BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas"

Transkripsi

1 18 BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas 1. Istilah dan pengertian perseroan terbatas Istilah PT berasal dari istilah Hukum Dagang Belanda Wetbook van Koophandel (Wvk) yaitu Naamloze Vennootschap dengan singkatan NV. 18 Hukum perusahaan Inggris, PT dikenal dengan istilah Limited Company. Company memberikan makna bahwa lembaga usaha yang dilaksanakan atau diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang tergabung dalam suatu badan. Limited menunjukkan terbatasnya tanggung jawab pemegang saham, dalam arti bertanggung jawab tidak lebih dan semata-mata dengan harta kekayaanyang terhimpun dalam badan hukum tersebut. Dengan kata lain, hukum Inggris lebih menampilkan segi tanggung jawabnya. 19 Adapun pada hukum perusahaan Jerman. PT dikenal dengan istilah aktein gesellschaft. Aktein adalah saham, sedangkan gesellschaft adalah himpunan. Hukum Jerman lebih menampilkan segi saham yang merupakan ciri bentuk usaha ini. 20 Isitilah perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero-sero atau 18 Kurniawan, Op.Cit., hlm Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: Citra Aditya Bakti,1996), hlm Kurniawan, Op.Cit.

2 19 saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya. 21 Perseroan terbatas merupakan persekutuan untuk menjalankan perusahaan tertentu dengan menggunakan suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham atau sero tertentu, masing-masing berisikan jumlah uang tertentu pula ilah jumlah nominal, sebagai ditetapkan dalam akta notaris pendirian perseroan terbatas, akta mana wajib dimintakan pengesahannya oleh menteri, sedangkan untuk jadi sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan menyetor jumlah nominal dari sehelai saham atau lebih. 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD) tidak mengatur rumusan defenisi atau pengertian tentang perseroan terbatas secara lengkap, tetapi hanya memberikan sedikit gambaran tentang perseroan terbatas, terutama dari segi penamaan, dan bila ditafsirkan lebih jauh, akan menyentuh persoalan tanggung jawab terbatas dari perseroanya (pemegang saham). 23 Hal itu diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHD yang berbunyi : Perseroan Terbatas tak mempunyai sesuatu firma, dan tak memakai nama salah seorang atau lebih dari para perseronya, namun diambil nama perseroan itu dari tujuan perusahaannya semata-mata. Rasio dari ketentuan Pasal 36 KUHD adalah bahwa persero dalam perseroan terbatas masing-masing memiliki tanggung jawab terbatas sesuai 21 Ibid. 22 Ibid., hlm Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 81.

3 20 dengan nilai saham yang dimilikinya. Bila nama persero yang ditonjolkan atau dipakai sebagai nama perseroan terbatas, maka tidak ada bedanya dengan firma, dimana masing-masing sekutu (perseronya) memiliki tanggung jawab yang tidak terbatas (tanggung renteng). Karena firma (nama bersama) mencerminkan tanggung jawab di antara sekutu (perseronya) adalah sama. Tindakan hukum yang dilakukan oleh salah seorang sekutu firma akan mengikat sekutu lainnya terhadap pihak ketiga. 24 Pengertian tentang perseroan terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas maupun dalam ketentuan UUPT. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirkan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya. Defenisi perseroan terbatas di atas kemudian mengalami sedikit penyempurnaan dalam UUPT dengan adanya penambahan frase baru, yakni persekutuan modal, sehingga defenisinya secara lengkap dalam Pasal 1 angka 1 UUPT berbunyi: Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirkan berdasarkan 24 Ibid.

4 21 perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaanya. 2. Peraturan hukum mengenai perseroan terbatas Sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan UUPT lahir, peraturan yang berlaku terhadap suatu PT adalah peraturan yang berasal dari jaman kolonial. Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam KUHD (Wetboek van Koophandel Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) dalam Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 KUHD. Kedua peraturan ini dalam perkembangannya dirasakan sudah tidak sesuai dengan tuntutan jaman dan untuk memenuhi kebutuhan hukum batu yang dapat lebih memacu pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi. Kemudian lahirlah undang-undang perseroan terbatas yang merupakan produk negara Indonesia sendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian digantikan dengan UUPT. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan perkembangan hukum yang mengatur tentang hukum perusahaan di Indonesia, yaitu: 25 a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23), Pasal 36 KUHD sampai dengan Pasal 25 Kurniawan, Op Cit., hlm. 59.

5 22 56 KUHD, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan juga berhubungan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (yang selanjutnya disebut KUH Perdata). Buku Ketiga tentang Perikatan, khususnya mulai Bab Kedelapan Tentang Persekutuan, dikatakan: Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasuk kan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya. b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dengan mencabut peraturan perundangan yang ada di dalam KUH Perdata, dan inilah undang-undang tentang PT yang merupakan produk pemerintah bangsa Indonesia untuk pertama kalinya. c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dengan mencabut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 3. Pendirian perseroan terbatas Pasal 7 ayat (1) UUPT, menjelaskan bahwa perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa

6 23 Indonesia. Terdapat penegasan kata sekurang-kurangnya harus 2 (dua) orang. Hal ini disebabkan karena dalam mendirikan perseroan harus didasarkan pada perjanjian, atau yang disebut asas kontraktual sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyebutkan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, sehingga tidak mungkin dalam pendirian perseroan terbatas hanya dibuat oleh satu orang saja. Kata orang di sini harus dapat dibedakan antara orang atau manusia yang dapat mendirikan perseroan terbatas. Ternyata dalam undang-undang perseroan terbatas, kata orang harus dipandang sebagai subyek hukum dalam arti luas. Orang adalah orang perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan dalam mendirikan perseroan terbatas, badan hukum dapat melakukan perjanjian sehingga tampil sebagai pendiri perseroan. 26 Perjanjian pendirian perseroan terbatas diperlukan akta notaris karena akta yang demikian merupakan akta otentik. Dalam hukum pembuktian, akta otentik dipandang sebagai suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. 27 Hal ini berarti bahwa yang tertulis di dalam akta tersebut harus dipercaya kebenarannya dan tidak memerlukan tambahan alat bukti lain. Jika yang diajukan bukan akta notaris maka permohonan pengesahan akta pendirian PT dapat ditolak oleh menteri, sehingga akan berakibat perseroan terbatas tidak berbadan hukum. Setelah membuat akta pendirian di depan notaris, yang menjadi keharusan selanjutnya adalah akta pendirian PT tersebut dimintakan pengesahan pada 26 Ibid., hlm Ibid.

7 24 menteri guna suatu PT memperoleh status badan hukum. Untuk memperoleh pengesahan tersebut, Pasal 9 ayat (1) UUPT menjelaskan prosedur yang harus ditempuh oleh para pendiri perseroan terbatas tersebut. Pendiri secara bersamasama atau melalui kuasanya mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi Sistematika Administrasi Badan Hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya: a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Jangka waktu berdirinya perseroan; c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. Alamat lengkap perseroan. Setelah diperolehnya pengesahan oleh menteri, ini berarti berlakunya anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseroan, sehingga praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi undang-undang bagi semua pihak. 28 Status badan hukum perseroan akan mempengaruhi tanggung jawab PT dalam tindakannya terhadap kerugian yang diderita PT. Akibatnya para pemegang saham bertanggung jawab terbatas sebesar saham yang dimasukkan. Seperti halnya ketentuan dalam KUHD, UUPT juga mewajibkan dilaksanakannya pendaftaran dan pengumuman perseroan. Kewajiban pendaftaran dan pengumuman tersebut diselenggarakan oleh meteri, hal ini sesuai yang diatur 28 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1999), hlm. 30.

8 25 dalam Pasal 29 dan Pasal 30 UUPT. Adapun yang wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia adalah : a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri; b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri; c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh menteri. Pengumuman oleh menteri dilakukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan menteri atau sejak diterimanya pemberitahuan.setelah mendapatkan pengesahan, selanjutnya akta pendirian dan surat pengesahan dari menteri tersebut wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan. Daftar perusahaan yang dimaksud di atas adalah daftar catatan resmi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Status badan hukum perseroan terbatas Perseroan terbatas setelah mendapatkan pengesahan dari menteri, maka PT telah sah sebagai badan hukum dan menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya. Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemegang saham dan pengurus (direksi) terpisah dari PT itu sendiri dikenal dengan isitilah : separate legal personality yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian pemegang saham yang tidak 29 Berdasarkan asas hukum, maka peraturan yang didahulukan adalah UUPT. Hal ini disebabkan karena UUPT lahir setelah Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan. Lex posterior legi imperior, artinya aturan yang baru akan mengenyampingkan aturan yang lama.

9 26 mempunyai kepentingan dalam kekayaan PT, juga tidak bertanggung jawab atas utang-utang PT. 30 Perseroan terbatas sebagai badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orangperorangan dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan yang dalam hubungan tertentu dengan PT. B. Direksi Sebagai Pengurus Perseroan Terbatas 1. Direksi sebagai pengurus perseroan terbatas Direksi adalah : 31 a. Organ perseroan, Organ perseroan terdiri dari RUPS, direksi dan komisaris. 32 Tiap-tiap organ perseroan tersebut memiliki fungsi masing-masing,mempunyai kedudukan paralel dan satu tidak berada di bawah yang lainnya. Apabila anggota direksi terdiri lebih dari satu orang maka mereka merupakan dewan pengurus atau dewan pimpinan perusahaan yang disebut the Board of Directors, yang apabila diterjemahkan berarti dewan direksi. Namun perlu diketahui bahwa ini hanya penamaan saja dan bukan dalam arti tanggung jawab menurut sistem Anglo Saxon atau Amerika karena dalam sistem ini anggota direksi dipilih dan diangkat oleh para pemegang saham. b. Bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan 30 Kurniawan, Op.Cit., hlm Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru (Jakarta: Djambatan, 1996) hlm Pasal 1 angka (2) UUPT.

10 27 Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroa. 33 Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT yang menyatakan, setiap pengurus wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.tanggung jawab penuh tersebut menurut Pasal 98 UUPT berupa tanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Terdapat confidential relation antara perseroan sebagai badan hukum dengan pengurus sebagai natural person, yang dibebankan tugas dan kewajiban berdasarkan fiduciary, yang dilaksanakan untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Oleh karena itu, direksi melakukan tugas dan kewajiban atau tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehatihatian (duty of skill dan care) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan dan tujuan perseoan. Dalam hal ini, pada akhirnya fiduciary juga bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena kepentingan perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang saham dan juga termasuk di dalamnya kepentingan pihak kreditur perseroan. Kewenangan pengurusan perseroan diberikan oleh undangundang kepada direksi untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang diperlukan atau kewenangan pengurus dipercayakan kepada direksi agar 33 Pasal 92 ayat (1) UUPT.

11 28 direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyalty). Ada kalanya dalam pengurusan terdapat pertentangan/benturan kepentingan antara direksi secara pribadi dengan perseroan, antara lain sebagai berikut : 1) Direksi tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk membuat keuntungan bagi dirinya. Apabila terjadi demikian, dia tidak hanya melanggar tugasnya (breach of his duty), tetapi keuntungan yang diperoleh akan menjadi milik perseroan. Direksi yang menyalahgunakan kekayaan perseroan untuk keuntungan sendiri bisa dituntut secara pribadi karena harat perseroan hanya boleh digunakan utnuk tujuan yang telah ditentukan. 2) Direksi tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh atas dasar jabatan untuk membuat keuntungan bagi dirinya. Maksudnya adalah menggunakan informasi tersebut guna memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain yangn mengakibatkan kerugian pada perseroan. Direksi mengetahui bahwa perusahaannya mendapat risiko likuidasi dan menggunakan informasi tersebut untuk melindungi dirinya dan perusahaan lain yang dia juga sebagai direksi dari konsekuensi likuidasi tersebut, terhadap kerugian para kreditur yang bertindak secara tidak wajar. 3) Direksi tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mendapatlan keuntungan pribadi.

12 29 Apabila direksi menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan pribadi, dia bertanggungjawab kepada perusahaan. Jadi apabila direksi menerima suap karena jabatan, dan secara jelas melanggar fiduciary duty. 4) Direksi tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan dan didalam fiduciary relationship-nya dengan perusahaan. Peraturan terhadap direksi making a secret profit sangat keras. Keuntungan atau manfaat tersebut harus dilaporkan kepada perusahaan dan disetujui. Bila tidak direksi harus bertanggung jawab. Selain itu ada yang disebut dengan corporate opportunity doctrine yaitu suatu doktrin yang mencegah adanya pengalihan atau penyelewengan oleh direksi atas business opportunities yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Direksi terikat untuk tidak mengambil keuntungan pribadi (no secret profit rule) atas opportunity yang seharusnya menjadi milik perseroan. c. Melakukan tindakan berdasarkan kepentingan dan tujuan perseroan, serta d. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 2. Kewajiban direksi/anggota dalam pengelolaan perseroan terbatas a. Direksi wajib : 34 1) Membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi; dan 34 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm

13 30 2) Menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan. Atas permohonan tertulis dari pemegang saham. Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan daftar pemegang saham, risalah dan pembukuan seperti tersebut pada huruf a dan b di atas. 3) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik serta mengumumkan dalam surat kabar paling lambat tiga puluh hari sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan. Dan keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. 4) Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan: a) Akta pendirian beserta surat pengesahan menteri (yaitu setelah perseroan memperoleh status badan hukum); b) Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan menteri atas perubahan tertentu yang sifatnya mendasar seperti dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) UUPT;

14 31 c) Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada menteri atas perubahan selain dimaksud Pasal 15 ayat (2) UUPT. Jangka waktu yang dimiliki direksi untuk melakukan permohonan adalah paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran, direksi melakukan permohonan pengumuman perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, maka anggota direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Selain itu, anggota direksi juga bertanggungjawab secara tanggung renteng atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum karena perolehan saham oleh perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) UUPT. b. Anggota direksi wajib melaporkan kepemilikan sahamnya, dan atau keluarganya (istri/suami dan anak-anaknya) kepada perseroan tersebut dan perseroan lain. c. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus. d. Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS tentang pengurangan modal perseroan kepada semua kreditur dan

15 32 mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal keputusan. e. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan untuk diperiksa apabila : 1) Bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengarahan dana masyarakat (bank, asuransi, dan reksa dana); 2) Perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang (obligasi); atau 3) Perseroan merupakan perseroan terbuka. f. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Panggilan RUPS adalah kewajiban direksi. 3. Tugas direksi dalam mengurus perseroan terbatas Tugas direksi secara umum dilaksanakan dengan prinsip fiduciary duty adalah untuk mengurus dan menjalankan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan serta usaha perseroan. Oleh karena itu, implementasi prinsip tersebut dalam UUPT yang dikemukakan di atas masih bersifat umum. Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus kepadanya dibebankan kewajiban fiduciary duty. Dikatakan oleh Gower, dalam common law principles, fiduciary duty direksi terdiri atas dua jenis duty berikut: 35 a. Fiduciary duties of loyalty and good faith 35 Freddy Harris dan Terry Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan Oleh Direksi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 54.

16 33 Direksi yang dibebankan oleh kewajiban harus mempunyai itikad baik dan dianggap setia sampai dibuktikan sebaliknya. Direksi harus selalu dianggap tidak akan menyalahgunakan kesempatan dan kewenanagn, melakukan perbuatan hukum atau transaksi yang merugikan kepentingan atau usaha perseroan demi kepentingan pribadi. Dalam hal ini kesetiaan dan itikad baik seorang direksi dikelompokkan menjadi hal-hal sebagai berikut: 1) Direksi diwajibkan untuk melakukan pengurusan perseroan hanya untuk kepentingan perseroan semata. Untuk membuktikan sampai seberapa jauh suatu tindakan yang diambil oleh direksi untuk kepentingan perseroan, maka hal tersebut harus dipulangkan kembali pada direksi. Direksi harus mengetahui dan memiliki penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak dilakukan untuk kepentingan perseroan. 2) Direksi diharapkan dapat bertindak adil dalam memberikan manfaat yang optimum bagi perseroan dengan menjalankan tujuan dari perseroan. Direksi tidak dapat melakukan tindakan di luar dari tujuan perseroan, walaupun menurut pertimbangannya tindakan tersebut baik bagi perseroan. 3) Direksi tidak boleh melakukan pembatasan dini untuk bertindak sesuai dengan tujuan dan kepentingan perseroan. Direksi dalam menjalankan tugasnya harus tetap bebas dalam mengambil keputusan atau membuat kebijaksanaan sesuai pertimbangan bisnis. Direksi harus melakukan

17 34 kegiatan sesuai dengan jalan pikiranny sendiri. Keputusan diambil dengan itikad baik dan tujuan yang benar dan melaksanakannya berdasarkan pertimbangan praktis yang terbaik bagi perseroan. Direksi memiliki kewajiban untuk menghindari terjadinya suatu keadaan yang tidak memungkinkan direksi untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan. Kewajiban ini melarang direksi menempatkan diri pada suatu keadaan yang memungkinkan direksi bertindak untuk kepentingan direksi sendiri. Sedangkan pada saat yang bersamaan direksi harus bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan. b. Duty to exercise care and diligence ( duty of skill and care) Direksi dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan rajin (diligently), penuh kehati-hatian (carefull) dan pintar serta terampil (skillfully), hal ini biasanya disebut dengan standart of conduct. Secara hukum, direksi tidak diharapkan memiliki tingkat keahlian lebih, kecuali hanya setingkat dapat diharapkan secara wajar dari orang yang sama pengetahuan dan sama pengalamannya. Namun apabila direksi tidak meminta pendapat ahli dalam suatu pengambilan keputusan yang komples, maka direksi tersebut telah melanggar duties of care. Pelanggaran duty of care oleh satu orang direksi dapat mengakibatkan bertanggungjawabnya seluruh anggota direksi. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa semua anggota direksi sudah seharusnya memiliki pemahaman yang sama mengenai perseroan harus dijalankan, sekalipun dalam kondisi yang sulit.

18 35 Direksi berkewajiban dalam menjalankan pengurusan perseroan harus sangat berhati-hati. Namun di sisi lain, direksi juga dituntut untuk mengambil keputusan secara tepat dan cepat dengan tujuan mendatangkan keuntungan bagi perseroan. Keputusan yang diambil direksi tersebut bukan tanpa ada resiko bisnis yang mengikuti. Karena itu, keberadaan prinsip duty of care biasanya diimbangi dengan prinsip business judgement rule untuk melindungi direksi dari pertanggungjawaban atas setiap keputusan yang diambil direksi yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Namun, perlindungan tersebut berlaku sepanjang keputusan yang diambil direksi tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan direksi dengan dasar kehati-hatian dan itikad baik (duty of loyalty). 36 Tugas direksi sebagai pengurus perseroan yang terdapat dalam UUPT, antara lain sebagai berikut: 37 a. Tugas untuk melakukan pemenuhan persyaratan perseroan menjadi badan hukum, meminta pengesahan, persetujuan, pelaporan, dan pengumuman, baik pada akta pendirian maupun dalam akta perubahan diatur dalam Pasal 8 UUPT. b. Tugas untuk melakukan pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan sesuai prosedur dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1),(2), (3) dan (4) UUPT. 36 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op.Cit., hlm Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Bank & Perseroan) (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.12.

19 36 c. Tugas untuk membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS, risalah rapat direksi, dan menyelenggarakan pembukuan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf a dan c UUPT. d. Tugas untuk menyerahkan perhitungan tahunan perseroan yang benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf b UUPT. e. Tugas untuk melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain Pasal 101 UUPT. f. Tugas untuk meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dengan prosedur dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 UUPT. g. Tugas yang secara khusus harus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. h. Tugas-tugas lain yang secara rinci terdapat dalam anggaran dasar perseroan. Tugas dan kewenangan yang terdapat dalam anggaran dasar harus diletakkan pada prinsip bahwa anggaran dasar mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Sebab, dalam UUPT tidak secara formal disebutkan bahwa direksi harus menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, secara formal juga tidak disebutkan bahwa pembuatan anggaran dasar harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, tidak berarti bahwa direksi dalam menjalankan tugas kepengurusan tersebut dapat melanggar

20 37 peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat banyak alasan mengenai hal ini, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut: 38 a. Pasal 2 UUPT menyatakan : Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. b. Pasal 4 UUPT menyatakan : Terhadap perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya. c. Peraturan perundang-undangan lain yang harus diikuti adalah hukum publik yang bersifat memaksa siapa saja, baik disebutkan atau tidak baik mengetahui atau tidak berdasarkan adagium bahwa semua orang mengetahui tentang hukum. d. Pengangkatan direksi perseroan oleh RUPS adalah timbul dan mengikat berdasarkan perikatan yang timbul oleh karena perundang-undangan, yakni UUPT. Oleh karena sebagai perikatan, maka tindakan direksi dalam mengurus perseroan harus dilakukan secara halal, yaitu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum. e. Semua anggaran dasar perseroan yang mengatur tugas dan kewenanangan direksi, selalu terdapat klausula bahwa tindakan dan kewenangan direksi 38 Ibid, hlm. 14.

21 38 tersebut harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan direksi yang tercantum dalam anggaran dasar tidak dapat dijalankan secara mutlak oleh karena adanya ketentuan perundang-undangan yang mengatur dan membatasi kewenangan tersebut. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah sanksi yang diberikan jika peraturan perundang-undangan tersebut dilanggar. Sebab, tidak sedikit peraturan perundang-undangan yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaranya dan dengan demikian, norma itu menjadi kehilangan makna. 39 C. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelolaan Perusahaan Berdasarkan Pasal 97 ayat (1) yang menyatakan bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan. Pengurus diwajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroanyang telah ditetapkan dalam anggaran dasar termasuk pelaksanaan pengurusan sehari-hari. Selain itu pengurus wajib menjalankan pengurusan sesuai kebijakan yang dipandang tepat. Menurut penjelasan Pasal 92 ayat (1), yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat antara lain: 1. Berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman. 39 Ibid.

22 39 2. Berdasar peluang yang tersedia berupa kebijakan pengurusan yan diambil dan dilaksanakan harus benar-benar mendatangkan keuntungan, dan kebijakan itu diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok. 3. Kebijakan yang diambil, harus berdasar kelaziman dunia usaha. Pengurusan perseroan wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab berpedoman pada penjelasan Pasal 97 ayat (2) yang kewajiban pengurusan dengan penuh tanggung jawab sebagai berikut: Wajib saksama dan berhati-hati melaksanakan pengurusan Anggota pengurus dalam melaksanakan pengurusan wajib berhati-hati dalam mengurus perseroan, anggota pengurus tidak boleh sembrono dan lalai. Apabila pengurus sembrono dan lalai melaksanakan pengurusan, menurut hukum pengurus telah melanggar kewajiban berhati-hati (duty care). Patokan kehatihatian yang diterapkan secara umum dalam praktik adalah standar kehati-hatian yang lazim dilakukan orang biasa dalam posisi dan kondisi yang sama. 41 Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota pengurus dalam menjalankan pengurusan perseroan, pengurus dianggap bersalah melanggar kewajiban mesti melaksanakan pengurusan dengan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, yang layak diangkat menjadi anggota pengurus adalah orang yang tidak diragukan kehati-hatiannya. Namun memang sulit untuk mengukur patokan mengenai kehati-hatian. Akan tetapi yang umum dipegang, anggota pengurus tersebut mampu memperhatikan tingkat kehati-hatian yang wajar atau yang layak bagi seorang sesuai dengan pengalaman dan kualifikasinya 40 M.Yahya Harahap Op.Cit., hlm Ibid.

23 40 sebagai anggota pengurus. Setiap tindakan pengurusan perseroan hendak dilaksanakan, harus dipertimbangkan dengan wajar. Pengurus dalam mengambil pertimbangan, tidak boleh mengabaikan dan masa bodoh terhadap ketentuan hukum dan anggaran dasar perseroan. Setiap pelanggaran hukum yang dilakukan anggota pengurus dalam pengurusan perseroan, tidak dapat dimaafkan dan ditoleransi meskipun hal itu diambil berdasarkan pertimbangan yang hati-hati, apabila pengurus itu sendiri mengetahui dasar pertimbangan itu bertentangan dengan ketentuan hukum atau anggaran dasar perseroan. Pengurus dalam hal hendak mendelegasikan atau memberi kuasa kepada orang lain, wajib hati-hati memilih atau menunjuk orang yang benar-benar layak untuk melaksanakan delegasi atau kuasa itu. Penerima delegasi atau yang menerima kuasa mewakili perseroan, harus orang yang jujur dan dapat dipercaya. Pengurus tidak hanya dikategori melakukan kelalaian, tetapi menjadi risikonya sendiri apabila pengurus mendelegasikan atau mewakilkan suatu pengurusan perseroan kepada sesorang yang tidak berkompeten. Jika anggota pengurus itu ditipu oleh yang dipercayainya padahal orang dari awal pengurus tahu orang itu tidak berkompeten, maka segala risiko yang timbul dari pendelegasian atau pemberian kuasa itu, dipikul sepenuhnya oleh anggota pengurus tersebut. Sebaliknya jika penerima delegasi atau kuasa memastikan orang itu reasonable man dilakukan berdasarkan penelitian yang cukup dan

24 41 sungguh-sungguh, pengurus tidak memikul risiko dan tanggung jawab atas kerugian yang timbuk dari pendelegasian yang dimaksud. 42 Berkenaan dengan penerapan kewajiban berhati-hati dalam pelaksanaan pengurusan perseroan perlu dikemukakan prinsip yang berlaku umum yaitu disebut risiko pertimbangan bisnis (business judgment rule) artinya apabila anggota direksi benar-benar jujur dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan perseroan dan kejujuran itu dibarengi pertimbangan yang komprehensif secara wajar (reasonable judgment) sesuai dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan serta kelaziman praktik bisnis, namun pertimbangan itu salah dan keliru maka dalam hal terjadi error judgment, anggota pengurus tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan pertimbangan yang dilakukan secara jujur. Peristiwa yang demikian termasuk kategori prinsip risiko pertimbangan bisnis. 2. Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun dan cakap Kewajiban melaksanakan pengurusan perseroan dengan tekun dalam doktrin hukum korporasi disebut dengan duty to be diligent atau disebut wajib tekun dan ulet. Pada umumnya aspek wajib tekun dan ulet, selalu dikaitkan dengan keahlian. Dengan demikian pengurus dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib mempertunjukkan kecakapan. Patokannya, kecakapan atau keahlian yang wajib sesuai dengan jabatan pengurus yang dipangkunya. Kecakapan dan keahlian yang wajib ditunjukkannya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. 42 Ibid., hlm. 380.

25 42 Patokan ketekunan dan keuletan anggota pengurus yang dituntut dari segi hukum dan bisnis adalah ketekunan dan keuletan yang wajar dalam segala keadaan. Namun perlu diingat, tidak ada ditemukan defenisi yang lengkap tentang duty to be diligent. Hal ini sama dengan duty of care, sulit untuk membangun suatu defenisi yang komplet untuk itu. Namun, pengertian tekun dan ulet yang sering dikemukakan, antara lain: a. Anggota pengurus wajib terikat terus-menerus secara wajar dan layak menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan; b. Pengurus wajib terikat secara wajar menghadiri semua rapat pengurus; Pengurus wajib atau mesti melaksanakan pengurusan perseroan dengan ketekunan dan keuletan yang wajar. Anggota pengurus tidak cukup hanya cakap dan jujur akan tetapi harus cakap, jujur dan tekun, serta ulet secara wajar dalam semua keadaan dan kondisi yang dihadapi perseroan. Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), mengatur tanggung jawab pengurus atas kerugian perseroan yang timbul karena kelalaian menjalankan tugas pengurusan perseroan, yang dapat diklafikasi sebagai berikut: Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi Pengurus bertanggung jawab penuh secara peribadi atas kerugian yang dialami perseroan diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT, apabila: a. Bersalah, atau b. Lalai menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan. 43 Ibid., hlm

26 43 Pengurus dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib melakukannya dengan itikad baik yang meliputi aspek: 1) Wajib dipercaya yakni selamanya dapat dipercaya dan selamanya harus jujur; 2) Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak; 3) Wajib menaati peraturan perundang-undangan; 4) Wajib loyal terhadap perseroan, tidak menggunakan dana dan asset perseroan untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala informasi perseroan; 5) Wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi dengan kepentingan perseroan, dilarang mempergunakan harta kekayaan perseroan, dilarang mempergunakan informasi perseroan, tidak mempergunakan posisi untuk keuntungan pribadi, tidak mengambil atau menahan sebagian keuntungan perseroan untuk pribadi, tidak melakukan transaksi antara pribadi dengan perseroan, tidak melakukan persaingan dengan perseroan, juga wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan pebuh tanggung jawab meliputi aspek: a) Wajib saksama dan hati-hati melakukan pengurusan, yakni berhatihati yang biasa dilakukan orang dalam kondisi dan posisi yang demikian yang disertai dengan pertimbangan yang wajar yang disebut juga dengan kehati-hatian yang wajar;

27 44 b) Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun, yakni terusmenerus secara wajar menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan; c) Ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Berdasarkan uraian di atas apabila direksi lalai melaksanakan kewajiban itu atau melanggar larangan yang telah disebut di atas mengenai pengurusan, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan kerugian terhadap perseroan, maka pengurus itu bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut. 2. Pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian perseroan Pengurus yang terdiri dari 2 orang atau lebih, berlaku Pasal 97 ayat (4) UUPT yang menerapkan prinsip tanggung jawab secara tanggung renteng. Dengan demikian apabila salah seorang pengurus lalai atau melanggar kewajiban pengurus secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan lingkup aspek-aspek itikad baik dan pertanggungjawaban pengurusan yang disebut di atas, maka setiap anggota pengurus sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami perseroan. Rasio penegakan prinsip tanggung jawab secara tanggung renteng ini, tidak dijelaskan oleh UUPT. Barangkali rasionya bertujuan agar semua anggota pengurus saling ikut menekuni secara terus-menerus pengurusan perseroan secara solider tanpa mempersoalkan bidang tugas yang diberikan kepadanya, sehingga

28 45 anggota pengurus secara keseluruhan harus bersatu dan penuh tanggung jawab bekerja sama mengurus kepentingan perseroan. Anggota pengurus harus menghindari terjadinya friksi yang diakibatkan separation of power yang diemban oleh anggota pengurus. Anggota pengurus harus sadar setiap saat tanggung jawab secara tanggung renteng selalu menanti, meskipun kesalahan, kelalaian serta pelanggaran itu dilakukan anggota pengurus lain dan meskipun hal itu terjadi di luar bidang tugasnya serta hal itu terjadi di luar pengetahuannya atau walaupun pengurus tersebut tidak mengambil bagian atas peristiwa itu.

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai 14 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan suatu badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam

Lebih terperinci

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE Oleh : I Made Sanditya Edi Kurniawan Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R No.374, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. RUPS. Perusahaan Terbuka. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5644) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Dasar hukum merupakan suatu landasan atau aturan yang dijadikan pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS Oleh: AGUS SALIM HARAHAP Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al-Hikmah Medan Jl. Mesjid No. 1 Medan Estate, Medan 20371 august_harahap@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS Abstrak : Oleh: Putu Ratih Purwantari Made Mahartayasa Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana Direksi adalah

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata No. ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk Peraturan 1. Pasal 6 ayat (4) Surat saham dan surat kolektif saham

Lebih terperinci

Versi Final 1. RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015

Versi Final 1. RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015 Versi Final 1 RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015 Pasal 4 Ayat 3 Ayat 3 Pasal 4 Pasal 4 Saham-saham yang masih dalam

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As No.1537, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Badan Hukum PT, Yayasan dan Perkumpulan. Perbaikan Data. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

perubahan Anggaran Dasar.

perubahan Anggaran Dasar. 2. Selain itu Peningkatan Modal Perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS melanggar kewajiban peningkatan modal yang diatur pada Pasal 42 UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan keputusan RUPS untuk penambahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV) 1, adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. Ayat 1 Tidak Ada Perubahan Perubahan Pada Ayat 2 menjadi berbunyi Sbb: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Perseroan dapat membuka kantor

Lebih terperinci

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM 1. Pengertian Kejahatan yang dilakukan oleh Korporasi Yang bertanggung jawab adalah Korporasi Korporasi = badan hukum => Perseroan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. ("Perusahaan")

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. (Perusahaan) PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. ("Perusahaan") I. PENDAHULUAN Pedoman Kerja Dewan Direksi ("Pedoman Kerja Direksi") ini merupakan bagian dari Good Corporate Governance Perusahaan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A.

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A. PIAGAM DIREKSI Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. 1. Peraturan Perseroan No. 40/2007 A. LEGAL BASIS 2. Peraturan Pasar Modal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris; POKOK-POKOK PERBEDAAN ANTARA UU NO. 1 TAHUN 1995 DENGAN UU NO. 40 TAHUN 2007 1. Penyederhanaan anggaran dasar PT Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak menyalin apa yang sudah diatur

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK Sesuai Dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Trimegah Securities Tbk No. 51 tanggal 27 Mei 2015, yang dibuat dihadapan Fathiah

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk.

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL Tbk. Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, Direksi dan Dewan Komisaris PT Nusantara Pelabuhan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT SUPREME CABLE MANUFACTURING & COMMERCE Tbk (PT SUCACO Tbk) ( Perseroan ) A. UMUM Bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas Direksi dan pengelolaan perusahaan yang baik,

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. 1 PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. BAGIAN I : DASAR HUKUM Pembentukan, pengorganisasian, mekasnisme kerja, tugas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN A. Pengertian PT Dalam praktek sangat banyak kita jumpai perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan berbisnis dengan membentuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS DAN PENGAWASAN === DEWAN KOMISARIS === PT PLN TARAKAN TAHUN BUKU 2015

LAPORAN TUGAS DAN PENGAWASAN === DEWAN KOMISARIS === PT PLN TARAKAN TAHUN BUKU 2015 LAPORAN TUGAS DAN PENGAWASAN === DEWAN KOMISARIS === PT PLN TARAKAN TAHUN BUKU 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang 4 B. Dasar Hukum 5 C. Daftar Istilah 5 BAB II PRINSIP PRINSIP HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian dan Kedudukan Direksi Pada Perseroan Terbatas Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan

Lebih terperinci