BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Puisi Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut. (1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara baik, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya. (2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.

2 (3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur. (4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur). (5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam. Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

3 2.1.1Unsur-unsur Puisi Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi. (1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima. (2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang. (3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema. (4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi. (5) Meyer (Badrun, 1989:6) menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk.

4 Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards (dalam Waluyo, 2007:95) dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Berdasarkan pendapat Richards (dalamroekhandan Siswanto, 1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut Struktur Fisik Puisi Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut. (1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. (2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan

5 semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik) (3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. (4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll. (5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.

6 (6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutardji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi Struktur Batin Puisi Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut. (1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. (2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih katakata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada

7 wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. (3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll. (4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya. 2.2 Syair Sebagai Struktur, Sistem Tanda, dan Jalinan Teks yang Fungsional Syair adalah salah satu jenis puisi lama. Ia berasal dari Persia (sekarang Iran) dan telah dibawa masuk ke Nusantara bersama-sama dengan kedatangan Islam. Kata syair berasal dari bahasa Arab syu ur yang berarti perasaan. Kata syu ur berkembang menjadi kata syi ru yang berarti puisi dalam pengertian umum. Syair dalam kesusastraan Melayu merujuk pada pengertian puisi secara umum. Akan tetapi, dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair di negeri Arab. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair khas Melayu adalah Hamzah

8 Fansuri dengan karyanya, antara lain: Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Menurut isinya, syair dapat dibagi menjadi lima golongan, sebagai berikut. 1. Syair Panji Syair panji menceritakan tentang keadaan yang terjadi dalam istana dan keadaan orang-orang yang berada atau berasal dari dalam istana. Contoh syair panji adalah Syair Ken Tambuhan yang menceritakan tentang seorang putri bernama Ken Tambuhan yang dijadikan persembahan kepada Sang Ratu Kauripan. 2. Syair Romantis Syair romantis berisi tentang percintaan yang biasanya terdapat pada cerita pelipur lara, hikayat, maupun cerita rakyat. Contoh syair romantis yakni Syair Bidasari yang menceritakan tentang seorang putri raja yang telah dibuang ibunya. Setelah beberapa lama ia dicari Putra Bangsawan (saudaranya) untuk bertemu dengan ibunya. Pertemuan pun terjadi dan akhirnya Bidasari memaafkan ibunya, yang telah membuang dirinya. 3. Syair Kiasan Syair kiasan berisi tentang percintaan ikan, burung, bunga atau buah-buahan. Percintaan tersebut merupakan kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Contoh syair kiasan adalah Syair Burung Pungguk yang isinya menceritakan tentang percintaan yang gagal akibat perbedaan pangkat, atau seperti perumpamaan seperti pungguk merindukan bulan. 4. Syair Sejarah

9 Syair sejarah adalah syair yang berdasarkan peristiwa sejarah. Sebagian besar syair sejarah berisi tentang peperangan. Contoh syair sejarah adalah Syair Perang Mengkasar (dahulu bernama Syair Sipelman), berisi tentang perang antara orang-orang Makassar dengan Belanda. Syair berbahasa Arab yang tercatat paling tua di Nusantara adalah catatan di batu nisan Sultan Malik al Saleh di Aceh, bertarikh 1297 M. 5. Syair Agama Syair agama merupakan syair terpenting. Syair agama dibagi menjadi empat yaitu: (a) syair sufi, (b) syair tentang ajaran Islam, (c) syair riwayat cerita nabi, dan (d) syair nasihat. Perlu diketahui, setiap syair pasti mengandung pesan tertentu. Pesan tersebut dapat kita simpulkan setelah memahami isi sebuah syair. Dalam perkembangan sastra dewasa ini, istilah syair dipersamakan dengan gurindam. Kedua istilah itu dapat dipadankan dengan istilah puisi sebagaimana yang terdapat dalam konvensi sastra pada umumnya. Meskipun demikian, kasidah memiliki karakteristik tersendiri yang menjadi identitasnya. Di antara karakteristik tersebut ialah bahwa syair merupakan struktur yang terdiri atas unsur-unsur pembentuknya, sebagai sistem tanda yang menunjukkan makna tertentu dari sebuah kasidah, karya yang memiliki keterkaitan dengan teks lain yang dijadikan pijakan, referensi, atau penguat, dan sebagai karya yang memiliki fungsi tertentu bagi para pembaca atau penikmatnya. Untuk memahami karakteristik tersebut dalam rangka memahami Syair Dendang Siti Fatimah, berikut ini akan dibahas masalah syair sebagai struktur, sistem tanda, dan jalinan teks yang fungsional.

10 2.2.1 Struktur Fisik Syair Yang dimaksud dengan struktur fisik syair ialah unsur-unsur yang membentuk sebuah syair. Unsur tersebut dapat dirasakan melalui indra. Istilah struktur fisik ini sama dengan istilah metode puisi sebagaimana yang dikatakan oleh Tarigan (1984: 9). Pendapat ini sejalan dengan pendekatan struktural yang dikemukakan Culler (1983: 259). Dia memandang karya sastra sebagai unsur-unsur yang tidak otonom, tetapi bersistem dan koheren. Unsur tersebut beroleh makna dari sistem hubungan tadi. Selanjutnya Tarigan menjelaskan bahwa unsur struktur fisik puisi itu terdiri atas diksi, imaji, kata konkret, majas, ritme, dan irama. Unsur-unsur tersebut pun terkandung dalam sebuah Syair. Jika ditinjau dari segi jumlah baitnya, syair terdiri atas beberapa jenis. Menurut Al-Kina', dalam buku Majmu' Muhimmatil Mutun, syair yang terdiri atas satu bait disebut mufrad", yang terdiri atas 2 bait disebut "nutfah" yang terdiri dari 3 hingga 6 bait disebut "qit'ah", dan yang terdiri atas 7 bait atau lebih disebut "gurinda," (Piah, 1989: ). Struktur syair sebelum periode modern hanya menganut struktur terikat. Struktur ini mengikuti pola tertentu dan sistem yang baku. Pola yang diikuti penyair ialah dalam hal pembaitan, jenis sampiran dan isi Struktur Batin Syair Struktur batin syair (puisi) disebut juga hakikat syair merupakan pasangan struktur fisik atau metode syair. Yang dimaksud dengan struktur isi ialah unsur-unsur yang

11 membentuk kesatuan makna sebuah karya sastra. Tarigan (1984: 10) menyimpulkan pendapat Richards bahwa unsur struktur isi puisi itu adalah tema, rasa, nada, dan amanat. Tema merupakan konsep sentral yang dikembangkan di dalam sebuah puisi. Dengan ungkapan lain, tema merupakan konsep abtsrak yang kemudian menjadi konkret melalui sarana retorika dan pencitraan. Tema ini merupakan refleksi dari gagasan, citacita, keinginan, dan harapan penyair. Dengan demikian, tema itu dipengaruhi oleh berbagai unsur yang meliputi seluruh kehidupan penyair. Adapun rasa merupakan sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang ada dalam puisinya (Tarigan, 1984: 11). Tentu saja sikap penyair yang satu berbeda dengan penyair lainnya. Bagi seseorang, kematian anak dihadapinya dengan sikap tabah. Tidak demikian halnya dengan Ibnu Rumi yang menuduh Allah telah membunuh buah hatinya dengan sengaja dan melemparkannya dari kerumunan orang. Jadi, sikap Ibnu Rumi terhadap kematian anaknya yang diungkapkan dalam sya irnya disebut rasa di dalam hakikat puisi. Adapun nada ialah sikap penyair terhadap pembacanya (Tarigan, 1094: 18). Sikap itu berupa nada mencela, memuji, sinis, dan menasihati. Karya yang dibuat penyair memiliki nada tertentu terhadap pembacanya. Nada dalam sebuah sya ir akan menimbulkan suasana tertentu. Antara nada dan suasana ada hubungan yang erat. Unsur terakhir dari struktur batin puisi ialah amanat yang ingin disampaikan penyair. Amanat ini dapat diketahui setelah orang membaca puisinya dan mengetahui rasa dan nadanya. Amanat inilah yang mendorong si penyair untuk menciptakan syairnya.

12 2.2.3 Syair sebagai Sistem Tanda Eco (2004: 7) mengartikan tanda sebagai sesuatu yang menggantikan sesuatu atau sesuatu sebagai pengganti sesuatu. Dengan demikian, di balik sesuatu itu, yaitu tanda, senantiasa ada sesuatu yang lain yang disebut arti. Sesuatu yang menjadi tanda disebut penanda atau signifier, dan sesuatu yang menjadi arti tanda disebut petanda atau signified. Menurut Pierce (Sudjiman dan Zoest, 1992: 7) makna tanda yang sebenarnya ialah mengemukakan sesuatu (representamen). Sesuatu yang dikemukakan, diacu dan ditunjukan oleh tanda diistilahkannya dengan objek. Tanda tersebut berfungsi merepresentasikan sesuatu. Adapun sistem tanda utama yang menggunakan simbol adalah bahasa. Arti simbol tersebut ditentukan oleh konvensi masyarakat penuturnya. Kemudian Pradopo (1990: 122) mengemukakan bahwa bahasa pada umumnya merupakan sistem tanda tingkat pertama. Dalam kajian semiotik, arti bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama itu disebut meaning (arti). Adapun karya sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua dan artinya ditentukan oleh konvensi sastra. Oleh karena itu, muncullah arti baru yakni arti sastra. Arti sastra ini merupakan arti dari bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama. Meskipun demikian seorang satrawan tidak boleh melepaskan diri dari sistem tanda tingkat pertama atau dari konvensi bahasa karena hal itu dapat membuat karyanya tidak dapat dipahami Syair sebagai Jalinan Teks

13 Pendekatan yang mengasumsikan karya sastra sebagai jalinan teks disebut intertekstual. Pendekatan ini dipandang efektif untuk mengungkapkan makna suatu karya. Bahkan Riffaterre (1978: 149) menegaskan bahwa ketuntasan interpretasi terhadap sebuah puisi hanya dapat dicapai melalui cara interteks. Culler (dalam Riffaterre, 1978: 139) menatakan sebuah karya hanya dapat dipahami oleh pembacanya dengan mempertentangkkannya dengan karya lain. Intertekstual dipandang oleh Beckson dan Gauz (dalam Riffaterre, 1978: 129) sebagai sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan beberapa persoalan seperti pengaruh, sumber, sitiran, dan arketipe. Persoalan tersebut mengemukakan "gaung" beberapa teks yang terdapat dalam sebuah karya. Tidaklah mengherankan apabila Julia Cristeva, yang telah menggunakan istilah tersebut secara luas, memandang sebuah teks itu sebagai bangunan mosaik kutipan; "setiap teks merupakan serapan dan transformasi dari teks lain". 2.3 Teori Semiotik Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial. Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1). Semiotik merupakan ilmu yang

14 mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Ahli sastra Teeuw (1984:6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiotik merupakan cab ang ilmu yang relatif masih baru. Penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dipelajari secara lebih sistematis pada abad kedua puluh. Para ahli semiotik modern mengatakan bahwa analisis semiotik modern telah diwarnai dengan dua nama yaitu seorang linguis yang berasal dari Swiss bernama Ferdinand de Saussure ( ) dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Sanders Peirce ( ). Peirce menyebut model sistem analisisnya dengan semiotik dan istilah tersebut telah menjadi istilah yang dominan digunakan untuk ilmu tentang tanda. Semiologi de Saussure berbeda dengan semiotik Peirce dalam beberapa hal, tetapi keduanya berfokus pada tanda. Seperti telah disebutkan di depan bahwa de Saussure menerbit -kan bukunya yang berjudul A Course in General Linguistics (1913). Dalam buku itu de Saussure membayangkan suatu ilmu yang mempelajari tandatanda dalam masyarakat. Ia juga menjelas -kan konsep-konsep yang dikenal dengan dikotomi linguistik. Salah satu dikotomi itu adalah signifier dan signified (penanda dan petanda). Ia menulis the linguistics sign unites not a thing and a name,but a concept and a sound image a sign. Kombinasi antara konsep dan citra bunyi adalah tanda ( sign). Jadi de Saussure mem-bagi tanda menjadi dua yaitu komponen, signifier (atau citra bunyi)

15 dan signified (atau konsep) dan dikatakannya bahwa hubungan antara keduanya adalah arbitrer. Semiologi didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakang sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda, di sana ada sistem (Sudjiman dan Zoest, 1991:26). Sekalipun hanyalah merupakan salah satu cabangnya, namun linguistik dapat berperan sebagai model untuk se-miologi. Penyebabnya terletak pada ciri arbiter dan konvensional yang dimiliki tanda bahasa. Tanda -tanda bukan bahasa pun dapat dipandang sebagai fenomena arbiter dan konvensional seperti mode, upacara, kepercayaan dan lain-lainya. Dalam perkembangan terakhir kajian mengenai tanda dalam masyarakat didominasi karya filsuf Amerika. Charles Sanders Peirce ( ). Kajian Peirce jauh lebih terperinci daripada tulisan de Saussure yang lebih programatis. Oleh karena itu istilah semiotika lebih lazim dalam dunia Anglo-Sakson, dan istilah semiologi lebih dikenal di Eropa Kontinental. Charles Sanders Peirce adalah seorang filsuf Amerika yang paling orisinal dan multidimensioanl. Bagi teman-teman sejamannya ia terlalu orisional. Dalam kehidupan bermasyarakat, teman-temannya membiarkannya dalam kesusahan dan meninggal dalam kemiskinan Perhatian untuk karya-karyanya tidak banyak diberikan oleh teman-temannya. Peirce banyak menulis, tetapi kebanyakan tulisannya bersifat pendahuluan, sketsa dan sebagian besar tidak diterbitkan sampai ajalnya. Baru pada tahun Charles Hartshorne dan Paul Weiss menerbitkan enam jilid pertama karyanya yang berjudul

16 Collected Papers of Charles Sanders Pierce. Pada tahun 1957, terbit jilid 7 dan 8 yang dikerjakan oleh Arthur W Burks. Jilid yang terakhir berisi bibliografi tulisan Pierce. Peirce selain seorang filsuf juga seorang ahli logika dan Peirce memahami bagaimana manusia itu bernalar. Peirce akhirnya sampai pada keyakinan bahwa manusia ber pikir dalam tanda. Maka diciptakannyalah ilmu tanda yang ia sebut semiotik. Semiotika baginya sinonim dengan logika. Secara harafiah ia mengatakan Kita hanya berpikir dalam tanda. Di samping itu ia juga melihat tanda sebagai unsur dalam komunikasi. Pierce (dalam Van Zoest, 1996: 8-9) membagi hubungan penanda dan acuannya atas tiga konsep: (1) ikon, yakni hubungan antara tanda dan acuannya yang memiliki hubungan kemiripan. Kemiripan yang dimaksudkan adalah kemiripan secara alamiah. Misalnya, kesamaan potret dengan orang yang diambil fotonya, kesamaan peta dengan wilayah geografi yang digambarkannya, dan gambar kuda menandai kuda yang nyata; (2) indeks, yakni hubungan antara tanda dan acuannya yang timbul karena ada kedekatan eksistensi. Dapat dikatakan terdapat hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang bersifat alamiah. Misalnya, asap menandakan adanya api, dan arah angin menunjukkan cuaca; (3) simbol, yakni hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Maksudnya, tanda itu mengacu pada sesuatu yang telah mendapat kesepakatan masyarakat. Misalnya, lampu merah menandakan berhenti, dan mengangguk mena ndakan menyetujui atau membenarkan. Menurut Peirce kata semiotika, kata yang sudah digunakan sejak abad kedelapan belas oleh ahli filsafat Jerman Lambert, merupakan sinonim kata logika. Logika harus

17 mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran, menurut hipotesis Pierce yang mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence) atau kerja sama tiga subyek yaitu tanda (sign), obyek (object) dan interpretan (interpretant). Pendekatan semiotika Pierce yang menekankan pada jenis-jenis tanda yang utama yaitu ikon, indeks, dan simbol dapat diterapkan pula untuk mengamati gejala-gejala yang nampak dalam kehidupan sehari-hari, termasuk tanda-tanda yang dipalsukan. Pemalsuan tanda-tanda dalam kaitannya dengan aktivitas kehidupan manusia pada dasarnya mempunyai dua sisi, sisi baik dan sisi tidak baik. Sisi baik dari pemalsuan tanda-tanda umumnya adalah untuk tujuan kebaikan bersama sedangkan sisi tidak baik umumnya bertujuan untuk kepentingan pihak pertama saja Semiotika Sastra Strukturalisme dan semiotik umumnya dipandang termasuk dalam suatu bukan teoretis yang sama. Sebetulnya apa yang dinamakan semiotik sastra bukan merupakan suatu aliran ilmu sastra. Berbagai aliran seperti strukturalisma dan ilmu sastra linguistik dapat dinamakan semiotik (Van Luxemburg dkk, 1984: 4446). Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda, dan proses suatu tanda diartikan (Hartoko dan B. Rahmanto, 1986: 131). Dengan kata lain, ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa, atau seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1979: 6). Tanda itu sendiri

18 diartikan sebagai sesuatu yang bersifat representatif, mewakili sesuatu yang lain berdasarkan konvensi tertentu. Konvensi yang memungkinkan suatu objek, peristiwa, atau gejala kebudayaan menjadi tanda itu disebut juga sebagai kode sosial. Bila diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti(signifiant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Dalam penelitian sastra biasanya diperhatikan hubungan sintaksis antara tanda-tanda (strukturalisme) dan hubungan antara tanda dan apa yang ditandakan (semantik). Ada beberapa aliran semiotik dalam ilmu sastra, yang diwakili oleh Saussure (Perancis), Jurij Lotman (Rusia), dan C.S. Pierce (Amerika). Kesamaan utama pandangan mereka adalah bahwa bahasa merupakan salah satu di antara sekian banyak sistem tanda. Ada kalanya ditekankan bahwa bahasa merupakan sistem tanda yang paling fundamental. Pokok-pokok pandangan ketiga teoretisi itu diuraikan berikut ini. Pierce ( ) adalah seorang filsuf Amerika yang meletakkan dasar bagi sebuah bidang studi yang disebtu semiotik. Pierce menyebutkan tiga macam tanda sesuai dengan jenis hubungan antara tanda dan apa yang ditandakan. 1. Ikon, yaitu tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya, foto dengan orang yang difoto, atau pera dengan wilayah geografisnya.

19 2. Indeks, yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan apa yang ditandakan. Misalnya asap menandakan adanya api, mendung menandakan bakal turun hujan. 3. Simbol atau tanda, yaitu suatu tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbitrer, manasuka, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. Misalnya bahasa. Saussure adalah ahli linguistik asal Swiss yang memperkenalkan studi tentang tanda sebagai semiologi. Menurut Saussure, bahasa adalah sistem tanda, dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, yakni penanda dan petanda. Penanda adalah aspek formal atau bunyi pada tanda itu. Sedangkan petanda adalah aspek makna atau konseptual dari suatu penanda. Tanda memiliki ciri arbitrer, konvensional, dan sistematik. Arbitrer atau manasuka misalnya dalam urutan bunyi k-a-c-a-n-g tidak ada pemikiran atau motif menghubungkan bunyi itu dengan tanaman tertentu. Kombinasi aspek formal dan konseptual (bunyi kacang dengan wujud kacang sebenarnya) hanya terjadi berdasarkan konvensi sosial yang berlaku dalam bahasa tertentu saja. Jika kita menyebut kacang, orang Inggris menyebutnya bean sesuai dengan konvensi bahasa masing-masing. Jurij Lotman, seorang ahli semiotik Rusia menyebut bahasa sebagai system tanda primer yang membentuk model dunia bagi pemakaiannya. Model ini mewujudkan sarana konseptual bagi manusia untuk menafsirkan segala sesuatu di dalam dan di luar dirinya. Sastra disebutnya sebagai sistem tanda sekunder. Sastra dan semua cabang seni lainnya

20 mempergunakan sistem tanda primer seperti terdapat dalam bahasa alamiah tetapi tidak terbatas pada tanda-tanda primer saja. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Dalam lapangan semiotik, yang penting yaitu lapangan sistem tanda, adalah pengertian tanda itu sendiri. Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda pokok yaitu ikon, indeks dan simbol. Hubungan antara ketiga tanda ini bersifat arbitrer berdasarkan konvensi masyarakat. Sebuah sistem tanda yang menggunakan lambang adalah bahasa. Karya sastra merupakan sistem tanda yang berdasarkan konvensi sastra. Karena sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua. Dalam sastra konvensi bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra.dalam karya sastra kata-kata ditentukan oleh konvensi sastra, sehingga timbul arti baru yaitu arti sastra. Jadi arti sastra itu merupakan arti dari arti, untuk membedakan arti bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertamadsisebut meaning dan arti sastra disebut makna (significance). Makna sajak bukan semata-mata arti bahasanya, melainkan arti bahasa dan suasana, perasaan, intensitas arti, arti tambahan, daya liris, pengertian yang timbul oleh

21 konvensi sastra, misalnya tipografi, enjabement, sajak, barik sajak, ulangan, dan lainnya lagi. Makna sajak adalah arti yang timbul oleh bahasa yang disusun berdasarkan struktur sastra menurut konvensinya, yaitu arti yang bukan semata arti bahasa, melainkan berisi arti tambahan berdasarkan konvensisastra yang bersangkutan. Memberi makna sajak berarti mencari tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya makna sajak, maka menganalisis sajak itu tidak lain adalah memburu tanda-tanda, dikemukakan oleh Culler. Studi semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda dan karena itu menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti (Preminger, 1974: 981). Maka dalam menganalisis sajak terutama dicari tanda-tanda yang lain yang merupakan konvensi tambahan dalam puisi Tanda: Penanda dan Petanda Wardoyo (2005: 1) mengatakan semiotics is the science of signs. Masalahnya adalah bagaimana tanda (sign) dapat diidentifikasikan. Untuk dapat mengidentifikasi sebuah tanda, terlebih dahulu harus dipahami hakikat dari sebuah tanda (sign). Dalam semiotik, tanda bisa berupa kata-kata, kalimat, atau gambar yang bisa menghasilkan makna. Dalam hubungannya dengan tanda, Saussure mempunyai peranan penting dalam mengidentifikasikan sebuah tanda. Saussure dalam Pilliang (2003: 90) menjelaskan tanda sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dua bidang seperti halnya selembar kertas, yaitu bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi

22 dan bidang petanda (signified) untuk menjelaskan konsep atau makna. Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan pemilahan antara penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda wujud materi tanda tersebut. Petanda adalah konsep yang diwakili oleh penanda yaitu artinya. Contohnya, kata ayah merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti orang tua laki-laki. Berkaitan dengan proses pertandaan seperti di atas, Saussure menekankan perlunya semacam konvensi sosial (social convention) di kalangan komunitas bahasa, yang mengatur makna sebuah tanda. Satu kata mempunyai makna tertentu disebabkan adanya kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna bahasa (Pilliang, 2004: 90). Sementara itu, seorang tokoh semiotik lain, Charles Sanders Peirce ( ) mengemukakan pendapatnya mengenai tanda. Menurut Peirce, dalam pengertian tanda terdapat dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai dan petanda (signified) atau yang merupakan arti tanda. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, tanda terdiri atas tiga jenis. Jenis-jenis tanda tersebut adalah ikon, indeks, dan simbol (Zoest, 1993:23-24). Ikon adalah tanda yang memperlihatkan adanya hubungan yang bersifat alami antara penanda dengan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dengan petandanya. Simbol adalah tanda yang tidak memiliki hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, melainkan hubungan yang ada bersifat arbitrer. Ketiga tanda tersebut merupakan peralatan semiotik yang fundamental. Lebih lanjut, Peirce mengemukakan bahwa proses semiosis terjadi karena adanya tiga hal, yaitu ground, representamen, dan interpretan. Peirce melihat tanda dengan mata

23 rantai tanda yang tumbuh. Oleh karena itu, Peirce sengat lekat dengan konsep pragmatisme. Pragmatisme sebagai teori makna menekankan hal-hal yang dapat ditangkap dan mungkin berdasarkan pengalaman subjek. Dasar pemikiran tersebut didasarkan dijabarkan dalam bentuk tripihak (triadic) yakni setiap gejala secara fenomenologis mencakup tiga hal. Pertama, bagaimana sesuatu menggejala tanpa harus mengacu pada sesuatu yang lain (qualisigns, firstness, in-itselfness). Kedua, bagaimana hubungan gejala tersebut dengan realitas di luar dirinya yang hadir dalam ruang dan waktu (sinsigns, secondness/overagainstness). penanda + petanda = tanda Ketiga, bagaimana gejala tersebut dimediasi, direpresentasi, dikomunikasikan, dan ditandai (legisigns, thirdness/in-betweenness) (Lihat Christomy, 2004: ). 2.4 Semiotika Budaya Semiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Peirce. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika dalam bidang yang berbeda secara terpisah. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce dikenal sebagai ahli filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut. Adapun semiotik itu (kadang-kadang juga dipakai istilah semiologi) ialah ilmu

24 yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang (semeion, bahasa Yunani = tanda), sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan (luxemburg, 1984:44). Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang bekerja dalam bidang yang terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi), yang seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure ( ) dan seorang ahli filsafat yaitu Charles Sander Peirce ( ). Saussure menyebut ilmu semiotik dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik (semiotics). Kemudian hal itu sering dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di Perancis dipergunakan nama semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih banyak dipakai nama semiotik (Pradopo, 2005:119). The core of Saussurres contribution to semiotics is the project for a general theory of sign systems which he called semiology. The term semiologie was apparently coined by Saussure himself to designate the not yet exiting general science of sign (cf. Engler 1980). An alternative term suggested in a different context was signologie. Semiology is not to be confounded with semantics, the study of meaning in language. Saussurre gave the following out line of his project of a future semiology: a science that studies the life of sign within society is conceivable:[.] I shall call it semiology (from Greek semeion sign). Semiology would show what constitutes signs, what laws govern them. Since the science does not yet exist, no one can say what it would be: but it has a right to existence, a place staked out in advance (North, 1990:57). Inti dari kontribusi semiotik Saussure adalah rancanan bagi teori umum tentang system tanda yang disebut semiologi. Istilah semiologi muncul diciptakan oleh Saussure sendiri untuk menandai belum adanya ilmu pengetahuan umum tentang tanda. Sebuah istilah alternatif yang diperkirakan dalam konteks yang berbeda adalah signologi. Semiologi tidaklah menjadi hal yang luar biasa daripada semantik, yang mempelajari arti dalam bahasa. Saussure memberikan kerangka pemikirannya mengenai masa depan semiologi, yakni: sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kehidupan sebuah tanda dalam masyarakat yang dapat dipikirkan

25 [ ] saya akan menyebutnya sebagai semiologi (berasal dari bahasa Yunani semion tanda ) semiologi akan menunjukkan apakah yang mendasari tanda-tanda itu, apakah hukum/undang-undang yang mengaturnya. Semenjak ilmu pengetahuan belum eksis tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan apakah yang akan terjadi: tapi dia memiliki eksistensi yang bagus, sebuah tempat yang mengintai kemajuan (North, 1990: 57). Menurut Saussure, tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang dipresentasikan oleh aspek pertama. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression) dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna, obyek dan sebagainya. Petanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna. Peirce, semiotic is the doctrine of the essential nature and fundamental varieties of possible semiosis the term semiosis is derived from a treatise of the Epicurean philoshoper Philodemus. Pierce explained that semiosis mean the action of almost any kind of sign and my definition confers on anything that so act the title of sign (North,1990:42) Menurut Peirce, semiotik adalah pembelajaran mengenai sifat-sifat dasar dan variasi asas-asas yang memungkinkan dalam semiosis. Istilah semiosis berasal dari risalah Epicurean filosofis Philodemus. Pierce menjelaskan bahwa semiosis mengandung makna perbuatan yang hampir terdapat dalam berbagai macam tanda dan pengertian saya ini merujuk pada sesuatu perbuatan yang berlabel tanda (North, 1990:42)

26 Menurut Pierce, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut objek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Peirce: signs the axiom that cognition, thought, and even man are semiotic in their essence.. like a sign, a thought refers to other thoughts and objects of the word so that all which is reflected upon has [a] past. Peirce even went so far as to conclude that the fact that every thought is a sign, taken in conjunction with the fact that life is a train of thought, proves that man is a sign (North, 1990: 41) Menurut Peirce, pada intinya tanda-tanda dasar kognisi, pikiran, dan bahkan seseorang merupakan semiotic mereka sebuah tanda misalnya. Pikiran akan mengacu kepada pikiran yang lain dan begitu juga objek pada sebuah kata, karena semua yang digambarkan memiliki [sebuah] masa lalu. Peirce bahkan pergi jauh-jauhnya untuk menyimpulkan bahwa kenyataan yang ada di dalam setiap pikiran itu merupakan sebuah tanda, diterima bersama dengan kenyataan bahwa hidup merupakan sebuah jalannya pikiran, membuktikan bahwa seseorang itu adalah tanda (North, 1990: 41) Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam kritik sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada (diukan)

27 konvensi- konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri (sifat-sifat) wacana yang mempunyai makna (Pradopo, 2005:119). Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain (Zoest, 1993:18). Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda. Sebuah bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap, berbicara cepat, berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk, bersudut tajam, kecepatan, kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan, semuanya itu dianggap sebagai tanda. Tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Contoh indeks adalah tanda panah petunjuk arah bahwa di sekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Simbol adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan. Ikon, indeks, simbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek (referent) dan konsep (interpretan atau reference). Bentuk biasanya

28 menimbulkan persepsi dan setelah dihubungkan dengan objek akan menimbulkan interpretan. Hal ini dijelaskan Pradopo (2005:120) sebagai berikut. Tanda itu tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama ialah ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Potret menandai orang yang dipotret, gambar pohon menandai pohon. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai api, alat penanda angin menunjukkan arah angin, dan sebagainya. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer (semau-maunya). Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. 'Ibu' adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa (Indonesia). Orang Inggris menyebutnya mother, Perancis menyebutnya la mere, dsb. Adanya bermacam-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan "kesemena-menaan" tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol. Selanjutnya dikatakan Pradopo (2005) bahwa dalam penelitian sastra dengan pendekatan semiotik, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari (diburu), yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian luasnya). Semiotik merupakan lanjutan dari penelitian strukturalisme. Hubungan antara semiotik dan strukturalisme adalah sebagai berikut. Keterangan ini akan menjelaskan bagaimana sebenarnya hubungan antara semiotik dan strukturalisme. a) Semiotik digunakan untuk memberikan makna kepada tanda-tanda sesudah suatu penelitian struktural. b) Semiotik hanya dapat dilaksanakan melalui penelitian strukturalisme yang memungkinkan kita menemui tanda-tanda yang dapat memberi makna (Junus, 1988: 98).

29 Lebih lanjut Junus (1988: 98) menjelaskan bahwa pada (a) semiotik merupakan lanjutan dari strukturalisme. Pada (b) semiotik memerlukan untuk memungkinkan ia bekerja. Pada (a), semiotik seakan apendix ekor, kepada strukturalisme. Tapi tidak demikian halnya pada (b). Untuk menemukan tanda, sesuai dengan pengertian sebagai ilmu mengenai tanda. Semiotik tidak dapat memisahkan diri dari strukturalisme, ia memerlukan strukturalisme. dan sekaligus, semiotik juga menolong memahami suatu teks secara strukturalisme. Keterangan di atas menunjukkan bahwa strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan semiotik, karena sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Dalam perkembangan ilmu sastra, beberapa teoritisi sastra menganggap bahwa semiotik dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk memperkuat sebuah analisis karya sastra setelah sebelumnya dilakukan terlebih dahulu analisis secara struktural. Seperti dikemukakan oleh Zaimar (1990 : 24) bahwa analisis struktural akan berhasil menampilkan bentuk karya, serta pelanggaran-pelanggaran terhadap konvensi karya sastra yang terdapat di dalamnya, namun analisis struktural tidak dapat memecahkan masalah pemahaman karya. Itulah sebabnya dilakukan analisis semiotik. Berdasarkan uraian di atas, maka analisis semiotik prosa fiksi yang harus dilakukan adalah melihat semua struktur sebagai tanda. Penganalisis harus selalu bertanya apakah tokoh, latar, alur, dan pengaluran, dan penceritaan di dalamnya itu merupakan sebuah tanda/simbol atau bukan. Setelah melihat unsur-unsur itu sebagai simbol, simbolsimbol tersebut dideskripsikan berdasarkan konteksnya. Kemudian dilakukan klasifikasi berdasarkan deskripsi tadi dan ditafsirkan maknanya. Ketika melihat tanda-tanda tersebut,

30 adakalanya tanda-tanda tersebut berkaitan dengan teks-teks yang lain. Oleh karena itu, untuk memahami makna teks tersebut harus selalu dikaitkan dengan teks yang dirujuknya tadi. Dalam bukunya, Semiotics of Poetry, Reffaterre (1978) menjelaskan teorinya tentang semiotika budaya dalam puisi. Buku ini terbagi ke dalam lima bab: The Poem s Significance, Sign Production, Text Production, Interpretant, Textual Semiotics, dan Conclusion. Untuk keperluan makalah ini empat bab yang pertama sudah mencukupi. Empat bab tersebut dapat diringkas sebagai berikut. a. Significance Reffaterre membedakan antara meaning (arti) dan significance (makna). Ciri-ciri puisi adalah kepaduannya, secara formal dan semantik. Dia menyebut kepaduan formal dan semantik ini significance. From the standpoint of significance text is one semantic unit. From the standpoint of meaning text conveys a string of successive information units, the language is referential. Arti adalah yang dirujuk oleh teks pada tataran mimetic. Ciri dasar mimesis adalah bahwa ia menghasilkan urutan semantik yang terus-menerus berubah. Puisi mentranrsformasikan teks pada tataran ini ke tataran yang tinggi, yaitu ke tataran semiosis yang di dalamnya yang semula merupakan kompleks pemaknaan ditransformasikan ke unit pemaknaan. Puisi merupakan transformasi matrix, sebuah kalimat minimal dan literal, menjadi periphrases yang compleks dan nonliteral. Matriks itu dapat dinyatakan dalam satu kata.yang mungkin tidak muncul dalam teks. Kata itu selalu diaktualisasikan ke dalam varian yang berturut-turut; bentuk-bentuk dari varian ini ditentukan oleh aktualisasi yang

31 pertama atau yang utama yang menjadi model aktualisasi. Matrix, model, dan teks adalah varian dari struktur yang sama. Matriks merupakan motor, generator bagi derivasi tekstual, sementara model menentukan cara (manner) derivasi itu Pendeknya, pada tataran mimetik arti kata bergantung sepenuhnya pada sintaks dan posisi, kata-kata itu menambahkan informasi ke informasi sebelumnya, dan satusatunya rujukan umumnya paling-paling adalah sistem deskriptif yang melayani distribusi representasi yang sesuai (compatible) sepanjang kalimat. Pada tataran semiotik, kebalikannya, kata-kata mengulang informasi yang sama, biasanya sebuah seme,.atau struktur tematik yang tak berbeda. Apabila teks mimetik bersifat sintagmatik, teks semiotik bersifat paradigmatik. Sejalan dengan pembedaan antara arti dan makna itu, Reffaterre membedakan dua jenis pembacaan, yaitu pembacaan heuristic dan pembacaan retroactive (hermeneutic). Pembacaan heuristic adalah pembacaan pada tahap pertama. Pada pembacaan ini input pembaca adalah kompetensi linguistik, termasuk asumsi bahasa bersifat referential, kemampuannya mencermati ketidaksesuaian (incompatibility) antara kata-kata bahwa ada kata atau frasa yang tidak dapat diartikan secara literal sehingga membutuhkan pemahaman secara kiasan, dan bahwa kompetensi linguistik bukan satu-satunya faktor yang terlibat. Pada tahap pembacaan ini mimesis dipahami secara penuh. Pembacaan hermeneutic adalah pembacaan tahap kedua. Pada tahap ini pembaca meninjau, merevisi, dan membandingkan ke belakang apa yang baru saja dibacanya. Di sini ia akan mengenali bahwa ketidakgramatikalan yang ada dalam teks sesungguhnya ekivalen, varian dari matriks strutkural yang sama. Teks dengan demikian merupakan

32 efek dari variasi atau modulasi satu strutkur tematik, simbolik, atau apa pun dan hubungan yang dipertahankan ke satu struktur ini membentuk significance. Dengan demikian, sementara unit arti mungkin kata, frasa, atau kalimat, unit makna adalah teks. b. Produksi Tanda Tanda puitik adalah kata atau frasa yang memiliki kaitan dengan significance. Tanda puitik ditentukan oleh derivasi hipogramatik. Maksudnya, sebuah kata atau frasa menjadi puitis ketika merujuk ke (dan jika merupakan sebuah frasa, terpola berdasar) kelompok kata yang ada sebelumnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam kutipan berikut: hypogrammatic derivation: a word or phrase is poeticized when it refers to (and if a phrase, patterns itself upon) a preexistent word group. Hipogram dibentuk dari seme kata dan/ atau presupposition-nya, sedangkan seme adalah inti dari arti sebuah kata, sebagaimana kata Reffaterre berikut: Hypogram is formed out of a word s seme and/or its presupposition. A seme is the very core of a word s meaning. Tanda puitik mengaktualisasikan sebagian dari hal ini. Kata inti hipogram itu sendiri mungkin diaktualisasikan mungkin pula tidak. Sememe dari kata inti (kernel word) berfungsi seperti sebuah eksiklopedia representasi yang berhubungan dengan arti kata itu. Aktualisasainya mempunyai efek menyerap (saturating) urutan verbal derevatif dengan arti itu, secara terbuka menkonfirmasi apa yang telah dikumpulkan oleh kata itu. Seruling, misalnya, mengandaikan adanya seorang peniup seruling, memerlukan pendengar, mengandung seme kemerduan, tetapi juga mengandung seme keparauan. Neologisme Hugo dalam

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas

Lebih terperinci

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli P U I S I A. PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984) Pengertian Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, matra serta

Lebih terperinci

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.

Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Pengertian dan Unsur-unsurnya Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai berikut.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sebelum melakukan penelitian ini, dilakukan penelusuran terhadap beberapa penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi sebagai salah satu jenis karya sastra memiliki nilai seni kesusastraan yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan katanya. Puisi

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak.

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. ANALISIS SEMIOTIKA MAKSUD DAN TUJUAN Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak SEMIOTIKA TOKOH SEMIOTIKA XXX PUISI

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING)

2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING) BAB III Metodologi Penelitian A. Metodologi Penelitian Dalam penelitian diperlukan suatu metode dan teknik penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti sehingga hasil penelitian bisa dipertanggungjawabkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum karya sastra terbagi atas tiga jenis yaitu puisi, prosa dan drama. Menurut Kosasih (2012:1), ketiga jenis karya sastra tersebut dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL) PADA KELAS VII. C DI MTs.

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL) PADA KELAS VII. C DI MTs. MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL) PADA KELAS VII. C DI MTs. AL- MAZIYYAH TAHUN AJARAN 2011 / 2012 Deuis Susanti d_shuzantye@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. meneliti tentang lirik lagu Umi karya Hayashi Ryuuha dan Omocha No

BAB II LANDASAN TEORI. meneliti tentang lirik lagu Umi karya Hayashi Ryuuha dan Omocha No BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya Berdasarkan penelitian terdahulu, belum ada seorang pun yang meneliti tentang lirik lagu Umi karya Hayashi Ryuuha dan Omocha No Chachacha karya Nosaka Akiyuki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengkajian pendekatan analisis semiotik. Dengan jenis penelitian kualiatif, yaitu metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. kembali dan pembacaan sandi (a recording and dekoding process),

BAB II KAJIAN TEORI. penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. kembali dan pembacaan sandi (a recording and dekoding process), 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Membaca Puisi 1. Membaca a. Pengertian membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi merupakan bentuk karya sastra yang tersaji menggunakan kata-kata yang indah dan kaya bahasa yang penuh makna (Kosasih, 2008: 31). Keindahan puisi ditentukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk memperkuat dan mengubah kognisi dalam menciptakan sejumlah makna-makna konotatif. Namun bahasa tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. adalah kecakapan yang terdiri dari 3 jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

BAB II KAJIAN TEORITIS. adalah kecakapan yang terdiri dari 3 jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Hakekat Kemampuan Menjelaskan Isi Puisi 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah suatu proses perbuatan atau cara meningkatkan usaha dengan didasari kesanggupan kekuatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sederetan luar objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Alasan mengapa penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu

BAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1. Puisi Pengertian puisi Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. PUISI bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh: diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang geguritan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Pada dasarnya setiap individu mempunyai pengalaman tentang suatu peristiwa. Pengalaman itu dapat berupa: kesenangan, kesedihan, keharuan, ketragiasan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG KARAKTERISTIK PUISI MAHASISWA OFFERING A ANGKATAN 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG David Maulana Muhammad*)1 Wahyudi Siswanto)*2 Email davidmuhammad7@gmail.com Universitas

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang

Lebih terperinci

tersebut misalnya drama, cerpen, puisi, dan novel (Waluyo dan Soliman, oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal

tersebut misalnya drama, cerpen, puisi, dan novel (Waluyo dan Soliman, oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya imajinasi yang menggambarkan kehidupan bermasyarakat yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat. Hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi merupakan bentuk karya sastra yang sangat populer di kalangan masyarakat sampai saat ini. Puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena kemajuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian yang sistematik dan relevan dari fakta serta hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh : EMA WIDIYAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode merupakan alat pemecah masalah, mencapai suatu tujuan atau untuk mendapatkan sebuah penyelesaian. Dalam metode terkandung teknik yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan (Tim Dosen PKN,

BAB II LANDASAN TEORI. yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan (Tim Dosen PKN, BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nasionalisme Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan (Tim Dosen PKN, 2009: 227). Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Dewi

Lebih terperinci

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam 12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini menggunakan salah satu karya sastra yang berasal dari kesusastraan Jepang modern sebagai objeknya. Kesusastraan Jepang modern dimulai dari adanya

Lebih terperinci

Pesan, Tanda, dan Makna dalam Studi Komunikasi. Alimuddin A. Djawad STKIP PGRI Banjarmasin Jl. Sultan Adam, Komp. H.

Pesan, Tanda, dan Makna dalam Studi Komunikasi. Alimuddin A. Djawad STKIP PGRI Banjarmasin Jl. Sultan Adam, Komp. H. Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya ISSN 2527-4104 Vol. 1 No.1, 1 April 2016 Pesan, Tanda, dan Makna dalam Studi Komunikasi Alimuddin A. Djawad STKIP PGRI Banjarmasin Jl. Sultan Adam,

Lebih terperinci

NILAI-NILAI NASIONALISME ENAM PUISI DALAM KUMPULAN PUISI POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI KARYA W. S. RENDRA: TINJAUAN SEMIOTIK SKRIPSI

NILAI-NILAI NASIONALISME ENAM PUISI DALAM KUMPULAN PUISI POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI KARYA W. S. RENDRA: TINJAUAN SEMIOTIK SKRIPSI NILAI-NILAI NASIONALISME ENAM PUISI DALAM KUMPULAN PUISI POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI KARYA W. S. RENDRA: TINJAUAN SEMIOTIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud : a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR P ISSN 2614-624X E ISSN 2614-6231 DOI: http://dx.doi.org/10.22460/p.v1i2p%25p.193 ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR Risma Despryanti 1, Riska Desyana 2, Amalia Siddiqa Rahayu 3, Yeni

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk memahami karya sastra dibutuhkan analisis. Definisi karya sastra menurut KBBI (1989:76) adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk memperjelas dan memantapkan ruang lingkup permasalahan, sumber data, dan kerangka teoretis penelitian ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda

BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika seorang wasit meniup peluit, para pemain sepak bola bergegas memulai pertandingan. Perbuatan meniup peluit di sini diartikan sebagai tanda untuk memulai pertandingan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan penelitian ini tidak terlepas dari buku-buku dan skripsi pendukung yang relevan dengan judul penelitian ini. Sesuai dengan judul penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puisi dalam Kamus Istilah Sastra (1984) adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Hal yang sama

Lebih terperinci

APRESIASI SASTRA DALAM MENINGKATKAN GEMAR MEMBACA SISWA SEKOLAH DASAR DI DESA COGREG DAN DESA CAYUR KECAMATAN CIKATOMAS, KABUPATEN TASIKMALAYA

APRESIASI SASTRA DALAM MENINGKATKAN GEMAR MEMBACA SISWA SEKOLAH DASAR DI DESA COGREG DAN DESA CAYUR KECAMATAN CIKATOMAS, KABUPATEN TASIKMALAYA Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat ISSN 1410-5675 Vol. 2, No. 1, Mei 2013: 51-59 APRESIASI SASTRA DALAM MENINGKATKAN GEMAR MEMBACA SISWA SEKOLAH DASAR DI DESA COGREG DAN DESA CAYUR KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai

BAB I PENDAHULUAN. yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang

Lebih terperinci

MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI

MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global MEDIA VIDEO EMOTIF SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN PUISI M. Syirojudin A malina Wijaya S2 Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

Lebih terperinci

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Untuk memahami Penulisan Kreatif, sebelumnya cobalah pahami perihal manajemen bahasa berikut ini Manajemen bahasa adalah SENI dan ILMU

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,DANLANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,DANLANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP,DANLANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelusuran kepustakaan untuk mengidentifikasi makalah dan buku yang bermanfaat dan ada hubungannya dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berfikir induktif, yaitu berangkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003: 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU (SIMBOL DAN BAHASA)

TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU (SIMBOL DAN BAHASA) TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU (SIMBOL DAN BAHASA) Disusun oleh: Kelompok 4 Nur Amalia Hildaini 16706251037 Eka Fransiska Agustin 16706251011 Afitri Rahma Wati 16706251009 Binti Aisiah Daning S 16706251020

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BRAINWRITING PADA PESERTA DIDIK SD/MI KELAS V

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BRAINWRITING PADA PESERTA DIDIK SD/MI KELAS V PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BRAINWRITING PADA PESERTA DIDIK SD/MI KELAS V Oleh: Aida Azizah Universitas Islam Sultan Agung Semarang ABSTRAK Peserta didik Sekolah Dasar/Madrasah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Interpretasi Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sehingga menimbulkan kesan yang menarik. Sastra sering kali tercipta

BAB I PENDAHULUAN. manusia sehingga menimbulkan kesan yang menarik. Sastra sering kali tercipta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu karya sastra yang terlahir dari perasaan dan imajinasi manusia sehingga menimbulkan kesan yang menarik. Sastra sering kali tercipta dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, merupakan makhuk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita)

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah hasil seni kreatif manusia yang menampilkan gambaran tentang kehidupan manusia, menggunakan seni bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra merupakan penjelasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Paradigma konstruktifitis dapat dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut: 1. Ontologis: relativism, realitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan Bab 2 Landasan Teori Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. Teori tersebut mencangkup teori semantik dan teori pengkajian puisi. Teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berbagai macam tugas hingga berhasil yang bisa dikerjakan oleh seseorang. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berbagai macam tugas hingga berhasil yang bisa dikerjakan oleh seseorang. Menurut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan seorang individu untuk terus menjalankan usaha dalam menjalani berbagai macam tugas hingga berhasil yang bisa dikerjakan oleh seseorang. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Sebelumnya, ada beberapa penelitian yang memiliki tema yang sama. Pertama, Intertekstual Lirik-Lirik Lagu Karya Ahmad Dhani: Sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan landasan

Lebih terperinci

ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG

ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG ANALISIS LAPIS UNSUR PUISI KUCARI JAWAB KARYA J.E. TATENGKENG Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk berkomunikasi. Menurut Keraf

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama

BAB II LANDASAN TEORI. karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Puisi Puisi adalah salah satu karya sastra yang unik, karena puisi merupakan karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly).

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly). BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

Lebih terperinci

PENYUSUSNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PENYUSUSNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) BAB 5 PENYUSUSNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) Satuan Pendidikan : SMA Kelas/Semester : X/1 Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Tema : Gemar Meneroka Alam

Lebih terperinci