BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, sistem hukum itu ada hubungannya timbal balik dengan lingkungannya, sehingga bersifat terbuka, berubah dan mudah diserang, tetapi karena struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1 Pada awalnya, Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yakni Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Psal 56 berikut segala perubahaannya, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1971, kemudian diikuti dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahannya terakhir dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007, maka segala ketentuan yang mengenai ketentuan mengenai Perseroan Terbatas dalam KUHD, UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana disebutkan di atas dinyatakan tidak berlaku lagi dan telah dicabut, sebagaimana yang disebutkan dalam Ketentuan Penutup Pasal 160 Undang-Undang Nomor 40 Tahun Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 2001), hal. 22.

2 Pengertian Perseroan Terbatas (naamloze vennootschap), menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah: badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Badan Hukum adalah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian. 2 Perseroan Terbatas sebagai himpunan modal (capital asssosiaties) memerlukan peraturan yang lengkap dan sangat kompleks, maka dengan memiliki hukum perseroan yang memadai dapat menjawab tantangan itu. 3 Perseroan Terbatas lahir dari suatu proses hukum secara mutlak, perseroan harus berdasarkan Keputusan Pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak dan Hak asasi Manusia, sehingga perseroan yang didirikan mendapatkan pengesahan dari Menteri sebagai status badan hukum yang sah. Dalam Pasal 7 ayat (2) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan : 2 Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-sendi Hukum Perdata, (Jakarta : Rajawali, 1953), hal H. Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan (Dilengkapi dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penjelasannya), (Medan : Fakultas Hukum, 2006), hal. 158.

3 Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Kedudukannya sebagai badan hukum dibuktikan berdasar Akta pendirian yang dibuat dengan akta otentik dihadapan Notaris yang didalamnya terdapat anggaran dasar (AD) Perseroan, bila anggaran dasar (AD) tersebut telah mendapat pengesahan oleh Menteri maka Perseroan yang didirikan menjadi subjek hukum korporasi. Dengan status Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau Direksi, terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah separate legal personality yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. 4 Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan: Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan Dewan Komisaris. Direksi merupakan satu-satunya organ dalam perseroan yang melaksanakan fungsi perseroan. 5 Direksi merupakan organ yang bertindak untuk melakukan pengurusan dan pengawasan suatu perseroan yang berkewajiban untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu perseroan termasuk pengurusan sehari-hari, sehingga Direksi 4 I. G. Rai Widjaja, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha Hukum Perusahaan, (Bekasi: Megapoin, 2006), hal Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 21.

4 harus diberikan kewenangan-kewenangan yang mendukung untuk tercapainya hasil yang ingin dicapai dalam Perseroan, dan juga diembankan tanggung jawab selaku wakil dan salah satu pengurus Perseroan. Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 6 Tugas dan fungsi utama Direksi, menjalankan dan melaksanakan pengurusan Perseroan. Jadi, Perseroan diurus, dikelola dan dimanage oleh Direksi. 7 Direksi ini bertindak untuk dan atas nama Perseroan, sehingga bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan sebagai wakil dari Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar (AD). Berdasarkan Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi sebagai pengurus perseroan bukan hanya sekedar pelaksana dari peseroan sebagaimana yang dimuat dalam RUPS, namun juga mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh terhadap perseroan. Sebagai salah satu organ perseroan seperti layaknya manusia yang mempunyai kedudukan, kewenangan dan kapasitas yang telah ditentukan dalam anggaran dasar (AD) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam menjalankan tugas sebagai perwakilan Perseroan dan tugas 6 Munir Fuady (Munir Fuady I), Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 345.

5 pengurusan, Direksi Perseroan harus melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan cara-cara yang baik, layak dan beritikad baik dan penuh tanggung jawab. Manusia yang pada hakekatnya merupakan subjek dan objek pembangunan guna terwujudnya cita-cita masyarakat adil dan makmur tentu saja mempunyai tugas, peran dan tanggung jawab yang besar guna perwujudan cita-cita termaksud. Karena pada akhirnya, manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, orang lain dan akhirnya pada lingkungannya demi kebaikan dan kepentingan bersama. 8 Walau tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan Direksi dalam suatu perseroan, yang jelas, Direksi merupakan badan perseroan yang paling tinggi, karena Direksi berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk dan atas nama perseroan (baik di dalam maupun di luar pengadilan) dan bertanggung jawab atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 9 Tugas-tugas yang bersumber kepada perundang-undangan yang berlaku, sejauh merupakan hukum memaksa (madatary law, dwingend recht) wajib dilakukan oleh Direksi. Dalam hal ini, pihak Direksi dianggap bersalah jika terjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut: 1. Tidak melakukan yang diharuskan oleh perundang-undangan. 2. Melakukan apa yang dilarang oleh perundang-undangan. 8 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Semarang : Mandar Maju, 2000), hal Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hal 7.

6 3. Melakukan secara tidak sempurna, yakni tidak seperti yang dipersyaratkan oleh perundang-undangan. 10 Ketika kesalahan atau kelalaian itu datang, maka resiko harus dapat dipertanggungjawabkan. Setiap orang yang hidup pasti akan mengalami dan akan menghadapi risiko atas hidupnya sendiri, hal ini diakibatkan ketidaktahuannya mengenai peristiwa yang akan ia alami secara pasti. Sehingga, manusia itu harus dapat mempertanggungjawabkan dan mencari jalan keluar atas kejadian yang mengakibatkan resiko yang terjadi atas hidupnya sendiri atau atas perbuatan yang telah dilakukan. Menurut L. Athearn, risiko merupakan aspek utama dari kehidupan pada umumnya dan merupakan faktor utama yang penting dalam asuransi. Sebab risiko itu merupakan kemunginan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan, yakni ketidakpastian suatu peristiwa yang tidak diinginkan. 11 Tanggung jawab pribadi Direksi adalah keadaan dimana Direksi tidak melakukan fiduciary duty dalam kepemimpinannya sehingga merugikan perseroan dan pemegang saham, dan dalam hal ini ukuran saham tidak lagi menjadi patokan batasan nilai tanggung jawab tersebut, sehingga harta-harta milik pribadi Direksi dapat juga terikut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. 12 Dipandang 10 Munir Fuady (Munir Fuady II), Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal Sri Rejeki Hartono (1), Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika, 1997), hal Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 143.

7 secara sekilas hukum perseroan mengisyaratkan bahwa Direksi harus mengelola perseroan dengan kehati-hatian (care) yang semestinya sebagaimana halnya para pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian. 13 Keberadaan Direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya Direksi. Sebaliknya tidak mungkin ada Direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan Direksi bagi perseroan terbatas sangat penting. 14 Berkenaan dengan masalah penerapan kewajiban berhati-hati (duty of care) dalam pelaksanaan pengurusan Perseroan, perlu dikemukakan prinsip yang berlaku umum, yang disebut dengan risiko pertimbangan bisnis (business judgement risk). 15 Maksudnya, bila Direksi benar-benar jujur dan memiliki itikad baik dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan Perseroan, dan dapat membuktikannya maka Direksi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan tersebut. Hal ini berhubungan dengan prinsip Corporate Opportunity dalam Hukum Perseroan Terbatas yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) yang menyatakan: Pengurusan sebagimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dan Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan: 13 Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi, diakses tanggal 20 Pebruari Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004), hal Ibid, hal. 50.

8 Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila: a. terjadi perkara di Pengadilan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Direksi dapat digugat secara pribadi ke pengadilan negeri jika perseroan mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannnya, misalnya dalam hal terjadinya suatu kepailitan perseroan yang diakibatkan oleh kesalahan dan kelalaian Direksi, pertanggungjawaban Direksi terjadi secara tanggung renteng atas kerugian dan kepailitan perseroan bila harta kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut. Corporate Opportunity merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan (opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya. 16 Transaksi kesempatan perseroan (Corporate Opportunity) mengajarkan bahwa bahwa akibat dari adanya fiduciary duty dari Direksi, maka Direksi haruslah 16 Munir Fuady (Munir Fuady III), Doktrin-Doktrin Modern dalam Coporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,, 2006), hal. 224.

9 terlebih dahulu mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi. Dengan demikian, jika perusahaan mempunyai kesempatan (opportunity) untuk melakukan suatu transakasi yang sama dengan pihak ketiga sementara pihak Direksi juga ingin melakukan transaksi yang sama dengan pihak ketiga, maka pihak Direksi perusahaan harus mengutamakan kepentingan perseroan terlebih dahulu dengan mempersilahkan perusahaan untuk melakukan transaksi tersebut, dan Direksi harus mengalah untuk itu. Dengan kepentingan perseroan (sehingga harus lebih diutamakan) oleh Direksi dimaksudkan adalah setiap hak (right), kekayaan (property), kepentingan (interest), dan pengharapan (expectancy) yang dimiliki oleh perseroan atau yang menurut prinsip keadilan seharusnya kepunyaan perseroan. 17 Pelanggaran terhadap Corporate Opportunity Doctrine mengakibatkan perseroan memperoleh ganti rugi seimbang dengan kehilangan keuntungan yang diharapkan seandainya perseroan memperoleh peluang bisnis tersebut. 18 Dengan adanya pengaturan prinsip oportunitas perusahaan ini (Corporate Opportunity), seorang Direksi harus dapat menunjukan kepengurusan dan pelaksanaan kegiatan usaha dengan itikad baik dan tindak kehati-hatian dalam menjalankan perseroan, namun tidak memberikan kejelasan sejauh mana penerapan prinsip tindakan itu dibenarkan atau dikatakan sebagai itikad baik dan telah hati-hati dalam menjalankan perseroan yang dipegang oleh Direksi Perseroan? Dan bagaimana hal Ibid, hal Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2009),

10 tindakan oportunitas perusahaan yang dilarang oleh hukum sesuai dengan tinjauan aturan hukum yang telah dibentuk oleh pemerintah? Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka untuk dapat lebih mengetahui tanggung jawab Direksi, maka perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membuat penelitian yang berjudul WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PRINSIP CORPORATE OPPORTUNITY YANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, perumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi Dalam Mengelola Perseroan Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas? 2. Bagaimana Batasan-Batasan prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana Pembuktian Corporate Opportunity Terhadap Direksi Perseroan Yang Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? C. Tujuan Penelitian

11 Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian tesis ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip Corporate Opportunity terhadap Direksi dalam mengelola perseroan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui bagaimana batasan-batasan prinsip Corporate Opportunity yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui bagaimana pembuktian Corporate Opportunity terhadap Direksi perseroan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. D. Manfaat Penelitian Penelitian tesis ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang didasarkan pada tujuan penelitian. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum dan juga masukan bagi penyempurnaan pranata hukum khususnya dalam lapangan hukum perusahaaan dan hukum bisnis yang berlaku di Indonesia yaitu mengenai Penerapan Prinsip Corporate Opportunity Terhadap Direksi dalam suatu perusahaan. 2. Secara Praktis

12 Diharapkan dapat memberikan masukan kepada para penegak hukum dan pembuat peraturan perundang undangan untuk menyempurnakan kembali peraturan-peraturan di bidang hukum perusahaan, agar tercipta suatu unifikasi hukum di dalam masyarakat. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan, ternyata penelitian tentang Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul diatas sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipetanggungjawabkan. Ada beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan prinsip hukum perusahaan yang dibahas yang pernah dilakukan, antara lain: 1. T. Suhaimi, NIM : , mahasiswa Magister Hukum Program Pascasarjana, dengan judul, Penentuan Kategori Mala Inse dan Mala in Prohibita dalam ketentuan Undang-Undang Nomomr 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dengan perumusan masalah yang dibahas: 1. Bagaimana ketentuan fiduciary duty dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

13 2. Bagaimana pengaturan pengelolaan perseroan dan Business Judgement Rule dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana penentuan standar kaeori Mala Inse dan Mala In Prohibita bagi tindakan Direksi dalam pengelolaan perseroann menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? 2. Rudi Dogar Harahap, NIM : , mahasiswa Magister Hukum Program Pascasarjana, dengan judul Penerapan Business Judgement Rule dalam pertanggungjawaban Direksi Bank yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, dengan perumusan masalah yang dibahas: 1. Bagaimana pengelolaan Bank dikaitkan dengan manajemen risiko? 2. Bagaimana batasan Businesss Judgement Rule dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh Direksi? 3. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Business Judgement Rule dalam pertanggungjawaban direktur bank Direktur Terbatas? Jika diperbandingkan dengan penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan demikian, maka penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

14 Kata teori pada dasarnya banyak digunakan, sebanyak seperti dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya menurut kamus Concise Oxford Dictionary sebagai suatu indikator dari makna sehari-hari, anggapan yang menjelaskan tentang suatu, khususnya yang berdasarkan pada prinsip-prinsip independen suatu fenomena dan lain lain yang perlu dijelaskan. Bagi semua ahli, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. 19 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran/butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, Pemegangan teoristis. 20 Seiring dengan perkembangan masyarakat pada umumnya, peraturan hukum juga mengalami perkembangan kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pasca metodelogi, aktivitas penelitian dan imajinasi penelitian. 21 Dalam pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota Direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, (Bandung : Refika Aditama, 2007), hal M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2005), hal Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi dalam Pengelolaan Perusahaan, /, diakses tanggal 17 Februari 2011.

15 Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan terbatas mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui wakilnya. Untuk itu ada yang disebut agent yaitu orang yang mewakili Perseroan serta bertinndak untuk dan atas nama Perseroan. Karena itu perseroan juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek hukum yang mandiri. Dia bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau naturalijke persoon, dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia. 23 Allots memandang bahwa hukum sebagai sistem merupakan proses komunikasi, oleh karena itu hukum menjadi subjek bagi persoalan yang sama dalam memindahkan dan menerima pesan, seperti sistem komunikasi yang lain. Ciri yang membedakan hukum adalah keberadaan sebagai fungsi yang otonom dan membedakan kelompok sosial atau masyarakat politis. Ini dihasilkan/dikenakan oleh mereka yang mempunyai kompetensi dan kekuasaan yang sah itu. Suatu sistem hukum tidak hanya terdiri dari norma-norma tetapi juga lembaga-lembaga termasuk fasilitas dan proses. 24 Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah teori organ yakni teori yang lahir sebagai reaksi terhadap teori fiksi yang dikemukakan oleh Otto Von Gierke. Pada pokoknya teori ini mengemukakan bahwa badan hukum merupakan suatu badan yang membentuk suatu kehendaknya melalui perantaraan 23 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Op. Cit, hal. 96.

16 alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya, seperti manusia melakukan segala perbuatannya dengan organ-organ tubuhnya. Menurut teori ini, badan hukum benar-benar ada, berfungsi sama seperti manusia, dan perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan badan hukum itu sendiri. Tujuan badan hukum adalah tujuan yang kolektif, terlepas dari tujuan individu-individu yang menjadi organ-organnya. 25 Perseroan Terbatas merupakan badan hukum namun tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan sendirinya tanpa organ-organ perseroan yang bertindak untuk dan atas nama perseroan dan tanggung jawab badan hukum. Perseroan ini memiliki organ organ selayaknya manusia untuk melakukan tujuan pendiriannya, sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha ynag ingin dicapai oleh Perseroan. Organ organ Perseroan mencakup 3 (tiga) bagian, yaitu: 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/ atau anggaran dasar. 2. Direksi 25 Hardijan Rusli, Badan Hukum dan Bentuk Perusahaan di Indonesia, (Jakarta : Huperindo, 1989), hal. 7.

17 Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Direksi adalah organ perseroan yang berwewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 3. Dewan Komisaris Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi. Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasanbawahan sesaat. 25 Doktrin fiduciary duty berasal dari sistem hukum Common Law yang berasal dari Inggris dan hingga kin mempengaruhi sistem hukum negara-negara bekas jajahannya dan juga dianut di Amerika Serikat. Karena hubungan hukum antara perseroan dan Direksi didasarkan pada doktrin fiduciary duty, maka berdasarkan doktrin ini Direksi dalam menjalankan kepengurusan mempunyai duty of care dan duty of loyalty terhadap perseroan Bismar Nasution, Op. Cit, diakses tanggal 17 Februari Suharnoko, Op.Cit, hal.152.

18 Perseroan Terbatas sebagai salah satu subjek hukum (recht person) memiliki status, kedudukan,dan kewenangan yang dipersamakan dengan subjek hukum lainnya seperti manusia yang memiliki maksud dan tujuan dalam proses pendiriannya namun tidak dapat bertindak secara sendiri. Keberadaan Perseroan Terbatas sebagai status badan hukum diperoleh ketika Perseroan Terbatas tersebut telah memperoleh pengesahan dan pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban serta harta kekayaan sendiri bagi Perseroan tersebut, terpisah dari hak, kewajiban, dan harta kekayaan para pendiri Perseroan Terbatas, para pemegang saham dan para pengurus Perseroan Terbatas. Hak dan kewajiban tiap anggota badan hukum ditetapkan dalam peraturanperaturan yang menjadikan badan hukum atau perkumpulan tersebut didirikan atau diakui, menurut akta pendirian sendiri, perjanjian sendiri, atau peraturan perundangundangan. Para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian perkumpulannya. Semua hutang perkumpulan itu hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan. 27 Dengan kata lain pertanggungjawaban tersebut adalah pertanggungjawaban terbatas atau tanggung jawab terbatas berkaitan dengan tindakan pengurus, pemegang saham maupun perseroan terbatas itu sendiri. Jadi makna terbatas itu sekaligus mengandung arti keterbatasan, baik dari sudut perseroan terbatas, penanam modal maupun pengurus perseroan terbatas. Oleh karena itulah tanggung jawab terbatas 27 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hal. 4.

19 mengandung arti penting sebagai umpan pendorong agar orang bersedia ikut serta menanamkan modal. Jadi dengan pertanggungjawaban terbatas itu sudah dapat diramalkan seberapa besar maksimal resiko kerugian yang mungkin diderita. 28 Dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa: Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Perseroan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) merupakan suatu sistem keberadaan organ-organ Perseroan yang melakukan kegiatan usaha. Keberadaan organ-organ Perseroan ini memiliki fungsi dan kedudukan yang telah ditentukan, serta memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilakasanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Sehingga, wewenang dan tanggung jawab organ-organ Perseroan, Direksi dapat dibenarkan atau dipersalahkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang mengaturnya. Teori Business Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para Direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu 28 Prasetya Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas dan Pertanggungjawaban Terbatas dari Perseroan Terbatas, (Surabaya : Airlangga University Pers, 1983), hal. 12.

20 keputusan bisnis, artinya tidak terdapat kepentingan pribadi yang dilakukan oleh Direksi dalam menjalankan perusahaan. Menurut Plato, keadilan adalah: apabila seorang itu menjalankan pekerjaannya dalam hidup ini sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Setiap anggota masyarakat mempunyai tugas-tugasnya sendiri yang khusus dan hendaknya membatasi pekerjaannya kepada pelaksanaan dari tugas-tugas tersebut. 29 Dalam mengurus Perseroan, anggota Direksi tidak boleh sembrono (carelessly) dan lalai (negligence). Apabila ia sembrono dan lalai melaksanakan kepengurusan, menurut hukum ia telah melanggar kewajiban berjhati-hati (duty care) atau bertentangan dengan prudential duty. Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota Direksi dalam menjalankan Perseroan, dia dianggap bersalah melanggar kewajiban mesti melaksanakan pengurusan penuh dengan tanggung jawab. Tiada maaf bagi seseorang yang menduduki jabatan anggota Direksi dengan gaji dan tunjangan yang cukup besar, tetapi tidak hati-hati melaksanakan pengurusan Perseroan. 30 Dalam praktek agak sulit untuk membedakan mana suatu perbuatan yang benar-benar dilakukan dengan itikad baik dan makna perbuatan yang memang sudah sewajarnya dalam menjalankan tugas yang diembannya, Pada umumnya, setelah 29 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 378.

21 terjadi perseroan menderita kerugian yang merupakan suatu akibat, barulah dapat diketahui baik atau buruknya perbuatan seseorang. 31 Berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata, Direksi (artinya semua anggota Direksi) secara pribadi dapat ikut dipertanggungjawabkan atas kerugian yang diderita pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Kerangka Konsepsi Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut operational definition. 33 Dalam pemberian suatu konsep atau pengertian merupakan salah satu unsur pokok yang penting dalam suatu penelitian hukum, sehingga untuk menghindari terjadinya salah pengertian atau salah tafsir dan pemahaman yang berbeda mengenai tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. Pentingnya defenisi konsepsional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian dan penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 34 Maka perlu diuraikan beberapa konsep yang menjadi pemegangan dalam proses penelitian, yakni : 31 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Djambatan, 2007), hal Ningrum Natasya Sirait, Modul Hukum Perusahaan I, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009), hal Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal Ibid.

22 1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang saham, Direksi, dan Komisaris Direksi adalah organ perseroan yang berwewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Corporate Opportunity adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan (opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor Munir Fuady (Munir Fuady III), Op. Cit, hal 224.

23 G. Metodologi Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian tesis yang digunakan untuk mengkaji penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap permasalahan ini bersumber pada materi peraturan perundang-undangan, teori-teori, serta konsep yang berhubungan dengan aspek hukum perusahaan. Beranjak dari jenis penelitian tersebut, diharapkan dapat memperoleh suatu prinsip yang jelas dengan memberikan kepastian hukum bagi Direksi, sehingga terjadi hubungan yang seimbang dalam wewenang dan tanggung jawab Direksi tersebut. Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analistis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu. 39 Analistis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan Sumber Data Penelitian 39 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 1997), hal Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal. 101.

24 Dalam penelitian ini, bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah menggunakan data sekunder, antara lain; b. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak pihak yang berkepentingan, yaitu berupa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,, serta peraturan lainnya yang ada kaitannya dengan materi yang akan dibahas dalam penelitian ini. c. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu buku-buku ilmu hukum, tesis, disertasi, jurnal hukum, laporan hukum, makalah dan media cetak atau elektronik. d. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu kamus umum, kamus hukum, majalah, internet, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang berkaitan dengan tesis ini guna melengkapi data. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian ini,

25 penelitian kepustakaan bertujuan untuk menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diteliti. Dan penelitian dengan pendekatan konseptual perundang undangan (conceptual approach), serta pendekatan kasus hukum (case law approach) yaitu dengan mempelajari dan menelaah bahan pustaka, aturan perundang-undangan mengenai perusahaan khususnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan kasus-kasus yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. 4. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen, yaitu dengan mempelajari serta menganalisa bahan pustaka (data sekunder). 5. Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif, yaitu melakukan analisis terhadap peraturan peraturan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dengan cara : a. menginterprestasikan semua peraturan perundang undangan yang sesuai dengan masalah yang dibahas; b. menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas;

26 c. mengevaluasi perundang undangan yang berhubungan masalah yang dibahas dalam tesis ini. Sehingga pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yakni dari yang bersifat umum ke khusus, serta dapat dipresentasikan dalam bentuk deskriptif.

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung : Alumni, 1991 Amanat, Anisitus Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris. Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. 109 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Buku Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Abdulkadir, Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE Oleh : I Made Sanditya Edi Kurniawan Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai 14 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan suatu badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS Oleh: AGUS SALIM HARAHAP Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al-Hikmah Medan Jl. Mesjid No. 1 Medan Estate, Medan 20371 august_harahap@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena perseroan terbatas merupakan asosiasi modal dan badan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002.

DAFTAR PUSTAKA. Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002. 158 DAFTAR PUSTAKA BUKU Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009. Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh: Climen F. Senduk 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan

Lebih terperinci

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka berbagai pihak mengajukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini telah dicetuskan di dalam Pembukaan Undang-undang

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh: Ida Ayu Ima Purnama Sari I Made Budi Arsika Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas 18 BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas 1. Istilah dan pengertian perseroan terbatas Istilah PT berasal dari istilah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU KESALAHANNYA YANG MENGAKIBATKAN PERSEROAN PAILIT

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU KESALAHANNYA YANG MENGAKIBATKAN PERSEROAN PAILIT TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi, Feb-Mei 2013. Volume I Nomor 1 PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU Martha Vivy E.P *) Ramli Siregar **) Windha ***) ABSTRACT Company Limited as a legal

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN Oleh : I Made Rika Gunadi I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Zainuddin, H, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Zainuddin, H, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009. 101 DAFTAR PUSTAKA BUKU DAN MAKALAH Ali, Zainuddin, H, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009. Amanat, Anisitus, Membagi Warisan berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Jakarta, Raja Grafindo

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu yang menjadi sumber permodalan bagi suatu anak perusahaan yaitu memanfaatkan fasilitas kredit perbankan. Namun pihak perbankan perlu adanya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin, et all., 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin, et all., 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Amiruddin, et all., 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Ali, Chidir, 1991, Badan Hukum, Alumni, Bandung Badrulzaman, Mariam Darus, 1994, Aneka

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013 ANALISA YURIDIS PERMOHONAN PENETAPAN PENGADILAN UNTUK KUORUM RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM KETIGA YANG LEWAT WAKTU (STUDI KASUS: PERMOHONAN KEPADA KETUA PENGADILAN NEGERI OLEH PT X DIHUBUNGKAN DENGAN KONFLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS Abstrak : Oleh: Putu Ratih Purwantari Made Mahartayasa Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana Direksi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, dimana Negara hukum memiliki prinsip menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kepada kebenaran dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian dan Kedudukan Direksi Pada Perseroan Terbatas Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP BADAN HUKUM DI PT. SARI AMERTA UTAMA DENPASAR SUATU KAJIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Subyek Hukum Bisnis

STIE DEWANTARA Subyek Hukum Bisnis Subyek Hukum Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 2 Definisi Subyek Hukum: Setiap mahluk yang diberi wewenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak dan kewajibannya di dalam lalu lintas hukum Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi Nasional di Indonesia yang berkesinambungan merupakan salah satu wujud nyata bahwa Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP Erman, SH, Sp.N Dosen Fakultas Hukum Usahid Jakarta Abstract Management as an element of limited liability company

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak masyarakat yang mengambil badan hukum ini sebagai pilihan dalam menjalankan usahanya dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang pengusaha atau produsen dalam rangka memperkenalkan produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu bekerjasama dengan pihak lokal/nasional

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN A. Pengertian PT Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan berbisnis dengan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci