PENGGUNAAN TEPUNG IKAN RINUAK FERMENTASI UNTUK PAKAN ALTERNATIF LARVA LELE DUMBO (Clarias gariepinus BURCHELL)

Transkripsi

1 PENGGUNAAN TEPUNG IKAN RINUAK FERMENTASI UNTUK PAKAN ALTERNATIF LARVA LELE DUMBO (Clarias gariepinus BURCHELL) Desmi Erlinda, Mas Eriza, Usman Bulanin Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang desmi_erlinda@yahoo.com ABSTRACT This study aims to determine the effect of fermentation rinuak fish as an alternative feed for larval survival and growth of African catfish. African catfish larvae aged 4 days maintained for 21 days. with stocking density 20 fish / liter and 5 larvae fed with 3 replications treatment, ie treatment A, silk worms ( 100 % ), Treatment B, silk worms ( 75 % ) + rinuak fermented fish meal ( 25 % ), treatment C, silk worms ( 50 % ) + rinuak fermented fish meal ( 50 % ) of Treatment D, silk worms ( 25 % ) + rinuak fermented fish meal ( 75 % ) of Treatment E, rinuak fermented fish meal ( 100 % ). Every day observed on mortality and measured every 7 days long growth. Based on the analysis of variance on the survival of larvae showed that the value of the hit F < F tab, which means survival between treatments provide results that are not significantly different ( non significant ). Results of analysis of variance showed that the value of the hit F > F tab, as the results of Pricing Duncan Test ( DMRT ) that the absolute length growth between treatment A - B, Treatment A - C and treatment A - D, did not show significant differences. However, treatment A - E provide significantly different results Keywords : African catfish, silk worms, fish flour rinuak fermentation, larvae I. PENDAHULUAN Peningkatan konsumsi terhadap ikan lele dumbo membuat potensi pasar dari berbagai segmen usaha terangkat. Salah satunya adalah usaha pembenihan ikan. Untuk membenihkan lele dumbo tidak membutuhkan teknologi yang rumit dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan di lokasi yang serba kekurangan airpun dapat dikembangkan. Bukan itu saja, produksi benih yang relatif singkat dan dapat mendatangkan keuntungan memuaskan menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja yang ingin meningkatkan ekonomi rumah tangganya. Keinginan tersebut tidak hanya datang dari masyarakat perkotaan, tetapi juga datang dari masyarakat pedesaan. Pengembangan lele dumbo untuk daerah perkotaan meskipun di lahan sempit yang dikelola secara intensif tidak terlalu banyak mendapatkan kendala teknis. Namun, daerah pedesaan sering terkendala oleh kurangnya pasokan pakan alami untuk larva lele dumbo tersebut. Kendala utama adalah sulit mendatangkan cacing dari Padang karena jarak terlalu jauh yang menyebabkan cacing mudah mati dalam perjalanan. Oleh karena itu, ada inisiatif untuk menggunakan ikan rinuak (Psilopsis sp) untuk dijadikan sebagai bahan baku untuk pakan larva lele dumbo 1

2 sebagai pakan cadangan bila cacing sutera tidak tersedia. Hasil penelitian Sihombing (2013), Adonan ikan rinuak kukus memiliki kandungan protein 16,3% yang dapat memberikan pertumbuhan mutlak larva lele dumbo 9,1 mm dan kelangsungan hidup 99,4% selama 12 hari. Oleh karena itu, untuk menindaklanjuti penelitian terdahulu, dimana kandungan protein ikan rinuak kukus masih 16,3%, diperlukan penelitian lanjutan dengan maksud agar kandungan protein ikan rinuak tersebut dapat ditingkatkan. Salah satunya adalah dengan cara melakukan fermentasi. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melaksanakan penelitian dengan judul: Penggunaan Ikan Rinuak Fermentasi Untuk Pakan Alternatif Larva Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell) II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama 21 hari yaitu dari Tanggal 31 Desember 2013 s.d. 20 Januari 2014 di Unit Pengembangan Budidaya Ikan Sinar Bawal Farm Dusun III Jorong Ujung Padang Nagari Kampung Tangah Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva lele dumbo umur 4 hari dengan padat tebar 20 ekor/liter. Sebagai pakan kontrol dalam penelitian ini adalah cacing sutera, sedangkan jenis pakan yang diuji adalah ikan rinuak fermentasi. Sumber air dalam penelitian ini adalah air sumur. Bahan lainnya adalah bakteri Lactobacilus plantaru yang diperoleh dari laboratorium, serta akuades untuk pengenceran. Rancangan Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Penempatan perlakuan dilakukan secara acak. Sebagai perlakuan pakan uji adalah : Perlakuan A : Cacing sutera hidup (100%). Perlakuan B: Cacing sutera hidup (75%) + Ikan rinuak fermentasi (25%). Perlakuan C: Cacing sutera hidup (50%) + Ikan rinuak fermentasi (50%). Perlakuan D: Cacing sutera hidup (25%) + Ikan rinuak fermentasi (75%) dan Perlakuan E: Ikan rinuak fermentasi (100%) Perlakuan. Persiapan pakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menyiapkan ikan rinuak fermentasi melalui 2 tahap, antara lain: 1. Pembuatan Tepung Ikan Rinuak 2. Fermentasi Tepung Ikan Rinuak Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan dengan tahap mengitung jumlah dan mengukur panjang total larva dimana jumlah awal tebar sebanyak 400 ekor/aquarium selantnya diteber merata ke permukaan air. Pemberian pakan sebanyak 5 kali sehari dengan dosis adlibitum. 2

3 Peubah yang diamati adalah kelangsungan hidup dan pertumbuhan panjang mutlak larva lele. Data tentang tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva lele dumbo dianalisis dengan Analisa Varian (Anava) dan Uji duncan (DMRT) atau Uji F. Setelah data dianalisis maka diperoleh nilai F Hitung dan kemudian dibandingkan dengan F Tabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan 99%. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup larva lele dumbo selama penelitian antara 95,91% - 96,91%. Rata-rata persentase kelangsungan hidup larva lele dumbo sebagaimana pada tabel 1. Berdasarkan tabel di atas menunjukan bawhwa tidak ada beda antara masingmassing perlakukan. Hasil analisa sidik ragam pada akhir penelitian menunjukkan bahwa nilai F hit < F tab, yang berarti kelangsungan hidup antar perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada penelitian ini kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada perlakuan D (96,91%), sedangkan kelangsungan hidup terendah yaitu pada perlakuan E yaitu 95,91%. Pemberian pakan ikan rinuak fermentasi pada setiap perlakuan mulai dari 25%, 50%, 75% hingga 100% tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih. Hal ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan untuk pakan sudah merupakan Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Larva Lele Dumbo (%) Ulangan Perlakuan A B C D E 1 96,75 99,00 96,50 96,00 96, ,75 96,00 97,25 97,25 95, ,25 94,00 95,50 97,50 95,75 Jumlah 289,75 289,00 289,25 290,75 287,75 Rata-rata 96,58 a 96,33 a 96,41 a 96,91 a 95,91 a Keterangan : Super script dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan ikan rinuak kering yang tidak mempengaruhi penurunan kualitas air, sehingga kandungan amoniak masih pada batas wajar. Lain halnya apabila menggunakan ikan rinuak basah yang dapat menyebabkan terjadinya pembusukan sehingga kualitas air media menjadi menurun. Terjadinya kematian pada masingmasing perlakuan diduga disebabkan oleh faktor persaingan makanan, kekenyangan, atau penyakit. Dikatakan karena persaingan 3

4 makanan, karena dari ikan yang mati ditemukan kondisi umumnya perut kosong, sedangkan kekenyangan ditemukan pada ikan yang terlalu banyak memakan cacing. Kondisi lainnya adalah ikan terlihat kurang nafsu makan dan sering berada dipermukaan air. Kondisi seperti ini ditemukan pada seluruh perlakuan dan ulangannya. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini semuanya memberikan kelangsungan hidup yang tinggi karena didukung oleh kegiatan penyifonan air setiap pagi untuk membuang sisa pakan dan metabolisme sebelum makanan yang baru diberikan. Pengurasan air yang lama dengan mengganti air baru dapat menjaga kualitas air. Hal ini sesuai dengan pendapat Zonneveld, et.al.,(1991), bahwa kualitas air yang baik akan mempengaruhi kelangsungan hidup ikan serta pertumbuhan ikan. Pendapat lainnya, Arie (2000), kualitas air menjadikan ikan hidup dengan baik dan tumbuh dengan cepat. Bila kualitas airnya kurang baik dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu makan menurun dan mudah terserang penyakit. Pada minggu ketiga sebelum dilakukan pergantian air baru, rata-rata kondisi permukaan air pada perlakuan E setiap harinya lebih banyak terdapat buihbuih / busa seperti busa sabun yang diakibatkan oleh terjadinya pengeluaran lendir dari tubuh benih lele. Keluarnya lendir tersebut disebabkan oleh faktor strees yang dialami benih lele karena proses penurunan kualitas air dari sisa pakan yang diberikan. Jumlah busa yang terdapat pada permukaan air semakin menurun mulai dari perlakuan E, D, C dan B. Sedangkan pada akuarium perlakuan A tidak ditemukan busa dipermukaan air. Pemeliharaan larva dengan menggunakan pakan alternatif seperti pada pakan uji yang digunakan pada perlakuan B, C, D dan E menuntut dilakukannya pembersihan akuarium dari lumut dengan cara manual langsung dengan telapak tangan lalu melakukan pergantian air setiap pagi untuk menjaga mutu air dan kelangsungan hidup larva. Penggantian air tersebut membutuhkan kelengkapan fasilitas penunjang seperti pompa air untuk mengisi air ke dalam akuarium. Respon terhadap pakan yang diberikan juga mempengaruhi kelangsungan hidup larva lele. Dari seluruh pakan ikan rinuak fermentasi yang diberikan, umumnya terjadi penurunan selera makan pada minggu pertama kemudian semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya umur larva. Namun pada awal pemberian makan, umur 4 sampai 5 hari ikan rinuak fermentasi tersebut kurang disukai larva sehingga pertumbuhannya menjadi lambat dan namun 4

5 tidak memberikan angka kematian yang drastis. Konsumsi pakan uji tersebut juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ukuran pakan uji yang disiapkan yaitu dengan cara memblendernya hingga halus, tekstur daging ikan rinuak yang tidak berserat, kehalusan tekstur tepung pellet dan susu formula, sedangkan faktor internalnya antara lain ukuran bukaan mulut larva lele dan pergerakannya yang aktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Torrans (1983 ) dalam Effendi, 2002) Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak larva lele diperoleh dari hasil pengurangan panjang total akhir dengan panjang total awal larva yang digunakan dalam penelitian. Data pertumbuhan panjang mutlak larva lele selama penelitian disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Pertumbahan Panjang Mutlak Larva Lele Dumbo (mm) Ulangan Perlakuan A B C D E 1 24,8 22,2 21,7 20,2 10,5 2 27,2 23,3 20,7 21,1 11,7 3 25,1 24,2 21,8 20,4 12,2 Jumlah 77,1 69,7 64,2 61,7 34,4 Rata-rata 25,7 a 23,2 a 21,4 ab 20,6 ab 11,5 b Keterangan: - Superscript yang berbeda menyatakan ada perbedaan yang nyata antar perlakuan - Superscript yang sama menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa nilai F hit > F tabel, maka hipotesis awal (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Hi) diterima, berdasarkan hasil Uji Lanjut Duncan (DMRT) bahwa pertumbuhan panjang mutlak antara perlakuan A dengan perlakuan B, Perlakuan A dengan Perlakuan C serta perlakuan A dengan perlakuan D, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun perlakuan A dengan perlakuan E memberikan hasil berbeda sangat nyata. Semakin sedikit persentase cacing sutera pada masing-masing perlakuan, maka perbedaannyapun semakin menurun terhadap perlakuan E. Pertumbuhan panjang mutlak ikan lele dumbo pada akhir penelitian lebih tinggi pada perlakuan A yaitu 5

6 Panjang Total (mm) rata-rata 25,7 mm. Seterusnya adalah perlakuan B rata-rata 23,2 mm, perlakuan C rata-rata 21,4 mm, perlakuan D rata-rata 20,6 mm dan pertumbuhan panjang mutlak terendah pada perlakuan E rata-rata 11,5 mm. Terjadinya perbedaan yang nyata antara perlakuan kontrol dengan pakan uji terhadap pertumbuhan panjang mutlak larva karena perlakuan A yang menggunakan pakan cacing sutera hidup adalah pakan alami hidup dan dapat dikaitkan dengan hasil penelitian Madinawati, dkk (2011), dimana nilai konversi pakan cacing sutera mencapai 0,8, sedangkan pakan uji merupakan pakan buatan. Berdasarkan penelitian Sihombing (2013), pakan ikan rinuak kukus dengan nilai gizi protein 16,30%, lemak 4,85%, memberikan pertumbuhan harian sebesar 0,77 mm/hari. Sedangkan ikan rinuak fermentasi hanya memberikan pertumbuhan harian sebesar 0,54 mm/hari Hari ke Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D Perlakuan E Gambar 3. Grafik rata-rata laju pertumbuhan panjang total larva lele dumbo untuk setiap pengambilan sampel Sebagaimana pada perlakuan B, C dan D, dimana campuran persentase cacing sutera semakin menurun dan persentase ikan rinuak fermentase semakin meningkat, 6

7 berpengaruh pada pertumbuhan panjang yang semakin lambat. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sihombing (2013), penggunaan ikan rinuak kukus maupun yang dikombinasikan dengan susu bubuk dan tepung pellet komersil, memiliki aroma khas yang menarik perhatian dan selera makan larva lele dumbo, dengan catatan dosis yang diberikan tidak sampai bersisa pada waktu pemberian pakan berikutnya. Respon yang dapat diamati adalah pakan yang baru diberikan langsung dikerumuni larva. Beda halnya dengan ikan rinuak fermentasi khususnya pada aroma kurang menarik selera larva lele, karena dari pengamatan terhadap respon pada pakan cenderung tidak agresif. Pemberian pakan sesuai dengan perlakuan memiliki respon berbeda antara cacing sutera dengan ikan rinuak fermentasi. Pada kombinasi pakan yang diberikan pada perlakuan B, C dan D, persentase kombinasi campuran pakan antara cacing sutera dengan ikan rinuak fermentasi masing-masing 75:25, 50:50 dan 25:75, menimbulkan terjadinya variasi ukuran benih lele pada masing-masing akuarium. Kebiasaan makan ikan lele dumbo juga berbeda, yaitu mendahulukan memakan cacing sutera hingga habis baru memakan ikan rinuak fermentasi. Terkait dengan pakan uji ikan rinuak fermentasi, dimungkinkan kandungan nutrisi protein yang ada tidak tercerna oleh saluran pencernaan larva lele. Hal ini dapat dipedomani sebagaimana pendapat Stroband & Dabrowski (1979), yang menyatakan bahwa pada kondisi saluran pencernaan yang masih sangat sederhana, produksi enzim-enzim pencernaanpun sangat rendah. Rendahnya aktifitas enzim dan ketiadaan salah satu atau beberapa enzim pencernaan akan sangat mempengaruhi kemampuan cerna larva. Selain itu, aktivitas enzim merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ikan secara umum. Aktivitas enzim pencernaan sendiri secara umum bervariasi menurut umur dan faktor fisiologis ikan (Fachrurrozi, 2000). Perubahan atau variasi aktivitas enzim berhubungan dengan tingkat perkembangan sistem pencernaan dan perbedaan kebutuhan nutrien dalam setiap stadia kehidupan larva (Effendi, 2006). IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan antara lain: 1. Rata-rata kelangsungan hidup larva lele dumbo tertinggi pada perlakukan D (96,91%), selanjutnya perlakuan A (6,58%), Perlakuan C (96,41) dan perlakuan B (96,33%) dan terendah pada perlakuan E (95,91%). 2. Rata rata pertumbuhan panjang mutlak larva lele dumbo tertinggi 7

8 pada perlakuan A (25,7 mm), selanjutnya perlakuan B (23,2mm), perlakuan C (21,4 mm), perlakuan D (20,6 mm) dan terendah pada perlakuan E (11,5 mm). 3. Penggunaan tepung ikan rinuak fermentasi masih bisa ditolerir dalam kadar 25%). Adapun saran yang dapat disampaikan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah Pemberian pakan pada perlakuan B dapat direkomendasikan sebagai pakan alternatif. DAFTAR PUSTAKA Arie, Usni,2000. Budidaya Ikan Bawal Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Media Litbang Sulteng IV (2) : 83 87, Desember 2011 Sihombing, T, Pakan Alternatif Untuk Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell) Stroband, H.W.J. & K.R. Dabrowski Morphological and physiological aspect of digestive system and feeding in fresh-water fish larvae, p: In M. fontaine (Ed.). Nutrition Des Poissons. Centre National De La Recherche Scientifique, Paris. Zonneveld, N., E.A Huisman and J.H. Boon Prinsip-prinsip budidaya ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 318 p. Effendi, Irzal & K. Sumawidjaja, Pemberian Pakan Bagi Larva Ikan Betutu, (Oxyeleotris marmorata Blkr), pada Dua Minggu di Awal Hidupnya. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1(3): Effendi, Irzal, D.Augustine dan Widanarni, Perkembangan Enzim Pencernaan Larva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(1): Fachrurrozi, Pengaruh Perendaman Larva Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Umur 7 Hari dalam Larutan 17 Methylestoseron Pada Suhu Berbeda Terhadap Rasio Kelamin, Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Madinawati, dkk, Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap 8