25 jt 10% 5% di atas 25 jt s/d 50 jt 15% 10% di atas 50 jt 30% di atas 50 jt s/d 100 jt 15% di atas 100 jt s/d 200 jt 25% di atas 200 jt 35% s/d 50 jt 5% di atas 50 jt s/d 250 jt 15% di atas 250 jt s/d 500 jt 25% di atas 500 jt 30% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, 2012

12 2.6. Konsumsi Pengertian Konsumsi Secara umum konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Sementara itu konsumen adalah pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga/masyarakat (household consumption/private consumption). Penelitian ini memfokuskan pada pengeluaran konsumsi rumah tangga sebab pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat sehingga mempunyai pengaruh yang sangat besar pula terhadap stabilitas perekonomian. Berbeda dengan konsumsi pemerintah yang bersifat eksogenus, konsumsi rumah tangga bersifat endogenus, artinya besarnya konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhinya (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, 2002) Perkembangan masyarakat yang begitu cepat menyebabkan perilakuperilaku konsumsi juga berubah cepat. Hal ini merupakan salah satu alasan yang membuat studi tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan. Konsumsi merupakan pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas

13 makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi atau digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antar tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposibel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan: C = a + by... (2.2) Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah nol, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional. Konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposibel dengan konsumsi dan pendapatan disposibel dengan tabungan ada dua yaitu yaitu konsep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan kecondongan mengkonsumsi rata-rata. Kecondongan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (Marginal Propensity to Consume), dapat didefenisikan sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi ( C) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposibel ( Yd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula : MPC = C Yd

14 Kecondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average Propensity to Consume), dapat didefenisikan sebagai perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposibel pada ketika konsumsi tersebut dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula: APC = C Yd Faktor-Fakor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Ada banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga, faktor-faktor tersebut secara garis besar adalah: a. Faktor-Faktor Ekonomi 1. Pendapatan rumah tangga (household income) Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendapatan maka tingkat konsumsi akan semakin tinggi pula karena ketika tingkat pendapatan meningkat kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Kemungkinan besar juga pola hidup menjadi semakin konsumtif, atau setidak-tidaknya ada tuntutan untuk kualitas hidup yang lebih baik. 2. Kekayaan rumah tangga (household wealth) Yang termasuk dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil (misalnya rumah, tanah, dan mobil) dan kekayaan finansial (seperti deposito berjangka, saham, cek, dan surat-surat berharga lainnya). Kekayaan-kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi

15 karena menambahkan pendapatan yang disposabel. Contohnya dalam hal ini, bunga deposito yang diterima tiap bulan dan deviden yang diterima setiap tahun menambah pendapatan rumah tangga. Demikian juga rumah, tanah, dan mobil yang disewakan akan menambah pendapatan rumah tangga. Penghasilan-penghasilan yang demikian disebut sebagai penghasilan nonupah (non wages income). Sebagian dari tambahan penghasilan tersebut akan dipakai sebagai konsumsi, dan tentunya akan meningkatkan pengeluaran konsumsi. 3. Tingkat bunga (interest rate) Tingkat bunga yang tinggi dapat mengerem keinginan konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang memiliki kelebihan uang maupun yang kekurangan uang. Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi (opportunity cost) dari kegiatan konsumsi akan semakin mahal. Bagi mereka yang ingin mengonsumsi dengan berutang dulu, misalnya dengan meminjam dari bank atau menggunakan fasilitas kartu kredit, biaya bunga semakin mahal, sehingga lebih baik menunda/mengurangi konsumsi. Sama halnya dengan mereka yang memiliki banyak uang, jika tingkat bunga tinggi menyebabkan menyimpan uang di bank terasa lebih menguntungkan ketimbang dihabiskan untuk konsumsi. Sebaliknya jika tingkat bunga rendah, bagi keluarga kaya menyimpan uang di bank menyebabkan ongkos menunda konsumsi terasa lebih besar. Sementara bagi keluarga yang kurang mampu biaya meminjam yang menjadi lebih rendah akan meningkatkan keberanian dan gairah konsumsi.

16 4. Perkiraan tentang masa depan (household ekspectation about the future) Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin baik, mereka akan merasa lebih leluasa untuk melakukan konsumsi, maka pengeluaran konsumsi cenderung meningkat. Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin jelek, merekapun berusaha menekan pengeluaran konsumsi. Faktor-faktor internal yang dipergunakan untuk memperkirakan prospek masa depan rumah tangga antara lain adalah: apakah orang tua yakin akan tetap mendapat pekerjaan? Apakah penghasilan dan karir mereka akan meningkat? Berapa banyak anggota keluarga yang telah dan akan bekerja? Berapa penghasilan/gaji mereka? Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi prediksi rumah tangga tentang masa depannya antara lain kondisi perekonomian domestik dan internasional, jenis-jenis dan arah kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah. b. Faktor-Faktor Demografi (Kependudukan) 1. Jumlah penduduk Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, meskipun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relatif rendah. Contohnya, walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada penduduk Singapura, tetapi secara absolut tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura karena jumlah penduduk Indonesia sangat jauh lebih banyak bibandingkan dengan penduduk Singapura. Pengeluaran

17 konsumsi suatu negara akan sangat besar bila jumlah penduduk sangat banyak dan pendapatan per kapita sangat tinggi 2. Komposisi penduduk Komposisi penduduk suatu negara dapat dilihat dari beberapa klasifikasi, diantaranya: usia (produktif dan tidak produktif), pendidikan (rendah, menengah, tinggi), dan wilayah tinggal (perkotaan dan pedesaan). Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi secara sederhana dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Makin banyak penduduk yang berusia kerja atau usia produktif (15-64 tahun), makin besar tingkat konsumsi, terutama bila sebagian besar dari mereka mendapatkan kesempatan kerja yang tinggi, dengan upah yang wajar atau baik sebab makin banyak penduduk yang bekerja maka penghasilan juga makin besar. 2. Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin tinggi sebab pada saat seseorang/suatu keluarga semakin berpendidikan tinggi kebutuhan hidupnya juga semakin banyak. Mereka tidak hanya sekedar harus memenuhi kebutuhan akan makanan dan minuman, melainkan juga kebutuhan informasi, pergaulan masyarakat yang lebih baik, serta kebutuhan akan pengakuan orang lain terhadap keberadaannya (eksistensinya). Biasanya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan ini jauh lebih tinggi daripada biaya pemenuhan untuk kebutuhan makanan dan minuman.

18 3. Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban), pengeluaran konsumsi juga makin besar sebab pada umumnya pola hidup masyarakat perkotaan lebih konsumtif dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. c. Faktor-Faktor Non-Ekonomi Faktor-faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat. Sebagai contoh, berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat (tipe ideal). Contoh paling kongkret di negara kita adalah berubahnya kebiasaan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar swalayan. Demikian pula dengan kebiasaan makan, dari makan masakan yang tersedia di rumah menjadi kebiasaan makan di restoran atau di pusat-pusat jajanan yang menyediakan makanan siap saji (fast food). Contoh lain, sekarang ini rumah bukan hanya sekedar tempat berlindung dari panas dan hujan, melainkan juga merupakan ekspresi dari keberadaan diri, maka tak heran bila ada keluarga yang mengeluarkan uang ratusan juta bahkan miliaran rupiah untuk membeli atau membuat rumah idaman. Pada prakteknya sulit memilah-milah faktor apa yang mempengaruhi apa sehingga menyebabkan terjadinya perubahan/peningkatan konsumsi. Dikatakan sulit karena ketiga faktor diatas saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi

19 Teori-Teori Konsumsi A. Teori Keynes (Keynesian Consumption Model) Sedikitnya ada empat teori konsumsi yang perlu dipelajari untuk dapat mengikuti perkembangan teori-teori mutakhir, salah satu diantaranya adalah teori yang diajukan John Maynard Keynes yang biasa disebut dengan Teori Keynes tentang konsumsi (Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, 2002) a. Hubungan Pendapatan Disposabel dan konsumsi Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Menurut Keynes ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomous consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat maka konsumsi juga akan meningkat, hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposable. C = Co + b Yd (2.1) Dimana: C Co B = konsumsi = konsumsi otonomus = marginal propensity to consume (MPC) atau kecenderungan mengonsumsi marginal Yd = pendapatan disposable 0 < b < 1

20 Koefisien parameter b adalah MPC. Sebagai contoh diperlihatkan dalam tabel 2.1. di bawah ini: Tabel 2.3. Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi Pendapatan Δ Pendapatan Konsumsi Disposabel Disposabel Sumber: Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar, Manurung Mandala Δ Konsumsi Pada saat tingkat pendapatan disposable sama dengan nol, tingkat konsumsi adalah 100. Hal ini berarti bahwa konsumsi minimal (autonomous consumption) sama dengan 100. Ketika pendapatan disposabel meningkat menjadi 500, 1000, 1500, 2000, dan seterusnya konsumsi juga meningkat menjadi 500, 900, 1300, 1700 dan seterusnya. Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan setiap 500 unit kenaikan pendapatan disposabel, sebanyak 400 digunakan untuk tambahan konsumsi. Terlihat bahwa tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Tingkat pendapatan 500 merupakan tingkat pendapatan minimal agar rumah tangga mampu membiayai seluruh konsumsinya tanpa harus mengorek tabungan. b. Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume) Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume) atau MPC adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu unit MPC = ӘC (2.2) ӘYd

21 Seperti pada penjelasan Tabel 2.1., jumlah tambahan konsumsi tidak akan lebih besar daripada tambahan pendapatan disposabel, sehingga angka MPC tidak akan lebih besar dari satu. Angka MPC juga tidak mungkin negatif, dimana jika pendapatan disposabel terus meningkat, konsumsi terus menurun sampai nol (tidak ada konsumsi). Karena manusia tidak mungkin hidup di bawah batas konsumsi minimal maka 0 < MPC < 1. MPC akan semakin kecil pada saat pendapatan disposabel meningkat. Pertambahan konsumsi semakin menurun bila pendapatan disposabel terus meningkat. B. Teori dengan Hipotesis Pendapatan Permanen Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi dua yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian pendapatan permanen adalah : 1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah. 2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya (Mangkoesoebroto, 1998). Friedman menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara.

22 C. Teori dengan Hipotesis Siklus Hidup Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukakan oleh Franco Mondigliani. Franco Mondigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya. Karena orang cenderung menerima penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (disaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah. Selanjutnya Mondigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang yang beredar. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain (Suparmoko, 2001).

23 D. Teori dengan Hipotesis Pendapatan Relatif James Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) menggunakan dua asumsi yaitu: 1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya. 2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan Saving

24 Pengertian Saving Pengertian tabungan (saving = S) adalah sejumlah pendapatan yang disimpan karena tidak habis digunakan untuk konsumsi Masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih besar dari kebutuhan konsumsi akan mempunyai kesempatan untuk menabung. Dalam perekonomian sederhana Pendapatan Nasional akan digunakan untuk : Konsumsi dan Tabungan (Saving) Nilai Waktu dari Uang 1. Nilai Sekarang ( Present Value ) Nilai nominal dari sejumlah mata uang belum tentu akan lebih berharga dimasa datang. Hal ini sangat tergantung dari tingkat pengembalian investasi yang diinginkan. V = X / (1+r) t Ket : V = Nilai yang akan datang X = Nilai sekarang t = Waktu r = Faktor diskonto Nilai Masa Mendatang (Future Value) Menghitung nilai masa mendatang adalah kebalikan dari menghitung nilai sekarang dari output investasi yang direncanakan. Sekalipun melihat dari sudut pandang yang bertolak belakang, keputusan yang dihasilkan tetap sama. F = A (1+r) t Ket :

25 F = Nilai masa mendatang yang diharapkan A = Investasi awal t = Waktu r = Faktor diskonto Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian yang Diharapkan (Expected Rate of Return) 1. Kondisi Internal Perusahaan Kondisi internal adalah faktor-faktor yang berada di bawah kontrol Perusahaan, seperti tingkat efisiensi, kualitas Sumber Daya Manusia dan teknologi. Sedangkan faktor non-teknis, seperti kepemilikkan hak dan atau kekuatan monopoli, kedekatan denga pusat kekuasaan, dan penguasaan jalur informasi. 2. Kondisi Eksternal Perusahaan Kondisi eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan akan investasi utama adalah perkiraan tentang tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi domestik maupun internasional. a. Biaya Investasi Hal yang paling menentukan adalah tingkat bunga pinjaman. Makin tinggi tingkat bunganya maka biaya investasi makin mahal. Akibatnya minat akan investasi makin menurun. Namun tidak jarang, walaupun tingkat bunga pinjaman rendah, minat akan investasi tetap rendah. Hal ini disebabkan biaya total investasi masih tinggi dan faktor yang mempengaruhi adalah masalah kelembagaan.

26 b. Marginal Efficiency of Capital (MEC), Tingkat Bunga, dan Marginal Efficiency of Investement (MEI) Marginal Efficiency of Capital (MEC) atau Efisiensi Modal Marjinal (EMM) adalah tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) dari setiap tambahan barang modal Penelitian Terdahulu Penelusuran melalui studi literatur dan jurnal menunjukkan bahwa penelitian yang membahas tentang pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi masih sangat terbatas. Dalam penelitian ini penulis menyertakan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan sebagai referensi. Penelitian yang dilakukan oleh Ramli (2006) mengenai Analisis Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan 21 dan Ekonomi menyimpulkan bahwa perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak berpengaruh positif terhadap Disposable income dan konsumsi. Penelitian ini juga menemukan adanya potential loss pendapatan Pajak Penghasilan 21 akibat perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Studi yang dilakukan oleh Bastari M (2011) mengenai Analisis pengaruh Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak terhadap Penerimaan Pemerintah dan Perekonomian Daerah Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Kota Medan diperoleh hasil bahwa kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan daerah dan perekonomian daerah. Multiplier effect

27 tingkat perubahan konsumsi, tingkat perubahan investasi, dan tarif pajak setelah perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan keseimbangan wilayah. Efek perubahan besarnya kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak berpengaruh positif terhadap fungsi konsumsi, fungsi investasi, dan fungsi pajak dimana perubahan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak berpengaruh positif terhadap tingkat konsumsi, tingkat investasi, dan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pemerintah, dan juga terdapat pengaruh perubahan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak terhadap tax loss Wajib Pajak. Nuritomo (2006) melakukan studi Pengaruh Peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak Terhadap Penenerimaan Pajak (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Satu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak berpengaruh negatif terhadap Pajak Penghasilan 21. Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Satu menunjukkan bahwa perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak tidak memberikan pengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan PPN/PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Sri Suranta (2006) melakukan studi Pengaruh Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak Terhadap Penenerimaan Pajak di Surakarta. Hasil penelitian menyatakan bahwa peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak ternyata tidak menurunkan realisasi penerimaan pajak dan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar, namun sebaliknya dengan adanya perubahan tersebut justru menaikkan realisasi penerimaan pajak dan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar.

28 2.9. Kerangka Konseptual Dengan berubahnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi lebih tinggi (terjadi kenaikan) maka akan mempengaruhi jumlah Disposable Income (Yd), dalam hal ini Disposable Income menjadi meningkat. Meningkatnya Disposable Income berefek pula kepada konsumsi dan saving, dimana konsumsi dan saving menjadi meningkat juga. Peningkatan pengeluaran untuk konsumsi diasumsikan sebesar kecenderungan mengkonsumsi dikalikan dengan perbedaan pendapatan disposabel. Peningkatan Disposable Income berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi dan saving. Dalam hal pemerintah memungut pajak secara optimal terhadap tambahan disposabel, tambahan saving, dan tambahan konsumsi akibat perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak akan berpengaruh kepada Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Penulis menjelaskan variabel-variabel yang saling mempengaruhi dan berhubungan dalam bentuk kerangka konseptual sebagai berikut: Δ PTKP Δ Yd Δ C Δ S Yp Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Keterangan: Δ PTKP Δ Yd Δ C Δ S Yp = Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak = Perubahan Disposible Income/Penghasilan = Perubahan Konsumsi = Perubahan Saving/Tabungan = Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi

29 2.10. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan kerangka konseptual, diperoleh hipotesis sebagai berikut: 1. Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berpengaruh negatif terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) di Kota Medan. 2. Perubahan Penghasilan berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP). 3. Multiplier effect perubahan konsumsi berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP). 4. Multiplier effect perubahan saving berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP). 5. Terdapat potential loss jumlah Wajib Pajak (WP) yang disebabkan oleh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI A. PENDAHULUAN Pendapatan (Income) adalah jumlah balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi selama 1 tahun. Pendapatan disimbolkan dengan (Y). Konsumsi (Consumption)

Lebih terperinci

TEORI KONSUMSI 1. Faktor Ekonomi

TEORI KONSUMSI 1. Faktor Ekonomi TEORI KONSUMSI Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga (household consumption/private consumption). Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Dilihat dari arti ekonomi, konsumsi merupakan tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda. Sedangkan menurut Draham Bannoch dalam bukunya

Lebih terperinci

Kebutuhan manusia relatif tidak terbatas. Sumber daya tersedia secara terbatas. Masing-masing sumber daya mempunyai beberapa alternatif penggunaan.

Kebutuhan manusia relatif tidak terbatas. Sumber daya tersedia secara terbatas. Masing-masing sumber daya mempunyai beberapa alternatif penggunaan. EKONOMI MAKRO Lingkup Ekonomi Makro Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di dalam memenuhi kebutuhannya yang relatif tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas dan

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor 4. Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor Mengapa Anda Perlu Tahu Ketika seseorang bekerja pada perusahaan atau pemerintah maka dia akan mendapatkan gaji. Tentu, gaji yang didapatkan perlu dipotong

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONSUMSI

BAB II TEORI KONSUMSI BAB II TEORI KONSUMSI A. Teori Konsumsi 1. Konsumsi Konsumsi merupakan kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi adalah semua penggunaan barang dan jasa yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM SEJARAH BESARAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (TAHUN )

BAB 3 GAMBARAN UMUM SEJARAH BESARAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (TAHUN ) BAB 3 GAMBARAN UMUM SEJARAH BESARAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (TAHUN 1983 2008) Pajak Penghasilan merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi bagi individu yang telah memiliki tambahan kemampuan ekonomis

Lebih terperinci

Teori Konsumsi & Investasi

Teori Konsumsi & Investasi Mata Kuliah : Pengantar Ekonomi Teori Konsumsi & Investasi Chairul Maulidi Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota 2012 ( A ) Teori Konsumsi Pengantar Pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pos peerimaan terbesar, seperti halnya Indonesia. Menurut Rochmat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pos peerimaan terbesar, seperti halnya Indonesia. Menurut Rochmat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan pembayaran yang diwajibkan kepada setiap warga Negara kontraprestasinya tidak langsung. Penerimaan pajak bagi suatu pos penerimaan yang penting.

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN TABUNGAN

KONSUMSI DAN TABUNGAN Minggu ke 4 dan 5 KONSUMSI DAN TABUNGAN ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI 8 dan 5 Maret 03 LEARNING OUTCOME Setelah mengikuti topik bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan model konsumsi dan tabungan,

Lebih terperinci

IV. FUNGSI PENDAPATAN (Penerapan Fungsi Linear dalam Teori Ekonomi Makro)

IV. FUNGSI PENDAPATAN (Penerapan Fungsi Linear dalam Teori Ekonomi Makro) IV. FUNGSI PENDAPATAN (Penerapan Fungsi Linear dalam Teori Ekonomi Makro) Yang dimaksud fungsi pendapatan disini adalah Pendapatan Nasional (Y) yaitu pendapatan masyarakat suatu negara secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai analisis konsumsi masyarakat di Indonesia sebelumnya telah dilakukan. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap warga negaranya. Di samping memiliki berbagai macam hak, setiap warga negara Indonesia

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag.

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag. KONSUMSI DAN INVESTASI Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag. MEMAHAMI KONSUMSI DAN TABUNGAN Konsumsi Tabungan Fungsi Konsumsi APC MPC Garis 45 0 Fungsi Tabungan APS Grafis Matematis Grafis Matematis Komponen Pendapatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

Andri Wijanarko,SE,ME

Andri Wijanarko,SE,ME Andri Wijanarko,SE,ME Andri_wijanarko@yahoo.com 2 A.Pengeluaran Pemerintah B. Pengeluaran Rumah tangga 3 JENIS PENGGUNAAN 2006 2007 2008 2009 Pengeluaran Konsumsi 210,260,292 223,820,060 235,432,864 254,791,295

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti sedikit berbeda dengan. diikuti oleh perubahan dalam aspek lain dalam perekonomian seperti

BAB II URAIAN TEORITIS. Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti sedikit berbeda dengan. diikuti oleh perubahan dalam aspek lain dalam perekonomian seperti BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi mempunyai arti sedikit berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan PDB atau PNB riil. Sedangkan pembangunan

Lebih terperinci

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006 USU Repository 2006

Adi Syahputra: Perpajakan, 2006 USU Repository 2006 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...................................................i DAFTAR ISI...............................................................ii 1. Pengertian Pajak.......................................................

Lebih terperinci

FUNGSI KONSUMSI, TABUNGAN, PENDAPATAN NASIONAL

FUNGSI KONSUMSI, TABUNGAN, PENDAPATAN NASIONAL FUNGSI KONSUMSI, TABUNGAN, PENDAPATAN NASIONAL 6.1 Pendahuluan Dalam ekonomi makro, pengeluaran seseorang yang digunakan untuk konsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya. Konsumsi akan semakain tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

TEORI KONSUMSI. Minggu 8

TEORI KONSUMSI. Minggu 8 TEORI KONSUMSI Minggu 8 Pendahuluan Teori ini muncul setelah terjadi great depression tahun 1929-1930. Teori Konsumsi dikenalkan oleh Jhon Maynard Keynes. Sedangkan kelompok Klasik tidak pernah memikirkan

Lebih terperinci

Fungsi Konsumsi Keynes

Fungsi Konsumsi Keynes Teori ini muncul setelah terjadi great depression tahun 1929-1930. Teori Konsumsi dikenalkan oleh Jhon Maynard Keynes. Sedangkan kelompok Klasik tidak pernah memikirkan dan mengeluarkan teori konsumsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel)

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel) Tugas PIE Makro 1. Diketahui: C = 50 + 0,8 Yd S = - 50 + 0,2 Yd I = 40 Pendapatan Nasional Konsumsi RT Tabungan RT Investasi Pengeluaran Agregat 0 150 200 450 600 750 Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan 2.1.1 Sumber daya energi Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam membangun nilai didalam kondisi dimana kita

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian )

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian ) KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian ) PREPARED BY : S. K.TOMASOA, SE.,M.Si. Keseimbangan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI

Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI 1 Pertemuan ke-4 KONSUMSI DAN INVESTASI Tujuan Instruksi Khusus: Mahasiswa dapat memahami hubungan nilai variable permintaan agregat (keynessian), pendapatan nasional keseimbangan dan sistem keuangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Beras bagi kehidupan Bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan pangan

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PERPAJAKAN Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami pengertian, unsur-unsur, fungsi dan peranan, pemungutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dari analisa yang telah dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJI COBA PRA UN KABUPATEN

PEMBAHASAN SOAL UJI COBA PRA UN KABUPATEN PEMBAHASAN SOAL UJI COBA PRA UN KABUPATEN 1. Berikut perilaku konsumen menggunakan pendekatan kardinal dan pendekatan ordinal: (1) Tingkat kepuasan konsumen hanya bisa dibandingkan (2) Kepuasan konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor migas. Pendapatan ini diperoleh dengan mengekspor migas ke luar negeri. Tetapi pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

ANALISIS MARGINAL PROPENSITY TO CONSUME SUMATERA UTARA

ANALISIS MARGINAL PROPENSITY TO CONSUME SUMATERA UTARA ANALISIS MARGINAL PROPENSITY TO CONSUME SUMATERA UTARA Tassha Ghiska 1 & Sylvia V. Ranita 1 * 1 Program Studi Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Medan Telp. 061-7867311 Fax. 061-7874466 *E-mail : sylvia.ranita@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

Model IS-LM. Lanjutan... Pasar Barang & Kurva IS 5/1/2017. PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan IS-LM) Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan nasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 A. Pengertian Pajak Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para ahli. Kesemua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para ahli. Kesemua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Perpajakan 2.1.1. Defenisi Pajak Pengertian pajak sebagai sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh warga negara dalam sebuah negara yang berdaulat telah banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah penduduk menjadi indikator penting dalam suatu negara. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan jasa meliputi barang-barang tidak kasat mata, seperti potong. rambut, layanan kesehatan, dan pendidikan (Mankiw, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan jasa meliputi barang-barang tidak kasat mata, seperti potong. rambut, layanan kesehatan, dan pendidikan (Mankiw, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan rumah tangga untuk barang dan jasa. barang meliputi pembelanjaan rumah tangga untuk barang awet, seperti mobil dan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan S Modul 1 Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan PENDAHULUAN Suryohadi, S.H., M.M. tudi Kasus Perpajakan adalah suatu kajian mengenai masalah-masalah yang timbul atau yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia. Manusia melakukan kegiatan konsumsi berarti mereka juga melakukan pengeluaran. Pengeluaran untuk

Lebih terperinci

BAB III. 2. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam buku Resmi (2013) yaitu:

BAB III. 2. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. dalam buku Resmi (2013) yaitu: BAB III TINJAUAN TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) PADA PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK CANDISARI 3.1. Tinjauan Perpajakan 3.1.1 Pengertian

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Penyesuaian Besarnya PTKP

I. Pendahuluan. II. Penyesuaian Besarnya PTKP PENYESUAIAN BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP), SEBUAH KEBIJAKAN INSENTIF BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA I. Pendahuluan Pemerintah melalui Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang di belanjakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian yang dilakukan oleh Farnika (2013) menganalisis tentang penerimaan pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak wajib pajak besar

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM KONSUMSI DAN INVESTASI Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Penentuan Kegiatan Ekonomi: 1. Pandangan Klasik a. Di dalam perekonomian terjadi keadaan di mana jumlah keseluruhan penawaran barang- barang (penawaran

Lebih terperinci

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output

Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output Pengeluaran Agregat yang direncanakan (AE) dan Ekuilibrium Output 1. Model Arus Lingkar Pendapatan (The Circular Flow of Income model) 2. Pengeluaran Agregate yang direncanakan (Agregate Expenditure, AE)

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah 5. Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah Mengapa Anda Perlu Tahu Kita tulis kembali krisis yang melanda Indonesia tahun 1997 sebagai momentum memasukkan peran pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda menegenai pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut pada

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

TEORI INVESTASI A. Definisi Dan Arti Investasi

TEORI INVESTASI A. Definisi Dan Arti Investasi TEORI INVESTASI A. Definisi Dan Arti Investasi Investasi, yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah 17 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi merupakan pengeluaran konsumen untuk membeli barang dan jasa. Faktor utama yang menentukan konsumsi seorang konsumen akan barang dan jasa adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan Umum Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan Umum Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Dasar Perpajakan Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun masingmasing definisi memiliki tujuan yang sama. Menurut UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

Riyanto Utomo, Nur Rahmi Zuliyanti ABSTRAK

Riyanto Utomo, Nur Rahmi Zuliyanti ABSTRAK Hal 35-41 ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN PPH PASAL 21 TERUTANG ANTARA NET BASIS METHODE DENGAN GROSS UP METHODE TERHADAP BEBAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PT. ABC DI GRESIK Riyanto Utomo, Nur Rahmi Zuliyanti

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional : 3 PAJAK PENGHASILAN Tujuan Instruksional : A. Umum Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang pajak penghasilan secara umum B. Khusus o Mahasiswa mengetahui subjek pajak dan bukan subjek pajak.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Pajak II.1.1 Pengertian, Unsur dan Fungsi Pajak Pada dewasa ini perusahaan membutuhkan laporan operasional dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, sumber

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung ISSN 2086-9592 ANALISIS PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DAN PEMBUKUAN DENGAN STATUS PKP DAN STATUS nonpkp TERHADAP PPh DAN PPN PENGUSAHA KECIL PADA TOKO REJEKI LAMPUNG Rudy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi negara maju. Memiliki penduduk yang termasuk padat tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi negara maju. Memiliki penduduk yang termasuk padat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas Akhir Indonesia merupakan negara yang sedang dalam tahap pengembangan untuk menjadi negara maju. Memiliki penduduk yang termasuk padat tidak mudah memang menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena pajak merupakan salah sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan; b. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang publik,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan; b. Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang publik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pemerintah kita melaksanakan beberapa fungsi yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahannya di negara kita Republik Indonesia. Fungsifungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi adalah fitrah manusia yang merupakan sebuah kebutuhan darurat yang tidak dapat di pisahkan dari diri manusia karena konsumsi adalah bagian dari usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Pembangunan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Pembangunan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Pembangunan sebagai salah satu bentuk pengeluaran Negara yang dilakukan bersumber dari pendapatan negara yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. Penerimaan Negara yang terdiri atas penerimaan

Lebih terperinci

Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia

Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia Kecenderungan Konsumsi Marginal di Kalangan Masyarakat Indonesia ======================================================== Oleh: Novya Zulva Riani ABSTRACT This article analyzes the marginal propensity

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Konsumsi Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga keatas

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Soemitro dalam Siti Resmi (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa

Lebih terperinci

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana)

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana) BAB 2 Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana) Perekonomian tertutup merupakan perekonomian yang tidak mengenal hubungan ekonomi dengan negara lain (seperti ekspor, transaksi impor, transaksi

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Nama/NPM Pembimbing : Kanip/24213760 : Widada, SE., MM.

Lebih terperinci

Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian

Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian Arus Lingkar Pendapatan dalam Perekonomian Putri Irene Kanny Thursday, April 28, 2016 Pokok bahasan pertemuan ke-4 Arus lingkar pendapatan dalam perekonomian tertutup dua sektor Arus lingkar pendapatan

Lebih terperinci

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Model ini sangat sederhana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi dan Fungsi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Barangbarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis keuangan global memberi dampak sangat serius bagi perekonomian Indonesia. Imbas dari krisis keuangan tersebut membuat pemerintah harus secepat mungkin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Transportasi Transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pengangkutan atau pemindahan

Lebih terperinci