BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini studi pustaka dilakukan terhadap sumber-sumber tertulis yang berhubungan dengan objek dan topik penelitian cerita rakyat Rawa Pening yang berasal dari Jawa Tengah. Data penelitian didapatkan dari hasil observasi perpustakaan dan media sosial. Pertama, penelitian cerita rakyat Rawa Pening pernah dilakukan oleh Ernawati (2010) dengan judul Cerita Rakyat di Kota Salatiga dan Sekitarnya. Penelitian tersebut berupa skripsi FKIP Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi tersebut meneliti tentang stuktur cerita Asal Usul kota Salatiga, Rawa Pening, dan Sendang Senjaya dengan tujuan ingin menyebarkan nilai-nilai pendidikan cerita tersebut kepada pelajar. Hasil penelitian ini, yaitu struktur cerita rakyat Asal-usul kota Salatiga bertema divine, dan beralur kronologis. Latar terdiri dari tempat dan sosial. Tokoh dan penokohan dalam cerita rakyat ini dibedakan atas tokoh berdasarkan peranannya dalam cerita, berdasarkan fungsi penampilan, dan berdasarkan jenisnya. Nilai pendidikan dalam cerita rakyat ini terdiri dari nilai religius, nilai sosial, nilai moral dan nilai budaya. Struktur cerita rakyat Asal-usul Rawa Pening bertema sosial. Alur yang terdapat dalam cerita rakyat ini adalah alur kronologis. Latar terdiri dari tempat, waktu, dan sosial. Tokoh dan penokohan dalam cerita 10

2 11 rakyat ini dibedakan atas tokoh berdasarkan peranannya dalam cerita, berdasarkan fungsi penampilan serta berdasarkan jenisnya. Nilai pendidikan dalam cerita rakyat ini terdiri dari nilai religius, nilai sosial, nilai moral, dan nilai budaya. Analisis struktur cerita rakyat Sendang Senjaya bertema sosial, dan alur campuran. Pemerintah Kota Salatiga lewat Dinas Pariwisata Kota Salatiga telah mendokumentasikan cerita rakyat Asal-usul Kota Salatiga, namun belum disebarkan ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Pemerintah Kabupaten Semarang akan mendokumentasikan cerita rakyat Rawa Pening dan disebarkan ke sekolah-sekolah, namun belum mendokumentasikan cerita rakyat Sendang Senjaya, baru perawatan sebagai salah satu aset wisata air. Kedua, penelitian yang berjudul Poetika Naratif: Teori Prosa Naratif berdasarkan Konvensi Kesastraan Cerita Rakyat Daerah di Indonesia oleh Soedjijono pada tahun 2007, Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Satra, Universitas Negeri Malang. Penelitian tersebut membahas kekhasan motif cerita legenda, kekhasan unsur struktur legenda, kekhasan latar belakang masyarakat legenda, dan konvensi kesastraan legenda. Salah satu motif yang dibahas adalah cerita rakyat Rawa Pening. Analisis aspek historis diperoleh temuan adanya motif-motif cerita rakyat yang khas pada daerah tertentu. Analisis aspek ekstrinsik diperoleh temuan adanya latar belakang masyarakat tempat legenda hidup, yakni latar belakang masyarakat primitif, tertutup, tradisional, pedesaan, dan urban. Dari analisis aspek intrinsik diperoleh temuan, genre legenda terdiri atas dua komponen utama, yakni komponen dasar (gagasan) dan komponen dunia fiksional (latar, tokoh, dan adegan). Di sini, genre legenda memiliki ciri umum dan memiliki ciri spesifik bertolak dari kearifan lokal. Genre legenda Indonesia

3 12 merupakan genre naratif lisan tradisional yang oleh masyarakat pemiliknya tidak saja dianggap sebagai cerita faktual dan mengandung hal-hal yang bersifat realistis, sakral, dan historis, tetapi juga mengandung khayalan. Ketiga, cerita rakyat Rawa Pening telah dialihwahanakan oleh Handi Purnawan, Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro Semarang dalam tugas akhir yang berjudul Film Animasi Legenda Terbentuknya Rawa Pening pada tahun Menurut Handi Purnawan cerita rakyat Rawa Pening sangat menarik sehingga memunculkan ide untuk memvisualisasikan cerita tersebut ke dalam bentuk film animasi karena ingin lebih mengenalkan lagi Rawa Pening tidak hanya di wilayah Jawa Tengah namun agar lebih luas lagi dan juga bertujuan untuk menjadikan hiburan serta menyampaikan pesan moral yang terdapat pada cerita tersebut, dengan bantuan software Adobe Flash CS3, Cool Edit Pro, dan Adobe Premiere Pro CS3 maka terselesaikanlah Film Animasi Legenda Terbentuknya Rawa Pening. Dengan hasil film ini dapat disimpulkan bahwa dengan pemvisualisasian cerita rakyat terbentuknya Rawa Pening tersebut dapat menghibur bagi yang melihatnya, tersampaikannya moral dan juga saran yang diberikan adalah untuk memperjelas dan memperhalus dari Film Animasi Legenda Terbentuknya Rawa Pening. Keempat, penelitian berjudul Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Aplikasi Sdobe Flash CS5 Professional pada Materi Menyimak Legenda Rawa Pening untuk Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama oleh Prima Erwianisya Program Studi Bahasa Jawa Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun Penelitian tersebut berupa skripsi. Penelitian yang dilakukanoleh Prima Erwianisya sama

4 13 seperti penelitian yang dilakukan oleh Handi Purnawan, yaitu mengalihwahanakan cerita Rawa Pening. Namun, alih media yang dilakukan oleh Prima guna menunjukkan bahwa melalui media visual, siswa yang duduk dikelas VIII Sekolah Menengah Pertama lebih mudah menangkap cerita dalam bahasa Jawa. Melihat keempat penelitian di atas, penelitian ini melakukan penelitian yang berbeda dari penelitian yang telah ada tentang cerita rakyat Rawa Pening. Penelitian ini mendekontruksi atau mengkaji ulang cerita rakyat Rawa Pening. Penelitian ini diberi judul Cerita Rakyat Rawa Pening : Kajian Pascakolonial. Penelitian ini tidak hanya memperlakukan cerita rakyat sebagai media pengajaran moralitas tetapi menunjukkan bahwa cerita rakyat dapat meruntuhan oposisi biner peninggalan kuasa kolonialisme. Penelitian ini dimulai dengan menganalisis bentuk-bentuk wacana pascakolonial yang terdapat dalam cerita rakyat Rawa Pening dan kemudian menganalisis bagaimana reaksi masyarakat pemilik cerita rakyat Rawa Pening atau bagaimana peran cerita rakyat Rawa Pening dalam menyiasati kebudayaan sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat Semarang dalam berbagai bidang. 2. Landasan Teori Kajian pascakolonial pada dasarnya mempelajari berbagai akibat yang ditimbulkan oleh penjajahan baik pada satu periode pendudukan penjajah di koloni maupun ketika penjajah sudah meninggalkan budaya dan pengaruh mereka. Pertemuan dua bangsa yang memiliki akar berbeda, antara penjajah barat dan orang-orang yang terjajah bangsa timur, memunculkan berbagai fenomena pascakolonial seperti hibriditas. Bagi Said, wacana tentang Timur yang

5 14 dikontraskan dengan Barat hanya merupakan bentuk dari hasrat untuk membesarkan citra Eropa sebagai pelopor peradaban dan dilakukan demi kolonialisasi, menguasai, menjinakkan, dan mengontrol keberadaan Timur (Said, 1978: 3). Dengan Orientalisme, Said berupaya melakukan redefinisi atas wacana Timur. Menurut Melani Budianta dalam Budi Susanto, muncul dua dasar penting yang dikembangkan dalam teori pascakolonial (Susanto, 2009: 17). Pertama adalah mempertanyakan hierarki dikotomi oposisi biner. Wacana oposisi biner yang tidak adil dan menindas. Misalnya, dalam wacana Barat-Timur, selalu muncul hierarki Barat lebih tinggi, lebih ideal, dan lebih berkuasa. Wacana pascakolonial mulai dengan pembalikan oposisi biner ini. Kedua adalah kesadaran bahwa wacana tersebut bersifat anggotaan (constructedness). Ada dua tipe kebudayaan yang ada di daerah bekas kolonialisasi terutama tanah Jawa, yaitu budaya adiluhung (high culture) dan budaya kasar (sub culture) (Sobary, 1996: 43-59). Kebudayaan adiluhung, yang halus, kuat dalam politik dan ekonomi berasal dari golongan elite penguasa (dominan) dan kebudayaan kasar masyarakat kecil yang lemah (subordinat). Tentu saja anggapan ini atas dasar penilaian kaum elite. Secara luas elite Indonesia menjadikan dirinya pusat yang patut dicontoh dan sumber keselarasan. Maka, ukuran kehalusan sebuah penampilan menentukan harga identitas sebagai orang Jawa. Hibriditas merupakan tanda produktivitas kuasa kolonial, pergeserannya memaksa dan menentukan. Hibriditas adalah pembalikan strategi dari proses dominasi melalui pengingkaran. Hibriditas merupakan penilaian ulang dari asumsi identitas terjajah melalui repetisi dari efek identitas diskriminatoris.

6 15 It unsettles the mimetic or narcissistic demands of coloni power but reimplicates its identification in strategies of subversion that turn the gaze of discriminated back upon the eye of power, for the colonial hybrid is the articulation of the ambivalent space where the rite of power is enacted on the site of desire, making its objects at once disciplinary and disseminatory or, in my mixead metaphor a negative transparency (Bhabha, 1994: 112). Jadi menurut Bhabha hibriditas menganggu kebutuhan mimetik atau narasistik dari kekuasaan kolonial tetapi mengimplikasikan kembali dengan mengidentifikasinya dalam strategi subversi yang mengubah pandangan dari yang terdiskriminasi kembali kepada mata kuasa, sebab hibrid terjajah merupakan artikulasi dari ruang ambivalen dimana ritus kekuasaan dijalankan pada situs hastrat, menjadikan objeknya terdisiplinkan sekaligus melipatgandakan diri. Konsep melampaui yang diperkenalkan Bhabha, memosisikan budaya di antara ruang, dimana budaya tersebut berkolaborasi sekaligus kontestasi antara masa kini dan masa lampau. Konsep melampaui tersebut mendasarkan ambivalensi, mimikri-ejekan dan hibriditas. Klasifikasi hibriditas bila diterapkan dalam cerita rakyat Rawa Pening adalah hibriditas yang berciri meniru dan kemudian melakukan suatu perlawanan, yaitu terjadinya pembacaan ulang terhadap nilai yang berlaku pada budaya dominan atau penjajah. Budaya dari penjajah atau budaya dominan tidak hanya ditiru, tetapi dipermainkan. Kemudian keadaan ini oleh Bhabha disebut dengan almost the same, but not quite (Bhabha, 1994: 86). Proses saling melintasi batas garis perbedaan bukan berarti melebur sepenuhnya, budaya menjadi proses yang melampaui subjektivitas asli yang dengannya masyarakat sebagai subjek bisa mengkontruksi strategi kedirian di tengah-tengah perbedaan dan kekuasaan yang menjadikan mereka subordinat. Bhabha sependapat dengan Lacan mengenai pengunaan konsep subjek,

7 16 The subject for Lacan is always constitude through an enigmatic and illusive instince which he calls the object pait a. the subject is constituted not as a total person, not as a totality not as an individual, but as a series or set of metonymic relationships. The subject in Lacan is a network. One of the interesting things in the literature of colonization was this idea that colonial subject were always dependent subject, that they feel secondary to the hegemonies of western of Eurocentric thinking, thet they were secondary to eurocentism (Anfeng, 2009: 162). Dari konsep melampaui tersebut Bhabha membongkar sekaligus mengganggu keutuhan pengetahuan kebudayaan yang diwacanakan dalam formasi biner sebagai fondasi bagi keberlangsungan kekuasaan oleh kelompok dominan. Bhabha mendasarkan teorinya dengan melakukan dua kesadaran, kesadaran teoretis dan historis. Kesadaran teoretis adalah melakukan pembacaan kristis terhadap wacana dan dekonstruksi untuk menemukan celah yang bisa digunakan memformulasi pemikiran-pemikiran yang melampaui masyarakat. Menurut Bhabha, kesadaran historis adalah mendorong pemikiran-pemikiran tersebut ke latar pascakolonial dimana persoalan budaya dan wacana-wacana mengkonstruksinya secara biner menempatkan subjek subordinat ke dalam struktur sosial dan politik yang tidak setara. Dengan kedua kesadaran tersebut, persoalan wacana dan kuasa relasi berlangsung dalam ambivalensi. Konsep ambivalensi adalah proses melihat bagaimana subordinat memandang yang dominan dan bagaimana dominan memandang subordinat. Mereka menganggu pengetahuan diskriminatoris sebagai basis relasi satu sama lain dengan mimikri. Dalam situasi yang demikian, proyek nasional yang mengidealisasi keutuhan pengetahuan modern sebagai basis kekuasaan yang disebarluaskan pihak dominan termasuk di dalamnya melalui produk tulisan, tidak serta-merta diterima atau berjalan natural karena mimikri

8 17 berlangsung dalam pengulangan yang tidak utuh dan kegandaan, bukannya representasi utuh yang mengikuti keinginan atau ancaman dari pihak dominan. Ketika membincangkan ancaman yang dihadirkan oleh mimikri kolonial, bukan berarti mempersoalkan ancaman secara fisik. The meance of mimicry is its double vision which in disclosing the ambivalence of colonial discourse also disrupts its authority. And double vision that is a result of what I ve described as the partial representation/recognition of the colonial object. (Bhabha, 1994: 88). Ancaman yang dimaksud adalah ancaman yang menganggu tatanan wacana dan pengetahuan kolonial melalui visi ganda mimikri. Visi ganda mimikri maksudnya ketika subordinat melakukan apropriasi sekaligus inapropriasi yang mengakibatkan ketidakutuhan perbedaan rasial dan kebudayaan sebagaimana yang diyakini oleh subjek dominan. Bagi subordinat mimikri menjadi ejekan terhadap kesatuan atau keutuhan wacana dan pengetahuan yang selama ini dikontruksikan sebagai rezim kebenaran sebagai basis mekanisme kekuasaan. Subordinat bisa mengapropriasi model wacana dan kekuasaan dominan dalam tulisan mereka untuk melakukan proyek subjektivitas yang berada dalam kegandaan yang sekaligus mengingkari kebenaran wacana dan kekuasaan tersebut untuk memperluas kedaulatan. Konsep tersebut dinamakan metonimi kehadiran oleh Bhabha. then colonial mimicry is the desire for a reformed, recognizable other, as a subject of a difference is almost the same, but not quaite (Bhaba, 1994: 86). Bhabha mengatakan bahwa konsep mimikri yang serupa tapi tak sama dan hampir sama tapi tidak sepenuhnya.

9 18 B. Kerangka Pikir Sekaran (1984: 91) mengatakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting. 1. Pada tahap awal penelitian menentukan permasalahan dalam cerita rakyat Rawa Pening asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Permasalahan yang timbul adalah bentuk-bentuk wacana pascakolonial dalam cerita rakyat Rawa Pening dan siasat masyarakat pemilik cerita rakyat Rawa Pening dalam kebudayaan Jawa. 2. Tahap selanjutnya adalah menentukan teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut. Pada penelitian ini digunakan teori pascakolonial. 3. Pembahasan untuk menemukan bentuk-bentuk wacana pascakolonial dalam cerita rakyat Rawa Pening dan siasat masyarakat pemilik cerita rakyat Rawa Pening dalam kebudayaan Jawa dengan menganalisis latar histori kemunculan cerita rakyat Rawa Pening, menganalisis struktur cerita rakyat Rawa Pening dan menganalisis konteks cerita rakyat Rawa Pening. 4. Tahap akhir adalah simpulan, yaitu menyimpulkan jawaban dari permasalah yang ada berdasarkan analisis yang terdapat dalam cerita rakyat Rawa Pening.

10 19 BAGAN Kerangka Pikir Permasalahan (bentukbentuk wacana pasccakolonial dan siasat kebudyaan) Cerita Rakyat Rawa Pening Pascakolonial Latar Historis Kemunculan Cerita Rakyat Rawa Pening Bentuk-bentuk Wacana Pascakolonial yang terdapat dalam Cerita Rakyat Rawa Pening Siasat Masyarakat Pemilik Cerita Rakyat Rawa Pening dalam Kebudayaan Jawa Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis sastra oral, berbentuk kisah-kisah yang mengandalkan kerja ingatan, dan diwariskan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penjajahan pada periode sebelum terjadinya era modernisme menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penjajahan pada periode sebelum terjadinya era modernisme menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penjajahan pada periode sebelum terjadinya era modernisme menjadi sebuah rekaman bagi bangsa-bangsa yang akan mulai membentuk identitasnya. Berbicara mengenai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. 7.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis terhadap kelima novel terlihat bahwa sastra

BAB VII PENUTUP. 7.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis terhadap kelima novel terlihat bahwa sastra 1 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap kelima novel terlihat bahwa sastra kolonial Belanda memiliki pertalian yang kuat dengan kolonialisme Belanda. Sastra kolonial Belanda

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN. Film Indonesia sebagai produk industri budaya populer merupakan layar

BAB V SIMPULAN. Film Indonesia sebagai produk industri budaya populer merupakan layar BAB V SIMPULAN Film Indonesia sebagai produk industri budaya populer merupakan layar impian yang dengan prinsip inkorporasi dan artikulasi mampu menyajikan beragam permasalahan sosial, kultural, ekonomi,

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra berfungsi sebagai penuangan ide penulis berdasarkan realita kehidupan atau imajinasi. Selain itu, karya sastra juga dapat diposisikan sebagai dokumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. identik dengan bacaan-bacaan liar dan cabul yang mempunyai corak realisme-sosialis.

BAB IV PENUTUP. identik dengan bacaan-bacaan liar dan cabul yang mempunyai corak realisme-sosialis. BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kemunculan karya sastra Indonesia yang mengulas tentang kolonialisme dalam khazanah sastra Indonesia diprediksi sudah ada pada masa sastra Melayu Rendah yang identik dengan bacaan-bacaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam berekspresi dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan sebuah karya sastra baik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoretik 1. Teori Poskolonial Kata kolonialisme, menurut Oxford English Dictionary (OED) via Loomba (2003) berasal dari kata Latin/Romawi colonia yang berarti tanah pertanian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi. naratif secara ideal memiliki tiga kriteria karakteristik yaitu :

BAB V PENUTUP. a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi. naratif secara ideal memiliki tiga kriteria karakteristik yaitu : BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan a. Reality TV Pemberian Misterius Sebuah Teks Narasi Hasil pembahasan program reality TV Pemberian Misterius sebagai sebuah teks naratif merujuk pendapat Mieke Bal bahwa dalam

Lebih terperinci

IKLAN LAYANAN MASYARAKAT SOSIALISASI BERKENDARA BAGI USIA REMAJA AGAR TERTIB BERLALU LINTAS

IKLAN LAYANAN MASYARAKAT SOSIALISASI BERKENDARA BAGI USIA REMAJA AGAR TERTIB BERLALU LINTAS IKLAN LAYANAN MASYARAKAT SOSIALISASI BERKENDARA BAGI USIA REMAJA AGAR TERTIB BERLALU LINTAS SEPTIAN DWI PRAKOSO Program Studi Teknik Informatika D3, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan dunia. Reyog Ponorogo merupakan icon wisata Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan dunia. Reyog Ponorogo merupakan icon wisata Jawa Timur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ponorogo dikenal dengan julukan kota reyog, karena daerah ini merupakan tempat lahirnya kesenian reyog yang sudah terkenal di seluruh Indonesia dan dunia. Reyog

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan memiliki beragam budaya, seni serta wisata yang telah dikenal keindahannya di Indonesia. Ibukota Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Sastra peranakan Tionghoa adalah produk budaya dan sosial dari

BAB V KESIMPULAN. Sastra peranakan Tionghoa adalah produk budaya dan sosial dari BAB V KESIMPULAN Sastra peranakan Tionghoa adalah produk budaya dan sosial dari masyarakat Inonesia. Struktur teks sastra peranakan Tionghoa menunjukkan berbagai oposisi yang dapat dirangkum sebagai berikut;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menhadi objek penelitian ialah tokoh. Tokoh merupakan satu bagian

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menhadi objek penelitian ialah tokoh. Tokoh merupakan satu bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra ialah proyeksi kenyataan yang diramu dengan menggunakan daya imajinasi pengarang dan disampaikan melalui media bahasa dan mengandung unsur-unsur yang membentuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dalam teks The Little Prince. Sebagaimana telah diketahui bahwa novela ini telah

BAB V PENUTUP. dalam teks The Little Prince. Sebagaimana telah diketahui bahwa novela ini telah BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Penelitian ini memproblematisasi relasi antara anak dengan orang dewasa dalam teks The Little Prince. Sebagaimana telah diketahui bahwa novela ini telah menjadi karya paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118 BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Larasita Puji Daniar, 2014 Legenda Ciung Wanara Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Larasita Puji Daniar, 2014 Legenda Ciung Wanara Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Legenda merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan. Di Indonesia terdapat berbagai macam legenda yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ><

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang >< BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak dipisahkan dari negara Indonesia yang terkenal akan keanekaragamannya. Keanekaragaman ini menjadi unsur perekat kesatuan dan persatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 lalu merupakan fase

BAB I PENDAHULUAN. Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 lalu merupakan fase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 lalu merupakan fase awal untuk membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan. Melalui perjuangan bersenjata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Semua orang di dunia ini pasti akan membutuhkan teman atau seseorang yang dapat diajak untuk berbagi. Berbagi semua pengalaman yang baik maupun yang buruk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra yang banyak diterbitkan merupakan salah satu bentuk dari berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk seni, tetapi sastra juga

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka Ada sebuah lagu klise yang sudah lama bergema di Indonesia. Wanita dijajah pria sejak dulu kala 1, begitu penggalan liriknya. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK Ermi Adriani Meikayanti 1) 1) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Madiun Email: 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media komunikasi massa yang membawa pesan yang berisi gagasan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media komunikasi massa yang membawa pesan yang berisi gagasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman, manusia memiliki cara tersendiri untuk menyampaikan pesan. Berbagai alat komunikasi diciptakan hanya untuk mempermudah manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya, matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan lain dan sekaligus berperan untuk membantu perkembangan ilmu tersebut (Suherman, 2012).

Lebih terperinci

PEMBUATAN FILM ANIMASI 2D YANG BERJUDUL EMPAT MONSTER PADA KOMUNITAS MULTIMEDIA AMIKOM SURAKARTA

PEMBUATAN FILM ANIMASI 2D YANG BERJUDUL EMPAT MONSTER PADA KOMUNITAS MULTIMEDIA AMIKOM SURAKARTA PEMBUATAN FILM ANIMASI 2D YANG BERJUDUL EMPAT MONSTER PADA KOMUNITAS MULTIMEDIA AMIKOM SURAKARTA Herdika Melia Putra, Agus Purwanto AMIK Cipta Darma Jl. Ahmad Yani No. 181 Kartasura 57164 Abstract This

Lebih terperinci

KAJIAN POSTKOLONIALISME DAN KONSTRUKSI MASYARAKAT TERHADAP LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, TRANSGENDER)

KAJIAN POSTKOLONIALISME DAN KONSTRUKSI MASYARAKAT TERHADAP LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, TRANSGENDER) KAJIAN POSTKOLONIALISME DAN KONSTRUKSI MASYARAKAT TERHADAP LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, TRANSGENDER) Definisi Postkolonialisme Mendefinisikan istilah postkolonialisme sama susahnya dengan mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Legenda Legenda yang dalam bahasa Latin disebut legere adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh empunya cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memaknai wacana atau suatu gagasan kita tidak hanya terpaku pada tuturan yang disampaikan, namun juga konteks yang mengikuti dan bagaimana pengaruhnya. Terkadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS SKRIPSI

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS  SKRIPSI RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS WWW.SRITI.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa adalah bahan baku kesusastraan. Karya sastra yang indah bukan saja karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

Abstrak dan Executive Summary

Abstrak dan Executive Summary Abstrak dan Executive Summary Sang Lain Timur Menimurkan Timur Oleh: Abu Bakar Ramadhan Muhamad, S.S., M.A. NIDN. 002709740 NIP. 197409272003121001 UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS SASTRA 2015 Ketua Peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Salah satu fungsi bahasa bagi manusia adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok pikiran seseorang. Ketika seseorang mengemukakan gagasan, yang perlu diperhatikan bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia ini memiliki cerita rakyat atau legenda yang menjadi identitas dari daerah mereka. Cerita Rakyat sering kali meninggalkan suatu bentuk kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa yang harus dilaksanakan oleh guru. Guru harus dapat melaksanakan pembelajaran sastra dengan menarik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaum Aborigin sebagai penduduk pertama (first people) telah menduduki

BAB I PENDAHULUAN. Kaum Aborigin sebagai penduduk pertama (first people) telah menduduki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kaum Aborigin sebagai penduduk pertama (first people) telah menduduki Australia selama sekitar 50.000 sampai 120.000 tahun yang lalu. Mereka hidup sebagai pemburu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Paradigma didefinisikan sebagai suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. 1 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rahayu Yulistia, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rahayu Yulistia, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang memegang peranan sangat penting. Manusia mampu mengungkapkan pikiran, ide, gagasan, dan perasaannya kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai tentu harus melalui proses pembelajaran secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN 1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cirebon adalah sebuah kota yang berada di pesisir utara pulau Jawa, berbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Karena letak geografisnya yang strategis membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010

BAB 4 KESIMPULAN. 69 Universitas Indonesia. Memori kolektif..., Evelyn Widjaja, FIB UI, 2010 BAB 4 KESIMPULAN Berbagai bentukan memori seperti memisahkan, mengatasi, dan memasarkan memori telah membangun konstruksi memori kolektif kota Jakarta. Kota Jakarta sejak masa pemerintahan kolonial tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah sekaligus ujian untuk orangtuanya. Dalam perkembangannya pendidikan terhadap anak merupakan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN 2.1 Tinjauan pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

Ideologi dan identitas..., Muchamad Sidik Roostandi, FIB UI, Universitas Indonesia

Ideologi dan identitas..., Muchamad Sidik Roostandi, FIB UI, Universitas Indonesia terdapat proses pertukaran (exchange) antara kapital yang dimiliki konsumen dengan nilai simbolik (dan juga nilai materi: uang) yang terkandung dalam suatu produk. Sementara pada kasus Bu Lani dan Pak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Moral, kebudayaan, kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki ruang lingkup yang luas di kehidupan masyarakat, sebab sastra lahir dari kebudayaan masyarakat. Aspek

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah suatu tulisan yang memiliki keindahan yang luar biasa karena menggambarkan tentang kehidupan. Seseorang yang berjiwa sastra akan menghasilkan suatu karya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, simpulan dari penelitian commit to user 138 Simplifikasi Struktur Naratif dalam Novel Kumandhanging Katresnan Karya Any

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berbagai macam persoalan yang ada di dunia pendidikan khususnya di Indonesia ini menjadikan landasan yang mendasari pada penelitian ini. Dalam bab pendahuluan ini akan dipaparkan latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan refleksinya. Penyajiannya disusun secara menarik dan terstruktur dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk kontemplasi dan refleksi pengarang terhadap keadaan di luar dirinya, misalnya lingkungan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Selain dianggap sebagai kekuatan fiktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci