BAB V PENUTUP. dalam teks The Little Prince. Sebagaimana telah diketahui bahwa novela ini telah

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Penelitian ini memproblematisasi relasi antara anak dengan orang dewasa dalam teks The Little Prince. Sebagaimana telah diketahui bahwa novela ini telah menjadi karya paling banyak diterjemahkan di berbagai negara. Di Indonesia sendiri karya ini telah diterjemahkan dari bahasa Perancis ke bahasa Indonesia untuk pertama kalinya pada tahun 1979 dan mengalami proses cetak ulang hingga tahun Bahkan dalam beberapa review yang dipublikasikan melalui pasar buku online Amazon, karya ini dianggap sebagai karya paling dicintai dan ilustrasi di dalamnya juga dianggap sebagai ilustrasi terindah. Dengan latar belakang konsumsi yang demikian masif, perlu sekali mengetahui bagaimana teks tersebut bicara tentang anak dan orang dewasa. Terlepas dari proses penerjemahannya, penelitian ini berusaha untuk membaca bagaimana teks mengonstruksi identitas anak dan hubungannya dengan orang dewasa. Permasalahan ini muncul atas kecurigaan bahwa teks The Little Prince berbicara atas nama anak melalui sudut pandang orang dewasa. Melalui dua pisau bedah semiotika, struktur naratif dan retorika visual, teks dibaca relasi ideologisnya. 123

2 Pada bab II di atas teks berusaha dibaca dan dipetakan struktur naratifnya untuk melihat bagaimana proses konstruksi tersebut dibangun pada tataran naratif. Pada bagian prolog nampak bahwa tokoh I atau Narator ini menggugat orang dewasa atas sikap dan ketidaktahuan mereka akan hal yang esensi. Akan tetapi Narator kemudian dibuat untuk mengikuti saran orang dewasa; mengganti kegiatan menggambarnya dengan mempelajari ilmu sains. Tatkala orang dewasa meminta Narator untuk berhenti bermain-main itulah teks bicara tentang dikotomi keseriusan dan kebermain-mainan. Tindakan Narator bernilai kebermain-mainan sedangkan saran orang dewasa bernilai keseriusan. Kembali saya mengulangi apa yang pernah dikatakan oleh Nodelman bahwa apa yang disebut dengan pengetahuan orang dewasa adalah pengetahuan yang utuh. Sedangkan pengetahuan bagi anak-anak adalah pengetahuan yang tidak utuh. Pada peristiwa ini orang dewasa menjadi aktan dominan yang mendominasi anak. Paradoksnya adalah, meski kemudian Narator mengikuti apa yang disarankan oleh orang dewasa dan melepaskan kesempatannya menjadi seorang pelukis, orang dewasa dalam sekuen prolog tersebut menjadi pihak yang diserang oleh anak. Terdapat 26 kali perulangan baik secara tersirat maupun tersurat yang menyatakan bahwa orang dewasa sangat aneh dan tidak memahami apa yang esensi. Relasi dikotomis yang seperti itu dibaca melalui proses-proses analisis Greimassian seperti mengklasifikasi sintagma-sintagma dalam kalimat, membangun skema aktansial, dan membaca oposisi biner yang dibangun melalui 124

3 kedua proses sebelumnya. Proses tersebut dipakai untuk membuktikan sebuah kesimpulan jawaban bahwa teks The Little Prince merepresentasikan nilai-nilai ideal anak. Perepresentasian aktan anak melalui beberapa tokoh dikonstruksi dan dibentuk dengan cara mengidentifikasi subjektivitas anak secara bertentangan dengan subjektivitas orang dewasa. Pada subbab bagian isi yang terdapat pada bab II di atas, aktan anak dibangun tidak hanya melalui tokoh Pangeran Kecil, namun juga tokoh lain yang menjadi aktan penolongnya. Pangeran Kecil dikonstruksi sebagai seorang anak yang disiplin, bersifat menjaga, penuh rasa ingin tahu, dan seorang pencari kebenaran melalui perjalanannya mencari pengetahuan. Pada tubuh Pangeran Kecil ini, anak diposisikan sebagai individu yang memahami tindakan seperti apa yang masuk akal dan tindakan seperti apa yang tidak. Ia menjadi simbol rasionalitas atas ketidakrasionalan aktan orang dewasa. Selama proses-proses pembedahan teks bagian isi ini, terdapat sebuah asumsi awal bahwa apa yang dimaksud dengan anak dalam teks adalah sesungguhnya orang dewasa dalam arti yang lebih ke arah diskursus anak yang diidealkan orang dewasa, sedangkan orang dewasa yang diserang oleh aktan anak merupakan anak-anak dalam artian secara diskursus anak yang tidak ideal. Asumsi tersebut telah coba dibuktikan dengan struktur naratif dan menghasilkan simpulan-simpulan tak terduga. Bilamana aktan anak dalam teks The Little Prince ini membawa pesan diskursif yang berusaha membentuk asumsi pembacanya, maka konstruksi yang dibangun oleh teks adalah konstruk identitas yang ideal. 125

4 Dengan demikian konsumen mengidentifikasi diri mereka sebagaimana tokoh utama dalam teks. Namun apabila teks berusaha memberdayakan anak sebagaimana asumsi subjektif saya sebagai peneliti, maka teks berusaha menyamarkan identitas anak yang riil dalam diri orang dewasa. Dengan kata lain, teks berusaha memperingatkan konsumennya, baik itu pembaca dewasa maupun anak-anak, untuk mengidentifikasi diri mereka sebagaimana Pangeran Kecil mengidentifikasi dirinya. Anak, dalam filosofi John Locke, dianggap lahir dalam keadaan kosong. Oleh karenanya orang dewasa mengambil otoritas untuk melakukan pengisian terhadap kekosongan tersebut. Pengisian tersebut salah satunya adalah dengan mengonstruksi identitas mereka melalui diskursus idealitas orang dewasa. Proses konstruksi tersebut membutuhkan media dengan bahasa yang sederhana dan menyenangkan. Oleh sebab itu karya sastra anak pada umumnya disajikan dengan citra visual yang ramah terhadap pandangan anak. Namun justru keramah-tamahan dan kesederhanaan aspek visual dalam sastra anak memuat lebih banyak pesan diskursif yang ingin disampaikan terhadap anak. Pada teks The Little Prince ini persoalan simple delight yang disajikan secara visual sengaja turut dibaca dan dianalisis. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembacaan yang terdapat dalam bab III di atas adalah bahwa semakin sederhana penyajian ilustrasi yang diperuntukkan bagi anak, maka semakin kompleks pula pemahaman yang dibutuhkan untuk memahami artikulasi makna- 126

5 maknanya. Kompleksitas tersebut muncul akibat pembacaan kita sebagai orang dewasa. Pada retorika visual yang disajikan tentang pengonstruksian Pangeran Kecil pada makna kedisiplinan, citra visual menggambarkannya tepat saat ia tengah mengerjakan pembersihan di planetnya. Membersihkan tanaman yang dianggap sebagai sumber bencana bagi seluruh planetnya. Dalam hal ini Nodelman (2008: 78) menyatakan bahwa: But pictures can and do provide information about sequential activity. In carefully choosing the best moment of stopped time to depict, and the most communicative compositional tensions among the objects depicted, [visual image] can clearly convey the action...what action led the characters to take the fixed positions they are shown to occupy, and what further actions will result. Furthermore, the sequential pictures of a picture book imply all the actions that would take the character from the fixed position depicted in one picture to the fixed position in the next [for example] from not quite having fallen into the water in one picture to already drying on the bank in the next. Namun gambar dapat menyediakan informasi tentang aktivitas sekuensial. Dengan hati-hati memilih momen terbaik untuk digambarkan dan komposisi paling komunikatif antar objek-objek yang digambarkan, citra visual dapat dengan jelas mengomunikasikan tindakan. Tindakan dengan posisi paling nyata disampaikan melalui para tokoh serta akibat apa yang terjadi selanjutnya. Lebih jauh lagi, gambar sekuensial dalam buku gambar menyiratkan tindakan yang akan diambil oleh para tokoh dalam peristiwa berikutnya [seperti contoh] tidak benar-benar jatuh ke dalam air pada suatu gambar hingga menjadi benar-benar kering pada gambar berikutnya. Berdasarkan pada ilustrasi Pangeran Kecil tatkala ia tengah membersihkan planetnya tersebut, makna disiplin menjadi nampak lebih jelas. 127

6 Sementara itu, citra orang dewasa di dalam teks justru menyamarkan pesan-pesan diskursif yang mengarah pada identitas anak secara fisik serta kecenderungan-kecenderungan sifat yang mereka miliki. Dengan menampilkan citra orang dewasa sedemikian tidak masuk-akal nya, teks berusaha menyampaikan sebuah penegasan terhadap rasionalitas Pangeran Kecil. 2. Saran Penelitian ini tentu saja tidak dapat dikatakan sempurna. Beberapa hal dalam penelitian ini dapat saja dielaborasi lebih jauh melalui penelitian lain. Hal pertama adalah persoalan data tekstual yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan teks The Little Prince yang berbahasa Inggris, bukan teks bahasa aslinya yang berbahasa Perancis. Dalam konteks struktur naratif Greimas yang begitu rinci pada persoalan struktur sintaksis, tentu saja hal tersebut dapat dipersoalkan. Karena dalam konteks terjemahan, persoalan interpretasi penerjemah dapat juga diproblematisasi lebih jauh. Hal kedua adalah penelitian ini sebenarnya dapat dikembangkan lebih dalam lagi dengan menggunakan kerangka yang sama. Dengan membaca dan memahami lebih dalam isotopi-isotopi yang terdapat dalam teks serta mengaitkannya dalam konteks yang lebih luas dari sekedar persoalan relasi antara anak dan orang dewasa. 128

7 Ketiga, penelitian ini hanya menggunakan data tekstual semata. Artinya akan lebih menarik apabila mengkaji persoalan yang sama tentang relasi anak dengan orang dewasa, akan tetapi melalui proses konsumsi teks atau proses dekoding. Sebab penelitian dengan melibatkan audien secara langsung justru semakin memperkaya konteks relasi anak dengan orang dewasa yang sesuai dengan perkembangan ruang dan waktu. Keempat, penelitian ini dapat juga dikaji secara komparatif dengan menggunakan data teks dari genre yang sama seperti Alice s Adventure in Wonderland karya Lewis Carrol, Always Coming Home karya Ursula Le Guin, atau lain sebagainya. Karya-karya tersebut merupakan karya yang diproduksi melampaui batas genre sastra anak dan sastra dewasa. Akan sangat menarik bila terdapat penelitian komparatif yang ditinjau dari perspektif kajian budaya. Konsep tentang anak yang selama ini dianggap sebagai konsep yang taken-for-granted dapat diproblematisasi lebih jauh lagi dalam berbagai bidang. Misalnya saja dari sisi sosio-historis di mana konsep tersebut tak lepas dari nilainilai kultural dan politis. Terutama apabila pengkajiannya dikaitkan dengan konteks ke-indonesiaan dalam kurun beberapa dekade terakhir ini. Sebab penelitian kritis tentang konsep anak, terutama di Indonesia, masih terbilang minim dan kurang perhatian. 129