KEPADATAN KODOK FEJERVARYA CANCRIVORA DI PERSAWAHAN DAERAH KABUPATEN KERAWANG, JAWA BARAT PADA TAHUN 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPADATAN KODOK FEJERVARYA CANCRIVORA DI PERSAWAHAN DAERAH KABUPATEN KERAWANG, JAWA BARAT PADA TAHUN 2016"

Transkripsi

1 KEPADATAN KODOK FEJERVARYA CANCRIVORA DI PERSAWAHAN DAERAH KABUPATEN KERAWANG, JAWA BARAT PADA TAHUN 2016 Oleh: Hellen Kurniati*& Eko Sulistyadi Laboratorium Ekologi-Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI * Laboratorium Ekologi Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong, Juni 2016

2 RINGKASAN Kabupaten Kerawang adalah penghasil terbesar daging paha kodok di Jawa Barat. Untuk mengetahui bagaimana dampak pemanenan kodok dengan kondisi populasi di alam, pada tanggal Mei 2016 dilakukan survey populasi di daerah Kerawang Timur. Metode yang digunakan adalah metode transek dengan total panjang transek adalah 3000 meter. Hasil metode transek ini memperlihatkan populasi individu anakan atau juvenil paling tinggi di sebagian besar areal transek, kemudian diikuti populasi individu pra-dewasa. Populasi individu dewasa paling rendah dan sebagian besar individu yang disensus berdasarkan kepada suara yang mereka keluarkan. Kondisi ketersediaan air pada areal persawahan juga menentukan kondisi populasi individu anakan dan pra-dewasa; persawahan yang baru ditanam dengan ketersediaan air paling banyak didapatkan populasi persatuan luas paling tinggi dibandingkan kondisi persawahan yang ketersediaan air sedikit; tetapi pengecualian untuk persawahan yang selesai dibajak, walaupun ketersediaan air banyak tetapi gangguan dari aktivitas manusia juga tinggi. Kepadatan rata-rata persatuan luas m 2 untuk persawahan berair sedikit sampai kering dengan panjang total transek 1500 meter adalah sebagai berikut: (1) kepadatan anakan atau jevenil adalah 0,33 individu/m 2, (2) kepadatan pra-dewasa adalah 0,04 individu/m 2, (3) kepadatan dewasa adalah 0,005 individu/m 2. Populasi untuk persawahan berair banyak dengan panjang total transek 1200 meter adalah sebagai berikut: (1) kepadatan anakan adalah 0,89 individu/m 2, (2) kepadatan pra-dewasa adalah 0,08 individu/m 2, (3) kepadatan dewasa adalah 0,01 individu/m 2. Kepadatan untuk kondisi persawahan yang selesai dibajak dari survei ini sepanjang 300 meter tidak dapat diperhitungkan, karena waktu dilakukan sensus terjadi gangguan yang dilakukan oleh beberapa pencari kodok, ikan dan ular dengan melakukan aktivitas penangkapan, sehingga mengganggu aktivitas sensus. Perolehan hasil buruan kodok di tingkat pemburu berdinamika; kadang hasil buruan banyak dan kadang sedikit. Hasil buruan banyak (rata-rata 10 kg permalam) pada persawahan yang selesai dibajak, musim hujan dan gelap bulan; sedangkan hasil buruan sedikit (rata-rata 3 kg permalam) pada persawahan yang telah ditanami padi, musim kemarau dan terang bulan. Para pemburu kodok berburu kodok setiap malam, hampir tidak ada hari libur, karena hasil penjualan kodok hari itu untuk makan keluarga hari itu juga. Para pemburu kodok punya kesepakatan untuk tidak menangkap individu kodok ukuran anakan atau pra-dewasa, karena ukuran tersebut akan menjamin kelanjutan dari populasi kodok ukuran dewasa. PENDAHULUAN Tiga jenis kodok umum dijumpai di habitat persawahan dataran rendah, yaitu Fejervarya cancrivora, F. limnocharis dan Occidozyga lima (Iskandar 1998); dari ketiga jenis tersebut, jenis F. cancrivora paling banyak diburu untuk diambil daging bagian paha yang diperuntukkan sebagai konsumsi dan juga sebagai komoditi ekspor, karena panjang tubuh kodok ini paling besar dibandingkan dua jenis lainnya, yaitu dapat mencapai 120 mm (Iskandar 1998). Jenis kodok F. cancrivora dikenal dengan nama Kodok Hijau atau Kodok Sawah (Gambar 1). Ciri utamannya adalah bentuk timpanum bulat utuh tanpa ada lapisan kulit yang menutupi. Diameter timpanum sekitar separuh diameter mata. Selaput renang pada jari tangan tidak ada, sedangkan pada jari kaki hanya menjangkau 3/4 dari panjang jari tengah (jari paling panjang). Pada punggung terdapat banyak guratan yang menonjol dan memanjang. Punggung umumnya dihiasi bercak-bercak berwarna gelap. Warna punggung sangat bervariasi, dari warna hijau muda sampai hijau tua atau coklat muda sampai coklat tua. Garis terang sepanjang punggung kadang ada kadang tidak, karena hanya merupakan variasi individu. Membedakan individu jantan dan individu betina dewasa sangat mudah pada kodok F. cancrivora; bagian ventral kepala pada individu jantan dewasa terdapat warna hitam yang merupakan bagian di mana terdapat kantung suara, sedangkan pada individu betina hanya berwarna putih polos. 2

3 Gambar 1. Individu jantan Fejervarya cancrivora asal JawaBarat (Foto: H. Kurniati). Keberadaan kodok F. cancrivora atau Kodok Hijau di hutan primer jarang sekali dijumpai, akan tetapi berlimpah di persawahan, karena sawah merupakan habitat buatan manusia yang sangat disukainya (Inger & Lian 1996). Secara alami, Kodok Hijau akan sangat berlimpah pada waktu umur padi masih muda, karena ketersediaan air masih banyak dan menggenangi semua permukaan tanah petak persawahan. Kelimpahannya akan menurun sejalan dengan menyusutnya persediaan air dan menuanya tanaman padi. Persawahan merupakan habitat Kodok Hijau berkembang biak, mencari makan dan tumbuh dewasa; jadi seluruh siklus hudupnya berlangsung di tempat ini. Kodok ini dapat dijumpai pada ketinggian tempat antara meter dari permukaan laut (dpl) (Kurniati 2000; Kurniati 2003; Liem 1973), tetapi Kodok Hijau pada umumnya dijumpai melimpah di areal persawahan yang terletak pada dataran rendah (0-300 meter dpl). Dari kelompok suku Dicroglossidae, hanya jenis F. cancrivora yang dapat beradaptasi dengan air payau (Kusrini 2013). PT. Citra Dimensi Arthali adalah salah satu perusahaan pengekspor daging paha kodok yang berdomisili di Jakarta yang mendapatkan bahan baku paha kodok jenis F. cancrivora dari daerah Kerawang, Indramayu dan Banten. Daerah pemanenan daging paha kodok terbesar adalah dari Kabupaten Kerawang, kemudian terbesar kedua dari Kabupaten Indramayu, lalu dilanjutkan oleh Propinsi Banten. Lokasi pemanenan daging paha kodok F. cancrivora di Kabupaten Kerawang tempat dipanennya daging paha kodok F. cancrivora adalah yang terbesar di Jawa Barat, karena kabupaten ini merupakan daerah lumbung padi. Pemanenan Kodok di Kabupaten Kerawang: Daging paha kodok F. cancrivora yang dipanen dari persawahan di Kabupaten Kerawang adalah terbesar di Jawa Barat, yaitu mencapai kg pada tahun Berdasarkan hasil pencacahan tahun 2011, luas lahan baku sawah pertanian di Kerawang tercatat 94,311 ha, terdiri atas ha areal sawah irigasi teknis, sawah irigasi setengah teknis seluas ha, sawah irigasi sederhana seluas 4,165 ha dan seluas ha areal sawah tadah hujan. ( tetapi berdasarkan hasil pencacahan tahun 2015, total luas sawah yang ada di Kerawang mencapai ha; padahal, lima tahun terakhir data luas lahan sawah itu masih ha; berarti dalam kurun waktu lima tahun itu, ada penyusutan lahan seluas 473 ha. ( Bila melihat pemanenan daging paha kodok F. cancrivora di Kabupaten Kerawang (asumsi 1 kg terdiri dari 25 individu) dengan luas persawahan berpedoman pada hasil pencacahan tahun 2015, maka rata-rata kepadatan individu F. cancrivora untuk satuan luas meter 2 adalah 0,004 ( individu/ m 2 ); bila kepadatan tersebut dijabarkan maka hanya 4 individu untuk setiap 1 km 2. Kepadatan kodok F. cancrivora di Kabupaten Kerawang yang dianalisis dari pemanenan tahun 2014 sangat rendah sekali. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian di areal persawahan yang tidak terdapat pemanenan di daerah Sungai Raya, Kalimantan Barat didapatkan 1,01 individu/m 2 (Saputra dkk 2014); selain itu perbandingan kepadatan kodok F. cancrivora yang terdapat di sepanjang 300 meter transek di sungai kecil (stream) dalam areal rawa gambut di daerah Sampit, Kalimantan Tengah 3

4 didapatkan 42 individu/100 m atau 0,32/m (observasi pribadi), yang mana di daerah ini tidak terjadi pemanenan. Penelitian untuk mengungkapkan kepadatan kodok F. cancrivora di persawahan Kabupaten Kerawang belum pernah dilakukan secara sistematis untuk mengetahui apakah pemanenan daging paha kodok F. cancrivora di ketiga daerah tersebut dapat berkelanjutan atau hanya bersifat jangka pendek yang membuat populasi F. cancrivora berstatus langka; tetapi bila melihat dari nilai kepadatan di daerah Kerawang yang sangat rendah, yaitu 0,004/m 2, yang mana nilai ini jauh sangat rendah dibandingkan kepadatan F. cancrivora di persawahan tanpa pemanenan, maka dapat diprediksi pemanenan daging paha kodok F. cancrivora di Jawa Barat diprediksi tidak bersifat berkelanjutan dan menuju pada status kelangkaan. Untuk membuktikan kondisi di alam status populasi dari kodok F. cancrivora di areal persawakan di Kabupaten Kerawang, maka perlu dilakukan penelitian yang bersifat sistematis. Penelitian ini akan dilaksanakan pada pertengahan bulan Mei tahun 2016 di daerah Kerawang Timur, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat. LOKASI PENELITIAN Survei kepadatan populasi kodok F. cancrivora dilakukan di areal persawahan Kerawang Timur (Gambar 2 dan 3), di Kecamatan Klari Sukaresmi, Desa Anggadita dan Desa Gintung pada tanggal Mei Jumlah total panjang transek yang dilakukukan sensus kodok F. cancrivora adalah 3000 meter. Gambar 2. Lokasi penelitian kepadatan populasi kodok Fejervarya cancrivora di daerah Kerawang Timur (kotak merah). Sumber peta: Google Map. Gambar 3. Persawahan di Desa Anggadita (kiri) dan Desa Gintung (kanan), Kerawang Timur tempat dilakukan survey kodok Fejervarya cancrivora (Foto: Syaripudin). 4

5 METODE PENELITIAN Metode yang dipakai untuk mengetahui kepadatan populasi kodok di areal persawahan daerah Kerawang Timur adalah metode transek. Cara kerja dari metode transek adalah sebagai berikut: a. Transek sepanjang 300 meter dibentang di bagian tepi pematang sawah dengan mengikuti bentuk alur tepi pematang sawah. Tali rafia digunakan sebagai pengukur jarak transek. Tali rafia sepanjang 300 meter diberi nomor sebanyak 31 untuk menandakan jarak setiap 10 meter. Awal dari nomor pada 10 meter pertama adalah 1 dan nomor terakhir adalah 31. Tali rafia dibentang satu jam sebelum sensus atau pengamatan, agar pada waktu sensus dimulai posisi kodok di mikrohabitatnya kembali ke posisi semula. b. Pengamatan dilakukan dengan berjalan perlahan menyusuri tepi pematang sawah antara pukul malam hari menggunakan lampu senter kepala yang bersinar kuat untuk menyilaukan matanya supaya kodok tetap diam ditempat sewaktu diamati atau ditangkap. c. Luas areal yang diamati adalah 2,5 meter ke kanan dan 2,5 meter ke kiri tepi pematang sawah (lihat Gambar 4). d. Tiap kodok yang dijumpai dicatat di atas lembar data; perlu dicatat posisi jaraknya dari pematang sawah dan posisi tingginya dari air atau tanah. Lembar data metode transek dan bagaimana menghitung kepadatan kodok setiap 5 m 2 dapat dilihat pada Lampiran 1. e. Jumlah orang yang terlibat minimal 3 orang dalam satu bentangan transek dengan jalan selalu beriring dengan kecepatan yang sama. Jarak 100 meter dilakukan minimal selama satu jam sensus, penghitungan individu dan pengamatan. f. Dalam penelitian di areal persawahan daerah Kerawang Timur, dua transek yang masing-masing panjang 300 meter dibentang; untuk total panjang transek 3 km seperti yang direncanakan dapat dilakukan sekitar 10 malam. Jumlah personal yang bekerja untuk satu transek sepanjang 300 meter adalah 3 orang. g. Data lingkungan yang dicatat adalah suhu air dan fase rembulan dengan mengacu pada Gambar 4. Garis warna merah adalah transek yang dibentang mengikuti bentuk pematang sawah. Selain melakukan penelitian di areal persawahan, wawancara dengan pemburu kodok juga dilakukan dengan mendatangi pemukiman mereka, yaitu di Kampung Bojong yang masuk dalam wilayah Bekasi Barat. Apa saja yang diwawancara kepada pemburu-pemburu kodok tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. 5

6 HASIL Jangkauan areal pengamatan di kanan dan kiri pematang sawah maksimum 2,5 meter, karena keterbatasan pada kemampuan senter yang digunakan; selain itu pada beberapa transek tanaman padi sudah tinggi, sehingga mengurangi jangkauan areal pengamatan. Jangkauan areal pengamatan dapat mencapai 5 meter kanan dan kiri hanya dapat dilakukan di Desa Gintung, karena persawahan baru dibajak, sehingga lebih mudah untuk jangkauan pengamatan lebih dari 2,5 meter. A. Jenis-jenis kodok yang dijumpai di persawahan: 1. Fejervarya cancrivora Kodok Sawah atau F. cancrivora (Gambar 5) adalah jenis kodok ini mendominasi persawahan; sebagian besar individu yang dijumpai berukuran anakan atau juvenile. Gambar 5. Individu pra-dewasa kodok Fejervarya cancrivora yang dijumpai di persawahan Desa Anggadita, Kerawang Timur (Foto: Eko Sulistyadi). 2. Occidozyga lima Kodok O. lima (Gambar 6) pendominasi kedua persawahan; jenis kodok ini kerap bersuara siang dan malam. Gambar 6. Individu betina dewasa Occidozyga lima di persawahan Desa Anggadita, Kerawang Timur (Foto: Eko Sulistyadi). Dari observasi suara yang dikeluarkan, jenis-jenis kodok lain penghuni persawahan adalah: Duttaphrynus melanostictus, Hylarana erythraea dan Polypedates leucomystax. 6

7 B. Hasil transek: Hasil sensus ini mengkategorikan umur kodok F. cancrivora dalam tiga fase, yaitu: (1) fase anakan atau juvenil berukuran 1-2 mm panjang dari moncong ke tulang ekor (SVL); (2) fase remaja SVL berukuran lebih dari 2 sampai 5 mm; (3) fase dewasa SVL lebih dari 5 mm, pada jantan ditandai dengan warna hitam pada bagian ventral kepala. Hasil dari transek adalah sebagai berikut: Lokasi transek di Desa Anggadita: 1-Tanggal survei:16 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: bersinar 2/3 bagian; kondisi cuaca: langit berawan. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,2 ; E ,1. Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Fejervarya cancrivora dewasa Occidozyga lima -Sebagian besar areal persawahan tempat dilakukan sensus berair sedikit sampai kering. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 101 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 1,7 individu/5m 2. -Jumlah individu pra dewasa: 38 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,6 individu/5m 2. -Jumlah individu dewasa: 2 individu; rata-rata kepadatan dewasa: 0,03 individu/5m 2. -Jumlah individu Occidozyga lima: 2 individu; rata-rata kepadatan: 0,03 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa bersuara di luar areal transek sebanyak 3 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 2-Tanggal survei:17 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: bersinar 2/3 bagian; kondisi cuaca: langit cerah dan ada angin. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,6; E ,1. Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa -Sebagian besar areal persawahan tempat dilakukan sensus berair sedikit sampai kering. -Hasil sensus pada malam ini tidak dijumpai individu dewasa. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 73 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 1,2 individu/5m 2. 7

8 -Jumlah individu pra-dewasa: 3 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,05 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar areal transek: 2 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 3-Tanggal survei:18 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: bersinar 2/3 bagian; kondisi cuaca: langit cerah dan tidak ada angin. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,4; E ,6. Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa -Sebagian besar areal persawahan tempat dilakukan sensus berair sedikit sampai kering. -Hasil sensus pada malam ini tidak dijumpai individu dewasa. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 131 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 2,2 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 13 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,2 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar areal transek: 1 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 4-Tanggal survei:19 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: bersinar 2/3 bagian; kondisi cuaca: langit cerah. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,6; E , Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Occidozyga lima Fejervarya cancrivora dewasa -Sebagian besar areal persawahan tempat dilakukan sensus berair sedikit sampai kering. -Hasil sensus pada malam ini terdapat individu dewasa berdasarkan suara di sub-transek 18. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 126 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 2,1 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 6 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,1 individu/5m 2. -Jumlah individu Occydozyga lima: 3 individu; rata-rata kepadatan: 0,05 individu/5m 2. 8

9 -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di dalam areal transek: 1 individu; rata-rata kepadatan: 0,02 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar transek : 4 individu Lokasi transek di Desa Gintung: 5-Tanggal survei:20 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: bersinar hampir purnama; kondisi cuaca: langit cerah. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,2; E ,6. Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Occidozyga lima Fejervarya cancrivora dewasa -Kondisi sawah selesai dibajak, semua sub-transek tergenang air. -Dijumpai beberapa jenis ular dan kadal di areal transek, serta kodok Duttaphrynys melanostictus. -Hasil sensus pada malam ini terdapat individu dewasa berdasarkan suara di sub-transek 24. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 5 meter, karena tidak ada tanaman padi, sehingga jarak pengamatan sampai sekitar 5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 10m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 27 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 0,9 individu/10m 2 =0,45 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 19 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,6 individu/10m 2 =0,31 individu/5m 2. -Jumlah individu Occydozyga lima: 1 individu; rata-rata kepadatan: 0,1 individu/10m 2 =0.05 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di dalam areal transek: 1 individu; rata-rata kepadatan: 0,03 individu/10m 2 =0,02 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar transek : lebih dari 20 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 6-Tanggal survei:21 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: bersinar purnama; kondisi cuaca: langit berawan, sehabis hujan. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,0; E , Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Occidozyga lima Fejervarya cancrivora dewasa -Semua areal persawahan tempat dilakukan sensus berair. 9

10 -Hasil sensus pada malam ini terdapat individu dewasa berdasarkan suara di sub-transek 15. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 138 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 2,3 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 27 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,45 individu/5m 2. -Jumlah individu Occydozyga lima: 9 individu; rata-rata kepadatan: 0,15 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di dalam areal transek: 8 individu; rata-rata kepadatan: 0,13 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar transek : 7 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 7-Tanggal survei: 22 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: bersinar purnama; kondisi cuaca: langit berawan, akan hujan. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,5; E ,8. 25 Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Occidozyga lima Fejervarya cancrivora dewasa -Semua areal persawahan tempat dilakukan sensus berair. -Hasil sensus pada malam ini terdapat individu dewasa berdasarkan suara di sub-transek 12. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 276 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 4,6 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 27 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,45 individu/5m 2. -Jumlah individu Occydozyga lima: 9 individu; rata-rata kepadatan: 0,15 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di dalam areal transek: 1 individu; rata-rata kepadatan: 0,02 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar transek : 5 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 8-Tanggal survei: 24 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: sinar tertutup awan; kondisi cuaca: langit berawan, akan hujan. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,8; E ,6. Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Occidozyga lima Fejervarya cancrivora dewasa -Areal persawahan tempat dilakukan sensus sebagian berair dan sebagian mengering. 10

11 -Hasil sensus pada malam ini terdapat individu dewasa berdasarkan suara di sub-transek 1, 20 dan 25. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 59 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 0,98 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 8 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,13 individu/5m 2. -Jumlah individu Occydozyga lima: 4 individu; rata-rata kepadatan: 0,07 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di dalam areal transek: 5 individu; rata-rata kepadatan: 0,08 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar transek : 2 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 9-Tanggal survei: 25 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: sinar tertutup awan; kondisi cuaca: langit berawan. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,8; E ,6. Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Occidozyga lima Fejervarya cancrivora dewasa -Areal persawahan tempat dilakukan sensus semua berair. -Hasil sensus pada malam ini terdapat individu dewasa berdasarkan suara di sub-transek 7 dan18. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 435 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 7,25 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 42 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,7 individu/5m 2. -Jumlah individu Occydozyga lima: 13 individu; rata-rata kepadatan: 0,22 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di dalam areal transek: 4 individu; rata-rata kepadatan: 0,07 individu/5m 2. -Jumlah individu jantan dewasa yang bersuara di luar transek : 4 individu. Lokasi transek di Desa Anggadita: 10-Tanggal survei: 26 Mei 2016; Suhu air: C; Kondisi bulan: sinar tertutup awan; kondisi cuaca: langit cerah sedikit berawan. Panjang transek: 300 meter. Posisi GPS: S ,4,8; E ,6. Jumlah individu Sub-transek Fejervarya cancrivora Juv Fejervarya cancrivora pra dewasa Occidozyga lima Fejervarya cancrivora dewasa -Areal persawahan tempat dilakukan sensus sebagian besar berair. 11

12 -Hasil sensus pada malam tidak dijumpai individu dewasa berdasarkan pengamatan dan suara. -Jangkauan pengamatan ke areal persawahan dari pematang sawah adalah sekitar 2,5 meter, karena tanaman padi sudah tinggi, sehingga jarak pengamatan terbatas hanya sampai sekitar 2,5 meter kanan dan kiri. Satuan luasan untuk transek ini adalah 5m 2. -Jumlah individu anakan atau juvenil: 216 individu; rata-rata kepadatan juvenil: 3,6 individu/5m 2. -Jumlah individu pra-dewasa: 6 individu; rata-rata kepadatan pra-dewasa: 0,1 individu/5m 2. -Jumlah individu Occydozyga lima: 8 individu; rata-rata kepadatan: 0,13 individu/5m 2. C. Hasil wawancara dengan pemburu kodok Tiga orang pemburu kodok bernama Bapak Wahyudin, Bapak Sanin dan Bapak Ramin dari Desa Bantar Jaya (S ,42 ; E ,66 ), Bekasi Barat diwawancara untuk mengetahui pemanfaatan kodok F. cancrivora pada tingkat pemburu (Gambar 7); pertanyaan yang diajukan kepada ketiga pemburu dapat dilihat pada Lampiran 2. Profesi pemburu kodok untuk Bapak Sanin sebagai profesi utama, sedangkan untuk Bapak Wahyudin dan Bapak Ramin sebagai profesi sampingan. Profesi pemburu kodok adalah profesi tidak ada pilihan lain, karena tidak ada pekerjaan untuk menafkahi keluarga. Musim terbaik untuk berburu kodok adalah musim hujan dan kondisi sawah yang paling baik untuk perolehan kodok yang paling banyak adalah sawah yang sedang dibajak; alasannya pada sawah yang sedang dibajak karena sangat mudah untuk melihat kodok tanpa terhalang oleh tanaman padi. Alat yang digunakan untuk menangkap kodok yang berukuran besar dapat dilihat pada Gambar 8. Bila sawah telah ditanami padi, pemburu mencari kodok dengan mengandalkan suara kodok untuk menuju tempat berburu; oleh sebab itu perolehan jantan dan betina hasil buruan rata-rata perbandingannya 2:1. Hasil buruan pada musim hujan rata-rata adalah 5 kg berat bersih (sudah dalam bentuk daging) permalam sedangkan pada musim kemarau rata-rata 2 kg berat bersih permalam. Daging paha kualitas super (kodok ukuran besar) berat bersihnya untuk 1 kg terdiri dari 10 ekor kodok (hanya daging paha). Untuk daging paha ukuran individu pra-dewasa, 1 kg terdiri dari 30 ekor kodok (hanya daging paha). Daerah jelajah dari seorang pemburu sangat luas, mereka berpindah-pindah tempat; untuk mencari daging paha kodok kualitas super (kodok dewasa) daerah jelajahnya sampai ke daerah persawahan di Bojong Gede, Kabupaten Bogor. Gambar 7. Wawancara dengan Bapak Wahyudin, pemburu kodok dari Desa Bantar Jaya (Foto: Syaripudin). Hasil transek di atas memperlihatkan individu anakan atau juvenile populasinya cukup banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemburu, mereka tidak mengambil individu anakan, karena selain tidak laku dijual, mereka juga berpikir untuk kelanjutan dari populasi kodok F. cancrivora agar tidak punah. 12

13 Jumlah pemburu kodok semakin hari semakin banyak, karena susah untuk mereka mendapatkan pekerjaan di pabrik atau usaha lain. Hasil dari penjualan kodok tidak memadai untuk kehidupan pemburu; harga 1 kg daging paha super (kodok dewasa) hanya Rp. 30,000; sedangkan untuk 1 kg daging paha biasa (kodok pra-dewasa) hanya Rp. 15,000. Harga daging paha kodok stabil, karena bila pemburu minta kenaikan harga, pengepul tidak akan membelinya. Gambar 8. Alat untuk menangkap kodok berukuran besar. Alat ini berfungsi seperti alat tangkap ikan bubu. Kodok yang naik ke atas tidak akan dapat turun kembali (Foto: Syaripudin). Bapak Sanin sebagai pemburu kodok yang sudah berpengalaman selama 3 tahun mengerti fungsi kodok di alam sebagai penjaga keseimbangan ekosistem di sawah, tetapi karena dia tidak ada kerja, maka memilih sebagai pemburu kodok adalah pilihan terakhir. Bapak Sanin berharap persawahan tidak dialihfungsikan sebagai pemukiman, karena akan mengurangi habitat kodok yang berdampak pada menurunnya hasil buruan. D. Proses penjualan hasil buruan kodok Bapak Wahyudin mendapatkan hasil buruan kodok pada malam hari sebelumnya, kemudian pada pagi hari sekitar pukul 6 pagi hasil buruan tersebut diproses. Bagian kepala kodok dipotong, kemudian kulit dilepaskan dari tubuh kodok. Tubuh kodok yang sudah bersih dari kulit kemudian ditaruh pada wadah ember yang berisi air yang siap untuk dijual kepada pengepul (Gambar 9). Bapak Arman yang berprofesi sebagai pengepul daging paha kodok yang sudah berjalan selama sekitar 10 tahun, pagi hari selalu keliling ke kampung-kampung yang terdapat pemburu kodok untuk membeli daging paha kodok yang sudah dibersihkan. Daging paha kodok dikelompokkan berdasarkan besarnya, kemudian ditimbang untuk menentukan harga jual setiap kg (Gambar 10). Gambar 9. Dari kiri ke kanan: wadah penampungan hasil buruan kodok, lalu kodok dipotong dan dibersihkan dari kulitnya, lalu daging kodok yang sudah bersih dimasukkan dalam wadah ember dan siap dijual (Foto: H. Kurniati). 13

14 Gambar 10. Pengelompokan besar dan kecilnya daging paha kodok oleh pengepul, lalu dilakukan penimbangan untuk penentuan harga per kg (Foto: H. Kurniati). KEPADATAN POPULASI KODOK Hasil metode transek ini memperlihatkan populasi individu anakan atau juvenil paling tinggi di sebagian besar areal transek, kemudian diikuti populasi individu pra-dewasa. Populasi individu dewasa paling rendah dan sebagian besar individu yang disensus berdasarkan kepada suara yang mereka keluarkan. Kondisi ketersediaan air pada areal persawahan juga menentukan kondisi populasi individu anakan dan pra-dewasa; persawahan yang baru ditanam dengan ketersediaan air paling banyak didapatkan populasi persatuan luas paling tinggi dibandingkan kondisi persawahan yang ketersediaan air sedikit; tetapi pengecualian untuk persawahan yang selesai dibajak, walaupun ketersediaan air banyak tetapi gangguan dari aktivitas manusia juga tinggi. Kepadatan rata-rata persatuan luas m 2 untuk persawahan berair sedikit sampai kering dengan panjang total transek 1500 meter adalah sebagai berikut: (1) kepadatan anakan atau jevenil adalah 0,33 individu/m 2, (2) kepadatan pra-dewasa adalah 0,04 individu/m 2, (3) kepadatan dewasa adalah 0,005 individu/m 2. Populasi untuk persawahan berair banyak dengan panjang total transek 1200 meter adalah sebagai berikut: (1) kepadatan anakan adalah 0,89 individu/m 2, (2) kepadatan pra-dewasa adalah 0,08 individu/m 2, (3) kepadatan dewasa adalah 0,01 individu/m 2. Kepadatan untuk kondisi persawahan yang selesai dibajak dari survei ini sepanjang 300 meter tidak dapat diperhitungkan, karena waktu dilakukan sensus terjadi gangguan yang dilakukan oleh beberapa pencari kodok, ikan dan ular dengan melakukan aktivitas penangkapan, sehingga mengganggu aktivitas sensus. Kepadatan di persawahan yang berair banyak lebih tinggi dibandingkan pada persawahan berair sedikit sampai kering; kepadatan anakan di persawahan berair 2,7 kali lipat dari kepadatan anakan di persawahan mengering, sedangkan untuk umur pra-dewasa dan dewasa adalah 2 kali lipat. Melihat dari hasil survei ini, maka untuk pemilihan areal untuk survei yang akan dilakukan mendatang, persawahan yang berair banyak adalah areal yang tepat untuk mendapatkan kepadatan optimum. Bila melihat hasil perhitungan kepadatan dari hasil pemanenan daging paha kodok F. cancrivora di Kabupaten Kerawang (Kerawang Barat dan Kerawang Timur) dengan luas persawahan yang tersedia, maka rata-rata kepadatan individu F. cancrivora untuk satuan luas meter 2 adalah 0,004 individu/m 2. Angka ini tidak jauh berbeda dengan kepadatan individu dewasa di persawahan dalam kondisi berair sedikit sampai kering, yaitu 0,005 individu/m 2. 14

15 Struktur populasi dari tiga kelompok umur (anakan, pra-dewasa dan dewasa) di persawahan yang mengering sedikir berbeda dengan persawahan yang berair banyak; pada persawahan yang mengering populasi pra-dewasa 12% dari populasi anakan, dan populasi dewasa 12% dari populasi pra-dewasa; sedangkan pada persawahan yang berair banyak populasi pra-dewasa 9% dari populasi anakan, dan populasi dewasa 12% dari populasi pra-dewasa. PUSTAKA Inger, RF. & TF. Lian The natural history of amphibians and reptiles in Sabah. Natural History Publications (Borneo). Kota Kinabalu. Iskandar, DT Amfibia Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor. Kurniati, H., W. Crampton, A. Goodwin, A. Locket & A. Sinkins Herpetofauna diversity of Ujung kulon National Park: An inventory results in Journal of Biological Researches 6 (2): Kurniati, H Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park, West Java, Indonesia. Research Center for Biology-LIPI. Cibinong. Kusrini, MD Panduan bergambar identifikasi amfibi Jawa Barat. Fakultas Kehutanan IPB & Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati. Bogor. Liem, DSS The frogs and toads of Tjibodas National Park Mt. Gede, Java, Indonesia. The Philippine Journal of Science 100 (2): Saputra, D., TR. Setyawati & AH. Yanti Karakteristik Populasi Katak Sawah (Fejervarya cancrivora) Di Persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat. Jurnal Protobiont 3 (2):

16 Lampiran 1. Lembar data transek di persawahan daerah Kerawang Timur, Jawa Barat. 16

17 Lampiran 2. Lembar kuesener survei kodok di Kabupaten Kerawang Timur, Jawa Barat. Tanggal :... Nama responden Jenis kelamin Umur Lokasi/tempat Posisi GPS Jenis buruan 1 Sudah menjadi pemburu sejak kapan?... 2 Pemburu jenis ini tujuan utama atau sambilan? Profesi utama Sambilan Alasan lain:... 3 Sambilan kerja lain selain berburu jenis ini?... 4 Waktu berburu jenis ini musim apa? Musim hujan Musim Kemarau Musim peralihan 5 Ada pengaruh musim hujan, kemarau dan peralihan terhadap jumlah buruan? Ada Tidak ada 6 Jumlah tangkapan setiap waktu berburu? A. Musim hujan: -Banyak, kisaran jumlah... -Cukup, kisaran jumlah... -Sedikit, kisaran jumlah... C. Musim peralihan: -Banyak, kisaran jumlah... -Cukup, kisaran jumlah... -Sedikit, kisaran jumlah... B. Musim kemarau: -Banyak, kisaran jumlah... -Cukup, kisaran jumlah... -Sedikit, kisaran jumlah... 17

18 7 Kisaran ukuran tubuh jenis buruan berapa?...(dalam cm) 8 Apakan tahu jenis kelamin hasil buruan? Tahu Tidak tahu 9 Jenis kelamin apa yang sering didapat dari hasil buruan? -Jantan, persentase... -Betina, persentase Ada pengaruh tempat hidup dengan jumlah jenis kelamin jantan? Ada Tidak ada -Bila ada di mana Kisaran panjang tubuh untuk jenis kelamin jantan?...(dalam cm) 12 Ada pengaruh tempat hidup dengan jumlah jenis kelamin betina? Ada Tidak ada -Bila ada di mana Kisaran panjang tubuh untuk jenis kelamin betina?...(dalam cm) 14 Apakan tahu jenis kelamin untuk ukuran anakan? Tahu Tidak tahu -Bila tahu, jenis kelamin (jantan/betina)...sering didapat. 15 Kisaran ukuran tubuh yang paling laku dijual berapa?...(dalam cm) 16 Tempat berburu tetap atau berpindah-pindah? Tetap Berpindah-pindah 17 Alasan berpindah tempat?... 18

19 18 Ada berapa jumlah pemburu dalam satu tempat tertentu? Bulan-bulan apa saja hasil buruan paling mudah di dapat? Bulan-bulan apa saja hasil buruan paling susah didapat? Bagaimana perbandingan jumlah hasil buruan sepuluh tahun yang lalu dibanding saat ini? Naik Tetap Turun 22 Bagaimana perbandingan jumlah hasil buruan lima tahun yang lalu dibandingkan saat ini? Naik Tetap Turun 23 Hasil buruan langsung dijual ke pengumpul pertama atau disimpan terlebih dahulu? -Langsung dijual, alasan... -Disimpan, alasan Hasil buruan dijual hidup atau mati? Hidup Mati -Bila dijual keduanya (hidup dan mati): Persentase hidup... Persentase mati/kulit Jumlah berapa hasil buruan akan dijual ke pengumpul pertama? Tempat penjualan di pengumpul pertama kira-kira jarak berapa dari rumah?...(dalam km) 27 Nama lokasi tempat penjualan hasil buruan di pengumpul pertama? Apakah jumlah pemburu bertambah terus dari tahun ke tahun atau berkurang? Naik Tetap Turun 19

20 29 Alasan mengapa jumlah pemburu bertambah terus dari tahun ke tahun? Alasan mengapa jumlah pemburu berkurang dari tahun ke tahun? Bagaimana harga satu individu hasil buruan hidup? Bagaimana harga satu individu hasil buruan mati? Apakah harga stabil/tetap dari tahun ke tahun? Mengapa harga stabil dari tahun ke tahun? Mengapa harga tidak stabil dari tahun ke tahun? Apakah penghasilan dari berburu jenis ini memadai? Mamadai Tidak memadai 37 Bagaimana pendapat anda jumlah buruan untuk 5 tahun ke depan? Bagaimana pendapat anda jumlah buruan untuk 10 tahun ke depan? Apakah anda tahu fungsi jenis ini di alam? Tahu Tidak tahu -Bila tahu, jelaskan Bagaiman pendapat anda bila sudah tidak ada jenis ini di alam?... 20

21 41 Apakah harapan anda terhadap kelangsunagn hidup jenis ini di alam? CATATAN : 21

Hellen Kurniati*& Eko Sulistyadi

Hellen Kurniati*& Eko Sulistyadi Jurnal Biologi Indonesia 13(1): 71-83 (2017) Kepadatan Populasi Kodok Fejervarya cancrivora di Persawahan Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Population density of Fejervarya cancrivora on Paddy Field in Karawang

Lebih terperinci

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK Oleh: Hellen Kurniati Editor: Gono Semiadi LIPI PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI BIDANG ZOOLOGI-LABORATORIUM HERPETOLOGI Cibinong, 2016

Lebih terperinci

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o.

Fauna Indonesia. Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor MZI ISSN Volume 8, No. 1 Juni Museum Zoologicum Bogoriense. o o. ISSN 0216-9169 Fauna Indonesia Volume 8, No. 1 Juni 2008 Museum Zoologicum Bogoriense M a s y a r a k a t Z o o l o g MZI i I n d o n e s i a Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor Fauna Indonesia Fauna

Lebih terperinci

Pengaruh Dinamika Faktor Lingkungan Terhadap Sebaran Horisontal dan Vertikal Katak

Pengaruh Dinamika Faktor Lingkungan Terhadap Sebaran Horisontal dan Vertikal Katak Jurnal Biologi Indonesia 7(2): 331-340 (2011) Pengaruh Dinamika Faktor Lingkungan Terhadap Sebaran Horisontal dan Vertikal Katak Hellen Kurniati Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI, Gedung Widyasatwaloka-LIPI,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan

Lebih terperinci

MIKROHABITAT KODOK Hylarana chalconota PADA SUNGAI BERARUS DERAS DI LAHAN TERDEGRADASI KAKI GUNUNG SALAK

MIKROHABITAT KODOK Hylarana chalconota PADA SUNGAI BERARUS DERAS DI LAHAN TERDEGRADASI KAKI GUNUNG SALAK MIKROHABITAT KODOK Hylarana chalconota PADA SUNGAI BERARUS DERAS DI LAHAN TERDEGRADASI KAKI GUNUNG SALAK MICROHABITATS OF Hylarana chalconota ALONG FAST FLOWING WATER STREAMS IN DEGRADED LAND IN GUNUNG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: (http://www.google.com/earth/) Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat sumber: (http://www.google.com/earth/) Lampiran 2. Data spesies dan jumlah Amfibi yang Ditemukan Pada Lokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

MIKROHABITAT KODOK Hylarana chalconota PADA SUNGAI BERA- RUS DERAS DI LAHAN TERDEGRADASI KAKI GUNUNG SALAK

MIKROHABITAT KODOK Hylarana chalconota PADA SUNGAI BERA- RUS DERAS DI LAHAN TERDEGRADASI KAKI GUNUNG SALAK MIKROHABITAT KODOK Hylarana chalconota PADA SUNGAI BERA- RUS DERAS DI LAHAN TERDEGRADASI KAKI GUNUNG SALAK MIROHABITATS OF Hylarana chalconota ALONG FAST FLOWING WATER STREAMS IN DEGRADED LAND IN GUNUNG

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, 19 III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014, di areal pertambakan intensif PT. CPB Provinsi Lampung dan PT. WM Provinsi

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN BROP DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Labuan, Pebruari 2010

LAPORAN KEMAJUAN BROP DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Labuan, Pebruari 2010 LAPORAN KEMAJUAN BROP DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Labuan, Pebruari 2010 A. Latar Belakang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang terletak di Semenanjung kepala burung di ujung Barat Pulau Jawa (Provinsi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Rana cancrivora Gravenhorst) YANG DITEMUKAN DI BUNGO PASANG KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN

KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Rana cancrivora Gravenhorst) YANG DITEMUKAN DI BUNGO PASANG KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Rana cancrivora Gravenhorst) YANG DITEMUKAN DI BUNGO PASANG KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL YULIA AFRITA YENI NIM. 09010159 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Katak pohon Jawa (Rhacophorus margaritifer Schlegel, 1837) yang memiliki sinonim Rhacophorus barbouri Ahl, 1927 dan Rhacophorus javanus Boettger 1893) merupakan famili

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU Kelas C Oleh : Ayu Sulistya Kusumaningtyas 115040201111013 Dwi Ratnasari 115040207111011 Fefri Nurlaili Agustin 115040201111105 Fitri Wahyuni 115040213111050

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT* Oleh: Noar Muda Satyawan HMPS Biologi FKIP Unram, Jl. Majapahit 62 Mataram, Email : noarmudasatyawan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitiana Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai April 2012, pengamatan dan pengambilan data dilakukan pada malam hari

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi FMIPA-UR 2 Bidang Zoologi Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

Mengenal Tikus Sawah

Mengenal Tikus Sawah AgroinovasI Mengenal Tikus Sawah Tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss) merupakan hama utama tanaman padi dari golongan mammalia (binatang menyusui), yang mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2008 di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian pendahuluan ini untuk

Lebih terperinci

Karakteristik Populasi Katak Sawah (Fejervarya cancrivora) Di Persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat

Karakteristik Populasi Katak Sawah (Fejervarya cancrivora) Di Persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat Karakteristik Populasi Katak Sawah (Fejervarya cancrivora) Di Persawahan Sungai Raya Kalimantan Barat Deki saputra 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

H. Sudarsono: Hama belalang kembara (Locusta migratoria manilensis) di Provinsi Lampung 53

H. Sudarsono: Hama belalang kembara (Locusta migratoria manilensis) di Provinsi Lampung 53 H. Sudarsono: Hama belalang kembara (Locusta migratoria manilensis) di Provinsi Lampung 53 Tabel 1. Ciri morfologis tiga fase transformasi dari populasi belalang kembara Afrika (Locusta migratoria migratoriodes)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

DAMPAK DEFORESTASI PADA LAJU PENURUNAN KERAGAMAN JENIS KODOK DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALlMUN

DAMPAK DEFORESTASI PADA LAJU PENURUNAN KERAGAMAN JENIS KODOK DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALlMUN DAMPAK DEFORESTASI PADA LAJU PENURUNAN KERAGAMAN JENIS KODOK DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALlMUN Hellen Kurniati Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LlPI Jalan Raya Jakarta Bogor Km 46, Cibinong 16911, Jawa Barat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil 27 4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Lokasi penelitian, khususnya ekosistem mangrove masuk dalam wilayah pengelolaan Resort Polisi Hutan (RPH) Tegal-Tangkil, BKPH Ciasem- Pamanukan.

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi dan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

Potret Usaha Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Menurut Subsektor (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) ISBN : 978-602-70458-4-2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN THE SPECIES OF AMPHIBIA THAT WAS FOUND IN SOCIETY GAMBIR GARDEN OF

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Negeri Sakti merupakan salah satu desa di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Negeri Sakti merupakan salah satu desa di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten 45 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Negeri Sakti Desa Negeri Sakti merupakan salah satu desa di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran yang memiliki luas wilayah 400 Ha. Desa tersebut

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar SNI : 01-6133 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Negeri Baru yang merupakan salah satu desa berpotensial dalam bidang perkebunan, khususnya pada sektor tanaman karet. Penduduk di Desa Negeri

Lebih terperinci

Keragaman Jenis dan Genetik Amfibia di Ekosistem Buatan Ecology Park Kampus LIPI Cibinong

Keragaman Jenis dan Genetik Amfibia di Ekosistem Buatan Ecology Park Kampus LIPI Cibinong LAPORAN AKHIR Keragaman Jenis dan Genetik Amfibia di Ekosistem Buatan Ecology Park Kampus LIPI Cibinong Oleh : Dra. Hellen Kurniati Dr. Dwi Astuti DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah telah dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci