BAB I PENDAHULUAN. Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak masyarakat yang mengambil badan hukum ini sebagai pilihan dalam menjalankan usahanya dikarenakan pertanggungjawaban terbatas yang dimiliki oleh badan hukum ini. Peraturan perundang-undangan tentang perseroan terbatas (untuk selanjutnya disebut perseroan) telah beberapa kali mengalami perubahan, hingga terakhir kalinya diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun Perubahan peraturan ini bertujuan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat akan pengaturan badan usaha dengan bentuk perseroan terbatas. 1 Perseroan merupakan suatu badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban seperti halnya manusia dan oleh karenanya dapat mengadakan suatu hubungan hukum serta merupakan subjek hukum yang mandiri (Person Standi in Judicio). Sebagai subjek hukum yang mandiri, badan hukum Perseroan dianggap sama dengan manusia biasa yang secara hukum dapat digugat dan menggugat, memberikan kuasa, membuat perjanjian, mengatur kehidupannya sendiri, mempunyai utang piutang serta kekayaan tersendiri layaknya manusia biasa. 2 Perseroan terbatas juga memberikan kemudahan bagi 1 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), (Jakarta : Visimedia, 2009), hal 9 2 http;//en.wikipedia.org/wiki/corporations, diakses tanggal 20 April 2010.

2 pemegang saham untuk mengalihkan sebagian ataupun menjual perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut. 3 Berdasarkan UUPT Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1 ayat (1) dapat diketahui bahwa perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Sebagai badan hukum, perseroan memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat dipersamakan dengan manusia sehingga disebut artificial legal person, maka ia tidak memiliki kehendak dan tidak dapat bertindak sendiri, Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak untuk perseroan sesuai tujuan pendiriannya. Orangorang yang menjalankan, mengurus dan mengawasi perseroan inilah yang disebut organ. Sebagaimana layaknya manusia, perseroan juga memiliki organ, hanya saja organ perseroan hanya tiga, yaitu Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. 4 Direksi adalah organ perseroan pemegang kekuasaan eksekutif di perseroan. Direksi mengendalikan operasi perseroan sehari-hari dalam batas-batas yang ditetapkan oleh UUPT, anggaran dasar dan RUPS serta di bawah pengawasan dewan komisaris. Tugas dan fungsi utama direksi adalah menjalankan roda manajemen perseroan secara menyeluruh. Dengan demikian, setiap anggota direksi haruslah orang yang berwatak baik, berpengalaman, mempunyai kompetensi menduduki jabatan dan melaksanakan setiap 3 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung : Nuansa Aulia, 2006), hal 1 4 Ridwan Khairandy, Perseroan sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, 2007, hal 5

3 kegiatan semata-mata untuk kepentingan perseroan. 5 Ketidak-transparanan direksi dalam hal mengambil keputusan dan cenderung mengambil keuntungan adalah hal yang sering terjadi di dalam suatu perusahaan. Krisis Moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 memperlihatkan bukti itu. Perusahaan-perusahaan besar yang dulu begitu kuat, ternyata hancur oleh sistem pengelolaan yang tidak baik, misalnya penggunaan dana untuk investasi jangka panjang sementara dana itu diperlukan perusahaan untuk kegiatan jangka pendek, pengucuran dana yang berlebihan kepada perusahaan yang dalam satu kelompok. 6 UUPT mendefinisikan Direksi dalam Pasal 1 angka 5 yakni direksi sebagai organ perseoan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Sedangkan untuk menjalankan tugasnya terdapat dalam Pasal 97 ayat (1), yang menyatakan bahwa: Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) 7 Dalam hal ini perseroan akan tetap terus diwakili oleh Direksi, keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan, tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi, oleh karena itu, keberadaan direksi dalam perseroan 5 Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia. (Jakarta : Gloria Printing, 2002) Hal M. Irsan Nasaruddin- Indah Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Preneda Media, 2004), hal Pasal 92 ayat (1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

4 terbatas sangat penting. 8 Direksi dengan perseroan (korporasi) sebagai badan hukum terdapat hubungan fiduciary 9 sehingga pihak direksi hanya bertindak seperti seorang trustee atau agen semata yang mempunyai kewajiban mengabdi sepenuhnya dan dengan sebaik-baiknya kepada perseroan. Dalam UUPT hal ini diatur dalam Pasal 97 ayat (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab Dalam menjalankan tugasnya direksi harus memperhatikan beberapa prinsipprinsip tanggung jawab direksi dalam menjalankan perseroan yakni duty of skill and care (prinsip kehati-hatian dalam tindakan direksi), duty of loyalty (itikad baik dari direksi semata-mata demi tujuan perseroan) dan no secret profit rule doctrine of corporate opportunity (tidak menggunakan kesempatan pribadi atas kesempatan milik atau peruntukan bagi perseroan) serta memiliki tugas-tugas dan kewajiban yang berdasarkan undang-undang (statutory duty). 10 Prinsip-prinsip manajemen perseroan yang baik (Good Corporate Governance) juga merupakan tugas direksi yang harus dikembangkan olehnya dalam kepengurusan perseroan. Hal yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan manajemen 8 Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, keberadaan, tugas, wewenang, dan tangung jawab, (Jakarta : Ghalia, 2008), hal Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian). termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya. -direksi diakses tanggal 27 Mei Robert J.P, Lebih Jauh tentang Kepailitan, (Jakarta : Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 1998), hal 5

5 perseroan adalah akuntabilitas dari perseroan itu sendiri. Berdasarkan prinsip tersebut, masing-masing komponen perusahaan, pemegang saham melalui lembaga RUPS, komisaris, dan direksi dituntut untuk mengerti dengan baik hak dan kewajiban, kewenangan, serta tanggung jawabnya. 11 Dengan kata lain Lembaga RUPS merupakan lembaga yang dapat digunakan oleh komponen perusahaan dan pemegang saham untuk mengetahui bagaimana kinerja dari direksi mereka. 12 Dengan demikian, direksi dan komisaris akan selalu menjaga profesionalismenya dalam mengamankan investasi dan asset perusahaan yang diamanatkan oleh pemegang saham khususnya dan stake holder pada umumnya. direksi juga dapat dan perlu untuk membuat mekanisme pengawasan internal bagi perseroan, yang meliputi bidang-bidang manajemen perusahaan pada umumnya, seperti keuangan, produksi, operasional dan marketing. Sementara itu, komisaris juga dituntut untuk harus terus menjaga kebijakankebijakan dalam keputusan direksi dan memberikan masukan-masukan untuk menghindari kesalahan manajemen serta penyalahgunaan wewenang oleh direksi dan karyawan dalam perseroan. 11 Ibid, hal Adapun tanggung jawab direksi dalam kaitannya dengan RUPS pada umumnya adalah merupakan sebagian tugas dan wewenang direksi perseroan, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. karena tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS, dan Direksi itu sendiri diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, maka Direksi bertanggung jawab kepada RUPS untuk memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai segala pelaksanaan tugas dan wewenangnya terhadap perseroan. 2. direksi wajib dan bertanggung jawab untuk membuat risalah RUPS. 3. direksi bertanggung jawab melaksanakan pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS tahunan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban seperti yang diatus dalam UUPT dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. 4. menjalankan semua keputusan RUPS yang telah disahkan pada rapat. 5. direksi wajib memberitahukan hasil keputusan RUPS kepada para pemegang saham. 6. direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan. 7. direksi wajib mengadakan dan meminta persetujuan RUPS untuk perubahan anggaran dasar, penambahan modal perseroan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran perseroan. Lihat,Parsian Simanungkalit, RUPS Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas, (Jakarta : Yayasan Wajar Hidup, 2006), hal 74

6 Dalam praktik, masih banyak perusahaan besar yang tetap diatur oleh pemilik. Penempatan Direktur atau Komisaris yang masih bertalian keluarga atau sahabat karib dari pemegang saham merupakan konsekuensi dari keengganan pemilik untuk melepas sepenuhnya kendali perusahaan. 13 Mengingat pentingnya peran direksi, maka sebagian besar perseroan yang baru didirikan, jabatan direksi biasanya dipegang oleh pemilik modal atau keluarganya, kecuali untuk perseroan-perseroan yang telah go public ataupun telah cukup lama berkembang sehingga diperlukan tenaga-tenaga professional untuk menanganinya. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, perbuatan yang dilakukan oleh direksi dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh perseroan. Sepanjang bertindak sesuai apa yang ditentukan dalam anggaran dasar perseroan, maka perseroanlah yang akan menanggung semua akibat dari perbuatan direksi tersebut. Sedangkan bagi tindakan-tindakan direksi yang merugikan perseroan, yang dilakukannya diluar batas dan kewenangan yang diberikan atau bahkan sesuatu yang dilakukannya demi kepentingan dirinya sendiri maka atas tindakan tersebut pribadi direksi dapat dimintakan pertanggung jawabannya. Direksi dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 14 Tanggung jawab terhadap kerugian perseroan ini dapat ditujukan baik terhadap perseroan itu sendiri, tiap-tiap pemegang saham atau kreditor dalam hal terjadinya kepailitan perseroan. Dalam konteks yang demikian berarti baik perseroan, pemegang saham ataupun kreditor yang dirugikan sebagai akibat berkurangnya harta 13 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik, Buku Kesatu, cetakan Ketiga, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002),, hal 52 (selanjutnya disebut Munir Fuady I) 14 Frans Satrio Wicaksono, Op.Cit, hal 119

7 kekayaan perseroan karena tidak adanya itikad baik direksi yang terjadi sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya dalam bertindak, berbuat atau mengambil keputusan, berhak untuk menggugat direksi. Ketentuan selanjutnya diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Dalam menjalankan sebuah perusahaan seringkali direksi sebagai sebagai organ didalamnya mengambil keputusan bisnis yang seringkali spekulatif dan bertendensi untuk mengalami kerugian, bisa saja dikarenakan ada hal-hal genting yang harus segera diambil untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian yang lebih besar atau sebaliknya dapat membawa keuntungan besar bagi perusahaan jika diambil tindakan cepat yang tepat, karena bagaimanapun keputusan direksi harus dihormati oleh semua pihak bahkan pengadilan, sebab mereka adalah orang-orang yang memang mengerti dan berpengalaman dibidang bisnisnya, terutama masalah yang kompleks, karena itu direksi patut diberikan diskresi yang besar, mereka yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan bisnis tentunya adalah pihak direksi. 15 Disisi lain ada juga direktur yang disela-sela kegentingan tersebut juga mengambil keuntungan pribadi didalamnya, dengan kata lain bukan untuk perusahaan, oleh karena itu disinilah pentingnya standar mengenai pertanggungjawaban untuk dapat melihat keputusan bisnis manakah yang diambil sesuai dengan prosedur demi kepentingan perusahaan ataukah keputusan bisnis yang diambil untuk kepentingan si direktur itu sendiri. Tanpa adanya standar yang jelas mengenai pertanggungjawaban 15 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal 199 (selanjutnya disebut Munif Fuady II)

8 direksi maka dikhawatirkan direksi tidak akan berani mengambil keputusan bisnis. Hal ini bertentangan dengan posisi perusahaan sebagai risk taker sehingga secara tidak langsung akan menghentikan continuous improvement dari perusahaan itu sendiri. Atas latar belakang itu pengadilan yang menganut sistem hukum common law mengembangkan konsep business judgement rule yang dimaksudkan untuk melindungi direksi dan karyawan hanya yang beritikad baik, dari pertanggungjawaban secara pribadi akibat keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Tentu saja tidak semua keputusan dan kebijakan direksi dapat berlindung dengan alasan pertimbangan bisnis sehingga dapat berlindung dalam business judgement rule, walaupun business judgement rule merupakan penyeimbang prinsip fiduciary duty. Di Amerika Serikat, menurut Sutan Remy bahwa setelah beliau mempelajari putusanputusan di Amerika, ternyata pengadilan-pengadilan itu tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian hal tersebut. Beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan anggota direksi tidak dapat diganggu guugat kecuali apabila pertimbangan tersebut didasarkan atas sutau kecurangan (fraud), atau menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan melanggar hukum (illegality). Sementara beberapa pengadilan lain berpendapat bahwa, seorang direktur yang mengambil alih pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi oleh business judgement rule, jika kerugian tersebut sebagai akibat kelalaian berat anggota direksi bersangkutan. 16 Dipandang secara sekilas hukum perseroan mengisyaratkan bahwa direksi harus mengelola perseroan dengan kehati-hatian (care) yang semestinya sebagaimana halnya 16 Sutan Remy Sjahdeni, Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris, Jurnal Hukum bisnis, Vol 14, 2001, hal 101

9 para pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian. 17 Direksi tidak boleh mengambil kesempatan menguntungkan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan dan mengambil tindakan yang mengakibatkan benturan kepentingan dengan membuat tindakan sepihak (self dealing). Jika hal tersebut terjadi maka kerugian yang timbul dalam keputusan atau tindakan tersebut merupakan tanggung jawab pribadi direksi. Dalam UUPT Nomor 40 tahun 2007, tidak ada secara khusus mengenai pengaturan hal tersebut diatas namun secara tersirat terdapat dalam Pasal 97 ayat (3) yaitu; Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Selanjutnya yang dimaksudkan pada ayat 2 Pasal 97 ayat (3) UUPT tersebut yakni berisi tentang kewajiban direksi yang harus melaksanakan pengurusan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan kata lain jika direksi melakukan sesuatu yang tidak beritikad baik yakni dengan melakukan self dealing maka ia bisa dikatakan bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya maka kerugian yang timbul ditanggung secara pribadi oleh direksi. Berbeda dengan di Indonesia Negara-negara common law telah ada klasifikasi dari itikad baik tersebut, adapun yang dimaksud dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab di Negara-negara yang menganut sistem hukum common law yakni dengan tidak melakukan hal-hal seperti menghadiri rapat-rapat, tidak mempelajari hal-hal mendasar dari bisnis perseroan dipimpinnya, tidak membaca laporan-laporan, tidak berupaya meminta bantuan yang diperlukan ketika telah ada isyarat mengenai datangnya bahaya 17 Sebagaimana dikutip dari Detlev F. Vagts, Basic Corporation Law Materials-cases Text, (New York:The Foundation Press Inc.1989.) oleh Bismar Nasution -direksi diakses tanggal 27 Mei 2010.

10 terhadap perseroan, atau telah mengabaikan kewajiban untuk melakukan tindakan dengan berhati-hati. Sehubungan dengan hal ini, sistem hukum common law telah mengecam dan memperingatkan para anggota direksi perseroan untuk jangan hanya menjadi direksi boneka, yaitu hanya menjadi pajangan saja di dalam perseroan. 18 Sebagaimana yang telah diutarakan diatas, sebagai akibat dari tindakan direksi yang merugikan perseroan, maka perseroan dapat menggugat direksi tersebut untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang telah ditimbulkannya. Untuk membahas mengenai pertanggungjawaban pribadi direksi atas kerugian perseroan yang akan diteliti dalam tesis ini, maka penulis melakukan analisis terhadap putusan perkara perdata Nomor: 305/Pdt.G/1998/PN.JAK.SEL antara PT. Sigma Batara melawan Mantan direksi Indover Bank, dimana perseroan yang bergerak dibidang perdagangan efek, penjamin emisi dan manajer investasi mengajukan gugatan terhadap mantan direksinya yang telah melakukan tindakan sepihak (self dealing) yang merugikan perseroan dengan membeli surat utang (prommisory note) yang telah jatuh tempo dan gagal bayar (default) yang diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapatlah dirumuskan beberapa pokok permasalahan dalam tesis ini, yaitu: 1. Bagaimana pengaturan self dealing dalam hukum perusahaan di Indonesia? 2. Bagaimana kriteria yang dapat menjerat direksi agar mempertanggungjawabkan kerugian perusahaan secara pribadi? 18 Frans Satrio Wicaksono, Op.cit., hal 130

11 3. Bagaimana pertanggungjawaban direksi dalam transaksi Self Dealing pada Putusan Perkara Perdata Nomor: 305/Pdt.G/1998/PN.JAK.SEL.? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tesis ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaturan self dealing dalam hukum perusahaan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui kriteria yang dapat menjerat direksi agar mempertanggungjawabkan kerugian perusahaan secara pribadi 3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban direksi dalam transaksi Self Dealing pada Putusan Perkara Perdata Nomor: 305/Pdt.G/1998/PN.JAK.SEL. D. Manfaat Penelitian Diharapkan kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, baik bersifat teoritis maupun praktis sebagai berikut : 1. Bersifat Teoritis Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pengembangan keilmuan, khususnya ilmu hukum perusahaan dan hukum ekonomi pada umumnya. Juga diharapkan menambah khasanah kepustakaan yang berkaitan dengan substansi hukum perusahaan.

12 2. Bersifat Praktis Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan praktisi, agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Pertanggungjawaban pribadi direksi atas kerugian perseroan, serta memberi masukan kepada setiap orang yang merupakan anggota direksi agar lebih professional dan berhati-hati dalam melakukan pengurusan perseroan. E. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada yang terdapat di perpustakaan, diketahui penelitian mengenai bahasan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban direksi sudah ada, tetapi pembahasan mengenai self dealing belum pernah dilakukan oleh karena itu Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kerugian Perseroan Dalam Self Dealing belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut asli sesuai dengan asasasas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori Untuk mengetahui tentang Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kerugian Perseroan Dalam Self Dealing didasarkan kepada teori yang saling berkaitan maksudnya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari teori sebelumnya,

13 19 Dalam kaitan teori yang dipergunakan dalam penulisan ini berawal dengan teori pengaruh manajerial (managerial influence theory), dimana perkembangan tentang pengaturan self dealing adalah sebagai akibat dari berkembangnya pemikiran-pemikiran yang lebih memihak kepada manajemen perseroan yang merupakan pelaku self dealing tersebut. Di mulai pada hak perorangan yang lahir dari perjanjian dalam mendirikan Badan Hukum yang berbentuk PT. Pasal 1 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan mewakili persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Hak dan kewajiban tiap anggota badan hukum ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang menjadikan badan hukum atau perkumpulan tersebut didirikan atau diakui, menurut akta pendirian sendiri, perjanjian sendiri, atau peraturan perundang-undangan. Para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian perkumpulannya. Semua hutang perkumpulan itu hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan. 20 Dengan kata lain pertanggungjawaban tersebut adalah pertanggungjawaban terbatas atau tanggung jawab terbatas berkaitan dengan tindakan pengurus, pemegang saham maupun perseroan terbatas itu sendiri. Jadi makna terbatas itu sekaligus mengandung arti keterbatasan, baik dari sudut perseroan terbatas, penanam 19 Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta : Andi, 2006), hal 6 20 Frans Satrio Wicaksono, Op. cit., hal 4

14 modal maupun pengurus perseroan terbatas. Oleh karena itulah tanggung jawab terbatas mengandung arti penting sebagai umpan pendorong agar orang bersedia ikut serta menanamkan modal. Jadi dengan pertanggungjawaban terbatas itu sudah dapat diramalkan seberapa besar maksimal resiko kerugian yang mungkin diderita. 21 Tugas dan tanggung jawab melakukan pengurusan sehari-hari perseroan untuk kepentingan perseroan dilimpahkan dengan menunjuk direksi sebagai agen dari perseroan yang dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun luar pengadilan. Direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab harus menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. 22 Dalam sistem common law hal tersebut dikenal dengan prinsip fiduciary duties, dimana direktur telah mengikatkan diri dengan atau kepada perseroan untuk bertindak dengan itikad baik (bonafide) untuk kemanfaatan atau keuntungan perseroan. Segala hak dan kewajiban yang diberikan kepada direktur harus dijalankan untuk memajukan perseroan. Jadi, terdapat relasi integral antara kepentingan perseroan dengan itikad baik yang kedua-duanya harus dijalankan, dengan kata lain secara kumulatif bukan 21 Rudhy Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Dengan Ulasan Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hal 12 (selanjutnya disebut Rudhy Prasetya I) 22 Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, direksi harus bertolak dari landassan bahwa tugas dan wewenang yang diperolehnya didasarkan pada dua prinsip, yaitu : pertama, kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (Fiduciary Duty), dan kedua, prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Lihat Chatamarrasyid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal aktual Hukum Perusahaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hal 7

15 alternatif. 23 Direksi dapat digugat secara pribadi kepengadilan negeri jika perseroan mengalami kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya. 24 Prinsip-prinsip manajemen perseroan yang baik, yang telah diakomodasi dalam ketentuan-ketentuan undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tersirat dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT ini bahwa anggota direksi Wajib melaksanakan tugasnya dengan iktikad baik (in good faith) dan dengan penuh tanggung jawab (an withful sense of resposibility). Direksi tidak boleh mengambil kesempatan menguntungkan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan dan mengambil tindakan yang mengakibatkan benturan kepentingan dengan membuat tindakan sepihak (self dealing). Di Indonesia tidak ada pengaturan secara khusus mengenai hal ini namun hanya tesirat dalam ketentuan selanjutnya yakni diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Berkaitan dengan hal tersebut apabila direksi ternyata terbukti bersalah karena sengaja atau lalai dalam menjalankan kewajiban fiduciary duty 25 nya tersebut, maka terhadap kerugian yang diderita perseroan, perseroan berhak untuk menuntutnya dari direksi tersebut Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening juncto UU No. 4 Tahun 1998, (Pustaka Utama Grafiti : Jakarta), 2002, hal Frans Satrio Wicaksono, Op. cit., hal Fiduciary berasal dari akar bahasa latin yaitu fides yang berarti faith (kepercayaan). Benny S. Tabalajuan dan Valerie Du Toit-low,1997, seperti dikutip oleh Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal 79-80

16 Hal ini berkaitan dengan Prinsip Tanggung Jawab Direktur atau yang sering disebut dengan Fiduciary Duty. 27 Prinsip ini meletakkan direktur sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (Duty of Care dan Duty of Loyality), itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi (High Degree). 28 Dalam hal kelalaian tersebut, prinsip fiduciary duty oleh direksi ini dikembangkan sampai batas batas tertentu dan diterapkan pula terhadap beberapa pihak lain dalam perseroan, jika terdapat unsur kelalaian dan pelampauan wewenang yang diberikan padanya maka kerugian yang diderita pihak ketiga bukan menjadi tanggungjawab perseroan, melainkan menjadi tanggung jawab pribadi direksi seluruhnya. Sebaliknya, direksi tidak bertanggungjawab secara pribadi kepada pihak ketiga, seandainya dapat membuktikan bahwa direksi telah menjalankan kepengurusan dan perwakilan perseroan dengan sebaik-baiknya dengan batas wewenang yang diberikan anggaran dasar. Dalam hal demikian, perseroanlah yang memikul tanggung jawab atas segala akibat hukum dari perikatan perseroan yang dilakukan dengan pihak ketiga dan direksi terbebas dari tanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga yang telah melakukan perikatan dengan perseroan. 29 Namun dalam ketentuan undang-undang tersebut hanya menjelaskan tanggung jawab direksi secara umum berdasarkan hubungan kepercayaan (fiduciary of 27. Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad untuk menjamin bahwa orang yang memegang aset atau menjalankan fungsi dalam kapitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara konsisten melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya 28. Munir Fuady, Perseroan Terbatas- Paradigma Baru, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal 81.(selanjutnya disebut Munir Fuady III) 29 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, (Bandung : PT Alumni, 2004), hal 179

17 relationship) antara direksi dan perseroan. Jika diperjelas lebih dalam, fiduciary of relationship tersebut mengandung tiga faktor penting, yaitu: 1. prinsip kehati-hatian dalam bertindak bagi direksi (duty of skill and care); 2. prinsip itikad baik untuk bertindak semata-mata demi kepentingan dan tanggung jawab perseroan (duty of loyality); dan 3. prinsip tidak mengambil keuntungan pribadi atas suatu kesempatan yang sebenarnya milik atau diperuntukkan bagi perseroan (no secret profit ruledoctrine of corporate opportunity) 30 Dalam perkembangannya penerapan prinsip fiduciary duty telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam bagi para direktur untuk mengambil keputusan bisnisnya. Dalam dunia bisnis adalah lazim bagi direktur untuk mengambil sebuah keputusan yang bersifat spekulatif karena ketatnya persaingan usaha. Permasalahan timbul ketika keputusan bisnis yang diambilnya ternyata merugikan perusahaan, padahal dalam mengambil keputusan tersebut, direktur tersebut melakukannya dengan jujur dan itikad yang baik. Untuk melindungi para direktur yang beritikad baik tersebut maka muncul Teori Business Judgement Rule yang merupakan salah satu teori yang sangat populer untuk menjamin keadilan bagi para direktur yang mempunyai itikad baik. Penerapan teori ini mempunyai misi utama, yaitu untuk mencapai keadilan, khususnya bagi para direktur sebuah perusahaan terbatas dalam melakukan suatu keputusan bisnis. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, berdasarkan Business Judgement Rule, pertimbangan bisnis para anggota direksi tidak dapat ditantang atau diganggu gugat atau ditolak, baik oleh pengadilan maupun pemegang saham. Para anggota direksi tidak dapat 30 Frans Satrio Wicaksono, Op. cit., hal 120

18 dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis oleh anggota direksi yang bersangkutan sekalipun pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu, kemudian disebutkan juga bahwa hal tersebut prinsipnya mencegah campur tangan judisial terhadap tindakan direksi yang didasari iktikad baik dan kehati-hatian dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum. 31 Dalam Ilmu hukum Teori Business Judgement Rule diartikan sebagai aplikasi spesifik dari standar tingkah laku direktur pada sebuah situasi dimana setelah pemeriksaan secara wajar, Direktur yang tidak mempunyai kepentingan pribadi menggunakan serangkaian tindakan dengan itikad baik, jujur dan secara rasional percaya bahwa tindakannya dilakukan hanya semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Menurut Hukum Common Law direktur akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan standar tertentu. misalnya: Direktur dengan sengaja menyalahgunakan wewenang atau menyalahgunakan dana perusahaan, juga akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia mengisukan sebagai saham yang disetor penuh padahal secara faktual saham tersebut belum disetor sama sekali, disamping itu menurut hukum Common Law (di Amerika Serikat) tanggung jawab direktur secara pribadi tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai direktur, akan tetapi untuk dibebankan tanggung jawab direktur tersebut harus telah melakukan hal-hal berikut ini terhadap perusahaannya,yakni 32 : a. direktur mengizinkan perbuatan tersebut, atau 31 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas ( UU No. 40 Tahun 2007), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), hal Munir Fuady I,Op.CIt, hal 60.

19 b. direktur meratifikasi perbuatan tersebut, atau c. ikut dalam berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan tersebut Terhadap transaksi yang di lakukan atas nama dewan direksi, dalam keadaan tertentu di Amerika Serikat seseorang direktur bahkan bertanggung jawab secara pribadi sungguhpun dia berkeberatan dengan voting untuk menolaknya. menurut RMBCA Pasal 8.24(d), seorang direktur dipresumsi menyetujui terhadap perbuatan dewan direksi dan karenanya harus bertanggung jawab secara hukum,kecuali dia voting untuk menolaknya dan penolakannya dicatat menurut cara-cara yang tertentu. Pengadilan-Pengadilan Amerika Serikat cukup berhati-hati dalam mencari keseimbangan, dimana salah satu pihak menyalahkan direktur yang berbuat tidak layak untuk perusahaannya yakni bertentangan dengan prinsip duty of care tetapi di lain pihak pengadilan tidak layak jika tidak terlalu jauh mencampuri dan/atau menilai kebijaksanaan yang telah di lakukan oleh direktur. Dengan perkataan lain pengadilan tidak akan second guess terhadap keputusan bisnis yang telah diambil oleh direktur, sungguhpun keputusan direktur tersebut jelas-jelas tidak tepat (clear mistakes) yang lebih sering disebut (honest mistakes) kecuali terhadap beberapa pengecualiannya. inilah yang sering disebut dengan sebutan Business Judgement Rule. 33 Business Judgement Rule ini sering juga diterapkan terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan kebijaksanaan dan pembagian deviden, berarti umumnya pengadilan 33 diakses tanggal 27 Juli 2010

20 dalam hal ini tidak akan meninjau kembali segala keputusan direktur terhadap hal tersebut. Business Judgement Rule disini mengandung unsur reasonable deligence 34 Ketentuan Pasal 97 ayat (5) UUPT menggambarkan dengan jelas makna dari itikad baik (good faith) dan prinsip kehati-hatian (due care) dalam businesss judgment rule bagi setiap anggota Direksi. Setiap pembuktian yang secara tegas dan jelas menyatakan bahwa direksi telah melanggar fiduciary duty atau telah melakukan kelalaian berat (gross negligence), kecurangan (fraud), hal-hal yang di dalamnya memiliki unsur atau menerbitkan terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest), atau perbuatan yang melanggar hukum (illegality), maka prinsip business judgment rule tidak lagi melindungi direksi secara keseluruhan. Dengan aturan Pasal 97 ayat (4) UUPT, tanggung jawab tersebut menjadi tanggung jawab renteng bagi seluruh anggota direksi. Jadi bagi anggota direksi yang ingin lepas dari tanggung jawab renteng ataupun tanggung jawab pribadi direksi tersebut maka ia harus dapat membuktikan sebaliknya, bahwa : a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 35 Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka penulis melakukan analisis terhadap putusan perkara perdata Nomor: 305/Pdt.G/1998/PN.JAK.SEL, dimana perseroan yang 34 Ibid 35 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Jakarta; Forum Sahabat, 2008, hal 81

21 bergerak dibidang perdagangan efek, penjamin emisi dan manajer investasi mengajukan gugatan terhadap mantan direksinya yang telah melakukan tindakan sepihak (self dealing) yang merugikan perseroan dengan membeli surat utang (prommisory note) yang telah jatuh tempo dan gagal bayar (default). Pelanggaran prinsip fiduciary duty dalam melakukan pengurusan perseroan dimana direksi melakukan sebuah kecurangan (fraud), sehingga seorang direksi yang mempunyai duty of care dan duty of loyality terhadap perseroan melakukan self dealing dimana pada saat itu kepentingan keuangan secara potensial bertentangan dengan kepentingan perseroan. 2. Kerangka Konsepsi Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, maka untuk menghindari terjadinya salah tafsir dalam penelitian dan untuk menyamakan persepsi maka perlu penulis kemukakan beberapa konsep yang mengandung: 1. P.T adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya Badan Hukum adalah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau 36 Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 40 Tahun 2007

22 pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian Pertanggungjawaban adalah Perbuatan bertanggung jawab (berkewajiban menanggung; memikul tangung jawab) Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undangundang ini dan/atau anggaran dasar Direksi adalah Organ Perseroan yang berwewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Fiduciary Duty adalah tugas yang dijalankan oleh Direktur dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan). 42 Henry Campbell Black dalam Black s Law Dictionary menyatakan bahwa: fiduciary duty, a duty to act for someone else s benefit, while subordinating one s personal interest to that of the other person. It s the hignest standars of duty implied by law 43 artinya : suatu tindakan untuk 37 Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-sendi Hukum Perdata, (Jakarta ; Rajawali, 1983) hal diakses tanggal 31 Mei Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 40 Tahun Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 40 Tahun Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 40 Tahun Munir Fuady II, hal Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, (West Kellgg Boulevard; West Publishing, 1990), hal 675

23 dan atas nama orang lain, di mana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi dalam hukum. 8. Business Judgment Rule adalah aturan yang memberikan kekebalan atau perlindungan bagi manajemen perseroan dari setiap tanggung jawab yang lahir sebagai akibat dari transaksi atau kegiatan yang dilakukan olehnya sesuai dengan batas-batas kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepadanya, dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut telah dilakukan dengan memperhatikan standar kehati-hatian dan itikad baik Self Dealing adalah suatu keadaan dimana seorang pengambil keputusan dan perusahaan berada pada sisi yang berlawanan didalam sebuah transaksi tersebut atau dengan kata lain pengambil keputusan itu membantu mempengaruhi pengambilan keputusan perusahaan untuk memasuki atau menerima transaksi tersebut. Ketika seorang pemegang kepercayaan memasuki sebuah transaksi dimana dalam transaksi itu kondisi perusahaan dalam kondisi yang tidak wajar, maka adalah sama halnya dengan ia merampas transaksi wajar dan nilai transaksi milik perusahaan yang bersangkutan Conflict of Interest adalah suatu keadaan ketika kepentingan pribadi perseroan bercampur dengan kepentingan dari perusahaan. Situasi benturan tersebut dapat timbul ketika pegawai, pemimpin atau direktur mengambil tindakan atau mempunyai keinginan yang dapat membuat hambatan dalam keobjektifan dan keefektifan berlangsungnya kegiatan perusahaan. Benturan 44 GunawanWidjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta; Forum Sahabat, 2008), hal Diakses tanggal 22 Agustus 2010

24 kepentingan juga dapat timbul ketika pegawai, pemimpin atau direktur atau keluarga dari mereka menerima keuntungan pribadi sebagai hasil dari posisi mereka di perusahaan. 46 Perbuatan atau tindakan dalam mengambil keputusan dimana terdapat unsur benturan kepentingan antara para pihak dalam pengambilan keputusan Tanggung Jawab Pribadi Direksi adalah keadaan dimana direksi tidak melakukan fiduciary duty dalam kepemimpinannya sehingga merugikan perseroan dan pemegang saham, dan dalam hal ini ukuran saham tidak lagi sebagai patokan batasan nilai tanggung jawab tersebut, sehingga harta-harta milik pribadi direksi dapat juga terikut untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya corporate opportunity adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan kesempatan (opportunity) bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, direksi tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya Diakses tanggal 22 Agustus Gunawan Wijaya, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) hal M. Yahya harahap, Hukum Perseroan terbatas (Jakarta; Sinar Grafika, 2009), hal Munir fuady II, hal 224

25 G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif artinya ini cenderung menggunakan data sekunder baik berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundangan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban direksi sebagai organ perseroan misalnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Bahan hukum sekunder yaitu pandangan para ahli hukum khususnya dibidang perseroan terbatas Bahan hukum tersier atau bahan penunjang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum jurnal ilmiah, serta bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian. Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu penelitian ini hanya menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dilakukan, dengan tujuan untuk membatasi studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori. Pengumpulan data dengan cara deskriptif ini dilakukan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

26 2. Sumber Data Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library research), penelitian kepustakaan sebagai salah satu cara mengumpulkan data didasarkan pada buku-buku literatur yang telah disediakan terlebih dahulu yang tentunya berkaitan dengan tesis ini, untuk memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah sebagai perbandingan maupun petunjuk dalam menguraikan bahasan terhadap masalah yang dihadapi selanjutnya dikumpulkan dan dipelajari beberapa tulisan yang berhubungan topik tesis ini. 3. Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research). Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 50 a. Bahan hukum primer, yaitu berupa undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan Pertanggungjawaban Pribadi Direksi Atas Kerugian Perseroan. Dalam hal ini khususnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, 51 seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahan dokumen pribadi berupa pendapat pakar hukum yang erat kaitamnya dengan objek penelitian. 50 Soerjono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), hal Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), hal 24

27 c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, kamus umum dan kamus hukum. 52 Surat kabar, internet, serta majalah mingguan juga dapat menjadi bahan dalam penulisan tesis ini, sepanjang memuat informasi yang berkaitan dengan objek penelitian. 4. Analisis Data Bahan hukum yang diperoleh dari penelitian tersebut selanjutnya diteliti kembali sehingga diperoleh bahan hukum yang mempunyai kaedah-kaedah hukum yang mengatur tentang Pertanggungjawaban Pribadi Direksi dalam self dealing. Kemudian bahan hukum tersebut disesuaikan sehingga dapat dihasilkan klasifikasi yang sejalan dengan permasalahan tentang Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kerugian Perseroan dalam Self Dealing. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada suatu kesimpulan. Diharapkan melalui penelitian ini dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas lagi mengenai bagaimana pertanggungjawaban Direksi Perseroan sehingga nantinya dapat ditarik suatu kesimpulan tentang asas-asas hukum atau kaedah-kaedah hukum guna penyempurnaan ataupun penyesuaian pengaturan mengenai Pertanggungjawaban Pribadi Direksi Terhadap Kerugian Perseroan. 52 Soerjono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hal 14-15

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung : Alumni, 1991 Amanat, Anisitus Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapannya dalam Akta Notaris. Jakarta : Raja Grafindo Persada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum 129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE Oleh : I Made Sanditya Edi Kurniawan Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS Abstrak : Oleh: Putu Ratih Purwantari Made Mahartayasa Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana Direksi adalah

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016 TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Roberto Rinaldo Sondak 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh: Climen F. Senduk 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, sistem hukum itu ada hubungannya timbal balik dengan lingkungannya, sehingga bersifat terbuka, berubah dan mudah diserang, tetapi karena struktur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat terpisahkan dari dunia bisnis di Indonesia. Terkait dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sudah harus dapat diterima bahwa globalisasi telah masuk dalam dunia bisnis di Indonesia. Globalisasi sudah tidak dapat ditolak lagi namun saat ini harus dapat

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS Oleh: AGUS SALIM HARAHAP Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al-Hikmah Medan Jl. Mesjid No. 1 Medan Estate, Medan 20371 august_harahap@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS SEBAGAI ORGAN PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Olivia Triany Manurung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN A. Pengertian PT Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan berbisnis dengan membentuk

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M.

ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M. ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M. 010108141 ABSTRAK Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kewajiban

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D

PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D PENERAPAN PRINSIP KEADILAN DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK PEMEGANG SAHAM MINORITAS DIAN APRILLIANI / D 101 10 058 ABSTRAK Corporate Governance merupakan suatu sistem tata kelola

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP Erman, SH, Sp.N Dosen Fakultas Hukum Usahid Jakarta Abstract Management as an element of limited liability company

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai 14 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan suatu badan

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum.

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE. Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENERAPAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE Hj. MUSKIBAH, SH. M.Hum. ABSTRAK Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam menentukan maju mundurnya suatu perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG DOKTRIN BUSINESS JUDGMENT RULE DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG DOKTRIN BUSINESS JUDGMENT RULE DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG DOKTRIN BUSINESS JUDGMENT RULE DI INDONESIA A. Sejarah Doktrin Business Judgment Rule Lahirnya doktrin Business Judgment Rule diawali dari beberapa kasus yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA 1. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU KESALAHANNYA YANG MENGAKIBATKAN PERSEROAN PAILIT

PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU KESALAHANNYA YANG MENGAKIBATKAN PERSEROAN PAILIT TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi, Feb-Mei 2013. Volume I Nomor 1 PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI KARENA KELALAIAN ATAU Martha Vivy E.P *) Ramli Siregar **) Windha ***) ABSTRACT Company Limited as a legal

Lebih terperinci

Materi Minggu 6. Pengambil Keputusan Strategik: Manajer Strategik dan Corak Manajemen Strategik

Materi Minggu 6. Pengambil Keputusan Strategik: Manajer Strategik dan Corak Manajemen Strategik M a n a j e m e n S t r a t e g i k 29 Materi Minggu 6 Pengambil Keputusan Strategik: Manajer Strategik dan Corak Manajemen Strategik 6.1 Direksi Corporate Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 5 tentang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN SELF DEALING DALAM HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA. A. Self Dealing dalam Sejarah Hukum Perusahaan di Indonesia

BAB II PENGATURAN SELF DEALING DALAM HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA. A. Self Dealing dalam Sejarah Hukum Perusahaan di Indonesia BAB II PENGATURAN SELF DEALING DALAM HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA A. Self Dealing dalam Sejarah Hukum Perusahaan di Indonesia Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 telah menggantikan Undang-Undang No. 1 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. 1 Agar dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. 1 Agar dapat melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas atau yang biasa disebut PT, di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana dalam Pasal 1 Ayat

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, Direksi dan Dewan Komisaris PT Nusantara Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan Seiring dengan perkembangan dunia usaha, maka berbagai pihak mengajukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN. A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN. A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan Di dalam UU No.40 Tahun 2007 tidak ditemukan penjelasan mengenai makna dari penggunaan

Lebih terperinci

perubahan Anggaran Dasar.

perubahan Anggaran Dasar. 2. Selain itu Peningkatan Modal Perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS melanggar kewajiban peningkatan modal yang diatur pada Pasal 42 UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan keputusan RUPS untuk penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan UUPT, Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amirin, Tatang M., Pokok-pokok Teori Sistem, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996

DAFTAR PUSTAKA. Amirin, Tatang M., Pokok-pokok Teori Sistem, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996 137 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Adjie, Habib, Status Badan Hukum, Prinsip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Mandar Maju, Bandung, 2008 Ais, Chatamarrasjid, Penerobosan Cadar Perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas (PT) kalau dilihat dari segi jumlahnya merupakan pilihan bentuk usaha yang paling sering diminati oleh masyarakat, sehingga jumlah badan usaha dalam

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan ini telah dicetuskan di dalam Pembukaan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu yang menjadi sumber permodalan bagi suatu anak perusahaan yaitu memanfaatkan fasilitas kredit perbankan. Namun pihak perbankan perlu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam

I. PENDAHULUAN. kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra Anak Agung Sri Indrawati Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP-PRINSIP BADAN HUKUM DI PT. SARI AMERTA UTAMA DENPASAR SUATU KAJIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Griyo Mandraguna I Ketut Westra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat modern, karena merupakan salah satu pusat kegiatan manusia untuk memenuhi kehidupan kesehariannya.

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016 TINJAUAN HUKUM TENTANG PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN 1 Oleh : Christian Ridel Liuw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana alasan memilih

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat 27 BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS A. Kurator Dalam Proses Kepailitan Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Definisi otentik Perseroan Terbatas (PT) ditemukan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT), pasal ini menyebutkan

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan meningkatkan modal maka hak-hak pemegang saham yang tidak menaikan modal tersebut wajib tetap diberikan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA A.Pengertian dan Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara Keberadaan BUMN di Indonesia, berkaitan erat dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN Oleh : Jonas Lukas 2

SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN Oleh : Jonas Lukas 2 SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 1 Oleh : Jonas Lukas 2 ABSTRAK Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B. TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Frankiano B. Randang* A. PENDAHULUAN Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas (PT) memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT. Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT. Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstrak Dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Berlakang Perseroan Terbatas (PT) dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), merupakan badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status hukum kemandirian (persona standi

Lebih terperinci