EVALUASI KESEHATAN POHON DI KAWASAN ASRAMA INTERNASINAL IPB. Oleh :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KESEHATAN POHON DI KAWASAN ASRAMA INTERNASINAL IPB. Oleh :"

Transkripsi

1 EVALUASI KESEHATAN POHON DI KAWASAN ASRAMA INTERNASINAL IPB Oleh : Andi Handoko S¹ (E ), Rizki Kurnia Tohir 1 (E ), Yanuar Sutrisno 1 (E ), Dwitantian H Brillianti 1 (E ), Dita Tryfani 1 (E ), Putri Oktorina 1 (E ), Prima Yunita 1 (E ), Ai Nurlaela Hayati 1 (E ) ¹Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor andihandoko61@gmail.com Abstrak Kesehatan hutan merupakan salah satu tujuan pengelolaan hutan, Forest Health Monitoring (FHM) merupakan salah satu tindakan pemantauan hutan untuk menganalisis kondisi tegakan. Kegiatan ini sangat diperlukan guna menjadi bahan pertimbangan pengelolaan hutan. Kegiatan FHM dilakukan di sepanjang jalan Asrama Internasional IPB dengan tahapan pengambilan data mulai dari orientasi lapang, pengamatan dan pengukuran tingkat kerusakan pohon berdasarkan pedoman FHM, pengambilan sample pathogen, identifikasi pathogen dan evaluasi kerusakan oleh hama dan penyakit. Jumlah pohon yang diidentifikasi sebanyak enam pohon dan hasil pengamatan menyatakan bahwa tipe kerusakan pohon sebanyak lima tipe kerusakan dengan tipe kerusakan dominan yaitu cabang patah dan mati hal ini terjadi karena factor biotik dan abiotik. Bagian pohon yang rusak didominasi oleh bagian atas batang dikarenakan oleh factor angina, infeksi jamur, hama dan penyakit. Hasil klasifikasi tingkat kerusakan pohon terdiri dari 67% pohon sehat dan 33% pohon dengan tingkat kerusakan ringan. Adapun tindakan pemeliharaan yang dapat dilakukan pemangkasan, penebangan, perawatan luka, perawatan lubang kerusakan, penopangan, penyulaman dan pengendalian hama penyakit. Kata Kunci: FHM, Tingkat Kerusakan Pohon, Tipe Kerusakan Latar Belakang PENDAHULUAN Penurunan kualitas lingkungan kota yang terjadi disebabkan oleh aktivitas manusia sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan seiring bertambahnya populasi dan kegiatan manusia. Kualitas lingkungan yang buruk berdampak negatif terhadap kesehatan manusia khususnya di pemukiman perkotaan. pendekatan dalam pengelolaan kualitas lingkungan perkotaan salah satunya dengan cara mempertahankan dan memperluas ruang terbuka hijau minimal 30% dari kawasan perkotaan.hutan kota merupakan salah satu bagian dari ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan perkotaan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid. Salah satu bentuk hutan kota yang berkembang adalah hutan kota jalur hijau. Menurut Dahlan (1992) hutan kota jalur hijau berupa tanaman yang di tanam di tepi jalan, kawasan riparian atau tempat lainnya yang terdiri dari tanaman pepohonan, tanaman perdu, tanaman merambat serta tanaman lainnya, sehingga diharapkan dengan adanya tanaman tersebut dapat menjaga dan memperbaiki kuantitas dan kualitas lingkungan. Jalur hijau tepi jalan memiliki manfaat sebagai peneduh jalan, penjerap dan penyerap polutan, peredam kebisingan, dan nilai estetika keindahan. Pohon sebagai komponen penyusun utama jalur hijau haruslah terjaga kesehatannya, sehingga fungsinya sebagai jalur hijau tetap terjaga serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemakai jalan. Namun kenyataannya kondisi di kawasan asrama internasional IPB rata-rata sudah berumur tua, rawan terhadap penyakit dan beberapa diantaranya sudah ada batang percabangan pohon yang sudah tumbang. Hal tersebut akan mengurangi fungsi pohon dalam menjaga kesehatan lingkungan bahkan pohon tersebut

2 sangat berpotensi tumbang sehingga dapat merugikan keselamatan masyarakat kerugian material yang cukup besar. Forets Health Monitoring (FHM) adalah Suatu tindakan pemantauan hutan untuk menganalisis kondisi tegakan di masa sekarang dan masa akan datang serta memberikan rekomendasi pengelolaan. Pemantauan dilakukan pada plot permanen, sistematis, periodik. Manfaat FHM sebagai alat untuk mengetahui status, perubahan dan kecenderungan kondisi suatu hutan untuk para pengelola atau pemilik hutan untuk keputusan manajemen berdasarkan angka-angka yang dapat dipercaya. Penerapan FHM ialah mengetahui semua kondisi hutan, semua sistem silvikultur, pemantauan kesehatan tegakan benih, penilaian kesehatan pohon plus, inventarisasi hutan secara menyeluruh dan berkala. Untuk mengetahui seberapa besar kerusakan suatu pohon terdapat beberapa indikator yaitu indikator tipe kerusakan, lokasi kerusakan, dan nilai ambang kerusakan. Tujuan 1. Mengetahui tingkat kerusakan pohon dengan melakukan pendekatan berdasarkan indikator kerusakan pohon di asrama internasional IPB 2. Mengetahui nilai kerusakan pohon di asrama internasional IPB METODE Lokasi dan waktu pengamatan Praktikum dilakukan di sepanjang pinggir jalan Asrama Internasional kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada tanggal 15 November 2015 pukul s.d WIB. Bahan dan Alat Alat yang digunakan selama pengamatan adalah tallysheet, alat tulis, kamera, dan meteran jahit, sedangkan bahan yang digunakan yakni pohon yang berada sekitar Asrama Internasional IPB. Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan Pemilihan lokasi pengmatan dilakukan dengan menentukan plot sampling berdasarkan keberadaan pohon yang mewakili kondisi pada lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri kerusakan morfologi pohon berdasarkan Tipe Kerusakan, Lokasi Kerusakan dan Nilai Ambang Keparahan pada kondisi kesehatan pohon Analisis Data Perhitungan nilai indeks kerusakannya (NIK) dengan menggunakan kode dan bobot nilai indeks kerusakan yang bertujuan untuk mengukur penilaian kerusakan pohon berdasarkan rumus dan kriteria sebagai berikut : Keterangan : NIK = Nilai Indeks Kerusakan pada level pohon xi = Nilai bobot pada tipe kerusakan yi = Nilai bobot pada bagian pohon yang mengalami kerusakan zi = Nilai bobot pada keparahan kerusakan Selanjutnya diketahui kelas kerusakan pohon berdasarkan bobot nilai indeks kerusakan dengan kriteria sebagai berikut : kelas sehat ; 0 5 Kelas ringan ; 6-10 Kelas sedang ; Kelas berat ; HASIL DAN PEMBAHASAN Forest Health Monitoring (FHM) Forest Health Monitoring (FHM) adalah metode pemantauan kondisi kesehatan hutan yang diintroduksikan oleh USDA Forest Service untuk memonitor Nation Forest Health yang dirancang untuk temperate region. Menurut Alexander, Samuel A. and Joseph E Barnard (1995), ada 7 (tujuh) indikator utama yang digunakan dalam menilai kesehatan hutan, yaitu Nilai hutan, Klasifikasi Kondisi Tajuk, Penentuan Kerusakan dan Kematian, Radiasi Aktif Fotosintesis, Struktur Vegetasi, Jenis-jenis Tanaman Bioindikator Ozon, dan Komunitas Lumut Kerak, dimana metode, standar ukuran dan jaminan mutunya telah ditetapkan untuk masing-masing indicator. Dari hasil evaluasi dan uji kehandalan indikator (Haryadi dan Supriyanto 2001), terdapat empat indikator yang sesuai untuk hutan tropis indonesia, meliputi produksi, biodiversitas, vitalitas dan kesehatan, dan kualitas tapak. Parameter yang digunakan untuk mengetahui indikator tersebut antara lain : pertumbuhan pohon, permudaan dan kematian, kondisi tajuk dan struktur, struktur vegetasi, biodiversitas, kerusakan tegakan karena pembalakan, kerusakan abiotik, hama dan penyakit, dan sosial ekonomi.

3 Pelaksanaan FHM terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1) Detection monitoring (penentuan jenis gangguan terhadap kondisi ekosistem udara dan tanah untuk digunakan sebagai dasar evaluasi status dan perubahan dalam eksosistem hutan, 2) Evaluating Monitoring (menentukan luas, keparahan dan penyebab perubahan yang tidak diinginkan dalam kesehatan hutan yang telah diidentifikasi pada langkah sebelumnya), 3) Intensive Site Monitoring (ditentukan status faktor-faktor biotik), 4) Research on Monitoring Techniques (penelitian ttg indikator kesehatan dan metode deteksi) dan 5) Analysis and Reporting (data yang diperoleh perlu disajikan dalam format yang mudah dipahami oleh semua pemangku kepentingan serta dilaporkan secara baik. Tipe Kerusakan Pohon Menurut Khoiri (2004), kerusakan pohon merupakan suatu indikator atau pertanda dimana pohon-pohon dikatakan sehat atau sakit. Pohon dapat dikatakan sehat jika pada pohon tersebut tidak ditemui tipe kerusakan atau kelainan, dan dikatakan sakit atau rusak jika pohon tersebut mengalami tipe kerusakan berupa ganguanganguan fisiologis sehingga pertumbuhan dan perkembangannya terganggu. Kerusakan hanya akan terjadi jika pada satu waktu di satu tempat terdapat tiga komponen yaitu pohon rentan, penyebab kerusakan (biotik dan abiotik) dan lingkungan. Ketiga komponen ini saling berinteraksi satu sama lain. Kerusakan tidak akan terjadi jika penyebab kerusakan bertemu dengan bagian pohon yang rentan tetapi lingkungan tidak membantu perkembangannya dan tidak meningkatkan kerentanan pohon. Diagnosa kesehatan pohon merupakan suatu proses pengamatan berdasarkan gejala dan tanda secara alami yang disebabkan oleh penyebab apapun dalam hubungannya dengan perkembangan kesehatan hutan (Ebbels 2003). Kerusakan yang diamati timbul akibat terganggunya proses fisiologis pohon baik akibat penyakit, serangga dan penyebab abiotik lainnya. Beberapa gejala yang dapat diamati akibat terganggunya pertumbuhan tanaman yaitu terjadi perubahan pada tanaman dalam bentuk, ukuran, warna, tekstur dan lain-lain. Berdasarkan definisi tipe kerusakan pohon terdapat 5 tipe kerusakan pohon di Asrama Internasional dari 13 definisi kerusakan yang dikemukakan oleh Manglod. Tipe kerusakan beserta persentase kasus yang dijumpai dapat dilihat pada tabel 1. No Tipe kerusakan Jenis pohon Saga Flamboyan 1 Kanker - Busuk hati, tubuh 2 buah (badan buah) dan indikator lain tentang lapuk lanjut 3 Luka terbuka - 4 Eksudasi (resinosis dan gumosis) - 5 Batang atau akar patah kurang dari 0.91 m dari batang 6 Brum pada akar dan batang 7 Akar patah dan mati (di luar 0.91 m dari batang) 8 Hilangnya ujung dominan, mati ujung - 9 Cabang patah dan mati 10 Percabangan atau brum yang berlebihan - 11 Daun, kuncup atau tunas rusak 12 Daun berubah warna (tidah hijau) 13 Lain-lain Tabel 1. Tipe kerusakan pohon di sepanjang jalan Asrama Internasional Pada tipe kerusakan ini cabang patah atau mati merupakan kerusakan yang banyak terjadi yaitu terdapat pada kedua pohon. Sedangkan pada kerusakan berupa kanker dan luka terbuka hanya ditemukan pada pohon saga dan kerusakan berupa hilangnya ujung dominan, mati ujung, dan percabangan brum hanya ditemukan pada pohon flamboyan. Berikut adalah persentase semua tipe kerusakan yang diperoleh saat pengamatan : Gambar 1. Diagram Tipe Kerusakan Pohon sepanjang jalan Asrama Internasional

4 Secara alamiah, tanaman terganggu dan rusak disebabkan 2 (dua) faktor yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Berikut adalah faktor penggangu dan perusakan tanaman : 1. Faktor biotik (pengganggu yang termasuk jasad hidup) Faktor biotik perusak tanaman disebabkan oleh kelompok binatang seperti hama dan kelompok tumbuhan seperti gulma. Sebagian besar hama pada tanaman berasal dari kelompok serangga. Serangga dapat merusakan tanaman dengan cara: a) memakan bagian tanaman dengan cara menggerek batang, ranting, buah atau biji; b) menghisap cairan sel-sel tanaman terutama daun; c) menyebabkan bengkak pada bagian tertentu; d) menyebabkan kanker pada batang atau bagian berkayu; e) meletakkan telur pada bagian tanaman; mengambil bagian tanaman untuk dijadikan sarang dan f) menularkan jasad pengganggu. 2. Faktor abiotik (pengganggu yang bukan jasad hidup) Faktor abiotik ini disebabkan oleh bencana alam lingkungan (seperti banjir, erosi, longsor), unsur iklim dan cuaca. Kondisi lingkungan yang tidak baik menyebabkan suatu tanaman menjadi terhambat pertumbuhan atau rentan untuk terjadi kerusakan hingga mati (Djafaruddin 1996). Praktikum mengenai Forest Health Monitoring (FHM) dilaksanakan di lokasi Asrama Internasional. Pada lokasi ini terdapat enam pohon yang dilakukan monitoring. Diantaranya empat individu dengan jenis saga dan dua individu dengan jenis flamboyan. Bagian pohon yang diamati kerusakannya diantaranya akar, batang bagian bawah, batang bagian atas, batang tajuk, dan cabang. Berikut adalah persentase bagian pohon yang mengalami kerusakan diperoleh saat pengamatan : Pada bagian akar (terbuka) dan tunggak (dengan tinggi 30 cm di atas permukaan tanah) mengalami kerusakan sebesar 23%.Kerusakan akar merupakan faktor penyebab lapuk atau keroposnya akar dan tunggak Haris et al (2004) menjelaskan bahwa akar berdasarkan fungsi mekanik, berfungsi sebagai jangkar untuk berdiri tegaknya suatu pohon, sehingga dengan rusak dan matinya akar akan membahayakan kestabilan tegaknya pohon. Hal inilah yang menyebabkan ancaman terhadap potensi pohon untuk tumbang. Pada batang bagian bawah (setengah bagian bawah dari batang antara tunggak dan dasar tajuk hidup) kerusakan batang diperoleh sebesar 23%. Bagian atas batang (setengah bagian atas dari batang antara tunggak dan dasar tajuk hidup) kerusakan diperoleh sebesar 38%. Batang tajuk (batang utama di dalam daerah tajuk hidup di atas dasar tajuk hidup) kerusakan ini diperoleh sebesar 8%. Cabang (lebih besar 2.54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup) kerusakan diperoleh sebesar 8%. Dari bagian pohon yang mengalami kerusakan, pada bagian atas batang, paling banyak mengalami kerusakan dibangdingkan dengan kerusakan lainnya. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti angin pada saat hujan turun dan rusaknya cabang karena terinfeksi oleh jamur penyakit atau terserang hama sehingga cabang cenderung lemah dan mudah patah. Tingkat Kerusakan Pohon Kelas kerusakan pohon digolongkan menjadi lima kelas kerusakan yaitu sangat sehat, sehat, ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan praktikum Forest Health Management yang dilakukan di Asrama Internasional yaitu sebanyak 6 pohon, terdiri dari 2 pohon flamboyant dan 4 pohon saga. Berdasarkan pengamatan diperoleh dua tingkat kerusakan pohon yaitu 4 pohon atau 67 % sehat dan 2 pohon atau 33 % tingkat kerusakan ringan. Gambar 2. Bagian pohon yang mengalami kerusakan di asrama internasional Gambar 3. Diagram Tingkat Kerusakan Pohon di Asrama Internasional

5 Tingkat kerusakan pohon memiliki hubungan terhadap umur suatu pohon. Menurut Haris et al (2004), pohon yang berukuran besar dan berumur tua, lebih besar kemungkinannya untuk mengalami kerusakan dan tumbang dibandingkan pohon yang berukuran kecil dan berumur muda. Berdasarkan hasil pengamatan, semakin besar diameter pohon yang menunjukan umur suatu pohon, maka semakin besar pula Nilai Indeks Kerusakan (NIK) pohon. Berikut adalah Tabel Hubungan diameter pohon dengan Nilai Indeks Kerusakan (NIK). No. Jenis Pohon Diameter NIK 1 Saga 21,66 1,76 2 Saga 27,07 6,73 3 Saga 35,67 4,4 4 Saga 38,50 4,73 5 Flamboyan 41,08 4,96 6 Flamboyan 51,91 5,94 Tabel 2. Hubungan diameter pohon dengan Nilai Indeks Kerusakan (NIK) Berdasarkan hasil perhitungan NIK pada tabel 1 menunjukkan bahwa pepohonan di asrama internasional IPB termasuk dalam kriteria kelas sehat dan kelas ringan kerusakkan pohon. Menurut Miardini (2006) pohon pada kelas sangat sehat merupakan pohon yang tahan terhadap kerusakan dan dalam kondisi biasa dapat menyesuaikan diri terhadap patpgen maupun penyebab kerusakan lainnya pada jaringan tertentu. Kelas sehat menunjukan bahwa pohon cukup tahan terhadap kerusakan. Sedangkan kelas kerusakan ringan, sedang, dan berat menunjukan bahwa pohon tidak tahan terhadap kerusakan. Tindakan Pemeliharaan dan Perawatan Pohon Tindakan pemeliharaan dan perawatan pohon perlu dilakukan karena pohon yang mengalami kerusakan dapat menyebabkan bahaya. Pohon rawan bahaya didefinisikan sebagai pohon yang keberadaannya memiliki potensi untuk tumbang sehingga mengancam keselamatan manusia dan mengakibatkan kerugian material. Haris et al (2004) menyatakan bahwa suatu pohon dapat dipertimbangkan sebagai pohon beresiko tinggi (rawan bahaya) jika struktur yang tidak kokoh dan terletak di dekat objek yang kemungkinan dapat mengalami kerusakan apabila pohon tersebut tumbang. Rikto (2010) menjelaskan kegiatan pemeliharaan dan perawatan pohon yang dapat dilakukan untuk mencegah pohon tumbang adalah pemeliharaan (maintenance), pemangkasan (pruning), penebangan (felling), perawatan luka (treatment of wound), perawatan lubang akibat kerusakan pada pohon (cavity treatments), penopangan (propping), pengendalian hama dan penyakit, pengendalian kerusakan dari tanaman pengganggu, dan penyulaman. Pemeliharaan (maintenance) merupakan suatu kegiatan untuk menjaga dan merawat pohon pada jalur hijau jalan terhadap seluruh pohon penyusunnya agar kondisi tetap terjaga dengan baik. Pemangkasan (pruning) adalah suatu cara untuk membuang bagian tanaman yang mengalami kerusakan biasanya pada bagian cabang dan tunas, dan terkadang pada bagian pucuk, akar, bunga, dan buah. Pemangkasan bagian pohon ini dilakukan pada bagian pohon tertentu yang mengalami kerusakan atau pohon yang memiliki potensial untuk mati dan tumbang seperti bagian pohon yang rusak dan sakit dan percabangan tajuk yang berlebihan. Menurut Rusdianto (2008) pemangkasan pohon di jalur hijau jalan umumnya dilakukan pada tinggi dan lebar tajuk. Penebangan (felling) dilakukan terhadap pohon yang sudah mengalami kerusakan tingkat lanjut dan tidak mungkin lagi dilakukan perawatan selain ditebang. Beberapa metode yang dilakukan dalam penebangan menurut Dahlan (1992) yaitu tumbangan (topping), penggalan (sectioniong), high-lining, dan potong bawah (bottoming). Perawatan luka pada bagian pohon dapat dilakukan dengan beberapa tahapan cara yaitu pembersihan, pembentukan, pengecatan atau pembalutan. Tujuan utama dari perawatan terhadap lubang adalah untuk meningkatkan penampilan serta kekuatan pohon dengan cara membuang bagian pohon yang rusak atau busuk dan lubang yang dilakukan oleh serangga serta membersihkan tempat yang digunakan untuk berkembang biak oleh serangga atau binatang pengerat yang berada pada bagian pohon. Kegiatan penopangan (propping) dilakukan pada pohon yang batang pohonnya sudah condong dan dikhawatirkan akan tumbang mendadak. Kegiatan pengendalian hama dan penyakit bertujuan untuk mengurangi atau mencegah kerusakan lebih lanjut pada pohon yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Penyulaman merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan terhadaptanaman baru atau tanaman sudah ada sebelumnya yang mati atau mengalami kerusakan dengan mengganti tanaman baru.

6 SIMPULAN Forest Health Monitoring (FHM) adalah metode pemantauan kondisi kesehatan hutan. Metode ini sangat berguna bagi dasar pengelolaan suatu kawasan hutan ataupun non hutan. Hasil pengamatan menyatakan bahwa dari enam pohon yang berada dilokasi penelitian terdapat lima tipe kerusakan dengan tipe kerusakan dominan yaitu cabang patah dan mati sebesar 38% dari total keseluruhan. Hal ini terjadi karena factor biotik (perusak tanaman oleh kelompok binatang seperti hama dan kelompok tumbuhan seperti gulma) dan abiotic (bencana alam, unsur iklim dan cuaca). Persentase bagian pohon yang rusak terbesar adalah bagian atas batang dikarenakan oleh factor angin, infeksi jamur, hama dan penyakit. Hasil klasifikasi tingkat kerusakan pohon terdiri dari 67% pohon sehat dan 33% pohon dengan tingkat kerusakan ringan. Pohon pada kelas sangat sehat merupakan pohon yang tahan terhadap kerusakan dan dalam kondisi biasa dapat menyesuaikan diri terhadap patpgen maupun penyebab kerusakan lainnya pada jaringan tertentu Tingkat kerusakan pohon memiliki hubungan terhadap umur suatu pohon. Dari persentase kesehatan dan tingkat kerusakan pohon maka seharusnya pohon yang termasuk klasifikasi kerusakan pohon sedang mendapatkan tindakan pemeliharaan terdiri dari pemangkasan, penebangan, perawatan luka, perawatan lubang kerusakan, penopangan, penyulaman dan pengendalian hama penyakit. Dengan adanya data ini diharapkan pihak yang bersangkutan dengan lokasi melakukan pengelolaan yang telah direkomendasikan. DAFTAR PUSTAKA Alexander, Samuel A. and Joseph E Barnard, Forest Health Monitoring, Field Methods Guide. Las Vegas (US): Enviromental Monitoring Systems laboratory Dahlan EN Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. Jakarta (ID): APHI. Djafaruddin Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Ebbels, D. L Principles of Plant Health and Quarantine. CABI Publishing. Haris R, Clark J, Matheny N Arboriculture : integrated management of landscape trees, shrubs, and vines. New jersey (US): Prentice Hall. Haryadi M, Supriyanto Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Yogyakarta (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Khoiri S Studi Tingkat Kerusakan Pohon Di Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Miardini A Analisis Kesehatan Pohon Di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Rikto Tipe Kerusakan Pohon Hutan Kota (Studi Kasus: Hutan Kota Bentuk Jalur Hijau, Kota Bogor-Jawa Barat). [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB. Rusdianto R Sistem Informasi Pohon Pada Jalur Hijau Jalan Di Kota Bogor (Studi Kasus : Jalan Pajajaran) [skripsi]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian IPB.

7 LAMPIRAN Gambar 1. Cabang patah pada Saga Pohon Gambar 5. Kanker akar pada pohon Flamboyan Gambar 2. Akar patah kurang dari 0.91 m dari batang pada Saga Pohon Gambar 3. Akar Terluka (>0,91m dari batang) pada pohon Flamboyan Gambar 4. Cabang terpotong pada Saga Pohon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota 2.1.1 Pengertian hutan kota Hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaankegunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014, untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014, untuk 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014, untuk kegiatan pengumpulan data, pengelolaan data, dan analisis data.

Lebih terperinci

kesehatan dan kerusakan pohon yang ada di Universitas Sumater Utara. TINJAUAN PUSTAKA

kesehatan dan kerusakan pohon yang ada di Universitas Sumater Utara. TINJAUAN PUSTAKA Manfaat dari Penelitian ini adalah untuk memberikan informasi sebaran kesehatan dan kerusakan pohon yang ada di Universitas Sumater Utara. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Hutan kota adalah suatu hamparan lahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Metode Penelitian Penentuan Segmen

BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Bahan dan Alat 3.3. Metode Penelitian Penentuan Segmen 22 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di sepanjang jalan dari Jalan Kapten Muslihat hingga Terminal Laladon Kota Bogor (Lampiran 1) dan hanya dibatasi hingga Rumaja (ruang manfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (Urban Forest) menurut Fakuara (1987) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (Urban Forest) menurut Fakuara (1987) adalah TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Definisi hutan kota (Urban Forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan (September-November 2009) di salah satu jalur hijau jalan Kota Bogor yaitu di jalan dr. Semeru (Lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Ari Fiani Eritrina Windyarini Yuliah. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

Ari Fiani Eritrina Windyarini Yuliah. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Ari Fiani Eritrina Windyarini Yuliah Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan PENDAHULUAN - Keberhasilan pembangunan hutan memerlukan perencanaan yang baik untuk melindungi tegakan

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEHATAN POHON DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PEMETAAN KESEHATAN POHON DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PEMETAAN KESEHATAN POHON DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : DHANY NUGRAHA 081201055 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 PEMETAAN KESEHATAN POHON DI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Inventarisasi Pohon Tepi Jalan dr. Semeru Inventarisasi pohon dilakukan pada pohon penyusun tepi jalan dr. Semeru. Hasil inventarisasi berupa jumlah jenis dan individu pohon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan baik aspek ekonomi, sosial, pembangunan, maupun lingkungan. Hutan dan ekosistemnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pohon Plus Pohon induk merupakan pepohonan terpilih di antara pepohonan yang ada di suatu areal pengelolaan hutan yang di tunjuk sebagai pohon tempat pengambilan organ

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN TEGAKAN HUTAN DI AREAL KPPH TALANGMULYA

IDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN TEGAKAN HUTAN DI AREAL KPPH TALANGMULYA PROSIDING ISSN: 2598 0246 E-ISSN: 2598-0238 SEMNAS IIB DARMAJAYA Lembaga Penelitian, Pengembangan Pembelajaran & Pengabdian Kepada Masyarakat, 25 Oktober 2017 IDENTIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN TEGAKAN HUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kota Definisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN TFT 2018 Document Prepared by: The Forest Trust Jl. Dr.Wahidin No 42 Semarang, Jawa Tengah Indonesia Ph +62 24 8509798 1 PENGANTAR DEFINISI Sungai adalah alur atau wadah air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

EVALUASI KESEHATAN TANAMAN JATI (Tectona grandis) PADA LAHAN GNRHL DI DESA KARANG LANGIT KALIMANTAN TENGAH. Oleh/By Dina Naemah 1 ABSTRACT

EVALUASI KESEHATAN TANAMAN JATI (Tectona grandis) PADA LAHAN GNRHL DI DESA KARANG LANGIT KALIMANTAN TENGAH. Oleh/By Dina Naemah 1 ABSTRACT EVALUASI KESEHATAN TANAMAN JATI (Tectona grandis) PADA LAHAN GNRHL DI DESA KARANG LANGIT KALIMANTAN TENGAH Evaluation healthy of Tectona grandis at farm GNRHL in Karang Langit country, the center of Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

DETERIORASI HASIL HUTAN

DETERIORASI HASIL HUTAN DETERIORASI HASIL HUTAN 1. Pendahuluan Kayu adalah hasil yang diambil dari pohon, sedangkan pohon merupakan anggota dari komunitas lingkungan yang kita kenal sebagai hutan. Dengan perkataan lain, kayu

Lebih terperinci

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem DAYA DUKUNG LINGKUNGAN JASA EKOSISTEM PADA TUTUPAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Daya Dukung

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula. PEMELIHARAAN Dalam proses pembuatan taman pemeliharaan merupakan tahapan yang terakhir, namun tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Keberhasilan pemeliharaan bahkan

Lebih terperinci

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et.

PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. PENCAMPURAN MEDIA DENGAN INSEKTISIDA UNTUK PENCEGAHAN HAMA Xyleborus morstatii Hag. PADA BIBIT ULIN ( Eusideroxylon zwageri T et. B) DI PERSEMAIAN Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN Kendala

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA PRAKTIKUM : Praktikum Ilmu Hama Hutan NOMOR KODE/SKS : SVK 332/ 3(2-3) DESKRIPSI PERPRAKTIKUMAN TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM : Hama hutan merupakan bagian dari

Lebih terperinci

Oleh : Nur Fariqah Haneda

Oleh : Nur Fariqah Haneda 7 MODULE PELATIHAN HAMA DAN PENYAKIT HUTAN Oleh : Nur Fariqah Haneda ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev.

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP Hubungan Antarmakhluk Hidup Kita sering melihat kupu-kupu hinggap pada bunga atau kambing berkeliaran di padang rumput. Di sawah, kita juga sering melihat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang luas berisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang luas berisi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang luas berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan dan binatang yang hidup di dalamnya terancam punah. Selain itu, masih banyak manusia yang menggantungkan

Lebih terperinci

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil.

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil. Pada klasifikasi ini hutan dilihat bagaimana cara terbentuknya, apakah hutan itu berasal dari bijibijian atau dari trubusan (tunas-tunas batang atau akar) atau berasal dari keduanya. Dalam klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

MASALAH POHON DI PERKOTAAN PENGANTAR MANAJEMEN POHON DI PERKOTAAN

MASALAH POHON DI PERKOTAAN PENGANTAR MANAJEMEN POHON DI PERKOTAAN MASALAH POHON DI PERKOTAAN PENGANTAR MANAJEMEN POHON DI PERKOTAAN Oleh: Rully Wijayakusuma (Anggota IALI Jabar) 081286927580 Disampaikan dalam Dialog Profesi Tanggal 30 April 2016

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB XI PEMANGKASAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA Pemeliharaan pada tanaman muda Kegiatan-kegiatan : Penyiangan Pendangiran Pemupukan Pemberian mulsa Singling dan Wiwil Prunning Pemberantasan hama dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

ANALISIS KESEHATAN POHON DI JALUR HIJAU KOTA MEDAN BAGIAN UTARA SKRIPSI

ANALISIS KESEHATAN POHON DI JALUR HIJAU KOTA MEDAN BAGIAN UTARA SKRIPSI ANALISIS KESEHATAN POHON DI JALUR HIJAU KOTA MEDAN BAGIAN UTARA SKRIPSI ADI PUTRA SINAGA 121201064/ MANEJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 ABSTRAK ADI

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

STATUS KESEHATAN POHON PADA JALUR HIJAU DAN HALAMAN PARKIR UNIVERSITAS LAMPUNG. (Skripsi) Oleh EKINDO VANESAH SITINJAK

STATUS KESEHATAN POHON PADA JALUR HIJAU DAN HALAMAN PARKIR UNIVERSITAS LAMPUNG. (Skripsi) Oleh EKINDO VANESAH SITINJAK STATUS KESEHATAN POHON PADA JALUR HIJAU DAN HALAMAN PARKIR UNIVERSITAS LAMPUNG (Skripsi) Oleh EKINDO VANESAH SITINJAK FAKULTAS PERTANIAN UNIVERITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT TREE HEALTH STATUS

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

PENILAIAN KESEHATAN KEBUN BENIH SEMAI Pinus merkusii DENGAN METODE FHM (FOREST HEALTH MONITORING) DI KPH SUMEDANG TAUFIK ISKANDAR

PENILAIAN KESEHATAN KEBUN BENIH SEMAI Pinus merkusii DENGAN METODE FHM (FOREST HEALTH MONITORING) DI KPH SUMEDANG TAUFIK ISKANDAR PENILAIAN KESEHATAN KEBUN BENIH SEMAI Pinus merkusii DENGAN METODE FHM (FOREST HEALTH MONITORING) DI KPH SUMEDANG TAUFIK ISKANDAR DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, bahwa hutan kota mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

3. METODE. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DKI Jakarta. Sumber : Samsoedin dan Waryono 2010

3. METODE. Gambar 2. Peta lokasi penelitian di DKI Jakarta. Sumber : Samsoedin dan Waryono 2010 3. METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Hutan kota di DKI Jakarta yang telah dikukuhkan oleh pejabat berwenang berjumlah 14 hutan kota berdasarkan PP 63 Tahun 2002, namun untuk penelitian difokuskan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU

BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU BUDIDAYA DAN TEKNIS PERAWATAN GAHARU ketiak daun. Bunga berbentuk lancip, panjangnya sampai 5 mm, berwarna hijau kekuningan atau putih, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur atau agak lonjong, panjangnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati

Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati Pada dasarnya tidak ada makhluk hidup yang persis sama di bumi ini. Adanya perbedaan di antara organisme inilah yang menimbulkan keanekaragaman. Makhluk

Lebih terperinci