Penguatan Kapasitas Kelembagaan Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana
|
|
- Iwan Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Penguatan Kapasitas Kelembagaan Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana Strengthening Institutional Capacity of School to Enhance Community Resilience Against Disaster Rina Suryani Oktari 1, Intan Dewi Kumala 2, Rachmalia 3 dan Nurul Husna 4 1 Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) dan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf, Darussalam, Banda Aceh, 23111, ; okta@tdmrc.org, 2 Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) dan Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf, Darussalam, Banda Aceh, 23111, ; intan@tdmrc.org, 3 Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) dan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf, Darussalam, Banda Aceh, 23111, ; rachma_lia@yahoo.com, 4 Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) dan Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf, Darussalam, Banda Aceh, 23111, ; nurulhusnas.nhs@gmail.com, Abstrak Sebagai lembaga pendidikan, sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam membangun kapasitas pengetahuan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survey di 19 sekolah di Banda Aceh untuk mengkaji tingkat kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui kajian pustaka, wawancara dan focus group discussion, untuk merumuskan strategi penguatan kapasitas kelembagaan sekolah dalam upaya meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Survey dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada kepala sekolah yang terdiri dari 4 parameter, yaitu: kebijakan dan arahan, rencana tanggap darurat, peringatan dini dan kapasitas memobilisasi sumber daya. Hasil survey menunjukkan hanya 3 sekolah (15,79%) yang memiliki tingkat kesiapsiagaan tinggi untuk parameter kebijakan dan arahan. Sedangkan untuk tiga parameter lainnya, tidak lebih dari 9 sekolah (47,37%) yang memiliki tingkat kesiapsiagaan tinggi. Hasil evaluasi ini mengindikasikan bahwa sekolah perlu dikuatkan kapasitas kelembagaannya baik dalam meningkatkan kesiapsiagaan sekolah itu sendiri, maupun dalam meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Penelitian ini merekomendasikan strategi penguatan kapasitas kelembagaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana baik di lingkungan sekolah serta masyarakat. Sehingga diharapkan sekolah memiliki kemandirian dalam program maupun pendanaan secara terus menerus serta menjamin keberlanjutan (sustainability) program. Kata Kunci: kapasitas kelembagaan, sekolah, bencana, manajemen berbasis sekolah. 155
2 Abstract As educational institution, schools play a very important role in building the capacity of knowledge to increase community resilience against disasters. This study used both quantitative and qualitative approaches. Quantitative approach carried out through a survey in 19 schools in Banda Aceh, to assess the level of school preparedness. The qualitative approach is conducted by a literature review, interviews and focus group discussions, in order to formulate strategies to strengthen the institutional capacity of the school in an effort to increase community resilience to disasters. The survey was done by distributing questionnaire to the school principals that consists of four (4) parameters: 1) policies and guidelines, 2) emergency plans, 3) early warning, and 4) resource mobilization capacity. The survey results show only three schools (15,79%) that have a high level of disaster preparedness for the parameters of the policy and guidelines. As for another three parameters, no more than 9 schools (47.37%) which have a high level of preparedness. The survey results indicate that schools need to be strengthened its institutional capacity both in improving community the disaster preparedness of the school itself, and in improving community resilience to disasters. The study suggested a strategy of strengthening the institutional capacity of schools through School Based Management (SBM) to enhance community resilience against disaster. It is expected that this strategy will allow school to have an independency in implementing as ensure well as funding the program to its sustainability. Keywords: institutional capacity, school, disaster, school based management 1. Pendahuluan Dari beberapa peristiwa bencana menunjukkan bahwa sekolah dalam kondisi yang sangat rentan, dimana bencana menyebabkan kerusakan yang sangat masif di sekolah dan menyebabkan hilangnya ribuan nyawa guru dan siswa. Di tahun 2008, Gempabumi yang terjadi di Cina menghancurkan lebih dari 12,000 sekolah di Kota Sichuan dan 6,500 di Kota Gansu, serta sedikitnya 5,335 siswa kehilangan nyawa (UNICEF, 2009a). Masih di tahun yang sama, bencana Cyclone Nargis yang melanda kawasan Myanmar menyebabkan hancurnya lebih dari 4000 sekolah dan sekitar 600,000 siswa yang menjadi korban (UNICEF, 2009b). Di Indonesia sendiri, gempabumi 7,6 SR yang terjadi di Padang tahun 2009, menyebabkan meninggalnya 1,117 jiwa, dimana sepertiganya adalah anak-anak, serta kerusakan di hampir 5000 sekolah (UNICEF, 2010). Oleh karena itu, membangun kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana merupakan agenda yang penting dan menjadi tanggung jawab komunitas sekolah serta para pemangku kepentingan. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam membangun kapasitas pengetahuan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Sekolah merupakan lembaga yang efektif dalam melakukan transfer informasi, pengetahuan dan keterampilan untuk masyarakat sekitar. Komunitas sekolah mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pengetahuan, penyebarluasan pengetahuan tentang bencana dan petunjuk praktis apa yang harus disiapkan sebelum terjadinya bencana dan apa yang harus dilakukan pada saat dan setelah terjadinya 156
3 bencana. Karenanya, kegiatan pendidikan bencana di sekolah merupakan strategi diseminasi pengetahuan kebencanaan yang efektif, dinamis dan berkelanjutan. Upayaupaya sistematis yang dilakukan dalam meningkatkan kapasitas komunitas sekolah, dapat mengurangi risiko bencana yang ada di sekolah secara efektif (CDE, 2011, UNESCO/ LIPI, 2006). Berdasarkan Hyogo Framework for Action /HFA ( ), pendidikan kesiapsiagaan bencana merupakan prioritas dalam mengurangi risiko bencana, baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun global. Hal ini tertuang dalam Priority for Action 3 yaitu Use knowledge, innovation and education to build a culture of safety and resilience at all level. Setelah sepuluh tahun berlakunya HFA, dokumen penggantinya Sendai Framework for Disaster Risk Reduction/ SFDRR ( ) juga tetap menekankan pentingnya pendidikan kesiapsiagaan, sebagaimana yang tertuang dalam Priority for Action 4: enhancing disaster preparedness for effective response, and to Build Back Better in recovery, rehabilitation, and reconstruction. Mengingat pentingnya upaya pengurangan risiko bencana, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No. 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Melalui surat edaran ini, pemerintah menghimbau kepada seluruh kepala daerah, termasuk gubernur, bupati dan walikota, untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana di sekolah melalui tiga hal, yaitu: 1) Pemberdayaan peran kelembagaan dan kapasitas komunitas sekolah; 2) Pengintegrasian pengurangan resiko bencana (PRB) ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstrakurikuler, serta 3) Membangun kemitraan dan jejaring dengan berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah. Sampai saat ini, berbagai inisiatif maupun kegiatan dalam rangka pelaksanaan surat edaran ini telah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan maupun sekolah itu sendiri. Termasuk salah satunya inisiatif Sekolah Siaga Bencana (SSB) yang telah dimulai sejak 2009 di Banda Aceh, sebelum dikeluarkannya surat edaran tersebut. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk mengembangkan budaya kesiapsiagaan dan keselamatan di sekolah serta ketangguhan komunitas sekolah. Dalam mengkaji kesiapsiagaan LIPI-UNESCO/ISDR (2006) mengembangkan 5 (lima) parameter diantaranya: 1) Pengetahuan dan sikap tentang risiko bencana, 2) kebijakan dan panduan, 3) Rencana tanggap darurat, 4) Sistem peringatan bencana, dan 5) Mobilisasi sumber daya. Unsur kesiapsiagaan komunitas sekolah mencakup: sekolah sebagai institusi, guru dan siswa. Untuk itu, pengkajian kesiapsiagaan sekolah dilakukan dengan mengkaji kesiapsiagaan institusi dekolah, guru maupun siswanya. Makalah ini bertujuan menguraikan secara singkat hasil kajian kesiapsiagaan institusi sekolah terhadap bencana, khususnya gempabumi dan tsunami. Hasil kajian kesiapsiagaan guru dan siswa tidak disajikan pada makalah ini, melainkan akan menjadi bahan pada makalah terpisah nantinya. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, makalah ini juga bertujuan untuk mengembangkan framework penguatan kapasitas kelembagaan sekolah dalam upaya meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. 157
4 2. Metode Peneli1an Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survey di 19 sekolah di Banda Aceh dengan menggunakan kuesioner yang telah dikembangkan oleh LIPI-UNESCO/ISDR (2006) dalam menilai kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi gempabumi dan tsunami. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui kajian pustaka, wawancara dan focus group discussion (FGD), untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dalam rangka merumuskan strategi penguatan kapasitas kelembagaan sekolah dalam upaya meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. FGD dilakukan di 6 (enam) sekolah, dimana setiap kali FGD dihadiri sepuluh (10) peserta yang terdiri dari kepala sekolah, guru, orang tua murid, komite sekolah, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan perwakilan LSM. Survey dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada kepala sekolah yang terdiri dari 4 parameter, yaitu: kebijakan dan panduan (policy and guidelines/ PS), rencana tanggap darurat (emergency planning/ep), peringatan dini (warning system/ws) dan kapasitas memobilisasi sumber daya (resource mobilization capacity/rmc). Indeks kesiapsiagaan institusi sekolah dihitung dengan menggunakan persamaan: Jumlah Skor Riil Parameter Indeks = Skor Maksimum Parameter x 100 Skor maksimum parameter diperoleh dari jumlah pertanyaan dalam parameter yang diindeks (masing masing pertanyaan memiliki nilai satu). Nilai indeks berada pada kisaran antara 0-100, semakin tinggi nilai indeks semakin tinggi pula tingkat kesiapsiagaannya. Tingkat kesiapsiagaan sekolah kemudian dinilai dengan kategori sebagai berikut: 1) Siap (nilai indeks ), 2) Hampir siap (nilai indeks 60-79) dan 3) Tidak siap (nilai indeks < 60). 3. Hasil dan Pembahasan Evaluasi Kesiapsiagaan Sekolah dalam Menghadapi Bencana Kesiapsiagaan institusi sekolah digambarkan dari parameter kebijakan dan panduan, rencana tanggap darurat, peringatan dini dan kapasitas memobilisasi sumber daya. Parameter kebijakan dan panduan menyangkut evaluasi apakah sekolah telah memiliki kebijakan pendidikan dan panduan serta peraturan-peraturan pendidikan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana dan juga evaluasi terhadap fakta/data pelaksanaan kebijakan dan peraturan tersebut. Parameter rencana tanggap darurat dievaluasi dengan memastikan tersedianya rencana sekolah, prosedur tetap (protap), rencana pertolongan pertama dan penyelamatan serta tersedianya 158
5 Parameter 1: Kebijakan dan Panduan (PS) Parameter 2: Rencana tanggap darurat (EP) Parameter 3: Peringatan dini (WS) Parameter 4: Kapasitas memobilisasi sumber daya (RMC) Gambar 1. Kesiapsiagaan Masing-masing Sekolah berdasarkan Parameter dokumen, peralatan, fasilitas penting sekolah dan tempat penyimpanan untuk keadaan darurat. Parameter sistem peringatan dini mengevaluasi apakah ada akses dan prosedur diseminasi terhadap sumber informasi peringatan bencana. Sedangkan parameter mobilisasi sumber daya mengkaji ketersediaan tim dan prosedur untuk keadaan darurat serta keterlibatan sekolah dalam jaringan kesiapsiagaan bencana (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Hasil evaluasi kesiapsiagaan di 19 sekolah di Banda Aceh disajikan dalam gambar 1 di bawah ini. Hasil evaluasi memperlihatkan bahwa masih banyak sekolah yang tidak siap dalam menghadapi bencana, khususnya dalam aspek kesiapsiagaan kebijakan dan arahan dari sekolah. Berdasarkan gambar 1 di atas, di parameter 1 (kebijakan dan panduan/ PS) ada delapan (8) sekolah yang memiliki nilai indeks dibawah 60 atau berada dalam kategori tidak siap. Padahal kebijakan dan arahan sekolah merupakan keputusan resmi yang mengikat warga sekolah untuk mendukung pelaksanaan upaya 159
6 Tabel 2. Presentase Indeks Kesiapsiagaan berdasarkan Parameter Parameter Tidak Siap Hampir Siap Siap Jumlah Sekolah % Jumlah Sekolah % Jumlah Sekolah % PS EP WS RMC PRB di sekolah, secara khusus dan terpadu. Dengan adanya kebijakan sekolah, akan menjadi dasar, pedoman maupun arah dalam pelaksanaan kegiatan yang relevan dengan upaya PRB di sekolah (Tong, 2012; CDE, 2011; LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa hanya 3 sekolah (15,79%) yang memiliki indeks kesiapsiagaan dalam kategori siap untuk parameter kebijakan dan arahan (PS). Sedangkan untuk parameter rencana tanggap darurat (EP), peringatan dini (WS) dan kapasitas memobilisasi sumber daya (RMC) tidak lebih dari 9 sekolah (47,37%) yang memiliki indeks kesiapsiagaan dalam kategori siap. Hasil survey ini mengindikasikan bahwa sekolah perlu dikuatkan kapasitas kelembagaannya baik dalam meningkatkan kesiapsiagaan sekolah itu sendiri, maupun dalam meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Keberlanjutan program Kesiapsiagaan di Sekolah Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di enam (6) sekolah terungkap bahwa salah satu faktor yang menentukan keberlanjutan program SSB adalah kepemimpinan (leadership) dari kepala sekolah. Beberapa sekolah sudah tidak lagi melaksanakan program SSB karena kepala sekolahnya dimutasi ke sekolah lain. Dan yang menjadi permasalahan adalah ketika kepala sekolahnya dimutasi, maka program SSBnya pun ikut bersama kepala sekolah tanpa proses serah terima kepada kepala sekolah yang baru. Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu guru yang menyatakan bahwa tantangan terbesar adalah bergantinya kepala sekolah. Perubahan ini menyebabkan program SSB yang selama ini dilakukan menjadi terhenti. Dari hasil FGD juga terungkap bahwa selama ini, kegiatan kesiapsiagaan yang dilakukan di sekolah lebih bersifat top-down, artinya kegiatan tersebut dibawa oleh lembaga pemerintah maupun non-pemerintah untuk dilaksanakan di sekolah. Sehingga ketika tidak ada lagi dukungan dari lembaga tersebut, maka kegiatan SSB tersebut juga tidak berlanjut. Namun, dari hasil FGD tersebut juga teridentifikasi sebuah praktik baik, dimana keberlanjutan program SSB dapat terus dilaksanakan meskipun kepala sekolahnya dimutasi. Hal ini dikarenakan adanya proses serah terima yang baik antara kepala sekolah yang lama dengan yang baru, dan juga adanya semangat dari kepala sekolah yang baru untuk melanjutkan program SSB yang sudah dilaksanakan. Tidak hanya itu, 160
7 kepala sekolah yang lama yang telah dimutasi tersebut juga memiliki semangat yang tinggi untuk melaksanakan program SSB di sekolahnya yang baru sebagaimana ia telah sukses melaksanakannya di sekolah yang lama. Biasanya pihak sekolah mengalami hambatan untuk melaksanakan program SSB, karena terbentur masalah pendanaan. Namun, apa yang telah dilakukan oleh kepala sekolah yang baru dimutasi tersebut, membuktikan bahwa sekolah secara mandiri dapat melakukan inisiatif program SSB di sekolahnya dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki, serta menjalin kemitraam dengan berbagai pihak di luar sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah untuk Ketahanan Bencana Di dalam paradigma baru dunia pendidikan, dikenal istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau school-based management. MBS ini bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama SDMnya (termasuk kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua, dan masyarakat sekitar) dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah, termasuk juga dalam menghadapi bencana yang mungkin timbul (Sunarto & Warsono, 2014; Gamage & Sooksomchitra, 2006). MBS memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Partisipasi masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan yang berlangsung di sekolah. Peran masyarakat sangatlah penting dalam membangun sekolah. Masyarakat bertanggungjawab dalam kemajuan sekolah, sehingga sekolah dapat berkolaborasi dengan masyarakat dalam membangun sekolah kedepannya. Esensi MBS adalah peningkatan otonomi sekolah, peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan peningkatan fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah. Dengan MBS, sekolah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau mitra di luar sekolah lainnya (Budimansyah, 2008; Caldwell, 2005; De Grauwe, 2005a). Untuk mewujudkan MBS, maka diperlukan empat (4) hal pokok, diantaranya: 1) Penyempurnaan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan, dan kebijakan-kebijakan yang ada yang memposisikan sekolah sebagai unit utama dan menjadikan sekolah yang bersifat otonom; 2) Penyesuaian perilaku warga (unsur-unsur) sekolah yang mandiri, kreatif, proaktif, sinergis, koordinatif/kooperatif, integratif, sinkron, luwes, dan professional; 3) Penyesuaian peran sekolah menjadi sekolah yang bermotivasi-diri tinggi (self-motivator); 4) Perbaikan hubungan antar warga (unsur-unsur) dalam sekolah, antara sekolah dengan para pemangku kepentingan (mitra) lainnya (De Grauwe, 2005b; Sunarto & Warsono, 2014; Gamage & Sooksomchitra, 2006). Berdasarkan hasil wawancara, FGD dan tinjauan pustaka, penelitian ini merekomendasikan framework dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan sekolah dalam meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana melalui penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management. Framework penguatan kapasitas kelembagaan sekolah melalui MBS, memuat pendekatan sistem yaitu input-process-output- outcome. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah adalah sebuah sistem. 161
8 A B C D E F INPUT PROCESS OUTPUT Intermediate Outcome OUTCOME IMPACT TIME FRAME 0 60 bulan 6-24 bulan bulan bulan > 60 bulan Input Komitmen, tujuan dan sasaran yang jelas Sumberdaya tersedia SDM yang kompeten dan berdedikasi tinggi Input manajemen Feedback/ masukan untuk input dan proses Proses Sosialisasi MBS Memperbanyak mitra sekolah Merumuskan strategi peningkatan ketahanan bencana Merumuskan peran unsur sekolah dan mitra Menerapkan good governance Meningkatkan kapasitas Mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab Pengintegrasian upaya peningkatan ketahanan bencana di sekolah Rencana Pengembangan Sekolah Output Kebijakan Strategi Action Plan SDM terlatih Dukungan dana dan sumber daya Penerapan/ Aplikasi Apakah kebijakan, strategi, action plan dilaksanakan? Apakah bermanfaat? Enabling Factors Efektivitas Kepemimpinan Pengelolaan SDM yang efektif Teamwork Partisipasi Keterbukaan (transparansi) Komunikasi Efektif Akuntabilitas Evaluasi dan perbaikan Kemandirian dan keberlanjuta n upaya peningkatan ketahanan bencana di sekolah Ketahanan Sekolah dan Masyarakat terhadap Bencana Meningkat MONITORING DAN EVALUASI BERKALA Gambar 2. Framework Penguatan Kapasitas Kelembagaan Sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana Framework penguatan kapasitas kelembagaan sekolah melalui MBS yang ada pada gambar 2 di atas, dimulai dari tahapan input yang terdiri dari: a) Komitmen, tujuan dan sasaran yang jelas, b) Sumberdaya tersedia, c) SDM yang kompeten dan berdedikasi tinggi dan d) Input manajemen. Pada tahapan proses dilakukan implementasi kegiatan yang mencakup: sosialisasi MBS, membangun kemitraan 162
9 sekolah, merumuskan strategi peningkatan ketahanan bencana, merumuskan peran unsur sekolah dan mitra, menerapkan good governance (tata kelola sekolah yang baik), meningkatkan kapasitas sekolah maupun SDM sekolah, mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab, pengintegrasian upaya peningkatan ketahanan bencana di sekolah dan penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah. Setelah tahapan proses yang dilalui selama periode minimal 6 sampai 24 bulan, diharapkan dapat menghasilkan output yang berupa kebijakan, strategi, rencana kerja serta adanya SDM yang terlatih dan dukungan dana dan sumber daya lainnya untuk pelaksanaan kegiatan peningkatan ketahanan bencana di sekolah. Selama penerapan MBS ini, diperlukan monitoring dan evaluasi yang berkala untuk mendapatkan feedback/ masukan terhadap input dan proses yang dilakukan. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga enabling factors dalam pengimplementasian framework ini yang berupa: efektivitas, kepemimpinan, pengelolaan SDM yang efektif, teamwork, partisipasi, keterbukaan, komunikasi efektif, akuntabilitas serta evaluasi dan perbaikan. Pada akhirnya framework ini diharapkan dapat menghasilkan outcome berupa kemandirian dan keberlanjutan upaya peningkatan ketahanan bencana di sekolah, sehingga memberi dampak bagi peningkatan ketahanan sekolah dan masyarakat terhadap bencana. 4. Kesimpulan Framework penguatan kapasitas kelembagaan sekolah melalui MBS, memuat pendekatan sistem yaitu input-process-output- outcome. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah adalah sebuah sistem. MBS merupakan model pengelolaan yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tuntutan sekolah maupun masyarakat serta stakeholder lainnya. Melalui framework ini diharapkan sekolah memiliki kemandirian dalam program maupun pendanaan yang berlangsung terus menerus sehingga dapat menjamin keberlangsungan (sustainability) dari upaya meningkatkan ketahanan terhadap bencana yang dilakukan. Dengan adanya otonomi yang lebih besar, sekolah menjadi lebih mandiri dan berdaya dalam mengembangkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki, termasuk mengembangkan program kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana. Tentu saja kemandirian sekolah ini, harus didukung dengan kemampuan kepemimpinan (leadership) kepala sekolah dalam mengambil keputusan, memobilisasi sumber daya, menentukan strategi yang efektif, berkomunikasi efektif dan memecahkan permasalahan yang dihadapi sekolah. Selain itu, kepala sekolah juga harus memiliki kemampuan adaptif dan antisipatif, serta kemampuan bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak di dalam maupun di luar sekolah. Apabila otonomi atau kemandirian sekolah serta kemampuan leadeship kepala sekolah ini dapat berlangsung secara terus menerus, maka hal ini dapat menjamin keberlanjutan (sustainability) program kesiapsiagaan yang berlangsung di sekolah. 163
10 Daftar Pustaka UNICEF (2009a) Sichuan Earthquake Oneyear Report. UNICEF China, China, akses online 30 November 2015, URL: China_Sichuan_Earthquake_One_Year_Report.pdf UNICEF (2009b) Best practices and lessons learnt: UNICEF Myanmar s response following cyclone Nargis. UNICEF Myanmar, Myanmar, akses online 30 November 2015, URL: Evaluation.pdf UNICEF (2010) West Sumatra Earthquake: One Year Later. UNICEF Indonesia, Indonesia, akses online 30 November 2015, URL: et(2).pdf CDE (2011) A Framework of School-Based Disaster Preparedness. Jakarta: Consortium for Disaster education. LIPI-UNESCO/ISDR (2006) Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi & Tsunami. Jakarta: LIPI-UNESCO. UNISDR (2015) Sendai framework for disaster risk reduction United Nations International Strategy for Disaster Reduction Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No. 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Tong, T. M. T., Shaw, R., & Takeuchi, Y. (2012) Climate disaster resilience of the education sector in Thua Thien Hue Province, Central Vietnam. Natural hazards, 63(2), Sutarto, M., Darmansyah, D., & Warsono, S. (2014) Manajemen berbasis sekolah. The Manager Review Jurnal Ilmiah Manajemen, 13(3), Gamage, D., & Sooksomchitra, P. (2006) Decentralisation and school-based management in Thailand. In Decentralisation and Privatisation in Education (pp ). Springer Netherlands. Budimansyah, D. (2008) Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penguatan Partisipasi Masyarakat. Educationist, 2(1), pp-56. Caldwell, B. J. (2005) School-based management (Vol. 3). Paris: International Institute for Educational Planning. De Grauwe, A. (2005a) School-based management (SBM): Does it improve quality. EFA Global Monitoring Report. De Grauwe, A. (2005b) Improving the quality of education through school-based management: learning from international experiences. International review of education, 51(4),
Dewan Redaksi. Pelindung: Rektor Universitas Syiah Kuala. Pengarah: Ketua Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) - Unsyiah
Dewan Redaksi Pelindung: Rektor Universitas Syiah Kuala Pengarah: Ketua Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) - Unsyiah Wakil Pengarah: Wakil Ketua Tsunami and Disaster Mitigation Research
Lebih terperinciPENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA
PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan
Lebih terperinciJurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 7 Pages pp
ISSN 2355-3324 7 Pages pp. 35-41 PENGARUH PENGINTEGRASIAN MATERI KEBENCANAAN KE DALAM KURIKULUMTERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI PADA SISWA SEKOLAH DASAR DAN MENENGAH DI BANDA ACEH
Lebih terperinciPENGEMBANGAN FRAMEWORK KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI BENCANA ALAM TIM PENELITI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
PENGEMBANGAN FRAMEWORK KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI BENCANA ALAM TIM PENELITI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA Jakarta, Juni 6 LATAR BELAKANG Indonesia rentan terhadap bencana
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pasung, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. jadwal penelitian sebagai berikut:
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Wedi, Desa Pasung, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. 2. Waktu Penelitian Pelaksanaan
Lebih terperinciSEKOLAH SIAGA BENCANA & Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana
SEKOLAH SIAGA BENCANA & Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana mewakili Konsorsium Pendidikan Bencana Ardito M. Kodijat [UNESCO Office Jakarta] Tak Kenal Maka Tak Sayang.. Presidium: ACF, LIPI, MPBI, MDMC
Lebih terperinciHUBUNGAN KEBIJAKAN, SARANA DAN PRASARANA DENGAN KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH SIAGA BENCANA BANDA ACEH
ISSN 2355-3324 8 Pages pp. 42-49 HUBUNGAN KEBIJAKAN, SARANA DAN PRASARANA DENGAN KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH SIAGA BENCANA BANDA ACEH Rina Susanti 1, Sri Adelila Sari 2, Sri Milfayetty3, M. Dirhamsyah
Lebih terperinciLAPORAN CAPACITY BUILDING KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS SEKOLAH 7 11 SEPTEMBER 2009
LAPORAN CAPACITY BUILDING KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS SEKOLAH 7 11 SEPTEMBER 2009 A. PENDAHULUAN Secara geologis Indonesia merupakan negara yang cukup rawan bencana. Beragam bencana baik alam maupun
Lebih terperinciHAKIKAT MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) 1 (School Based Management/SBM)
HAKIKAT MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) 1 (School Based Management/SBM) Oleh: Setya Raharja 2 Rasional dan Konsep Dasar MBS Manajemen berbasis sekolah (MBS) secara umum dimaknai sebagai desentralisasi
Lebih terperinciTINGKAT KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI DUSUN NUSUPAN DESA KADOKAN KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO
TINGKAT KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI DUSUN NUSUPAN DESA KADOKAN KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana
Lebih terperinciDeklarasi Dhaka tentang
Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi
Lebih terperinciKESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM
KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM Bencana alam adalah keadaan yang mengganggu kehidupan sosial
Lebih terperinciNegara yang tangguh. UNDP Indonesia Mendukung Upaya Konvergensi API-PRB Di tingkat Nasional Bengkulu, 13 Oktober Outline Presentasi
Outline Presentasi UNDP Indonesia Mendukung Upaya Konvergensi API-PRB Di tingkat Nasional Bengkulu, 13 Oktober 2014 1. UNDP Indonesia 2. Program terkait API dan PRB 3. Kebijakan dan Kelembagaan terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kanan Kota Palu terdapat jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palu secara geografis berada di sepanjang Pantai Teluk Palu dengan pusat kota terletak di bagian tengah dari lembah Palu. Di sisi kiri dan kanan Kota Palu terdapat
Lebih terperinciBAB III PROSEDUR PENELITIAN. mencapai suatu tujuan penelitian. Menurut Arikunto (2006:26) Metode
BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Menurut Arikunto (2006:26) Metode Penelitian adalah cara yang
Lebih terperinciPERSEPSI SISWA TERHADAP PROGRAM SEKOLAH AMAN BENCANA (SAB) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA DI SMP N 2 TABANAN TAHUN
UNIVERSITAS UDAYANA PERSEPSI SISWA TERHADAP PROGRAM SEKOLAH AMAN BENCANA (SAB) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA DI SMP N 2 TABANAN TAHUN 2016 NI LUH ARNI WIDYANINGSIH PROGRAM STUDI
Lebih terperinciEmpowerment in disaster risk reduction
Empowerment in disaster risk reduction 28 Oktober 2017 Oleh : Istianna Nurhidayati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.kom Bencana...??? PENGENALAN Pengertian Bencana Bukan Bencana? Bencana? Bencana adalah peristiwa atau
Lebih terperinciTINGKAT KESIAPSIAGAAN GURU TERHADAP BENCANA GEMPABUMI DI SMK MUHAMMADIYAH 1 PRAMBANAN TAHUN 2014
TINGKAT KESIAPSIAGAAN GURU TERHADAP BENCANA GEMPABUMI DI SMK MUHAMMADIYAH 1 PRAMBANAN TAHUN 2014 Jarot Wiryatmoko dan Kuswaji Dwi Priyono Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinci+ Latar Belakang. n Indonesia merupakan negara rawan bencana. n Terdapat ruang rusak berat SD/SMP. n Terdapat ruang kelas MI dan MTs.
Latar Belakang Sugeng Triutomo Tenaga Ahli, BNPB Program Sekolah Aman di Indonesia n Indonesia merupakan negara rawan bencana n Secara kualitatif 75% sekolah di Indonesia berada pada daerah risiko bencana
Lebih terperinciKERENTANAN (VULNERABILITY)
DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)
Lebih terperinciPERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA
PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam seakan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada Nopember 2010 (seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu 1 abad (1900-2012), tercatat lebih dari 212,000 orang meninggal, lebih
Lebih terperinciMANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGERTIAN - PENGERTIAN ( DIREKTUR MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ) DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM Definisi Bencana (disaster) Suatu peristiwa
Lebih terperinciBAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA
BAB II Rencana Aksi Daerah (RAD) VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA 2.1 Visi Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Derah Kabupaten Pidie Jaya, menetapkan Visinya
Lebih terperinciUNDANGAN MENGAJUKAN PROPOSAL
UNDANGAN MENGAJUKAN PROPOSAL Program CSO Funding Facility Strengthening Disaster Risk Reduction (DRR) and Promoting Community Resilience in Aceh, Indonesia IOM Indonesia KEPADA: Lembaga Swadaya Masyarakat
Lebih terperinciPENGARUH PELATIHAN PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SD NEGERI 3 TANGSE DALAM MENGHADAPI GEMPA BUMI
PENGARUH PELATIHAN PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SD NEGERI 3 TANGSE DALAM MENGHADAPI GEMPA BUMI Fahrizal, Khairuddin dan Nizam Ismail Abstrak. Pengurangan
Lebih terperinciBAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN
BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana
Lebih terperinciABSTRACT RANGGA PRAJA WANTARA. do. Learning is done in areas prone to earthquake hazards.
ABSTRACT EARTHQUAKE MITIGATION IMPLEMENTATION OF LEARNING THROUGH ROLE PLAYING METHOD FOR INDOOR AND OUTDOOR STUDENTS OF 28 JUNIOR HIGH SCHOOL BANDAR LAMPUNG LESSONS YEAR 2010-2011 By RANGGA PRAJA WANTARA
Lebih terperinciGaris Besar Paparan. Manajemen Risiko Sebagai Kata Kunci Dalam Pembangunan Berbasis Mitigasi Bencana. Profil Kebencanaan Indonesia (1)
Manajemen Risiko Sebagai Kata Kunci Dalam Pembangunan Berbasis Mitigasi Bencana Dr. Iwan Gunawan Bank Dunia - Jakarta Seminar Nasional Peran Pustakawan Dalam Mitigasi Bencana Yogyakarta, 28 Juli 2011 Garis
Lebih terperinciJURNAL KESIAPAN KELOMPOK SIAGA BENCANA SMA DI WILAYAH ZONA MERAH DI KOTA PADANG DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI
JURNAL KESIAPAN KELOMPOK SIAGA BENCANA SMA DI WILAYAH ZONA MERAH DI KOTA PADANG DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI OLEH : IRFAN TANJUNG NPM.11030151 PEMBIMBING I: PEMBIMBING II: Drs. Helfia Edial,
Lebih terperinciPERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB PELUNCURAN DAN DISKUSI BUKU TATANAN KELEMBAGAAN PB DI DAERAH PUJIONO CENTER, 3 JUNI 2017 RANIE AYU HAPSARI Peran Serta Masyarakat SFDRR: Prioritas 1 (Memahami Risiko Bencana):
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat
Lebih terperinciNeed-based Initiatives
Need-based Initiatives Community Preparedness in Natural Disasters Irina Rafliana & Del Afriadi Bustami Public Communication & Education LIPI-COREMAP, 2006 Need-based initiatives, kenapa penting dalam
Lebih terperinciVersi 27 Februari 2017
TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat
Lebih terperinciManajemen Mutu Pendidikan
Manajemen Mutu Pendidikan Pengertian Mutu Kata Mutu berasal dari bahasa inggris, Quality yang berarti kualitas. Dengan hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah yang memiliki ancaman bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten Bantul telah dibuktikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju dapat dilihat dari mutu pendidikannya. Menurut data Organisasi Pendidikan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu yang penting bagi suatu bangsa. Bangsa yang maju dapat dilihat dari mutu pendidikannya. Menurut data Organisasi Pendidikan, Ilmu
Lebih terperincimenyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebesar 0 15 cm setiap tahunnya. Lempeng Indo-Australia di bagian selatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng bumi yang aktif bergerak satu terhadap lainnya yaitu lempeng Eurasia, Indo Australia dan Pasifik. Menurut ESDM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan menyebakan bencana alam
Lebih terperinciHUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 DAN 6 BANDA ACEH
ISSN : 2087-2879 HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 DAN 6 BANDA ACEH Hilman Syarif 1, Mastura 2 1 Dosen Fakultas Keperawatan,
Lebih terperinciRANCANGAN KERTAS POSISI SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA
RANCANGAN KERTAS POSISI SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA Dibacakan oleh Inspektur Utama BNPB Working Session 2: Sekolah Aman Ballroom 3, The Sunan Hotel, Kota Surakarta I. Pengantar Indonesia adalah
Lebih terperinciBencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui
BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Bencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui dapat mengakibatkan dampak yang luar biasa tidak hanya kerusakan, gangguan dan korban
Lebih terperinciAKSI BEIJING UNTUK PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI ASIA (Beijing Action for Disaster Risk Reduction in Asia) 29 September 2005
AKSI BEIJING UNTUK PENGURANGAN RISIKO BENCANA DI ASIA (Beijing Action for Disaster Risk Reduction in Asia) 29 September 2005 Konferensi Asia tentang Pengurangan Risiko Bencana (Asian Conference on Disaster
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan
Lebih terperinciBERSAMA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA CABANG ACEH BESAR
PENGALAMAN LAPANGAN Kajian kesiapsiagaan masyarakat desa dalam mengantisipasi bencana di Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam Oleh Aji Khairuddin PMI Aceh Besar 1 BERSAMA RELAWAN PALANG MERAH
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan berhubungan dengan proses penyelenggaraan pendidikan, sumber daya manusia
Lebih terperinciGARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Nama Matakuliah Kode / SKS Lembaga dan Kemitraan dalam Mitigasi MK 104 I / 2 SKS Prasyarat - Status Matakuliah Silabus / Materi Wajib 1. Pengertian Mitigasi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai
Lebih terperinciJurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian
Jurnal Geografi Volume 12 No 2 (214 dari 221) Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN
Lebih terperinciKerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional
Kegiatan Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional SFDRR (Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana) dan Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan di Indonesia Tanggal 17 Oktober
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...
Lebih terperinciInisiasi 1 Manajemen Berbasis Sekolah
Inisiasi 1 Manajemen Berbasis Sekolah Saudara mahasiswa, Selamat berjumpa dengan matakuliah Manajemen Berbasis Sekolah. Saudara mahasiswa saat ini Anda dalam kegiatan tutorial online. Dalam tutorial online
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maslah Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik menjadikan kawasan Indonesia ini memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks. Selain menjadikan
Lebih terperinciMANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Cicih Sutarsih, M.Pd
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Bahan Diklat Teknis Manajemen Kepala Sekolah SMP di Lingkungan Provinsi Jawa Barat Oleh: Cicih Sutarsih, M.Pd UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Desember 2006 KONSEP DASAR MANAJEMEN
Lebih terperinciUSULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF
USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF Nama Alamat : Ronggo Tunjung Anggoro, S.Pd : Gendaran Rt 001 Rw 008 Wonoharjo Wonogiri Wonogiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gempa bumi tersebut antara lain terjadi beberapa kali di wilayah Aceh, Nias,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa gempa bumi banyak terjadi di wilayah Indonesia. Bencana alam gempa bumi tersebut antara lain terjadi beberapa kali di wilayah Aceh, Nias, Padang,
Lebih terperinciPENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DAN EFIKASI DIRI TERHADAP PENGETAHUAN DAN TINDAKAN SISWA SMP NEGERI 8 BANDA ACEH DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI
ISSN 355-334 8 Pages pp. 1-8 PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK DAN EFIKASI DIRI TERHADAP PENGETAHUAN DAN TINDAKAN SISWA SMP NEGERI 8 BANDA ACEH DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI Emalia Nuranda 1, Sri Adelila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air Indonensia. Indonesia merupakan
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN 1. LATAR BELAKANG PROYEK
KERANGKA ACUAN Lembaga Pelaksana Kegiatan Peningkatan Kapasitas & Penyuluhan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta 16 Mei 2012 1. LATAR BELAKANG PROYEK Organisasi Internasional
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.
No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA
Lebih terperinciPeran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis
Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia Oleh: Rudi Saprudin Darwis Pendahuluan Secara geografis, Indonesia berada di daerah rawan bencana; negara yang memiliki risiko gempa bumi lebih dari
Lebih terperinciTINGKAT KESIAPSIAGAAN GURU TERHADAP BENCANA GEMPABUMI DI SMK MUHAMMADIYAH 1 PRAMBANAN TAHUN 2014
TINGKAT KESIAPSIAGAAN GURU TERHADAP BENCANA GEMPABUMI DI SMK MUHAMMADIYAH 1 PRAMBANAN TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciFRAMEWORK KETAHANAN PUSKESMAS DALAM MENGHADAPI BENCANA
FRAMEWORK KETAHANAN PUSKESMAS DALAM MENGHADAPI BENCANA Rina Suryani Oktari dan Hendra Kurniawan Abstrak. Mengingat pentingnya peran puskesmas dalam mengurangi jatuhnya korban jiwa pada saat terjadinya
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN. Front Line Responder Training PENDIDIKAN DALAM SITUASI DARURAT
KERANGKA ACUAN Front Line Responder Training PENDIDIKAN DALAM SITUASI DARURAT 1. Format Pelatihan Hotel Splash Bengkulu (tgl. 15 dan 17 Oktober 2014) dan di Aula Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Bengkulu
Lebih terperinciKesiapsiagaan Rumah Sakit dan Kesiapan Masyarakat untuk Kedaruratan dan Bencana
Hospital Preparedness and Community Readiness for Emergency and Disaster (HPCRED) Kesiapsiagaan Rumah Sakit dan Kesiapan Masyarakat untuk Kedaruratan dan Bencana Logical Framework Bekerjasama dengan Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hadirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintahan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL E-LEARNING PADA MATERI KEPERAWATAN BENCANA DASAR SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA BANDA ACEH
ISSN 2355-3324 8 Pages pp. 1-8 EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL E-LEARNING PADA MATERI KEPERAWATAN BENCANA DASAR SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA BANDA ACEH Aida Khairunnisa 1, Sri Adelila Sari
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Geografi
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN TERHADAP TINGKAT KESIAPSIAGAAN SISWA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI SMP NEGERI 2 GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciPENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DI SATUAN PENDIDIKAN (Darwis Sasmedi, Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan)
PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DI SATUAN PENDIDIKAN (Darwis Sasmedi, Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan) Pendahuluan Tantangan yang dihadapi oleh kepala sekolah semakin beragam dan cepat berubah.
Lebih terperinciKEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sekilas Berdirinya BNPB Indonesia laboratorium bencana Terjadinya bencana besar : Tsunami NAD dan Sumut, 26 Desember 2004,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN PUSAT KRISIS KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA achmad yurianto a_yurianto362@yahoo.co.id 081310253107 LATAR BELAKANG TREND KEBENCANAAN MANAJEMEN
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN PUSAT KRISIS KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA achmad yurianto a_yurianto362@yahoo.co.id 081310253107 LATAR BELAKANG TREND KEBENCANAAN MANAJEMEN
Lebih terperinciSMART SOP DALAM MITIGASI DAN
Peran dan Fungsi Standard Operation Procedure (SOP) dalam Mitigasi dan Penanganan Bencana Alan di Jawa Barat SMART SOP DALAM MITIGASI DAN PENANGANAN BENCANA ALAM Imam A. Sadisun, Dr. Eng. Pusat Mitigasi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. COVER DALAM... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii. MOTTO... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...
DAFTAR ISI COVER DALAM... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN...v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vii ABSTRAK... viii KATA PENGANTAR... ix
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN PUSAT KRISIS KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA achmad yurianto a_yurianto362@yahoo.co.id 081310253107 LATAR BELAKANG TREND KEBENCANAAN MANAJEMEN
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disaster Reduction) 2005, dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Resiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) 2005, dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT
PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciBAB III PROSEDUR PENELITIAN. Untuk menentukan tujuan dari sebuah penelitian, sehingga dapat
39 BAB III PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk menentukan tujuan dari sebuah penelitian, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang diharapkan dapat berguna bagi penulis ataupun pihak-pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut indeks rawan Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten Sleman merupakan daerah yang rawan tingkat kerawanan tinggi dan menempati urutan 34 dari 494 kabupaten di Indonesia.
Lebih terperinciKAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016
KAJIAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciPERAN LSM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA TOMMY SUSANTO, ST
PERAN LSM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA TOMMY SUSANTO, ST Disampaikan dalam Kuliah Pengantar Manajemen Bencana Fakultas Kedokteran UNAND Padang, 27 November 2013 TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI SLAMET BAGI SISWA MI MUHAMMADIYAH SINGASARI
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI SLAMET BAGI SISWA MI MUHAMMADIYAH SINGASARI Anang Widhi Nirwansyah 1, Agung Nugroho 2 1 Laboratorium Geologi dan Penginderaan Jauh FKIP Universitas
Lebih terperinciKESEPAKATAN BERSAMA ANTARA
KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH SINGKIL DAN TIM KOORDINASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN ACEH TENTANG DUKUNGAN PROGRAM SEDIA UNTUK PENGUATAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN ACEH SINGKIL
Lebih terperinciGLOBAL ADVOCACY PLATFORM
GLOBAL ADVOCACY PLATFORM 2 PENDAHULUAN Platform advokasi global (The Global Advocacy Platform) dibentuk untuk mendukung upaya advokasi yang dilakukan oleh IIA, chapter, sukarelawan, anggota, pemangku kepentingan
Lebih terperinci: BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE
NAMA NIM FAKULTAS PRODI/BAGIAN E-MAIL : BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE : A31104018 : EKONOMI DAN BISNIS : AKUNTANSI : g.4bjad@gmail.com ABSTRAKSI BRIGGIE PETRONELLA ANGRAINIE. A31104018. PENGARUH PERFORMANCE
Lebih terperinciTemplate : For Better FITB
Template : http://lppm.itb.ac.id For Better FITB FITB Sebagai Pusat Unggulan Ilmu Kebumian, Lingkungan, dan Kebencanaan yang Berdaya Saing serta Berinisiatif Memberikan Solusi Pemecahan Masalah Bangsa
Lebih terperinciPilihlah satu jawaban yang paling tepat
Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak
Lebih terperinciMEMBANGUN KETAHANAN KOTA TERHADAP GEMPA DI SURABAYA: PERSPEKTIF INSTITUSI
MEMBANGUN KETAHANAN KOTA TERHADAP GEMPA DI SURABAYA: PERSPEKTIF INSTITUSI Surabaya Landscape from Kalimas River Adjie Pamungkas (081237487033) Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Lebih terperinciOutline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs
Outline Presentasi PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II Bengkulu, 14 Oktober 2014 Kristanto Sinandang UNDP Indonesia Proses Penyusunan SDGs Tujuan dan sasaran
Lebih terperinciOutline Presentasi. Kajian Ketangguhan Aceh Pasca 10 Tahun Tsunami. Dampak Tsunami Terhadap Masyarakat Aceh 10/15/14
// Kajian Ketangguhan Aceh Pasca Tahun Tsunami (Kerjasama Badan Penanggulangan Bencana Aceh/BPBA dan TDMRC Unsyiah) Syamsidik Tsunami and Disaster Migaon Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala
Lebih terperinciPeran Kementerian ATR/BPN dalam Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mencapai Tujuan NDC
Peran Kementerian ATR/BPN dalam Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mencapai Tujuan NDC Rabu, 17 Januari 2018 Workshop Elaborasi NDC Adaptasi Perubahan Iklim KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN PENILAIAN KAPASITAS DAERAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN PENILAIAN KAPASITAS DAERAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) DAFTAR ISI
Lebih terperinciBAB III PROSEDUR PENELITIAN. Dalam menentukan tujuan dari sebuah penelitian, sehingga dapat
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 1.1.Metode Penelitian Dalam menentukan tujuan dari sebuah penelitian, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang diharapkan melalui alat yang relevan, maka diperlukan
Lebih terperinci